You are on page 1of 11

Tugas Individu

FISIOLOGI HEWAN
“SISTEM OTOT PADA HEWAN”

OLEH :

DINDA AYU PUTRI


A1J1 16 063

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
SISTEM OTOT PADA HEWAN

Tubuh kita tersusun oleh empat jaringan dasar, salah satunya ialah
jaringan otot. Otot merupakan alat gerak aktif, dan gerakan tubuh hanya dapat
terjadi jika ada kontraksi (pemendekan) otot. Berapa kali otot mampu melakukan
gerakan tergantung pada tubuh menyediakan energi (bahan bakar dan oksigen)
dan membuang sisa pembakaran, terutama asam laktat. Unit dasar dari seluruh
jenis otot adalah miofibril yaitu struktur filamen yang berukuran sangat kecil yang
tersusun dari protein kompleks, yaitu filamen aktin dan miosin. Pada saat
berkontraksi, filamen-filamen tersebut saling bertautan yang mendapatkan energi
dari mitokondria di sekitar miofibil. Jaringan otot menyusun 40-50% dari berat
badan total. Secara umum fungsi jaringan otot ialah untuk pergerakan, stabilisasi
posisi tubuh, mengatur volume organ dan termogenesis; diperkirakan 85% panas
tubuh dihasilkan oleh kontraksi otot. Sifat jaringan otot ialah eksitabilitas/
iritabilitas, dapat berkontraksi, dapat diregang tanpa merusak jaringannya pada
batas tertentu, dan elastisitas. Berdasarkan ciri-ciri histologik, lokasi serta kontrol
sistem saraf dan endokrin, jaringan otot dikelompokkan atas 3, yaitu jaringan otot
rangka, otot jantung dan otot polos.
Sistem otot adalah sistem tubuh yang memiliki fungsi untuk alat gerak,
menyimpan glikogen dan menentukan postur tubuh. Pada setiap jaringan otot
terdapat sejumlah besar serat atau sel otot yang dibungkus dalam jalinan serabut
jaringan ikat sebagai penyokong yang kata dengan pembuluh darah dan serat
saraf. Semua unsur jaringan ikat itu diperlukan agar jaringan otot dapat
menjalankan tugasnya dengan baik, yaitu menghasilkan gerak, baik yang disadari
maupun yang tidak disadari. Membran plasma atau membran otot dari serat otot
yang membungkus sarkoplasma disebut sarkolema.
Sistem Membran
Sistem membran terdiri dari sarkolema, tubulus transversal/tubulus T,
dan retikulum sarkoplasma .
A. Sarkolema
Sarkolema merupakan membran plasma dari serat otot yang
membungkus sarkoplasma. Sarkolema serat otot tersusun oleh plasmalema dan
membran basalis, sedangkan membran basalis sendiri terdiri dari lamina basalis
dan lamina retikularis. Oleh karena itu, sarkolema disebut juga trilaminar cell
membrane.
B. Tubulus Transversal/Tubulus T.
Tubulus T (TT) merupakan invaginasi sarkolema, yang
memungkinkan TT berhubungan dengan luar serat (ekstrasel). TT menembus
serat otot secara vertikal terhadap RS dan miofilamen. Pada membran TT
terdapat reseptor dihidropiridin yaitu suatu voltage gated calcium channel.
Pada kedua sisi TT terdapat sisterna terminalis yaitu pelebaran ujung RS.
Tubulus T dan kedua sisterna terminalis disebut triad.
C. Retikulum Sarkoplasma
Retikulum sarkoplama (RS) merupakan sistem membran intrasel,
berisi cairan, yang melingkari setiap miofibril. RS merupakan bentuk khusus
retikulum endoplasmik yang berfungsi antara lain untuk menyimpan ion Ca2+.
Pada RS terekspresi tiga jenis protein: sarco/endoplasmic Ca2+-ATPase
(SERCA), reseptor rianodin (saluran pelepas C2+, Ca2+ release channel) dan
calsequestrin (protein pengikat Ca2+).

