You are on page 1of 14

URINALISIS

LAPORAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Fisiologi Hewan dan Manusia

yang dibina oleh Dr. Abdul Gofur, M.Si

Oleh :

Kelompok 3 Offering I 2017


1. Anna Iriansyah Noor (170342615532)
2. Annisah Rahma Adi (170342615556)
3. Farindra Septyanto (170342615512)
4. Fransiska P (170342615530)
5. Indah Fitriyah (170342615519)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

November 2018
A. TOPIK
Urinalisis
B. TANGGAL PRAKTIKUM
21 November 2018.
C. TUJUAN
Praktikum urinalisis ini bertujuan untuk mengetahui kandungan zat dalam urin.
D. DASAR TEORI
Urin adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal kemudian dikeluarkan melalui saluran
uretra. Pembentukan urin di ginjal melalui proses filtrasi, reabsorsi, dan augmentasi. Urin terdiri
atas air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme seperti urea, garam terlarut, dan materi
organik. Zat-zat yang tidak diperlukan atau zat sisa dalam tubuh akan dikeluarkan melalui urin.
Materi apa saja yang terkandung dalam urin bisa diketahui melalui urinalisis.
Urinalisis merupakan istilah umum untuk tes urin. Urinalisis dilakukan untuk mengetahui
tengtang kesehatan seseorang, mendiagnosa penyakit, dan untuk monitor penyakit seseorang.
Urinslisi merupakan analisis fisik, kimia dan mikroskopis terhadap urin. Tidak semua tes urin
disebut urinalisis, misalnya tes narkoba dan tes kehamilan. Suatu cairan dinamakan sebagai urin
apabila kadar ureum yang tinggi melebihi 1g/dl dan kadar kreatinin lebih dari 50mg/dl (Saman,
2009).
Menurut Saman (2009) Pemeriksaan fisik urin melipui volume, bau, buih, kejernihan, warna
dan berat jenis.
1. Volume urin
Banyaknya urin yang dikeluarkan oleh ginjal dalam 24 jam, dihitung dalam gelas ukur.
Volume urin normal: 1.200-1.500 ml/24jam. Volume urin masing-masing orang
bervariasi tergantung pada luas permukaan tubuh, volume minum dan kelembapan
udara/penguapan.
2. Bau
Bau urin yang normal, tidak menyengat. Bau urin yang normal disebabkan dari sebagian
oleh asam-asam organik yang mudah menguap.
3. Buih
Buih pada urin normal berwarna putih.jika urin mudah berbuih maka itu menujukkan
dalam urin mengandung protein. Sedangkan jika urin memiliki buih yang berwarna
kuning, hal tersebut disebabkan oleh pigmen empedu (bilirubin) dalam urin.
4. Warna urin
Warna jurin ditentukan oleh besarnya dieresis. Semakin besar dieresis, maka muda
warna urin itu. Warna urin yang normal berkisar antara kuning muda dan kuning tua.
5. Kejernihan
Cara menguji kejernihan sama dengan menguji warna yaitu jernih, agak keruh, keruh
atau sangat keruh. Tidak semua macam kekeruhan bersifat abnormal. Urin normalpun
akan keruh jika dibiarkan ayau didinginkan.
6. pH pH normal urin adalah 4,8-7,4. Pemeriksaan pH tidak banyak berarti dalam
pemeriksaan oenyaring. Akan tetapi pada gangguan keseimbangan asam-basa
penetapan itu memberi gambaran tentang keadaan dalam tubuh.
7. Berat jenis
Untuk mengukur berat jenis dapat menggunakan urometer, refraktometer, dan carik
celup. Berat jenis normal adalah 1,015-1,025.
Menurut Saman (2009) pemeriksaan kimia meliputi glukosa, bilirubin, badan keton,
dan protein.
1. Glukosa
Pemeriksaan glukosa urin menggunakan metode benedict. Glukosa dalam urin akan
mereduksi garam-garam kompleks yang terdapat pada pereaksi benedict (ion cupri
direduksi menjadi cupro) dan mengendap dalam bentuk CuO dan Cu2O.
2. Bilirubin
Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urine adalah bilirubin direk (terkonjugasi), karena
tidak terikat dengan albumin, sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan
diekskresikan ke dalam urin.
3. Keton
Badan keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam B-hidroksibutirat) diproduksi untuk
menhasilkan energi saat karbohidrat tidak dapat digunakan. Asam aseoasetat dan aseton
adalah benda keton yang dijumpai di urin.
4. Protein
Hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus
ginjal. Normal ekskresi protein urin biasanya tidak melebihi 150mg/24 jam atau 10
mg/ml didefinisikan sebagai proteinuria.
E. ALAT DAN BAHAN
Alat:
1. Sentrifugasi 8. Gelas penutup
2. Tabung reaksi 9. Mikroskop
3. Pipet panjang 10. Lap flannel
4. Penjepit tabung reaksi 11. Kertas hisap
5. Urinometer 12. Lampu spiritus
6. Tabung urinalisis 13. Korek api
7. Gelas benda 14. Thermometer
Bahan:

