You are on page 1of 185

JOB SHEET

LABORATORIUM KIMIA ORGANIK

Polytechnic Education Development Project


ADB LOAN 2928 – INO
Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan – Ditjen Dikti
Kementrrian Riset dan Pendidikan Tinggi
Tahun Anggaran 2017

Disusun Oleh :

Drs. Herman Bangngalino, M.T. NIP. 196108311990031002


Dra. Abigael Todingbua’, M.Si. NIP. 196210111989032001

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
TAHUN 2017
``

PERCOBAAN I

JUDUL MENCARI DATA FISIS


TUJUAN 1. Dapat mencari data fisis kan kimia senyawa
organik di dalam buku teks dan katalog bahan
kimia;
2. Dapat memahami sifat-sifat fisis dan kimia bahan
organik;
3. Dapat menjelaskan risiko bahaya dan keselamatan
penanganan bahan kimia organik.

R and S phrases

Klasifikasi bahaya ditunjukkan dengan tanda-tanda atau simbol-simbol bahaya


dan/atau singkatan R juga S.

 Singkatan R dan angka atau nomor yang mengikuti R: singkatan


menunjukkan risiko bahaya preparasi atau penyediaan dan zat-zatnya, dan
juga angkanya sekaligus.
 Singkatan S dan angka atau nomor yang mengikuti S: singkatan dikaitkan
dengan keselamatan penanganan pada bahaya yang timbul berkaitan
dengan penyediaan atau preparasi, dan juga angkanya sekaligus.

Singkatan (frase) Risiko (R) dan frase Keselamatan (Safety) S juga ada yang
gabungan (gabungan singkatan R dan S).

Frase R dan S dipisahkan dengan titik-titik atau garis putus-putus yang


artinya sebagai berikut.

 Titik-titik: frase R dan frase S dinyatakan secara terpisah (dash: R Phrases


and S Phrases are formulated separately)

2
``

 Garis putus-putus: memungkinkan frase R dan frase S dinyatakan dalam


satu kalimat tunggal (gabungan frase R dan S).

Ada aturan umum yang pada kasus penyediaan biasanya digunakan paling
banyak 6 singkatan untuk menyatakan tentang risiko; berkaitan dengan hal ini
singkatan yang digabung dinyatakan sebagai singkatan tunggal.

Kalimat yang dipakai harus menginformasikan semua bahaya yang berkaitan


dengan penyediaan, oleh karena itu dalam beberapa hal mungkin perlu
menggunakan singkatan lebih dari 6 R.

Frase R pada label demikian juga pada metode dan tujuan penyediaan yang
dipakai harus menjadi pertimbangan pada penentuan akhir dari frase S.

Sesuai dengan aturan umum, untuk menginformasikan tentang masalah yang


memerlukan perhatian lebih paling banyak menggunakan 6 kalimat; dalam hal ini
frase gabungan dinyatakan sebagai frase tunggal.

Dalam beberapa hal frase S memungkinkan lebih dari pada 6 kalimat.

R-phrases:
R1 - Explosive when dry (meledak jika kering).
R2 - Risk of explosion by shock, friction, fire or other sources of
ignition (risiko meledak dengan sentakan, gesekan, kebakaran atau sumber-
sumber pengapian lain).
R3 - Extreme risk of explosion by shock, friction, fire or other
sources of ignition (sangat berisiko meledak dengan sentakan, gesekan,
kebakaran atau sumber-sumber pengapian lain) .
R4 - Forms very sensitive explosive metallic compounds (membentuk
senyawa logam yang sangat muda meledak atau sensitive terhadap ledakan).
R5 - Heating may cause an explosion (pemanasan dapat menyebabkan

3
``

ledakan).
R6 - Explosive with or without contact with air (meledak dengan atau tanpa
terpapar dengan udara).
R7 - May cause fire (dapat menimbulkan kebakaran).
R8 - Contact with combustible material may cause fire (Jika terpapar dengan
bahan mudah terbakar dapat menimbulkan kebakaran).
R9 - Explosive when mixed with combustible material (meledak jika
dicampur dengan bahan yang mudah terbakar).
R10 – Flammable (dapat menimbulkan nyala/dapat menyala).
R11 - Highly flammable (sangat muda menyala).
R12 - Extremely flammable (sangat-sangat muda menyala).
R14 - Reacts violently with water (sangat muda sekali bereaksi dengan air).
R15 - Contact with water liberates extremely flammable gases (jika
bersentuhan dengan air akan membebaskan gas-gas yang sangat muda sekali
menyala).
R16 - Explosive when mixed with oxidizing substances (meledak jika
dicampur dengan zat-zat pengoksidasi).
R17 - Spontaneously flammable in air (menyala dengan spontan di udara).
R18 - In use, may form flammable/explosive vapour-air mixture (pada saat
digunakan, dapat membentuk campura uap dan udara yang dapat
menyala/meledak).
R19 - May form explosive peroxides (dapat membentuk peroksida yang muda
meledak).
R20 - Harmful by inhalation (berbahaya jika dihirup).
R21 - Harmful in contact with skin (berbahaya jika kena kulit).
R22 - Harmful if swallowed (berbahaya jika tertelan).
R23 - Toxic by inhalation (beracun jika dihirup).
R24 - Toxic in contact with skin (beracun jika bersentuhan dengan kulit).
R25 - Toxic if swallowed (beracun jika tertelan).
R26 - Very toxic by inhalation (sangat beracun jika dihirup).

4
``

R27 - Very toxic in contact with skin (sangat beracun jika kena kulit).
R28 - Very toxic if swallowed (sangat beracun jika tertelan).
R29 - Contact with water liberates toxic gas (jika kena air akan membebaskan
gas beracun).
R30 - Can become highly flammable in use (dapat menjadi sangat muda
terbakar pada saat dipakai).
R31 - Contact with acids liberates toxic gas (jika kena asam akan
membebaskan gas beracun).
R32 - Contact with acids liberates very toxic gas (Jika kena dengan asam akan
membebaskan zat yang sangat beracun).
R33 - Danger of cumulative effects (berbahaya akibat pengaruh kumulatif).
R34 - Causes burns (mengakibatkan pembakaran/kebakaran).
R35 - Causes severe burns (mengakibatkan kebakaran yang parah).
R36 - Irritating to eyes (mengakibatkan irritasi pada mata).
R37 - Irritating to respiratory system (mengakibatkan irritasi pada saluran
pernafasan).
R38 - Irritating to skin (mengakibatkan iiritasi pada kulit).
R39 - Danger of very serious irreversible effects/berbahaya yang pengaruhnya
sama sekali tidak dapat balik.
R40 - Limited evidence of a carcinogenic effect/buktinya sangat sedikit
tentang pengaruh karsinogeniknya (penyebab kanker).
R41 - Risk of serious damage to eyes/risiko pada kerusakan mata sangat
parah.
R42 - May cause sensitization by inhalation/mengakibatkan sensitisasi apabila
dihirup.
R43 - May cause sensitisation by skin contact/mengakibatkan sensitisasi
apabila kena kulit.
R44 - Risk of explosion if heated under confinement/risiko meledak jikan
dipanaskan dalam keadaan tertutup.
R45 - May cause cancer/dapat menyebabkan kanker.

5
``

R46 - May cause heritable genetic damage/mengakibatkan kerusakan genetic


yang diwariskan.
R48 - Danger of serious damage to health by prolonged exposure/berbahaya
karena kerusakan serius pada kesehatan akibat terlalu lama terpapar.
R49 - May cause cancer by inhalation/dapat menimbulkan kanker akibat
dihirup.
R50 - Very toxic to aquatic organisms/sangat beracun bagi organisme
perairan.
R51 - Toxic to aquatic organisms (beracun bagi organisme perariran).
R52 - Harmful to aquatic organisms (berbahaya bagi organisme perairan).
R53 - May cause long-term adverse effects in the aquatic environment (dapat
menimbulkan kerusakan yang berkepanjang pada lingkungan perairan).
R54 - Toxic to flora (beracun bagi flora).
R55 - Toxic to fauna (beracun bagi fauna).
R56 - Toxic to soil organisms (beracun bagi organisme tanah).
R57 - Toxic to bees (beracun bagi lebah).
R58 - May cause long-term adverse effects in the environment (dapat
menimbulkan kerusakan yang berkepanjang pada lingkungan).
R59 - Dangerous for the ozone layer (berbahaya untuk lapisan ozon).
R60 - May impair fertility (dapat mengganggu tingkat kesuburan).
R61 - May cause harm to the unborn child (dapat berbahaya bagi anak dalam
kandungan/belum lahir).
R62 - Possible risk of impaired fertility (kemungkinan berisiko merusak
tingkat kesuburan).
R63 - Possible risk of harm to the unborn child (kemungkinan berisiko
berbahaya bagi anak yang belum lahir) .
R64 - May cause harm to breastfed babies (dapat menimbulkan bahaya bagi
bayi menyusu).
R65 - Harmful: may cause lung damage if swallowed (berbahaya: dapat
mengakibatkan kerusakan lambung jika tertelan).

6
``

R66 - Repeated exposure may cause skin dryness or cracking (jika sering
terpapar dapat mengakibatkan kulit mongering atau pecah-pecah).
R67 - Vapours may cause drowsiness and dizziness (uapnya dapat
menyebabkan rasa mengantuk dan kepusingan).
R68 - Possible risk of irreversible effects (berisiko pengaruhnya tidak dapat
berubah).
R 14/15 - Reacts violently with water, liberating extremely flammable
gases (bereaksi sangaat keras dengan air, membebaskan gas yang sangan
mudah terbakar).
R 15/29 - Contact with water liberates toxic, extremely flammable gas (jika
kontak dengan air aakan melepaskan zat beracun, gas yang sangat mudah
terbakar).
R 20/21 - Harmful by inhalation and in contact with skin (berbahaya jika
terhirup dan mengenai kulit).
R 20/22 - Harmful by inhalation and if swallowed (Berbahaya jika terhirup
dan tertelan).
R 21/22 - Harmful in contact with skin and if swallowed (berbahaya jika
mengenai kulit dan tertelan).
R 20/21/22 - Harmful by inhalation, in contact with skin and if swallowed
(berbahaya jika terhirup, kena kulit, dan tertelan).
R 23/24 - Toxic by inhalation and in contact with skin (beracun jika terhirup
dan jika kontak dengan kulit).
R 24/25 - Toxic in contact with skin and if swallowed (beracun jika kena kulit
dan jika tertelan).
R 23/25 - Toxic by inhalation and if swallowed (beracun jika terhirup dan jika
tertelan).
R 23/24/25 - Toxic by inhalation, in contact with skin and if swallowed
(beracun jika terhirup, kontak dengan kulit, dan jika tertelan).
R 26/27 - Very toxic by inhalation and in contact with skin (sangat beracun
jika terhirup dan mengenai kulit).

7
``

R 26/28 - Very toxic by inhalation and if swallowed (sangat beracun jika


terhirup dan jika tertelan).
R 26/27/28 - Very toxic by inhalation, in contact with skin and if swallowed
(sangat beracun jika terhirup, kena kulit, dan tertelan).
R 27/28 - Very toxic in contact with skin and if swallowed (sangat beracun
jika kontak dengan kulit dan jika tertelan).
R 36/37 - Irritating to eyes and respiratory system (Mengakibatkan irritasi
pada mata dan system pernafasan.
R 36/38 - Irritating to eyes and skin (mengakibatkan irritasi pada mata dan
kulit).
R 37/38 - Irritating to respiratory system and skin(mengakibatkan irritasi pada
system pernapasan dan kulit).
R 36/387/38 - Irritating to eyes, respiratory system and skin (mengakibatkan
irritasi pada mata, system pernapasan dan kulit).
R 39/23 - Toxic: danger of very serious irreversible effects through inhalation
(Beracun: berbahaya karena dampaknya tidak dapat disembuhkan jika
terhirup).
R 39/24 - Toxic: danger of very serious irreversible effects in contact with
skin (Beracun: berbahaya karena dampaknya tidak dapat disembuhkan jika
kena kulit).
R 39/25 - Toxic: danger of very serious irreversible effects if swallowed
(Beracun: berbahaya karena dampaknya tidak dapat disembuhkan jika
tertelan).
R 39/32/24 - Toxic: danger of very serious irreversible effects through
inhalation and in contact with skin. (Beracun: berbahaya karena dampaknya
tidak dapat disembuhkan jika terhirup dan mengenai kulit).

R 39/23/25 - Toxic: danger of very serious irreversible effects through


inhalation and if swallowed (Beracun: berbahaya karena dampaknya tidak
dapat disembuhkan jika terhirup dan tertelan).

8
``

R 39/24/25 - Toxic: danger of very serious irreversible effects in contact with


skin and if swallowed (Beracun: berbahaya karena dampaknya tidak dapat
disembuhkan jika kena kulit dan jika tertelan).
R 39/23/24/25 - Toxic: danger of very serious irreversible effects through
inhalation in contact with skin and if swallowed (Beracun: berbahaya karena
dampaknya tidak dapat disembuhkan jika terhirup, kena kulit, dan tertelan).
R 39/26 - Very toxic: danger of very serious irreversible effects through
inhalation (Sangat beracun: berbaahaya karena dampaknya tidak dapat
disembuhkan jika terhirup).
R 39/26/27 - Very toxic: danger of very serious irreversible effects through
inhalation and in contact with skin (Sangat beracun: berbahaya karena
dampaknya tidak dapat disembuhkan jika terhirup dan mengenai kulit).
R 39/27 - Very toxic: danger of very serious irreversible effects in contact
with skin (Sangat beracun: berbahaya karena dampaknya tidak dapat
disembuhkan jika mengenai kulit).
R 39/28 - Very toxic: danger of very serious irreversible effects if swallowed
(Sangat beracun: Berbahaya karena dampaknya tidak dapat disembuhkan jika
tetelan).
R 39/26/28 - Very toxic: danger of very serious irreversible effects through
inhalation and if swallowed (Sangat beracun: berbahaya karena dampaknya
tidak dapat disembuhkan jika terhirup dan tertelan) .
R 39/27/28 - Very toxic: danger of very serious irreversible effects in contact
with skin and if swallowed (Sangat beracun: berbahaya karena dampaknya
tidak dapat disembuhkan jika kena kulit dan tertelan).
R 39/26/27/28 - Very toxic: danger of very serious irreversible effects through
inhalation, in contact with skin and if swallowed (Sangat beracun: berbahaya
karena dampaknya tidak dapat disembuhkan jika terhirup, kena kulit, dan
tertelan).
R 68/20 - Harmful: possible risk of irreversible effects through inhalation
(Berbahaya: risiko bahayanya kemungkinan tidak dapat disembuhkan jika

9
``

terhiru).
R 68/21 - Harmful: possible risk of irreversible effects in contact with
skin (Berbahaya: risiko bahayanya kemungkinan tidak dapat disembuhkan
jika kena kulit)..
R 68/22 - Harmful: possible risk of irreversible effects if swallowed
((Berbahaya: risiko bahayanya kemungkinan tidak dapat disembuhkan jika
tertelan).
R 68/20/21 - Harmful: possible risk of irreversible effects through inhalation
and in contact with skin ((Berbahaya: risiko bahayanya kemungkinan tidak
dapat disembuhkan jika terhirup dan kontak dengan kulit).
R 68/20/22 - Harmful: possible risk of irreversible effects through inhalation
and if swallowed (Berbahaya: risiko bahayanya kemungkinan tidak dapat
disembuhkan jika terhirup dan tertelan).
R 68/21/22 - Harmful: possible risk of irreversible effects in contact with skin
and if swallowed (Berbahaya: risiko bahayanya kemungkinan tidak dapat
disembuhkan jika kena kulit dan tertelan).
R 68/20/21/22 - Harmful: possible risk of irreversible effects through
inhalation in contact with skin and if swallowed (Berbahaya: risiko bahayanya
kemungkinan tidak dapat disembuhkan jika terhirup, kontak dengan kulit dan
tertelan),

R 42/43 - May cause sensitization by inhalation and skin contact (dapat


mengakibatkan sensitisasi jika terhirup dan kena kulit).
R 48/20 - Harmful: danger of serious damage to health by prolonged
exposure through inhalation (membahayakan: dampaknya pada penurunan
kesehatan yang serius akibat terpapar melalui pernapasan dalam jangka waktu
berkepanjangan/lama).
R 48/21 - Harmful: danger of serious damage to health by prolonged
exposure in contact with skin (membahayakan: dampaknya pada penurunan
kesehatan yang serius akibat terpapar melalui kulit dalam jangka waktu

10
``

berkepanjangan/lama)..
R 48/22 - Harmful: danger of serious damage to health by prolonged
exposure if swallowed (membahayakan: dampaknya pada penurunan
kesehatan yang serius akibat terpapar dalam jangka waktu berkepanjangan /
lama jika tertelan).
R 48/20/21 - Harmful: danger of serious damage to health by prolonged
exposure through inhalation and in contact with skin (membahayakan:
dampaknya pada penurunan kesehatan yang serius akibat terpapar melalui
pernapasan dan kontak dengan kulit dalam jangka waktu berkepanjangan/
lama).
R 48/20/22 - Harmful: danger of serious damage to health by prolonged
exposure through inhalation and if swallowed (membahayakan: dampaknya
pada penurunan kesehatan yang serius akibat terpapar melalui pernapasan
dalam jangka waktu berkepanjangan/lama dan tertelan).
R 48/21/22 - Harmful: danger of serious damage to health by prolonged
exposure in contact with skin and if swallowed (membahayakan: dampaknya
pada penurunan kesehatan yang serius akibat terpapar melalui kulit dalam
jangka waktu berkepanjangan/lama dan jika tertelan).
R 48/20/21/22 - Harmful: danger of serious damage to health by prolonged
exposure through inhalation, in contact with skin and if swallowed
(membahayakan: dampaknya pada penurunan kesehatan yang serius akibat
terpapar melalui pernapasan, kontak dengan kulit, dan tertelan dalam jangka
waktu berkepanjangan/lama)..
R 48/23 - Toxic: danger of serious damage to health by prolonged exposure
through inhalation (Beracun: dampaknya pada penurunan kesehatan yang
serius akibat terpapar melalui pernapasan dalam jangka waktu
berkepanjangan/lama)..
R 48/24 - Toxic: danger of serious damage to health by prolonged exposure
in contact with skin (Beracun: dampaknya pada penurunan kesehatan yang
serius akibat terpapar melalui kulit dalam jangka waktu berkepanjangan/

11
``

lama).
R 48/25 - Toxic: danger of serious damage to health by prolonged exposure
if swallowed (Beracun: dampaknya pada penurunan kesehatan yang serius
akibat terpapar dalam jangka waktu berkepanjangan/lama jika tertelan).
R 48/23/24 - Toxic: danger of serious damage to health by prolonged
exposure through inhalation and in contact with skin (Beracun: dampaknya
pada penurunan kesehatan yang serius akibat terpapar melalui pernapasan dan
kena kulit dalam jangka waktu berkepanjangan/lama).
R 48/23/25 - Toxic: danger of serious damage to health by prolonged
exposure through inhalation and if swallowed (Beracun: dampaknya pada
penurunan kesehatan yang serius akibat terpapar melalui pernapasan dalam
jangka waktu berkepanjangan/lama dan jika tertelan).
R 48/24/25 - Toxic: danger of serious damage to health by prolonged
exposure in contact with skin and if swallowed (Beracun: dampaknya pada
penurunan kesehatan yang serius akibat terpapar melalui kulit dalam jangka
waktu berkepanjangan/lama dan jika tertelan).
R 48/23/24/25 - Toxic: danger of serious damage to health by prolonged
exposure through inhalation, in contact with skin and if swallowed (Beracun:
dampaknya pada penurunan kesehatan yang serius akibat terpapar melalui
pernapasan, kontak dengan kulit dan jika tertelan dalam jangka waktu
berkepanjangan/lama).
R 50/53 - Very toxic to aquatic organisms, may cause long-term adverse
effects in the aquatic environment (sangat beracun bagi organisme perairan,
dapat menimbulkan dampak merugikan yang berkepanjangan pada
lingkungan perairan).
R 51/53 - Toxic to aquatic organisms, may cause long-term adverse effects
in the aquatic environment (bersifat racun terhadap organisme perairan, dapat
menimbulkan dampak merugikan yang berkepanjangan pada lingkungan
perairan).
R 52/53 - Harmful to aquatic organisms, may cause long-term adverse

12
``

effects in the aquatic environment (berbahaya terhadap organisme perairan,


dapat menimbulkan dampak merugikan yang berkepanjangan pada
lingkungan perairan).

S-phrases:

S 1 - Keep locked up (simpan pada tempat terkunci)


S 2 - Keep out of the reach of children (simpan di luar jangkauan anak-anak)
S 3 - Keep in a cool place (simpan di dalam tempat sejuk)
S 4 - Keep away from living quarters (simpan jauh dari tempat tinggal)
S 5 - Keep contents under ... (appropriate liquid to be specified by the
manufacturer) (simpan isinya sesuai petunjuk perusahaan)
S 6 - Keep under ... (inert gas to be specified by the manufacturer) (simpan di
bawah gas inert sesuai petunjuk perusahaan)
S 7 - Keep container tightly closed (Simpan dalam container yang tertutup
rapat)
S 8 - Keep container dry (simpan dalam container kering)
S 9 - Keep container in a well-ventilated place (simpan container di tempat
berventilasi baik)
S 12 - Do not keep the container sealed (jangan simpan di dalam container
tertutup)
S 13 - Keep away from food, drink and animal feedingstuffs (simpan jauh dari
makanan, minuman, dan makanan hewan)
S 14 - Keep away from ... (incompatible materials to be indicated by the
manufacturer) (simpan jauh dari ….sesuai petunjuk perusahaan)
S 15 - Keep away from heat (simpan jauh dari panas)
S 16 - Keep away from sources of ignition – No smoking (simpan jauh dari
sumber pembakaran-dilarang merokok)
S 17 - Keep away from combustible material (simpan jauh dari bahan yang

13
``

mudah terbakar)
S 18 - Handle and open container with care (tangani dan buka container
dengan hati-hati)
S 20 - When using do not eat or drink (bila dipakai jangan minum atau
makan)
S 21 - When using do not smoke (jika dipakai jangan merokok)
S 22 - Do not breathe dust (jangan tiup debunya)
S 23 - Do not breathe gas/fumes/vapour/spray (appropriate wording to be
specified by the manufacturer) (jangan tiup gas/asap/uap/semprotan,
selebihnya ikuti petunjuk perusahaan)
S 24 - Avoid contact with skin (hindari kontak dengan kulit)
S 25 - Avoid contact with eyes (hindari kontak dengan mata)
S 26 - In case of contact with eyes, rinse immediately with plenty of water and
seek medical advice (Jika kena mata, segera bilas dengan banyak air dan
minta petunjuk medis)
S 27 - Take off immediately all contaminated clothing (segera lepaskan semua
pakaian yang tercemar/terkontaminasi)
S 28 - After contact with skin, wash immediately with plenty of (to be
specified by the manufacturer) (jika kena kulit, cuci segera dengan banyak
air…sesuai petunjuk perusahaan)
S 29 - Do not empty into drains (jangan tuang ke dalam saluran)
S 30 - Never add water to this product (jangan pernah menambahkan air ke
dalam produk ini)
S 33 - Take precautionary measures against static discharges (lakukan
tindakan pencegahan jika pengeluarannya terganggu)
S 35 - This material and its container must be disposed of in a safe way
(Bahan ini dan kontainernya harus dibuang pada tempat yang aman)
S 36 - Wear suitable protective clothing (Kenakan pakaian pelindung diri
yang sesuai/tepa)
S 37 - Wear suitable gloves (kenakan sarung tangan yang sesuai/tepat)

14
``

S 38 - In case of insufficient ventilation wear suitable respiratory equipment


(Dalam hal ventilasi udara kurang memadai maka gunakan peralatan
pernapasan yang sesuai)
S 39 - Wear eye/face protection (kenakan pelindung mata/muka)
S 40 - To clean the floor and all objects contaminated by this material use ...
(to be specified by the manufacturer) (Untuk membersihkan lantai dan semua
objek yang terkontaminasi pada pemakaian bahan ini… agar mengikuti
petunjuk perusahaan)
S 41 - In case of fire and/or explosion do not breathe fumes (Jika terjadi
kebakaran dan/atau ledakan jangan meniup asapnya)
S 42 - During fumigation/spraying wear suitable respiratory equipment
(appropriate wording to be specified by the manufacturer) (selama melakukan
pengasapan/penyemprotan kenakan peralatan pernapasan yang sesuai)
S 43 - In case of fire use ... (indicate in the space the precise type of fire-
fighting equipment. If water increases the risk add: Never use water) (Jika
menggunakan nyala api….tunjukkan di dalam ruang tipe peralatan pemadam
kebakaran yang tepat. Jika air dapat mengakibatkan risiko bertambah besar:
Jangan pernah menggunakan air).
S 45 - In case of accident or if you feel unwell seek medical advice
immediately (show the label where possible) (Jika terjadi kecelakaan atau
anda jatuh sakit maka langsung hubungan ahli medis).
S 46 - If swallowed, seek medical advice immediately and show this container
or label (Jika tertelan, segera mencari pertolongan medis dan tunjukkan
container atau label ini).
S 47 - Keep at temperature not exceeding ...°C (to be specified by the
manufacturer) (Simpan pada suhu atau tidak lebih dari …...°C (ditentukan
oleh perusahaan)
S 48 - Keep wetted with ... (appropriate material to be specified by the
manufacturer) (Dijaga agar tetap basah dengan ….(materi tertentu akan
ditentukan oleh perusahaan).

15
``

S 49 - Keep only in the original container (Hanya boleh disimpan di dalam


container asli)
S 50 - Do not mix with ... (to be specified by the manufacturer) (Jangan
dicampur dengan……akan ditentukan oleh perusahaan).
S 51 - Use only in well-ventilated areas (Hanya digunakan di dalam ruangan
yang berventilasi baik)
S 52 - Not recommended for interior use on large surface areas (Tidak
direkomendasikan untuk pemakaian di dalam ruang pada permukaan yang
luas).
S 53 - Avoid exposure – Obtain special instructions before use (Jangan
dibiarkan terbuka – Tunggu instruksi khusus baru dipakai)
S 56 - Dispose of this material and its container to hazardous or special waste
collection point (Buang materi ini dan kontainernya pada tempat khusus
pengumpulan bahan berbahaya atau limbah).
S 57 - Use appropriate containment to avoid environmental contamination
(Pergunakan wadah yang sesuai untuk mencegah cemaran dari lingkungan).
S 59 - Refer to manufacturer/supplier for information on recovery/recycling
(Hubungi perusahaan pembuat/penyalur untuk informasi perolehan
kembali/daur ulang).
S 60 - This material and its container must be disposed of as hazardous waste
(Bahan ini dan kontainernya harus dibuang sebgai limbah berbahaya)
S 61 - Avoid release to the environment. Refer to special instructions/safety
data sheet (cegah terbuang ke lingkungan. Sesuai dengan instruksi
khusus/lembar data keselamatan).
S 62 - If swallowed, do not induce vomiting: seek medical advice immediately
and show this container or label (Jika tertelah, jangan berusaha memuntahkan:
segera cari pertolongan medis dan tunjukkan container atau label ini).
S 63 - In case of accident by inhalation: remove casualty to fresh air and keep
at rest (Dalam hal kecelakaan karena menghirup: pindahkan korban ke udara
segar dan biarkan beristirahat).

16
``

S 64 - If swallowed, rinse mouth with water (only if the person is conscious)


((Jika tertelan, bilas mulut dengan air (jika orangnya sadar)).
S 1/2 - Keep locked up and out of the reach of children (Simpan ditempat
terkunci dan di luarb jangkauan anak-anak).
S 3/7 - Keep container tightly closed in a cool place (Simpan container dalam
keadaan tertutup di dalam tempat yang sejuk).
S 3/9/14 - Keep in a cool, well-ventilated place away from … (incompatible
materials to be indicated by the manufacturer) (Simpan di tempat sejuk,
tempat yang berventilasi bagus jauh dari …..sesuai petunjuk perusahaan)..
S 3/9/49 - Keep only in the original container in a cool, well-ventilated
place (Hanya boleh disimpan di dalam container asli di tempat sejuk, tempat
berventilasi baik)
S 3/9/14/49 - Keep only in the original container in a cool, well-ventilated
place away from … (incompatible materials to be indicated by the
manufacturer) (Hanya boleh disimpan di dalam container asli di tempat sejuk,
tempat berventilasi baik jauh dari ….materi yang yang tidak cocok dengannya
ditunjukkan oleh perusahaan).
S 3/14 - Keep in a cool place away from … (incompatible materials to
be indicated by the manufacturer) (Simpan di tempat sejuk jauh dari ….materi
yang tidak cocok dengannya ditunjukkan oleh perusahaan).
S 7/8 - Keep container tightly closed and dry (Kontainer disimpan dalam
keadaan tertutup rapat dan kering).
S 7/9 - Keep container tightly closed and in a well-ventilated place (Kontainer
disimpan dalam keadaan tertutup rapat dan di dalam ruang yang berventilasi
baik).
S 7/47 - Keep container tightly closed and at a temperature not exceeding
… oC (to be specified by the manufacturer) (Kontainer disimpan dalam
keadaan tertutup rapat dan pada suhu tidak lebih dari ….oC, ditentukan oleh
perusahaan).
S 20/21 - When using do not eat, drink or smoke (Pada saat dipakai jangan

17
``

makan, minum atau merokok).


