You are on page 1of 10

TUGAS

SISTEM PEMBANGKIT DAYA


KELAS A

HAMDANI / D21115513

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018
A. Kegagalan yang sering terjadi pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)

1. Korosi temperatur tinggi


Korosi merupakan proses terdegradasinya suatu material karena pengaruh
lingkungan. Sebagai contoh adalah baja yang akan habis karena berkarat saat
dibiarkan berinteraksi dengan lingkungan terbuka. Namun demikian bukan
hanya material logam yang mengalami proses degradasi ini. Material keramik,
polimer dan juga komposit pasti mengalami korosi juga ketika dia berada di
suatu lingkungan. Material polimer seperti plastik akan terdegradasi dan
berubah warna ketika dia dikenai langsung oleh sinar matahari secara terus
menerus.

Korosi hampir menyerang seluruh industri di dunia ini termasuk pada


Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). PLTU menggunakan uap sebagai
media untuk menggerakkan turbin sehingga dapat memutar generator yang
akan mengubah energi kinetik menjadi energi listrik. Boiler sebagai pemasok
uap yang akan digunakan untuk memutar turbin tersebut merupakan salah satu
bagian yang juga terserang korosi. Bahkan pada komponen-komponen tertentu
seperti pipa air, pipa reheater atau pipa superheater serangan korosi bisa sangat
hebat.

Faktor yang mempengaruhi korosi pada komponen-komponen boiler


tersebut adalah lingkungan atau atmosfer kerja dari komponen-komponen
tersebut. Sebagian besar boiler yang digunakan pada Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU) menggunakan bahan batu bara. Begitu pula untuk PLTU
yang ada di Indonesia. Jenis batu bara yang banyak digunakan adalah batu bara
kelas rendah (lignit, sub-bitominous, bitominous) yang banyak mengandung
unsur-unsur Alkali, Sulfur, dan Vanadium, yang dapat mempengaruhi sifat
ketahanan korosi material logam. Pada saat proses pembakaran berlangsung
alkali metal sulfat dan uap V2O5 bergabung dengan abu hasil pembakaran dan
menumpuk pada permukaan komponen boiler seperti pipa superheater sehingga
menyebabkan serangan korosi yang parah dengan modus oksidasi, kloridasi,
sulfidasi atau bahkan korosi temperatur tinggi.

Hal yang perlu mendapat perhatian juga adalah letak dari PLTU yang
bisanya berada di dekat pantai (marine). Seperti yang kita tahu, lingkungan laut
memiliki kadar garam yang tinggi dimana kandungan ion Cl- relatif tinggi.
Secara teoritis ion Cl- memang bukan bertindak sebagai agen pengkorosi
seperti O2, CO2, dan sebagainya, namun keberadaan ion Cl- ini dapat
mempercepat reaksi korosi yang terjadi (katalis). Ion Cl- yang berasal angin
laut akan bercampur dengan Alkali Metal Sulfat (Na2SO4) hasil pembakaran
batu bara tadi pada ruang bakar dan akan terdeposit pada komponen boiler yang
bersentuhan langsung dengan ruang bakar (fired-side) seperti permukaan luar
superheater tube. Hal ini secara teoritis akan memperparah korosi yang terjadi
pada superheater tube tersebut.

2. Fatique Corrosion
Pompa air adalah alat yang digunakan untuk menghisap dan mengalirkan
air laut menuju unit penukar kalor pada sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU). Pada Maret 2005, telah terjadi kerusakan pada mesin pompa air laut
untuk kebutuhan pendingin pada unit penukar panas (heat exchanger) milik
sebuah perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Jakarta. Pompa
tersebut digunakan untuk menghisap air laut dan mendorongnya ke unit
penukar panas hingga mencapai tekanan 1 bar dengan kecepatan alir 600
tonlmenit. Pompa yang dipakai untuk mengisi unit penukar kalor (heat
exchanger) pada PLTU tersebut adalah jenis pompa sentrifugal.

Diketahui bahwa kerusakan pompa tersebut tepatnya pada poros bagian


bawah (lower shaft CWP 6). Poros merupakan salah satu bagian yang penting
dari setiap mesin, demikian juga pad a pompa air peranan poros sangat penting
untuk meneruskan putarandari motor atau penggerak ke impeller. Dari data
yang diperoleh, diketahui bahwa poros pompa tersebut telah dipakai selama 8
tahun. Poros tersebut terbuat dari material baja tahan karat tipe 316, termasuk
dalam kelompok baja tahan karat austenitik.

