Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
PERCOBAAN I
R and S phrases
Singkatan (frase) Risiko (R) dan frase Keselamatan (Safety) S juga ada yang
gabungan (gabungan singkatan R dan S).
2
``
Ada aturan umum yang pada kasus penyediaan biasanya digunakan paling
banyak 6 singkatan untuk menyatakan tentang risiko; berkaitan dengan hal ini
singkatan yang digabung dinyatakan sebagai singkatan tunggal.
Frase R pada label demikian juga pada metode dan tujuan penyediaan yang
dipakai harus menjadi pertimbangan pada penentuan akhir dari frase S.
R-phrases:
R1 - Explosive when dry (meledak jika kering).
R2 - Risk of explosion by shock, friction, fire or other sources of
ignition (risiko meledak dengan sentakan, gesekan, kebakaran atau sumber-
sumber pengapian lain).
R3 - Extreme risk of explosion by shock, friction, fire or other
sources of ignition (sangat berisiko meledak dengan sentakan, gesekan,
kebakaran atau sumber-sumber pengapian lain) .
R4 - Forms very sensitive explosive metallic compounds (membentuk
senyawa logam yang sangat muda meledak atau sensitive terhadap ledakan).
R5 - Heating may cause an explosion (pemanasan dapat menyebabkan
3
``
ledakan).
R6 - Explosive with or without contact with air (meledak dengan atau tanpa
terpapar dengan udara).
R7 - May cause fire (dapat menimbulkan kebakaran).
R8 - Contact with combustible material may cause fire (Jika terpapar dengan
bahan mudah terbakar dapat menimbulkan kebakaran).
R9 - Explosive when mixed with combustible material (meledak jika
dicampur dengan bahan yang mudah terbakar).
R10 – Flammable (dapat menimbulkan nyala/dapat menyala).
R11 - Highly flammable (sangat muda menyala).
R12 - Extremely flammable (sangat-sangat muda menyala).
R14 - Reacts violently with water (sangat muda sekali bereaksi dengan air).
R15 - Contact with water liberates extremely flammable gases (jika
bersentuhan dengan air akan membebaskan gas-gas yang sangat muda sekali
menyala).
R16 - Explosive when mixed with oxidizing substances (meledak jika
dicampur dengan zat-zat pengoksidasi).
R17 - Spontaneously flammable in air (menyala dengan spontan di udara).
R18 - In use, may form flammable/explosive vapour-air mixture (pada saat
digunakan, dapat membentuk campura uap dan udara yang dapat
menyala/meledak).
R19 - May form explosive peroxides (dapat membentuk peroksida yang muda
meledak).
R20 - Harmful by inhalation (berbahaya jika dihirup).
R21 - Harmful in contact with skin (berbahaya jika kena kulit).
R22 - Harmful if swallowed (berbahaya jika tertelan).
R23 - Toxic by inhalation (beracun jika dihirup).
R24 - Toxic in contact with skin (beracun jika bersentuhan dengan kulit).
R25 - Toxic if swallowed (beracun jika tertelan).
R26 - Very toxic by inhalation (sangat beracun jika dihirup).
4
``
R27 - Very toxic in contact with skin (sangat beracun jika kena kulit).
R28 - Very toxic if swallowed (sangat beracun jika tertelan).
R29 - Contact with water liberates toxic gas (jika kena air akan membebaskan
gas beracun).
R30 - Can become highly flammable in use (dapat menjadi sangat muda
terbakar pada saat dipakai).
R31 - Contact with acids liberates toxic gas (jika kena asam akan
membebaskan gas beracun).
R32 - Contact with acids liberates very toxic gas (Jika kena dengan asam akan
membebaskan zat yang sangat beracun).
R33 - Danger of cumulative effects (berbahaya akibat pengaruh kumulatif).
R34 - Causes burns (mengakibatkan pembakaran/kebakaran).
R35 - Causes severe burns (mengakibatkan kebakaran yang parah).
R36 - Irritating to eyes (mengakibatkan irritasi pada mata).
R37 - Irritating to respiratory system (mengakibatkan irritasi pada saluran
pernafasan).
R38 - Irritating to skin (mengakibatkan iiritasi pada kulit).
R39 - Danger of very serious irreversible effects/berbahaya yang pengaruhnya
sama sekali tidak dapat balik.
R40 - Limited evidence of a carcinogenic effect/buktinya sangat sedikit
tentang pengaruh karsinogeniknya (penyebab kanker).
R41 - Risk of serious damage to eyes/risiko pada kerusakan mata sangat
parah.
R42 - May cause sensitization by inhalation/mengakibatkan sensitisasi apabila
dihirup.
R43 - May cause sensitisation by skin contact/mengakibatkan sensitisasi
apabila kena kulit.
R44 - Risk of explosion if heated under confinement/risiko meledak jikan
dipanaskan dalam keadaan tertutup.
R45 - May cause cancer/dapat menyebabkan kanker.
5
``
6
``
R66 - Repeated exposure may cause skin dryness or cracking (jika sering
terpapar dapat mengakibatkan kulit mongering atau pecah-pecah).
R67 - Vapours may cause drowsiness and dizziness (uapnya dapat
menyebabkan rasa mengantuk dan kepusingan).
R68 - Possible risk of irreversible effects (berisiko pengaruhnya tidak dapat
berubah).
R 14/15 - Reacts violently with water, liberating extremely flammable
gases (bereaksi sangaat keras dengan air, membebaskan gas yang sangan
mudah terbakar).
R 15/29 - Contact with water liberates toxic, extremely flammable gas (jika
kontak dengan air aakan melepaskan zat beracun, gas yang sangat mudah
terbakar).
R 20/21 - Harmful by inhalation and in contact with skin (berbahaya jika
terhirup dan mengenai kulit).
R 20/22 - Harmful by inhalation and if swallowed (Berbahaya jika terhirup
dan tertelan).
R 21/22 - Harmful in contact with skin and if swallowed (berbahaya jika
mengenai kulit dan tertelan).
R 20/21/22 - Harmful by inhalation, in contact with skin and if swallowed
(berbahaya jika terhirup, kena kulit, dan tertelan).
R 23/24 - Toxic by inhalation and in contact with skin (beracun jika terhirup
dan jika kontak dengan kulit).
R 24/25 - Toxic in contact with skin and if swallowed (beracun jika kena kulit
dan jika tertelan).
R 23/25 - Toxic by inhalation and if swallowed (beracun jika terhirup dan jika
tertelan).
R 23/24/25 - Toxic by inhalation, in contact with skin and if swallowed
(beracun jika terhirup, kontak dengan kulit, dan jika tertelan).
R 26/27 - Very toxic by inhalation and in contact with skin (sangat beracun
jika terhirup dan mengenai kulit).
7
``
8
``
9
``
terhiru).
R 68/21 - Harmful: possible risk of irreversible effects in contact with
skin (Berbahaya: risiko bahayanya kemungkinan tidak dapat disembuhkan
jika kena kulit)..
R 68/22 - Harmful: possible risk of irreversible effects if swallowed
((Berbahaya: risiko bahayanya kemungkinan tidak dapat disembuhkan jika
tertelan).
R 68/20/21 - Harmful: possible risk of irreversible effects through inhalation
and in contact with skin ((Berbahaya: risiko bahayanya kemungkinan tidak
dapat disembuhkan jika terhirup dan kontak dengan kulit).
R 68/20/22 - Harmful: possible risk of irreversible effects through inhalation
and if swallowed (Berbahaya: risiko bahayanya kemungkinan tidak dapat
disembuhkan jika terhirup dan tertelan).
R 68/21/22 - Harmful: possible risk of irreversible effects in contact with skin
and if swallowed (Berbahaya: risiko bahayanya kemungkinan tidak dapat
disembuhkan jika kena kulit dan tertelan).
R 68/20/21/22 - Harmful: possible risk of irreversible effects through
inhalation in contact with skin and if swallowed (Berbahaya: risiko bahayanya
kemungkinan tidak dapat disembuhkan jika terhirup, kontak dengan kulit dan
tertelan),
10
``
berkepanjangan/lama)..
R 48/22 - Harmful: danger of serious damage to health by prolonged
exposure if swallowed (membahayakan: dampaknya pada penurunan
kesehatan yang serius akibat terpapar dalam jangka waktu berkepanjangan /
lama jika tertelan).
R 48/20/21 - Harmful: danger of serious damage to health by prolonged
exposure through inhalation and in contact with skin (membahayakan:
dampaknya pada penurunan kesehatan yang serius akibat terpapar melalui
pernapasan dan kontak dengan kulit dalam jangka waktu berkepanjangan/
lama).
R 48/20/22 - Harmful: danger of serious damage to health by prolonged
exposure through inhalation and if swallowed (membahayakan: dampaknya
pada penurunan kesehatan yang serius akibat terpapar melalui pernapasan
dalam jangka waktu berkepanjangan/lama dan tertelan).
R 48/21/22 - Harmful: danger of serious damage to health by prolonged
exposure in contact with skin and if swallowed (membahayakan: dampaknya
pada penurunan kesehatan yang serius akibat terpapar melalui kulit dalam
jangka waktu berkepanjangan/lama dan jika tertelan).
R 48/20/21/22 - Harmful: danger of serious damage to health by prolonged
exposure through inhalation, in contact with skin and if swallowed
(membahayakan: dampaknya pada penurunan kesehatan yang serius akibat
terpapar melalui pernapasan, kontak dengan kulit, dan tertelan dalam jangka
waktu berkepanjangan/lama)..
R 48/23 - Toxic: danger of serious damage to health by prolonged exposure
through inhalation (Beracun: dampaknya pada penurunan kesehatan yang
serius akibat terpapar melalui pernapasan dalam jangka waktu
berkepanjangan/lama)..
R 48/24 - Toxic: danger of serious damage to health by prolonged exposure
in contact with skin (Beracun: dampaknya pada penurunan kesehatan yang
serius akibat terpapar melalui kulit dalam jangka waktu berkepanjangan/
11
``
lama).
R 48/25 - Toxic: danger of serious damage to health by prolonged exposure
if swallowed (Beracun: dampaknya pada penurunan kesehatan yang serius
akibat terpapar dalam jangka waktu berkepanjangan/lama jika tertelan).
R 48/23/24 - Toxic: danger of serious damage to health by prolonged
exposure through inhalation and in contact with skin (Beracun: dampaknya
pada penurunan kesehatan yang serius akibat terpapar melalui pernapasan dan
kena kulit dalam jangka waktu berkepanjangan/lama).
R 48/23/25 - Toxic: danger of serious damage to health by prolonged
exposure through inhalation and if swallowed (Beracun: dampaknya pada
penurunan kesehatan yang serius akibat terpapar melalui pernapasan dalam
jangka waktu berkepanjangan/lama dan jika tertelan).
R 48/24/25 - Toxic: danger of serious damage to health by prolonged
exposure in contact with skin and if swallowed (Beracun: dampaknya pada
penurunan kesehatan yang serius akibat terpapar melalui kulit dalam jangka
waktu berkepanjangan/lama dan jika tertelan).
R 48/23/24/25 - Toxic: danger of serious damage to health by prolonged
exposure through inhalation, in contact with skin and if swallowed (Beracun:
dampaknya pada penurunan kesehatan yang serius akibat terpapar melalui
pernapasan, kontak dengan kulit dan jika tertelan dalam jangka waktu
berkepanjangan/lama).
R 50/53 - Very toxic to aquatic organisms, may cause long-term adverse
effects in the aquatic environment (sangat beracun bagi organisme perairan,
dapat menimbulkan dampak merugikan yang berkepanjangan pada
lingkungan perairan).
R 51/53 - Toxic to aquatic organisms, may cause long-term adverse effects
in the aquatic environment (bersifat racun terhadap organisme perairan, dapat
menimbulkan dampak merugikan yang berkepanjangan pada lingkungan
perairan).