1. Urine segar
2. Larutan benedict
3. Larutan NaOH 5%
4. Indikator universal
5. Reagen millon
6. Kristal sodium nitropusside
7. Asam asetat
F. PROSEDUR KERJA 1. Analisis Fisik a. Mengamati Warna Urine
Apabila urine berwarna kuning, kemungkinan penyebabnya adalah pigmen
urine normal

Apabila urine tidak memiliki warna, maka kemungkinan penyebabnya


adalah Konsentrasi tereduksi

Apabila urine memiliki warna perak, warna susu maka kemungkinan


penyebabnya adalah nanah, bakteri, sel epitel

Apabila urine berwarna coklat berkabut, kemungkinan penyebabnya


adalah darah

Apabila urine berwarna kuning berbuih, kemungkinan


penyebabnya adalah naiknya pigmen melanin

b. Menentukan Berat Jenis Urine

Memasukkan urine ke dalam tabung urinalisis

Memasukkan urinomerer
Memutar urinometer perlahan untuk memastikan urinometer
mengapung bebas

Mencatat skala jika urinometer tidak bergerak

Urinometer ditera pada suhu tertentu, misalnya pada suhu 150C. Catat
suhu urine, bila suhu urine lebih tinggi dari suhu teraan, tambahkan
angka 0,001 untuk tiap perbedaan 30C. Bila suhu urine lebih rendah,
kurangkan angka 0,001 setiap perbedaan 30C.

c. pH
Mengukur pH Menggunakan Indikator Universal

2. Analisis Kimia
a. Glukosa
Memasukkan 8 tetes urine kedalam tabung reaksi

Menambahkan larutan benedict 5 ml

Memanaskan tabung selama 5 menit

Setelah 5 menit tabung dipindahkan, membaca hasil sesuai sebagai


berikut:

Apabila berwarna biru maka hasilnya negatif, berwarna biru kehijauan


hasilnya ada gula, berwarna kuning kehijauan hasilnya 1+, berwarna
coklat kehijauan hasilnya 2+, berwarna jingga kuning hasilnya 3+ dan
berwarna merah bata maka hasilnya 4+.

b. Protein
Pada awal perlakuan untuk pengujian urine yaitu urine disentrifugasi 3000 rpm
selama 15 menit
1. Reagen Millon.
Pertama, menuangkan 3 ml supernatant urine ke dalam tabung reaksi
lalu menambahkan 5 tetes reagen millon. Reaksi positif ditunjukkan
dengan warna lembayung

2. Benda keton (aseton).


Pertama , melarutkan Kristal sodium nitropusside dalam 5 ml urine
dalam tabung reaksi. Lalu menambahkan 5 tetes asam asetat.
Selanjutnya menambahkan 1 tetes NaOH pada tepi dindingn tabung.
Adanya cincin ungu kemerahan menunjukkan keberadaan benda keton

3. Pigmen empedu
Urine normal tidak ada pigmen empedu (billiverdin & bilirubin),
adanya sejumlah besar pigmen dalam cairan ekstraseluler berakibat
jaundice.
Pertama, mengisi ½ tabung reaksi dengan urine. Kemudian mengocok
tabung reaksi. Adanya buih kuning menunjukkan pigmen empedu

3. Analisis Mikroskopis
Mengambil endapan urine menggunakan pinset dan meletakkan pada kaca
benda, kemudian ditutup menggunakan kaca penutup

Mengamati endapan dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah ada


eritrosit, leukosit, sel epitel bakteri, serabut tanaman, dan kristal
berbagai jenis

G. HASIL PENGAMATAN 1. Analisis Fisik


Sifat yang diamati Perubahan yang terjadi
Warna Kuning gading
Berat Jenis 1,020823
pH 7
2. Analisis Kimia
Zat yang diuji Larutan Penguji Perubahan yang terjadi
Glukosa Larutan Benedict Negatif (-)
Protein Reagen Milon Negatif (-)
Tidak terbentuk warna
lembayung, warna putih
pucat.

