You are on page 1of 7

EVOLUSI

Rangkuman
NINDIS PRISTYA
150342600086 Makroevolusi

Makroevolusi

1. Pengertian Makroevolusi
Makroevolusi merupakan suatu studi tentang evolusi yang terjadi dalam kurun waktu yang
panjang (NABT, 2006). Menurut Levinton (2001), makroevolusi merupakan suatu studi tentang
ekologi yang berkaitan dengan skala waktu ekologi dan berhubungan erat dengan penelitian
terkait palaentologi sejarah perubahan makhluk hidup.
2. Model Makroevolusi
 Model Makroevolusi Filetik
Merupakan suatu pemodelan evolusi yang terjadi berdasarkan evolusi garis keturunan
suatu spesies. Model evolusi ini terjadi pada suatu speseis yang hidup pada suatu wilayah
kawasan tertentu dan dengan perjalanan waktu spesies tersebut mengalami perubahan sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan pada genersasi berikutnya yang dimana generasi tersebut
berbeda dengan spesies nenek moyang atau generasi penerusnya berbeda sama sekali. Ex :
sejarah kuda, dimana kuda yang ada pada zaman sekarang merupakan kuda yang berasal dari
genus Equus yang merupakan perkembangan dari Eohippus (Hyracotherium) yang ukurannya
hanya sebesar rubah.

Gambar Perubahan Makroevolusi pada Kuda

 Model Makroevolusi Simultan


Istilah simultan pada pemodelan makroevolusi memiliki makna yang sama dengan istilah
spesiasi yang dipandang dari skala mikroevolusi. Model makroevolusi simultan merupakan
model alternativ yang dapat memberikan jawaban terkait kelemahan pemodelan filetik,
khususnya yang berkaitan dengan adanya kesenjangan bentuk antara generasi nenek moyang
dengan generasi setelahnya. Pada pemodelan ini menjelaskan bahwa suatu spesies baru terbentuk
EVOLUSI
Rangkuman
NINDIS PRISTYA
150342600086 Makroevolusi

secara simultan dari suatu spesies, dimana suatu spesies berkembang menjadi dua spesies yang
sama namun memiliki perbendaan pada bentuk dan ukuran akibat adanya pengaruh lingkungan.

3. Pola Makroevolusi
Pola suatu makroevolusi dibagi menjadi beberapa pola yang muncul dari pohon kehidupan.
 Pola Statis
Garis keturunan pada suatu makhluk hidup hampir merujuk sama pada pohon kehidupan
dengan pola yang tetap yang menunjukkan bahwa mereka tidak mengalami perubahan yang
signifikan dalam kurun waktu yang lama seperti berikut :

Gambar Pola Statik Makroevolusi (Sumber: Simpson, 1961)

Ex: ikan Coelacanth (Latimeria menadoensis) yang di Indonesia dikenal sebagai ikan Raja.
Diperkirakan ikan Coelacanth telah punah sekitar 80 juta tahun yang lalu, namun pada tahun
1938 para ilmuan menemukan ikan Coelacanth hidup di Samudra Hindia yang tampak sangat
mirip dengan fosil nenek moyangnya. Oleh karena itu , dari data yang ditemukan dapat
dinyatakan bahwa spesies ikan Coelacanth memeperlihatkan perubahan yang statis pada
morfologinya sekitar 80 juta tahun yang lalu.

