Professional Documents
Culture Documents
HAMDANI / D21115513
Hal yang perlu mendapat perhatian juga adalah letak dari PLTU yang
bisanya berada di dekat pantai (marine). Seperti yang kita tahu, lingkungan laut
memiliki kadar garam yang tinggi dimana kandungan ion Cl- relatif tinggi.
Secara teoritis ion Cl- memang bukan bertindak sebagai agen pengkorosi
seperti O2, CO2, dan sebagainya, namun keberadaan ion Cl- ini dapat
mempercepat reaksi korosi yang terjadi (katalis). Ion Cl- yang berasal angin
laut akan bercampur dengan Alkali Metal Sulfat (Na2SO4) hasil pembakaran
batu bara tadi pada ruang bakar dan akan terdeposit pada komponen boiler yang
bersentuhan langsung dengan ruang bakar (fired-side) seperti permukaan luar
superheater tube. Hal ini secara teoritis akan memperparah korosi yang terjadi
pada superheater tube tersebut.
2. Fatique Corrosion
Pompa air adalah alat yang digunakan untuk menghisap dan mengalirkan
air laut menuju unit penukar kalor pada sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU). Pada Maret 2005, telah terjadi kerusakan pada mesin pompa air laut
untuk kebutuhan pendingin pada unit penukar panas (heat exchanger) milik
sebuah perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Jakarta. Pompa
tersebut digunakan untuk menghisap air laut dan mendorongnya ke unit
penukar panas hingga mencapai tekanan 1 bar dengan kecepatan alir 600
tonlmenit. Pompa yang dipakai untuk mengisi unit penukar kalor (heat
exchanger) pada PLTU tersebut adalah jenis pompa sentrifugal.
Kegagalan komponen pompa air laut ini harus dicari penyebabnya sehingga
kerusakan yang sarna tidak terulang lagi. Kegagalan komponen dapat terjadi
pada saat desain, pembuatan, penyimpanan, pemakaian, atau transportasi.
Kegagalan karena salah desain misalnya kesalahan dalam pemilihan material,
penentuan beban, proses pengerjaan, penentuan kondisi lingkungan operasi
yang sangat korosif. Selain itu kerusakan karena korosi bisa saja terjadi. Oleh
karena itu, perlu dianalisa dari sejumlah faktor tersebut, mana yang menjadi
penyebab dari kegagalan komponen pada kasus pompa air laut ini.
Kerusakan juga bias ditimbulkan oleh kekerasan material poros pompa air
yang lebih rendah diban-dingkan dengan nilai standar stainless steel 316.
Faktor yang lain adalah ditemukannya sifat ulet dan kecenderungan terjadi
mulur atau kelengkungan pada poros. Faktor terakhir adalah adanya korosi
sumuran (pitting corrosion) yang menyerang pada permukaan poros yang
merambat ke pusat poras sehingga mengakibatkan konsentrasi tegangan.
Kerusakan poros pompa air bisa disebabkan oleh salah satu atau kombinasi
dari faktor-faktor tersebut. Perlu dikembangkan lagi penelitian yang sejenis
dengan memilih material poras lain dengan spesifikasi material yang lebih
tinggi (terutama ketahanan korasi, kekuatan tarik dan kekerasan) atau jenis
material 158 yang sarna namun dengan spesifikasi yang memenuhi standar.
Analisa kerusakan poras pompa air laut dapat ditambahkan dengan analisa
getaran sehingga faktor penyebab kerusakan poros akan lebih cepat diketahui.
Analisa getaran juga akan memberikan masukan perlu tidaknya pemantauan
getaran (vibration monitoring) selama operasi. Hal lain yang juga perlu untuk
lebih diperdalam analisanya adalah pengetahuan tentang komposisi air laut
yang dialirkan melalui pompa tersebut. Ini agar bisa diketahui kandungannya,
terutama yang berpotensi terhadap korasi. Harapannya, pada pengembangan
selanjutnya bisa dibuat adanya usaha pencegahan korasi, seperti penggunaan
inhibitor, pelapisan bahan anti karat, atau sejemsnya.
