You are on page 1of 5

KEHUTANAN

Metode Penjarangan

May 23, 2016Asgar Taiyeb

Penjarangan adalah suatu tindakan pengurangan banyaknya tanaman untuk


memberi ruang tumbuh bagi tanaman yang tersisa. Pada umur tertentu, dilakukan
penjarangan agar kepadatan populasi mencapai tingkat yang paling optimal untuk
mencapai hasil yang maksimum. (Wikipedia, 2016).

Penjarangan merupakan tindakan pemeliharaan mengatur ruang tumbuh


dengan cara mengurangi kerapatan tegakan untuk meningkatkan pertumbuhan dan
kualitas pohon (Direktorat Jendral Pengusahaan Hutann, 1990). Menurut Kosasih
dkk. (2002), penjarangan merupakan tindakan pengurangan jumlah batang per
satuan luas untuk mengatur kembali ruang tumbuh pohon dalam rangka
mengurangi persaingan antarpohon dan meningkatkan kesehatan pohon dalam
tegakan. Pada umumnya, untuk jenis pohon yang cepat tumbuh dilakukan
penjarangan pada umur 3-4 tahun, sedangkan pada jenis yang lambat tumbuh
dilakukan penjarangan pertama kali pada umur 5-10 tahun.

Pada dasarnya penjarangan adalah suatu upaya pemeliharaan yang


dilakukan manusia pada tegakan pohon dalam suatu areal hutan. Tujuan
penjarangan adalah menciptakan keseimbangan antara kepentingan biologi dari
pohon dan kepentingan ekonomi untuk memperoleh hasil yang maksimal di
kemudian hari.

Penjarangan dilakukan agar tercipta fase-fase pertumbuhan secara baik yang


meliputi fase semai (seedling/youngstage), fase pancang, sapihan
(saplings/thickets), fase tiang (poles/pole stage), dan fase pohon (trees/timber and
old timber stage). Tindakan penjarangan dilakukan pada fase tiang dan pohon
dengan menebang sebagian pohon, sehingga produksi kuantitatif semata-mata
diarahkan ke produksi kualitatif (Baker dkk, 1979).

Dalam silvikultur, ada beberapa konsep dasar tentang penjarangan. Metode


penjarangan merupakan salah satu pertimbangan dalam melakukan penjarangan,
selain waktu dan intensitas cahaya. Waktu pertama kali penjarangan sangat
berpengaruh terhadap peningkatan kualitas tegakan hutan alam di kemudian hari,
walaupun ada faktor lain yang juga mempengaruhi, seperti faktor cahaya.

Adapun dasar pemilihan diadakan atau tidaknya penjarangan tergantung


dari: kepentingan hasil, jenis pengelolaan dan kebutuhan pasar. Berdasarkan
kepentingan hasil, melihat volume total, kualitas dan volume perpohon. Guna
melihat volume total untuk hasil, tidak perlu dilakukan penjarangan, sedangkan
untuk kepentingan kualitas dan volume perpohon, untuk vinir, kayu lapis (ply
wood), kayu gergajian (saw mill) dilakukan penjarangan. Sementara itu, jenis
pengolahan di hutan tanaman dilakukan penjarangan, sedangkan di hutan alam
tidak dilakukan. Praktek penjarangan dan pengawasan dengan metode sistematis,
pengawasan tidak ada problem, kontrol ditekankan utamanya pada kesesuaian
jumlah pohon (Ruchaemi, 2005).

Setiap kegiatan penjarangan, sebagian dari pohon ditebang. Terdapat 6


metode pokok penjarangan yaitu penjarangan rendah, penjarangan tajuk,
penjarangan seleksi, penjarangan mekanis, penjarangan bebas dan penjarangan
jumlah batang (Indriyanto, 2008).

Ada empat kategori tingkat atau derajat kekerasan penjarangan, yaitu :


sangat lemah, lemah, agak keras, dan keras. Penciri atau indikator dari
penjarangan sangat lemah adalah dimulai pada pohon-pohon tertekan yang pasti
akan mati secara alami. Indikator dari penjarangan lemah adalah dilaksanakan
pada pohon-pohon tertekan yang dan beberapa dari pohon codominan. Indikator
dari penjarangan agak keras adalah dilaksanankan pada pohon-pohon codominan
dan penjarangan keras dicirikan oleh beberapa pohon dominan yang jarak
tumbuhnya tidak teratur juga ikut ditebang (Wanggai, F, 2009).
Kekerasan penjarangan dinyatakan dengan derajat kekerasan penjarangan
yakni perbandingan antara rata-rata jarak pohon (a) dengan peninggi (Pe) dan
dinyatakan dalam %.