 Pola Kladogenesis
Kladogenesis merupakan suatu proses evolusi yang menyebabkan pemisahan spesies
dalam pohon filogenetik Peristiwa ini biasanya terjadi ketika beberapa organisme berada di
wilayah yang baru dan jauh atau saat peristiwa lingkungan menyebabkan kepunahan dan
membuka relung ekologi baru bagi mereka yang bertahan. Ex : beberapa organisme liar yang
mencapai Kepulauan Hawaii melalui arus dan angin samudra. Sebagian besar spesies di
kepulauan tersebut tidak dapat ditemui di tempat lain di Bumi akibat pemisahan evolusioner.
EVOLUSI
Rangkuman
NINDIS PRISTYA
150342600086 Makroevolusi

 2.3.3 Pola Terpisahnya Garis Keturunan (Spesiasi)


Pola terpisahnya suatu garis keturunan dapat terjadi akibat adanya faktor lingkungan.
Terpisahnya garis keturunan tersebut dapat diidentifikasi dengan melakukan pemeriksaan pada
pohon filogenik. Pohon filogeni dapat mengungkapkan garis keturunan suatu spesies yang
mengalami pemisahan. Satu keturunan yang berevolusi secara terpisah dari yang
lain dan dengan kecenderungan dan aturan evolusinya (Simpson, 1962).

Gambar Pola Pemisahan Garis Keturunan (Spesiasi) dalam Makroevolusi


(Sumber: Wiley and Mayden, 1997 )

 Kepunahan Massal
Pola kepunahan merupakan suatu peristiwa penting dalam sejarah kehidupan. Peristiwa ini
bisa menjadi peristiea yang jarang bahkan sering terjadi dalam suatu garis keturunan atau dapat
terjadi secara bersamaan dalam banyak garis keturunan (kepunahan massal). Setiap garis
keturunan memiliki beberapa kemungkinan untuk punah, dan pada akhirnya 99% spesies yang
pernah hidup di muka bumi akan mengalami kepunahan.

4. Bukti Terjadinya Makroevolusi


Sebagian besar bukti perubahan makroevolusi bersumber dari peninggalan berupa fosil.
Hanya pada fosil dapat diamati evolusi untuk jangka waktu cukup lama agar bisa mengetahui
bagaimana karakteristik dan pola makroevolusi. Dengan fosil dapat menunjukkan jatuh
bangunnya kelompok pada semua peringkat taksonomi, Species dan Genus, demikian pula
halnya Familia, Ordo dan Classis yang mengandung spesies itu.Fosil
 Evolusi burung dari dinosaurus Theropoda
EVOLUSI
Rangkuman
NINDIS PRISTYA
150342600086 Makroevolusi

Gambar Contoh makroevolusi yang terjadi pada dinosaurus Theropoda dengan munculnya bulu selama evolusi
burung (Sumber: Anonim, 2011).

 Pohon Filogenetik dan Studi Molekular


Perbandingan morfologi juga digunakan untuk membangun pohon filogeni yang
menunjukkan hubungan antara spesies. Analisis morfologi yang ekstensif pada fosil dan burung
modern telah memberikan gambaran untuk menggambar pohon filogenetik yang menunjukkan
hubungan antara dinosaurus dan burung.
Pohon filogenetik terkadang dapat menghubungkan spesies-spesies yang telah punah
dengan spesies yang masih ada. Perbandingan molekular diantara kelompok yang masih ada
dapat digunakan sebagai informasi tambahan untuk mendukung validitas dari pohon filogenetik
tersebut.
 Makroevolusi oleh keluarga kuda (Equidae).
Evolusi pada kuda merupakan suatu contoh klasik evolusi morfologi, yang sejarahnya
ditelusuri dari catatan fosilnya sejak zaman Eosin (Eocene) di Amerika Utara dan sedikit dari
Eropa dan Asia. Fosil kuda termasuk cukup lengkap, karena kuda hidup berkelompok dalam
jumlah yang cukup besar, sehingga meninggalkan sejumlah besar fosil dari zaman ke zaman.