R 52/53 - Harmful to aquatic organisms, may cause long-term adverse
12
``
S-phrases:
13
``
mudah terbakar)
S 18 - Handle and open container with care (tangani dan buka container
dengan hati-hati)
S 20 - When using do not eat or drink (bila dipakai jangan minum atau
makan)
S 21 - When using do not smoke (jika dipakai jangan merokok)
S 22 - Do not breathe dust (jangan tiup debunya)
S 23 - Do not breathe gas/fumes/vapour/spray (appropriate wording to be
specified by the manufacturer) (jangan tiup gas/asap/uap/semprotan,
selebihnya ikuti petunjuk perusahaan)
S 24 - Avoid contact with skin (hindari kontak dengan kulit)
S 25 - Avoid contact with eyes (hindari kontak dengan mata)
S 26 - In case of contact with eyes, rinse immediately with plenty of water and
seek medical advice (Jika kena mata, segera bilas dengan banyak air dan
minta petunjuk medis)
S 27 - Take off immediately all contaminated clothing (segera lepaskan semua
pakaian yang tercemar/terkontaminasi)
S 28 - After contact with skin, wash immediately with plenty of (to be
specified by the manufacturer) (jika kena kulit, cuci segera dengan banyak
air…sesuai petunjuk perusahaan)
S 29 - Do not empty into drains (jangan tuang ke dalam saluran)
S 30 - Never add water to this product (jangan pernah menambahkan air ke
dalam produk ini)
S 33 - Take precautionary measures against static discharges (lakukan
tindakan pencegahan jika pengeluarannya terganggu)
S 35 - This material and its container must be disposed of in a safe way
(Bahan ini dan kontainernya harus dibuang pada tempat yang aman)
S 36 - Wear suitable protective clothing (Kenakan pakaian pelindung diri
yang sesuai/tepa)
S 37 - Wear suitable gloves (kenakan sarung tangan yang sesuai/tepat)
14
``
15
``
16
``
17
``
18
``
Pelarut organic, tuliskan data untuk semua pelarut oraganik yang digunakan pada
semua percobaan yang akan dipraktekkan (buat table baru seperti contoh di
bawah ini).
Nama Nama Rumus Berat Titik Tititk Berat Indeks Keterangan
Umum IUPAC Bangun Molekul didih leleh jenis bias
(b.p.) (m.p.)
19
``
20
``
21
``
PERCOBAAN II
22
``
- Pompa vakum
-
Bahan :
- HCl 36%
- Pelet NaOH
- Aquades
B. DASAR TEORI
23
``
24
``
dimana massa dipindahkan dari suatu fasa ke fasa yang lain, seperti ilustrasi
di bawah ini.
umpan Pelarut
C
A+B
Rafinat K
Ekstraktor Kolom
B distilasi
Pada proses ekstraksi ini dapat digambarkan sebagai berikut : umpan (yang
akan diekstrak) terdiri atas dua komponen A dan B. A adalah komponen yang
akan diekstrak (zat terlarut).Ekstraksi terjadi pada bantuan zat pelarut
(komponen C).Umpan dan pelarut dicampurkan pada suatu peralatan yang
dirancang khusus dan kemudian kedua fasa dipisahkan satu sama lain.Fasa
hasil pemisahan yang banyak mengandung komponen C (pelarut) disebut
ekstrak.Fasa yang lain disebut rafinat yang banyak mengandung komponen
B.Komponen A akan dialirkan diantara kedua fasa.
Ekstraksi cair-cair merupakan suatu cara pemisahan berdasarkan
perbandingan distribusi zat tersebut yang terlarut dalam dua pelarut yang
tidak saling melarutkan.Perbandingan distribusi disebut koefisien distribusi
(K).
konsentrasi zat terlarut dalam pelarut pertama
K =
konsentrasi zat terlarut dalam pelarut kedua
Proses pemurnian senyawa organik hampir semuanya dirumuskan melalui
proses ekstraksi,yaitu pemisahan,senyawa cair dari pelarut air oleh pelarut
organik dengan cara mengocok dalam corong pemisah.
Pada percobaan ini,akan memisahkan asam benzoat dalam campuran toluena
asam benzoat,campuran dimasukkan ke dalam corong pemisah dan
ditambahkan larutan NaOH,dikocok untuk memudahkan pemisahan.Setelah
25
``
Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu
campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara
teknis dalam skala besar misalnya untuk memperoleh vitamin, antibiotika,
bahan-bahan penyedap, produk-produk minyak bumi dan garam-garam.
logam. Proses ini pun digunakan untuk membersihkan air limbah dan larutan
ekstrak hasil ekstraksi padat cair. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila
pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan
(misalnya karena pembentukan aseotrop atau karena kepekaannya terhadap
panas) atau tidak ekonomis. Seperti halnya pada proses ekstraksi padat-cair,
ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran
secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan kedua fasa cair
itu sesempurna mungkin.
26
``
27
``
dalam 2 fase disebut dengan koefisien distribusi atau koefisien partisi (KD)
dan diekspresikan dengan:
[𝑆]
𝐾𝐷 =
[𝑆]
(𝐶𝑠)
𝐷=
(𝐶𝑠)
28
``
Kristalisasi
Kristalisasi adalah salah satu teknik pemisahan campuran dimana dalam
suatu sistem dilakukan transfer massa zat terlarut dari larutan untuk membentuk
padatan berbentuk kristal.
Proses Kristalisasi terdiri atas dua tahapan utama, pertama ialah nukleasi
dan yang kedua ialah pertumbuhan kristal. Nukleasi adalah langkah awal dimana
molekul padatan yang terdispersi di dalam larutan akan berkumpul dan
membentuk ikatan, berkumpulnya padatan ini membentuk bibit kristal berukuran
nanometer (sangat kecil), tetapi bibit kristal ini belum stabil, diperlukan besar
ukuran tertentu sehingga bibit-bibit kristal ini berada dalam keadaan stabil.
Dengan mengontrol kondisi tertentu (Temperatur, tingkat kejenuhan
(supersaturated), tekanan, dll) dalam sistem, maka pembentukan bibit kristal
dengan ukuran yang cukup besar dapat terjadi. Peristiwa nulkleasi ini merupakan
proses perombakan struktur atomnya, jadi bukan hanya pada tingkatan sifat
makroskopisnya, melainkan terjadi penata ulangan atom-atom dalam senyawa
tersebut membentuk struktur kristal.
Pertumbuhan kristal merupakan proses lanjutan dari nukleasi, dimana nuklei atau
bibit kristal yang telah mencapai besar ukuran tertentu akan mengikat atom-atom
29
``
lain membentuk struktur kristal yang sama sehingga ukuran kristal akan semakin
besar. Terjadinya pertumbuhan kristal ini hanya dapat terjadi karea sistem terlalu
jenuh (oleh senyawa pembentuk kristal), sehingga ukuran kristal akan bertambah
besar secara terus menerus sampai sistem (larutan) tidak lagi dalam keadaan
sangat jenuh.
Penggunaan Kristalisasi
Ada banyak sekali penggunaan kristalisasi dalam dunia industri, diantaranya:
30
``
31
``
C6H5CH3 NaCl
HCL
H2 O
C6H5COOH NaOH
ekstraksi
C6H5CH3
HCl
C6H5COONa pengasaman
NaOH penyaringan
H2 O
C6H5COOH
PROSEDUR KERJA
32
``
PROSEDUR PEMURNIAN
Pemurnian dapat dilakukan jika hasil analisis menunjukkan bahwa hasil
analisis yang diperoleh belum murni.
1) Dimasukkan asam benzoat yang dihasilkan ke dalam labu alas bulat 250
ml berleher dua
2) Ditambahkan 40 ml air, pasang kondensor dan thermometer kemudian
panaskan campuran dengan penangas minyak hingga mendidih.
3) Jika padatan belum larut semua, tambahkan lagi air hingga semua
padatan larut.
33
``
DATA PENGAMATAN
2) Hasil-hasil penimbangan
34
``
35
``
36
``
Kesimpulan
37
``
DAFTAR PUSTAKA
38
``
PERCOBAAN III
39
``
Asam Sulfat
B. Dasar Teori
Asam Salisilat
Asam salisilat dengan rumus molekulnya C7H6O3 dengan berat
molekul 138,12 g/mol tersebar luas pada berbagai tumbuhan dalam bentuk
molekul-molekul gula. Ester ini biasanya tidak dalam keadaan bebas, tetapi
dalam bentuk molekul-molekul gula.
Spesifikasi yang dimiliki oleh asam salisilat :
a. titik lelehnya 158o C – 161o C
b. Berbau aromatik
c. Berwarna putih
d. Residunya tidak lebih 0,05 %
Skema Reaksi
ONa
A
ONa
A
40
``
Metil Salisilat
Metil salisilat merupakan salah satu zat kimia yang sangat penting dalam
industri kimia dengan rumus bangunnya :
b. Cara sintetik
41
``
Metil salisilat dapat diperoleh dengan cara sintesa melalui suatu reaksi
esterifikasi dari asam salisilat dengan methanol dengan asam sulfat
sebagai katalisnya.
a. Kelarutan, metil salisilat sukar larut dalam air, tetapi larut dalam
alcohol.
b. Warna berwarna kekuning-kuningan, putih, dan kemerah-merahan.
c. Spesifik grafitinya antara 1,180 s/d 1,185
d. Titik didihnya 219C s/d 224C
e. Mempunyai bau khas yang aromatic
f. Indeks bias 1,535s/d 1,538
g. Berat jenis, dalam bentuk sintetik 1,180 g/cm3 1,185 g/cm3 dan bentuk
alaminya 1,76 g/cm3 s/d 1,85 g/cm3.
h. Disimpan dalam wadah yang tertutup
Metil salisilat banyak digunakan pada industri makanan sebagai flavour dan
senyawa ini juga terutama digunakan pada dunia farmasi sebagai campuran
dari berbagai jenis obat-obatan,antiseptic dan antifungi.
42
``
Reaksi dengan air murni sangat lambat sehingga tidak pernah digunakan. Reaksi
ini dikatalisis oleh asam encer, sehingga ester dipanaskan di bawah refluks
dengan sebuah asam encer seperti asam hidroklorat encer atau asam sulfat encer.
Ini merupakan cara yang lazim digunakan untuk menghidrolisis ester. Ester
dipanaskan di bawah refluks dengan sebuah basa encer seperti larutan natrium
hidroksida.
Ada dua kelebihan utama dari cara ini dibanding dengan menggunakan asam
encer. Reaksinya berlangsung satu arah dan tidak reversibel, dan produknya lebih
mudah dipisahkan.
Jika anda menginginkan terbentuk asam bukan garamnya, anda harus
menambahkan asam kuat yang berlebih seperti asam hidroklorat encer atau asam
sulfat encer ke dalam larutan yang tersisa setelah distilasi pertama. Jika anda
melakukan ini, campuran akan dibanjiri dengan ion-ion hidrogen. Ion-ion
hidrogen ini ditangkap oleh ion-ion etanoat (atau ion paropanoat atau ion apapun)
yang terdapat dalam garam membentuk asam etanoat (atau asam propanoat, dan
lain-lain). Karena asam-asam ini adalah asam lemah, maka ketika bergabung
43
``
dengan ion hidrogen, cenderung tetap bergabung. Sekarang asam karboksilat bisa
dipisahkan dengan distilasi.
Reaksi hidrolisis ester dalam suasana asam menghasilkan asam karboksilat dan
alkohol, namun bila reaksi hidrolisis dilangsungkan dalam suasana basa diperoleh
garam karboksilat dan alkohol. Hidrolisis ester dengan basa disebut reaksi
Penyabunan (Saponifikasi).
Produk reaksi antara ester dengan amonia adalah suatu amida dan suatu alkohol.
Contoh : reaksi antara etil asetat dengan amonia menghasilkan asetamida dan
etanol.
44
``
Transesterifikasi
Jika suatu ester direaksikan dengan suatu alkohol maka akan diperoleh ester baru
dan alkohol baru. Reaksi ini disebut reaksi transesterifikasi yang dapat
berlangsung dalam suasana asam dan basa mengikuti pola umum berikut ini.
Reaksi diatas disebut transesterifikasi karena terjadi pertukaran antara gugus alkil
dalam –OR1 pada ester dengan gugus alkil dalam ikatan R”O.
Reaksi antara suatu ester dengan pereaksi Grignard merupakan cara istimewa
dalam pembuatan alkohol tersier. Pola umum dari reaksi ini adalah sebagai
berikut.
Bila keton yang diperoleh di atas direaksikan lebih lanjut dengan R’’MgX maka
pada akhirnya diperoleh suatu alkohol terseir menurut persamaan reaksi berikut
ini.
45
``
Ester yang memiliki 3 sampai 5 atom karbon dapat larut dalam air dan selebihnya
tidak larut dalam air. Ester merupakan kelompok senyawa organik yang memiliki
aroma yang wangi seperti bunga dan buah sehingga banyak digunakan sebagai
pengharum (essence), sarirasa dalam industri makanan dan minuman. Ester yang
digunakan biasanya yang berwujud cair pada suhu dan kamar.
Titik leleh dan titik didih ester lebih rendah dibanding asam karboksilat dan
alkohol asamnya. Hal ini disebabkan dalam ester tidak terbentuk ikatan hidrogen
antarmolekulnya sedangkan pada alkohol dan asam karboksilat terjadi ikatan
hidrogen antarmolekulnya. Adanya ikatan hidrogen inilah yang menyebabkan
titik leleh dan titik didih alkohol asalnya lebih tinggi.
Kelompok ester yang memiliki aroma buah disajikan pada tabel berikut ini,
(dikutib dari wikipedia.org).
