Professional Documents
Culture Documents
PROFIL PENGUSAHA
Oleh:
Nama : Firhan Ihza Yusriza
NIM : 165040201111147
Kelas :F
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
Peluang usaha cuci sepatu memang sedang ngetren. Tapi, tahukah Anda siapa sosok di
balik ngetren-nya layanan laundry sepatu di Indonesia? Dialah Tirta Mandira Hudhi. Anak muda
kelahiran Karanganyar, 30 Juli 1991 yang juga seorang dokter. Dengan kreativitasnya, Tirta
Mandira Hudhi berhasil mendirikan bisnis cuci dan rawat sepatu Shoes and Care (SAC), serta
membuka cabang dan kemitraan di berbagai kota besar di Indonesia. Hebatnya lagi, semua itu
dilakukan saat masih kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia
mengawali bisnisnya secara tak sengaja. Ceritanya, pria yang hobi mengoleksi sepatu itu
membeli sebuah cairan pembersih sepatu premium bermerek Jason Mark, langsung dari luar
negeri, seharga Rp 400 ribu per botol. Belakangan, dia merasa harga sebesar itu plus ongkos
kirimnya terlalu mahal. Tirta pun menawarkan kepada teman-temannya sesama kolektor sepatu
untuk menggunakan produk pembersih itu. Syaratnya: mereka bersedia menanggung sebagian
harga belinya. Gayung bersambut, teman-temannya bersedia patungan menggunakan produk
pembersih itu. Saat itu, terbersit di pikiran Tirta untuk mengomersialkan jasanya tersebut.
Namun, ia tengah disibukkan praktik di berbagai rumah sakit sebagai syarat kelulusannya.
Alhasil, dia memendam dulu niat bisnisnya. Beberapa waktu kemudian, ide berbisnis poles
sepatu kembali bersinar di benak Tirta, tepatnya saat Gunung Kelud meletus. Ketika itu, seluruh
sepatunya di tempat kos dan sepatu mahasiswa penghuni kos lainnya, terbungkus debu vulkanik
yang cukup tebal. Nah, saat Tirta mencuci sepatu-sepatunya, teman-teman yang lain justru turut
menitip cuci sepatu mereka ke dirinya. “Dari situlah tercetus ide membuka jasa perawatan sepatu
tetapi dengan harga terjangkau dan terbuka untuk semua jenis bahan sepatu,” ungkapnya. Soal
tempat, dia tak ambil pusing. Berhubung masih coba-coba, ia menawarkan jasanya dari emperan
kosnya. Sambil jalan, ia membuat akun Instagram dan Twitter Shoes and Care di
@shoesandcare. Ternyata netizen merespons antusias unggahan foto-foto SAC. Sejak itu, para
pelanggan terutama yang bertempat tinggal di sekitar kosnya, ramai berdatangan.
Melihat animo pelanggan yang meningkat, Tirta memutuskan membuka toko perdananya
yang berlokasi di Alun-alun Kidul Yogyakarta. Modal sebesar Rp 25 juta dia gelontorkan
sebagai biaya sewa tempat, desain interior dan operasional toko. Pembukaan tokonya pada
September 2014 ternyata bertepatan dengan momen ulang tahun Yogyakarta. Akal kreatif Tirta
pun kembali berputar. Ia lantas memanfaatkan momentum istimewa itu untuk mempromosikan
jasanya. “Saya buat promo, Jogja Free Wash. Saya sebenarnya gambling saja, kalau laku ya
syukur, kalau tidak ya anggap aja pelajaran memulai usaha,” ucapnya enteng. Ternyata di luar
dugaan promonya disambut meriah. Tak kurang dari 1.200 orang mengantre di depan tokonya
membentuk barisan sepanjang 200 meter. Sejak itulah SAC menjadi semakin populer. Selain
popularitas, hal tersebut juga memberikan pemahaman atas batas kapasitas pelayanannya. Sebab,
dengan dibantu tiga orang saat itu, Tirta hanya mampu menangani 600 pasang sepatu dalam
tempo tiga jam. Berangkat dari situ, Tirta kemudian membuka toko kedua yang masih berlokasi
di Yogyakarta.