1. Otot Rangka
Jaringan otot rangka tersusun atas serat-serat otot yang berjalan sejajar
dengan miofibrilnya yang terdiri atas unit kontraktil yang lebih kecil yaitu
miofilamen tebal dan tipis. Jaringan otot rangka terutama melekat pada tulang
dan berfungsi menggerakkan bagian-bagian skeleton. Jaringan otot rangka
bersifat volunter karena berkontraksi dan berelaksasi di bawah kontrol
kesadaran. Komponen jaringan ikat terdiri atas (dari luar ke dalam) fasia
superfisialis, fasia profunda, epimisium, perimisium, dan endomisium.
Gambaran histologik jaringan otot rangka memperlihatkan beratus-
ratus sampai beribu-ribu serat panjang, berbentuk silindrik, yang disebut serat
otot (fiber). Serat otot terletak sejajar satu dengan lainnya. Serat otot rangka
berasal dari fusi banyak sel kecil semasa embrio; oleh karena itu setiap serat
otot mempunyai banyak inti. Inti terletak di tepi, tepat di bawah sarkolema,
bebas dari elemen kontraktil. Mitokondria terletak dalam deretan di seluruh
serat otot, berdekatan dengan protein otot yang menggunakan ATP untuk
kontraksi.
Fungsi utama otot rangka adalah berkontraksi dalam rangka
menggerakkan anggota tubuh dan fungsi yang lain adalah menghasilkan panas
tubuh, memberi bentuk tubuh serta melindungi organ yang lebih dalam. Dalam
keseluruhan fungsi muscle spindle mampu mengeluarkan dua tipe respon yaitu
statik dan dinamik. Respon statik terjadi bila serabut intra-fusal teregang
dengan lambat yang diakibatkan oleh peregangan serabut otot rangka secara
perlahan-lahan. Respon ini dapat berlanjut selama beberapa menit sepanjang
serabut otot rangka tetap teregang. Sedangkan respon dinamik terjadi dimana
reseptor utama diaktifkan oleh perubahan yang cepat pada serabut intrafusal.
Yang penting pada respon dinamik tanpak merupakan suatu kecepatan yang
eksplosive pada tempat terjadinya regangan.

Mekanisme Kontraksi dan Relaksasi Otot


Pada kontraksi otot terjadi pergeseran miofilamen tebal dan tipis serta
pemendekan sarkomer dan serat otot, tetapi tidak terjadi pemendekan
miofilamen. Pada saat akan dimulainya kontraksi otot rangka, ion Ca2+
dilepaskan ke dalam sarkoplasma melalui saluran pelepas Ca2+ (reeptor
rianodin) dan akan secara efisien ditranspor kembali ke dalam RS oleh kerja
SERCA pada membran RS saat relaksasi otot. RS akan menyimpan Ca2+ yang
terikat pada protein calsequestrin. Oleh karena Ca2+ didaur ulang sedemikian
efisien maka pada kontraksi otot rangka (short term) tidak diperlukan Ca2+
ekstrasel.
RS otot rangka merupakan tempat penyimpanan ion Ca2+ dalam
jumlah besar. Transpor ion ini melalui membran RS diatur oleh dua molekul:
reseptor rianodin dan Ca+2-ATPase. Sinyal pelepasan ion Ca2+ diawali oleh
adanya depolarisasi membran sarkolema yang dihantarkan ke TT. Aksi
potensial akan meluas ke RS melalui struktur kaki pada daerah triad dan
memicu pelepasan ion Ca2+ dari RS melalui saluran pelepas Ca2+ ke
sarkoplasma di sekitar miofilamen tebal dan tipis.
2. Otot Jantung
Otot jantung berbentuk silindris atau serabut pendek. Otot ini tersusun
atas serabut lurik yang bercabang-cabang dan saling berhubungan satu dengan
lainnya. Setiap sel otot jantung mempunyai satu atau dua inti yang terletak di
tengah sarkoplasma. Berciri merah khas dan tidak dapat dikendalikan
kemauan. Kontraksi tidak di pengaruhi saraf, fungsi saraf hanya untuk percepat
atau memperlambat kontraksi karena itu disebut otot tak sadar. Otot jantung di
temukan hanya pada jangtung (kor), mempunyai kemampuan khusus untuk
mengadakan kontraksi otomatis dan gerakan tanpa tergantung pada ada
tidaknya rangsangan saraf. Cara kerja otot jantung ini disebut miogenik yang
membedakannya dengan neurogonik.