Gambar Perubahan Makroevolusi pada Kuda (www.samabiology.com)


EVOLUSI
Rangkuman
NINDIS PRISTYA
150342600086 Makroevolusi

 Variasi pada burung Finch di Galapagos


Dalam ekspedisi yang dilakukan Darwin ( ekspedisi Beagle tahun 1832 – 1837) ke
kepulauan Galapagos, Darwin mengalami masa yang paling krusial dalam kehidupannya
berkenaan dengan kenyataan yang terlihat di alam. Dalam ekspedisi tersebut Darwin mengoleksi
burung yakni Finch yang terdapat kepulauan Galapagos. Kenyataan yang dilihat Darwin,
bahwa terdapat variasi paruh burung Finch dari satu pulau dengan pulau yang lain di
kepulauan Galapagos. Awalnya, Darwin menduga bahwa semua burung Finch yang
terdapat di kepulauan Galapagos adalah satu spesies, tetapi kenyataannya setiap pulau memiliki
spesies berbeda. Ia menduga bahwa burung-burung finch mengalami perubahan dari suatu
nenek moyang yang sama. Dari kenyataan ini Darwin menerima ide yang menyatakan
bahwa spesies dapat berubah (Hoken, 1858).
5. Faktor yang Mempengaruhi Makroevolusi
Proses evolusi di pengaruhi oleh beberapa faktor internal maupun faktor eksterlan dari
lingkungan dimana antara kedua faktor tersebut memiliki hubungan keterkaitan satu sama lain.

 Faktor Laju Mutasi


Laju mutasi berpengaruh besar pada terjadinya evolusi disebakan karena semakin cepat
laju mutasi pada suatu spesies maka dapat menyebakan individu tersebut akan mengalami
perubahan. Laju mutasi yang rendah dapat teramati namun jumlah yang teramati amatlah sedikit
karena sebagian besar mutasi yang terjadi pada suatu individu sebagian besar berhasil di perbaiki
(Ayala, 1984).
 Geologi
Akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 para ahli geologis mengasumsikan bahwa
komponen utama bumi telah berada dalam bentuk yang tetap dan kebanyakan komponen
geologis seperti pegunungan merupakan hasil pergerakan vertikal seperti yang telah dijelaskan
dalam teori geosinklinal (Gross, 1990; Davies, 2001). Teori continental drift (hanyutan benua)
pertama kali dikemukakan oleh Alfed Wegener di tahun 1912 yang menyatakan bahwa benua
saat ini pertama kali dibentuk dari sebuah masa daratan besar yang saling menjauhi satu sama
lainnya dan mengapung diatas inti batuan cair (Gross, 1990; Davies, 2001). Akan tetapi teori ini
ditolak oleh sebagian besar ahli ilmu bumi. Namun, selama periode tahun 1950-an sampai 1960-
an banyak bukti yang ditemukan oleh para peneliti yang mendukung teori tersebut, sehingga
EVOLUSI
Rangkuman
NINDIS PRISTYA
150342600086 Makroevolusi

teori yang sudah pernah ditinggalkan ini menjadi diperhatikan lagi. Sampai tahun 1968 dengan
perkembangan teknologi banyak dilakukan pemetaan pada lantai samudra serta ditemukannya
data-data yang banyak tentang aktivitas seismik dan medan magnet bumi. Sehingga muncul teori
baru yang dinamakan teori lempeng tektonik (Kennett, 1982; Duxbury et al., 1991).
 Kepunahan Massal
Pada zaman Phanerozoic (570 juta tahun yang lalu) telah terjadi serangkaian kepunahan
massal. Karena hal tersebut, banyak spesies menghilang dan digantikan oleh bentuk-bentuk baru
dalam strata atasnya, jadi wajar untuk menciptakan nama baru untuk periode setelahnnya yang
memiliki komunitas baru. Ada sekitar 20 kepunahan massal pada Phanerozoic yaitu, akhir
Ordovician, Devonian, Permian, Triassic, dan Cretaceous.