46
``
Metil Salisilat
R 11 : Sangat mudah terbakar.
R 23/25 : Keracunan apabila terhirup dan tertelan.
.
Asam Sulfat ( H2SO4 )
47
``
E. Prosedur Percobaan
1) Buat larutan H2SO4 1M sebanyak 200 mL dengan mengencerkan asam
sulfat pekat (awas panas, eksotermis)
2) Larutkan secara hati-hati (panas) 10 gram NaOH dalam 50 ml air dan
dinginkan sampai suhu kamar.
3) Setelah larutan NaOH dingin, kemudian dicampurkan dengan 5 g (0,033
mol) metil salisilat secara hati-hati dalam labu alas bulat 250 mL berleher
dua.. Padatan putih akan segera terbentuk tetapi akan larut bila
dipanaskan.
48
``
Pemurnian
1) Masukkan asam salisilat yang diperoleh (hasil hidrolisis) ke dalam alas
bulat 250 mL berleher dua.
2) Tambahkan air suling sebanyak 70 ml, pasang kondensor dan
thermometer kemudian panaskan csmpuran dengan menggunakan
penangas minyak hingga mendidih.
3) Jika padatan belum larut semuanya, tambahkan lagi air hingga semua
padatan larut.
49
``
G. Metode : HIDROLISIS
H. Literatur :
Doyle M.P, Mungali W.S., “ Experimental Organic Chemistry”, John
Wiley & Sons 1980
50
``
DATA PENGAMATAN
2) Hasil-hasil penimbangan
51
``
52
``
53
``
54
``
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
55
``
PERCOBAAN IV
56
``
Batang Pengaduk
Labu Semprot
Selang Karet
Klem
Tabung Reaksi Berskala
Bahan
Asam salisilat
Methanol
H2SO4
Pelat KLT
B. Dasar Teori
Asam Salisilat
Asam salisilat dengan rumus molekulnya C7H6O3 dengan berat
molekul 138,12 g/mol tersebar luas pada berbagai tumbuhan dalam bentuk
molekul-molekul gula. Ester ini biasanya tidak dalam keadaan bebas, tetapi
dalam bentuk molekul-molekul gula.
Spesifikasi yang dimiliki oleh asam salisilat :
e. titik lelehnya 158o C – 161o C
f. Berbau aromatik
g. Berwarna putih
h. Residunya tidak lebih 0,05 %
57
``
Data fisis
Tetapan Fisis Asam
Metanol H2SO4 NaHCO3 CaCl2
(Literatur) Salisilat
Gr/mol 138,12 32,04 98,08 84,01 110,99
Metil Salisilate
Metil Salisilate merupakan salah satu zat kimia yang sangat penting dalam
industri kimia dengan rumus bangun sebagai berikut :
58
``
c. Cara alami
Metil Salisilate dapat diproduksi melalui hidrolisis pada glukosa
Glautheria oleh enzim Gautherasayang terdapat pada daun tumbuhan
ghauterapracum juga pada kulit kayu Betula Lenta Linne. Selain itu dapat
puyla ditemukan pada akar tanaman Spirea ulmaira, filipendula dan
beberapa jenis spirea lain . Adapun sumber pokok metal salisilat lain
adalah bunga Acacia farnencian dan Acacia lavenia.
d. Cara sintetik
Metil Salisilate dapat diperoleh dengan cara sintesa melalui suatu
reaksi esterifikasi dari asam salisilat dengan methanol dan asam sulfat
sebagai katalisnya.
a) Kelarutan, Metil Salisilate sukar larut dalam air, tetapi larut dalam
alcohol.
b) Warna berwarna kekuning-kuningan, putih, dan kemerah-merahan.
c) Spesifik grafitinya antara 1,180 s/d 1,185
d) Titik didihnya 219o C s/d 224o C
e) Mempunyai bau khas yang aromatic
f) Indeks bias 1,535s/d 1,538
g) Berat jenis, dalam bentuk sintetik 1,180 g/cm3 1,185 g/cm3 dan bentuk
alaminya 1,76 g/cm3 s/d 1,85 g/cm3.
59
``
60
``
61
``
62
``
pengobatan sakit syaraf, sakit pinggang, radang selaput dada, dan rematik, juga
sering digunakan sebagai obat gosok dan balsem (Supardani, dkk., 2006).
Metil Salisilate dapat diproduksi dari esterifikasi asam salisilat dengan
metanol. Metil Salisilate secara komersial sekarang disintesis, namun di masa
lalu, iabiasanya disuling dari ranting dari Sweet Birch (Betula Lenta) dan Timur
Teaberry (Gaultheria procumbens) (Anonim ,2010).
63
``
64
``
Prosedur Pemurnian
1) Hitung (dengan grafik) tekanan yang diinginkan supaya titik didih bahan
cukup rendah.
2) Rangkai peralatan untuk distilasi vakum.
3) Yakinkan bahwa tekanan yang dihitung (1) dapat dicapai dalam peralatan
distilasi vakum kososng dengan cara menghidupkan pompa vakum.
4) Matikan pompa vakum setelah pengujian selesai dan tekanan dapat
tercapai.
5) Isi labu distilasi vakum dengan yang akan dimurnikan.
6) Periksa vakum, yakinkan bahwa vakum stabil dan tekanan cukup rendah.
7) Panaskan pelan-pelan, ambil masing-masing fraksi pada tekan yang sama,
dan temperature berbeda pada tiap fraksi.
65
``
DATA PENGAMATAN
66
``
2) Hasil-hasil penimbangan
67
``
68
``
69
``
Kesimpulan
70
``
DAFTAR PUSTAKA
71
``
PERCOBAAN V
72
``
Kondensor liebic
2. Bahan yang diperlukan
1. Katalis campuran atau Selenium campuran
2. asam sulfat pekat
3. Misck Indikator atau Brom kresol hijau
4. Metil merah
5. Indikator fenolftalein
6. NaOH 30 %
7. Asam Borat 2 %
8. HCl 0,01 N
9. Aquadest
B. Dasar Teori
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh,
karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-
asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan yang tidak dimiliki oleh
lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula phosphor dan ada
jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.
Protein dalam bahan makanan sangat penting dalam proses kehidupan organisme
seperti hewan dan manusia. Protein alamiah mula-mula dibentuk dari unit asam-
asam amino oleh organisme tumbuh-tumbuhan dan mikroorganisme dari unsur-
unsur anorganik C, H, O, N dan S yang ada didalam tanah atau udara. Oleh sebab
itu protein yang ada dalam bahan makanan sangat penting bahkan vital bagi
manusia.
Pada organisme yang sedang tumbuh, protein sangat penting dalam pemb
entukan sel-sel baru. Karena itu organisme yang kekurangan protein dalam bahan
makanannya mudah mengalami hambatan pertumbuhan. Perlu diperhatikan
bahwa didalam bahan makanan banyak terdapat berbagai jenis protein, tetapi
tidak semua protein mempunyai mutu yang sama, sehingga perlu diperhatikan
protein yang bernilai tinggi gizinya dan memberi manfaat yang besar bagi tubuh.
73
``
d. Reaksi Ninhidrin
Ninhidrin beraksi dengan asam amino bebas dan protein menghasilkan warna
ungu. Reaksi ini termasuk yang paling umum dilakukan untuk analisis kualitatif
protein dan produk hasil hidrolisisnya.Reaksi ninhidrin dapat pula dilakukan
terhadap urin untuk mengetahui adanya asam amino atau untuk mengetahui
adanya pelepasan protein oleh cairan tubuh. Apabila ninhidrin (triketohidrin)
dipanaskan bersama asam amino, maka akan terbentuk kompleks berwarna ungu.
Kompleks berwarna ungu dihasilkan dari reaksi ninhdrin dengan hasil
reduksinya, yaitu hidrindantin dan amonia. Asam amino dapat ditentukan secara
kuantitatif dengan jalan mengamati intensitas warna yang terbentuk sebanding
74
``
e. Reaksi Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat.
Apabila pereaksi ini ditambahkan ke dalam larutan protein yang mengandung
asam amino dengan rantai samping gugus fenolik, akan menghasilkan endapan
putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Tetapi khusus untuk
proteosa dan pepton secara langsung akan menghasilkan larutan berwarna merah.
Endapan yang terbentuk berupa garam kompleks dari tirosin yang ternitrasi. Jika
larutan protein yang dianalisis ada dalam sussana basa, maka terlebih dahulu
harus dinetralisasi dengan asam, karena dalam basa ion merkuri dalam pereaksi
akan mengendap sebagai Hg(OH)2. Pada penetralan ini digunakan asam selain
HCl, karena ion Cl- dapat bereaksi dengan asam nitrat menghasilkan radikal klor
(Cl.).Radikal klor dapat merusak kompleks berwarna. Pada dasarnya reaksi ini
positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus
hidroksi fenil yang berwarna. Protein yang mengandung tirosin akan memberikan
hasil yang positif.
75
``
1. Ikatan
Peptida
Dua buah asam amino mengadakan ikatan peptida untuk membentuk senyawa
dipeptida. Tiga buah asam amino dapat membentuk senyawa tripeptida. Lebih dari
100 buah asam amino dapat mengadakan ikatan peptida dan membentuk rantai
polipeptida yang tidak bercabang. Rantai polipeptida mempunyai arah. Ujung
amino diambil sebagai ujung awal rantai polipeptida,dan ujung karboksilat
sebagai ujung akhir
Pada beberapa protein terdapat rantai cabang yang mengadakan ikatan silang
yang disebut ikatan disulfida. Adanya ikatan disulfida diakibatkan oleh
terjadinya oksidasi dari dua residu sistein menghasilkan suatu senyawa sistin
(cystine).
76
``
77
``
2) Umumnya terdiri atas 20 asam amino. Asam amino berikatan secara kovalen
satu dengan yang lainnya dalam variasi urutan-urutan yang bermacam-
macam, membentuk suatu rantai polipeptida. Ikatan peptida merupakan
ikatan gugus karboksil dari asam amino yang satu dengan asam amino
lainnya.
3) Terdapatnya ikatan kimia lain yang menyebabkan terbentuknya lengkungan-
lengkungan rantai polipeptida menjadi struktur 3 dimensi protein. Sebagai
contoh ikatan hidrogen, ikatan hidrofob/ikatan apolar, ikatan ion atau ikatan
elektrostatik dan ikatan Van der Waals.
4) Strukturnya tidak stabil terhadap beberapa faktor seperti: pH, radiasi,
temperatur, dan medium pelarut.
5) Umumnya reaktif dan sangat spesifik, disebabkan terdapatnya gugus samping
yang reaktif dan susunan khas struktur molekulnya.
6) Beraksi positif terhadap pereaksi uji-uji yang spesifik seperti: Biuret,
Ninhidrin dan Millon, Xantoprotein, Sakaguchi, Adamkiewitz.
2. Denaturasi Protein
78
``
79
``
3. Macam-macam protein
Berdasarkan susunan kimia dari protein, maka protein terbagi dalam tiga
golongan yaitu :
1) Protein sederhana
2) Disebut protein sederhana karena didalamnya tidak terdapat ikatan dengan
bahan-bahan, seperti: albumine yang terdapat dalam telur.
3) Protein yang bersenyawa
4) Ikatan protein dengan zat-zat lain seperti : glikoprotein, persenyawaan antara
protein dengan glikogen.
5) Turunan dari protein
6) Termasuk dalam turunan dari protein antara lainpepton, peptide dan gelatin.
4. Susunan Protein
Protein sesungguhnya bukan merupakan zat tunggal. Protein terdiri dari
unsur-unsur pembentuk yang disebut asam amino. Jumlah dan macam asam
amino yang membentuk tiap macam protein tidak sama. Jenis protein yang baik
akan mengandung semua jenis asam amino dalam jumlah yang cukup. Beberapa
macam asam amino yang dianggap penting sekali untuk pertumbuhan tubuh dan
untuk mendapatkan keseimbangan nitrogen dalam tubuh manusia. Asam amino
yang termasuk golongan ini disebut asam amino esensial, yang harus terdapat
dalam makanan sehari-hari karena digunakan untuk pemeliharaan sel-sel, dan
tak dapat dibuat sendiri oleh tubuh. Penggolongan asam amino esensial seperti :
alanin, asam asparat, asam glutamate, glisin, hidroksi prolin, serin, prolin,
sistein, sistin dan tirosin. Jadi protein akan terdiri dari beberapa molekul asam
amino yang bergabung bersama-sama membentuk protein.
5. Kualitas protein
Suatu protein dapat digolongkan sebagai protein yang baik apabila protein itu
mengandung kesepuluh macam asam amino esensial dalam jumlah yang cukup.