Salah satu bentuk korosi dari beberapa bentuk korosi yang dimaksud adalah
Peretakan Korosi Tegangan (Stress Corrosion Cracking). SCC merupakan
korosi yang bersifat spesifik dan salah satu penyebab kerusakan material yang
tergolong dominan pada suatu struktur material, sehingga para ahli telah
mengkategorikan kegagalan SCC menjadi suatu penyebab kegagalan yang
diperhitungkan dalam merancang suatu konstruksi. Kendati penelitian SCC
secara intensif telah lama dilakukan, namun hasil yang diperoleh hingga saat
ini baru sampai pada tahap pemahaman tentang proses terjadinya bentuk korosi
tersebut, sedangkan upaya pengendalian yang dilakukan masih belum
memberikan hasil yang maksimal.
Dari sekian banyak variasi mekanisme kegagalan, korosi menjadi salah satu
penyebab kegagalan pada boiler sehingga pengendalian kontaminan dan water
hardness menjadi penting agar operasi boiler dalam kondisi aman dalam jangka
waktu yang panjang. Selain itu inspeksi pada tube untuk mengetahui
pengurangan ketebalan pada dinding tube sangat penting untuk dilakukan.
4. Creep
Boiler adalah suatu alat yang berfungsi memanaskan air, dimana panas dari
pembakaran bahan bakar disalurkan untuk memanaskan air sehingga terjadi
perubahan air menjadi uap (steam) digunakan untuk keperluan tertentu seperti
menggerakan turbin (Shields, 1961). Air sebagai media dalam proses kerja
boiler karena murah, dan apabila telah menjadi steam volumenya akan
meningkat besar sekitar 1600 kali sehingga memiliki tenaga yang besar. Boiler
banyak dioperasikan salah satunya pada sebuah Pembangkit Listrik Tenaga
Uap (PLTU) yang dioperasikan oleh PT. PLN (Persero) sebagai penggerak
turbin pembangkit listrik.
Komponen boiler seperti pipa didih (water wall), superheater, reheater, dan
economizer biasanya beroperasi pada tekanan dan temperatur yang tinggi, dan
khususnya superheater yang dapat mencapai di atas 482 oC (900 oF) (Hovingan
dan Nakoneczny, 2000). Untuk material baja 2,25Cr-1Mo pada temperatur di
atas 482 oC harus diperhitungkan tegangan ijin dan ketahanan terhadap creep
(Chaudhuri, 2006).
Material yang bekerja pada beban tekanan dan temperatur tinggi tidak dapat
dihindarkan dengan adanya creep, yaitu suatu fenomena dimana material
mengalami deformasi secara permanen karena tegangan yang bekerja pada
rentang waktu yang lama dan temperatur yang tinggi (Evans dan Wilshire,
1985).
1. Destilasi
2. Demineralisasi
3. Kondensasi
4. Water Treatment
Destilasi adalah penyaringan air laut untuk menghilangkan kadar garam beserta
kristal – kristal garam yang terkandung dalam air laut. Tujuannya agar saat air
boiler diolah nanti, garam tidak menyebabkan kerak dalam boiler serta
menyebabkan korosi pada komponen pembangkit.
Proses berikutnya adalah demineralisai, air yang digunakan dalam siklus PLTU
ini disebut air demin (Demineralized), yakni air yang mempunyai kadar
conductivity (kemampuan untuk menghantarkan listrik) sebesar 0.2 us (mikro
siemen). Sebagai perbandingan air mineral yang kita minum sehari-hari
mempunyai kadar conductivity sekitar 100 – 200 us. Untuk mendapatkan air demin
ini, setiap unit PLTU biasanya dilengkapi dengan Desalination Plant dan
Demineralization Plant yang berfungsi untuk memproduksi air demin ini.