S 24/25 - Avoid contact with skin and eyes (Hindari kontak dengan kulit dan
mata).
S 27/28 - After contact with skin, take off immediately all contaminated
clothing, and wash immediately with plenty of … (to be specified
by the manufacturer) (Setelah kena kulit, tanggalkan semua pakaian yang
terkontaminasi, dan segera dicuci dengan banyak air….akan ditentukan oleh
perusahaan).
S 29/35 - Do not empty into drains; dispose of this material and its
container in a safe way (Jangan tuang ke dalam saluran; buang bahan ini dan
kontainernya pada tempat dan cara yang aman).
S 29/56 - Do not empty into drains, dispose of this material and its
container at hazardous or special waste collection point (Jangan tuang ke
dalam saluran, buang bahan ini dan kontainernya pada tempat pembuangan
bahan berbahaya atau limbah tertentu).
S 36/37 - Wear suitable protective clothing and gloves (Kenakan pakaian
pelindung dan sarung tangan yang sesuai).
S 36/39 - Wear suitable protective clothing and eye/face protection (Kenakan
pakaian pelindung dan pelindung mata/muka yang sesuai).
S 37/39 - Wear suitable gloves and eye/face protection (Kenakan sarung
tangan dan pelindung mata/muka yang sesuai).
S 36/37/39 - Wear suitable protective clothing, gloves and eye/face protection
(Kenakan pakaian pelindung, sarung tangan, dan pelindung mata/muka yang
sesuai).
S 47/49 - Keep only in the original container at a temperature not exceeding
… oC (to be specified by the manufacturer) (Hanya boleh disimpan di dalam
container asli pada suhu tidak lebih dari ….oC akan ditentukan oleh
perusahaan).

18
``

Tabel Data Fisis dan Kimia


Cari data fisis dan kimia semua bahan kimia yang digunakan untuk semua
percobaan yang akan dilakukan selama satu semester untuk Mata Kuliah Lab
Kimia Organik. Data dapat dicari pada:
1) Handbook of Chemistry and Physics;
2) Fluka Chemika-BioChemika Catalogue

Pelarut organic, tuliskan data untuk semua pelarut oraganik yang digunakan pada
semua percobaan yang akan dipraktekkan (buat table baru seperti contoh di
bawah ini).
Nama Nama Rumus Berat Titik Tititk Berat Indeks Keterangan
Umum IUPAC Bangun Molekul didih leleh jenis bias
(b.p.) (m.p.)

19
``

Data campuran pelarut yang membentuk Azeotrop


Sistem Titik didih Azeotrop Titik Komposisi Jenis Azeotrop
Campuran komponen ya tidak didih azeotrop homogen Heterogen
o
( C) azeotrop

Risiko bahaya (R) dan Safety (S) senyawa organic

Nama Senyawa Rumus Bangun/ Frase R dan Frase S dan


Organik Struktur Keterangannya Keterangannya

20
``

Daftar Nama Produk dan Rumus Bangun


Nama Rumus Singkatan Sinonim Kegunaan
Produk/Dagang Bangun Umum
(jika ada)

21
``

PERCOBAAN II

JUDUL EKSTRAKSI CAIR-CAIR


TUJUAN 1) Dapat mengekstraksi asam benzoate dari larutan
toluene-asam benzoate;
2) Terampil melakukan ekstraksi cair-cair
menggunakan corong pemisah;
3) Dapat menjelaskan proses kristalisasi dan
rekristalisasi;
4) Terampil melakukan filtrasi vakum menggunakan
corong Buchner;
5) Terampil melakukan analisis titik leleh
menggunakan melting point appartus.

A. ALAT DAN BAHAN


 Alat
- Corong pemisah
- Corong buchner
- Gelas ukur 100 ml
- Erlenmeyer asa 300 ml + 250 ml
- Erlenmeyer vakum
- Labu takar 50 ml
- Pipet ukur 25 ml + 10 ml
- Gelas kimia 600 ml + 100 ml
- Pengaduk kaca
- Spatula
- Kertas saring
- Termometer
- Pompa vakum
- Labu alas bulat dan kondensor tegak
- Hot plate

22
``

- Pompa vakum
-
 Bahan :
- HCl 36%
- Pelet NaOH
- Aquades

B. DASAR TEORI

Ekstraksi cair-cair adalah adalah proses pemindahan suatu komponen


campuran cairan dari suatu larutan ke cairan yang lain (yaitu pelarutnya).Pada
suatu campuran dua caian yang larut ,salah satu adalah sebagai zat
terlarut(solute),dan yang lain adalah sebagai zat pembawanya (diluent).Jika
suatu campuran dimurnikan dengan bantuan campuran ketiga yang disebut
dengan zat pelarut(solven),dan zat pelarutnya tidak mudah larut atau larut
sebagian,maka akan terbentuk dua fasa larutan. Kejadian ini menunjukkan
bahwa zat pelarut larut bagian dengan zat pembawa atau dengan kedua zat
pembawa dan zat terlarutnya pada temperatur tersebut. Lapisan yang kaya zat
pelarut disebut dengan fasa ekstak dan lapisan yang lain disebut fasa rafinat.
Setelah kondisi kesetimbangan dicapai, pada analisis akan didapatkan bahwa
fasa ekstrak terdiri atas zat pelarut yang jenuh dengan acuan terhadap kedua
zat terlarut dengan zat pembawanya,dan fasa rafinat akan terdiri atas zat
pembawa yang jenuh dengan acuan terhadap kedua zat terlarut dan zat
pelarut. Selain itu didapatkan bahwa dengan dasar larutan bebas zat pelarut,
fasa ekstrak akan memiliki zat terlarut lebih banyak daripada fasa rafinat.
Proses pemisahan suatu campuran cairan yang saling larut dengan
menggunakan zat pelarut disebut dengan ekstraksi cair-cair.Karena ekstraksi
cair-cair menyangkut perpindahan massa dari suatu fasa cair ke fasa cair
kedua yang tidak mudah larut, prosesnya dapat ditempuh dengan berbagai
cara.

23
``

Karena ekstraksi merupakan proses kesetimbangan dengan efisiensi terbatas,


maka sejumlah tertentu analit akan tertahan di kedua fase. Kesetimbangan kimia
yang melibatkan perubahan pH, kompleksasi, pasangan ion, dan sebagainya
dapat digunakan untuk meningkatkan perolehan kembali analit dan/atau
menghilangkan pengganggu. Secara singkat proses ekstraksi cair-cair dapat
digambarkan seperti berikut ini.

Contoh yang sederhana menyangkut perpindahan suatu komponen dari


sebuah campuran biner ke fasa cair kedua yang tidak mudah larut. Misalnya
ekstraksi cair-cair pada suatu limbah cair yang tercampur dengan suatu
campuran organik. Hal ini biasa disebut dengan stripping atau absorption

24
``

dimana massa dipindahkan dari suatu fasa ke fasa yang lain, seperti ilustrasi
di bawah ini.

umpan Pelarut
C
A+B

Rafinat K
Ekstraktor Kolom
B distilasi

Pada proses ekstraksi ini dapat digambarkan sebagai berikut : umpan (yang
akan diekstrak) terdiri atas dua komponen A dan B. A adalah komponen yang
akan diekstrak (zat terlarut).Ekstraksi terjadi pada bantuan zat pelarut
(komponen C).Umpan dan pelarut dicampurkan pada suatu peralatan yang
dirancang khusus dan kemudian kedua fasa dipisahkan satu sama lain.Fasa
hasil pemisahan yang banyak mengandung komponen C (pelarut) disebut
ekstrak.Fasa yang lain disebut rafinat yang banyak mengandung komponen
B.Komponen A akan dialirkan diantara kedua fasa.
Ekstraksi cair-cair merupakan suatu cara pemisahan berdasarkan
perbandingan distribusi zat tersebut yang terlarut dalam dua pelarut yang
tidak saling melarutkan.Perbandingan distribusi disebut koefisien distribusi
(K).
konsentrasi zat terlarut dalam pelarut pertama
K =
konsentrasi zat terlarut dalam pelarut kedua
Proses pemurnian senyawa organik hampir semuanya dirumuskan melalui
proses ekstraksi,yaitu pemisahan,senyawa cair dari pelarut air oleh pelarut
organik dengan cara mengocok dalam corong pemisah.
Pada percobaan ini,akan memisahkan asam benzoat dalam campuran toluena
asam benzoat,campuran dimasukkan ke dalam corong pemisah dan
ditambahkan larutan NaOH,dikocok untuk memudahkan pemisahan.Setelah

25
``

corong didiamkan,maka temperatur dicorong pemisah terbentuk dua


campuran,lapisan bawah berisi larutan yang mempunyai massa jenis lebih
besar dibandingkan dengan lapisan atasnya.Lapisan bawah dipisahkan dan
dikeringkan kemudian memperoleh asam benzoat kristal.
Cara ekstraksi seperti di atas disebut juga proses pengocokan atau ekstraksi
jangka pendek,sebab ada ekstraksi jangka panjang dengan memakai alat
tertentu dan pemanasan.Contoh ekstraksi jangka panjang adalah pemisahan
senyawa organik dari bahan alam,misalnya pemisahan kafein dari daun teh
atau buah kopi.

Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu
campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara
teknis dalam skala besar misalnya untuk memperoleh vitamin, antibiotika,
bahan-bahan penyedap, produk-produk minyak bumi dan garam-garam.
logam. Proses ini pun digunakan untuk membersihkan air limbah dan larutan
ekstrak hasil ekstraksi padat cair. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila
pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan
(misalnya karena pembentukan aseotrop atau karena kepekaannya terhadap
panas) atau tidak ekonomis. Seperti halnya pada proses ekstraksi padat-cair,
ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran
secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan kedua fasa cair
itu sesempurna mungkin.

Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu ekstrak


meninggalkan pelarut yang pertarna (media pembawa) dan masuk ke dalam
pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi
dan pelarut tidak. saling melarut (atau hanyadalam daerah yang sempit). Agar
terjadi perpindahan masa yang baik yang berarti p erformansi ekstraksi yang
besar haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluasmungkin di
antara kedua cairan tersebut. Untuk itu salah satu cairan distribusikan
menjaditetes-tetes kecil (misalnya dengan bantuan perkakas pengaduk). Tentu

26
``

saja pendistribusian initidak boleh terlalu jauh, karena akan menyebabkan


terbentuknya emulsi yang tidak dapat lagiatau sukar sekali dipisah.
Turbulensi pada saat mencampur tidak perlu terlalu besar. Yang penting
perbedaan konsentrasi sebagai gaya penggerak pada bidang batas tetap ada.
Hal ini berarti bahwa bahan yang telah terlarutkan sedapat mungkin segera
disingkirkan dari bidang batas. Pada saat pemisahan, cairan yang telah
terdistribusi menjadi tetes-tetes hanis menyatu kembali menjadi sebuah fasa
homogen dan berdasarkan perbedaan kerapatan yang cukup besar dapat
dipisahkan dari cairan yang lain. Kecepatan pembentukan fasa homogen yang
diikuti dengan menentukan output sebuah ekstraktor cair-cair. Kuantitas
pemisahan persatuan waktu dalam hal ini semakin besar jika permukaan
lapisan antar fasa di dalam alat semakin luas. Sama haInya seperti pada
ekstraksi padat-cair,alat ekstraksi tak kontinu dan kontinu yang akan dibahas
berikut ini seringkali merupakan bagian dari suatu instalasi lengkap. Instalasi
tersebut biasanya terdiri atas ekstraktor yang sebenarnya (dengan zone-zone
pencampuran dan pemisahan) dan sebuah peralatan yangdihubungkan di
belakangnya (misalnya alat penguap, kolom rektifikasi) untuk mengisolasi
ekstrak atau memekatkan larutan ekstrak dan mengambil kembali pelarut.

Pertimbangan pemakaian proses ekstraksi sebagai proses pemisahan antara


lain:

1) Komponen larutan sensitif terhadap pemanasan jika digunakan


distilasi meskipun padakondisi vakum
2) Titik didih komponen-komponen dalam campuran berdekatan
3) Kemudahan menguap (volatility) komponen-komponen hampir sama.
Ekstraksi cair-cair ditentukan oleh distribusi Nerst atau hukum partisi
yang menyatakan bahwa ”pada konsentrasi dan tekanan yang konstan, analit
akan terdistribusi dalam proporsi yang selalu sama diantara dua pelarut yang
saling tidak campur”. Perbandingan konsentrasi pada keadaan setimbang di

27
``

dalam 2 fase disebut dengan koefisien distribusi atau koefisien partisi (KD)
dan diekspresikan dengan:

[𝑆]
𝐾𝐷 =
[𝑆]

Di mana [S]org dan [S]aq masing-masing merupakan konsentrasi analit dalam


fase organik dan dalam fase air; KD merupakan koefisien partisi atau distribusi.
Dalam prakteknya, analit seringkali berada dalam bentuk kimia yang
berbeda karena adanya disosiasi (ionisasi), protonasi, dan juga kompleksasi
atau polimerisasi karenanya ekspresi yang lebih berguna adalah rasio
distribusi atau rasio partisi (D) yang diekspresikan dengan:

(𝐶𝑠)
𝐷=
(𝐶𝑠)

(Cs)org dan (Cs)aq masing-masing merupakan konsentrasi total analit (dalam


segala bentuk) dalam fase organik dan dalam fase air; D merupakan rasio
partisi.
Jika tidak ada interaksi antar analit yang terjadi dalam kedua fase maka nilai
KD dan D adalah identik.
Analit yang mempunyai rasio distrbusi besar (10 4 atau lebih) akan
mudah terekstraksi ke dalam pelarut organik meskipun proses kesetimbangan
(yang berari 100% solut terekstraksi atau tertahan) tidak pernah terjadi.
Kebanyakan ekstraksi dilakukan dengan menggunakan corong pisah dalam
waktu beberapa menit. Akan tetapi untuk efektifitas ekstraksi analit dengan
rasio distribusi yang kecil (< 1) hanya dapat dicapai dengan mengenakan
pelarut baru pada larutan sampel secara terus-menerus. Hal ini dapat dilakuan
dengan refluks menggunakan alat yang didisain secara khusus yaitu suatu alat
ekstraktor secara terus-menerus.

28
``

Alat ekstraksi secara terus-menerus :

1) pelarut pengekstraksi kurang rapat dibanding dengan larutan yang


mengandung solut yang akan diekstraksi.
2) pelarut pengekstraksi lebih rapat dibanding dengan larutan yang
mengandung solut yang akan diekstraksi.

Pelarut organik yang dipilih untuk ekstraksi pelarut adalah: mempunyai


kelarutan yang rendah dalam air (<10%), dapat menguap sehingga
memudahkan menghilangkan pelarut organik setelah dilakukan ekstraksi, dan
mempunyai kemurnian yang tinggi untuk meminimalkan adanya kontaminasi
sampel.

Kristalisasi
Kristalisasi adalah salah satu teknik pemisahan campuran dimana dalam
suatu sistem dilakukan transfer massa zat terlarut dari larutan untuk membentuk
padatan berbentuk kristal.
Proses Kristalisasi terdiri atas dua tahapan utama, pertama ialah nukleasi
dan yang kedua ialah pertumbuhan kristal. Nukleasi adalah langkah awal dimana
molekul padatan yang terdispersi di dalam larutan akan berkumpul dan
membentuk ikatan, berkumpulnya padatan ini membentuk bibit kristal berukuran
nanometer (sangat kecil), tetapi bibit kristal ini belum stabil, diperlukan besar
ukuran tertentu sehingga bibit-bibit kristal ini berada dalam keadaan stabil.
Dengan mengontrol kondisi tertentu (Temperatur, tingkat kejenuhan
(supersaturated), tekanan, dll) dalam sistem, maka pembentukan bibit kristal
dengan ukuran yang cukup besar dapat terjadi. Peristiwa nulkleasi ini merupakan
proses perombakan struktur atomnya, jadi bukan hanya pada tingkatan sifat
makroskopisnya, melainkan terjadi penata ulangan atom-atom dalam senyawa
tersebut membentuk struktur kristal.
Pertumbuhan kristal merupakan proses lanjutan dari nukleasi, dimana nuklei atau
bibit kristal yang telah mencapai besar ukuran tertentu akan mengikat atom-atom

29
``

lain membentuk struktur kristal yang sama sehingga ukuran kristal akan semakin
besar. Terjadinya pertumbuhan kristal ini hanya dapat terjadi karea sistem terlalu
jenuh (oleh senyawa pembentuk kristal), sehingga ukuran kristal akan bertambah
besar secara terus menerus sampai sistem (larutan) tidak lagi dalam keadaan
sangat jenuh.

Teknik dalam Proses Kristalisasi Buatan


Dalam proses kristalisasi yang paling penting untuk diperhatikan ialah
sistem berada dalam keadaan sangat-sangat jenuh, dimana zat terlarut yang
terdapat dalam larutan lebih banyak dari batas kelarutan dalam pelarut tersebut.
Kondisi ini dapat diperoleh dengan beberapa cara:
1) Pendinginan larutan
2) Penambahan pelarut lain sehingga kelarutan zat terlarut akan berkurang
drastis (Drown-out/Antisolvent)
3) Reaksi Kimia
4) Evaporasi
5) Perubahan pH sehingga zat terlarut lebih cenderung membentuk kristal
dari pada larutan.
Dari lima cara tersebut, yang paling sering digunakan dalam skala industri ialah
metode perubahan pH sistem.

Penggunaan Kristalisasi Sebagai Proses Pemurnian Senyawa


Metode pemurnian senyawa dengan kristalisasi sering disebut dengan
rekristalisasi. Pemurnian senyawa ditujukan untuk menghilangkan pengotor
dalam senyawa sehingga meningkatkan kemurnian atau konsentrasinya.
Kristalisasi merupakan salah satu metode untuk mendapatkan suatu senyawa
dalam keadan sangat murni, karena struktur yang terbentuk dalam proses
kristalisasi merupakanan penata ulangan atom-atom membentuk struktur yang
sangat spesifik.

Penggunaan Kristalisasi
Ada banyak sekali penggunaan kristalisasi dalam dunia industri, diantaranya:

30
``

1) Industri garam dapur menggunakan konsep kristalisasi dalam membuat


kristal garam.
2) Industri kaca menggunakan teori kristalisasi silika untuk membuat kaca.
3) Industri gula pasir, gula pasir merupakan kristal glukosa dimana proses
produksinya melibatkan proses kristalisasi.
4) Industri makanan, seperti produksi bubuk kopi instant yang tanpa ampas,
menggunakan metode kristalisasi, sehingga kristal kafein dan gula dapat
larut dengan cepat di air panas.
5) Dan lain lain.
Jadi pengertian kristalisasi adalah proses pembentukan senyawa dari larutan yang
sangat jenuh dengan kemurnian tinggi. Penggunaan kristalisasi sangat umum
dilakukan dalam dunia industri.

Ilustrasi Proses Kristalisasi

31
``

Skema ekstraksi asam benzoate dari larutan toluene-asam benzoate dan


merekristalisasi ekstrak yang diperoleh, sebagai berikut.

C6H5CH3 NaCl
HCL
H2 O
C6H5COOH NaOH
ekstraksi
C6H5CH3

HCl
C6H5COONa pengasaman

NaOH penyaringan

H2 O

C6H5COOH

Bahan dan tetapan fisisnya


Bahan t.l 0C t.d 0C np 
g/cm3
Toluen -95 110,6 1,4961 0,8669
Asam 122,4 249 1,504 1,2659
benzoat

PROSEDUR KERJA

1) Dibuat larutan NaOH 10% sebanyak 30 ml dengan melarutkan 3 g NaOH


dalam 30 mL air (hati-hati panas);
2) Disiapkan larutan HCl 10% sebanyak 50 ml

32
``

3) Dipipet 30 ml larutan toluen-asam benzoat ke dalam corong pisah dengan


teliti
4) ditambahkan 15 ml larutan NaOH 10% yang telah dingin ke dalam corong
pisah, kocok dan biarkan sampai terbentuk dua lapisan (tunjukkan yang
mana fasa air?)
5) Dipisahkan lapisan air ke dalam erlenmeyer
6) Fase organik (lapisan toluena) ditambahkan lagi 15 ml NaOH 10% dan
kocok kemudian biarkan terpisah. Dipisahkan fase air ke dalam
erlenmeyer yang lain. Tampung fase organik dalam botol yang telah
disiapkan dan perlihatkan pada pembimbing.
7) Ditambahkan HCl 10% ke dalam masing-masing erlenmeyer tadi untuk
mengasamkan hingga pH kurang dari 2.
8) Disaring endapan yang terbentuk dari masing-masing ekstrak
menggunakan corong Buchner dengan kertas saring yang berbeda. Jangan
membilas dengan air, tetapi gunakanlah sedikit filtrat yang jernih.
9) Dikeringkan masing-masing endapan yang diperoleh dalam oven vakum
pada suhu 500C sampai beratnya tetap.
10) Dianalisis masing-masing endapan yang diperoleh, meliputi persentase
perolehan, titik leleh, dan komponen dengan KLT.

PROSEDUR PEMURNIAN
Pemurnian dapat dilakukan jika hasil analisis menunjukkan bahwa hasil
analisis yang diperoleh belum murni.
1) Dimasukkan asam benzoat yang dihasilkan ke dalam labu alas bulat 250
ml berleher dua
2) Ditambahkan 40 ml air, pasang kondensor dan thermometer kemudian
panaskan campuran dengan penangas minyak hingga mendidih.
3) Jika padatan belum larut semua, tambahkan lagi air hingga semua
padatan larut.

33
``

4) Disaring segera larutan panas dengan penyaringan biasa secara hati-hati.


Bilas labu dengan air panas untuk melarutkan Kristal yang tersisa.
(Dilakukan jika terdapat kotoran pada larutan.)
5) Didinginkan larutan pada suhu kamar
6) Disaring dengan penyaringan vakum menggunakan corong Buchner
7) Filtrat disimpan dalam lemari es. Jika terbentuk Kristal, disaring sebagai
fraksi kedua.
8) Kristal yang diperoleh dikeringkan pada cawan penguapan dalam oven
pada suhu 500C sampai beratnya konstan.
9) Dilakukan analisis terhadap hasil yang diperoleh, meliputi: persen
perolehan, titik leleh, dan KLT.

DATA PENGAMATAN

1) Bahan dan data fisisnya

No Nama Rumus Bangun R S Titik Titik Berat Jumlah


Bahan leleh didih molekul (berat
atau
volume)

2) Hasil-hasil penimbangan

Data hasil penimbangan:

34
``

3) Hasil pengukuran titik leleh

Hasil pengukuran titik leleh:


a. Pembanding : ………………………………
b. Hasil : ……………………………….

4) Hasil analisis KLT

Gambar pelat KLT

Nilai Rf pembanding : ………………………………

Nilai Rf hasil : ………………………………

PEMBAHASAN HASIL PERCOBAAN

35
``

36
``

Kesimpulan

37
``

DAFTAR PUSTAKA

38
``

PERCOBAAN III

JUDUL HIDROLISIS METIL SALISILAT


TUJUAN 1) Terampil mengoperasikan peralatan refluks;
2) Terampil melakukan pemisahan hasil reaksi dengan
menerapkan metode ekstraksi;
3) Terampil melakukan proses kristalisasi dan
rekristalisasi;
4) Terampil melakukan filtrasi vakum menggunakan
corong Buchner;
5) Dapat menentukan persentase perolehan hasil reaksi
hidrolisis.

A. Alat dan Bahan


 Alat
 Labu Alas Bulat
 Kondensor Tegak (Refluks)
 Penangas Minyak Parafin
 Gelas Ukur 500 ml
 Corong Buchner
 Erlenmeyer Asa 250 ml
 Gelas kimia 500 ml
 Pompa vakum
 Spatula
 Batang Pengaduk
 Labu Semprot
 Selang Karet
 Klem
 Bahan
 Metil Salisilat
 NaOH

39
``

 Asam Sulfat

B. Dasar Teori

Asam Salisilat
Asam salisilat dengan rumus molekulnya C7H6O3 dengan berat
molekul 138,12 g/mol tersebar luas pada berbagai tumbuhan dalam bentuk
molekul-molekul gula. Ester ini biasanya tidak dalam keadaan bebas, tetapi
dalam bentuk molekul-molekul gula.
Spesifikasi yang dimiliki oleh asam salisilat :
a. titik lelehnya 158o C – 161o C
b. Berbau aromatik
c. Berwarna putih
d. Residunya tidak lebih 0,05 %

Skema Reaksi

ONa
A

ONa
A

40
``

Tetapan Fisis Asam


Metil Salisilat H2SO4 NaOH
(Literatur) Salisilat
Gr/mol 139,00 152,14 98,08

T. Leleh (C) 159 – 8,3 10,49 40,00


20
T. Didih (C) 211 222,2 340 1390

 (gr/cm3) 1,433 20/4 1,82 25/25 1,834 18/4 318,4

nD 1,565 1,536 1,427 2,130


Metil Salisilat
Metil salisilat merupakan salah satu zat kimia yang sangat penting dalam
industri kimia dengan rumus bangunnya :

Senyawa ini diproduksi dengan dua cara, yaitu


a. Cara alami
Metil salisilat dapat diproduksi melalui hidrolisis pada glukosa
Glautheria oleh enzim Gautherasayang terdapat pada daun tumbuhan
ghauterapracum juga pada kulit kayu Betula Lenta Linne. Selain itu dapat
puyla ditemukan pada akar tanaman Spirea ulmaira, filipendula dan
beberapa jenis spirea lain . Adapun sumber pokok metal salisilat lain
adalah bunga Acacia farnencian dan Acacia lavenia.

b. Cara sintetik

41
``

Metil salisilat dapat diperoleh dengan cara sintesa melalui suatu reaksi
esterifikasi dari asam salisilat dengan methanol dengan asam sulfat
sebagai katalisnya.

Metil salisilat mempunyai sifat-sifat dan karakteristik tertentu yaitu :

a. Kelarutan, metil salisilat sukar larut dalam air, tetapi larut dalam
alcohol.
b. Warna berwarna kekuning-kuningan, putih, dan kemerah-merahan.
c. Spesifik grafitinya antara 1,180 s/d 1,185
d. Titik didihnya 219C s/d 224C
e. Mempunyai bau khas yang aromatic
f. Indeks bias 1,535s/d 1,538
g. Berat jenis, dalam bentuk sintetik 1,180 g/cm3 1,185 g/cm3 dan bentuk
alaminya 1,76 g/cm3 s/d 1,85 g/cm3.
h. Disimpan dalam wadah yang tertutup
Metil salisilat banyak digunakan pada industri makanan sebagai flavour dan
senyawa ini juga terutama digunakan pada dunia farmasi sebagai campuran
dari berbagai jenis obat-obatan,antiseptic dan antifungi.

Ester dihidrolisis dari konstitusi asam karboksilat dan alkohol dalam


kondisi asam atau basa. Dalam percobaan ini metil salisilat, sebagai ester
minyak dari tumbuh-tumbuhan gandapura. Hasil hidrolisis ini, disamping
metanol dan air yaitu garam natrium dari asam salisilat. reaksi campuran
adalah pengasaman dengan asam sulfat termasuk garam natrium sebagai asam
bebas. Reaksi keseluruhan adalah asam salisilat dan metanol. Asam salisilat
dalam bentuk padat, dan dapat dimurnikan dengan cara kristalisasi.
Ester dari konstitusi asam karboksilat dan alkohol dihidrolisis dalam
kondisi asam atau basa. Dalam percobaan ini metil salisilat, sebagai ester
minyak dari tumbuh-tumbuhan gandapura. Hasil hidrolisis ini, disamping
metanol dan air yaitu garam natrium dari asam salisilat. Dengan
mengasamkan campuran hasil reaksi dengan asam sulfat maka akan

42
``

dibebaskan asam salisilat. Reaksi keseluruhan adalah asam salisilat dan


metanol. Asam salisilat mengendap dalam bentuk kristal padat, dan dapat
dipisahkan dan dimurnikan dengan cara kristalisasi dan rekristalisasi.
Secara teknis, hidrolisis adalah sebuah reaksi dengan air. Reaksi inilah yang
sebenarnya terjadi ketika ester dihirolisis dengan air atau dengan asam encer
seperti asam hidroklorat encer.Hidrolisis ester dengan basa melibatkan reaksi
dengan ion-ion hidroksida, tetapi hasil keseluruhannya sangat mirip sehingga
dikategorikan dalam hidrolisis dengan air atau asam encer.

Hidrolisis menggunakan air atau asam encer

Reaksi dengan air murni sangat lambat sehingga tidak pernah digunakan. Reaksi
ini dikatalisis oleh asam encer, sehingga ester dipanaskan di bawah refluks
dengan sebuah asam encer seperti asam hidroklorat encer atau asam sulfat encer.