Protein yang demikian itu disebut protein sempurna. Contoh dari protein
sempurna adalah protein susu, daging, ikan, telur dan protein yang berasal dari
80
``
6. Fungsi Protein
Protein adalah unsur yang terpenting didalam semua sel makluk hidup. Tanpa
adanya protein, tidak akan dapat dibentuk sel makluk itu. Secara garis besar,
fungsi protein bagi tubuh manusia antara lain :
a. Untuk membangun sel-sel jaringan tubuh manusia.
b. Untuk mengganti sel-sel tubuh yang rusak
c. Membuat protein darah
d. Untuk menjaga keseimbangan asam basa dari cairan tubuh
e. Sebagai pemberi kalori
81
``
82
``
(𝑎 − 𝑏)𝑥 𝑁 𝑥 14,008
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑁 = 𝑥 100%
𝑚
83
``
C. Prosedur Percobaan
Persiapan sampel
1) Disiapkan 3 biji garam kjeldahl atau 7 g katalis campuran untuk
dimasukkan ke dalam setiap tabung destruksi
2) Ditimbang sampel masing-masing, misalnya: tempe seberat 1,5 gram,
serta kuning telur 2 gram, dan putih telur sebanyak 2 gram pula, dan
masing-masing sampel dimasukkan ke dalam tabung destruksi yang berisi
katalis.
84
``
Tahap destruksi
1) Tabung-tabung destruksi dipasang pada alat pemanas.
2) Tabung destruksi dilepaskan dari pemanas atau proses destruksi
dihentikan bila bahan telah berubah warna menjadi hijau jernih.
3) Didinginkan pada suhu kamar.
Tahap distilasi
1) Peralatan distilasi dirangkai.
2) Larutan (sampel) yang diperoleh dimasukkan ke dalam labu distilasi
3) Ditambahkan NaOH 30% sebanyak 100 ml kedalam labu distilasi atau
sampai campuran berwarna gelap.
4) Disediakan asam borat 2% sebanyak 100 mL dalam Erlenmeyer 250 mL.
5) Distilasi dijalankan dengan memasang labu distilasi pada rangkaian peralatan
distilasi dan distilat ditampung pada erlenmeyer yang berisi asam borat.
6) Proses distilasi dihentikan apabila distilat yang diperoleh dan asam borat
mencapai 150 ml pada erlenmeyer dan residu dibiarkan terbuang dengan
pengisapan.
Tahap titrasi
1) Distilat yang telah dihasilkan dari proses distilasi dititrasi dengan larutan
HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah jambu. Kemudian
catat volume penitrasi.
2) Dengan cara yang sama dilakukan untuk blanko.
85
``
Daftar Pustaka.
Doyle M.P, Mungali W.S., “ Experimental Organic Chemistry”,
John Wiley & Sons 1980
86
``
HASIL PENGAMATAN
Tetapan Fisis
Tetapan Fisis
H2 O H2SO4 HCl NaOH
(Literatur)
BM (g/mol) 18,02 …. …. ….
T. Leleh (C) 0 …. …. ….
T. Didih (C) 100 …. …. ….
(gr/cm3) 1,004 …. …. ….
nD 1,333 20 …. …. ….
87
``
88
``
PEMBAHASAN
89
``
90
``
PERCOBAAN VI
PERINCIAN KERJA
Melakukan pemanasan pada kondisi refluks
Mengambil sample pada waktu tertentu
Melakukan analisa terhadap sample
91
``
DASAR TEORI
Makromolekul (polimer) adalah molekul raksasa dengan rantai sangat
panjang yang terbentuk dari molekul-molekul sederhana (monomer-
manomer). Reaksi pembentukan polimer ini dikenal dengan istilah
polimerisasi.
Ditinjau dari jenis manomernya, senyawa polimer dapat dikelompokkan
menjadi dua, sebagai berikut :
a. Homopolimer, yaitu polimer hasil reaksi monomer-manomer yang
sejenis. Struktur homopolimer adalah :
A A A A
b. Kopolimer, yaitu polimer hasil reaksi monomer-manomer yang lebih dari
sejenis. Struktur kopolimer adalah :
A B A B
Ditinjau dari sifat kekentalannya, senyawa-senyawa polimer dapat dibedakan
sebagai berikut :
92
``
Semenjak ditemukan oleh John Wesley Hyatt dari Amerika Serikat pada
tahun 1968, plastic segera menjadi primadona industri kimia. Barang-barang
plastic membuat kehidupan kita semakin mudah dan makin menyenangkan.
Dalam banyak hal, plastic telah menggantikan kapas, logam, kayu, dan
material lainnya sebab plastic memiliki banyak keunggulan antara lain tahan
karat, lenih ringan, tidak menghantar listrik, mudeah dibentuk sesuai
keinginan, dapat diproduksi dengan biaya rendah dan merupakan alternative
bagi material lain yang jumlahnya dialam semakin terbatas.
93
``
94
``
larutan dan diaduk sempurna. Setelah itu dilakukan pemanasan sampai 700C
untuk mempercepat reaksi.
Reaksi metilolasi diteruskan dengan reaksi kondensasi dari monomer-
monomer mono dan dimetilol urea membentuk rantai polimer yang lurus.
Derivat-derivat metilol merupakan monomer, penyebab terjadinya reaksi
polimerisasi kondensasi. Polimer yang dihasilkan mula-mula mempunyai
rantai lurus dan masih larut dalam air. Semakin lanjut kondensasi
berlangsung, polimer mulai membentuk rantai 3 dimensi dan semakin
berkurang kelarutannya dalam air. Reaksi kondensasi ini dilakukan dalam
sebuah labu berleher yang dilengkapi kondensor ohm meter, termometer,
agitator dan pipa untuk sampling point. Labu berleher ini ditempatkan dalam
waterbath. Kondensor berfungsi mengembunkan air yang menguap selama
proses polimerisasi. Hal ini dimaksudkan mempercepat tercapainya
kesetimbangan reaksi.
Agitator berfungsi membuat larutan tetap homogen selama proses
pembentukan produk urea formaldehid. Pada prinsipnya, pembuatan produk-
produk urea-formaldehid dilakukan melalui beberapa tahapan:
1.Tahap intermediate
Merupakan suatu tahap untuk mendapatkan resin yang masih berupa larutan
dan larut dalam air atau pelarut lainnya.
2.Tahap persiapan
Pada tahap ini resin merupakan produk dari tahap intermediate yang
dicampurkan dengan bahan lain . Penambahan bahan akan menentukan
produk akhir dari polimer .
3.Tahap curing
Pada proses curing, kondensasi tetap berlangsung, polimer membentuk
rangkaian 3 dimensi yang sangat kompleks dan menjadi thermosetting resin.
Hasil reaksi dan kecepatannya, sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor:
1) Perbandingan umpan
95
``
96
``
proses ini digunakan katalis NH3 yang dapat menurunkan energi aktivasi
dengan menyerap panas pada saat curing, fungsinya adalah untuk mengatur
penguapan agar tidak gosong. Energi aktivasi adalah energi minimum yang
dibutuhkan agar molekul – molekul yang di dalam larutan bertumbukan,
sehingga reaksi menjadi cepat.
4) Temperatur reaksi
Temperatur reaksi tidak boleh melebihi titik lelehnya karena dimetilol urea
yang terjadi akan kehilangan air dan formaldehid . Menurut Kadowaki dan
Hasimoto , temperatur optimum reaksi adalah 85oC . Sedangkan titik
lelehnya menurut De Chesne adalah 150 oC . Dan menurut Einhorn adalah
126 oC . Kenaikan temperatur akan mempercepat laju reaksi , hal ini dapat
ditunjukkan dengan persamaan Arrhenius yaitu :
K = A e-Ea/RT
97
``
Resain ini mengeras pada suhu 95-1 30 C. UF tidak cocok dipakai untuk
eksterior.
Namun kinerjanya dapat diperbaiki dengan penambahan Melamin
Formaldehyde atau Resorcynol Formaldehyde sekitar 10-20%. Hasil
sambungan dengan UF tidak berwarna sampai berwarna coklat terang.
Kelemahan dari UF antara lain tidak tahan air serta menyebabkan emisi
formaldehyde yang berdampak pada kesehatan. Perekat UF termasuk dalam
kelompok perekat termosetting. Dalam pemakaiannya sering ditambahkan
hardener, filler, extender dan air.
Menurut Rayner (1967) dalam Joyoadikusumo (1984) perekat UF
memiliki ketahanan yang sangat baik terhadap air dingin, agak tahan terhadap
air panas, tetapi tidak tahan terhadap perebusan. Setelah itu apabila dibuat
plywood 3 lapis, khusus untuk finir yang akan dijadikan sebagai core dilabur
kedua permukaannya dengan lem/perekat melalui mesin glue spreader,
sedangkan finir-finir yang lain (F/B) dilekatkan pada finir yang telah diberi
perekat tersebut dengan ketentuan arah seratnya saling tegak lurus satu sama
lainnya.
Selanjutnya finir-finir yang telah direkatkan tersebut (jumlah finir
harus ganjil) dipres secara dingin dalam cold press selama 5-15 menit,
tekanan 10- 15 kg /cm2, dan kemudian dilanjutkan dengan pengempaan
secara panas dalam hot press dengan jalan memasukkan finir-finir yang telah
direkatkan tersebut di antara plat-plat baja panas dengan tekanan 10 kg/cm2,
suhu 100- 170o(umumnya 110- 120o C), selama 1,5 menit.
Setelah itu rekatan finir (calon plywood) dikeluarkan dari mesin hot
press satu persatu sehingga diperoleh plywood (kayu lapis). Plywood
selanjutnya dipotong pinggirnya sesuai ukuran final dengan gergaji potong
dobel (double saw), kemudian dihaluskan (sanding) dan diperiksa kualitasnya
(plywood grading). Jika masih dijumpai kerusakan (sobekan atau lobang)dan
memungkinkan diperbaiki maka bagian muka plywood kemudian diperbaiki
lagi dengan didempul agar kualitas plywoodnya meningkat.
98
``
PROSEDUR KERJA
1) Masukkan formaldehid kedalam labu alas bulat sebanyak 600 mL
2) Tambahkan katalis amoniak sebanyak 5% dari berat total campuran
(25,16 g) kemudian ditambahkan Na2CO3 sebagai buffer agent sebanyak
10 % dari berat amoniak.
3) Aduk campuran hingga rata kemudian diambil sample sebagai sample 0.
4) Masukkan urea sejumlah tertentu, gunakan perbandingan mol
formaldehid per urea sebesar 1,5 kemudian diaduk campuran sampai rata
dan diambil sample sebagai sample 1.
5) Panaskan campuran sampai suhu 90 0C pada saat terjadi refluks ambil
sample sebagai sample no.2. Refluks diatur sangat perlahan-lahan.
6) Sample diambil pada waktu reaksi-reaksi sebagai berikut.
a. Pada selang waktu satu jam pertama sampel diambil setiap 15
menit (sampel 3, 4, 5, dan 6).
b. Pada jam berikutnya sampel diambil setiap 30 menit (sampel 7
dan 8).
c. Setiap kali mengambil sampel segera didinginkan pada suhu
kamar, lalu dilakukan analisis.
7) Setelah waktu tertentu, diperoleh kadar formaldehid bebas yang konstan
(nilai tes I cenderung tetap), reaksi dihentikan.
8) Analisis sampel:
Sampel 0 dan 1, dianalisis dengan tes I dan II
Sampel no. 2 dan seterusnya dianalisis dengan tes I, II, III, dan V
Sampel terakhir dianalisis dengan tes I, II, III, IV, V, dan VI.
ANALISIS
Tes I. Penentuan kadar formaldehid bebas
Analisis kadar formaldehid bebas dengan hidroksilamin hidroklorida.
Dasar reaksi
CH2O + NH2-OH.HCl CH2=N-OH + HCl + H2O
99
``
𝜇 = 𝐾 .𝑆 .𝑡
100
``
Prosedur
101
``
Formaldehyde
R 23/24/25 : Keracunan apabila terhirup, bersentuhan dengan kulit dan
tertelan.
R 34 : Dapat menyebabkan luka bakar.
R 40 : Kemungkinan timbul resiko karena efek yang tidak dapat
berubah.
R 43 : Dapat menjadi penyebab kepekaan apabila bersentuhan
dengan kulit.
S 26 : Apabila terkena mata, segera bilas dengan air sebanyak
mungkin dan bawalah segera ke balai pengobatan.