 Kepunahan pada akhir Ordovician


Pada akhir zaman Ordovician, sekitas 440 juta tahun yang lalu, 22% famili dan hampir
60% marga invertebrata laut lenyap, terdiri dari beberapa trilobita, brachiopoda, graptolites,
echinodermata, dan karang. Kepunahan datang dari dua arah, salah satunya sekitar 10 juta tahun
sebelum akhir jaman ini, dan yang lain pada akhir zaman. Penyebabnya masih belum diketahui
dengan jelas. Ada bukti maksimum glasial yang terkait dengan penurunan permukaan laut yang
diikuti dengan banjir air tawar dari es mencair dan gletser kontinental (Stearn and Hoekstra,
2003).
 Kepunahan massal pada akhir Permian
Kepunahan pada akhir Permian pada 80 juta tahun yang lalu adalah kejadian terbesar.
Dalam hal ini melenyapkan sekitar 50% famili, lebih dari 80% marga dan 90% spesies
invertebrata laut, terdiri dari trilobita, semua tabula dan karang rugose, dan sekitar 70% famili
brachiopoda, 65% famili bryozoan, dan 47% famili cephalopoda, diantaranya beberapa
ammonita (Stearn and Hoekstra, 2003).
 Kepunahan pada Akhir Cretaceous
Kepunahan pada akhir Cretaceous, sekitar 50% marga yang ada menghilang. Semua
invertebrata laut terpengaruh. Korban menonjol adalah foraminifera, bivalvia, bryozoans, semua
ammonita, gastropoda, sponge, echinodermata, dan ostracoda. Dinosaurus tampaknya berkurang
sebelum kepunahan massal, dan beberapa fosil dinosaurus pada permulaan Paleocene, sehingga
EVOLUSI
Rangkuman
NINDIS PRISTYA
150342600086 Makroevolusi

sedikit dinosaurus yang dapat bertahan saat kepunahan massal. Bagaimanapun juga, beberapa
dinosaurus mungkin mati pada saat yang sama dengan invertebrata laut. Pada kepunahan massal
akhir dari Cretaceous dalam kondisi yang tidak biasanya. Jelaga tersebar luas yang diakibatkan
kebakaran pada skala hemisheric, seperti halnya spora dari pakis yang telah menginvasi habitat
dibersihkan oleh api.
 Asal Mula Alam Semesta, Tata Surya, dan Planet
Alam semesta terbentuk sekitar 150.000 juta tahun yang lalu; hipotesis yang terkemuka
adalah the Big Bang, yang masuk akal tetapi tidak terbukti. Menurut Hipotesis Big Bang, setelah
periode waktu yang pendek dari pengembangan yang sangat cepat, terbentuk alam semesta yang
terdiri atas hidrogen dan sedikit helium. Kemudian gravitasi menarik konsentrasi gas ke dalam
galaksi primitif, dimana bintang-bintang terbentuk, menghasilkan elemen-elemen yang lebih
berat dari inti hidrogen dan helium, sampai alam semesta tersusun sebagian besar oleh besi,
dimana pada suatu titik terdapat ledakan bintang yang lebih besar menjadi nova dan supernova,
membentuk elemen-elemen yang lebih berat daripada besi (Stearns, 2003).
 Jalur Vulkanik
Pergerakan Lempeng Pasifik ke barat laut, hot spot yang saat ini terletak di tenggara pulau
Hawaii, secara berulang-ulang menembus lempengan dan menghasilkan pulau vulkanik. Dalam
kurun waktu kurang dari sejuta tahun, sebuah gunung berapi yang tingginya 10 km dan
diameternya 300 km dapat terbentuk pada hot spot tersebut. Lempengan membawa pulau
menjauh, saluran air menuju mantel rusak, gunung berapi berhenti meletus, dan beratnya
menyebabkan kerak melengkung ke bawah, menenggelamkan pulau di bawah permukaan laut.
Tameng gunung berapi Hawaii yang memiliki volume lebih besar dan lebih tinggi daripada dasar
laut dibandingkan dengan gunung-gunung lain yang ada di bumi, tenggelam di bawah
gelombang laut dalam 10-20 juta tahun lalu (Stearn and Hoekstra, 2003).

You might also like