Kegagalan komponen pompa air laut ini harus dicari penyebabnya sehingga
kerusakan yang sarna tidak terulang lagi. Kegagalan komponen dapat terjadi
pada saat desain, pembuatan, penyimpanan, pemakaian, atau transportasi.
Kegagalan karena salah desain misalnya kesalahan dalam pemilihan material,
penentuan beban, proses pengerjaan, penentuan kondisi lingkungan operasi
yang sangat korosif. Selain itu kerusakan karena korosi bisa saja terjadi. Oleh
karena itu, perlu dianalisa dari sejumlah faktor tersebut, mana yang menjadi
penyebab dari kegagalan komponen pada kasus pompa air laut ini.

Pada kasus pompa PLTU ini, kerusakan pompa tersebut tergolong


kerusakan komponen, yaitu komponen poras bagian bawah. Poros pompa yang
meng-alami patah tersebut selama operasi mengalami pembebanan dinamis,
sehingga ada kemungkinan poros tersebut patah karena lelah (fatigue). Pada
saat benda mengalami pembebanan dengan beban berulang atau beban dinamis,
maka kerusakan dapat terjadi pada tingkat beban yang sangat rendah
dibandingkan dengan ketahanan terhadap kondisi statis (Dieter, 1992).
Kerusakan yang terjadi pada poros pompa air CWP ini pada dasamya
disebabkan oleh patah lelah (fatigue fracture). Kerusakan jenis ini terjadi akibat
beban kerja yang disebabkan oleh pembebanan dinamis berupa torsi dan
rotating bending dengan tingkat pembebanan yang masih dalam ambang batas
yang diijinkan (low nominal stress). Kerusakan akibat kelelahan yang terjadi
pada poros tersebut bisa disebabkan oleh kadar karbon pada material poros
pompa air (0,06 %C) yang lebih rendah dari standar AISI 316 (0,08 %C).

Kerusakan juga bias ditimbulkan oleh kekerasan material poros pompa air
yang lebih rendah diban-dingkan dengan nilai standar stainless steel 316.
Faktor yang lain adalah ditemukannya sifat ulet dan kecenderungan terjadi
mulur atau kelengkungan pada poros. Faktor terakhir adalah adanya korosi
sumuran (pitting corrosion) yang menyerang pada permukaan poros yang
merambat ke pusat poras sehingga mengakibatkan konsentrasi tegangan.

Kerusakan poros pompa air bisa disebabkan oleh salah satu atau kombinasi
dari faktor-faktor tersebut. Perlu dikembangkan lagi penelitian yang sejenis
dengan memilih material poras lain dengan spesifikasi material yang lebih
tinggi (terutama ketahanan korasi, kekuatan tarik dan kekerasan) atau jenis
material 158 yang sarna namun dengan spesifikasi yang memenuhi standar.

Analisa kerusakan poras pompa air laut dapat ditambahkan dengan analisa
getaran sehingga faktor penyebab kerusakan poros akan lebih cepat diketahui.
Analisa getaran juga akan memberikan masukan perlu tidaknya pemantauan
getaran (vibration monitoring) selama operasi. Hal lain yang juga perlu untuk
lebih diperdalam analisanya adalah pengetahuan tentang komposisi air laut
yang dialirkan melalui pompa tersebut. Ini agar bisa diketahui kandungannya,
terutama yang berpotensi terhadap korasi. Harapannya, pada pengembangan
selanjutnya bisa dibuat adanya usaha pencegahan korasi, seperti penggunaan
inhibitor, pelapisan bahan anti karat, atau sejemsnya.

3. Stress corrosion cracking


Kebocoran pipa boiler memerlukan waktu yang panjang dan biaya
pemeliharaan yang mahal dalam perbaikannya. Unit pembangkit juga harus
shutdown dalam perbaikannya. Sehingga kegagalan pada pipa boiler harus
dapat segera diatasi dan dilakukan pencegahan agar jangan sampai terjadi.
Untuk itu perlu diketahui penyebab kebocoran pipa boiler. Pengujian yang
dilakukan antara lain pengamatan visual, uji tarik, uji komposisi, uji keras dan
struktur mikro. Dari penelitian tentang kebocoran pipa waterwall boiler,
disimpulkan bahwa pipa waterwall boiler yang bocor disebabkan oleh korosi
oksidasi.Pada tahun 2019 diprediksi ketebalan pipa waterwall boiler tinggal
71% dari tebal awal, sehingga perlu segera dipersiapkan untuk retubing.

Sebuah pembangkit listrik tenaga uap dengan kapasitas 65 MW mengalami


kebocoran boiler pada pipa waterwall. Kejadian ini menyebabkan shutdown
unit pembangkit. Kebocoran tersebut selain menyebabkan looses pada boiler
dan dapat membahayakan pipa boiler di sekitarnya. Looses pada boiler berupa
pemakaian air yang boros tetapi output uap yang dihasilkan tidak sebanding.
Pipa boiler di sekitar lokasi kebocoran juga dapat mengalami kerusakan akibat
semburan air dari pipa bocor yang dapat mengenai pipa di sekitarnya.