Benda Keton Negatif (-)


Tidak ada cincin ungu
kemerahan atau tidak ada
benda keton

Pigmen Empedu Berbuih berwarna bening


keruh.

3. Analisis Mikroskopis
Yang teramati pada mikroskop Ada / Tidak
Eritrosit Tidak ada
Leukosit Tidak ada
Sel epitel bakteri Tidak ada
Serabut tanaman Tidak ada
Kristal Tidak ada
Lainnya: Tidak ada

H. ANALISIS DATA
Percobaan kali ini yaitu tentang urinalis dengan menggunakan urin dan dilakukan
analisis secara fisik, kimia, dan analisis mikroskopis. Pada analisis fisik, sifat yang
diamati berupa warna, berat jenis dan pH. Analisis kimia yaitu untuk mengetahui adanya
glukosa dan protein pada sampel urin yang diamati, sedangkan analisis mikroskopis
untuk mengetahui keberadaan eritrosit, leukosit, sel epitel bakteri, serabut tanaman,
kristal dan molekul lainnya.
Berdasarkan data hasil pengamatan dapat diketahui bahwa uji urin secara analisis fisik
menunjukkan warna urin yaitu kuning gading dengan suhu urin sebesar 32°C dan pH
sebesar 7 serta berat jenis urin sebesar 1,020823. Berat jenis urin ini dapat diketahui
dengan cara terlebih dahulu mencari ΔT yang merupakan selisih suhu urin
menggunakan termometer °C dan suhu 60°F yang diubah ke bentuk °C. Hasil dari ΔT
tersebut kemudian dibagi 3 dan dikali 0,001, hasilnya diberi tanda X. Hasil dari
perhitungan X ini kemudian dijumlahkan dengan angka 1,001 yang merupakan angka
tetap dan hasil penjumlahan X+1,001 ini merupakan berat jenis dari urin tersebut.
Data hasil pengamatan analisis kimia untuk mengetahui keberadaan glukosa dalam urin
menggunakan larutan benedict menunjukkan tanda negatif (-) karena berwarna biru.
Sedangkan analisis kimia untuk mengetahui keberdaan protein menggunakan reagen
milon menunjukkan hasil negative (-) karena tidak terbentuk warna lembayung dan
warnanya putih pucat. Pada uji protein ini, terlebih dahulu urin disentrifugasi selama 15
menit dan diambil supernatannya untuk dilakukan pengujian. Uji kimiawi selanjutnya
dengan benda keton juga menunjukkan hasil negatif (-) karena tidak ditemukan adanya
cincin ungu kemerahan, begitu juga dengan uji pigmen empedu melalui urin yang
dikocok menunjukkan hasil negatif (-) karena hanya ditandai dengan adanya buih yang
berwarna bening atau putih bukan buih yang berwarna kuning.
Uji mikroskopis pada urin yaitu dengan menggunakan endapan yang terdapat pada urin
setelah dilakukan sentrifugasi. Endapan tersebut kemudian dibuat preparat dan
dilakukan pengamatan di bawah mikroskop untuk melihat apa saja yang terlihat dalam
endapan urin tersebut di bawah mikroskop. Berdasarkan data pengamatan dapat
diketahui bahwa pada uji urin secara mikroskopis tidak ditemukan adanya eritrosit,
leukosit, sel epitel bakteri, serabut tanaman, kristal, maupun benda lainnya.