102
``
DATA PENGAMATAN
Formaldehid yang digunakan = ……………… g
Urea yang digunakan = ……………….g
Katalis (NH3) yang digunakan = …………….....g
Na2CO3 yang digunakan = ……………….g
Tabel pengamatan
Volume NaOH 0,25 N
No. Viskositas Berat Pikno +
pH (ml) untuk titrasi
Sampel (waktu (s) Sampel (g)
I II
0
1
2 (0’)
3(15’)
4(30’)
5(60’)
6(90’)
7(120’)
Blanko
(air)
103
``
104
``
G3 G1
% resin = x 100 %
gr re sin
PERHITUNGAN
105
``
106
``
PEMBAHASANA
107
``
KESIMPULAN
108
``
DAFTAR PUSTAKA
Doyle M. P. , Mungall W. S. , Experimental Organic Chemestry, Julan
Wiley & Sons, 1980
Handbook Chemistry and Physics
Fluka Chemika-BioChemika Catalogue
109
``
0,945 a = 475,2
a = 502,86 g
Berat katalis (NH3) = 0,05 x 502,86 g
= 25,143 g
Volume NH3 = Berat NH3 / Density
= 25,143 g / 0,91 g/ml = 27,63 ml
Berat buffer = 0,1 x berat katalis
= 0,1 x 25,143 g
= 2,514 g
110
``
n
Konstanta viscometer (K) =
S .t
0,85
K =
0,9956 . 1,07
= 0,7979
Viscositas resin = K.S.t
1,1632
Viscositas resin 0’ = 0,7979 x x 2,56 = 2,3865 Cp
0,9956
Viscositas resin 15’ = ………………………………………. Cp
Viscositas resin 30’ = ……………………………………….Cp
Viscositas resin 60’ = ……………………………………….Cp
Viscositas resin 90’ = ……………………………………… Cp
Viscositas resin 120’ = ……………………………………… Cp
Untuk sample 0
gr CH 2 O 3 x39,20 x 0,25
=
100ml laru tan 1
= 29,40
111
``
PERCOBAAN VII
112
``
B. DASAR TEORI
1. Isoflavonoid
Obesitas dengan permasalahannya telah merupakan masalah epidemic
didunia, kondisi mana juga mencuat di Indonesia. Survei morbidilitas yang
merupakan bahagian dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
di Indonesia memperlihatkan kecenderungan kenaikan prevalensi obesitas
khususnya pada wanita sejalan dengan pertambahan usia (mencapai 41-50% pada
usia di atas 55 tahun).
Studi epidemiologis oleh Imdonesia Society for the Study of Obesity ( ISSO,
HISOBI ) yang dilaksanakan pada tujuh kota besar di Indonesia Termasuk Medan
dan melibatkan 6318 subjek usia 20 tahun ke atas dari berbagai suku
memperlihatkan prevalensi kumulatif overwight (menggunakan batasan IMT 23-
24,9 kg/m2) rata-rata 46,45%. Sebagai perbandingan, prevalensi kombinasi
overwight dan obesitas pada orang dewasa di Malaysia berkisar antara 26%-53%
(rata-rata 39%).
Selain risiko diabetes mellitus tipe-2 dan penyakit kardiovaskular, tingginya
angka kematian pada obesitas juga dikaitkan dengan beberapa penyakit lain.
Dikemukan bahwa jaringan visera merupakan factor risiko independent obesitas
abdominal pada inti problem sindrom metabolic (MetS). Penelitian di Eropa dan
Jepang memperlihatkan bahwa salah satu factor risiko penyebab emboli paru
pada populasi wanita adalah kelompok yang memiliki IMT ≥ 25,0 kg/m2.
Penguatan potensi terjadinya trombisit akut berpengaruh pula terhadap
meningkatnya resiko penyakit kardiovaskular, dihubungkan dengan
hiperinsulinemia dan toleransi glukosa terganggu yang dapat berlangsung pada
obesitas. Lebih lanjut dikemukakan bahwa obesitas visera ( dalam kondisi
hiperinsulinemia) berhubungan dengan penurunan konsentrasi sex hormone
binding (SHBG) dan kenaikan konsentrasi androgen bebas.
Ditemukan leptin (suatu protein) dalam riset jaringan adiposit khususnya pada
bagian visera abdomen, membuktikan bahwa jaringan adipose juga merupakan
organ endokrin. Pada penelitian lanjut ditemukan pula beberapa substansi protein
lainnya berupa sitokin atau molekulmenyerupai sitokin yang dikelompokan
113
``
114
``
115
``
selain berperan pada hemostasis dan fungsi trombosit. Dalam kaitan ini pola diet
rendah lemak tinggi protein (20-25% energy dari protein) telah dikemukan
sebagai alternative pengganti pola diet rendah lemak tinggi karbohidrat,
khususnya pada hipertrigliseridemia. Penambahan 25 sampel 50 gram protein
kedelai/hari dalam hal ini dapat memperbaiki factor-faktor risiko penyakit
kardiovaskular.
Dilaporlkan bahwa dengan pemberian 25 gram protein kedelai yang
mengandung 37-62 mg isoflavon tyerbukti bermakna menurunkan kadar kolestrol
–total dan LDL- kolesterol.26,28,31 Cassidy et al. Melaporkan dari penelitiannya
pada sekelompok wanita usia muda bahwa 45 mg isoflavonoid dan bukan 23 mg
isoflavonoid, menyebabkan penurunan konsentrasi kolesterol total dan LDL
kolesterol yang bermakna. Nestle et al. 1997 (dikutip dari Lichtenstein)
sebaliknya mengemukakan bahwa pemberian 45 mg genistein selama 4-10
minggu ternyata tidak memberikan pengaruh bermakna pada konsentrasi lipid
darah. Meta analisis dari beberapa penelitian menunjukan bahwa konsunsi
protein kedelai setiap hari dapat menurunkan masing-masing 9,3 % kadar
kolesterol-total serum, 12,9 % kadar LDL kolestrol dan 10,5% kadar trigliserida;
pengaruh mana terutama diperlihatkan pada keadaan hiperkolesterolemia, tidak
pada subjek dengan kadar kolesterol normal atau kurang dari 200 mg/dl.
Perubahan konsentrasi trigliserida dalam hal ini juga sangat tergantung pada
konsentrasi di awal penelitian. Dikemukakan pula efek langsung protein kedelai
yang dapat menekan sekresi insulin dan glucagon sehingga menghambat
lipogenesis, serta pengaruhnya terhadap reseptor LDL selain pengaruh positif
isoflavon, kandungan seratnya dapat menurunkan kadar kolesterol.
Isoflavonoid adalah senyawa 15 karbon yang mirip seperti flavonoid hanya saja
cincin B pada isoflavonoid tertempel pada atom karbon posisi ketiga pada cincin
karbon di tengah. Isoflavonoid terutama terdapat pada anggota subfamili kacang-
kacangan yaitu Papilionoideae contohnya kacang kedelai (Glycine max) atau
semanggi (Trifolium spp).
116
``
Fungsi
117
``
118
``
2. Ekstraksi
Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-
komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek, terutama pada ekstraksi
bahan-bahan alami, sering juga bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut
dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu
larutan ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, yaitu misalnya
diekstraksi lagi dengan menggunakan pelarut kedua.
Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar
(kebutuhan pelarut lebih sedikit).
119
``
Pada ekstraksi cair-cair, pelarut tidak boleh (atau hanya secara terbatas) larut
dalam bahan ekstraksi.
Kerapatan
Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan
kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan
agar kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran
(pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatannya kecil, seringkali
pemisahan harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya
dalam ekstraktor sentrifugal).
Reaktivitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada
komponen-kornponen bahan ekstraksi. Sebaliknya, dalam hal-hal tertentu
diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk
mendapatkan selektivitas yang tinggi. Seringkali Ekstraksi juga disertai
dengan reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus
berada dalam bentuk larutan.
Titik didih
Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan,
distilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan itu tidak boleh terlalu
dekat, dan keduanya tidak membentuk aseotrop. Ditinjau dari segi ekonomi,
akan menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih pelarut tidak terlalu
tinggi (seperti juga halnya dengan panas penguapan yang rendah).
Ekstraksi adalah jenis pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu
padatan atau cairan. Proses ekstraksi bermula dari penggumpalan ekstrak
dengan pelarut kemudian terjadi kontak antara bahan dan pelarut sehingga
pada bidang datar antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut terjadi pengendapan
massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi yang telah tercampur dengan
pelarut yang telah menembus kapiler-kapiler dalam suatu bahan padat dan
120
``
Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara panas.
Jenis-jenis ekstraksi tersebut sebagai berikut.
a. Cara Dingin
Maserasi, adalah ekstraksi menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengadukan pada suhu kamar. Secara teknologi
termasuk ekstraksi dengan prinsip metoda pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetic berarti
dilakuakn pengadukan kontinyu. Remaserasi berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarutsetelah dilakukan ekstraksi
maserat pertama dan seterusnya.
Perkolasi, adalah ekstraksi pelarut yang selalu baru sampai
sempurna yang umumnya pada suhu ruang. Prosesnya
didahului dengan pengembangan bahan, tahap maserasi antara,
tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak) secara terus
menerus samapai diperoleh ekstrak perkolat yang jumlahnya 1-
5 kali bahan
b. Cara Panas
Reflux, adalah ekstraksi pelarut pada temperature didihnya
selamawaktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relative
konstan dengan adanya pendingin balik
Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu
dengan jumlah pelarut relative konstan dengan adanya
pendingin balik.
Digesi, adalah maserasi kinetik pada temperature lebih tinggi
dari temperature kamar sekitar 40-50 C
Distilasi uap, adalah ekstraksi zat kandungan menguap dari
bahan dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial zat
kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara
121
``
Pelarut yang baik untuk ekstraksi adalah pelarut yang mempunyai daya
melarutkan yang tinggi terhadap zat yang diekstraksi. Daya melarutkan yang
tinggi ini berhubungan dengan kepolaran pelarut dan kepolaran senyawa yang
diekstraksi. Terdapat kecenderungan kuat bagi senyawa polar larut dalam
pelarut polar dan sebaliknya.
Karena tidak ada pelarut yang sesuai dengan semua persyaratan tersebut, maka
untuk setiap proses ekstraksi harus dicari jenis pelarut yang paling sesuai
dengan kebutuhan.
122
``
Spekra UV-Vis dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan sekaligus dapat
digunakan untuk analisis kuantitatif.
1) Aspek Kualitatif ;
Data spektra UV-Vis bila digunakan secara tersendiri, tidak dapat digunakan
unutk identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Akan tetapi, bila digabung
dengan cara lain seperti spektroskopi infra merah, resonansi magnet inti, dan
spektroskoppi massa, maka dapat digunakan untuk maksud analisis kualitatif
suatu senyawa tersebut.
Data yang diperoleh dari spektroskopi UV dan Vis adalah panjang gelombang
maksimal, intensitas, efek, pH, dan pelarut yang kesemuanya dapat
dibandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan.
a. Serapan (absorbansi) berubah atau tidak karena perubahan pH. Jika berubah
bagaimana perubahannya apakah batokromik ke hipsokromik dan sebaliknya
atau dari hipokromik ke hiperkromik, dsb.
2) Aspek Kuantitatif ;
Suatu berkas radiasi dikenakan pada larutan sampel (cuplikan) dan intensitas
sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Intensitas atau kekuatan radiasi
cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas
penampang per detik.
123
``
suatu lapisan larutan dengan ketebalan db, maka penurunan intesitas sinar (dl)
karena melewati lapisan larutan tersebut berbanding langsung dengan
intensitas radiasi (I), konsentrasi spesies yang menyerap (c), dan dengan
ketebalan lapisan larutan (db). Secara matematis, pernyataan ini dapat
dituliskan :
-dI = kIcdb
I = I0 e-kbc
dan bila persamaan di atas diubah menjadi logaritma basis 10, maka akan
diperoleh persamaan :
I = I0 10-kbc
A = abc
Bila Absorbansi (A) dihubungkan dengan Transmittan (T) = I/Io maka dapat
diperoleh
A=log 1/T .
124
``
Salah satu hal yang penting juga diingat adalah untuk menganalisis secara
spektrofotometri UV-Vis diperlukan panjang gelombang maksimal. Adapun
beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal,
yaitu :
Jika dalam analisis suatu unsur tidak memenuhi Hukum Beer, maka
absorbansi tidak setara dengan konsentrasi. Jika ingin mengetahui apakah
suatu unsur memenuhi Hukum Beer atau tidak maka perlu ditentukan grafik
kalibrasi absorbansi vs konsentrasi. Hukum Beer hanya dapat dipenuhi jika
dalam range (cakupan) konsentrasi hasil kalibrasi berupa garis lurus, jadi kita
hanya bekerja pada linear range. Seringkali sampel yang dianalisa akan
memiliki absorbansi yang lebih tinggi dari pada larutan standar. Jika kita
berasumsi bahwa kalibrasi tetap linier pada konsentrasi yang lebih tinggi
125
``
Dengan cara ramalan kalibrasi yang linier [itu]. Hal ini tidak boleh diilakukan
karena bagaimanapun, ketika kita tidak bisa mengetahui apakah hukum Beer
masih terpenuhi pada konsentrasi yang lebih tinggi. Jika Hukum Beer tidaklah
terpenuhi pada konsentrasi yang lebih tinggi, hasil dari pengukuran akan
merupakan suatu kesalahan besar ( ketelitian sangat kecil)
Sekalipun standar lebih lanjut disiapkan dan kurva dicoba ke data, ketepatan
dari hasil akan sangat lemah dalam kaitan dengan ketidak-pastian di (dalam)
membaca konsentrasi dari kurva.