Hidrolisis menggunakan basa encer

Ini merupakan cara yang lazim digunakan untuk menghidrolisis ester. Ester
dipanaskan di bawah refluks dengan sebuah basa encer seperti larutan natrium
hidroksida.
Ada dua kelebihan utama dari cara ini dibanding dengan menggunakan asam
encer. Reaksinya berlangsung satu arah dan tidak reversibel, dan produknya lebih
mudah dipisahkan.
Jika anda menginginkan terbentuk asam bukan garamnya, anda harus
menambahkan asam kuat yang berlebih seperti asam hidroklorat encer atau asam
sulfat encer ke dalam larutan yang tersisa setelah distilasi pertama. Jika anda
melakukan ini, campuran akan dibanjiri dengan ion-ion hidrogen. Ion-ion
hidrogen ini ditangkap oleh ion-ion etanoat (atau ion paropanoat atau ion apapun)
yang terdapat dalam garam membentuk asam etanoat (atau asam propanoat, dan
lain-lain). Karena asam-asam ini adalah asam lemah, maka ketika bergabung

43
``

dengan ion hidrogen, cenderung tetap bergabung. Sekarang asam karboksilat bisa
dipisahkan dengan distilasi.

Contoh reaksi hidrolisis ester

Reaksi hidrolisis ester dalam suasana asam menghasilkan asam karboksilat dan
alkohol, namun bila reaksi hidrolisis dilangsungkan dalam suasana basa diperoleh
garam karboksilat dan alkohol. Hidrolisis ester dengan basa disebut reaksi
Penyabunan (Saponifikasi).

Reaksi dengan Amonia

Produk reaksi antara ester dengan amonia adalah suatu amida dan suatu alkohol.
Contoh : reaksi antara etil asetat dengan amonia menghasilkan asetamida dan
etanol.

CH3COOC2H5 + NH3 → CH3CONH2 + C2H5OH

44
``

Transesterifikasi

Jika suatu ester direaksikan dengan suatu alkohol maka akan diperoleh ester baru
dan alkohol baru. Reaksi ini disebut reaksi transesterifikasi yang dapat
berlangsung dalam suasana asam dan basa mengikuti pola umum berikut ini.

RCOOR1 + R”OH ↔ RCOOR” + R1OH

Reaksi diatas disebut transesterifikasi karena terjadi pertukaran antara gugus alkil
dalam –OR1 pada ester dengan gugus alkil dalam ikatan R”O.

Contoh reaksi antara suatu trigliserida dengan metanol.

Reaksi dengan pereaksi Grignard

Reaksi antara suatu ester dengan pereaksi Grignard merupakan cara istimewa
dalam pembuatan alkohol tersier. Pola umum dari reaksi ini adalah sebagai
berikut.

Bila keton yang diperoleh di atas direaksikan lebih lanjut dengan R’’MgX maka
pada akhirnya diperoleh suatu alkohol terseir menurut persamaan reaksi berikut
ini.

45
``

SIFAT FISIKA DAN KEGUNAAN ESTER

Ester yang memiliki 3 sampai 5 atom karbon dapat larut dalam air dan selebihnya
tidak larut dalam air. Ester merupakan kelompok senyawa organik yang memiliki
aroma yang wangi seperti bunga dan buah sehingga banyak digunakan sebagai
pengharum (essence), sarirasa dalam industri makanan dan minuman. Ester yang
digunakan biasanya yang berwujud cair pada suhu dan kamar.

Titik leleh dan titik didih ester lebih rendah dibanding asam karboksilat dan
alkohol asamnya. Hal ini disebabkan dalam ester tidak terbentuk ikatan hidrogen
antarmolekulnya sedangkan pada alkohol dan asam karboksilat terjadi ikatan
hidrogen antarmolekulnya. Adanya ikatan hidrogen inilah yang menyebabkan
titik leleh dan titik didih alkohol asalnya lebih tinggi.

Kelompok ester yang memiliki aroma buah disajikan pada tabel berikut ini,
(dikutib dari wikipedia.org).

Strutur Nama Aroma atau terdapat di


Alil hexanoate Nenas

Benzil asetat pir , strawberry , melati

46
``

butil butirat Nenas

Etil butirat pisang, nanas, stroberi

etil heksanoat nanas, pisang lilin hijau

etil sinamat kayu manis

Etil format cherry, raspberry,


strawberry
Etil heptanoat aprikot, ceri, anggur,
raspberi
Etil isovalerat Apel

C. Perlindungan Lingkungan dan Keselamatan Kerja


Asam Salisilat
R 22 : Berbahaya apabila tertelan.
S 22 : Jangan menghirup debunya.
S 24/25 : Hindari sentuhan dengan kulit dan kena mata.

Metil Salisilat
R 11 : Sangat mudah terbakar.
R 23/25 : Keracunan apabila terhirup dan tertelan.
.
Asam Sulfat ( H2SO4 )

47
``

R 35 : Dapat menyebabkan luka bakar yang berat.


S2 : Simpan diluar jangkauan anak-anak
S 26 : Apabila terkena mata, segera bilas dengan air sebanyak
mungkin dan bawalah segera ke balai pengobatan.

D. Gambar Rangkaian Alat

E. Prosedur Percobaan
1) Buat larutan H2SO4 1M sebanyak 200 mL dengan mengencerkan asam
sulfat pekat (awas panas, eksotermis)
2) Larutkan secara hati-hati (panas) 10 gram NaOH dalam 50 ml air dan
dinginkan sampai suhu kamar.
3) Setelah larutan NaOH dingin, kemudian dicampurkan dengan 5 g (0,033
mol) metil salisilat secara hati-hati dalam labu alas bulat 250 mL berleher
dua.. Padatan putih akan segera terbentuk tetapi akan larut bila
dipanaskan.

48
``

4) Tambahkan 1—2 batu didih ke dalam campuran untuk mencegah


terbentuknya buih pada waktu larutan dipanaskan. Pasang kondensor
refluks dan thermometer pada labu alas bulat.
5) Panaskan larutan dengan penangas minyak dan didihkan larutan selama
20 menit.
6) Dinginkan larutan hingga suhu kamar, kemudian dipindahkan ke dalam
gelas kimia 250 ml, dan ditambahkan secara perlahan-lahan H2SO4 1M
sampai campuran bersifat asam, yaitu pH < 7 pada kertas pH . (H2SO4
yang ditambahkan biasanya 120—150 mL.)
7) Setelah pH < 7, tambahkan lagi 15 mL H2SO4 1M hingga terbentuk
endapat asam salisilate.
8) Dinginkan campuran dalam bak es-garam (77 : 33) hingga temperatur
sekitar 0C.
9) Saring vakum campuran dengan menggunakan corong buchner dan kertas
saring.
10) Tambahkan lagi H2SO4 1M ke dalam filtrate, jika terbentuk endapan,
saring sebagai fraksi kedua.
11) Kristal yang diperoleh dikeringkan pada cawan penguapan dalam oven
vakum pada 50C sampai beratnya konstan.

 Pemurnian
1) Masukkan asam salisilat yang diperoleh (hasil hidrolisis) ke dalam alas
bulat 250 mL berleher dua.
2) Tambahkan air suling sebanyak 70 ml, pasang kondensor dan
thermometer kemudian panaskan csmpuran dengan menggunakan
penangas minyak hingga mendidih.
3) Jika padatan belum larut semuanya, tambahkan lagi air hingga semua
padatan larut.

49
``

4) Saring segera larutan panas dengan penyaringan biasa secara hati-hati.


Bilas labu dengan air panas untuk melarutkan kristal yang tersisa.
(Dilakukan bila terdapat kotoran pada larutan).
5) Dinginkan larutan (filtrat) pada suhu kamar.
6) Kristal yang terbentuk disaring dengan penyaringan vakum,
menggunakan corong Buchner.
7) Filtrat disimpan dalam lemari es, jika terbentuk Kristal, saring sebagai
fraksi kedua.
8) Kristal yang diperoleh dikeringkan pada cawan penguapan dalam oven
vakum pada suhu 50oC sampai beratnya konstan
9) Lakukan analisis terhadap hasil yang diperoleh.

F. Produk : ASAM SALISILAT

G. Metode : HIDROLISIS

H. Literatur :
 Doyle M.P, Mungali W.S., “ Experimental Organic Chemistry”, John
Wiley & Sons 1980

 Handbook of Chemistry and Physics


 Fluka Chemica – Bio Chemica catalogue

50
``

DATA PENGAMATAN

1) Bahan dan data fisisnya

No Nama Rumus Bangun R S Titik Titik Berat Jumlah


Bahan leleh didih molekul (berat
atau
volume)

2) Hasil-hasil penimbangan

Data hasil penimbangan:

51
``

 Hasil pengukuran titik leleh

Hasil pengukuran titik leleh:


a. Pembanding : ………………………………
b. Hasil : ……………………………….

 Hasil analisis dengan spektrofotometer FT-IR

Gambar Spektrum FT-IR pembanding

52
``

Gambar spectrum FT-IR hasil

PEMBAHASAN HASIL PERCOBAAN

53
``

54
``

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

55
``

PERCOBAAN IV

JUDUL SINTESIS METIL SALISILAT


TUJUAN 1) Terampil membuat campuran reaktan dan katalis
eksoterm;
2) Terampil merangkai peralaatan refluks, dapat
memasang kondensor tegak;
3) Terampil melakukan proses kristalisasi dan
rekristalisasi;
4) Dapat menganalisis kemurnian hasil hidrolisis dengan
kromatografi lapisan tipis (KLT) dan titik leleh;
5) Dapat menentukan titik leleh menggunakan melting
point apparatus.

A. Alat dan Bahan


 Alat
 Labu Alas Bulat 500 ml
 Kondensor Refluks
 Termometer Asa
 Termometer Biasa
 Penangas Minyak Parafin
 Gelas Ukur 500 ml
 Corong Pisah
 Erlenmeyer Asa
 Gelas kimia 500 ml
 Spatula

56
``

 Batang Pengaduk
 Labu Semprot
 Selang Karet
 Klem
 Tabung Reaksi Berskala

 Bahan
 Asam salisilat
 Methanol
 H2SO4
 Pelat KLT

B. Dasar Teori
Asam Salisilat
Asam salisilat dengan rumus molekulnya C7H6O3 dengan berat
molekul 138,12 g/mol tersebar luas pada berbagai tumbuhan dalam bentuk
molekul-molekul gula. Ester ini biasanya tidak dalam keadaan bebas, tetapi
dalam bentuk molekul-molekul gula.
Spesifikasi yang dimiliki oleh asam salisilat :
e. titik lelehnya 158o C – 161o C
f. Berbau aromatik
g. Berwarna putih
h. Residunya tidak lebih 0,05 %

57
``

Asam Salisilat Metil Salisilat

Data fisis
Tetapan Fisis Asam
Metanol H2SO4 NaHCO3 CaCl2
(Literatur) Salisilat
Gr/mol 138,12 32,04 98,08 84,01 110,99

T. Leleh (C) 159 – 10,49 270 772

T. Didih (C) 21120 64,7 340 – > 1600


20/4 
 (gr/cm3) 1,433 20/4 0,792 1,834 2,20 2,152
18/4 15/4
nD 1,565 0,9414 1,500
1,427 1,52

Metil Salisilate
Metil Salisilate merupakan salah satu zat kimia yang sangat penting dalam
industri kimia dengan rumus bangun sebagai berikut :

58
``

Senyawa ini diproduksi dengan dua cara sebagai berikut.

c. Cara alami
Metil Salisilate dapat diproduksi melalui hidrolisis pada glukosa
Glautheria oleh enzim Gautherasayang terdapat pada daun tumbuhan
ghauterapracum juga pada kulit kayu Betula Lenta Linne. Selain itu dapat
puyla ditemukan pada akar tanaman Spirea ulmaira, filipendula dan
beberapa jenis spirea lain . Adapun sumber pokok metal salisilat lain
adalah bunga Acacia farnencian dan Acacia lavenia.

d. Cara sintetik
Metil Salisilate dapat diperoleh dengan cara sintesa melalui suatu
reaksi esterifikasi dari asam salisilat dengan methanol dan asam sulfat
sebagai katalisnya.

Metil Salisilate mempunyai sifat-sifat dan karakteristik tertentu yaitu :

a) Kelarutan, Metil Salisilate sukar larut dalam air, tetapi larut dalam
alcohol.
b) Warna berwarna kekuning-kuningan, putih, dan kemerah-merahan.
c) Spesifik grafitinya antara 1,180 s/d 1,185
d) Titik didihnya 219o C s/d 224o C
e) Mempunyai bau khas yang aromatic
f) Indeks bias 1,535s/d 1,538
g) Berat jenis, dalam bentuk sintetik 1,180 g/cm3 1,185 g/cm3 dan bentuk
alaminya 1,76 g/cm3 s/d 1,85 g/cm3.

59
``

h) Disimpan dalam wadah yang tertutup


Metil Salisilate banyak digunakan pada industri makanan sebagai
flavour dan senyawa ini juga terutama digunakan pada dunia farmasi sebagai
campuran dari berbagai jenis obat-obatan,antiseptic dan antifungi.

Metil Salisilate (minyak wintergreen atau wintergreen oil) adalah suatu


ester organik yang secara alami diproduksi oleh banyak
spesies tanaman . Beberapa tanaman yang memproduksinya
disebut wintergreens, maka nama umumnya wintergreen. Metil Salisilate
(Pestisida Kimia Kode 076.601) adalah konstituen utama minyak dari
wintergreen yang merupakan minyak wangi alami. Metil Salisilate mempunyai
sifat tidak berwarna, kekuningan atau kemerahan berminyak cair dengan bau dan
rasa wintergreen . nama lain untuk Metil Salisilate meliputi: Minyak Wintergreen
(sintetis), Wintergreen Oil (sintetis), Gautheria Oil (buatan), minyak Birch Manis,
Minyak Betula, dan Minyak Teaberry.
Rumus kimia molekuler untuk Metil Salisilate adalah C8H8O3. Berat
molekul untuk Metil Salisilate adalah 152,15 dengan komposisi terdiri atas:
C : 63,15%
H : 5,3 %
O : 31,55%
Metil Salisilate dapat dibuat melalui esterifikasi asam salisilat .
Penggunaan zat ini dalam pengobatan didasarkan pada kenyataan bahwa asam
salisilat itu bermanfaat terhadap respon fisiologi. Jika terjadi penyerapan maka
penyerapan mudah terjadi melalui membrane usus, aksi rancangan dan eleminasi
melalui esterifikasi turunan gugus karboksilat.
Asam salisilat (asam ortohidroksibenzoat) merupakan asam yang bersifat
iritan lokal, yang dapat digunakan secara topikal. Terdapat berbagai turunan yang
digunakan sebagai obat luar, yang terbagi atas 2 kelas, ester dari asam salisilat
dan ester salisilat dari asam organik. Di samping itu digunakan
pula garam salisilat. Turunannya yang paling dikenal asalah asam asetilsalisilat.

60
``

Asam salisilat mendapatkan namanya dari spesies dedalu (bahasa


Latin: salix), yang memiliki kandungan asam tersebut secara alamiah, dan dari
situlah manusia mengisolasinya. Penggunaan dedalu dalam pengobatan
tradisional telah dilakukan oleh bangsa Sumeria, Asyur dan sejumlah suku
Indian seperti Cherokee. Pada saat ini, asam salisilat banyak diaplikasikan dalam
pembuatan obat aspirin.
Salisilat umumnya bekerja melalui kandungan asamnya. Selain
sebagai obat, asam salisilat juga merupakan hormon tumbuhan. Metil Salisilate
ini yang merupakan turunan (derivate ) dari asam salisilat yang dapat dibuat
dengan jalan memanaskan methanol dan asam salisilat dengan katalisator asam
sulfat, secara alamiah dilakukan dengan distilasi dari ranting tumbuhan atau kulit
pohon Betula Lenta.
Kegunaan metil salisilat :
a. Obat – obatan
b. Parfum
c. Flavoring
d. Pelarut untuk derivate selulosa
e. Tinta Copy, printing ( pencetak )
Metil Salisilate terdapat pada tanaman dan pertama kali dikenal sebagai
bahan pewangi westergen. Metil Salisilate merupakan salah satu turunan ester
yang digunakan dalam pengobatan , selain itu ada juga etil salisilat, aspirin dan
fenil ester.

2.2 Reaksi Esterifikasi


Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam karboksilat dan
alkohol membentuk ester. Turunan asam karboksilat membentuk ester asam
karboksilat. Ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus
-CO2 R dengan R dapat berupa alkil maupun aril. Esterifikasi dikatalisis asam
dan bersifat dapat balik (Fessenden, 1981).

61
``

Laju esterifikaasi asam karboksilat tergantung pada halangan sterik


dalam alkohol dan asam karboksilat. Kekuatan asam dari asam karboksilat hanya
mempunyai pengaruh yang kecil dalam laju pembentukan ester (Anonima, 2009).
Ester dihasilkan apabila asam karboksilat dipanaskan bersama alkohol
dengan bantuan katalis asam. Katalis ini biasanya adalah asam sulfat pekat.
Terkadang juga digunakan gas hidrogen klorida kering, tetapi katalis-katalis ini
cenderung melibatkan ester-ester aromatik (yakni ester yang mengandung sebuah
cincin benzen) (Clark, 2007).
Asam salisilat merupakan salah satu bahan kimia yang cukup penting
dalam kehidupan sehari-hari serta mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi
karena dapat digunakan sebagai bahan intermediat dari pembuatan obat-obatan
seperti antiseptik dan analgesik (Supardani, dkk., 2006).
Asam salisilat bebas mempunyai efek antipiretik dan analgetik yang
kecil karena timbulnya rangsangan pada mukosa lambung sehingga diperlukan
dosis yang tinggi, maka asam salisilat yang digunakan dalam bentuk garamnya
(Ebel, 1992).
Asam salisilat merupakan suatu unsur aktif dari salisilat dan asam
salisilat itu sendiri adalah obat penawar dan pembunuh rasa sakit pemakaiannya
dapat melalui mulut, tetapi merupakan asam yang cukup kuat mengiritasi perut.
(Gunawan,1995).
Senyawa salisilat diekskresi terutama melalui ginjal yang hampir
semuanya muncul didalam urin dalam bentuk salisilat bebas dan metabolit yang
telah disebutkan tadi. Pada manusia, asam salisilat bebas berjumlah kira-kira 10%
dari obat yang dimakan (tapi dapat meningkat sampai 85% bila urin dibasakan),
asam salisilurat sebanyak 75%, glukuronida fenolat dan asil sebanyak 15% dan
asam 2,5-dihidroksibenzoat kurang dari 1% (Foye,1995).
Salah satu turunan dari asam salisilat adalah Metil Salisilate. Metil
Salisilate adalah cairan kuning kemerahan dengan bau wintergreen. Tidak larut
dalam air tetapi larut dalam alkohol dan eter. Metil Salisilate sering digunakan
sebagai bahan farmasi, penyedap rasa pada makanan, minuman, gula-gula, pasta
gigi, antiseptik, dan kosmetik serta parfum. Metil Salisilate telah digunakan untuk

62
``

pengobatan sakit syaraf, sakit pinggang, radang selaput dada, dan rematik, juga
sering digunakan sebagai obat gosok dan balsem (Supardani, dkk., 2006).
Metil Salisilate dapat diproduksi dari esterifikasi asam salisilat dengan
metanol. Metil Salisilate secara komersial sekarang disintesis, namun di masa
lalu, iabiasanya disuling dari ranting dari Sweet Birch (Betula Lenta) dan Timur
Teaberry (Gaultheria procumbens) (Anonim ,2010).

2.3 Kromatografi Lapisan Tipis (KLT)


Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan
yang memisahkan, yang terdiri dari bahan yang berbutir-butir (fase diam),
ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam, atau lapisan yang cocok.
Campuran yang dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita
(awal). Setelah plat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi
larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama
perambatan kapiler (pengembangan).
Kromatografi lapisan tipis telah banyak digunakan pada analisis pewarna
sintetik. KLT merupakan metode pemisahan yang lebih mudah, lebih cepat, dan
memberikan resolusi yang lebih baik dibandingkan kromatografi kertas. KLT
tidak sebaik HPLC untuk pemisahan dan identifikasi, tetapi metode ini relatif
sederhana dan dapat digunakan untuk memisahkan campuran yang kompleks.
Meskipun demikian KLT tidak mahal dan dapat digunakan secara mudah di
industri makanan .

 Perlindungan Lingkungan dan Keselamatan Kerja


Asam Salisilat
R 22 : Berbahaya apabila tertelan.
S 22 : Jangan menghirup debunya.
S 24/25 : Hindari sentuhan dengan kulit dan kena mata.
Metanol
R 11 : Sangat mudah terbakar.
S2 : Simpan diluar jangkauan anak-anak.

63
``

S7 : Wadah harus dalam keadaan tertutup rapat.


S 16 : Disimpan jauh dari sumber pengapian – dilarang merokok.
S 24 : Hindari sentuhan dengan kulit.
Asam Sulfat ( H2SO4 )
R 35 : Dapat menyebabkan luka bakar yang berat.
S2 : Simpan diluar jangkauan anak-anak
S 26 : Apabila terkena mata, segera bilas dengan air sebanyak
mungkin dan bawalah segera ke balai pengobatan.

Gambar Labu Alas Bulat dan Kondensor Spiral


Prosedur Percobaan
1) Masukkan 27,5 gram (0,2 mol) asam salisilat dan 96 g atau 120 mL (3
mol) metanol ke dalam labu alas bulat 500 ml
2) Dengan hati-hati tambahkan 32 ml asam sulfat pekat ke dalam campuran
dan dikocok perlahan agar reaktan-reaktan tercampur sempurna
3) Tambahkan batu didih (porselen), pasang kondensor refluks dan
thermometer pada labu alas bulat.
4) Panaskan larutan dengan penangas minyak dan refluks selama 2—2,5
jam.
5) Dinginkan larutan dalam labu alas bulat dalam bak air dingin..

64
``

6) Tambahkan 200 ml air dan pindahkan larutan ke dalam corong pisah 1


liter.
7) Kocok, kemudian didiamkan beberapa lama hingga terbentuk dua lapisan.
8) Secara hati-hati ambil lapisan yang mengandung ester..
9) Cuci ester kasar dalam corong pisah dengan 200 ml NaHCO3 5% dalam
air.
10) Ambil lapisan ester dan cuci kembali dengan air 120 ml.
11) Psahkan ester ke dalam erlenmeyer bertutup asah.
12) Keringkan dengan menambahkan 2 gram kalsium klorida anhidrat dan
disimpan sampai periode percobaan berikutnya.

Prosedur Pemurnian
1) Hitung (dengan grafik) tekanan yang diinginkan supaya titik didih bahan
cukup rendah.
2) Rangkai peralatan untuk distilasi vakum.
3) Yakinkan bahwa tekanan yang dihitung (1) dapat dicapai dalam peralatan
distilasi vakum kososng dengan cara menghidupkan pompa vakum.
4) Matikan pompa vakum setelah pengujian selesai dan tekanan dapat
tercapai.
5) Isi labu distilasi vakum dengan yang akan dimurnikan.
6) Periksa vakum, yakinkan bahwa vakum stabil dan tekanan cukup rendah.
7) Panaskan pelan-pelan, ambil masing-masing fraksi pada tekan yang sama,
dan temperature berbeda pada tiap fraksi.

 Analisis Uji Kemurnian


a. Tes I (Dengan KLT)
1) Buat batas serapan awal dengan cara mengukur ketinggian 2 cm dari
bawah ujung KLT sebagai tempat start awal sampel dan pembanding (hal
ini dilakukan agar sampel dan pembanding tidak tercelup langsung dalam
eluen)

65
``

2) Ukur panjang lintasan setinggi 6 cm dari garis start serapan, mentotolkan


sampel (diberi kode A) dan pembanding/Metil Salisilate mueni (diberi
kode B)
3) Masukkan KLT kedalam chamber (bak kromatografi) yang telah jenuh
dengan uap eluen dan tutup dengan rapat, serta ditunggu sampai eluen
mencapai garis batas akhir.
4) Keluarkan pelat KLT dari chamber, biarkan sisa eluen menguap.
5) Amati hasil pemisahan di bawah sinar UV, lingkari spot yang muncul.
6) Ukur jarak tempu masing-masing spot (sampel dan pembanding).
7) Tentukan nilai Rf.

b. Tes II (Menghitung Berat Jenis)


1) Pipet sejumlah 2 ml sampel kedalam tabung berskala yang telah diketahui
bobot kosongnya lalu ditimbangnya.
2) Dipipet pula 2 ml pembanding kedalam tabung berskala tadi yang telah
diketahui bobot kosongnya lalu menimbangnya.
3) Menghitung selisi berat jenisnya.

 Produk : METIL SALISILATE

 Metode : SINTESIS (REAKSI PEMBENTUKAN)


 Literatur :
 Doyle M.P, Mungali W.S., “ Experimental Organic Chemistry”, John
Wiley & Sons 1980
 Handbook of Chemistry and Physics
 Fluka Chemica – Bio Chemica catalogue

DATA PENGAMATAN

1) Bahan dan data fisisnya

66
``

No Nama Rumus Bangun R S Titik Titik Berat Jumlah


Bahan leleh didih molekul (berat
atau
volume)

2) Hasil-hasil penimbangan

Data hasil penimbangan:

67
``

 Hasil analisis dengan Kromatografi Lapisan Tipis (KLT)

Gambar pelat KLT


Nilai Rf standar : ………………………………

Nilai Rf hasil : ………………………………

Hasil analisis dengan spektrofotometer FT-IR

68
``

Gambar spectrum FT-IR hasil

PEMBAHASAN HASIL PERCOBAAN

69
``

Kesimpulan

70
``

DAFTAR PUSTAKA

71
``

PERCOBAAN V

JUDUL PENENTUAN KADAR PROTEIN


TUJUAN 1. Mahasiswa dapat menyediakan sampel yang akan
ditetentukan kadar proteinnya.
2. Mahasiswa dapat menyediakan larutan standar
yang diperlukan pada analisis penentuan kadar
protein dengan metode Kjeldahl.
3. Mahasiswa mampu dan terampil mengoperasikan
peralatan destruksi, distilasi, dan titrasi pada
penentuan kadar protein dengan metode Kjeldahl.
4. Mahasiswa dapat menentukan kadar nitrogen pada
sampel yang dianalisis.
5. Mahasiwa dapat menghitung kadar protein di
dalam sampel yang dianalisis.

A. Alat dan Bahan


1. Peralatan
 Erlenmeyer Asa 500 ml
 Gelas kimia 400 ml
 Pipet ukur 25 ml
 Spatula + bola isap + selang karet
 Tabung destruksi + rak
 Buret + klem + Penjepit
 Buret 25 ml
 Erlenmeyer 250 ml
 Gelas ukur 100 ml
 Destiling head
 Hot Plate + Batu didih
 Corong kaca
 Adaptor elbow

72
``

 Kondensor liebic
2. Bahan yang diperlukan
1. Katalis campuran atau Selenium campuran
2. asam sulfat pekat
3. Misck Indikator atau Brom kresol hijau
4. Metil merah
5. Indikator fenolftalein
6. NaOH 30 %
7. Asam Borat 2 %
8. HCl 0,01 N
9. Aquadest

B. Dasar Teori
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh,
karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-
asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan yang tidak dimiliki oleh
lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula phosphor dan ada
jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.
Protein dalam bahan makanan sangat penting dalam proses kehidupan organisme
seperti hewan dan manusia. Protein alamiah mula-mula dibentuk dari unit asam-
asam amino oleh organisme tumbuh-tumbuhan dan mikroorganisme dari unsur-
unsur anorganik C, H, O, N dan S yang ada didalam tanah atau udara. Oleh sebab
itu protein yang ada dalam bahan makanan sangat penting bahkan vital bagi
manusia.
Pada organisme yang sedang tumbuh, protein sangat penting dalam pemb
entukan sel-sel baru. Karena itu organisme yang kekurangan protein dalam bahan
makanannya mudah mengalami hambatan pertumbuhan. Perlu diperhatikan
bahwa didalam bahan makanan banyak terdapat berbagai jenis protein, tetapi
tidak semua protein mempunyai mutu yang sama, sehingga perlu diperhatikan
protein yang bernilai tinggi gizinya dan memberi manfaat yang besar bagi tubuh.

73
``

Reaksi-reaksi untuk mengidentifikasi asam amino dan protein antara lain:


a. Reaksi sakaguci
Reaksi sakaguci dilakukan dengan menggunakan pereaksi nafol dan natrium
hipobromit. Pada dasarnya reaksi ini dapat memberi hasil positif apabila ada
gugus guanidin. Jadi arginin atau protein yang mengandung arginin dapat
menghasilkan warna merah
b. Reaksi Xantoprotein
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein.
Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning
apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi adalah nitrasi pada inti benzena yang
terdapat pada molekul protein. Jadi reaksi ini positif jika mengandung tirosin,
fenil alanin dan triptofan
c. Reaksi Hopkins-Cole
Triptofan dapat berkondensasi dengan beberapa aldehida dengan bantuan asam
kuat dan membentuk senyawa yang berwarna. Larutan protein yang mengandung
triptofan dapat direasikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam
glioksilat.. Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat
dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein.
Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan.
Reaksi Hopkins-Cole memberi hasil positif khas untuk gugus indol dalam protein

d. Reaksi Ninhidrin

Ninhidrin beraksi dengan asam amino bebas dan protein menghasilkan warna
ungu. Reaksi ini termasuk yang paling umum dilakukan untuk analisis kualitatif
protein dan produk hasil hidrolisisnya.Reaksi ninhidrin dapat pula dilakukan
terhadap urin untuk mengetahui adanya asam amino atau untuk mengetahui
adanya pelepasan protein oleh cairan tubuh. Apabila ninhidrin (triketohidrin)
dipanaskan bersama asam amino, maka akan terbentuk kompleks berwarna ungu.
Kompleks berwarna ungu dihasilkan dari reaksi ninhdrin dengan hasil
reduksinya, yaitu hidrindantin dan amonia. Asam amino dapat ditentukan secara
kuantitatif dengan jalan mengamati intensitas warna yang terbentuk sebanding

74
``

dengan konsentrasi asam amino. Prolin menghasilkan kompleks yang berbeda


warnanya dengan asam amino lainya. Kompleks berwarna yang terbentuk
berwarna kuning

e. Reaksi Millon

Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat.
Apabila pereaksi ini ditambahkan ke dalam larutan protein yang mengandung
asam amino dengan rantai samping gugus fenolik, akan menghasilkan endapan
putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Tetapi khusus untuk
proteosa dan pepton secara langsung akan menghasilkan larutan berwarna merah.
Endapan yang terbentuk berupa garam kompleks dari tirosin yang ternitrasi. Jika
larutan protein yang dianalisis ada dalam sussana basa, maka terlebih dahulu
harus dinetralisasi dengan asam, karena dalam basa ion merkuri dalam pereaksi
akan mengendap sebagai Hg(OH)2. Pada penetralan ini digunakan asam selain
HCl, karena ion Cl- dapat bereaksi dengan asam nitrat menghasilkan radikal klor
(Cl.).Radikal klor dapat merusak kompleks berwarna. Pada dasarnya reaksi ini
positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus
hidroksi fenil yang berwarna. Protein yang mengandung tirosin akan memberikan
hasil yang positif.