Secara sederhana bagaimana siklus PLTU itu bisa dilihat ketika proses memasak
air. Mula-mula air ditampung dalam tempat memasak dan kemudian diberi panas
dari sumbu api yang menyala dibawahnya. Akibat pembakaran menimbulkan air
terus mengalami kenaikan suhu sampai pada batas titik didihnya. Karena
pembakaran terus berlanjut maka air yang dimasak melampaui titik didihnya
sampai timbul uap panas. Uap ini lah yang digunakan untuk memutar turbin dan
generator yang nantinya akan menghasilkan energi listrik.
Proses kondensasi adalah proses pembentukan air dari uap kering yang
digunakan untuk memutar turbin, sehingga uap air dapat diolah lagi menjadi air
yang akan masuk ke boiler lagi pada siklus selanjutnya.
Water treatment plant umumnya adalah analisis kimia untuk mengetahui
kandungan dalam air, mengurai mineral – mineral, menstabilkan pH dan juga
mengurangi kadar korosi dalam air. Di water treatment plant ini, air di berikan
tambahan bahan kimia, khususnya inhibitor.
Water treatment palnt mempunyai tujuan untuk menghilangkan bahan – bahan
terlarut yang lolos pretreatment, berikut adalah tujuan water treatment dengan
chemical reaction,
1. Untuk meminimalisasi akumulasi produk korosi seperti metal oxides (iron,
copper, atau nickel dari pre‐boiler piping system).
2. Mengontrol impurities seperti calcium, magnesium dan silica yang
terkandung di feedwater atau make up water yang bisa menyebabkan scale)
3. Mencegah carryover dari partikel solid ke superheater atau downstream
equipment seperti turbine atau process
4. Untuk mencegah korosi.
Umumnya, water treatment plant berfungsi untuk melindungi boiler dan
mempertahankan efisiensi boiler. Oleh karena itu water treatment plant bertugas
menghilangkan bahan – bahan yang dapat menyebabkan karat, water treatment
plant menggunakan zat kimia yang dapat menetralisir zat korosif, terlebih di air
yang telah melewati condenser.
Penambahan zat kimia biasanya dilakukan oleh inhibitor, yaitu suatu cairan
yang menghasilkan selaput pasif dalam melawan korosi di zat cair. Inhibitor
mengurangi laju korosi dalam fluida. Biasanya di larutkan bersama feed water.
Penambahan inhibitor pada water treatment plant dilakukan di tempat terpisah dan
di tangki khusus. Inhibitor dapat diaplikasikan dengan cara sebagai berikut:
1. Injeksi terus menerus
Biasanya dipakai dalam system sekali jalan (once thru) yakni system suplai
air, system injeksi air pada pengeboran minyak, system pendingin dan lain
– lain. Bentuk inhibitor cair biasanya diinjeksikan ke dalam system dengan
pompa injeksi bahan kimia.
1. Supriyono, Adjiantoro. “Analisa Kegagalan Poros Pompa Air Laut Pada Unit
PLTU”. Jurnal Ilmiah Teknologi Rekayasa (2010).
2. Mochammad Noer Ilman, Rahmat Wicaksono. “Investigasi Kebocoran Pipa
Boiler Pembangkit Listrik Tenaga Uap 65 MW”. Seminar Nasional Inovasi
dan Aplikasi Teknologi di Industri (2018).
3. Jeremy Adrian, Lukman Noerochim, Budi Agung Kurniawan. “Analisa
Kerusakan Supeerheater Tube Boiler Tipe ASTM A213 Grade T11 pada
Pembangkit Listrik Tenaga Uap”. Jurnal Teknik ITS (2016).
4. Adam Satriansyah, Aryo Dwi Prabowo, dkk. “Boiler Water Treatment Plant”.
Politeknik Negeri Semarang.