Oleh karena itu, larutan yang memiliki absorbansi lebih tinggi dari larutan
standar harus diencerkan sampai memenuhi konsentarasi larutan standar yang
telah ada.
C. PROSEDUR PERCOBAAN
a. Penyediaan Tempe Bebas Lemak
1. Tempe digerus dengan lumpang sampai cukup halus, lalu ditimbang
sebanyak 15 g ke dalam erlemeyer tutup asah.
2. Tambahkan n-heksan sebanyak 150 mL, kocok selama 5 menit baru
disimpan pada suhu kamar selam 90 menit, tetapi setiap selang waktu
15 menit dikocok lagi selama 5 menit.
3. Campuran dipisahkan dengan cara dekantasi (diendap-tuangkan),
residu tempe tetap dalam Erlenmeyer, pelarut ditampung dalam wadah
bersih.
4. Residu tempe ditambah lagi n-heksan 100 mL, dikocok lagi selama 5
menit baru disaring, filtrat (pelarut) dicampur dengan pelarut pada
prosedur no. 3.
5. Residu tempe dikeluarkan dari Erlenmeyer, ditempatkan pada selembar
kertas atau wadah kering, baru dikering-anginkan pada suhu kamar.
6. Tempe kering yang diperoleh di sini adalah tempe bebas lemak, lemak
sudah terlarut ke dalam n-heksan.
126
``
127
``
128
``
As
Cs
DATA PENGAMATAN
129
``
2) Hasil-hasil penimbangan
(2)
(3)
130
``
(4)
(5)
131
``
7) Kurva Standar
132
``
PEMBAHASAN
133
``
134
``
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
135
``
PERCOBAAN ALTERNATIF I
1. Peralatan
1) Kuvet
2) Labu takar 100 mL dan 50 mL
3) Batang pengaduk
4) Bola hisap
5) Pipet tetes
6) Gelas kimia 500mL, 100mL dan 50 mL
7) Corong pisah
8) Pipet ukur 10mL, 5mL, dan 1Ml
9) Spatula
10) Spektrofotometri UV-VIS
11) Corong gelas
12) Statip dan kelem buret
13) Buret
14) Neraca analitik
15) Corong Buchner
16) Erlenmeyer tutup asa
17) Kondensor tegak
18) Pompa vakum
2. Bahan
1) Larutan induk Kafein 100 ppm 2) Aquadest
3) HCl 0,2 N 4) Khloroform
5) Metilen Klorida 6) Daun the
136
``
B. DASAR TEORI
Kafein ialah alkaloid yang tergolong dalam keluarga methylxanthine
bersama sama senyawa tefilin dan teobromin, berlaku sebagai perangsang
sistem saraf pusat. Pada keadaan asal, kafein ialah serbuk putih yang pahit
(Phytomedical Technologies, 2006) dengan rumus kimianya C 6 H10 O2, dan
struktur kimianya 1,3,7- trimetilxantin . Kafein merupakan jenis alkaloid yang
secara alamiah terdapat dalam biji kopi, daun teh, daun mete, biji kola, biji
coklat dan beberapa minuman penyegar. Kafein memiliki berat molekul
194,19 gram/mol. Dengan rumus kimia C8H10N4O2 dan pH 6,9 (larutan kafein
1 % dalam air ). Secara ilmiah, efek kafein terhadap kesehatan sebetulnya
tidak ada, tetapi yang ada adalah efek tak langsungnya seperti menstimulasi
pernafasan dan jantung, serta memberikan efek samping berupa rasa gelisah
(neuroses), tidak dapat tidur (insomnia) dan denyut jantung tak beraturan
(tachycardia). Kopi dan teh banyak mengandung kafein dibandingkan jenis
tanaman lain, karena tanaman kopi dan teh menghasilkan biji kopi dan daun
teh yang sangat cepat, sementara penghancurannya sangat lambat.
Kafein 1,3,7-trimetil-1H-purin-2,6(3H,7H0-dion, rumus molekul
C8H10N4O2, merupakan alkaloid ksantin (purin), terutama di temukan dalam
daun teh (Camelia sinensis) dan biji kopi (Coffee arabica). Kafein memiliki
sifat fisis seperti berbentuk Kristal dengan warna putih, memiliki titik leleh
234ºC, larut dalam air (15 mg/mL) dan kloroform serta memiliki rasa yang
agak pahit (British Pharmacopeia, 1993).
Kafein merupakan senyawa alkaloid dari keluarga methylxanthine yang
dapat ditemukan dalam daun, biji ataupun buah dari hampir 63 spesies
137
``
tanaman di dunia. Sumber kafein yang paling sering ditemukan adalah kopi,
biji kokoa, kacang kola, dan daun teh (Wanyika et al, 2010).
Tabel 1. Kandungan Kafein dalam Makanan/Minuman (Purba, 2011)
Secangkir kopi 85 mg
Secangkir teh 35 mg
Sebotol Coca-Cola 35 mg
Minuman energy 50 mg
Farmakodinamik Kafein
Kafein mempunyai efek relaksasi otot polos, terutama otot polos bronchus,
merangsang susunan saraf pusat, otot jantung, dan meningkatkan dieresis
(Farmakologi UI, 1995).
a. Jantung
Kadar rendah kafein dalam plasma akan menurunkan denyut jantung,
sebaliknya kadar kafein dan teofilin yang lebih tinggi menyebabkan
tachicardi, bahkan pada individu yang sensitif mungkin menyebabkan aritmia
yang berdampak kepada kontraksi ventrikel yang premature.
b. Pembuluh darah
138
``
Farmakologi Kafein
Kafein adalah stimulan dari sistem saraf pusat dan metabolisme,
digunakan secara baik untuk pengobatan dalam mengurangi keletihan fisik dan
juga dapat meningkatkan tingkat kewaspadaan sehingga rasa ngantuk dapat
ditekan. Kafein juga merangsang sistem saraf pusat dengan cara menaikkan
tingkat kewaspadaan, sehingga fikiran lebih jelas dan terfokus dan koordinasi
badan menjadi lebih baik (Ware, 1995).
Konsumsi kafein secara rutin dapat menyebabkan terjadinya toleransi. Tanda-
tanda dan gejala-gejala dari konsumsi kafein secara berlebihan antara lain
kecemasan, insomnia, wajah memerah, dieresis, gangguan saluran cerna,
kejang otot, berbicara bertele-tele, takikardia, aritmia, peningkatan energy dan
agitasi psikomotor. Kafein dapat berinteraksi dengan siprofloksasin dimana
mengakibatkan terjadinya penurunan metabolism hepatic kafein sehingga efek
farmakologi kafein dapat meningkat (Sukandar dkk, 2008).
Farmakokinetik Kafein
139
``
Kafein diabsorpsi secara cepat pada saluran cerna dan kadar puncak dalam
darah dicapai selama 30 hingga 45 menit (Sukandar dkk, 2008). Pada orang
dewasa yang sehat jangka waktu penyerapannya adalah 3-4 jam, sedangkan
pada wanita yang memakai kontrasepsi oral waktu penyerapan adalah 5-10
jam. Pada bayi dan anak memiliki jangka waktu penyerapan lebih panjang (30
jam). Kafein dapat melewati plasenta dan lapisan darah-otak dikarenakan
sifatnya yang hidrofobik (Albina et al, 2002).
Kafein diuraikan dalam hati oleh sistem enzim sitokhrom P 450 oksidasi
kepada 3 dimethilxanthin metabolik, yaitu :
a. Paraxanthine (84%), mempunyai efek meningkatkan lipolisis,
mendorong pengeluaran gliserol dan asam lemak bebas didalam
plasma darah
b. Theobromine (12%), melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan
volume urin. Theobromine merupakan alkaloida utama didalam kokoa
(coklat)
c. Theophyline (4%), melonggarkan otot saluran pernafasan, digunakan
pada pengobatan asma.
Hati merupakan tempat utama dalam proses metabolisme kafein. Masing
masing dari hasil metabolisme ini akan dimetabolisme lebih lanjut dan akan
dikeluarkan melalui urin (Stavric dan Gilbert 1990, Arnaud 1999).
Waktu paruh eliminasi berkisar antara 3 -7 jam dan dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, meliputi jenis kelamin, usia, penggunaan kontrasepsi oral,
kehamilan dan merokok. Telah dilaporkan bahwa waktu paruh kafein pada
wanita lebih singkat dibandingkan dengan laki-laki (Nawrot et al, 2003).
.
Spektrofotometri UV-VIS adalah pengukuran serapan cahaya di daerah
ultraviolet (200 – 350 nm) dan sinar tampak (350 – 800 nm) oleh suatu
senyawa. Serapan cahayaUV atau VIS (cahaya tampak) mengakibatkan
transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar
yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih
tinggi.Panjang gelombang cahaya UV-VIS bergantung pada mudahnya
promosielektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi
untuk promosielektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih
pendek. Molekul yangmemerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada
140
``
1) Persiapan Bahan
(1) Ditimbang sampel tablet kafein seberat 0,6823 g ke dalam gelas piala 200
mL;
(2) Dipanaskan sampai mendidih selama 10 menit;
141
``
(3) Disaring dalam keadaan panas dengan dua macam kertas saring secara
berurutan, pertama disaring dengan kertas saring kasar, kedua filtrate
pertama disaring lagi dengan kkertas saring whatman 41, kemudian
didinginkan;
(4) Setelah dingin, filtrate dipindahkan ke dalam corong pemissah;
(5) Diekstraksi 2 x 25 mL dengan menggunakan chloroform atau metilen
klorida;
(6) Lapisan organik yang diperoleh disatukan, dan dimasukkan lagi ke dalam
corong pisah bersih, dan diekstraksi kembali dengan 2 x 25 mL HCl 0,2 N;
(7) Lapisan HCl disatukan dan siap diukur serapannya dengan
spektrofotometer UV?Vis pada panjang gelombang maksimum, dan
konsentrasi kafein ditentukan dengan metode kurva standar.
(1) Disediakan larutan kafein 1000 ppm sebanyak 100 mL dengan pelarut HCl
0,1 N;
(2) Disediakan 5 buah labu takar bersih volume 50 mL;
(3) Disediakan larutan kafein standar dengan konsentrasi berturut-turut 0, 2, 4,
6, 8, dan 12 ppm sebanyak 50 mL dengan pelarut HCl 0,2 N;
(4) Larutan kafein standar diukur serapannya dengan spektrofotometer
UV/Vis pada panjang gelombang maksimum.
142
``
(5) Nilai serapan pada setiap panjang gelombang dicatat dan dialurkan dalam
bentuk kurva hubungan antara panjang gelombang dengan nilai serapan;
(6) Tentukan nilai panjang gelombang maksimum dari kurva.
143
``
144
``
4. Metode Titrasi
b. Penetapan kadar
(1) Ditimbang sampel kafein ± 0,6 atau serbuk berkafein sebanyak 2
bungkus, lalu timbang serbuk sampel tersebut setara dengan berat rata-
ratanya (untuk sampel minuman di ukur 100,0 ml larutan sampel);
(2) Dilarutkan dengan 50 ml air suling (untuk sampel minuman tidak perlu
ditambah air) kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah.
(3) Diekstraksi 3 kali dengan kloroform masing – masing sebanyak 10 ml.
(4) Ekstrak kloroform ditampung di dalam cawan penguapan dan diuapkan
diatas uap air sampai kering.
(5) Ekstrak kering tersebut dilarutkan didalam 20 ml air lalu dididihkan;
(6) Larutan didinginkan, kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml
secara kuantitatif.
(7) Ditambahkan 5 ml H2SO4 4 N dan 50.0 ml larutan baku I2 0,1 N serta
20 ml larutan NaCl jenuh.
(8) Selanjutnya dicukupkan volumenya sampai tanda batas.
145
``
146
``
b. Pengenceran
1) Dipipet 2 mL larutan contoh dari labu ukur 100 mL ke dalam labu ukur 10
mL
2) Diimpitkan sampai batas garis dengan kloroform
e. Pengukuran
Mengukur larutan sampel, standar, dan blanko dengan spekrofotometer
UV/Vis pada λ maksimum.