75
``

1. Ikatan
Peptida

Dua molekul asam amino


berikatan melalui suatu ikatan
peptida (-CONH-) dengan
melepas sebuah molekul air.
Gugus karboksil suatu asam
amino berikatan dengan gugus
amino dari molekul asam amino
lain menghasilkan suatu dipeptida
dengan melepaskan molekul air..

Dua buah asam amino mengadakan ikatan peptida untuk membentuk senyawa
dipeptida. Tiga buah asam amino dapat membentuk senyawa tripeptida. Lebih dari
100 buah asam amino dapat mengadakan ikatan peptida dan membentuk rantai
polipeptida yang tidak bercabang. Rantai polipeptida mempunyai arah. Ujung
amino diambil sebagai ujung awal rantai polipeptida,dan ujung karboksilat
sebagai ujung akhir

Pada beberapa protein terdapat rantai cabang yang mengadakan ikatan silang
yang disebut ikatan disulfida. Adanya ikatan disulfida diakibatkan oleh
terjadinya oksidasi dari dua residu sistein menghasilkan suatu senyawa sistin
(cystine).

76
``

Pada polipeptida, rantai utama yang menghubungkan atom C-C-C disebut


rantai kerangka molekul protein, sedangkan atom di sebelah kanan dan kiri rantai
kerangka disebut gugus R atau rantai samping.

Protein dapat terdiri atas satu atau lebih polipeptida. Misal:

1. Mioglobin: terdiri dari dua rantai polipeptida

2. Insulin: terdiri dari dua rantai polipeptida

3. Hemoglobin: terdiri dari empat rantai polipeptida

Beberapa rantai polipeptida tersebut diikat bersama oleh ikatan nonkovalen.


Rantai polipeptida protein biasanya diikat oleh ikatan sulfida. Beberapa
ikatan yang mungkin terjadi dalam polipeptida atau protein dapat dilihat pada
gambar berikut:

Ada beberapa ciri molekul protein yaitu (Stanley, 1988) :


1) Berat molekulnya besar, ribuan bahkan sampai jutaan, sehingga merupakan
makromolekul.

77
``

2) Umumnya terdiri atas 20 asam amino. Asam amino berikatan secara kovalen
satu dengan yang lainnya dalam variasi urutan-urutan yang bermacam-
macam, membentuk suatu rantai polipeptida. Ikatan peptida merupakan
ikatan gugus karboksil dari asam amino yang satu dengan asam amino
lainnya.
3) Terdapatnya ikatan kimia lain yang menyebabkan terbentuknya lengkungan-
lengkungan rantai polipeptida menjadi struktur 3 dimensi protein. Sebagai
contoh ikatan hidrogen, ikatan hidrofob/ikatan apolar, ikatan ion atau ikatan
elektrostatik dan ikatan Van der Waals.
4) Strukturnya tidak stabil terhadap beberapa faktor seperti: pH, radiasi,
temperatur, dan medium pelarut.
5) Umumnya reaktif dan sangat spesifik, disebabkan terdapatnya gugus samping
yang reaktif dan susunan khas struktur molekulnya.
6) Beraksi positif terhadap pereaksi uji-uji yang spesifik seperti: Biuret,
Ninhidrin dan Millon, Xantoprotein, Sakaguchi, Adamkiewitz.

2. Denaturasi Protein

Denaturasi protein adalah perubahan struktur sekunder, tersier dan kuartener


tanpa mengubah struktur primernya (tanpa memotong ikatan peptida).
Karena itu denaturasi dapat berarti suatu perubahan atau modifikasi terhadap
struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul protein tanpa terjadi pemecahan
ikatan kovalen. Atau dapat pula diartikan sebagai suatu proses pecahnya ikatan
hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan Van der Waals, dan terbuka atau tidaknya
ikatan molekul. Pada umumnya protein yang sudah didenaturasikan kelarutannya
berkurang atau hilang sama sekali, dan ada pula yang membentuk endapan pada
bagian dasar larutan. Hal ini disebabkan karena lapisan protein bagian dalam
yang bersifat hidrofobik terbalik keluar dan bagian luarnya yang bersifat hidrofil
terlipat ke dalam atau kebalikannya, terutama jika larutan protein telah mendekati
pada isoelektrik hingga protein menggumpal dan akhirnya mengendap
(Lehninger,1990).

78
``

Denaturasi mempunyai sisi negatif dan positif. Sisi negatif denaturasi:


-Protein kehilangan aktivitas biologi
- Pengendapan protein
-Protein kehilangan beberapa sifat fungsional
Sisi positif denaturasi:
 Denaturasi panas pada inhibitor tripsin dalam legum dapat
meningkatkan tingkat ketercernaan dan ketersediaan biologis protein
legum.
 Protein yang terdenaturasi sebagian lebih mudah dicerna, sifat
pembentuk buih dan emulsi lebih baik daripada protein asli.
 Denaturasi oleh panas merupakan prasyarat pembuatan gel protein yang
dipicu panas.
Denaturasi protein dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu oleh panas,
tekanan, gaya mekanik, pH, bahan kimia, dan lain-lain.

79
``

3. Macam-macam protein
Berdasarkan susunan kimia dari protein, maka protein terbagi dalam tiga
golongan yaitu :
1) Protein sederhana
2) Disebut protein sederhana karena didalamnya tidak terdapat ikatan dengan
bahan-bahan, seperti: albumine yang terdapat dalam telur.
3) Protein yang bersenyawa
4) Ikatan protein dengan zat-zat lain seperti : glikoprotein, persenyawaan antara
protein dengan glikogen.
5) Turunan dari protein
6) Termasuk dalam turunan dari protein antara lainpepton, peptide dan gelatin.

4. Susunan Protein
Protein sesungguhnya bukan merupakan zat tunggal. Protein terdiri dari
unsur-unsur pembentuk yang disebut asam amino. Jumlah dan macam asam
amino yang membentuk tiap macam protein tidak sama. Jenis protein yang baik
akan mengandung semua jenis asam amino dalam jumlah yang cukup. Beberapa
macam asam amino yang dianggap penting sekali untuk pertumbuhan tubuh dan
untuk mendapatkan keseimbangan nitrogen dalam tubuh manusia. Asam amino
yang termasuk golongan ini disebut asam amino esensial, yang harus terdapat
dalam makanan sehari-hari karena digunakan untuk pemeliharaan sel-sel, dan
tak dapat dibuat sendiri oleh tubuh. Penggolongan asam amino esensial seperti :
alanin, asam asparat, asam glutamate, glisin, hidroksi prolin, serin, prolin,
sistein, sistin dan tirosin. Jadi protein akan terdiri dari beberapa molekul asam
amino yang bergabung bersama-sama membentuk protein.

5. Kualitas protein
Suatu protein dapat digolongkan sebagai protein yang baik apabila protein itu
mengandung kesepuluh macam asam amino esensial dalam jumlah yang cukup.
Protein yang demikian itu disebut protein sempurna. Contoh dari protein
sempurna adalah protein susu, daging, ikan, telur dan protein yang berasal dari

80
``

hewan. Dari jenis tumbuh-tumbuhan, protein dari kacang-kacangan yang dapat


digolongkan kedalam protein yang hampir sempurna.
Protein yang tidak dapat membantu pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan tubuh
disebut protein tidak sempurna. Protein bahan makanan jenis umbi-umbian
termasuk golongan protein yang tidak sempurna.

6. Fungsi Protein
Protein adalah unsur yang terpenting didalam semua sel makluk hidup. Tanpa
adanya protein, tidak akan dapat dibentuk sel makluk itu. Secara garis besar,
fungsi protein bagi tubuh manusia antara lain :
a. Untuk membangun sel-sel jaringan tubuh manusia.
b. Untuk mengganti sel-sel tubuh yang rusak
c. Membuat protein darah
d. Untuk menjaga keseimbangan asam basa dari cairan tubuh
e. Sebagai pemberi kalori

7. Kekurangan Protein Pada Manusia dan akibat-akibatnya


Faktor-faktor yang sering menyebabkan orang kekurangan protein, baik pada
orang dewasa maupun pada anak-anak:
1) Kurangnya protein dalam makanan untuk jangka waktu yang lama. Keadaan
seperti ini ditemukan didaerah yang menggunakan ubi kayu sebagai
makanan mereka.
2) Tubuh tidak mampu menyerap protein yang terdapat dalam makanan karena
adanya gangguan pada alat pencernaan
3) Terlalu banyak protein tubuh yang dipech akibat adanya suat penyakit,
seperti pada penyakit ginjal
4) Akibat adanya pantangan-pantangan terhadap beberapa jenis makanan
sumber protein
5) Karena kekurangan kalori, sehingga protein makanan juga turut terbakar.
Hal ini dapat terjadi pada orang yang kurang makan.

81
``

8. Metode Penentuan Kadar Protein


1) Metode Kjeldahl
Penentuan jumlah protein secara tidak langsung yang umum dilakukan
adalah dengan menentukan jumlah nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu
bahan. Cara penentuan ini dikembangkan oleh Kjeldahl yang pada dasarnya
dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu :
a. Tahap destruksi
Pada tahap destruksi ini berfungsi untuk memutuskan ikatan NH2 dari
senyawanya. Sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
destruksi menjadi unsur-unsurnya. Asam sulfat yang dipergunakan untuk
destruksi diperhitungkan adanya bahan protein, lemak dan karbohidrat. Untuk
emmpercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator, titik didih asam
sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi lebih cepat. Proses destruksi telah
selesai apabila larutan telah menjadi hijau jernih. Untuk mempercepat destruksi perlu
ditambah katalisator :
- Campuran Na2 SO4 & Hg0 ( 20 : 1 )
 K2 SO4
 Cu SO4
Reaksi pada saat destruksi adalah sebagai berikut:
( CHON ) + On + H2 SO4 → CO2 + H20 +(NH4 )2 S04
Atau:
2CH3CH2NH2COOH + H2SO4 (NH4)2SO4
b.Tahap Distilasi
Amonium Sulfat hasil destruksi dipecah menjadi amonia (NH3) dengan cara
penambahan NaOH dan pemanasan.

(NH4)2SO4 + 2 NaOH → NH3 + 2 H2O + Na2SO4


Selanjutnya NH3 ditangkap dengan larutan asam standar, sampai distilat tidak bereaksi
basis. Larutan asam standar yang dapat digunakan yaitu: HCl, atau asam borat 2--4%.

NH3 + H3BO3 → NH4+ + H2BO-3

82
``

c.Ta hap Titrasi


Apabila penampung destilat digunakan asam klorida maka sisa asam
klorida yang tidak bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar.
Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda
dan tidak hilang selama 30 detik. Jika digunakan asam borat sebagai penampung
destilat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat
dititrasi dengan menggunakan asam klorida 0,1N. Setelah diperoleh % N 2,
selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor.
Apabila digunakan HCI (sebagai penampung destilat), maka sisa HCI yang tidak
bereaksi dengan NH3 dititrasi dengan NaOH (0,1 N). Persentase N dapat dihitung dengan rumus
dibawah

(𝑎 − 𝑏)𝑥 𝑁 𝑥 14,008
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑁 = 𝑥 100%
𝑚

Jika menggunakan HCl sebagai penampung distillat maka:


a = Volume NaOH 0,1 N untuk titrasi blanko (mL)
b = Volume NaOH 0,1 N untuk titrasi sampel (mL)
N = normalitas NaOH
m = massa sampel (mg)
Jika menggunakan H3BO3 (asam borat) sebagai penampung distillat maka:
a = Volume HCl satandar untuk titrasi sampel (mL)
b = Volume HCl standar untuk titrasi blanko (mL)
N = normalitas HCl
m = massa sampel (mg)
Apabila digunakan asam borat sebagai penampung distilat, maka jumlah asam borat yang
bereaksi dengan NH3 dititrasi dengan HCI (0,02 — 0,1 N ).
H2BO3- + H+ → H3BO3
Setelah diperoleh persentase N maka kadar protein sampel dapat dihitung dengan
cara mengalikannya dengan faktor konversi N.
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑃𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 (%) = %𝑁 𝑥 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐾𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 𝑁

83
``

Faktor konversi (perkalian) N tergantung pada persentase/ jumlah unsur N yang


menyusun molekul protein dalam suatu bahan. Beberapa bahan telah
ditetapkan besarnya faktor konversi N. Sedangkan untuk bahan-bahan yang
belum ditetapkan, besarnya faktor konversi N ditentukan melalui pendekatan
empiris jenis bahannya, atau dihitung berdasarkan kadar N sebesar 16%
sehingga faktor konversi N = 6,25.
Tabel 2. Faktor Konversi N beberapa bahan pangan
No Bahan Pangan Faktor konversi N
1 Biji-bijian, bir, ragi 6,25
2 Buah-buahan, teh, anggur 6,25
3 Makanan pada umumnya 6,25
4 Makanan ternak 6,25
5 Beras 5,95
6 Roti, makaroni, mie 5,70
7 Kedelai 5,75
8 Susu 6,38
9 Kacang tanah 5,46
10 Gelatin 5,55
Sumber : Winarno (1986) Sudarmaji et al (1996)

C. Prosedur Percobaan
 Persiapan sampel
1) Disiapkan 3 biji garam kjeldahl atau 7 g katalis campuran untuk
dimasukkan ke dalam setiap tabung destruksi
2) Ditimbang sampel masing-masing, misalnya: tempe seberat 1,5 gram,
serta kuning telur 2 gram, dan putih telur sebanyak 2 gram pula, dan
masing-masing sampel dimasukkan ke dalam tabung destruksi yang berisi
katalis.

84
``

3) Ditambahkan 25 ml H2SO4 98% (pekat) ke dalam masing-masing tabung


destruksi.
4) Dipersiapkan pula katalis dan H2SO4 untuk tabung destruksi blanko.

Tahap destruksi
1) Tabung-tabung destruksi dipasang pada alat pemanas.
2) Tabung destruksi dilepaskan dari pemanas atau proses destruksi
dihentikan bila bahan telah berubah warna menjadi hijau jernih.
3) Didinginkan pada suhu kamar.

Tahap distilasi
1) Peralatan distilasi dirangkai.
2) Larutan (sampel) yang diperoleh dimasukkan ke dalam labu distilasi
3) Ditambahkan NaOH 30% sebanyak 100 ml kedalam labu distilasi atau
sampai campuran berwarna gelap.
4) Disediakan asam borat 2% sebanyak 100 mL dalam Erlenmeyer 250 mL.
5) Distilasi dijalankan dengan memasang labu distilasi pada rangkaian peralatan
distilasi dan distilat ditampung pada erlenmeyer yang berisi asam borat.
6) Proses distilasi dihentikan apabila distilat yang diperoleh dan asam borat
mencapai 150 ml pada erlenmeyer dan residu dibiarkan terbuang dengan
pengisapan.

Tahap titrasi
1) Distilat yang telah dihasilkan dari proses distilasi dititrasi dengan larutan
HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah jambu. Kemudian
catat volume penitrasi.
2) Dengan cara yang sama dilakukan untuk blanko.

85
``

 Perlindungan Lingkungan dan Keselamatan Kerja


Asam Sulfat ( H2SO4 )
R 35 : Dapat menyebabkan luka bakar yang berat.
S2 : Simpan diluar jangkauan anak-anak
S 26 : Apabila terkena mata, segera bilas dengan
air sebanyak mungkin dan bawalah segera ke balai
pengobatan.

Asam Chloroda ( HCl )


R 33 : Berbahaya karena efek kumulatip.
R 38 : Dapat menyebabkan iritasi pada kulit.
S2 : Simpan diluar jangkauan anak-anak
S 26 : Apabila terkena mata, segera bilas dengan
air sebanyak mungkin dan bawalah segera ke balai
pengobatan.

Daftar Pustaka.
 Doyle M.P, Mungali W.S., “ Experimental Organic Chemistry”,
John Wiley & Sons 1980

 Handbook of Chemistry and Physics


 Fluka Chemica – Bio Chemica catalogue

86
``

HASIL PENGAMATAN

 Tetapan Fisis
Tetapan Fisis
H2 O H2SO4 HCl NaOH
(Literatur)

BM (g/mol) 18,02 …. …. ….
T. Leleh (C) 0 …. …. ….
T. Didih (C) 100 …. …. ….

 (gr/cm3) 1,004 …. …. ….

nD 1,333 20 …. …. ….

 Data Penimbangan dan Titrasi


 Berat masing-masing sampel yang ditimbang :
 Tempe : ….. gram
 Kuning telur : ….. gram
 Putih telur : ….. gram
 Blangko : –

 Volume titrasi HCL 0,1N yang dipergunakan pada :


 Tempe : …. ml = ……… liter
 Kuning telur : …. ml = ………liter
 Putih telur : …. ml = ……… liter
 Blangko : …. ml = ……… liter
 Perhitungan
 Perhitungan kadar Nitrogen dalam sampel Tempe :

87
``

 Perhitungan kadar Nitrogen dalam sampel Kuning Telur :

 Perhitungan kadar Nitrogen dalam sampel Kuning Telur :

88
``

PEMBAHASAN

89
``

 Kesimpulan dan Saran.

90
``

PERCOBAAN VI

JUDUL PEMBUATAN RESIN UREA FORMALDEHID

TUJUAN 1) Dapat menghitung komposisi reaktan suatu campuran


reaksi polimerisasi urea-formaldehid;
2) Dapat mengoperasikan reactor berpengaduk;
3) Dapat melakukan monitoring proses reaksi dari waktu ke
waktu;
4) Dapat menentukan perubahan konsentrasi reaktan dari
waktu ke waktu;
5) Dapat menganalisis hasil reaksi polimerisasi urea-
formaldehid;
6) Dapat menentukan kadar resin urea-formaldehid hasil
polimerisasi.

 PERINCIAN KERJA
 Melakukan pemanasan pada kondisi refluks
 Mengambil sample pada waktu tertentu
 Melakukan analisa terhadap sample

 ALAT YANG DIGUNAKAN


 Labu alas bulat berleher tiga 750 ml
 Pipet ukur 1 + 10 + 25 ml
 Corong kaca
 Gelas kimia 250 ml
 Viscositas Ostwald
 Pinggan porselin
 Motor pengaduk

91
``

 Kondensor tutup labu


 Kondensor spiral
 Erlenmeyer 250 ml
 Buret dan klem buret
 Gegep kayu
 Stop Wacth + Selang karet

 BAHAN YANG DIGUNAKAN


 Formaldehid
 Amoniak
 Na2CO3
 Urea
 Hidroksilamin Hidroklorida 10%
 Indicator Bromphenol Blue 1%
 NaOH 0,25N

 DASAR TEORI
Makromolekul (polimer) adalah molekul raksasa dengan rantai sangat
panjang yang terbentuk dari molekul-molekul sederhana (monomer-
manomer). Reaksi pembentukan polimer ini dikenal dengan istilah
polimerisasi.
Ditinjau dari jenis manomernya, senyawa polimer dapat dikelompokkan
menjadi dua, sebagai berikut :
a. Homopolimer, yaitu polimer hasil reaksi monomer-manomer yang
sejenis. Struktur homopolimer adalah :
A A A A
b. Kopolimer, yaitu polimer hasil reaksi monomer-manomer yang lebih dari
sejenis. Struktur kopolimer adalah :
A B A B
Ditinjau dari sifat kekentalannya, senyawa-senyawa polimer dapat dibedakan
sebagai berikut :

92
``

a. Polimer termoplastik, yaitu polimer yang bersifat kenyal apabila


dipanaskan dan dapat dibentuk menurut pola yang kita inginkan. Setelah
pendinginan polimer kehilangan sifat kekenyalan dan mempertahankan
bentuknya yang baru. Proses ini dapat diulangi dan kita dapat
mengubahnya menjadi bentuk lain.
b. Polimer termoset, yaitu polimer yang pada mulanya kenyal tatkala
dipanaskan, tetapi sekali didinginkan ia tidak dapat dilunakkan lagi,
sehingga tidak dapat diubah menjadi bentuk lain.
Ada dua macam reaksi polimerisasi, sebagai berikut :

1. Polimerisasi adisi, yaitu bergabungnya monomer-manomer yang


memiliki ikatan rangkap (ikatan tak jenuh). Ikatan rangkap akan
menjadi jenuh tatkala monomer-manomer itu berikatan satu sama lain.
Pada polimerisasi adisi, tidak ada molekul yang hilang. Contoh reaksi
polimerisasi adisi adalah pembentukan polivinil klorida (PVC, suatu
jenis palstik) dari monomer-manomer vinilklorida.
2. Polimerisasi kondensasi, yaitu bergabungnya monomer-manomer
yang memiliki gugus fungsional. Tatkala mnomer-monomer berikatan
satu, ada molekul yang hilang misalnya pelepasan molekul air.

Semenjak ditemukan oleh John Wesley Hyatt dari Amerika Serikat pada
tahun 1968, plastic segera menjadi primadona industri kimia. Barang-barang
plastic membuat kehidupan kita semakin mudah dan makin menyenangkan.
Dalam banyak hal, plastic telah menggantikan kapas, logam, kayu, dan
material lainnya sebab plastic memiliki banyak keunggulan antara lain tahan
karat, lenih ringan, tidak menghantar listrik, mudeah dibentuk sesuai
keinginan, dapat diproduksi dengan biaya rendah dan merupakan alternative
bagi material lain yang jumlahnya dialam semakin terbatas.

 PEMBUATAN RESIN UREA-FORMALDEHID


Berdasarkan sifatnya, polimer dapat dibagi menjadi dua yaitu :

93
``

1) Polimer thermosetting yaitu polimer yang tidak lunak apabila


dipanaskan, sehingga sulit dibentuk ulang.
2) Polimer thermoplastik yaitu polimer yang lunak bila dipanaskan
sehingga mudah untuk dibentuk ulang
Urea-formaldehid resin adalah hasil kondensasi urea dengan formaldehid.
Resin jenis ini termasuk dalam kelas resin thermosetting yang mempunyai
sifat tahan terhadap asam, basa, tidak dapat melarut dan tidak dapat meleleh.
Polimer termoset dibuat dengan menggabungkan komponen-komponen yang
bersifat saling menguatkan sehingga dihasilakn polimer dengan derajat cross
link yang sangat tinggi. Karena sifat-sifat di atas, aplikasi resin urea-
formaldehid yang sangat luas sehingga industri urea-formaldehid berkembang
pesat. Contoh industri yang menggunakan industri formaldehid adalah
addhesive untuk plywood, tekstil resin finishing, laminating, coating,
molding, casting, laquers, dan sebagainya. Pembuatan resin urea-formaldehid
secara garis besar dibagi menjadi 3. Yang pertama adalah reaksi metiolasi,
yaitu penggabungan urea dan formaldehid membentuk monomer-monomer
yang berupa monometilol dan dimetil urea. Reaksi kedua adalah
penggabungan monomer yang terbentuk menjadi polimer yang lurus dan
menghasilkan uap air. Tahp ini disebut tahap kondensasi. Proses ketiga
adalah proses curing, dimana polimer membentuk jaringan tiga dimensi
dengan bantuan pemanasan dalam oven.
Reaksi urea-formaldehid pada pH antara 8 sampai 10 adalah reaksi
metilolasi, yaitu adisi formaldehid pada gugus amino dan amida dari urea,
dan menghasilkan metilol urea. Pada tahap metilolasi , urea dan formaldehid
bereaksi menjadi metilol dan dimetil urea. Rasio dari senyawa mono dan
dimetilol yang terbentuk bergantung pada rasio formaldehid dan urea yang
diumpankan. Reaksi berlangsung pada kondisi basa dengan amoniak
(NH4OH) sebagai katalis dan Na2CO3 sebagai buffer. Buffer ini berfungsi
menjaga kondisi pH reaksi agar tidak berubah tiba-tiba secara drastis. Analisa
awal dilakukan dengan menggunakan blanko berupa larutan formaldehid,
NH4OH dan Na2CO3. Sampel ke-0 diambil setelah urea ditambahkan pada

94
``

larutan dan diaduk sempurna. Setelah itu dilakukan pemanasan sampai 700C
untuk mempercepat reaksi.
Reaksi metilolasi diteruskan dengan reaksi kondensasi dari monomer-
monomer mono dan dimetilol urea membentuk rantai polimer yang lurus.
Derivat-derivat metilol merupakan monomer, penyebab terjadinya reaksi
polimerisasi kondensasi. Polimer yang dihasilkan mula-mula mempunyai
rantai lurus dan masih larut dalam air. Semakin lanjut kondensasi
berlangsung, polimer mulai membentuk rantai 3 dimensi dan semakin
berkurang kelarutannya dalam air. Reaksi kondensasi ini dilakukan dalam
sebuah labu berleher yang dilengkapi kondensor ohm meter, termometer,
agitator dan pipa untuk sampling point. Labu berleher ini ditempatkan dalam
waterbath. Kondensor berfungsi mengembunkan air yang menguap selama
proses polimerisasi. Hal ini dimaksudkan mempercepat tercapainya
kesetimbangan reaksi.
Agitator berfungsi membuat larutan tetap homogen selama proses
pembentukan produk urea formaldehid. Pada prinsipnya, pembuatan produk-
produk urea-formaldehid dilakukan melalui beberapa tahapan:
1.Tahap intermediate
Merupakan suatu tahap untuk mendapatkan resin yang masih berupa larutan
dan larut dalam air atau pelarut lainnya.
2.Tahap persiapan
Pada tahap ini resin merupakan produk dari tahap intermediate yang
dicampurkan dengan bahan lain . Penambahan bahan akan menentukan
produk akhir dari polimer .
3.Tahap curing
Pada proses curing, kondensasi tetap berlangsung, polimer membentuk
rangkaian 3 dimensi yang sangat kompleks dan menjadi thermosetting resin.
Hasil reaksi dan kecepatannya, sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor:

1) Perbandingan umpan

95
``

Umumnya , Perbandingan mol umpan (formalin/urea) yang digunakan pada


percobaan ini adalah 1,25 dimana perbandingan umpan berada pada batas
standar yang ditentukan, perbandingan umpan harus berada dalam range
antara 1,25 – 2,0 hal tersebut dimaksudkan agar larutan resin yang terbentuk
tidak kental dan tidak encer. Sehingga mempermudah analisis baik analisis
densitas, viskositas, kadar resin dan formalin bebas. Besarnya perbandingan
mol umpan formalin dengan urea sangat mempengaruhi pada produk
(polimer) yang dihasilkan, bila perbandingan umpan kurang dari 1,25 maka
resin yang dihasilkan memiliki kadar formalin yang rendah dan menghasilkan
polimer yang kekerasan dan kepadatannya rendah ,sedangkan bila
perbandingan umpan lebih dari 2 maka resin yang dihasilkan memiliki kadar
formalin yang tinggi dan menghasilkan polimer yang kekerasan dan
kepadatannya tinggi.
2) Pengaruh pH
Kondisi reaksi sangat berpengaruh terhadap reaksi atau hasil reaksi selama
proses kondensasi polimerisasi terjadi . Dalam suasana asam akan terbentuk
senyawa Goldsmith dan senyawa lain yang tidak terkontrol sehingga molekul
polimer yang dihasilkan rendah. Senyawa Goldsmith tidak diinginkan karena
mempunyai rantai polimer lebih pendek tetapi stabil terhadap panas. Dalam
suasana basa kuat , formaldehid akan bereaksi secara disproporsionasi dimana
sebagian akan teroksidasi menjadi asam karboksilat dan sebagian tereduksi
menjadi alkohol. Reaksi yang terjadi adalah :

2H-CO-H + OH- ===> H-COOH + CH3OH


formaldehid basa kuat asam karboksilat metanol
3) Katalis
Menurut J.J. Berjelius, katalis merupakan senyawa yang ditambahkan untuk
mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi. Sedangkan menurut W.Ostwald,
katalis merupakan senyawa yang ditambahkan untuk mempercepat reaksi
tanpa tergabung dalam produk. Artinya katalis dapat mempercepat reaksi,
ikut aktif dalam reaksi, tetapi tidak ikut tergabung didalam produk. Untuk

96
``

proses ini digunakan katalis NH3 yang dapat menurunkan energi aktivasi
dengan menyerap panas pada saat curing, fungsinya adalah untuk mengatur
penguapan agar tidak gosong. Energi aktivasi adalah energi minimum yang
dibutuhkan agar molekul – molekul yang di dalam larutan bertumbukan,
sehingga reaksi menjadi cepat.
4) Temperatur reaksi
Temperatur reaksi tidak boleh melebihi titik lelehnya karena dimetilol urea
yang terjadi akan kehilangan air dan formaldehid . Menurut Kadowaki dan
Hasimoto , temperatur optimum reaksi adalah 85oC . Sedangkan titik
lelehnya menurut De Chesne adalah 150 oC . Dan menurut Einhorn adalah
126 oC . Kenaikan temperatur akan mempercepat laju reaksi , hal ini dapat
ditunjukkan dengan persamaan Arrhenius yaitu :

K = A e-Ea/RT

PEMANFAATAN RESIN UREA-FORMALDEHID

Pizzi (1994) mengemukakan bahwa perekat Urea-Formaldehid (UF)


merupakan hasil reaksi polimer kondensasi dari formaldehid dengan urea.
Keuntungan dari perekat UF antara lain larut air, keras, tidak mudah terbakar,
sifat panasnya baik, tidak berwarna ketika mengeras serta harganya murah.
Hiziroglu (2007) mengemukakan beberapa karakteristik dari perekat Urea-
Formaldehyde (CH4 N20CH20)x antara lain:
 Berat jenis: 1.27
 Solid content: 64.8%
Vick (1999) mengemukakan bahwa perekat UF ada yang berbentuk
serbuk atau cair, berwarna putih , garis rekatnya tidak berwarna dan lebih
durable apabila dikombinasikan dengan melamin. Penggunaan perekat ini
adalah untuk kayu lapis, meubel, papan serat dan papan partikel. Tsoumis
(1991) mengemukakan bahwa UF tersedia daalam bentuk cair atau serbuk.