I. PEMBAHASAN

1. Analisis Fisik

Dalam hal ini, uji fisik dilakukan bertujuan untuk mengetahui bau dan warna pada
sampel urin. Umumnya warna dari urin yang normal adalah kuning atau kuning bening
dan memilki bau amoniak. Zat warna pada makanan bisa menyebabkan urin berwarna
merah; sedangkan obat-obatan bisa menyebabkan urin berwarna coklat, hitam, biru,
hijau atau merah. Selain karena makanan atau obat-obatan, urin yang tidak berwarna
kuning adalah abnormal. Urin coklat mungkin mengandung hasil pemecahan
hemoglobin (protein pengangkut oksigen di dalam sel darah merah) atau protein otot.
Urin yang mengandung zat warna akibat porfiria menjadi merah, sedangkan zat warna
akibat melanoma menyebabkan urin menjadi hitam. Urin yang keruh menunjukkan
adanya nanah akibat infeksi saluran kemih atau kristal garam dari asam urat maupun
asam fosfat. Penderita dehidrasi akan mengeluarkan urin berwarna kuning pekat atau
cokelat. Warna kuning gading mengindikasikan bahwa pigmen yang terkandung dalam
urin adalah normal. Kuning berbuih kemungkinan disebabkan oleh naiknya pigmen
melanin. Bening dan kuning berbusa menunjukkan bahwa konsentrasi urin tereduksi.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa urin berwarna kuning gading dan pigmen urin
menunjukan hasil yakni normal. Hal ini sesuai dengan teori bahwa urin normal
berwarna kuning-bening sampai kuning tua. Zat warna pada urin dihasilkan oleh
urochrom dan urobilin yang disekresikan oleh kantung empedu. Bau urin yang normal,
tidak keras, tidak telalu menyengat, dan memiliki bau seperti amoniak (NH3), bau urin
ini disebabkan oleh kandungan NH3 yang tinggi dalam urin.
Warna kuning gading mengindikasikan bahwa pigmen yang terkandung dalam urine
adalah normal. Menurut Adnan (2008), urine normal berwarna kuning atau kuning
gading, transparan, pH berkisar 4,6 – 8,0 atau rata-rata 6,0, berat jenis 1,001 – 1,035,
bila agak lama berbau seperti amoniak. Pada percobaan menunjukkan bahwa urin
menunjukkan Ph 7 dalam hal ini urin tersebut dapat dikatakan urin normal.
Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urine :
a. pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih
(Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan ammonia), terapi
alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, spesimen basi.
b. pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak), asidosis sistemik
(kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau metabolic memicu
pengasaman urine dan meningkatkan ekskresi NH4+), terapi pengasaman (Riswanto,
2010).
Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa, kerena dapat
memberi kesan tentang keadaan dalam badan. pH urine normal berkisar antar 4,6- 8,0.
Selain itu, penetapan pH pada infeksi saluran kemih dapat memberi petunjuk ke arah
etiologi. Pada infeksi oleh Escherichia coli biasanya urine bereaksi asam, sedangkan
pada infeksi dengan kuman Proteus yang dapat merombak ureum menjadi atnoniak akan
menyebabkan urine bersifat basa. Dalam pengobatan batu karbonat atau kalsium fosfat
urine dipertahankan asam, sedangkan untuk mencegah terbentuknya batu urat atau
oksalat pH urine sebaiknya dipertahankan basa (dr.Wirawan, dkk, Tanpa Tahun).
Berdasarkan data pengamatan berat jenis urin, menurut Kuspratiknyo (2009) bahwa
berat jenis urine, tergantung dari jumlah air yang larut di dalam urine atau terbawa di
dalam urine. Ditegaskan pula bahwa pemeriksaan berat jenis urine bertalian dengan faal
pemekatan ginjal, dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan memakai falling
drop, gravimetri, menggunakan pikno meter, refraktometer dan reagens pita'. Namun,
dalam praktikum kali ini kami menggunakan urinometer (hydrometer). Berat jenis urine
sewaktu pada orang normal antara 1,003 - 1,030. Berat jenis urine berhubungan erat
dengan diuresa, makin besar diuresa makin rendah berat jenisnya dan sebaliknya. Makin
pekat urine makin tinggi berat jenisnya, jadi berat jenis bertalian dengan faal pemekat
ginjal. Urine sewaktu yang mempunyai berat jenis 1,020 atau lebih, menunjukkan
bahwa faal pemekat ginjal baik. Keadaan ini dapat dijumpai pada penderita dengan
demam dan dehidrasi. Sedangkan berat jenis urine kurang dari 1,009 dapat disebabkan
oleh intake cairan yang berlebihan hipotermi, alkalosis dan kegagalan ginjal yang
menahun (dr.Wirawan, dkk. Tanpa Tahun). Disebutkan pula oleh Riswanto (2010)
bahwa berat jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urine yang mengukur
konsentrasi zat terlarut) mengukur kepadatan air seni serta dipakai untuk menilai
kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan urine. Jadi, berdasarkan data
yang didapat dan berdasarkan teori tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa berat jenis
urin (1,020823) adalah normal, karena mendekati rentangan angka berat jenis normal
1,003 – 1,030 (ada yang menyatakan berat jenis normal 1,001 – 1,035).