147
``
D. HASIL PENGAMATAN
1 HCl 0,2 N
2 Khloroform
3 Metilen
Klorida
4 KI
5 K2Cr2O7
6 H2SO4
7 I2
8 NaHCO3
9 NaCl
10 MgO
11 KOH
12 Aseton
148
``
Gelombang Gelombang
149
``
Data standarisai:
150
``
PENGOLAHAN DATA/PERHITUNGAN
151
``
PEMBAHASAN
152
``
153
``
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
154
``
PERCOBAAN ALTERNATIF II
I. KARBOHIDRAT
Karbohidrat merupakan senyawa karbon yang banyak dijumpai di
alam, terutama sebagai penyusun utama jaringan tumbuh-tumbuhan. Senyawa
karbohidrat adalah polihidroksi aldehida atau polihidraksi keton yang
mengandung unsur-unsur karbon (C), hydrogen (H), dan oksigen (O) dengan
rumus empiris total (CH2O)n.
Karbohidrat dibagi dalam 3 golongan :
Monosakarida, cuplikanh : glukosa, manosa, arabinosa
Oligisakarida, cuplikanh : sukrosa,laktosa,maltosa
Polisakarida, cuplikanh : selullosa,amilum
155
``
Ilustrasi 1 BAHAN
Uji Molish
+ -
Karbohidrat Bukan
Uji Iodium
+ -
Uji Barfoed
+ -
Monosakarida Disakarida
Glukosa, galaktosa, Laktosa, maltosa
fruktosa
Uji Ozason
+ -
Uji Bial
+
- Maltosa Laktosa
Pentosa : Heksosa :
arabinos Glukosa, galaktosa,
Uji seliwanoff
+ -
Galaktos Glukos
a a
156
``
Pada umumnya karbohidrat berbentuk kristal putih, larut sedikit dalam pelarut
organik, tetapi larut dalam air dengan baik, kecuali beberapa polisakarida.
Karbohidrat mempunyai beberapa sifat penting yakni dapat beroksidasi,
bereduksi, berkondensasi, berpolimerasi serta dapat membentuk ikatan
glikosida.
Semua jenis karbohidrat, baik monosakarida, disakarida, maupun
polisakarida akan berwarna merah-ungu bila bila larutannya dicampur dengan
beberapa tetes larutan alpha-naftol dalam alkohol dan ditambahkan asam sulfat
pekat, sehingga tidak bercampur. Warna ungu akan tampak pada bidang batas
antara kedua cairan. Sifat ini dipakai sebagai dasar uji kualitatif adanya
karbohidrat dalam suatu bahan dan dikenal dengan uji Molish.
Berbagai uji kualitatif dapat dilaksanakan untuk menentukan kehadiran
karbihidrat antara lain : Uji Yodium, Uji Molish, Uji Reduksi, Uji Benedict,
Uji Seliwanof, Uji Barfoed, Uji Tauber, Uji Osazon, Hidrolisa Polisakarida
dan Uji Bial. Skema identifikasi karbohidrat secara kualitatif dapat dilihat
pada Ilustrasi 1.
PERSIAPAN CUPLIKAN
Persiapan cuplikan harus disiapkan juga dengan baik dan benar.
Sebelum menentukan jenis karbohidrat yang terdapat dalam suatu bahan, maka
harus diperiksa terlebih dahulu cuplikan/sampel tersebut apakah berbentuk
padat atau larutan. Mungkin saja bahan terdiri dari atas satu atau dua jenis
karbohidrat. Larutan yang bersifat alkali, perlu dinetralkan terlebih dahulu atau
buat sedikit asam dengan HCL encer. Di bawah ini langkah kerja penyiapan
larutan sampel yang digunakan dalam praktikum.
Persiapan sampel
1. Jagung,dedak atau rumput, dikeringkan pada suhu 500C selama 48 jam.
Kemudian ditumbuk sampai halus.
2. Masukan 100 gr bahan halus sample (no 1 ) ke dalam labu erlenmeyer
dan larutkan dengan 1000 ml aquadest. Didihkan selama 1 jam (
sewaktu-waktu perlu di aduk ).
3. Dalam keadaan panas-panas saring dengan bantuan kertas filter.
4. Filtrat yang diperoleh, siap dijadikan larutan cuplikan
A. PENENTUAN KARBOHIDRAT
157
``
a. Uji Yodium
Tujuan : Menentukan karakteristik pati/amilum melalui Uji yodium yang
merupakan
uji umum untuk amilum.
Prinsip :
Polisakarida dengan penambahan iodium akan membentuk kompleks
adsorpsi berwarna yang spesifik. Amilum atau pati dengan yodium akan
menghasilkan warna biru, dektrin menghasilkan warna merah anggur,
sedangkan glikogen dan sebagian pati yang terhidrolisis bereaksi dengan
iodium membentuk warna merah coklat.
Alat dan bahan :
1. Plat tetes
2. Pipet
3. Larutan sampel ( amilum, larutan jagung, larutan dedak, glikogen )
4. Pereaksi ( larutan yodium encer )
Cara kerja :
1) Sediakan plat tetes, isis dengan 1 tetes larutan amilum
2) Tambahkan 1 tetes larutan yodium encer
3) Perhatikan warna biru yang terjadi
4) Ulangi percobaan ini dengan menggunakan larutan : glikogen,
dekstrin, da larutan sampel yang akan di periksa.
5) Periksalah larutan pati tersebut secara mikroskopik dan gambar
bentuk granulanya.
b. Uji molish :
Tujuan : Mengidentifikasi kandungan karbohidrat dalam sampel
Prinsip :
Pembentukan furfural atau turunan-turunannya dari karbohidrat yang
didehidrasi oleh asam pekat, yang kemudian bereaksi dengan alpha-napthol
senyawaan berwarna. Hasil reaksi yang negatif menunjukan bahwa larutan
yang diperiksa tidak mengandung karbohidrat. (Hasil reaksi yang negatif
menunjukan bahwa larutan yang diperiksa tidak mengandung krbohidrat). Uji
Molish merupakan uji umum Karbohidrat.
Alat dan bahan :
158
``
c. Uji Barfoed
Tujuan : Membedakan antara monosakarida dan disakarida
Prinsip :
Ion Cu2+ (dari pereaksi Barfoed) dalam suasana asam akan direduksi
lebih cepat oleh gula reduksi monosakarida daripada disakarida dan
menghasilkan Cu2O berwarna merah bata.
Alat dan bahan :
1. Sukrosa, laktosa, maltosa, galaktosa, fruktosa, glukosa dan masing-
masing dalam larutan 1%
2. Pereaksi Barfoed
3. Alat pemanas
4. Tabung reaksi
5. Pengatur waktu
6. Penjepit tabung
7. Ppipet tetes
159
``
Cara kerja :
1) Sedikan 2 buah tabung reaksi diisi masing-masing dengan :
a. 0,5 pereaksi Barfoed + 0,5 ml larutan cuplikanjagung atau
dedak
b. 0,5 pereaksi Barfoed + 2,5 tetes glukosa 1%
2) Panaskan dalam penangas air mendidih selama 3 menit dan
didinginkan dalam air mengalir (kran) selama 2 menit
3) Tambahkan pada setiap tabung 0,5 ml pereaksi warna phospomolibdat
sambil dikocok
4) Perubahan warna dari hijau kekuning-kuningan menjadi biru tua
menunjukan hasil yang positif adanya monosakarida.
5) Catat hasilnya dan terangkan reaksinya (bandingkan hasil reaksi tabung
A dan B)
d. Uji Benedict
Tujuan :
Membuktikan kehadiran gugus aldehid atau keton bebas pada
karbohidrat yang dapat mereduksi ion-ion logam tertentu (Cu
dan Ag)/ gula reduksi
Prinsip :
Pereaksi Benedict mengandung cupri sulfat, natrium karbonat
dan natrium sitrat. Pereaksi ini dapat direduksi oleh karbohidrat pereduksi
yang mempunyai gugus aldehida dan keton bebas membentuk endapan
merah bata dari kuprooksida (Cu2O).
Alat dan bahan :
1. Amilum, glikogen, dektrin, sukrosa, laktosa, maltosa, galaktosa,
fruktosa, glukosa dan arabinosa masing-masing dalam larutan 1%.
2. Pereaksi Benedict
3. Alat pemanas air
4. Tabung reaksi
5. Pipet tetes
6. Penjepit tabung
7. Pengatur waktu
Cara kerja :
160
``
e. Uji seliwanof
Tujuan : Membuktikan adanya gugus ketosa (fruktosa)
Prinsip :
Dehidrasi fruktosa oleh HCL pekat menghasilkan hidroksimetilfurfural
dan dengan penambahan resorsinol akan mengalami kondensasi
membentuk senyawa kompleks berwarna merah orange.
Alat dan bahan
1. Dedak, jagung, amilum, sukrosa, maltosa dan glukosa masing-masing
dalam larutan 1%
2. Pereaksi seliwanoff
3. Alat pemanas air
4. Pengatur waktu
5. Tabung reaksi
6. Pipet tetes
7. Jepit tabung
Cara kerja :
1) Sedikan beberapa tabung reaksi masukan kedalam masing-masing
tabung reaksi 3 ml pereaksi seliwanoff lalu tambahkan 5-10 tetes
161
``
163
``
h. Hidrolisis Polisakarida
Tujuan : Mengidentifikasi hasil hidralisis polisakarida
Prinsip :
Polisakarida terdapat pada sebagian besar tanaman dalam golongan
umbi seperti kentang dan pada biji-bijian seperti jagung atau padi. Salah
cuplikanh polisakarida yang paling umum adalah pati. Patiterbagi menjadi
dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut
amilosa (kurang lebih 20%), dengan struktur makromolekul linier yang
dengan iodium memberikan warna biru. Sebaliknya, fraksi yang tidak larut
disebut amilopektin (kurang lebih 80%) dengan struktur bercabang.
Denagn penambahan iodium, fraksi memberikan warna ungu sampai
merah.
Pati dalam suasana asam bila dipanaskan akan terhidralisis menjadi
senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Hasil hidralisis dapat diuji dengan
iodium dan menghasilkan warna biru sampai tidak berwarna. Hasil akhir
hidralisis ditegaskan dengan Uji Benedict dan Barfoed.
Cara kerja :
1) Masukan 10 ml larutan cuplikan (dedak, amilum, dan jagung) ke dalam
tabung reaksi lalu tambahkan 1 ml HCL 10%
2) Panaskan dalam penangas air mendidih
3) Lakukan Uji yodium setiap 3 menit dengan cara mengambil setetes
hidrolisat kedalam plat tetes dan tambahkan setetes yodium encer
4) Ulangi Uji ini setiap 3 menit sampai warna yodium tidak berubah
(tetap kuning)
5) Dinginkan hidrolisat dan netralkan dengan larutan Na2SO3KH
beberapa tetes atau larutan NaOH 2% dengan menggunakan lakmus
sebagai indicator
164
``
6) Larutan dibagi 2, yang satu dilakukan Uji Benedict dan yang lain
dilakukan Uji barfoed, amati hasilnya!
7) Catat pada menit ke berapa hidralisat sempurna!
Cara kerja :
1) 10 ml larutan Benedict kuantitatif dan 2 gr Na-karbonat Anhidrous
(atau 4 gr Na-Karbonat Kristal) dimasukan kedalam Erlenmeyer (labu
titrasi)
2) Buret yang berisi larutan glukosa (dari glukosa cuplikanh ; dedak,
jagung, rumput, dan serum darah) dipasang diatas labu titrasi
3) Campuran dalam (1) dipanaskan sampai mendidih
4) Lakukan titrasi hingga warna biru cepat hilang
5) Kadar glukosa dalam cuplikanh dapat ditentukan
6) Lakukan percobaan 3-4 kali sampai hasilnya meyakinkan
7) Perbedaan dari 0,1 sampai 0,2 ml dari setiap titrasi menentukan hasil
kerja yang baik.
165
``
Perhitungan :
Misal larutan glukosa yang dipakai x ml
10 ml benedict =10 mg glukosa = x ml
Dalam 100 ml larutan glukosa (sample) terdapat
100/x. 10 mg glukosa = y glukosa
Jadi kadar glukosa = Y mg
Catatan :
Supaya didapatkan hasil yang baik maka:
1. Sebelum melakukan titrasi, larutan Benedict harus dipanaskan sampai
mendidih dan diaduk agar Na-Karbonatnya larut.
2. Mula-mula turunkan larutan glukosa dari buret dengan cepat sampai
terbentuk sedikit endapan putih dan warna biru mulai berkurang, lalu
teteskan perlahan-lahan hingga warna biru hilang
3. Pada waktu titrasi, larutan harus tetap mendidih dan diaduk terus
4. Bila larutan menjadi pekat karena terjadi penguapan, dapat ditambahkan
aquadest secukupnya. Penambahan dapat dilakukan beberapa kali.