97
``

Resain ini mengeras pada suhu 95-1 30 C. UF tidak cocok dipakai untuk
eksterior.
Namun kinerjanya dapat diperbaiki dengan penambahan Melamin
Formaldehyde atau Resorcynol Formaldehyde sekitar 10-20%. Hasil
sambungan dengan UF tidak berwarna sampai berwarna coklat terang.
Kelemahan dari UF antara lain tidak tahan air serta menyebabkan emisi
formaldehyde yang berdampak pada kesehatan. Perekat UF termasuk dalam
kelompok perekat termosetting. Dalam pemakaiannya sering ditambahkan
hardener, filler, extender dan air.
Menurut Rayner (1967) dalam Joyoadikusumo (1984) perekat UF
memiliki ketahanan yang sangat baik terhadap air dingin, agak tahan terhadap
air panas, tetapi tidak tahan terhadap perebusan. Setelah itu apabila dibuat
plywood 3 lapis, khusus untuk finir yang akan dijadikan sebagai core dilabur
kedua permukaannya dengan lem/perekat melalui mesin glue spreader,
sedangkan finir-finir yang lain (F/B) dilekatkan pada finir yang telah diberi
perekat tersebut dengan ketentuan arah seratnya saling tegak lurus satu sama
lainnya.
Selanjutnya finir-finir yang telah direkatkan tersebut (jumlah finir
harus ganjil) dipres secara dingin dalam cold press selama 5-15 menit,
tekanan 10- 15 kg /cm2, dan kemudian dilanjutkan dengan pengempaan
secara panas dalam hot press dengan jalan memasukkan finir-finir yang telah
direkatkan tersebut di antara plat-plat baja panas dengan tekanan 10 kg/cm2,
suhu 100- 170o(umumnya 110- 120o C), selama 1,5 menit.
Setelah itu rekatan finir (calon plywood) dikeluarkan dari mesin hot
press satu persatu sehingga diperoleh plywood (kayu lapis). Plywood
selanjutnya dipotong pinggirnya sesuai ukuran final dengan gergaji potong
dobel (double saw), kemudian dihaluskan (sanding) dan diperiksa kualitasnya
(plywood grading). Jika masih dijumpai kerusakan (sobekan atau lobang)dan
memungkinkan diperbaiki maka bagian muka plywood kemudian diperbaiki
lagi dengan didempul agar kualitas plywoodnya meningkat.

98
``

 PROSEDUR KERJA
1) Masukkan formaldehid kedalam labu alas bulat sebanyak 600 mL
2) Tambahkan katalis amoniak sebanyak 5% dari berat total campuran
(25,16 g) kemudian ditambahkan Na2CO3 sebagai buffer agent sebanyak
10 % dari berat amoniak.
3) Aduk campuran hingga rata kemudian diambil sample sebagai sample 0.
4) Masukkan urea sejumlah tertentu, gunakan perbandingan mol
formaldehid per urea sebesar 1,5 kemudian diaduk campuran sampai rata
dan diambil sample sebagai sample 1.
5) Panaskan campuran sampai suhu 90 0C pada saat terjadi refluks ambil
sample sebagai sample no.2. Refluks diatur sangat perlahan-lahan.
6) Sample diambil pada waktu reaksi-reaksi sebagai berikut.
a. Pada selang waktu satu jam pertama sampel diambil setiap 15
menit (sampel 3, 4, 5, dan 6).
b. Pada jam berikutnya sampel diambil setiap 30 menit (sampel 7
dan 8).
c. Setiap kali mengambil sampel segera didinginkan pada suhu
kamar, lalu dilakukan analisis.
7) Setelah waktu tertentu, diperoleh kadar formaldehid bebas yang konstan
(nilai tes I cenderung tetap), reaksi dihentikan.
8) Analisis sampel:
Sampel 0 dan 1, dianalisis dengan tes I dan II
Sampel no. 2 dan seterusnya dianalisis dengan tes I, II, III, dan V
Sampel terakhir dianalisis dengan tes I, II, III, IV, V, dan VI.

 ANALISIS
Tes I. Penentuan kadar formaldehid bebas
Analisis kadar formaldehid bebas dengan hidroksilamin hidroklorida.
Dasar reaksi
CH2O + NH2-OH.HCl  CH2=N-OH + HCl + H2O

99
``

HCl yang terbentuk ekivalen dengan kadar formaldehid bebas dalam


larutan.
Prosedur:
1) Pipet 1 ml sample kemudian dilarutkan didalam Erlenmeyer 250 mL,
larutkan dengan aquades sebanyak 20 ml, ditambahkan 2 tetes
indicator Bromphenol Blue kemudian dinetralkan dengan asam/basa,
cek titik akhi dengan over titration dan back titration.
2) Tambahkan 7 ml hidroksilamin hidroklorida 10%, dikocok, dan
dibiarkan selama 5-10 menit agar reaksi sempurna lalu titrasi dengan
NaOH sampai netral.
3) Lakukan titrasi blangko: 21 ml air + 2 tetes indicator + 7 ml
hidroksilamin hidroklorida
4) Lakukan percobaan secara duplo.

Tes II. Pengujian pH larutan


 Mencelupkan kertas pH kedalam larutan kemudian disesuaikan
dengan warna standard pada label kertas pH.
Tes III. Penentuan viskositas
Penentuan viskosita cairan dilakukan dengan menggunakan alat
Viskometer Ostwald.
Kalibrasi viscometer digunakan air pada suhu tertentu.
Penentuan harga K (tetapan viscometer) digunakan rumus
𝜇
𝐾=
𝑆. 𝑡

𝜇 = 𝐾 .𝑆 .𝑡

K = konstanta kalibrasi viscometer


S = spesifik gravity air murni pada suhu tertentu
t = waktu refluks air dalam viscometer, dalam detik.
µ = viskositas air pada suhu tertentu.

100
``

Prosedur

1) Memasukkan air atau sample kedalam viskositas Oswald


2) Kemudian sample diisap sampai melewati kapiler sampai pada batas
yang tertentu.
3) Alirkan sampel melalui kapiler ke bawah, Stopwatch dijalankan pada
saat permukaan sampel tepat berada pada garis atas dan dihentikan
apabila sample berada pada garis bawah, kemudian mencatat waktu
yang dibutuhkan sample.
Tes IV. Penentuan kadar resin dalam larutan
Prosedur
1) Panaskan pinggan penguapan dalam oven pada suhu 140o C selama 30
menit kemudian didinginkan dalam dessikator lalu ditimbang,
misalnya beratnya = G1.
2) Timbang 10 gram resin sample dalam pinggan penguapan tersebut.
Panaskan dalam oven pada suhu 140oC selama 2 jam. Dinginkan
dalam dessikator lalu ditimbang, misalnya beratnya = G2.
3) Panaskan lagi , dinginkan dalam dessikator lalu timbang, ulangi
pemansan dalam oven hingga diperoleh berat tetap, misalnya beratnya
= G3.
4) Lakukan percobaan secara duplo.
Tes V. Penentuan berat jenis dengan piknometer
Penentuan volume piknometer
1) Timbang piknometer kosong bersih dan kering
2) Isi piknometer dengan air murni (aquades) pada suhu tertentu dan
timbang.
3) Tentukan volume piknometer.
Penentuan berat jenis sampel resin
1) Bersihkan dan keringkan piknometer
2) Isi piknometer dengan sampel resin sampai penuh, lalu ditimbang
3) Tentukan berat jenis sampel resin.

101
``

Tes VI. Penentuan waktu stroke cure


Stroke cure adalah waktu yang dibutuhkan agar resin berubah dari
keadaan cair/fusible sampai pengaduk sulit digerak-gerakkan, pada
pengadukan dengan kondisi tempertur tertentu dalam cawan kuningan.
Tes dilakukan di atas “hot plate” yang dapat meanaskan antara 100—
300o C. Temperatur diamati dengan thermometer yang dicelupkan di
dalam gelas kimia berisi air atau gliserin yang dipanaskan di atas “hot
plate” yang sama.

 PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN KESELAMATAN KERJA


Hidroksilamine HCl
R 20/22 : Berbahaya apabila terhirup dan tertelan.
R 36/38 : Dapat menyebabkan gangguan pada mata dan iritasi pada
kulit.
S2 : Simpan diluar jangkauan anak-anak
S 13 : Simpan terpisah dari makanan, minuman dan bahan makanan
ternak.
Urea
S 22 : Jangan menghirup debunya.
S 24/25 : Hindari sentuhan dengan kulit dan kena mata.

Formaldehyde
R 23/24/25 : Keracunan apabila terhirup, bersentuhan dengan kulit dan
tertelan.
R 34 : Dapat menyebabkan luka bakar.
R 40 : Kemungkinan timbul resiko karena efek yang tidak dapat
berubah.
R 43 : Dapat menjadi penyebab kepekaan apabila bersentuhan
dengan kulit.
S 26 : Apabila terkena mata, segera bilas dengan air sebanyak
mungkin dan bawalah segera ke balai pengobatan.

102
``

S 36/37 : Pakailah pakaian dan sarung tangan pelindung.


S 44 : Apabila anda merasa kurang sehat, segera kedokter/balai
pengobatan (jika diperlukan tunjukkan etiket wadah).
S 51 : Hanya dipergunakan dalam ruangan yang berventilasi baik.

 DATA PENGAMATAN
 Formaldehid yang digunakan = ……………… g
 Urea yang digunakan = ……………….g
 Katalis (NH3) yang digunakan = …………….....g
 Na2CO3 yang digunakan = ……………….g
Tabel pengamatan
Volume NaOH 0,25 N
No. Viskositas Berat Pikno +
pH (ml) untuk titrasi
Sampel (waktu (s) Sampel (g)
I II
0
1
2 (0’)
3(15’)
4(30’)
5(60’)
6(90’)
7(120’)
Blanko
(air)

Data penentuan berat jenis:


Berat Piknometer Kosong = ……… g
Berat pinometer + air = ………..g
Berat jenis air pada suhu ……..(pengukuran) = ………..
Volume piknometer sesuai percobaan = ……….mL

103
``

Berat piknometer + sampel = ……….g


Berat sampel = ……….g
Data tes IV.
Berat Cawan Kosong (I) = …………. g
(II) = …………. g
Berat Cawan + Resin (I) = ………….. g
(II) = ………….. g
Berat Cawan + Resin Setelah Pemanasan (I) :
(I) = ………… g
(II) = ………… g
(III) = …………. g
(IV) = …………. g
(V) = …………. g
Berat Cawan + Resin Setelah Pemanasan (II) :
(I) = ………… g
(II) = ………… g
(III) = …………. g
(IV) = …………. g
(V) = …………. g

Penentuan kadar resin


 berat cawan kosong (G1)
 berat cawan kosong (I) = …………. g
 berat cawan kosong (II) = …………..g

 berat cawan + resin (G2)


 berat cawan + resin (I) = ………… g
 berat cawan + resin (II) = ………….g

 berat cawan + resin setelah dipanaskan (G3)


 berat cawan + resin (I) = ……….. g

104
``

 berat cawan + resin (II) = ………. g

G3  G1
% resin = x 100 %
gr re sin

PERHITUNGAN

105
``

106
``

PEMBAHASANA

107
``

KESIMPULAN

108
``

DAFTAR PUSTAKA
 Doyle M. P. , Mungall W. S. , Experimental Organic Chemestry, Julan
Wiley & Sons, 1980
 Handbook Chemistry and Physics
 Fluka Chemika-BioChemika Catalogue

Contoh Perhitungan Bahan Kimia


Penentuan bahan kimia campuran awal reaksi
Density formalin = 1,08 g/ml
Kadar formaldehid dalam formalin = 37 g dalam 100ml formalin
(persentase formaldehid)
Formalin yang digunakan = 300 ml
= 300 ml x 1,08 g/ml
= 324 g
300 ml
Formaldehid yang digunakan = x37 g
100 ml formalin
= 111 g
111 g
=
30 g / mol
= 3,7 mol
Perbandingan mol F/U = 1,5
1
Urea yang digunakan = x 3,7 mol = 2,47 mol urea
1,5
= 2,47 mol x 60 g/mol
= 148,2 g
Katalis yang digunakan = 5% berat total campuran
Buffering agent yang digunakan = 10 % berat katalis
Misalkan berat total campuran = a gr
a = 327 + 148,2 + 0,05a + 0,005a
(1 – 0,055)a = 475,2

109
``

0,945 a = 475,2
a = 502,86 g
Berat katalis (NH3) = 0,05 x 502,86 g
= 25,143 g
Volume NH3 = Berat NH3 / Density
= 25,143 g / 0,91 g/ml = 27,63 ml
Berat buffer = 0,1 x berat katalis
= 0,1 x 25,143 g
= 2,514 g

Penentuan density dengan piknometer


Berat piknometer kosong = 25,857 g
Berat piknometer + air = 51,032 g
Berat air = 25,175 g
0
Densiti air pada 30 C = 0,9956 g/ml
Viscositas air pada 320C = 0,85 Cp
Volume Piknometer = Berat air / ρ air 30 oC
= 25,175 g/ 0,9956 g/ml
= 25,285 ml
berat sampel
Densiti sample =
vol. piknometer
29,414 g
Densiti sample 0’ =
25,285 ml
= 1,1632 g/ml

Penentuan Viscositas Resin


Pengukuran waktu alir pada viscometer (320C) = 1,07 detik
0
Pengukuran waktu alir residu pada viscometer (32 C) = 3,67 detik
0
Densiti air pada 30 C = 0,9956 g/ml
Viscositas air pada 300C = 0,85 Cp / 0,7975

110
``

n
Konstanta viscometer (K) =
S .t
0,85
K =
0,9956 . 1,07 
= 0,7979
Viscositas resin = K.S.t
1,1632
Viscositas resin 0’ = 0,7979 x x 2,56 = 2,3865 Cp
0,9956
Viscositas resin 15’ = ………………………………………. Cp
Viscositas resin 30’ = ……………………………………….Cp
Viscositas resin 60’ = ……………………………………….Cp
Viscositas resin 90’ = ……………………………………… Cp
Viscositas resin 120’ = ……………………………………… Cp

Penentuan kadar formaldehid bebas dengan hidroksilamin hidroklorida


gr CH 2 O 3 x ml NaOH x N NaOH
=
100ml laru tan ml sampel

Untuk sample 0
gr CH 2 O 3 x39,20 x 0,25
=
100ml laru tan 1
= 29,40

111
``

PERCOBAAN VII

JUDUL ISOLASI POLIFENOL


TUJUAN 1) Dapat melakukan ekstraksi lemak dari tempe dengan
pelarut n-hexan untuk memperoleh tempe bebas lemak;
2) Dapat melakukan ekstraksi isoflavonoid dari tempe
bebas lemak dengan pelarut etanol;
3) Dapat melakukan pemekatan ekstrak dengan
menggunakan rotavapor;
4) Dapat menentukan konsentrasi isoflavonoid di dalam
tempe dengan metode spektrofotometri sinar tampak
berdasarkan analisis kurva standar menggunakan
pereaksi Prussian Blue.

A. Alat dan Bahan


1. Daftar peralatan yang diperlukan:
- Gelas kimia 600 mL - Labu takar 50 mL
- Erlenmeyer 250 mL - Pipet ukut 1 mL
- Gelas Ukur - Pipet ukur 5 mL
- Corong Kaca - Pipet ukur 10 mL
- Batang Pengaduk - Lumpang
- Labu alas bulat rotavapor - Gelas kimia 100 mL
- Labu peer rotavapor
- Rotavapor
- Labu takar 100 mL
2. Bahan yang dibutuhkan
- Etanol - n-heksan
- Tempe - K3Fe(CN)6
- FeNH4(SO4)2 - Aquadest

112
``

B. DASAR TEORI
1. Isoflavonoid
Obesitas dengan permasalahannya telah merupakan masalah epidemic
didunia, kondisi mana juga mencuat di Indonesia. Survei morbidilitas yang
merupakan bahagian dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
di Indonesia memperlihatkan kecenderungan kenaikan prevalensi obesitas
khususnya pada wanita sejalan dengan pertambahan usia (mencapai 41-50% pada
usia di atas 55 tahun).
Studi epidemiologis oleh Imdonesia Society for the Study of Obesity ( ISSO,
HISOBI ) yang dilaksanakan pada tujuh kota besar di Indonesia Termasuk Medan
dan melibatkan 6318 subjek usia 20 tahun ke atas dari berbagai suku
memperlihatkan prevalensi kumulatif overwight (menggunakan batasan IMT 23-
24,9 kg/m2) rata-rata 46,45%. Sebagai perbandingan, prevalensi kombinasi
overwight dan obesitas pada orang dewasa di Malaysia berkisar antara 26%-53%
(rata-rata 39%).
Selain risiko diabetes mellitus tipe-2 dan penyakit kardiovaskular, tingginya
angka kematian pada obesitas juga dikaitkan dengan beberapa penyakit lain.
Dikemukan bahwa jaringan visera merupakan factor risiko independent obesitas
abdominal pada inti problem sindrom metabolic (MetS). Penelitian di Eropa dan
Jepang memperlihatkan bahwa salah satu factor risiko penyebab emboli paru
pada populasi wanita adalah kelompok yang memiliki IMT ≥ 25,0 kg/m2.
Penguatan potensi terjadinya trombisit akut berpengaruh pula terhadap
meningkatnya resiko penyakit kardiovaskular, dihubungkan dengan
hiperinsulinemia dan toleransi glukosa terganggu yang dapat berlangsung pada
obesitas. Lebih lanjut dikemukakan bahwa obesitas visera ( dalam kondisi
hiperinsulinemia) berhubungan dengan penurunan konsentrasi sex hormone
binding (SHBG) dan kenaikan konsentrasi androgen bebas.
Ditemukan leptin (suatu protein) dalam riset jaringan adiposit khususnya pada
bagian visera abdomen, membuktikan bahwa jaringan adipose juga merupakan
organ endokrin. Pada penelitian lanjut ditemukan pula beberapa substansi protein
lainnya berupa sitokin atau molekulmenyerupai sitokin yang dikelompokan

113
``

sebagai adipositokin atau adipokin. Beberapa dari protein in berperan sebagai


sitokin imflamasi, fungsi metabolism lemak, sementara yang lainnya berperan
dalam hemostasis vascular, siste komplemen serta beberapa senyawa bioaktif lain
yang bertanggung jawab terhadap potofisiologi konsekuensi atau kamorbid
obesitas. Efek dari protein spesifik ini adalah paracrine atau autocrine, atau
bhkan di tempet jauh dari jaringan adiposa.
Tempe kedelai sebagai Bahan Makanan
Beberapa bahan makanan tradisional di Indonesia diketahui mempunyai
indeks glikemik rendah, seperti misalnya tempe sebagai produk utama kedelai.
sejarah Jawa kuno yang ditulis oleh Ranggasutrasno mencatat awal mula
pembuatan tempe sebagai produk fermentasi menggunakan laru temped an
termasuk dalam pola makan sehari-hari pada populasi di Jawa Tengah sejak
tahun 1700. Kurun waktu setelah itu tempe yang dibuat dari kacang kedelai
(soybean, glacine max, glysine soya) telah dimanfaatkan sebagai penganti atau
penambah sumber protein hewani atau nabati dalam pola makanan sehari-hari.
Yang dimaksudkan dengan tempe kedelai adalah yang diperoleh melalui
proses penanaman mikroba dari jenis kapang pada media kedelai sehingga terjadi
fermentasi. Fermentasi dapat berlangsung lancar apabila didukung oleh beberapa
persyaratan seperti ketersediaan ragi tempe, terdapat unsur bahan pangan yang
akan difermentasi : zat tepung, gula dan protein, adanya enzim katalisator proses
fermentasi, suhu ideal antara 280C-300C pada kondisi ruangan yang gelap, derajat
keasaman media yang cukup (pH 4-5) dan kondisi kedelai sudah cukup lunak.
Diketahui bahwa pemanfaatan kedelai sebagai bahan pangan mengalami
beberapa kendala: tekstur yang keras, adanya zat antitripsin yang menyebabkan
protein terkandung didalamnya tidak dapat dicerna secara langsung , kandungan
enzim lipoksidase yang menyebabkan timbulnya bau dan rasa langu; kendala
mana yang akan dapat diatasi dengan proses menjadi produk olahan/awetan
terlebih dahulu. Walaupun analisis komposisi tempe kedelai menunjukkan defisit
pasangan asam amino metionin-sistin, secara menyeluruh mengandung unsur zat
gisi yang cukup tinggi: 25% protein (17 gram protein/100 gram),5% lemak,4%
karbohidrat dan 66% air,sumber vitamin B12 yang cukup tinggi;rendah lemak

114
``

jenuh,bebas kolesterol. Disamping itu diketahui pula pemanfaatan tempe kedelai


sebagai sumber makanan rendah lemak jenuh,menurunkan kadar
kolesterol,mudah dicerna,sumber utama mineral,efek antibiotik dan stimulasi
pertumbuhan,bebas toksin kimia dan dapat terjangkau dari segi
ekonomis.24,25,26,27 Kedelai sebagai bahan pangan secara alamiah memiliki
kandungan isofloavonic phyroestrogens(isoflavones,subkelas dari flavonoid)
yang cukup tinggi;mencapai 5,1-5,5 mg isoflavon total/gram protein kedelai
tergantung jenis kedelai ,area penanaman ataugeografi dan proses penanaman.
Satu porsi hidangan makanan tradisional terbuat dari kedelai dapat memberikan
sekitar25-60 mg isoflavon.Pada tempe kedelai mentah didapati kandungan 3,1
mg isoflavon/gram proteinnya,lebih tinggi daripada tahu mentah (tofu) (2,1
mg/gram protein) atau susu kedelai (soymilk) (2,0 mg/gram
protein).26Komponen flavonoid sendiri memiliki inti flavon sebagai struktur
dasar,tersusun dari 2 cincin benzen (A dan B) yang dihubungkan oleh cincin C
Heterosiklik. Posisi dari cincin Benzoid B mendasari penggolongan kelas
flavonoid atas flavonoids(posisi kedua) dan isoflavonoids (posisi ketiga).Dikenal
tiga isoflavon utama dari kedelai yaitu genistein (4’,5,7-
trihidroksiisoflavon),daidzein (4’,7-dihidroksiisoflavon) serta unsur terkait seperti
ß-glikosida dan glycetin (Gambar 1). Pada manusia, genistein akan di
metabolismekan menjadi dihidrogenistein dan 6’-hidroksi-O-desmetilangolensin.
Diantara ketiga unsur ini ternayata efek genistein telah terbukti sebagai
penghambat tirosin kinase yang kuat, enzim mana berperan pada kaskade
pembentukan thrombin serta gangguan yang ditimbulkannya.
Waktu paruh plasma dari ginistein dan daidzein pada orang dewasa adalah
7,9 jam dan mencapai kadar puncak 6-9 jam setelah pemberian komponen murni.
Sebagai konnsekuensinya, konsumsi terus menerus dari diet yang mengandung
kedelai pada akhirnya akan menghasilkan konsentrasi isoflavon plasma yang
tinnggi dan menetap.
Pengaruh Tempe Kedelai terhadap Profil Lipid
Beberapa penelitian terkait menunjukan bahwa penambahan protein kedelai
pada konsumsi minimal protein hewani dapat mempengaruhi kadar lipid plasma,

115
``

selain berperan pada hemostasis dan fungsi trombosit. Dalam kaitan ini pola diet
rendah lemak tinggi protein (20-25% energy dari protein) telah dikemukan
sebagai alternative pengganti pola diet rendah lemak tinggi karbohidrat,
khususnya pada hipertrigliseridemia. Penambahan 25 sampel 50 gram protein
kedelai/hari dalam hal ini dapat memperbaiki factor-faktor risiko penyakit
kardiovaskular.
Dilaporlkan bahwa dengan pemberian 25 gram protein kedelai yang
mengandung 37-62 mg isoflavon tyerbukti bermakna menurunkan kadar kolestrol
–total dan LDL- kolesterol.26,28,31 Cassidy et al. Melaporkan dari penelitiannya
pada sekelompok wanita usia muda bahwa 45 mg isoflavonoid dan bukan 23 mg
isoflavonoid, menyebabkan penurunan konsentrasi kolesterol total dan LDL
kolesterol yang bermakna. Nestle et al. 1997 (dikutip dari Lichtenstein)
sebaliknya mengemukakan bahwa pemberian 45 mg genistein selama 4-10
minggu ternyata tidak memberikan pengaruh bermakna pada konsentrasi lipid
darah. Meta analisis dari beberapa penelitian menunjukan bahwa konsunsi
protein kedelai setiap hari dapat menurunkan masing-masing 9,3 % kadar
kolesterol-total serum, 12,9 % kadar LDL kolestrol dan 10,5% kadar trigliserida;
pengaruh mana terutama diperlihatkan pada keadaan hiperkolesterolemia, tidak
pada subjek dengan kadar kolesterol normal atau kurang dari 200 mg/dl.
Perubahan konsentrasi trigliserida dalam hal ini juga sangat tergantung pada
konsentrasi di awal penelitian. Dikemukakan pula efek langsung protein kedelai
yang dapat menekan sekresi insulin dan glucagon sehingga menghambat
lipogenesis, serta pengaruhnya terhadap reseptor LDL selain pengaruh positif
isoflavon, kandungan seratnya dapat menurunkan kadar kolesterol.

Isoflavonoid adalah senyawa 15 karbon yang mirip seperti flavonoid hanya saja
cincin B pada isoflavonoid tertempel pada atom karbon posisi ketiga pada cincin
karbon di tengah. Isoflavonoid terutama terdapat pada anggota subfamili kacang-
kacangan yaitu Papilionoideae contohnya kacang kedelai (Glycine max) atau
semanggi (Trifolium spp).

116
``

Fungsi

Fungsi isoflavonoid sebagian besar belum diketahui, tapi beberapa bertindak


sebagai zat alelokimia. Sebagai contoh, rotenon, isoflavonoid dari akar tuba
(Derris ellipica), banyak digunakan sebagai insektisida (senyawa pembasmi
serangga). Selain itu rumus bangun isoflavonoid mirip dengan hormon estrogen
hewan, misalnya estradiol, dan isoflavonoid tumbuhan tertentu menyebabkan
kemandulan pada ternak betina, khususnya domba. Semanggi bawah-tanah
menimbun isoflavonoid dalam jumlah yang luar biasa tinggi. Senyawa ini
menyebabkan "penyakit semanggi" yang serius pada domba, pertama kali tercatat
di Australia Barat pada tahun 1960-an dengan menurunnya tingkat kesuburan.
Isoflavonoid juga diperkirakan merupakan faktor yang mengendalikan populasi
hewan pengerat di beberapa wilayah tertentu.

Aktivitas Estrogenik Protein Kedelai


Hampir seluruh produk protein kedelai mengandung isoflavon alamia
(Vitoestrogen) yang memiliki efek estrogenic lemah pada hewan dan manusia,
sehingga masi mempunyai efek entioksidan dalam menurunkan LDL-kolesterol
serta meningkatkan HDL-kolesterol. Konsentrasi absolute isoflavon pada produk
bahan makanan sangat bervariasi, tergantung pada teknik pengolahannya. Masi
dipertanyakan kemungkinan efek antiestrogenik isoflavon pada kondisi
lingkungan tinggi estrogen seperti keadaan pramenopause dan sebaliknya
efekestrogenik pada kondisi pasca menopause. Ridges et al. (2001) Mendapatkan
manfaat penambahan kacang kedelai sebagai sumber isoflavon genistein dan
daidzein pada makanan yang diperkaya dengan sejenis biji-bijian (linsit) untuk
memperbaiki lipid plasma pada subjek pasca menopause dengan
hiperkolesterolemia.
Analisis molecular dari genistein kedelai ternayata memperlihatkan struktur
yang mirip dengan 17ß-ekstradiol mendukung mekanisme kerja substansi ini
dalam perbaikan profil lipid plasma.