S % = a/Pe x 100%

Kekerasan penjarangan dinyatakan dengan derajat kekerasan penjarangan,


yaitu perbandingan antara rata-rata jarak antarpohon dengan tingginya, pohon
peninggi. Atau merupakan suatu angka yang ditentukan berdasarkan perbandingan
(dalam persen) yang tepat antara jarak antar pohon rata-rata dan tinggi pohon.
Angka perbandingan ini kemudian dinyatakan sebagai S%. Makin besar angka
perbandingan ini, maka makin besar pula intensitas penjarangan tegakan. Umur
dan bonita tegakan dengan demikian menentukan S% (Anonim, 2013).

Berdasarkan S % (persen sela), yaitu rata-rata jarak antar pohon yang


dinyatakan dalam persen terhadap rata-rata peninggi pohon (= rata-rata 100 pohon
tertinggi per ha dalam tegakan). S % optimal memberikan ruang tumbuh optimal
bagi pohon dalam tegakan sampai saat penjarangan berikutnya. Untuk
menetapkan S % optimal diperlukan data pertumbuhan pohon pada setiap umur
tegakan. Besarnya S % pada akhir penjarangan beragam menurut jenis, umumnya
berkisar antara 15-35 % (Sharoon, C, 2011).

Wolff Von Wulfing juga telah menyusun tabel yang mengutarakan S%


untuk berbagai kelas umur dan bonita. Perubahan S% dalam tegakan jati penting
untuk menetukan frekuensi penjarangan. Untuk mengukur S% dengan cepat dari
suatu petak percobaan jati Ferguson membuat nomogram yang memberi
hubungan antara luas petak percobaan, jumlah batang per petak percobaan dan
jumlah batang per ha dan S%, dengan demikian dapat dilihat dengan cepat
perubahan- perubahan dalam kekerasan penjarangan, baik oleh pertumbuhan
tegakan sendiri maupun oleh kerusakan (Aldren, 2011).
Kekerasan penjarangan ditentukan melalui Jumlah pohon perhektar dan
diameter. Menurut Becking von Becking, jumlah pohon hutan jati sama dengan
900 ha. Di Indonesia, terutama di hutan Jati, kekerasan penjarangan atau
kerapatan tegakan ditentukan dengan bantuan S % dari Hart (1928) dan Becking
(1935) yang sudah 200 tahun tetapi masih relevan (bergayut). Berdasarkan S %,
maka dapat diketahui rataan jarak antar pohon dalam hubungannya dengan
peninggi (h dom) yang dirumuskan dengan :

S % = (a/h dom) x100

dimana

S % = angka kekerasan penjarangan;

a = rataan jarak antar pohon,

h dom = peninggi tegakan

Dalam kekerasan penjarangan ditentukan persentase jumlah pohon yang


harus dibuang (apakah ditebang, diteres, atau diracun) dalam 1ha. Keuntungan
penjarangan dengan jumlah pohon perhektar (N/ha) adalah pelaksanannya relatif
mudah, namun kelemahannya tidak dapat mencirikan berapa besar yang diambil
dari tegakan. Hal ini disebabkan oleh jumlah pohon yang sama dapat
menghasilkan bidang dasar yang berbeda. Oleh karena itu, Krammer menyukai
bidang dasar sebagai kriteria kekerasan penjarangan karena dianggap lebih
objektif dan mewakili situasi dalam tegakan. Penjarangan dengan jumlah pohon
(N) relevan digunakan apabila distribusi diameter relatif seragam.

Misalnya S% pada suatu bonita dan umur tegakan tertentu tertuang dalam
tabel tegakan hutan sebesar 27%, sedangkan berdasarkan pengukuran di lapangan
(di suatu petak tegakan) dengan petak coba berbentuk lingkaran seluas 0,1 ha
(jari-jari 17,8 meter) diperoleh nilai S% =22%. Dapat disimpulkan bahwa tegakan
hutan tersebut perlu dilakukan penjarangan.

You might also like