Kontraksi Otot Jantung


Kontraksi sel otot jantung dalam siklus di picu oleh aksi potensial
yang menyebar ke seluruh membran sel otot. Terdapat dua jenis sel otot
jantung yaitu:
- Sel kontraktil yang membentuk 99% dari sel-sel otot jantung, melakukan
kerja mekanis memompa darah. Dalam keadaan normal, sel ini tidak
membentuk sendiri potensial aksinya.
- Sel otoritmik, yang tidak berkontraksi tapi khusus memulai dan
menghantarkan potensial aksi yang menyebabkan kontraksi sel-sel jantung
kontraktil.
Sel otoritmik jantung merupakan sel otot khusus yang berbeda dari sel
saraf dan sel otot rangka di mana sel otoritmik jantung tidak memiliki potensial
istirahat. Sel ini memperlihatkan aktivitas pemicu yaitu potensial membran
secara perlahan terdepolarisasi sampai ke ambang (potensial pemicu). Dengan
siklus yang berulang tersebut, sel otoritmik memicu potensial aksi yang
kemudian menyebar ke seluruh jantung untuk memicu denyut berirama tanpa
rangsangan saraf apapun. Sel-sel jantung otoritmik ini membentuk area
tersendiri di:
1. Nodus Sinoatrial (nodus SA), suatu daerah kecil khusus di dinding atrium
kanan dekat pintu masuk vena cava superior.
2. Nodus Atrioventrikuler (nodus AV), suatu berkas kecil sel-sel otot jantung
khusus yang terdapat pada dasar atrium kanan dekat septum, tepat diatas
pertemuan atrium dan ventrikel.
3. Berkas His (berkas atrioventrikuler), suatu jaras sel-sel khusus yang berasal
dari nodus AV dan masuk ke septum antar ventrikel. Disini berkas tersebut
terbagi menjadi cabang berkas kanan dan kiri yang turun menyusuri septum,
melengkung mengelilingi ujung rongga ventrikel dan berjalan balik kearah
atrium di sepanjang dinding luar.
4. Serat Purkinje, serat-serat halus terminal yang menjulur ke seluruh
miokardium ventrikel seperti ranting kecil dari suatu cabang pohon.
Potensial Aksi Sel Otoritmik Jantung
- Fase 0 (Depolarisasi Cepat)
Dibawah keadaan normal, serat otot jantung dapat berkontraksi
sekitar 60-100 kali/menit oleh karena impuls listrik yang dihasilkan oleh
nodus SA.Aksi ini merubah potensial istirahat membran dan membiarkan
masuknya aliran Na+ (sodium) secara cepat ke dalam sel melalui natrium
channel. Dengan masuknya ion natrium (bersifat positif) ke dalam sel, maka
potensial dalam membran sel akan menjadi lebih positif sehingga ambang
potensialnya akan naik (depolarisasi) sekitar 30 mV.
- Fase 1 (Repolarisasi Awal)
Segera setelah fase 0, channel untuk ion K+ (potassium) terbuka
dan melewatkan ion kalium ke luar dari dalam sel. Hal ini membuat
potensial membran sel menjadi lebih turun sedikit.
- Fase 2 (Plateu)
Segera setelah repolarisasi awal, untuk mempertahankan ambang
potensial di membran sel maka ion kalsium (Ca+) akan segera masuk
sementara ion kalium tetap keluar. Dengan begini, ambang potensial
membran sel akan tetap datar untuk mempertahankan kontraksi sel otot
jantung.
- Fase 3 (Repolarisasi Cepat)
Aliran lambat ion kalsium berhenti, akan tetapi aliran ion kalium
yang keluar membran sel tetap terjadi sehingga potensial membran menjadi
turun (lebih negatif) dan disebut dengan repolarisasi.
- Fase 4 (Istirahat/resting state)
Potensial membran menjadi ke fase istirahat dimana potensialnya
sekitar – 90 mV. Dikarenakan ion natrium yang berlebihan di dalam sel dan
ion kalium yang berlebihan di luar sel dikembalikan ke tempat semula
dengan pompa natrium-kalium, sehingga ion natrium kembali ke luar sel
dan ion kalium kembali ke dalam sel.
Pada otot jantung, ion Na+ mudah bocor sehingga setelah repolarisasi,
ion Na+ akan masuk kembali ke sel disebut depolarisasi spontan (nilai ambang
dan potensial aksi tanpa memerlukan rangsangan dari luar). Sel otot jantung
akan mencapai nilai ambang dan potensial aksi pada kecepatan yang teratur
disebut Natural Rate / kecepatan dasar membran sel.

3. Otot Polos
Otot polos terdiri dari sel-sel otot polos. Sel otot ini bentuknya seperti
gelendongan, dibagian tengan terbesar dan kedua ujungnya meruncing. Otot
polos memilki serat yang arahnya searah panjang sel tersebut miofibril. Serat
miofilamen dan masing-masing mifilamen teridri dari protein otot yaitu aktin
dan miosin. Otot polos bergerak secara teratur, dan tidak cepat lelahg.
Walaupun tidur. Otot masih mampu bekerja. Otot polos terdapat pada alat-alat
dinding tubuh dalam, misalnya pada dinding usus, dinding pembuluh darah,
pembuluh limfe, dinding saluran pencernaan, takea, cabang tenggorok, pada
muskulus siliaris mata, otot polos dalam kulit, saluran kelamin dan saluran
ekskresi.
Otot polos mempunyai beragam cara dalam mencetuskan kontraksi
atau relaksasi sebagai respon terhadap hormon, neurotransmitter, dan substansi
lain yang berbeda Suatu hormon dapat menimbulkan kontraksi otot polos bila
membran sel otot mengandung reseptor perangsang bergerbang hormon untuk
hormon tertentu.