117
``

Diketahui bahwa hormon estrogen secara langsung dapat mempengaruhi


adiposid dan jenis sel lainnya pada jaringan adiposa wanita dan pria;serta efek
tidak langsung oleh adanya reseptor estrogen pada jaringan otak dan hati yang
mengatur keseimbangan energy maupun deposisi jaringan adiposa akibat
perubahan metabolisme. Pengaruh langsung dari ekstrogen pada jaringan adiposa
dapat melalui mekanisme modulasi keinginan makanan atau energy expenditure;
atau menghambat aktifitas lipoprotein lipase (LPL), suatu enzim yang mengatur
ambilan lipid (lipogenesis) oleh adiposity.
Sementara genistein (17ß-estradiol eksogen) secara tidak langsung
mempengaruhi lipolisis dengan memacu lipolitik enzim hormonesensitive lipase
atau dengan meningkatkan efek lipolitik dari epinefrin. Efek 17ß-ekstradiol
terhadap ambilan kolesterol biosintesis dan katabolismenya; hanya di dapati pada
wanita, tidak ditemukan pada pria. Mekanisme juga dapat berlangsung melalui
peningkatan ß-oksidasi asam lemak yang berperan dalam pengurangan deposisi
jaringan adipose. Berdasar struktur kimianya, isoflavon secara biologis dapat
berikatan dengan reseptorestrogen serta bekerja agonis dan antagonis terhadap
estrogen. Hal mana masih sulit dimegerti mengingat beberapa factor yang
berperan didalamnya jumlah dan lokasi reseptor; sehingga di sebut sebagai tissue
spesifik. Dikemukakan bahwa avinitas vitoestrogen terhadap ERß(resepton
estrogen beta) ternyata lebih kuat disbanding terhadap ERα (reseptor estrogen
alpa).
Pada umumnya konsumsi kedelai menurut jumlah yang di anjurkan sudah
dapat memberikan kadar isoflavon plasma melebihi konsentrasi estradiol
normaplasma (40 pg/ml pada pria, 80 pg/ml pada wanita). Studi interfensi
pemberian diet mengandung vitoestrogen (produk kedelai) pada wanita pra
menopausesehat dalam jangka waktu 9 bulan menunjukan efek ekstrogen berupa
pemanjangan fase folikular dan perlambatan pencapaian puncak konsentrasi
progesteron; sekaligus penekanan puncak LH (luteinizing hormone) dan FSH
(follicle stimulating hormone) pada pertengahan siklus menstruasi.

118
``

2. Ekstraksi

Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan


pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur
untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain.
Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnya bahan alami) tidak dapat
atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis.
Misalnya saja, karena komponennya saling bercampur secara sangat erat, peka
terhadap panas, beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam
konsentrasi yang terlalu rendah.

Dalam hal semacam. itu, seringkali ekstraksi adalah satu-satunya


proses yang dapat digunakan atau yang mungkin paling ekonomis. Sebagai
contoh pembuatan ester (essence) untuk bau-bauan dalam pembuatan sirup
atau minyak wangi, pengambilan kafein dari daun teh, biji kopi atau biji coklat
dan yang dapat dilihat sehari-hari ialah pelarutan komponen-komponen kopi
dengan menggunakan air panas dari biji kopi yang telah dibakar atau digiling.

Penyiapan bahan yang akan diekstraksi dan plarut

Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-
komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek, terutama pada ekstraksi
bahan-bahan alami, sering juga bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut
dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu
larutan ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, yaitu misalnya
diekstraksi lagi dengan menggunakan pelarut kedua.

Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar
(kebutuhan pelarut lebih sedikit).

Kemampuan tidak saling bercampur

119
``

Pada ekstraksi cair-cair, pelarut tidak boleh (atau hanya secara terbatas) larut
dalam bahan ekstraksi.

Kerapatan
Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan
kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan
agar kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran
(pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatannya kecil, seringkali
pemisahan harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya
dalam ekstraktor sentrifugal).

Reaktivitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada
komponen-kornponen bahan ekstraksi. Sebaliknya, dalam hal-hal tertentu
diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk
mendapatkan selektivitas yang tinggi. Seringkali Ekstraksi juga disertai
dengan reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus
berada dalam bentuk larutan.

Titik didih

Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan,
distilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan itu tidak boleh terlalu
dekat, dan keduanya tidak membentuk aseotrop. Ditinjau dari segi ekonomi,
akan menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih pelarut tidak terlalu
tinggi (seperti juga halnya dengan panas penguapan yang rendah).

EKSTRAKSI DENGAN PELARUT

Ekstraksi adalah jenis pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu
padatan atau cairan. Proses ekstraksi bermula dari penggumpalan ekstrak
dengan pelarut kemudian terjadi kontak antara bahan dan pelarut sehingga
pada bidang datar antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut terjadi pengendapan
massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi yang telah tercampur dengan
pelarut yang telah menembus kapiler-kapiler dalam suatu bahan padat dan

120
``

melarutkan ekstrak larutan dengan konsentrasi lebih tinggi di bagian dalam


bahan ekstraksi dan terjadi difusi yang memacu keseimbangan konsentrasi
larutan dengan larutan di luar bahan.

Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara panas.
Jenis-jenis ekstraksi tersebut sebagai berikut.

a. Cara Dingin
 Maserasi, adalah ekstraksi menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengadukan pada suhu kamar. Secara teknologi
termasuk ekstraksi dengan prinsip metoda pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetic berarti
dilakuakn pengadukan kontinyu. Remaserasi berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarutsetelah dilakukan ekstraksi
maserat pertama dan seterusnya.
 Perkolasi, adalah ekstraksi pelarut yang selalu baru sampai
sempurna yang umumnya pada suhu ruang. Prosesnya
didahului dengan pengembangan bahan, tahap maserasi antara,
tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak) secara terus
menerus samapai diperoleh ekstrak perkolat yang jumlahnya 1-
5 kali bahan
b. Cara Panas
 Reflux, adalah ekstraksi pelarut pada temperature didihnya
selamawaktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relative
konstan dengan adanya pendingin balik
 Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu
dengan jumlah pelarut relative konstan dengan adanya
pendingin balik.
 Digesi, adalah maserasi kinetik pada temperature lebih tinggi
dari temperature kamar sekitar 40-50 C
 Distilasi uap, adalah ekstraksi zat kandungan menguap dari
bahan dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial zat
kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara

121
``

kontinyu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fse


uap campuran menjadi distilat air bersama kandungan yang
memisah sempurna atau sebagian.
 Infuse, adalah ekstraksi pelarut air pada temperature penangas
air 96-98 C selama 15-20 menit.

Pelarut yang baik untuk ekstraksi adalah pelarut yang mempunyai daya
melarutkan yang tinggi terhadap zat yang diekstraksi. Daya melarutkan yang
tinggi ini berhubungan dengan kepolaran pelarut dan kepolaran senyawa yang
diekstraksi. Terdapat kecenderungan kuat bagi senyawa polar larut dalam
pelarut polar dan sebaliknya.

Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh:

 Selektivitas, pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang


diinginkan.
 Kelarutan, pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan
melarutkan ekstrak yang besar.
 Kemampuan tidak saling bercampur, pada ekstraksi cair,
pelarut tidak boleh larut dalam bahan ekstraksi.
 Kerapatan, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang
besar antara pelarut dengan bahan ekstraksi.
 Reaktivitas, pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara
kimia pada komponen bahan ekstraksi.
 Titik didih, titik didh kedua bahan tidak boleh terlalu dekat
karena ekstrak dan pelarut dipisahkan dengan cara penguapan,
distilasi dan rektifikasi.
 Kriteria lain, sedapat mungkin murah, tersedia dalam jumlah
besar, tidak beracun, tidak mudah terbakar, tidak eksplosif bila
bercampur udara, tidak korosif, buaka emulsifier, viskositas
rendah dan stabil secara kimia dan fisik.

Karena tidak ada pelarut yang sesuai dengan semua persyaratan tersebut, maka
untuk setiap proses ekstraksi harus dicari jenis pelarut yang paling sesuai
dengan kebutuhan.

122
``

3. Aspek Kualitatif dan Kuantitatif Spektrofotometri UV-Vis

Spekra UV-Vis dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan sekaligus dapat
digunakan untuk analisis kuantitatif.

1) Aspek Kualitatif ;

Data spektra UV-Vis bila digunakan secara tersendiri, tidak dapat digunakan
unutk identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Akan tetapi, bila digabung
dengan cara lain seperti spektroskopi infra merah, resonansi magnet inti, dan
spektroskoppi massa, maka dapat digunakan untuk maksud analisis kualitatif
suatu senyawa tersebut.

Data yang diperoleh dari spektroskopi UV dan Vis adalah panjang gelombang
maksimal, intensitas, efek, pH, dan pelarut yang kesemuanya dapat
dibandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan.

Dari spektra yang diperoleh dapat dilihat, misalnya :

a. Serapan (absorbansi) berubah atau tidak karena perubahan pH. Jika berubah
bagaimana perubahannya apakah batokromik ke hipsokromik dan sebaliknya
atau dari hipokromik ke hiperkromik, dsb.

b. Obat-obat yang netral misalnya kafein, kloramfenikol atau obat-obat yang


berisi auxokrom yang tidak terkonjugasi seperti amfetamin, siklizin, dan
pensiklidin.

2) Aspek Kuantitatif ;

Suatu berkas radiasi dikenakan pada larutan sampel (cuplikan) dan intensitas
sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Intensitas atau kekuatan radiasi
cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas
penampang per detik.

Serapan dapat terjadi jika foton/radiasi yang mengenai cuplikan memiliki


energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan
terjadinya perubahan tenaga. Jika sinar monokromatik dilewatkan melalui

123
``

suatu lapisan larutan dengan ketebalan db, maka penurunan intesitas sinar (dl)
karena melewati lapisan larutan tersebut berbanding langsung dengan
intensitas radiasi (I), konsentrasi spesies yang menyerap (c), dan dengan
ketebalan lapisan larutan (db). Secara matematis, pernyataan ini dapat
dituliskan :

-dI = kIcdb

bila diintergralkan maka diperoleh persamaan ini :

I = I0 e-kbc

dan bila persamaan di atas diubah menjadi logaritma basis 10, maka akan
diperoleh persamaan :

I = I0 10-kbc

dimana : k/2,303 = a , maka persamaan di atas dapa diubah menjadi persamaan


:

Log Io/I = abc atau

A = abc

dimana : A= Absorban, a= absorptivitas, b = tebal kuvet (cm), c = konsentrasi

Bila Absorbansi (A) dihubungkan dengan Transmittan (T) = I/Io maka dapat
diperoleh

A=log 1/T .

Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada


konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel.
Tetapi tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang
gelombang radiasi.

Pada Hukum Lambert-Beer, terdapat beberapa batasan, antara lain :

124
``

1) Sinar yang digunakan dianggap monokromatis


2) Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang
luas yang sama
3) Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung
terhadap yang lain dalam larutan
4) Tidak terjadi peristiwa flouresensi atau fosforisensi
5) Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan.

Salah satu hal yang penting juga diingat adalah untuk menganalisis secara
spektrofotometri UV-Vis diperlukan panjang gelombang maksimal. Adapun
beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal,
yaitu :

a. Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga


maksimal karena pada panjang gelombang maksimal tersebut,
perubahan absorbansi untuk setiap konsentrasi adalah yang
paling besar
b. Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva
absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-
Berr akan terpenuhi
c. Jika dilakukan pengukuran ulang, maka kesalahan yang
disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan
kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimal.

Penyimpangan Hukum Beer

Jika dalam analisis suatu unsur tidak memenuhi Hukum Beer, maka
absorbansi tidak setara dengan konsentrasi. Jika ingin mengetahui apakah
suatu unsur memenuhi Hukum Beer atau tidak maka perlu ditentukan grafik
kalibrasi absorbansi vs konsentrasi. Hukum Beer hanya dapat dipenuhi jika
dalam range (cakupan) konsentrasi hasil kalibrasi berupa garis lurus, jadi kita
hanya bekerja pada linear range. Seringkali sampel yang dianalisa akan
memiliki absorbansi yang lebih tinggi dari pada larutan standar. Jika kita
berasumsi bahwa kalibrasi tetap linier pada konsentrasi yang lebih tinggi

125
``

Dengan cara ramalan kalibrasi yang linier [itu]. Hal ini tidak boleh diilakukan
karena bagaimanapun, ketika kita tidak bisa mengetahui apakah hukum Beer
masih terpenuhi pada konsentrasi yang lebih tinggi. Jika Hukum Beer tidaklah
terpenuhi pada konsentrasi yang lebih tinggi, hasil dari pengukuran akan
merupakan suatu kesalahan besar ( ketelitian sangat kecil)

Sekalipun standar lebih lanjut disiapkan dan kurva dicoba ke data, ketepatan
dari hasil akan sangat lemah dalam kaitan dengan ketidak-pastian di (dalam)
membaca konsentrasi dari kurva.

Oleh karena itu, larutan yang memiliki absorbansi lebih tinggi dari larutan
standar harus diencerkan sampai memenuhi konsentarasi larutan standar yang
telah ada.

C. PROSEDUR PERCOBAAN
a. Penyediaan Tempe Bebas Lemak
1. Tempe digerus dengan lumpang sampai cukup halus, lalu ditimbang
sebanyak 15 g ke dalam erlemeyer tutup asah.
2. Tambahkan n-heksan sebanyak 150 mL, kocok selama 5 menit baru
disimpan pada suhu kamar selam 90 menit, tetapi setiap selang waktu
15 menit dikocok lagi selama 5 menit.
3. Campuran dipisahkan dengan cara dekantasi (diendap-tuangkan),
residu tempe tetap dalam Erlenmeyer, pelarut ditampung dalam wadah
bersih.
4. Residu tempe ditambah lagi n-heksan 100 mL, dikocok lagi selama 5
menit baru disaring, filtrat (pelarut) dicampur dengan pelarut pada
prosedur no. 3.
5. Residu tempe dikeluarkan dari Erlenmeyer, ditempatkan pada selembar
kertas atau wadah kering, baru dikering-anginkan pada suhu kamar.
6. Tempe kering yang diperoleh di sini adalah tempe bebas lemak, lemak
sudah terlarut ke dalam n-heksan.

126
``

b. Ekstraksi Flafonoid dari Tempe Bebas Lemak

1. Tempe bebas lemak yang diperoleh pada prosedur sebelumnya


dimasukkan ke dalam Erlenmeyer tutup asah yang bersih dan ditambah
dengan etanol 95% sebanyak 200 mL, dikocok selama 5 menit baru
disimpan sampai pertemuan minggu berikutnya.
2. Campuran disaring, filtrate ditampung secara kuatitatif dalam
Erlenmeyer bersih.
3. Residu tempe ditambah lagi dengan 100 mL etanol 95%, dikocok
selama 5 menit baru disaring, filtrat dicampur dengan filtrat etanol
sebelumnya (dianggap sebagai ekstrak etanol).
4. Ekstrak etanol dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu Rotavapor
vakum, lalu dipekatkan sampai tersisah 50 mL.

c. Penentuan Kadar Flavonoid

1. Ekstrak etanol dari tempe yang telah dipekatkan melalui rotavapor


diencerkan menjadi 50—100 mL (volume ekstrak etanol, V) dengan
etanol;
2. Dipipet 0,1 mL larutan ekstrak tersebut (1) ke dalam labu takar 50 mL
dan ditambah dengan 25 mL air suling dan 3 mL FeNH4(SO4)2 0,10 M;
3. Campuran no.2 disimpan selama 20 menit pada suhu kamar kemudian
ditambahkan dengan K3Fe(CN)6 0,008 M sebanyak 0,5 mL, kemudian
diimpitkan sampai tanda batas dengan air suling dan setelah itu
dikocoki dan simpan pada suhu kamar selama 20 menit;
4. Setelah tepat 20 menit segera ukur serapannya pada panjang
gelombang 720 nm, catat serapan (As).
5. Konsentrasi polifenol dalam larutan ekstrak etanol (Cs) ditentukan
dengan metode kurva standar secara ekstrapolasi atau menggunakan
persamaan garis lurus yang diperoleh dari kurva standar.
Prosedur pembuatan larutan standar
1. Disediakan larutan asam tannat dengan konsentrasi 1 g dalam 100 mL
larutan (1%);

127
``

2. Larutan no. 1 dipipet 1 mL ke dalam labu takar 100 mL dan encerkan


sampai tyanda batas dengan air suling;
3. Disedian 5 buah labu takar 100 mL yang bersih, dan ke dalamnya
dipipet beruturut-turut 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; dan 0,5 mL larutan no.2 dan
masing-masing ditambah dengan 50 mL air suling, dikocok dengan
baik;
4. Ke dalam masing-masing larutan no.3 ditambahkan 3 mL
FeNH4(SO4)2 0,10 M lalu dikocong dan didiamkan selama 20 menit;
5. Kemudian ditambahkan 0,5 mL larutan K3Fe(CN)6 0,008 M dan
setelah itu diimpitkan sampai tanda batas dengan air suling, didiamkan
selama 20 menit baru diukur serapannya pada panjang gelombang 720
nm;
6. Catat serapannya dan buat kurva standar antara konsentrasi asam
tannat dalam larutan dengan serapannya masing-masing.
D. PERHITUNGAN
Konsentrasi polifenol dalam tempe dihitung dengan menggunakan
rumus:
C s xVxp
Kadar polifenol  x100%
m
Di mana Cs = konsentrasi polifenol dalam ekstrak etanol (ppm atau mg/L); V
= volume ekstrak etanol setelah dipekatkan (liter); p = faktor pengenceran; m
= berat tempe yang ditimbang (mg). Konsentrasi polifenol dalam tempe
diperoleh dari kurva standar secara ekstrapolasi (seperti pada gambar di bawah
ini), atau dihitung dari persamaan garis lurus yang diperoleh dari kurva
standar.

128
``

As

Cs

DATA PENGAMATAN

1) Bahan dan data fisisnya

No Nama Rumus Bangun R S Titik Titik Berat Jumlah


Bahan leleh didih molekul (berat
atau
volume)

129
``

2) Hasil-hasil penimbangan

Data hasil penimbangan:


Berat tempe = …………. G

3) Data dan perhitungan konsentrasi larutan standar


Berat asam tannat = ……….. g
Volume larutan asam tannat = ………….. mL
Konsentrasi larutan induk asam tannat = ………….. ppm
Pengenceran larutan asam tannat:
Pengenceran larutan standar (asam tannat)
(1) 0,1 mL menjadi 50 mL
(2) 0,2 mL menjadi 50 mL
(3) 0,3 mL menjadi 50 mL
(4) 0,4 mL menjadi 50 mL
(5) 0,5 mL menjadi 50 mL

Perhitungan konsentrasi larutan standar:


(1)

(2)

(3)

130
``

(4)

(5)

4) Data hasil pengukran serapan larutan standar

No Konsentrasi standar Nilai serapan


1
2
3
4
5
6 Sampel

5) Data larutan sampel (ekstrak pekat), volume ekstrak pekat = ……….mL


6) Penyediaan larutan sampel (dari ekstrak pekat)
1 mL larutan ekstrak pekat diencerkan menjadi 100 mL dengan aquadest,
dipipet ……. mL ekstrak encer ke dalam labu takar 100 mL dan ditambah
pereaksi (seperti penyediaan larutan standar) lalu diencerkan sampai tanda
batas dan diukur serapannya dengan spektrofotometer UV/Vis.

131
``

7) Kurva Standar

Hasil penentuan konsentrasi larutan sampel dari kurva standar = ……….ppm

Perhitungan konsentrasi polifenol di dalam sampel tempe:

132
``

PEMBAHASAN

133
``

134
``

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

135
``

PERCOBAAN ALTERNATIF I

JUDUL ISOLASI DAN PENENTUAN KADAR KAFEIN


TUJUAN 1) Dapat mengisolasi kafein dari sampel yang
berbeda.
2) Dapat menentukan kadar kafein dengan metode
spektrofotometri UV/Vis.
3) Dapat menentukan kadar kafein dengan metode
titrasi yodometri;

A. Alat dan Bahan

1. Peralatan
1) Kuvet
2) Labu takar 100 mL dan 50 mL
3) Batang pengaduk
4) Bola hisap
5) Pipet tetes
6) Gelas kimia 500mL, 100mL dan 50 mL
7) Corong pisah
8) Pipet ukur 10mL, 5mL, dan 1Ml
9) Spatula
10) Spektrofotometri UV-VIS
11) Corong gelas
12) Statip dan kelem buret
13) Buret
14) Neraca analitik
15) Corong Buchner
16) Erlenmeyer tutup asa
17) Kondensor tegak
18) Pompa vakum
2. Bahan
1) Larutan induk Kafein 100 ppm 2) Aquadest
3) HCl 0,2 N 4) Khloroform
5) Metilen Klorida 6) Daun the

136
``

7) Tablet (Panadol merah) 8) Kopi bubuk


9) Aquadest 10) Minuman ringan berkafein
11) KI 12) NaCl
13) K2Cr2O7 14) MgO
15) H2SO4 16) KOH
17) I2 19) Aseton
18) NaHCO3
20) Indikator kanji

B. DASAR TEORI
Kafein ialah alkaloid yang tergolong dalam keluarga methylxanthine
bersama sama senyawa tefilin dan teobromin, berlaku sebagai perangsang
sistem saraf pusat. Pada keadaan asal, kafein ialah serbuk putih yang pahit
(Phytomedical Technologies, 2006) dengan rumus kimianya C 6 H10 O2, dan
struktur kimianya 1,3,7- trimetilxantin . Kafein merupakan jenis alkaloid yang
secara alamiah terdapat dalam biji kopi, daun teh, daun mete, biji kola, biji
coklat dan beberapa minuman penyegar. Kafein memiliki berat molekul
194,19 gram/mol. Dengan rumus kimia C8H10N4O2 dan pH 6,9 (larutan kafein
1 % dalam air ). Secara ilmiah, efek kafein terhadap kesehatan sebetulnya
tidak ada, tetapi yang ada adalah efek tak langsungnya seperti menstimulasi
pernafasan dan jantung, serta memberikan efek samping berupa rasa gelisah
(neuroses), tidak dapat tidur (insomnia) dan denyut jantung tak beraturan
(tachycardia). Kopi dan teh banyak mengandung kafein dibandingkan jenis
tanaman lain, karena tanaman kopi dan teh menghasilkan biji kopi dan daun
teh yang sangat cepat, sementara penghancurannya sangat lambat.
Kafein 1,3,7-trimetil-1H-purin-2,6(3H,7H0-dion, rumus molekul
C8H10N4O2, merupakan alkaloid ksantin (purin), terutama di temukan dalam
daun teh (Camelia sinensis) dan biji kopi (Coffee arabica). Kafein memiliki
sifat fisis seperti berbentuk Kristal dengan warna putih, memiliki titik leleh
234ºC, larut dalam air (15 mg/mL) dan kloroform serta memiliki rasa yang
agak pahit (British Pharmacopeia, 1993).
Kafein merupakan senyawa alkaloid dari keluarga methylxanthine yang
dapat ditemukan dalam daun, biji ataupun buah dari hampir 63 spesies
137
``

tanaman di dunia. Sumber kafein yang paling sering ditemukan adalah kopi,
biji kokoa, kacang kola, dan daun teh (Wanyika et al, 2010).
Tabel 1. Kandungan Kafein dalam Makanan/Minuman (Purba, 2011)

Produk Kandungan Kafein

Secangkir kopi 85 mg
Secangkir teh 35 mg
Sebotol Coca-Cola 35 mg
Minuman energy 50 mg

Kafein merupakan stimulan sistem saraf pusat dan stimulan metabolik


yang poten, dan digunakan untuk bersenang-senang atau untuk menghilangkan
kecapekan fisik, serta untuk mengembalikan kewaspadaan mental. Kafein
pertama merangsang sistem saraf pusat pada level yang tinggi menghasilkan
kewaspadaan yang meningkat, alir pikiran yang lebih jernih dan lebih cepat,
konsentrasi yang meningkat, dan koordinasi tubuh yang lebih baik. Kafein
juga digunakan dengan ergotamine dalam pengobatan migraine dan sakit
kepala, dan juga untuk mengatasi rasa kantuk yang disebabkan oleh
antihistamin (Sarker dan L.Nahar, 2009).

Farmakodinamik Kafein
Kafein mempunyai efek relaksasi otot polos, terutama otot polos bronchus,
merangsang susunan saraf pusat, otot jantung, dan meningkatkan dieresis
(Farmakologi UI, 1995).
a. Jantung
Kadar rendah kafein dalam plasma akan menurunkan denyut jantung,
sebaliknya kadar kafein dan teofilin yang lebih tinggi menyebabkan
tachicardi, bahkan pada individu yang sensitif mungkin menyebabkan aritmia
yang berdampak kepada kontraksi ventrikel yang premature.
b. Pembuluh darah

138
``

Kafein menyebabkan dilatasi pembuluh darah termasuk pembuluh darah


koroner dan pulmonal, karena efek langsung pada otot pembuluh darah
c. Sirkulasi Otak
Resistensi pembuluh darah otak naik disertai pengurangan aliran darah dan O 2
di otak, ini diduga merupakan refleksi adanya blokade adenosineoleh Xantin
d. Susunan Saraf Pusat
Kafein merupakan perangsang SSP yang kuat. Orang yang mengkonsumsi
kafein tidak terlalu merasa kantuk, tidak terlalu lelah, dan daya pikirnya lebih
cepat serta lebih jernih. Tetapi, kemampuannya berkurang dalam pekerjaan
yang memerlukan koordinasi otot halus (kerapian), ketepatan waktu atau
ketepatan berhitung. Efek diatas timbul pada pemberian kafein 82-250 mg (1-3
cangkir kopi).
e. Diuresis
Kafein dapat menyebabkan diuresis dengan cara meninggikan produksi urin
atau menghambat reabsorbsi elektrolit ditubulus proksimal. Akan tetapi efek
yang ditimbulkan sangat lemah.

Farmakologi Kafein
Kafein adalah stimulan dari sistem saraf pusat dan metabolisme,
digunakan secara baik untuk pengobatan dalam mengurangi keletihan fisik dan
juga dapat meningkatkan tingkat kewaspadaan sehingga rasa ngantuk dapat
ditekan. Kafein juga merangsang sistem saraf pusat dengan cara menaikkan
tingkat kewaspadaan, sehingga fikiran lebih jelas dan terfokus dan koordinasi
badan menjadi lebih baik (Ware, 1995).
Konsumsi kafein secara rutin dapat menyebabkan terjadinya toleransi. Tanda-
tanda dan gejala-gejala dari konsumsi kafein secara berlebihan antara lain
kecemasan, insomnia, wajah memerah, dieresis, gangguan saluran cerna,
kejang otot, berbicara bertele-tele, takikardia, aritmia, peningkatan energy dan
agitasi psikomotor. Kafein dapat berinteraksi dengan siprofloksasin dimana
mengakibatkan terjadinya penurunan metabolism hepatic kafein sehingga efek
farmakologi kafein dapat meningkat (Sukandar dkk, 2008).