LIPIDA
A. Uji kelarutan
Tujuan : mengidentifikasi kelarutan lipida pada pelarut tertentu
Prinsip :
Pada umumnya, lemak dan minyak tidak larut dalam air, tetapi sedikit
larut dalam alcohol dan larut sempurna dalam pelarut organic seperti eter,
kloroform, aseton, benzene, atau pelarut nonpolar lainnya. Minyak dalam
air akan membentuk emulsi yang tidak stabil karena bila dibiarkan, maka
kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Sebaliknya, minyak
dalam soda (Na2CO3) akan membentuk emulsi yang stabil karena asam
lemak yang bebas dalam dalam larutan lemak bereaksi dengan soda
membentuk sabun. Sabun mempunyai daya aktif permukaan, sehingga
tetes-tetes minyak menjadi tersebar seluruhnya.
Cara kerja:
1) Disediakan 6 buah tabung reaksi, masing-masing diisi dengan 2 ml
a. Air
b. Alkohol panas
c. Alkohol dingin
d. Eter
e. Kloroform
f. Larutan natrium karbonat 2%
2) Teteskan lemak/minyak ke dalam masing-masing tabung tersebut, catat
pada pelarut mana yang paling sempurna.
3) Perhatikan kelarutan minyak/lemak tersebut, catat pada pelarut mana yang
palin sempurna
4) Teteskan setetes larutan pada kertas saring, perhatikan ada tidaknya noda
setelah menguap, kehadiran lemak ditandai dengan adanya noda.
5) Bagaimana kesimpulan anda tentang percobaan ini ?
B. Uji ketidakjenuhan
Tujuan : Mengetahui sifat ketidakjenuhan minyak atau lemak
Prinsip :
167
``
C C + Br2 C C
Br Br
Cara kerja :
1) a. Larutkan 1 tetes asam oleat dalam 1 ml kloroform
b. Tambahkan 2 atau 3 tetes larutan yod. Hubl.
c. Kocok, warna yod. Akan segera hilang
d. Ulangi percobaan (bila mungkin) dengan menggunakan asam
palmitat. Apa bedanya ?
2) a. Sediakan 5 buah tabung reaksi, isi masing-masing 1 ml dengan :
1. Minyak kelapa (minyak curah)
2. Minyak sawit kemasan
3. Mentega
4. Margarin
5. Lemak hewan (lemak sapi)
b. Tambahkan sejumlah kloroform (jumlah yang sama dengan sample)
c. Tambahkan yod. Hubl tetes demi tetes (setiap penambahan yod.
Hubl lakukan percobaan)
d. Perhatikan perubahan warna yang terjadi ! catat mengapa demikian ?
Apakah gunanya ?
C. Uji Akrolein
Tujuan : mengidentifikasi kehadiran gliserol
Prinsip :
168
``
M. Uji kolesterol
Tujuan : Mengidentifikasi adanya sterol (kolesterol) dalam suatu bahan
secara kualitatif
Prinsip : Kelompok lipid seperti fosfolipid dan sterol merupakan
komponen penting yang terdapat dalam membran semua sel hidup.
Kolesterol adalah sterol utama yang banyak terdapat di alam . Untuk
mengetahui adanya sterol dan kolesterol, dapat di lakukan uji kolesterol
menggunakan reaksi warna. Salah satu di antaranya ialah reaksi
Lieberman Burchard. Uji ini positif bila reaksi menunjukan warna yang
berubah dari merah, kemudian biru dan hijau. Warna hijau yang terjadi
sebanding dengan konsentrasi kolesterol dalam bahan.
Cara kerja
Sediakan tabung reaksi yang kering dan bersih
1) Isi dengan 5 tetes cuplikan + 1 ml kloroform + 2 ml asam asetat anhidrida
+ 4 tetes H2SO4 pekat
169
``
2) Perubahan warna dari merah, biru kemudian ungu dan diakhiri dengan
warna hijau, menandakan kehadiran kolesterol (reaksi +)
3) Buat seperti reaksi di atas dengan menggunakan 1 ml kolesterol (dalam
jumlah sedikit)
4) Tugas : tulis rumus bangun kolesterol dan bandingkan derajat kedua
reaksi tersebut diatas.
PROTEIN
A. Uji komposisi Dasar (Uji komposisi Elementer)
Tujuan : Mengidentifikasi adanya unsur-unsur penyusun protein
Prinsip :
Semua jenis protein tersusun karbon (C), hydrogen (H), oksigen (O),
dan nitrogen (N). Ada pula protein yang mengandung sedikit belerang (S)
dan fosfor (P). Dengan metode pembakaran atau pengabuan, akan
diperoleh unsure-unsur penyusun protein, yaitu C, H, O, dan N.
Cara kerja
Sediakan beberapa tabung reaksi bersih dan kering
1) Masing-masing diisi dengan sedikit cuplikan padat (casein) dan putih
telur atau albumin padat (tepung albumin)
2) Panaskan dengan secara berangsur-angsur dan perhatikan baunya
3) Bau rambut terbakar adalah spesifik untuk senyawa nitrogen
4) Kegosongan (warna hitam) menunjukan adanya karbon. Sedangkan
kondensasi air di bagian atas tabung menandakan adanya oksigen dan
hidrogen
170
``
5) Bau ammonia yang keluar dan perubahan kertas lakmus menjadi biru
menunjukan adanya nitrogen dan hydrogen
B. Uji Biuret
Tujuan : Membuktikan adanya molekul-molekul peptide dari protein
Prinsip :
Ion Cu2+ (dari pereaksi biuret) dalam suasana basa akan bereaksi
dengan polipeptida atau ikatan-ikatan peptide yang menyusun protein
membentuk senyawa kompleks berwarna ungu (violet). Reaksi biuret
positif terhadap dua buah ikatan peptide atau lebih, tetapi negatif untuk
asam amino bebas atau peptida. Reaksi pun positif terhadap senyawa-
senyawa yang mengandung dua gugus : - CH2NH2 – CSNH2 –
C(NH)NH2, dan – CONH2. Biuret adalah senyawa denmgan dua ikatan
peptide yang terbentuk pada pemanasan dua molekul urea.
Cara kerja
Sediakan beberapa tabung reaksiyang bersih dan kering
1) Sediakan 4 tabung reaksi yang bersih, lalu masing-masing isilah dengan
larutan albumin, kasein, gelatin sebanyak 2 ml
2) Tambahkan pada setiap tabung 1 ml NaOH 10 % dan 3 tetes CuSO4
0,2%
171
``
C. Uji Ninhidrin
Tujuan : Membuktikan adanya asam amino bebas dalam protein
Prinsip :
Semua asam amino atau peptida yang mengandung asam α-amino bebas
akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk senyawa kompleks berwarna
biru. Namun, prolin dan hidroksiprolin menghasilkan senyawa berwarna
kuning.
Cara kerja
1) Sediakan tabung reaksi masukan 1 ml larutan cuplikan ditambah dengan
1 ml 0,1 M buffer asam asetat (pH – 5) dan 20 tetes 0,1 % larutan
ninhidrin. Panaskan di atas penangas air mendidih selama 10 menit dan
perhatikan warna biru yang terbentuk. Tuliskan persamaan reaksinya.
2) Lakukan uji nin dengan albumin 2%
D. Uji Xantoprotein
Cara kerja
1) Sediakan beberapa tabung reaksi
172
``
Cara kerja
1) Sediakan 4 tabung reaksi, masing di isi dengan 2 ml larutan cuplikan
2) Tabung pertama + tetes demi tetes asam pikrat jenuh
3) Tabung kedua + tetes demi tetes larutan T.C.A
4) Tabung ketiga + tetes demi tetes larutan phospotungstat (sebelumnya
asamkan dulu dengan 2% asam asetat
173
``
ENZIM
Cara kerja
Teteskan air ludah di atas kertas lakmus
B. Komposisi dasar
Cara kerja
1. Uji Biuret
Siapkan beberapa tabung reaksi yang bersih dan kering
Masukan 3 ml larutan cuplikan + 2 ml NaOH 10% + 1 tetes
larutan CuSO4 0.1%. Campur dengan baik dan kalau tidak
174
``
C. Penentuan pH optimum
Cara kerja
Sediakan beberapa tabung reaksi yang bersih dan kering.
1. Tabung pertama masukan 1 ml cuplikan + 1 ml amilum + 2 ml HCl
0,4 %
2. Tabung kedua masukan 1 ml cuplikan + 1 ml amilum + 2 ml asam
laktat
3. Tabung ketiga masukan 1 ml cuplikan + 1 ml amilum + 2 ml H2O
4. Tabung ke empat masukan 1 ml cuplikan + 1 ml amilum + 2 ml
Na2CO3 1%
Cara kerja
5 ml ektrak jagung + 1 ml air ludah. Simpan dalam penangas air (370C)
Setiap 3 menit lakukan uji yodium sampai pada pengujian terakhir
uji yodium negative.
Hidrolisa diangkat dan dilakukan uji Benedict dan Barfoed
Uji Benedict
Cara kerja
- 1 ml larutan cuplikan + 3 ml larutan benedict, dipanaskan diatas
api langsung
Perubahan warna dan bentuk endapan merah bata menunjukan
reaksi positif.
Uji Barfoed
Tujuan : Membedakan antara monosakarida dan disakarida
Prinsip : Ion Cu2+ (dari pereaksi Barfoed) dalam suasana asam
akan direduksi lebih cepat oleh gula reduksi
monosakarida dari pada disakarida dan menghasilkan
endapan Cu2O berwarna merah bata.
Cara kerja
- 1 ml larutan cuplikan + 3 ml larutan Barfoed, dipanaskan di
atas api langsung.
Perubahan warna dan terbentuk endapan merah bata
menunjukan reaksi positif.
176
``
HASIL PENGAMATAN
1. Hasil Analisis Karbohidrat
Warna
Pereaksi Cuplikan
Larutan Endapan
1.Molish Pati
Glukosa
Fruktosa
Maltosa
Sukrosa
Casein
2.Iodium Pati
Glukosa
Fruktosa
Maltosa
Sukrosa
Casein
3.Benedict Pati
Glukosa
Fruktosa
Maltosa
Sukrosa
Casein
4.Barfoed Pati
Glukosa
Fruktosa
Maltosa
Sukrosa
Casein
5.Bial Pati
Glukosa
Fruktosa
Maltosa
177
``
Sukrosa
Casein
6.Ozason Pati
Glukosa
Fruktosa
Maltosa
Sukrosa
Casein
7.Seiwanoff Pati
Glukosa
Fruktosa
Maltosa
Sukrosa
Casein
8.Asam Musat Pati
Glukosa
Fruktosa
Maltosa
Sukrosa
Casein
2. Uji Lipida
a. Kelarutan
Tingkat kelarutan
Pelarut
Tidak Sedikit sebagian sempurna
a. Air
b.Alkohol panas
c. Alkohol dingin
d.Eter
e. Kloroform
f. Larutan natrium
karbonat 2%
178
``
b. Uji Ketidakjenuhan
Perubahan Warna
No Cuplikan
Awal Penambahan I2
1 Asam oleat
2 Asam palmitat
3 Minyak kelapa
4 Minyak sawit
5 Mentega
6 Margarin
7 Lemak sapi
d. Uji Kolesterol
Perubahan warna setelah penambahan
Cuplikan pereaksi
Awal Pertengahan Akhir reaksi
a.Kolesterol
b.Minyak kelapa
c.Margarin
d.Mentega
e.Lemak sapi
179
``
3. Uji Protein
Hasil Pemanasan
Protein NaOH Warna
Bau uap
Lakmus
Casein
Albumin
telur
Hasil Pemanasan
Protein NaOH 10% Timbal
HCl
Asetat
Casein
Albumin
telur
b. Uji Biuret
Larutan
Perubahan Warna Larutan setelah
Protein Penambahan NaOH dan CuSO4
Casein
Albumin
telur
Gelatin
180
``
c. Uji Ninhidrin
Larutan
Perubahan Warna Larutan setelah
Protein/Asam Penambahan Buffer asetat dan
Amino Ninhidrin
Casein
Albumin
telur
Gelatin
Glisin atau
alanine
d. Uji Xantoprotein
181
``
Larutan Asam
T.C.A Fosfotungstat Fosfomolibdat
Protein Pikrat
Casein
Albumin
telur
Gelatin
Glisin
atau
alanin
ENZIM
c. Penentuan pH optimum
Larutan Warna
Penambahan Warna
Enzim Yodium Benedict
Saliva Amilum HCl
Saliva Amilum Asam
Laktat
Saliva Amilum H 2O
Saliva Amilum Na2CO3
182
``
PEMBAHASAN
183
``
184
``
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
185