You are on page 1of 7

A.

Teori Piaget mengenai pembelajaran IPA


Piaget merupakan salah satu pioner konstruktivis, ia berpendapat bahwa
anak membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamannya sendiri
dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari
tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada
seberapa jauh anak anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan
lingkungannya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku
sebagai pemberi informasi. Kecenderungan anak anak SD beranjak dari hal-
hal yang konkrit, memandang sesuatu kebutuhan secara terpadu.
Berdasarkan keceenderungan diatas maka, belajar adalah suatu proses yang
aktif, konstruktif, berorientasi pada tujuan, semuannya bergantung pada
aktifitas mental peserta didik.
 Struktur Kognitif:
Struktur Kognitif merupakan kelompok ingatan yang tersusun dan saling
berhubungan, aksi dan strategi yang dipakai oleh anak-anak untuk
memahami dunia sekitarnya.
 Pada bayi:
struktur kognitif yang dimiliki adalah refleks.
Contoh: bayi secara otomatis mengisap benda-benda yang menyentuh
bibirnya. Selain, menjangkau, menyepak, melihat, dan memukul merupakan
kegiatan sensorimotor yang terorganisir. Struktur kognitif ini cepat di
modofikasi ketika bayi tumbuh dan berinteraksi dengan dunia. Pada masa
anak-anak sudah mulai ada pemahaman dan kegiatan mental.
 Proses kognitif
Pada bayi: mula-mula mempunyai respon menghisap, respon melihat, respon
menggapai, respon memegang, yang berfungsi secara terpisah. Lama-lama
respon ini akan diorganisasikan kedalam sistem yang lebih tinggi yang
merupakan kooordinasi dari respon-respon tersebut.
Contoh: bayi yang menjangkau botol susu memasukkannya kedalam
mulutnya untuk diisap[1].
B. Tahap-tahap pekembangan menurut Piaget
Piaget juga meyakini bahwa pemikiran sorang anak berkembang melalui
serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. Dalam
hal ini Piaget membagi tahap perkembangan kognitif manusia menjadi 4
tahap yaitu:
1. Tahap Sensorimotorik ( 0 – 2 tahun ) bayi bergerak dari tindakan refleks
instinktif pada sa’at lahir sampai permulaan pemikkiran simbolis. Bayi
membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengoordinasian
pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik.
2. Tahap Pra-operasional ( 2 – 7 tahun ) anak mulai mempersentasikan dunia
dengan kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan gambar-gambar ini
menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dana melampaui
informasi indrawi dan tindakan fisik.
3. Tahap Konkret operasional ( 7-11 Tahun ) pada saat ini dapat berpikir secara
logis mengenai peristiwa-peristiwa yang kongkritdan mengklasifikasikan
benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda.
4. Tahap Operasional formal ( 11 - Dewasa) remaja berpikir yang lebih abstrak,
logis, dan lebih idealistik[2].
C. Dalam pembelajaran IPA pergunakanlah
1. Mulailah dari hal-hal yang konkret yaitu kegiatan aktif mempergunakan
panca indra dengan benda nyata atau konkret.
2. Penata awal yaitu suatu informasi umum mengenai apa yang akan
diajarkan, agar murid mempunyai kerangka kerja untuk mengasimilasikan
informasi baru ke dalam struktur kognitifnya.
3. Pergunakanlah kegiatan yang bervariasi karena murid mempunyai tingkat
perkembangan kognitif yang berbeda dan gaya belajar yang berlainan.

D. Teori Brunner mengenai pembelajaran IPA


Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan, sebagaimana
nampak dalam pandangannya tentang perkembangan kognitif anak dan ahli
psikologi belajar kognitif. Yang penting baginya ialah cara-cara bagaimana
orang memilih, mempertahankan dan mentranspormasi informasi secaraaktif
dan inilah menurut Bruner inti dari belajar. Bruner memusatkan perhatiannya
pada masalah apa yang dilakukan oleh manusia dengan informasi yang
diterimanya dan apa yang dilakukannya sesudah memperoleh informasi
untuk mencapai pemahaman[3].