Farmakokinetik Kafein

139
``

Kafein diabsorpsi secara cepat pada saluran cerna dan kadar puncak dalam
darah dicapai selama 30 hingga 45 menit (Sukandar dkk, 2008). Pada orang
dewasa yang sehat jangka waktu penyerapannya adalah 3-4 jam, sedangkan
pada wanita yang memakai kontrasepsi oral waktu penyerapan adalah 5-10
jam. Pada bayi dan anak memiliki jangka waktu penyerapan lebih panjang (30
jam). Kafein dapat melewati plasenta dan lapisan darah-otak dikarenakan
sifatnya yang hidrofobik (Albina et al, 2002).
Kafein diuraikan dalam hati oleh sistem enzim sitokhrom P 450 oksidasi
kepada 3 dimethilxanthin metabolik, yaitu :
a. Paraxanthine (84%), mempunyai efek meningkatkan lipolisis,
mendorong pengeluaran gliserol dan asam lemak bebas didalam
plasma darah
b. Theobromine (12%), melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan
volume urin. Theobromine merupakan alkaloida utama didalam kokoa
(coklat)
c. Theophyline (4%), melonggarkan otot saluran pernafasan, digunakan
pada pengobatan asma.
Hati merupakan tempat utama dalam proses metabolisme kafein. Masing
masing dari hasil metabolisme ini akan dimetabolisme lebih lanjut dan akan
dikeluarkan melalui urin (Stavric dan Gilbert 1990, Arnaud 1999).
Waktu paruh eliminasi berkisar antara 3 -7 jam dan dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, meliputi jenis kelamin, usia, penggunaan kontrasepsi oral,
kehamilan dan merokok. Telah dilaporkan bahwa waktu paruh kafein pada
wanita lebih singkat dibandingkan dengan laki-laki (Nawrot et al, 2003).
.
Spektrofotometri UV-VIS adalah pengukuran serapan cahaya di daerah
ultraviolet (200 – 350 nm) dan sinar tampak (350 – 800 nm) oleh suatu
senyawa. Serapan cahayaUV atau VIS (cahaya tampak) mengakibatkan
transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar
yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih
tinggi.Panjang gelombang cahaya UV-VIS bergantung pada mudahnya
promosielektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi
untuk promosielektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih
pendek. Molekul yangmemerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada
140
``

panjang gelombang yang lebih panjang.Prinsip dari spektrofotometri UV-VIS


senyawa yang menyerap cahaya dalamdaerah tampak (senyawa berwarna)
mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikandari pada senyawa yang
menyerap pada panjang gelombang lebih pendek. Jika radiasielektromagnetik
dilewatkan pada suatu media yang homogen, maka sebagian radiasi ituada
yang dipantulkan, diabsorpsi, dan ada yang transmisikan. Radiasi yang
dipantulkandapat diabaikan, sedangkan radiasi yang dilewatkan sebagian
diabsorpsi dan sebagianlagi ditransmisikan.
Absorpsivitas hanya tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul dan
panjanggelombang atau frekuensi radiasi yang digunakan. Spektrum absorpsi
(kurva absorpsi)adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara absorban
atau transmitan suatularutan terhadap panjang gelombang atau frekuensi
radiasi.Pemilihan panjang gelombang untuk analisis kuantitatif dilakukan
berdasarkan pada spektrum absorpsi yang diperoleh pada percobaan.
Pengukuran absorpsi harusdilakukan pada panjang gelombang absorban
maksimum λ maks karena :
1. Kepekaan maksimum dapat diperoleh jika larutan dengan konsentrasi
tertentumemberikan signal yang kuat pada panjang gelombang
tersebut.
2. Perbedaan absorban sangat minimal dengan berubahnya panjang
gelombangdisekitar panjang gelombang absorban maksimum
sehinggakesalahan pengukuran sangat kecil. Pelarut yang digunakan
untuk spektrofotometri harus memenuhi persyaratan tertentu agar
diperoleh hasil pengukuran yang tepat. Pertama-tama, pelarut harus
dipilihyang melarutkan komponen analat, tetapi sesuai dengan bahan
kuvet.
C. METODE ANALISIS
1. Metode Spektrofotometri
a. Prosedur kerja

1) Persiapan Bahan
(1) Ditimbang sampel tablet kafein seberat 0,6823 g ke dalam gelas piala 200
mL;
(2) Dipanaskan sampai mendidih selama 10 menit;
141
``

(3) Disaring dalam keadaan panas dengan dua macam kertas saring secara
berurutan, pertama disaring dengan kertas saring kasar, kedua filtrate
pertama disaring lagi dengan kkertas saring whatman 41, kemudian
didinginkan;
(4) Setelah dingin, filtrate dipindahkan ke dalam corong pemissah;
(5) Diekstraksi 2 x 25 mL dengan menggunakan chloroform atau metilen
klorida;
(6) Lapisan organik yang diperoleh disatukan, dan dimasukkan lagi ke dalam
corong pisah bersih, dan diekstraksi kembali dengan 2 x 25 mL HCl 0,2 N;
(7) Lapisan HCl disatukan dan siap diukur serapannya dengan
spektrofotometer UV?Vis pada panjang gelombang maksimum, dan
konsentrasi kafein ditentukan dengan metode kurva standar.

2) Prosedur pembuatan larutan kafein standar

(1) Disediakan larutan kafein 1000 ppm sebanyak 100 mL dengan pelarut HCl
0,1 N;
(2) Disediakan 5 buah labu takar bersih volume 50 mL;
(3) Disediakan larutan kafein standar dengan konsentrasi berturut-turut 0, 2, 4,
6, 8, dan 12 ppm sebanyak 50 mL dengan pelarut HCl 0,2 N;
(4) Larutan kafein standar diukur serapannya dengan spektrofotometer
UV/Vis pada panjang gelombang maksimum.

3) Penentuan panjang gelombang maksimum

(1) Dipilih larutan standar kafein dengan konsentrasi 8 ppm;


(2) Disiapkan pula larutan blanko, yakni larutan standar dengan konsentrasi 0
ppm;
(3) Kuvet standar diisi dengan larutan standar kafein 8 ppm dan kuvet blanko
diisi dengan larutan blanko 0 ppm;
(4) Persiapkan peralatan spektrofotometer UV/Vis sesuai prosedur standar
pengoperasian alat, alat disken dari panjang gelombang 600 nm sampai
dengan 200 nm (lakukan sesuai SOP alat yang tersedia);

142
``

(5) Nilai serapan pada setiap panjang gelombang dicatat dan dialurkan dalam
bentuk kurva hubungan antara panjang gelombang dengan nilai serapan;
(6) Tentukan nilai panjang gelombang maksimum dari kurva.

4) Pembuatan kurva standar

(1) Kondisikan alat spektrofotometer UV/Vis sesuai SOP pada panjang


gelombang maksimum;
(2) Larutan standar diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum
secara berturut-turut mulai dari konsentrasi 0, 2, 4, 6, 8, dan 12 ppm;
(3) Catat serapan semua larutan standar dan buat kurva standar dengan
mengalurkan konsentrasi v.s. serapannya masing-masing;
(4) Larutan sampel diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum,
dan serapan yang diperoleh diinterpolasi ke dalam kurva standar untuk
menentukan kadar kafein di dalam larutan sampel.

2. Analisis Kafein Cara Bailey-Andrew

(1) Ditimbang 5 g sampel halus ke dalam erlenmeyer kemudian


ditambahkan 5 g MgO dan 200 ml aquades.
(2) Pendingin balik dipasang kemudian didihkan perlahan-lahan selama 2
jam, didinginkan kemudian diencerkan sehinnga volumenya tepat 500
ml, selanjutnya disaring.
(3) Dipindahkan filtrat 300 ml ke gelas kimia, ditambahkan 10 ml Asam
sulfat (1 : 9), kemudian didihkan sampai volume cairan tinggal 100 ml
(dilakukan di dalam lemari asam).
(4) Cairan dimasukkan ke dalam corong pemisah, kemudian gelas
kimia dibilas asam sulfat (1:9) dan diekstraksi berkali-kali dengan
khloroform berturutan menggunakan 25 ml, 20 ml, 15 ml, 10 ml dan
10 ml . Semua cairan dimasukkan ke corong pisah, kemudian ditambah
5 ml KOH 1% kemudian dikocok dan dibiarkan sampai cairan terpisah
jelas, selanjutnya cairan bagian bawah merupakan larutan kafein dalam
kloroform, dikeluarkan dan ditampung ke dalam erlenmeyer.

143
``

(5) Corong pemisah ditambahkan lagi 10 ml kloroform, dikocok dan


dibiarkan sampai terpisah jelas, selanjutnya cairan bagian bawah
dikeluarkan dan ditampung dalam erlenmeyer sama seperti di atas.
Perlakuan ini diulangi sekali lagi.
(6) Larutan kafein dalam kloroform ini kemudian dipanaskan dalam
penangas air sehingga tinggal residunya, selanjutnya dikeringkan
dalam oven 1000 C sampai diperoleh berat konstan yang merupakan
berat kafein kasar.
(7) Kadar kafein murni dapat ditentukan dengan analisis kadar N secara
mikro kjeldahl atau cara lain, misalnya metode HPLC dan
spektrofotometer UV/Vis dengan perbandingan standar atau kurva
standar.
Perhitungan :
Kafein dalam bahan = Berat N x 3.464 x 500/300 (g)

3. Prosedur ekstraksi kafein dalam daun teh

(1) Ditimbang 40 gram daun teh kering, ditambahkan 25 gram kalsium


karbonat dan 250 mL aquadest
(2) Campuran dimasukkan ke dalam erlenmeyer asah 300 mL dan
dihubungkan dengan kondensor refluks
(3) Campuran dipanaskan selama 20 menit
(4) Campuran disaring dalam keadaan panas melalui corong biasa dengan
kertas saring biasa. Residu dicuci dengan 150-250 mL air panas. Filtrat
hasil pencucian digaung dengan filtrat pertama
(5) Filtrat didinginkan sampai suhu kamar
(6) Filtrat dimasukkan dalamcorong pisah dan diekstraksi dua kali dengan 25
mL kloroform
(7) Lapisan kloroform di gabung dan di uapkan dengan penanggas air dalam
lemari asam
(8) Residu ditambahkan 10 mL aseton, kemudian larutan didinginkan dan
disaring dengan penyaring vakum
(9) Kafein yang telah diperoleh dikeringkan dan ditimbang
(10) Menghitung persentase perolehan kafein dalam daun teh (persen)

144
``

(11) Penetapan kadar kafein yang diperoleh dapat dilakukan dengan


menggunakan metode spektrofotometer UV/Vis dan HPLC dengan metode
kurva standar, atau boleh menggunakan metode titrasi seperti di bawah ini.

4. Metode Titrasi

a. Pembakuan atau standarisasi larutan natrium tiosulfat.


(1) Ditimbang dengan saksama 0,3 gram K2Cr2O7, masukkan ke dalam labu
ukur 100 ml.
(2) Dilarutkan dengan air suling (aquadest), kemudian cukupkan volumenya
hingga tanda.
(3) Kocok hingga homongen, lalu ukur dengan saksama 25 ml larutan
tersebut, masukkan ke dalam stock erlemeyer.
(4) Ditambahkan 0,8 gram KI dan 0,8 gram NaHCO3, kemudiaan tambahkan
dengan 2 ml HCL pekat.
(5) Didiamkan selama 10 menit di tempat gelap,
(6) Kemudiaan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga berwarna kuning
muda. Tambahkan 2 ml indikator kanji (larutan membentuk warna biru),
kemudiaan lanjutkan titrasi sampai warna biru tepat hilang.

b. Penetapan kadar
(1) Ditimbang sampel kafein ± 0,6 atau serbuk berkafein sebanyak 2
bungkus, lalu timbang serbuk sampel tersebut setara dengan berat rata-
ratanya (untuk sampel minuman di ukur 100,0 ml larutan sampel);
(2) Dilarutkan dengan 50 ml air suling (untuk sampel minuman tidak perlu
ditambah air) kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah.
(3) Diekstraksi 3 kali dengan kloroform masing – masing sebanyak 10 ml.
(4) Ekstrak kloroform ditampung di dalam cawan penguapan dan diuapkan
diatas uap air sampai kering.
(5) Ekstrak kering tersebut dilarutkan didalam 20 ml air lalu dididihkan;
(6) Larutan didinginkan, kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml
secara kuantitatif.
(7) Ditambahkan 5 ml H2SO4 4 N dan 50.0 ml larutan baku I2 0,1 N serta
20 ml larutan NaCl jenuh.
(8) Selanjutnya dicukupkan volumenya sampai tanda batas.

145
``

(9) Dikocok dan dibiarkan selama 5 menit ditempat gelap kemudiaan


disaring.
(10) Kurang lebih 10 ml filtrat pertama dibuang, lalu diukur 25,0 ml
filtrat/ hasil saringan tersebut dan dimasukkan ke dalam erlemeyer
bertutup asa.
(11) Dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3 0,1 N hingga berwarna
kuning, ditambahkan 2 ml indikator kanji lalu dilanjutkan titrasi
sampai warna biru tempat hilang. Lakukan titrasi blangko.
c. Cara pembuatan indikator kanji
Indikator kanji dibuat dengan cara mengaduk 1g kanji dengan 10 ml air
dingin, kemudian di tambahkan 200 ml air panas sambil diaduk-aduk, lalu
campuran tersebut dididihkan selama 30 menit sampai larutan menjadi
jernih. Kepekaan dari indikator ini dalam suasana asam selama 30 menit
sampai larutan menjadi jernih.

5. Penetapan Kadar Kafein dalam Minuman Berkafein


Prosedur Kerja
a. Preparasi Sampel
1) Dipipet sampel sebanyak 10 mL dan masukkan ke dalam labu pemisah
2) Ditambahkan kloroform sebanyak 50 mL dan mengocoknya selama 5
menit
3) Didiamkan selama beberapa menit sampai terlihat jelas batas pisah kedua
cairan.
4) Dipisahkan, cairan yang berada di bawah batas pisah (lapisan bawah)
dialirkan melalui corong gelas yang telah diberi kertas saring ke dalam
labu ukur 100 mL.
5) Ekstraksi diulangi sekali lagi dengan menambahkan kloroform sebanyak
40 mL dan dikocok selama 1 menit.
6) Didiamkan selama beberapa menit sampai terlihat jelas batas pisah kedua
cairan.
7) Dipisahkan, sama dengan prosedur no 4, cairan yang berada di bawah
batas pisah dialirkan melalui corong kaca yang telah diberi kertas saring ke
dalam labu ukur 100 mL sebelumnya.

146
``

8) Ekstrak yang diperoleh (prosedur 4 dan 7) disatukan, diencerkan dengan


kloroform sampai batas garis dalam labu takar 100 mL.

b. Pengenceran
1) Dipipet 2 mL larutan contoh dari labu ukur 100 mL ke dalam labu ukur 10
mL
2) Diimpitkan sampai batas garis dengan kloroform

c. Pembuatan Larutan Baku


1) Larutan baku induk, dibuat dengan menimbang 50 mg tepat standar kafein
(murni) dan dilarutkan dalam labu takar 100 mL dengan aquabidest,
diimpitkan sampai tanda batas (500 ppm);
2) Larutan baku kerja, dipipet 10,0 mL larutan 1 ke dalam labu takar 50 mL
dan diencerkan dengan aquabidest, diimpitkan sampai tanda batas (100
ppm).

d. Pembuatan Deret Standar


Buat deret larutan standar yang mengandung 4, 6, 8, 10, dan 12 ppm dari
larutan baku kerja 100 ppm.
1) Dari 100 ppm dipipet sebanyak 4 mL ke dalam labu ukur 100 mL,
diimpitkan (4 ppm)
2) Dari 100 ppm dipipet sebanyak 6 mL ke dalam labu ukur 100 mL,
diimpitkan (6 ppm)
3) Dari 100 ppm dipipet sebanyak 8 mL ke dalam labu ukur 100 mL,
diimpitkan (8 ppm)
4) Dari 100 ppm dipipet sebanyak 10 mL ke dalam labu ukur 100 mL,
diimpitkan (10 ppm)
5) Dari 100 ppm dipipet sebanyak 12 mL ke dalam labu ukur 100 mL,
diimpitkan (12 ppm)

e. Pengukuran
Mengukur larutan sampel, standar, dan blanko dengan spekrofotometer
UV/Vis pada λ maksimum.

147
``

D. HASIL PENGAMATAN

No Nama Bahan Rumus Bangun R S Titik Titik Berat Jumlah


leleh didih molekul (berat
atau
volume)

1 HCl 0,2 N

2 Khloroform

3 Metilen
Klorida

4 KI

5 K2Cr2O7

6 H2SO4

7 I2

8 NaHCO3

9 NaCl

10 MgO

11 KOH

12 Aseton

1. Data hasil analisis dengan spektrofotometer UV/Vis.

a) Data hasil penentuan panjang gelombang maksimum

Berat sampel = ……………………..


Panjang Serapan Panjang Serapan

148
``

Gelombang Gelombang

b) Data hasil pengukuran serapan larutan standar (untuk kurva


standar)

No Konsentrasi Larutan Serapan


Standar

2. Data hasil analisis Kafein Cara Bailey-Andrew

Berat sampel = …………………………….


Berat kafein kasar = …………………………….
Berat nitrogen = …………………………….
3. Data hasil analisis titrasi

Berat sampel = ……………………………


Data titrasi:
 Berat sampel = …………………….

149
``

 Data standarisai:

 Data titrasi sampel:

4. Penentuan kadar kafein dalam minuman berkafein

a) Data hasil penentuan panjang gelombang maksimum

Berat sampel = ……………………..


Panjang Serapan Panjang Serapan
Gelombang Gelombang

150
``

b) Data hasil pengukuran serapan larutan standar (untuk kurva standar)

No Konsentrasi Larutan Serapan


Standar

PENGOLAHAN DATA/PERHITUNGAN

151
``

PEMBAHASAN

152
``

153
``

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

154
``

PERCOBAAN ALTERNATIF II

JUDUL ANALISIS KARBOHIDRAT, LIPIDA, PROTEIN,


DAN ENZIM
TUJUAN 1) Dapat menentukan karakteristik pati.
2) Dapat menentukan jenis gugus fungsi pada
karbohidrat dengan menggunakan pereaksi
kualitatif.
3) Dapat mengidentifikasi kelarutan lipida (minyak
dan lemak) di dalam pelarut tertentu.
4) Dapat mengidentifikasi keberadaan gliserol dan
sterol di dalam minyak dan lemak.
5) Dapat mengidentifikasi keberadaan asam amino
bebas di dalam protein.
6) Dapat mengidentifikasi keberadaan ikatan peptide
di dalam suatu protein.
7) Dapat mengidentifikasi pengaruh pH terhadap
aktifitas enzim.
8) Dapat membuktikan aktifitas enzim kerja secara
sederhana.

I. KARBOHIDRAT
Karbohidrat merupakan senyawa karbon yang banyak dijumpai di
alam, terutama sebagai penyusun utama jaringan tumbuh-tumbuhan. Senyawa
karbohidrat adalah polihidroksi aldehida atau polihidraksi keton yang
mengandung unsur-unsur karbon (C), hydrogen (H), dan oksigen (O) dengan
rumus empiris total (CH2O)n.
Karbohidrat dibagi dalam 3 golongan :
 Monosakarida, cuplikanh : glukosa, manosa, arabinosa
 Oligisakarida, cuplikanh : sukrosa,laktosa,maltosa
 Polisakarida, cuplikanh : selullosa,amilum

155
``

DIAGRAM ALUR IDENTIFIKASI

Ilustrasi 1 BAHAN
Uji Molish
+ -

Karbohidrat Bukan
Uji Iodium
+ -

Polisakarida Non polisakarida


Amilum : biru Glukosa, galaktosa,
Glikogen : merah fruktosa, laktosa, sukrosa,
Dekstrim : coklat maltosa
Uji Benedict
+
-
Gula pereduksi
Non pereduksi
Glukosa, galaktosa, fruktosa,
arabinosa,laktosa, maltosa Sukrosa

Uji Barfoed
+ -

Monosakarida Disakarida
Glukosa, galaktosa, Laktosa, maltosa
fruktosa
Uji Ozason
+ -
Uji Bial
+
- Maltosa Laktosa

Pentosa : Heksosa :
arabinos Glukosa, galaktosa,
Uji seliwanoff

+ -

Ketosa : fruktosa Aldosa : Glukosa,


galaktosa
Uji Asam Musat
+ -

Galaktos Glukos
a a

156
``

Pada umumnya karbohidrat berbentuk kristal putih, larut sedikit dalam pelarut
organik, tetapi larut dalam air dengan baik, kecuali beberapa polisakarida.
Karbohidrat mempunyai beberapa sifat penting yakni dapat beroksidasi,
bereduksi, berkondensasi, berpolimerasi serta dapat membentuk ikatan
glikosida.
Semua jenis karbohidrat, baik monosakarida, disakarida, maupun
polisakarida akan berwarna merah-ungu bila bila larutannya dicampur dengan
beberapa tetes larutan alpha-naftol dalam alkohol dan ditambahkan asam sulfat
pekat, sehingga tidak bercampur. Warna ungu akan tampak pada bidang batas
antara kedua cairan. Sifat ini dipakai sebagai dasar uji kualitatif adanya
karbohidrat dalam suatu bahan dan dikenal dengan uji Molish.
Berbagai uji kualitatif dapat dilaksanakan untuk menentukan kehadiran
karbihidrat antara lain : Uji Yodium, Uji Molish, Uji Reduksi, Uji Benedict,
Uji Seliwanof, Uji Barfoed, Uji Tauber, Uji Osazon, Hidrolisa Polisakarida
dan Uji Bial. Skema identifikasi karbohidrat secara kualitatif dapat dilihat
pada Ilustrasi 1.

PERSIAPAN CUPLIKAN
Persiapan cuplikan harus disiapkan juga dengan baik dan benar.
Sebelum menentukan jenis karbohidrat yang terdapat dalam suatu bahan, maka
harus diperiksa terlebih dahulu cuplikan/sampel tersebut apakah berbentuk
padat atau larutan. Mungkin saja bahan terdiri dari atas satu atau dua jenis
karbohidrat. Larutan yang bersifat alkali, perlu dinetralkan terlebih dahulu atau
buat sedikit asam dengan HCL encer. Di bawah ini langkah kerja penyiapan
larutan sampel yang digunakan dalam praktikum.
Persiapan sampel
1. Jagung,dedak atau rumput, dikeringkan pada suhu 500C selama 48 jam.
Kemudian ditumbuk sampai halus.
2. Masukan 100 gr bahan halus sample (no 1 ) ke dalam labu erlenmeyer
dan larutkan dengan 1000 ml aquadest. Didihkan selama 1 jam (
sewaktu-waktu perlu di aduk ).
3. Dalam keadaan panas-panas saring dengan bantuan kertas filter.
4. Filtrat yang diperoleh, siap dijadikan larutan cuplikan
A. PENENTUAN KARBOHIDRAT
157
``

a. Uji Yodium
Tujuan : Menentukan karakteristik pati/amilum melalui Uji yodium yang
merupakan
uji umum untuk amilum.
Prinsip :
Polisakarida dengan penambahan iodium akan membentuk kompleks
adsorpsi berwarna yang spesifik. Amilum atau pati dengan yodium akan
menghasilkan warna biru, dektrin menghasilkan warna merah anggur,
sedangkan glikogen dan sebagian pati yang terhidrolisis bereaksi dengan
iodium membentuk warna merah coklat.
Alat dan bahan :
1. Plat tetes
2. Pipet
3. Larutan sampel ( amilum, larutan jagung, larutan dedak, glikogen )
4. Pereaksi ( larutan yodium encer )
Cara kerja :
1) Sediakan plat tetes, isis dengan 1 tetes larutan amilum
2) Tambahkan 1 tetes larutan yodium encer
3) Perhatikan warna biru yang terjadi
4) Ulangi percobaan ini dengan menggunakan larutan : glikogen,
dekstrin, da larutan sampel yang akan di periksa.
5) Periksalah larutan pati tersebut secara mikroskopik dan gambar
bentuk granulanya.

b. Uji molish :
Tujuan : Mengidentifikasi kandungan karbohidrat dalam sampel
Prinsip :
Pembentukan furfural atau turunan-turunannya dari karbohidrat yang
didehidrasi oleh asam pekat, yang kemudian bereaksi dengan alpha-napthol
senyawaan berwarna. Hasil reaksi yang negatif menunjukan bahwa larutan
yang diperiksa tidak mengandung karbohidrat. (Hasil reaksi yang negatif
menunjukan bahwa larutan yang diperiksa tidak mengandung krbohidrat). Uji
Molish merupakan uji umum Karbohidrat.
Alat dan bahan :
158
``

1. Lima buah tabung reaksi


2. Pereaksi Molisah dan larutan H2SO4 pekat
3. Larutan sampel
4. Pipet tetes
Cara kerja :
1) Sediakan 5 buah tabung reaksi, masing-masing tabung di isi sebagai
berikut :
a. 3 ml cuplikanh + 5 tetespereaksi molish
b. 1 ml glukosa 1% + 5 tetes pereaksi Molish
c. 1 ml fruktosa 1% + 5 tetes pereaksi Molish
d. 1 ml maltosa 1% + 5 tetes pereaksi Molish
e. 1 ml arabinosa 1% + 5 tetes pereaksi Molish
2) Pada masing-masing tabung, tambahkan perlahan-lahan melalui dinding
tabung sebanyk
3 ml H2SO4 pekat.
3) Warna ungu kemerah-merahan pada batas kedua cairan tersebut
menyatakan reaksi positif
4) Bandingkan kelima reaksi tersebut. Catat dan terangkan hasilnya!

c. Uji Barfoed
Tujuan : Membedakan antara monosakarida dan disakarida
Prinsip :
Ion Cu2+ (dari pereaksi Barfoed) dalam suasana asam akan direduksi
lebih cepat oleh gula reduksi monosakarida daripada disakarida dan
menghasilkan Cu2O berwarna merah bata.
Alat dan bahan :
1. Sukrosa, laktosa, maltosa, galaktosa, fruktosa, glukosa dan masing-
masing dalam larutan 1%
2. Pereaksi Barfoed
3. Alat pemanas
4. Tabung reaksi
5. Pengatur waktu
6. Penjepit tabung
7. Ppipet tetes
159
``

Cara kerja :
1) Sedikan 2 buah tabung reaksi diisi masing-masing dengan :
a. 0,5 pereaksi Barfoed + 0,5 ml larutan cuplikanjagung atau
dedak
b. 0,5 pereaksi Barfoed + 2,5 tetes glukosa 1%
2) Panaskan dalam penangas air mendidih selama 3 menit dan
didinginkan dalam air mengalir (kran) selama 2 menit
3) Tambahkan pada setiap tabung 0,5 ml pereaksi warna phospomolibdat
sambil dikocok
4) Perubahan warna dari hijau kekuning-kuningan menjadi biru tua
menunjukan hasil yang positif adanya monosakarida.
5) Catat hasilnya dan terangkan reaksinya (bandingkan hasil reaksi tabung
A dan B)

d. Uji Benedict
Tujuan :
Membuktikan kehadiran gugus aldehid atau keton bebas pada
karbohidrat yang dapat mereduksi ion-ion logam tertentu (Cu
dan Ag)/ gula reduksi
Prinsip :
Pereaksi Benedict mengandung cupri sulfat, natrium karbonat
dan natrium sitrat. Pereaksi ini dapat direduksi oleh karbohidrat pereduksi
yang mempunyai gugus aldehida dan keton bebas membentuk endapan
merah bata dari kuprooksida (Cu2O).
Alat dan bahan :
1. Amilum, glikogen, dektrin, sukrosa, laktosa, maltosa, galaktosa,
fruktosa, glukosa dan arabinosa masing-masing dalam larutan 1%.
2. Pereaksi Benedict
3. Alat pemanas air
4. Tabung reaksi
5. Pipet tetes
6. Penjepit tabung
7. Pengatur waktu
Cara kerja :
160
``

1) Sediakan 2 buah tabung reaksi, isi masing-masing dengan :


a. 3 ml larutan Benedict + 1 ml larutan cuplikan
b. 3 ml larutan Benedict + 3,5 tetes glukosa 1%
2) Campur baik-baik dan panaskan dalam penangas air mendidih selama
5 menit atau dipanaskan langsung di atas api sampai mendidih.
3) Dinginkan dan amati warna yang terjadi dari mulai hijau, hijau kuning,
kuning merah hingga merah bata. Perubahan warna ini memberikan
cara semi kuatitatif adanya sejumlah gula yang meredukasi.
4) Bila percobaan di atas positif, lakukan pengenceran cuplikan 10 kali.
Bila dengan cuplikan yaang diencerkan masih juga positif, lakukan
pengenceran cuplikan 100 kali dan seterusnya sampai diperoleh hasil
percobaan yang negatif
5) Bandingkan tabung (a) terhadap (b), catat hasilnya dan terangkan
proses kimia yang terjadi!

e. Uji seliwanof
Tujuan : Membuktikan adanya gugus ketosa (fruktosa)
Prinsip :
Dehidrasi fruktosa oleh HCL pekat menghasilkan hidroksimetilfurfural
dan dengan penambahan resorsinol akan mengalami kondensasi
membentuk senyawa kompleks berwarna merah orange.
Alat dan bahan
1. Dedak, jagung, amilum, sukrosa, maltosa dan glukosa masing-masing
dalam larutan 1%
2. Pereaksi seliwanoff
3. Alat pemanas air
4. Pengatur waktu
5. Tabung reaksi
6. Pipet tetes
7. Jepit tabung
Cara kerja :
1) Sedikan beberapa tabung reaksi masukan kedalam masing-masing
tabung reaksi 3 ml pereaksi seliwanoff lalu tambahkan 5-10 tetes

161
``

larutan cuplikan panaskan di atas api langsung selama 30 detik atau


dalam penangas air mendidih selama 1 menit.
2) Lakukan hal yang serupa pada larutan glukosa 1% 3-5 tetes.
3) Perhatikan warna yang terjadi
a. Warna merah menunjukan bahwa reaksi positif
b. Bila larutan cuplikan mengandung ketosa yang tinggi, maka
kemungkinan terjadi endapan. Endapan ini harus disaring dan
dilarutkan lagi dalam kertas saring dengan alkohol. Endapan akan
larut dan berwarna merah.
4) Catat hasilnya dan terangkan proses kimia yang terjadi!
Bandingkan tabung yang pertama dengan kedua. Uji ini adalah khusus
bagi ketosa, akan tetapi jika kandungan glukosa terlalau tinggi dapat
mengganggu, yang serupa, sebab akan menghasilkan warna yang
serupa.
f. Uji Osazon
Tujuan : Membedakan bermacam-macam karbohidrat dari gambar
kristalnya.
Prinsip :
Semua karbohidrat yang mempunyai gugus aldehide atau keton bebas
akan membentuk hidrazone atau osazon bila dipanaskan bersama
fenilhidrazine berlebih. Osazon yang terjadi mempunyai bentuk kristal dan
titik lebur yang spesifik. Osazon dari disakarida larut dalam air mendidih
dan terbentuk aldehide dan keton yang terikat pada monomernya sudah
tidak bebas, sebaliknya, osazon monosakarida tidak larut dalam air
mendidih.
Alat dan bahan :
1. Sukrosa, laktosa, maltosa, galaktosa dan glikosa
2. Fenilhidrazine/hidroklorida
3. Natrium asetat
4. Mikroskop
5. Alat pemanas
6. Tabung reaksi
7. Pipet ukur
Cara kerja :
162
``

1) Sedikan 7 tabung reaksi, masing-masing diisi dengan larutan glukosa,


ffruktosa, maltosa, arabinosa, pati dan larutan cuplikan.
2) Tambahkan larutan phenil hidrazin HCL dan Natrium asetat (dengan
perbandingan 1:4) sebanyak seujung sendok.
3) Campur baik-baik, kemudian panaskan dalam penangas air mendidih
selama 30 menit, angkat dan dinginkan
4) Perhatikan kristal yang terbentuk di bawah mikroskop
5) Catat dan gambarkan bentuk kristalnya!
g. Uji Bial
Tujuan : Membuktikan adanya pentose
Prinsip :
Dehidrasi pentose oleh HCL pekat menghasilkan furfural dan dengan
penambahan orsinol (3,5-dihidroksi toluene) akan berkondensasi
membentuk senyawa kompleks berwarna biru.
Alat dan Bahan :
1. Maltosa, galaktosa, fruktosa, glukosa dan arabinosa dalam larutan 1%
2. Pereaksi Bial
3. HCL Pekat (37%)
4. Pengatur waktu
5. Penangas air
6. Tabung Reaksi
7. Penjepit tabung
8. Pipet tetes
Cara kerja :
1) Sedikan 4 buah tabung reaksi, isi masing-masing dengan :
a. 5 ml pereaksi + 2ml larutan cuplikan
b. 5 ml pereaksi + 3-5 ml glukosa 1%
c. 5 ml pereaksi + 3-5 ml fruktosa 1%
d. 5 ml pereaksi + 3-5 Gum arab
2) Panaskan perlahan-lahan hingga mendidih, kemudian dinginkan,
endapan atau larutan berwarna hijau yang terjadi menunjukan
reaksinya yang positif.