2. Analisis Kimia

Menurut Lestari (2017), zat-zat yang terkandung dalam urine yaitu air (95%), urea,
asam urat dan amonia yang merupakan sisa pembongkaran protein, garam serta zat yang
bersifat racun atau yang berlebihan. Zat-zat yang terkandung didalam urin dapat
dianalisis sehingga diperoleh informasi mengenai kondisi kesehatan seseorang.

Uji glukosuria dilakukan menggunakan pereaksi Benedict. Uji Benedict memiliki


prinsip mengamati atau mengukur jumlah gula pereduksi yang mereduksi
Cu2SO4 membentuk endapan Cu2O berwarna merah bata hingga kuning

(McMurry,2008). Hasil uji Benedict untuk sampel urine adalah negatif. Artinya, urine
berada dalam kondisi normal dan tidak terdeteksi adanya gula pereduksi dalam urine.
Hasil uji Asam Sulfosalisilat yaitu negatif (-). Uji ini juga bertujuan untuk mengetahui
adanya kandungan protein dalam urine. Hasil negatif menunjukkan bahwa urine tersebut
tidak mengandung protein, sehingga tidak menghasilkan kekeruhan pada uji asam
sulfosalisilat. Kekeruhan yang terbentuk pada uji asam sulfosalisilat menunjukkan
bahwa terdapatnya protein dalam sampel urine (Lestari 2017). Uji Rothera
menunjukkan hasil negative. Uji rothera menunjukan tidak terkandungnya benda keton
dalam urine. Badan keton diproduksi ketika karbohidrat tidak dapat digunakan untuk
menghasilkan energi yang disebabkan oleh gangguan metabolisme karbohidrat (mis.
diabetes mellitus yang tidak terkontrol), kurangnya asupan karbohidrat (kelaparan, diet
tidak seimbang : tinggi lemak – rendah karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat
(kelainan gastrointestinal), atau gangguan mobilisasi glukosa, sehingga tubuh
mengambil simpanan asam lemak untuk dibakar
(Nelson,2002).