E. Beberapa Teori Bruner


1. Empat Tema Tentang Pendidikan
Bruner mengemukakan empat tema pendidikan tema-tema tersebut adalah :
 Struktur pengetahuan
Kurikulum hendaknya mementingkan struktur pengetahuan. Hal ini perlu
sebab dengan struktur pengetahuan kita menolong para siswa untuk melihat
bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat
dihubungkan satu dengan yang lain dan pada informasi yang telah mereka
miliki.
 Kesiapan (readines) untuk belajar Menurut Bruner (Dahar ; 1989 : 98),
kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-kereampilan yang lebih
sederhana yang dapat mengijinkan seseorang untuk mencapai keterampilan-
keterampilan yang lebih tinggi.
 Intuisi dalam proses pendidikan Dengan intuisi dimakusdkan oleh Bruner,
teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif
tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-
fomulasi itu merupakan kesimpulan-kesimpulan yang sahih atau tidak.
 Motivasi atau keinginan untuk belajar Pengalaman pendidikan yang
menyebabkan terjadinya motivasi adalah pengalaman-pengalaman dimana
siswa berpartisipasi secara aktif. Menurut Bruner pengalaman belajar
semacam ini misalnya pengalaman belajar penemuan.
2. Model dan Kategori
Teori Bruner didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama ialah bahwa
perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, asumsi kedua
ialah bahwa orang mengkonstruksi pengetahuannya dengan
menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan
yang diperoleh sebelumnya. Hal ini yang disebut dengan kerangka kognitif
yang oleh Bruner disebut “Model of theWorld”atau model alam. Setiap model
seseorang khas bagi dirinya. Dalam menciptakan kerangka kognitif ini
manusia tidak membiarkan diri didominasi oleh lingkup hidup tetapi bersikap
menyoroti apa yang dijumpainya dan bertekad memberikan suatu makna
pada pengalamannya. Pengalaman yang diberi makna itu bertambah-
tambah dan bertumpuk-tumpuk sehingga lama-kelamaan menyerupai suatu
bangunan mental yang bagian-bagiannya terintegrasi satu sama lain.
Bangunan struktural ini dapat dibayangkan suatu arsip yang luas secara
kualitaitf dan kuantitatif atau sebagai ingatan (memory) pada komputer
dengan kapasitas megabit yang besar. Di dalam mengembangkan bangunan
mental ini pembentukan konsep memegang peranan yang besar,demikian
pula pengembangan sistematika untuk menumpang konsep-konsep dalam
susunan hierarkis (semacam peta konsep) mengingat isi konsep dan peta
konsep berbeda beda pada setiap orang, maka kerangka kognitif tidak ada
yang seluruhnya sama diantara orang-orang. Setiap bangunan mental
bersifat individual, sehingga cara menanggapi sesuatu secara obyektif sama
dapat sangat berlainan (Winkel). Kerangka kognitif yang telah terbentuk,
tidak bersifat statis dan dapat berubah, lebih -lebih pada manusia muda
yang masih belajar di sekolah. Perubahan ini terjadi karena pergeseran pada
konsep yang sudah dimiliki dan pada susunan hierarki konsep yang
digunakan sebelumnya. Selama belajar siswa harus menemukan sendiri
struktur dasar dari materi pelajaran dan akhirnya dari bidang.
3. Belajar Sebagai Proses Kognitif
Bruner mengemukakan, bahwa belajar melibatkan tiga proses yang
Sberlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu ialah
 Memperoleh informasi baru,
 Transfomasi informasi, dan
 Menguji relevansi dan ketepatan
pengetahuan (Bruner dalam Dahar ; 1989 : 101). Informasi baru dapat
merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang
atau informasi itu dapat bersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan
dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Sebagai contoh
seorang setelah mempelajari bahwa darah itu beredar, barulah ia
mempelajari secara terperinci sistem peredaran atau sistem sirkulasi darah.
Demikian pula, setelah berpikir bahwa energi itu di buang-buang atau tidak
dihemat, baru ia belajar teori konservasi energi. Dalam transpormasi
pengetahuan seseorang memperlakukan pengetahuan agarcocok atau
sesuai dengan tugas baru. Jadi, transpormasi menyangkut cara kita
memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi, atau
dengan mengubah menjadi bentuk lain. Kita menguji relevansi dan
ketepatan pengetahuan dengan menilai apakan cara kita memperlakukan
pengetahuan itu cocok dengan tugas yang ada. Bruner menyebut
pandangannya tentang belajar atau petumbuhan kognitifsebagai
konseptulisme instrumental. Pandangan ini berpusat pada dua prinsip, yaitu :