163
``

3) Bila warnannya tidak jelas, encerkan beberapa ml dengan 3 bagian air,


lalu tambahkan 1 ml amyl-alkohol, tetapi kadang-kadang terlihat
setelah diencerkan dengan air.
4) Catat dan terangkan hasil reaksinya.

h. Hidrolisis Polisakarida
Tujuan : Mengidentifikasi hasil hidralisis polisakarida
Prinsip :
Polisakarida terdapat pada sebagian besar tanaman dalam golongan
umbi seperti kentang dan pada biji-bijian seperti jagung atau padi. Salah
cuplikanh polisakarida yang paling umum adalah pati. Patiterbagi menjadi
dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut
amilosa (kurang lebih 20%), dengan struktur makromolekul linier yang
dengan iodium memberikan warna biru. Sebaliknya, fraksi yang tidak larut
disebut amilopektin (kurang lebih 80%) dengan struktur bercabang.
Denagn penambahan iodium, fraksi memberikan warna ungu sampai
merah.
Pati dalam suasana asam bila dipanaskan akan terhidralisis menjadi
senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Hasil hidralisis dapat diuji dengan
iodium dan menghasilkan warna biru sampai tidak berwarna. Hasil akhir
hidralisis ditegaskan dengan Uji Benedict dan Barfoed.

Cara kerja :
1) Masukan 10 ml larutan cuplikan (dedak, amilum, dan jagung) ke dalam
tabung reaksi lalu tambahkan 1 ml HCL 10%
2) Panaskan dalam penangas air mendidih
3) Lakukan Uji yodium setiap 3 menit dengan cara mengambil setetes
hidrolisat kedalam plat tetes dan tambahkan setetes yodium encer
4) Ulangi Uji ini setiap 3 menit sampai warna yodium tidak berubah
(tetap kuning)
5) Dinginkan hidrolisat dan netralkan dengan larutan Na2SO3KH
beberapa tetes atau larutan NaOH 2% dengan menggunakan lakmus
sebagai indicator
164
``

6) Larutan dibagi 2, yang satu dilakukan Uji Benedict dan yang lain
dilakukan Uji barfoed, amati hasilnya!
7) Catat pada menit ke berapa hidralisat sempurna!

i. Uji Kuantitatif (penetapan kadar glukosa menurut Benedict)


Prinsip penetapan kadar glukosa menurut benedict Kualitatif, di dalam
larutan Benedict kuantitatif mengandung KCNS dan K4Fe(CN)6. Dengan
adanya KCNS, maka setelah reduksi tidak terjadi endapan merah, tetapi
endapan putih dari CuCNS. Titik akhir titrasi dapat dilihat dengan jelas
(dari biru menjadi putih). K4Fe(CN)6 dalam jumlah kecil membantu
supayaCu2O larut dalam larutan.
Larutan Benedict Kuantitatif terdiri atas :
Na-Sitra t 200 gr
Na-Karbonat anhidrida 100 gr
Kalium Thiosianat 125 gr
CuSO4 18 gr
Kalium Ferrosianida 5 gr
Air suling/Aqudest hingga 1 lt
10 ml Benedict = 1 mg glukosa

Cara kerja :
1) 10 ml larutan Benedict kuantitatif dan 2 gr Na-karbonat Anhidrous
(atau 4 gr Na-Karbonat Kristal) dimasukan kedalam Erlenmeyer (labu
titrasi)
2) Buret yang berisi larutan glukosa (dari glukosa cuplikanh ; dedak,
jagung, rumput, dan serum darah) dipasang diatas labu titrasi
3) Campuran dalam (1) dipanaskan sampai mendidih
4) Lakukan titrasi hingga warna biru cepat hilang
5) Kadar glukosa dalam cuplikanh dapat ditentukan
6) Lakukan percobaan 3-4 kali sampai hasilnya meyakinkan
7) Perbedaan dari 0,1 sampai 0,2 ml dari setiap titrasi menentukan hasil
kerja yang baik.

165
``

Perhitungan :
Misal larutan glukosa yang dipakai x ml
10 ml benedict =10 mg glukosa = x ml
Dalam 100 ml larutan glukosa (sample) terdapat
100/x. 10 mg glukosa = y glukosa
Jadi kadar glukosa = Y mg
Catatan :
Supaya didapatkan hasil yang baik maka:
1. Sebelum melakukan titrasi, larutan Benedict harus dipanaskan sampai
mendidih dan diaduk agar Na-Karbonatnya larut.
2. Mula-mula turunkan larutan glukosa dari buret dengan cepat sampai
terbentuk sedikit endapan putih dan warna biru mulai berkurang, lalu
teteskan perlahan-lahan hingga warna biru hilang
3. Pada waktu titrasi, larutan harus tetap mendidih dan diaduk terus
4. Bila larutan menjadi pekat karena terjadi penguapan, dapat ditambahkan
aquadest secukupnya. Penambahan dapat dilakukan beberapa kali.

LIPIDA

Lipida merupakan suatu kelompok senyawa organik yang heterogen,


banyak terdapat dalam tanaman, hewan atau manisia. Lipida tidak
mempunyai rumus emperis dan struktur yang sama tetapi terdiri atas beberapa
golongan. Lipida mempunyai sifat tidak larut dalam air, tetapi larut dalam
pelarut organic non polar seperti eter, kloroform, aseton, dan benzene.
Lipida merupakan unsure makanan yang penting, selain kalorinya
tinggi, juga mengandung vitamin-vitamin yang larut dalam lemak dan asam-
asam lemak assensial. Lipida mencakup minyak, lilin, lemak, dan senyawa
yang sejenis. Lipida merupakan komponen penting dalam membrane sel,
termasuk diantaranya fosfolipid, glikolipid dan dalam sel hewan adalah
kolesterol. Kolesterol merupakan senyawa induk bagi steroid lain yang
disintesis dalam tubuh. Steroid adalah hormon-hormon yang penting seperti
hormone korteks, adrenal, hormone seks, vitamin D, dan asam empedu.
166
``

Dalam latihan berikut ini dilakukan percobaan mengenai sifat-sifat


secara umum, antara lain :

A. Uji kelarutan
Tujuan : mengidentifikasi kelarutan lipida pada pelarut tertentu
Prinsip :
Pada umumnya, lemak dan minyak tidak larut dalam air, tetapi sedikit
larut dalam alcohol dan larut sempurna dalam pelarut organic seperti eter,
kloroform, aseton, benzene, atau pelarut nonpolar lainnya. Minyak dalam
air akan membentuk emulsi yang tidak stabil karena bila dibiarkan, maka
kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Sebaliknya, minyak
dalam soda (Na2CO3) akan membentuk emulsi yang stabil karena asam
lemak yang bebas dalam dalam larutan lemak bereaksi dengan soda
membentuk sabun. Sabun mempunyai daya aktif permukaan, sehingga
tetes-tetes minyak menjadi tersebar seluruhnya.
Cara kerja:
1) Disediakan 6 buah tabung reaksi, masing-masing diisi dengan 2 ml
a. Air
b. Alkohol panas
c. Alkohol dingin
d. Eter
e. Kloroform
f. Larutan natrium karbonat 2%
2) Teteskan lemak/minyak ke dalam masing-masing tabung tersebut, catat
pada pelarut mana yang paling sempurna.
3) Perhatikan kelarutan minyak/lemak tersebut, catat pada pelarut mana yang
palin sempurna
4) Teteskan setetes larutan pada kertas saring, perhatikan ada tidaknya noda
setelah menguap, kehadiran lemak ditandai dengan adanya noda.
5) Bagaimana kesimpulan anda tentang percobaan ini ?

B. Uji ketidakjenuhan
Tujuan : Mengetahui sifat ketidakjenuhan minyak atau lemak
Prinsip :
167
``

Kompoaiai asam lemak dalam trigliserida terdiri atas asam lemak


jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh adalah asam lemak
yang tidak mempunyai ikatan rangkap, sedangkan asam lemak tidak jenuh
adalah asam lemak yang mempunyai satu atau lebih ikatan rangkap. Sumber
asam lemak jenuh banyak terdapat dalam hewan (lemak hewani) seperti asam
palmitat dan asam stearat, sedangkan asam lemak tidak jenuh kebanyakan
berasal dari tanaman (minyak nabati) dan beberapa di antaranya merupakan
asam lemak esensial seperti asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat.

C C + Br2 C C

Br Br
Cara kerja :
1) a. Larutkan 1 tetes asam oleat dalam 1 ml kloroform
b. Tambahkan 2 atau 3 tetes larutan yod. Hubl.
c. Kocok, warna yod. Akan segera hilang
d. Ulangi percobaan (bila mungkin) dengan menggunakan asam
palmitat. Apa bedanya ?
2) a. Sediakan 5 buah tabung reaksi, isi masing-masing 1 ml dengan :
1. Minyak kelapa (minyak curah)
2. Minyak sawit kemasan
3. Mentega
4. Margarin
5. Lemak hewan (lemak sapi)
b. Tambahkan sejumlah kloroform (jumlah yang sama dengan sample)
c. Tambahkan yod. Hubl tetes demi tetes (setiap penambahan yod.
Hubl lakukan percobaan)
d. Perhatikan perubahan warna yang terjadi ! catat mengapa demikian ?
Apakah gunanya ?

C. Uji Akrolein
Tujuan : mengidentifikasi kehadiran gliserol
Prinsip :

168
``

Lemak merupakan ikatan ester antara asam lemak dengan


gliserol.
Gliserol larut dalam air dan alcohol, tetapi tidak larut dalam eter,
kloroform, dan benzene. Pengujian kehadiran gliserol dapat dilakukan
dengan uji akrolein.
Cara kerja
Sedikan 3 buah tabung reaksi
1) Isi masing-masing dengan :
a. 10 tetes minyak (curah/kemasan)
b. 10 tetes gliserol
c. 10 tetes palmitat
2) Tambahkan pada masing-masing tabung reaksi serbuk kalium hydrogen
sulfat
3) Panaskan hati-hati di atas api langsung, perhatikan asap yang terbentuk
(akrolein ditandai dengan asap putih)
4) Tuliskan persamaan reaksi dari pembentukan akrolein ini
5) Apa yang dapat disimpulkan dari percobaan ini ?

M. Uji kolesterol
Tujuan : Mengidentifikasi adanya sterol (kolesterol) dalam suatu bahan
secara kualitatif
Prinsip : Kelompok lipid seperti fosfolipid dan sterol merupakan
komponen penting yang terdapat dalam membran semua sel hidup.
Kolesterol adalah sterol utama yang banyak terdapat di alam . Untuk
mengetahui adanya sterol dan kolesterol, dapat di lakukan uji kolesterol
menggunakan reaksi warna. Salah satu di antaranya ialah reaksi
Lieberman Burchard. Uji ini positif bila reaksi menunjukan warna yang
berubah dari merah, kemudian biru dan hijau. Warna hijau yang terjadi
sebanding dengan konsentrasi kolesterol dalam bahan.
Cara kerja
Sediakan tabung reaksi yang kering dan bersih
1) Isi dengan 5 tetes cuplikan + 1 ml kloroform + 2 ml asam asetat anhidrida
+ 4 tetes H2SO4 pekat

169
``

2) Perubahan warna dari merah, biru kemudian ungu dan diakhiri dengan
warna hijau, menandakan kehadiran kolesterol (reaksi +)
3) Buat seperti reaksi di atas dengan menggunakan 1 ml kolesterol (dalam
jumlah sedikit)
4) Tugas : tulis rumus bangun kolesterol dan bandingkan derajat kedua
reaksi tersebut diatas.

PROTEIN
A. Uji komposisi Dasar (Uji komposisi Elementer)
Tujuan : Mengidentifikasi adanya unsur-unsur penyusun protein
Prinsip :
Semua jenis protein tersusun karbon (C), hydrogen (H), oksigen (O),
dan nitrogen (N). Ada pula protein yang mengandung sedikit belerang (S)
dan fosfor (P). Dengan metode pembakaran atau pengabuan, akan
diperoleh unsure-unsur penyusun protein, yaitu C, H, O, dan N.
Cara kerja
Sediakan beberapa tabung reaksi bersih dan kering
1) Masing-masing diisi dengan sedikit cuplikan padat (casein) dan putih
telur atau albumin padat (tepung albumin)
2) Panaskan dengan secara berangsur-angsur dan perhatikan baunya
3) Bau rambut terbakar adalah spesifik untuk senyawa nitrogen
4) Kegosongan (warna hitam) menunjukan adanya karbon. Sedangkan
kondensasi air di bagian atas tabung menandakan adanya oksigen dan
hidrogen

Sediakan beberapa tabung reaksi yang bersih dan kering


1) Masing-masing diisi dengan sedikit cuplikan padat (casein) dan putih
telur atau tepung albumin
2) Setiap tabung ditambah dengan Kristal NaOH sejumlah 2 kali lebih
banyak
3) Gantungkan kertas lakmus merah yang basah di bibir tabung
4) Panaskan hati-hati perhatikan baunya dan pengaruh perubahan pada
kertas lakmus

170
``

5) Bau ammonia yang keluar dan perubahan kertas lakmus menjadi biru
menunjukan adanya nitrogen dan hydrogen

Sediakan beberapa tabung yang bersih dan kering


1) Masing-masin diisi dengan tepungprotein (casein) dan putih telur atau
tepung albumin
2) Tambahkan masing-masing 5ml NaOH 10%
3) Didihkan dan tambahkan 10 tetes larutan pb asetat 5% yang
menyebabkan warna larutan menjadi gelap (hitam)
4) Tambahkan dengan hati-hati 1 ml HCl pekat dan perhatikan bau khas
yang terjadi
5) Perhatikan 3) dan 4)
 Terangkan perbedaan antara hasil kedua percobaan di atas
 Bila mungkin ulangi kedua percobaan terhadap tepung gelatin

B. Uji Biuret
Tujuan : Membuktikan adanya molekul-molekul peptide dari protein
Prinsip :
Ion Cu2+ (dari pereaksi biuret) dalam suasana basa akan bereaksi
dengan polipeptida atau ikatan-ikatan peptide yang menyusun protein
membentuk senyawa kompleks berwarna ungu (violet). Reaksi biuret
positif terhadap dua buah ikatan peptide atau lebih, tetapi negatif untuk
asam amino bebas atau peptida. Reaksi pun positif terhadap senyawa-
senyawa yang mengandung dua gugus : - CH2NH2 – CSNH2 –
C(NH)NH2, dan – CONH2. Biuret adalah senyawa denmgan dua ikatan
peptide yang terbentuk pada pemanasan dua molekul urea.

Cara kerja
Sediakan beberapa tabung reaksiyang bersih dan kering
1) Sediakan 4 tabung reaksi yang bersih, lalu masing-masing isilah dengan
larutan albumin, kasein, gelatin sebanyak 2 ml
2) Tambahkan pada setiap tabung 1 ml NaOH 10 % dan 3 tetes CuSO4
0,2%

171
``

3) Campurlah dengan baik


4) Amati perubahan warna yang terjadi

C. Uji Ninhidrin
Tujuan : Membuktikan adanya asam amino bebas dalam protein
Prinsip :
Semua asam amino atau peptida yang mengandung asam α-amino bebas
akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk senyawa kompleks berwarna
biru. Namun, prolin dan hidroksiprolin menghasilkan senyawa berwarna
kuning.

Cara kerja
1) Sediakan tabung reaksi masukan 1 ml larutan cuplikan ditambah dengan
1 ml 0,1 M buffer asam asetat (pH – 5) dan 20 tetes 0,1 % larutan
ninhidrin. Panaskan di atas penangas air mendidih selama 10 menit dan
perhatikan warna biru yang terbentuk. Tuliskan persamaan reaksinya.
2) Lakukan uji nin dengan albumin 2%

D. Uji Xantoprotein

Tujuan : Membuktikan adanya asam amino tirosin, triptofan, atau


fenilalanin
yang terdapat dalam protein
Prinsip :
Reaksi pada uji xantoprotein didasarkan pada nitrasi inti benzene yang
terdapat pada molekul protein. Jika protein yang mengandung cicin benzene
(tirosin, triptofan, dan fanilalanin) ditambahkan asam nitrat pekat, maka
terbentuk endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning sewaktu
dipanaskan. Senyawa nitro yang terbentuk dalam suasana basa akan
terionisasi dan warnanya berubah menjadi jingga.

Cara kerja
1) Sediakan beberapa tabung reaksi

172
``

2) 2 ml larutan cuplikan + 0,5 ml HNO3 pekat, perhatikan endapan putih


yang terbentuk lalu panaskan hati-hati hingga terbentuk warna kuning.
Dinginkan dibawah air kran lalu tambahkan hati-hati larutan NaOH
10% atau NH4OH hingga basa, ditandai dengan terjadinya perubahan
warna kuning menjadi kuning tua, kemudian jingga.

E. Pembentukan Endapan dengan Asam dan Alkali


1) Sediakan 3 tabung reaksi yang bersih dan masing-masing isilah dengan
larutan albumin, gelatin sebanyak 2 ml
2) Tabung pertama teteskan dengan satu tetes HCl pekat, lalu catat
perubahan yang terjadi, lalu kocok perlahan-lahan dan panaskan dengan
hati-hati. Catat perubahan yang terjadi.
3) Tabung kedua ditambahkan dengan asam asetat glacial.
4) Tabung ketiga ditambah dengan larutan NaOH 10%
5) Bagaimana pengaruh ketiga zat tersebut terhadap pengendapan protein
dalam larutan cuplikan dan albumin 2%. Jelaskan
F. Pembentukan Endapan dengan Garam dari Logam Berat
1) Sediakan beberapa tabung reaksi yang bersih dan kering
2) Masukan 2 ml larutan cuplikan + 1 tetes larutan 0.2% CuSO4 hingga
terjadi endapan dan perhatikan setiap perubahan yang terjadi pada setiap
kali penetesan. Perhatikan apakah endapan yang terbentuk dan apakah
endapan ini permanen atau lebih melarut kembali pada penambahan
reagen berlebih
3) Ulangi percobaan 2) dengan menambahkan larutan 2% pb asetat, 2%
CuSO4, 2% Hgcl2, dan 2% FeCl3.

G. Pengendapan Protein oleh asam-asam kompleks

Cara kerja
1) Sediakan 4 tabung reaksi, masing di isi dengan 2 ml larutan cuplikan
2) Tabung pertama + tetes demi tetes asam pikrat jenuh
3) Tabung kedua + tetes demi tetes larutan T.C.A
4) Tabung ketiga + tetes demi tetes larutan phospotungstat (sebelumnya
asamkan dulu dengan 2% asam asetat
173
``

5) Tabung ke empat + tetes demi tetes larutan 2% asam phosphomolibdat


(sebelumnya diasamkan dulu dengan 2 tetes larutan asam asetat 2%)
6) Perhatikan penambahan sedikit demi sedikit reagen terhadap
pengendapan
7) Ulangi percobaan di atas dengan 1 ml albumin 2%.

ENZIM

 Persiapan cuplikan enzim (air ludah)

1. Mula-mula kumur-kumur dahulu


2. Tampung air ludah sebanyak 10 cc
3. 10 cc ludah tersebut diencerkan dengan aquadest sampai dengan
20 cc
4. Cuplikanh siap dianalisis

A. Derajat Keasaman Enzim

Cara kerja
Teteskan air ludah di atas kertas lakmus

1) Lakmus merah menjadi biru…………………..basa


2) Lakmus biru menjadi merah…………………..asam
3) Lakmus biru tetap biru………………………...netral
4) Lakmus merah tetap merah……………………netral

B. Komposisi dasar

Cara kerja
1. Uji Biuret
Siapkan beberapa tabung reaksi yang bersih dan kering
 Masukan 3 ml larutan cuplikan + 2 ml NaOH 10% + 1 tetes
larutan CuSO4 0.1%. Campur dengan baik dan kalau tidak

174
``

terbentuk warna ungu muda atau ungu, tambahkan lagi


beberapa tetes larutan CuSO4.
2. Uji Molish
Siapkan beberapa tabung reaksi yang bersih dan kering
 Masukan larutan cuplikan + 5 tetes pereaksi molish.
Campurkan dengan baik, tambahkan perlahan-lahan melalui
dinding tabung sebanyak 3 ml H2SO4 pekat. Warna
kemerahan pada batas ke dua cairan tersebut, dinyatakan
reaksi positif.

C. Penentuan pH optimum

Tujuan : Membuktikan bahwa derajat keasaman (pH) mempengaruhi


aktifitas enzim.
Prinsip :
Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu dan umumnya tergantung pada
pH lingkungannya. Enzim menunjukan aktivitas maksimal pada pH
optimum, umumnya antara pH 6-8,0. Jika pH rendah atau tinggi, maka
dapat menyebebkan enzim mengalami denaturasi,sehingga
menurunkan aktivitasnya.

Cara kerja
Sediakan beberapa tabung reaksi yang bersih dan kering.
1. Tabung pertama masukan 1 ml cuplikan + 1 ml amilum + 2 ml HCl
0,4 %
2. Tabung kedua masukan 1 ml cuplikan + 1 ml amilum + 2 ml asam
laktat
3. Tabung ketiga masukan 1 ml cuplikan + 1 ml amilum + 2 ml H2O
4. Tabung ke empat masukan 1 ml cuplikan + 1 ml amilum + 2 ml
Na2CO3 1%

Kocok masing – masing tabung, kemudian disimpan dalam penangas


air (370C ) selama 15 menit. Setiap tabung dibagi 2, lakukan uji
Yodium dan uji Benedict.
175
``

D. Uji Aktivitas Kerja Enzim

Cara kerja
5 ml ektrak jagung + 1 ml air ludah. Simpan dalam penangas air (370C)
 Setiap 3 menit lakukan uji yodium sampai pada pengujian terakhir
uji yodium negative.
 Hidrolisa diangkat dan dilakukan uji Benedict dan Barfoed
 Uji Benedict

Tujuan : Membuktikan adanya gula reduksi


Prinsip : Gula yang mempunyai gugus aldehida atau keton
bebas akan mereduksi ion Cu2+ dalam suasana alkalis
menjadi Cu+ yang mengendap sebagai Cu2O berwarna
merah bata.

Cara kerja
- 1 ml larutan cuplikan + 3 ml larutan benedict, dipanaskan diatas
api langsung
Perubahan warna dan bentuk endapan merah bata menunjukan
reaksi positif.
 Uji Barfoed
Tujuan : Membedakan antara monosakarida dan disakarida
Prinsip : Ion Cu2+ (dari pereaksi Barfoed) dalam suasana asam
akan direduksi lebih cepat oleh gula reduksi
monosakarida dari pada disakarida dan menghasilkan
endapan Cu2O berwarna merah bata.

Cara kerja
- 1 ml larutan cuplikan + 3 ml larutan Barfoed, dipanaskan di
atas api langsung.
Perubahan warna dan terbentuk endapan merah bata
menunjukan reaksi positif.

176
``

HASIL PENGAMATAN
1. Hasil Analisis Karbohidrat
Warna
Pereaksi Cuplikan
Larutan Endapan
1.Molish Pati
Glukosa
Fruktosa
Maltosa
Sukrosa
Casein
2.Iodium Pati
Glukosa
Fruktosa
Maltosa
Sukrosa
Casein
3.Benedict Pati
Glukosa
Fruktosa
Maltosa
Sukrosa
Casein
4.Barfoed Pati
Glukosa
Fruktosa
Maltosa
Sukrosa
Casein
5.Bial Pati
Glukosa
Fruktosa
Maltosa

177
``

Sukrosa
Casein
6.Ozason Pati
Glukosa
Fruktosa
Maltosa
Sukrosa
Casein
7.Seiwanoff Pati
Glukosa
Fruktosa
Maltosa
Sukrosa
Casein
8.Asam Musat Pati
Glukosa
Fruktosa
Maltosa
Sukrosa
Casein

2. Uji Lipida
a. Kelarutan
Tingkat kelarutan
Pelarut
Tidak Sedikit sebagian sempurna
a. Air
b.Alkohol panas
c. Alkohol dingin
d.Eter
e. Kloroform
f. Larutan natrium
karbonat 2%

178
``

b. Uji Ketidakjenuhan
Perubahan Warna
No Cuplikan
Awal Penambahan I2
1 Asam oleat
2 Asam palmitat
3 Minyak kelapa
4 Minyak sawit
5 Mentega
6 Margarin
7 Lemak sapi

c. Uji Akrolein (Kehadiran Gliserol)


Pembentukan asap putih
No Cuplikan Penambahan
Pemanasan
KHSO4
1 Gliserol
2 Asam palmitat
3 Minyak kelapa

d. Uji Kolesterol
Perubahan warna setelah penambahan
Cuplikan pereaksi
Awal Pertengahan Akhir reaksi
a.Kolesterol
b.Minyak kelapa
c.Margarin
d.Mentega
e.Lemak sapi

179
``

3. Uji Protein

a. Uji komposisi dasar


Hasil Pemanasan
Protein Warna Ada uap Tidak ada
Bau
residu air uap air
Casein
Albumin
telur

Hasil Pemanasan
Protein NaOH Warna
Bau uap
Lakmus
Casein
Albumin
telur

Hasil Pemanasan
Protein NaOH 10% Timbal
HCl
Asetat
Casein
Albumin
telur

b. Uji Biuret
Larutan
Perubahan Warna Larutan setelah
Protein Penambahan NaOH dan CuSO4
Casein
Albumin
telur
Gelatin

180
``

c. Uji Ninhidrin

Larutan
Perubahan Warna Larutan setelah
Protein/Asam Penambahan Buffer asetat dan
Amino Ninhidrin

Casein
Albumin
telur
Gelatin
Glisin atau
alanine

d. Uji Xantoprotein

Larutan Warna endapan


Penambahan
+ Dipanaskan Kesimpulan
Protein NaOH
HNO3
Casein
Albumin
telur
Gelatin
Glisin
atau
alanin

e. Pembentukan endapan dengan asam dan alkali

Larutan + HCl + NaOH


Protein Ada Tidak Ada Tidak
endapan mengendap endapan Mengendap
Casein
Albumin
telur
Gelatin
Glisin
atau
alanin

181
``

f. Pengendapan protein oleh asam-asam kompleks

Larutan Asam
T.C.A Fosfotungstat Fosfomolibdat
Protein Pikrat
Casein
Albumin
telur
Gelatin
Glisin
atau
alanin

ENZIM

a. Derajat keasaman enzim


1) Lakmus merah menjadi ………… berarti ………….
2) Laksmus biru menjadi …………...berarti ………….
3) Lakmus merah …………………...berarti ………….
4) Lakmus biru ……………………..berarti ………….
b. Komposisi dasar
Larutan
Penambahan Warna Keterangan
Enzim
Saliva NaOH CuSO4
Saliva Molisch H2SO4
pekat

c. Penentuan pH optimum
Larutan Warna
Penambahan Warna
Enzim Yodium Benedict
Saliva Amilum HCl
Saliva Amilum Asam
Laktat
Saliva Amilum H 2O
Saliva Amilum Na2CO3

182
``

d. Uji Aktivitas Kerja Enzim

Waktu yang dibutuhkan untuk menghidrolisis pati jagung = ………….menit

Cuplikan Hasil Pemanasan


Penambahan Pereaksi Warna
Endapan Larutan
Hidrolisat Barfoed
Hidrolisat Benedict

PEMBAHASAN

183
``

184
``

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

185

You might also like