3. Analisis Mikroskopis

Dalam uji mikroskopik, bertujuan untuk mengetahui leukosit, eristrosit, sel, epitel, kristal,
dan sel squamosa yang terdapat dalam urin. Uji ini dapat ditemukan sel epitel yang terdiri
atas macam yaitu epitel yang berasal dari ginjal yang biasanya berbentuk bulat berinti,
epitel yang berasal dari kandung kemih yang disebut sel transisional dan sel gepeng yang
berasal dari uretra bagian distal. Leukosit yang tampak sebagai benda bulat yang
mengandung granula halus dengan inti yang nampak jelas dan biasanya leukosit ini sel
polimorfonuklear. Urine pada orang yang normal mengandung elemen-elemen tersebut
dalam jumlah yang sedikit. Dalam keadaan normal, jumlah leukosit dalam urin adalah 0 –
4 sel. Eritrosit yang terdapat dalam urin pekat akan mengkerut, dalam urin yang encer akan
membengkak sedangkan dalam urin yang alkalis akan mengecil. Dalam keadaan normal
terdapat 0 – 2 sel eritrosit yang terdapat dalam urin. Apabila elemen-elemen tersebut
jumlahnya meningkat atau berlebihan maka urine mengalami abnormalitas. Adanya
elemen-elemen dalam jumlah yang abnormal tersebut disebabkan oleh berbagai hal antara
lain ketidaknormalan organ-organ yang berperan dalam system urinearia misalnya pada
ginjal. Kristal-kristal yang terdapat dalam urine (pada praktikum ini sel epitel squamosa
dan asam hipuric). Terdapatnya unsur tersebut tergantung dari jenis makanan, banyak
makanan, kecepatan metabolisme dan kepekatan urine (dr.Wirawan, tanpa tahun).
Diperkuat pula bahwa fosfat di urine adalah gabungan dari natrium dan kalium fosfat, ini
berasal dari makanan yang mengandung protein berikatan dengan fosfat (Soewolo, 2000).
Jumlah eritrosit yang meningkat menggambarkan adanya trauma atau pendarahan pada
ginjal, saluran kemih, infeksi, tumor, dan batu ginjal. Dan kristal dalam urin normal pada
pH asam terdiri atas asam urat, natrium urat, dan kalsium fosfat. Dan kristal yang abnormal
seperti sistin, leucin, tirosin, kolesterol, dan albumin. Selain itu, Menurut Riswanto (2010),
pemeriksaan mikroskopik diperlukan untuk mengamati sel dan benda berbentuk partikel
lainnya. Banyak macam unsur mikroskopik dapat ditemukan baik yang ada kaitannya
dengan infeksi (bakteri, virus) maupun yang bukan karena infeksi misalnya perdarahan,
disfungsi endotel dan gagal ginjal. Epitel skuamosa umumnya dalam jumlah yang lebih
rendah dan berasal dari permukaan kulit atau dari luar uretra. Signifikansi utama mereka
adalah sebagai indikator kontaminasi (Riswanto, 2010). Jadi, berdasarkan data yang
didapat dan berdasarkan teori tersebut, tidak ditemukannya elemen/pigmen pada urin, bisa
jadi disebabkan karena pada waktu praktikum terjadi kerusakan pada mikroskop yang
dipakai, kurang telitinya saat mengamati di mikroskop, dan kurang jelasnya alat untuk
mendokumentasikan amatan urin pada mikroskop tersebut, yang seharusnya berdasarkan
teori pada urin normal pada pengamatan uji mikroskop didapatkan pigmen/elemen dalam
jumlah sedikit.

J. KESIMPULAN
Pemeriksaan fisik meliputi volume, bau, buih, kejernihan, warna dan berat jenis. Hasil
pengamatan urinalisis warna urin kuning gading, berat jenis urin 1,020823, pH 7.
Pemeriksaan kimia meliputi pH, glukosa, bilirubin, badan keton, dan protein. Hasil
pengamatan urinalisis uji glukosa hasilnya warna biru dan negatif (tidak mengandung
gula), uji protein hasilnya negatif (warna putih pucat), uji benda keton hasilnya negatif,
uji pigmen empedu hasilnya positif karena ada buih yang berwarna putih keruh.
Pemeriksaan mikroskopis meliputi eritrosit, leukosit, sel epitel, kristal, silinder, dan
bakteri. Hasil pemeriksaan mikroskopis tidak terdapat elemen atau pigmen pada urin.
K. LAMPIRAN

Urin Farindra mengukur suhu menentukan


Ruang urin berat jenis urin
Mengukur pH urin analisis kimia analisis kimia menggunakan
indikator glukosa protein
universal

L. DAFTAR RUJUKAN
Adnan. 2008. Proses dalam Ginjal. Jakarta: UNY Press
dr.Wirawan, dkk. Tanpa Tahun. Penialaian Hasil Pemeriksaan Urine. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Kuspratiknyo.2009. Proses Urinalisis. Bandung: Universitas Negeri Bandung
Press
Lestari ES. 2017. Penggunaan laboratorium virtual untuk meningkatkan pengetahuan
prosedural siswa pada pokok bahasan sistem ekskresi [thesis]. Bandung (ID):
Universitas Pasundan

McMurry J. 2008. Organic Chemistry 8th Edition. New York (US): WH Freeman and
Company.

Nelson DL, Cox MM. 2002. Lehninger Principles of Biochemistry 4th edition. New
York (US): W.H. Freeman and Company.

Riswanto. 2010. Protein Urine. Surakarta: UNS Press


Saman, A.A.Mariam.2009. Urinalisis. Surabaya: Analisis kesehatan Poltekes Kemenkes
Surabaya.
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

You might also like