Kontraksi Otot Polos


Stimulus yang memicu sebagian besar kontraksi otot polos adalah
adanya peningkatan ion kalsium intra sel. Peningkatan ini dapat ditimbulkan
pada jenis otot polos yang berbeda oleh perangsangan saraf pada serabut otot
polos, stimulasi hormon, regangan serabut, atau bahkan perubahan pada
lingkungan kimiawi serabut.
Tetapi otot polos tidak mengandung troponin, yaitu protein pengatur
yang diaktifkan oleh ion kalsium, untuk menimbulkan kontraksi otot rangka.
Sebagai pengganti troponin, sel-sel otot polos mengandung sejumlah besar
protein pengatur lain yang disebut kalmodulin. Walaupun protein ini serupa
dengan troponin, kalmodulin mempunyai cara yang berbeda dalam memicu
kontraksi. Kalmodulin melakukan hal ini dengan mengaktifkan jembatan silang
miosin. Proses aktivasi ini dan kontraksi selanjutnya terjadi dalam urutan
sebagai berikut :
1) Ion kalsium berikatan dengan kalmodulin,
2) Kombinasi kalmodulin-ion kalsium kemudian bergabung dengan sekaligus
mengaktifkan miosin kinase, yaitu suatu enzim yang melakukan fosforilasi,
3) Salah satu rantai ringan dalam setiap kepala miosin yang disebut rantai
pengatur, mengalami fosforilasi sebagai respon terhadap miosin kinase.
Bila rantai ini tidak mengalami fosforilasi, siklus pelekatan-pelepasan
kepala miosin dengan filamen aktin tidak akan terjadi. Tetapi bila rantai
pengatur mengalami fosforilasi, kepala miosin memiliki kemampuan untuk
berikatan secara berulang dengan filamen aktin dan bekerja melalui seluruh
proses siklus “tarikan” berkala.
Bila konsentrasi ion kalsium menurun di bawah nilai kritis, proses
yang telah disebutkan di atas akan berlangsung terbalik secara otomatis,
kecuali untuk fosforilasi kepala miosin. Pembalikan proses ini membutuhkan
enzim lain, yaitu miosin fosfatase, yang terletak di dalam cairan pada sel otot
polos, yang menguraikan fosfat dari rantai ringan pengatur. Kemudian siklus
berhenti dan kontraksi berakhir.

Kelelahan Otot
Kelelahan otot membatasi kinerja otot. Kelelahan otot dapat bersifat
lokal maupun menyeluruh. Dapat menyertai olahraga enduran maupun olahraga
yang berintensitas tinggi yang berlangsung singkat. Otot yang lelah adalah otot
tidak bias berkontraksi. Ketidak mampuan otot untuk berkontraksi disebabkan
oleh ganguan :
1. Sistem saraf, yaitu saraf tidak dapat mengirimkan impuls ke otot–otot yang
bersangakuatan.
2. Tempat bertemu saraf dan otot (neuromuscular junction) tidak dapat
menghantarkan impuls dari saraf motor ke otot.
3. Mekanisme kontraksi yang tidak dapat mengeluarkan tenaga.
4. Sistem saraf pusat yaitu otot dan sumsum tulang belakang untuk
menimbulkan rangsangan maupun mengahantar rangsangan
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. http://file:///E:/jurnal%20sistem%20otot/SISTEM-OTOT1.pdf

Herman. 2010. Pengaruh Latihan Terhadap Fungsi Otot dan Pernapasan. Jurnal
ILARA. Vol. 1 (2): 27-32.

Irawati, Lili. 2015. Aktifitas Listrik Pada Otot Jantung. Jurnal Kesehatan Andalas.
Vol. 4 (2): 596-598.

Kalangi, S.J.R. 2014. Perubahan Otot Rangka Pada Olahraga. Jurnal Biomedik.
Vol. 6(3): 172-178.

Kristanti, Risma Aprinda. 2014. Pengaruh Oksitosin Terhadap Kontraksi Otot


Polos Uterus. El-Hayah. Vol. 5 (1): 17-21.

Parwata, I Made Yoga. 2015. Kelelahan dan Recovery Dalam Olahraga. Jurnal
Pendidikan Kesehatan Rekreasi. Vol. 1: 2-13.

Saifu. 2011. Pengaruh Metode Latihan dan Daya Ledak Otot Tungkai Terhadap
Kecepatan Lari. SELAMI IPS. Vol. 1 (34): 1-2.

Wangko, Sunny. 2014. Jaringan Otot Rangka Sistem Membran dan Struktur
Halus Unit Kontraktil. Jurnal Biomedik. Vol. 6 (3): 27-32.

You might also like