Anak muda kudu pandai menangkap peluang. Selama ada pasar dan kebutuhan, layanan
jasa sederhana pun bisa jadi uang
Tirta memang sudah lama hobi mengoleksi sepatu. Kesukaannya itu membuatnya paham
teknik dan metode seperti apa yang tepat untuk merawat sepatu yang butuh perlakuan khusus. Ia
pernah membeli cairan pembersih sepatu premium dari luar negeri dengan harga yang cukup
mahal, Rp 400 ribu per botol. Modal untuk perawatan sepatu yang bagus pun ternyata memang
cukup mahal. Kemudian ketika erupsi Gunung Kelud terjadi pada 14 Februari 2014, abu
vulkanik yang tersebar ke seantero kota membuat Tirta kebanjiran pesanan untuk membersihkan
sepatu. Dari situ ia terpikir untuk serius membuka layanan perawatan sepatu dengan harga
terjangkau untuk segala jenis sepatu. Lahirlah Shoes and Care, yang menawarkan jasa perawatan
premium sepatu pertama di Indonesia yang berbasis media sosial.
Maksimalkan media sosial untuk strategi marketing. Orderan bisa datang dari berbagai
lokasi, baik dalam maupun luar negeri
Sebelum punya outlet sendiri, Tirta menawarkan jasa lewat media sosial Instagram dan
Twitter. Tak disangka para pelanggan dari dunia maya merespon positif, dan sejak itu ia mulai
ketambahan pesanan. Setelah membangun Shoes and Care, Tirta memutuskan untuk
mengunggah video proses pencucian dan perawatan sepatu pelanggannya ke media sosial. Ia
tidak takut rahasia dapur terbongkar atau disalip oleh kompetitor, justru dengan langkah ini Tirta
berusaha mengedukasi pelanggan tentang bisnis yang dijalankannya, proses perawatan sepatu,
sampai bahan apa yang digunakan. Usahanya ini tidak sia-sia. Popularitas bisnisnya yang bisa
diakses lewat kanal digital ini membuat Tirta dikontak oleh pelanggan dari luar kota, bahkan dari
luar negeri seperti Singapura dan Australia. Bahkan, bisnis yang dijalankan Tirta mendapatkan
rekomendasi dari sebuah perusahaan di Italia untuk rujukan perawatan sepatu di Asia Tenggara.
Bayangkan, dari mencuci sepatu saja Tirta bisa goes international!
Tak berhenti di situ, Tirta pun jeli melihat peluang lain—titip jual sepatu. Usaha ini tak
lepas dari bisnis cuci sepatu. Menurutnya, banyak pelanggannya yang menitip jual setelah
sepatunya di cuci. Dengan senang hati Tirta membantu lewat instagram pribadi yang lebih
dikenal dengan nama Cipeng. Permintaan pun kian banyak dan kini dia menjadikan sebagai
bisnis di bawah payung Communion. “Communion artinya kesatuan, kesucian, kenapa? Karena
isinya barang-barang seller kecil dan barang saya juga. Di sini orang titip jual dan beli,” kata
Tirta. Kendati sudah mendulang kesuksesan, Tirta tak luput melihat ke bawah. Dia sangat
terbuka untuk membagi ilmu bisnis kepada para pengusaha pemula. “Saya ingin Communion
dan Cipeng jadi platform luas bukan hanya jual beli, titip jual, juga berbagi ilmu soal bisnis dan
lain-lain,” katanya. Nah, apakah Tirta masih menjadi dokter? Jawabannya iya, "karena dokter
passion saya, dan saya suka melihat orang sembuh dan tersenyum, jadi saya praktek karena suka,
bukan kebutuhan uang, kebutuhan saya sudah terpenuhi oleh bisnis”.