 Pengtahuan seseorang tentang alam didasarkan pada model-model tentang


kenyataan yang di bangunnya, dan
 Model-model semaca itu mula-mula di adopsi dari kebudayaan seseorang,
kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang
bersangkutan. Persepsi seseorang tentang suatu peristiwa merupakan
sesuatu proses konstruktif. Dalam proses ini orang itu menyusun suatu suatu
hipotesis dengan menghubungkan data inderanya pada model yang telah
disusunya tentang alam,lalu menguji hipotesisnya terhadap sifat-sifat
tambahan dari peristiwa itu. Jadi, seorang pengamat itu tidak di pandang
sebagai organisme reaktif yang pasif tetapi sebagai seorang yang memilih
informasi secara aktif, dan membentuk hipotesis perseptual.
4. Belajar Penemuan
Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah
modeldari Jerome Bruner yang dikenal dengan nama belajar penemuan
(discoverylearning) (Dahar ; 1989 : 103). Bruner menganggap, bahwa belajar
penemuan seusuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh
manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.
Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuhan
yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar
bermakna. Belajar bermakna dengan arti sepertidi atas, merupakan satu-
satunya macam belajar yang mendapat perhatian Bruner.
Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui
berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar
mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman, dan melakukan
eksperimen-eksperimen yang mengijinkan mereka untuk menemukan
prinsip-prinsip itu sendiri.

F. Teori Belajar Behaviorisme


Bihaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang memandang individu hanya dari
salah satu sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspk-aspek mental. Teori ini tidak
mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Proses
belajar semata-mata melatih reflkes-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang
dikuasai individu.
Hukum-hukum belajar yang dihasilkan[4] :
1. Connectionism (S-R Bond) menurut Thorndike
Eksperiment yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar
diantaranya: Law of Effect , Law of readness, Law of Exercise.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Eksperiment yang dilakukan oleh Ivan Pavlov terhadap anjing menghasilkan hukum-hukum
belajar diantaranya: Law of Respondent Conditioning, Law of Respondent Extinction.
3. Operant Conditioning menurut B.F Skinner
Eksperiment yang dilakukan oleh B.F Skinner terhadap tikus menghasilkan hukum-hukum
belajar diantaranya : Law of Operant Conditioning, Law of Operant Extinction.
4. Sosial Learning menurut Albert Bandura
Disebut juga teori Observational learning, yang merupakana sebuah teori belajar yang relative
masih baru dibandingkan dengan teori belajar yang lainnya. Bandura memandang perilaku
individu tidak semata-mata reflek otomatis atas stimulus, melainkan juga akibat reaksi yang
timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Teori
ini memandang pentingnya conditioning, melalui pemberian reward atau punishment seorang
individu akan berpikir dan memutuskan perilaku social mana yang harus dilakukan.
a. Asumsi
Manusia dipandang ebagai organisme yang pasif. Perilaku manusia dikuasai oleh stimulus yang
ada di lingkungannya. Oleh karena itu perilaku manusia dapat dikontrol atau dikendalikan
melalui pemanipulasian lingkungan.
b. Ciri-ciri
Ciri-ciri aliran bihavioristik secara umum :
 Mementingkan pengaruh lingkungan
 Mementingkan bagian-bagian tertentu
 Mementingkan peranan reaksi
 Mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar
 Mementingkan sebab-sebab pasa waktu yang lalu
c. Hukum-hukum belajar yang dihasilkan
Ada 3 macam keadaan yang menunjukkan perlakuan Hukum Kesiapan, yaitu: a) Apabila pada
individu ada tendensi atau kecenderungan melakukan sesuatu atau bertindak, maka melakukan
tindakan tersebut akan menimbulkan kesiapn dan menyebabkan individu tadi tidak akan
melakukan tindakan-tindakan yang lain.b) Apabila pada individu ada tendensi bergerak, tetapi
tidak melakukan tindakan tersebut, maka akan menimbulka rasa tidak puas. Oleh karena itu
individu tersebut akan melakukan tindakan-tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan
ketidak pussan tadi. 3) Apabila individu tidak ada tendensi bertindak, maka melakuan tindakan
akan menimbulkan ketidakpuasan. Oleh karena itu individu melakukan tindakan-tindakan lain
untuk menghapus ketidakpuasan tadi.
d. Penerapan Dalam Pembelajaran IPA
Dalam proses pembelajaran IPA guru memberikan permasalahan kepada siswa kemudian guru
meminta siswa untuk memberikan tanggapan. Tanggapan yang benar akan dikaji oleh guru dan
semua siswa. Bagi siswa yang memberikan tanggapan tersebut akan mendapat reward dari guru.
Dengan hal tersebut, siswa diharapkan memperoleh stimulus yang diharapkan dapat.

You might also like