Kegagalan pada pipa boiler menjadi masalah yang besar karena


memerlukan waktu yang panjang dan biaya perbaikan yang mahal, meskipun
pipa yang mengalami kegagalan hanya satu buah. Berdasarkan lokasi
kegagalan, pipa waterwall menduduki posisi kedua yang sering mengalami
kegagalan setelah pipa super heater. Waktu yang panjang dan biaya perbaikan
yang mahal menyebabkan kejadian kebocoran pada pipa boiler harus segera
diatasi.

Beberapa penelitian terkait kegagalan pada pipa boiler sudah pernah


dilakukan. Kegagalan pada pipa boiler sangat bervariasi. Beberapa variasi
mekanisme kegagalan dapat terjadi pada boiler karena boiler beroperasi pada
temperatur tinggi, tekanan tinggi, dan lingkungan yang abrasif sehingga
memungkinkan munculnya variasi mekanisme kegagalan seperti overheating,
pitting corrosion, creep, erosion, thermal fatigue, corrosion fatigue dan stress
corrosion cracking.

Salah satu bentuk korosi dari beberapa bentuk korosi yang dimaksud adalah
Peretakan Korosi Tegangan (Stress Corrosion Cracking). SCC merupakan
korosi yang bersifat spesifik dan salah satu penyebab kerusakan material yang
tergolong dominan pada suatu struktur material, sehingga para ahli telah
mengkategorikan kegagalan SCC menjadi suatu penyebab kegagalan yang
diperhitungkan dalam merancang suatu konstruksi. Kendati penelitian SCC
secara intensif telah lama dilakukan, namun hasil yang diperoleh hingga saat
ini baru sampai pada tahap pemahaman tentang proses terjadinya bentuk korosi
tersebut, sedangkan upaya pengendalian yang dilakukan masih belum
memberikan hasil yang maksimal.

Dari sekian banyak variasi mekanisme kegagalan, korosi menjadi salah satu
penyebab kegagalan pada boiler sehingga pengendalian kontaminan dan water
hardness menjadi penting agar operasi boiler dalam kondisi aman dalam jangka
waktu yang panjang. Selain itu inspeksi pada tube untuk mengetahui
pengurangan ketebalan pada dinding tube sangat penting untuk dilakukan.

4. Creep
Boiler adalah suatu alat yang berfungsi memanaskan air, dimana panas dari
pembakaran bahan bakar disalurkan untuk memanaskan air sehingga terjadi
perubahan air menjadi uap (steam) digunakan untuk keperluan tertentu seperti
menggerakan turbin (Shields, 1961). Air sebagai media dalam proses kerja
boiler karena murah, dan apabila telah menjadi steam volumenya akan
meningkat besar sekitar 1600 kali sehingga memiliki tenaga yang besar. Boiler
banyak dioperasikan salah satunya pada sebuah Pembangkit Listrik Tenaga
Uap (PLTU) yang dioperasikan oleh PT. PLN (Persero) sebagai penggerak
turbin pembangkit listrik.

Komponen boiler seperti pipa didih (water wall), superheater, reheater, dan
economizer biasanya beroperasi pada tekanan dan temperatur yang tinggi, dan
khususnya superheater yang dapat mencapai di atas 482 oC (900 oF) (Hovingan
dan Nakoneczny, 2000). Untuk material baja 2,25Cr-1Mo pada temperatur di
atas 482 oC harus diperhitungkan tegangan ijin dan ketahanan terhadap creep
(Chaudhuri, 2006).

Dalam perancangan perhitungan kekuatan material komponen boiler jauh


lebih tinggi di atas beban dan temperatur operasi, sehingga material komponen
boiler dibuat dari bahan yang kualitasnya bagus yang mampu menahan beban
operasi.

Material yang bekerja pada beban tekanan dan temperatur tinggi tidak dapat
dihindarkan dengan adanya creep, yaitu suatu fenomena dimana material
mengalami deformasi secara permanen karena tegangan yang bekerja pada
rentang waktu yang lama dan temperatur yang tinggi (Evans dan Wilshire,
1985).

Adanya creep dapat mengakibatkan umur pakai komponen boiler terbatas,


sehingga perlu diadakan evaluasi (life assessment) terhadap komponen boiler.
Evaluasi material pipa boiler yang bekerja pada temperatur 550-700 oC
dilakukan perhitungan estimasi creep rupture (Ray dkk, 2003). Kegiatan
maintenance terhadap komponen boiler untuk jangka waktu yang lama salah
satunya adalah evaluasi estimasi kekuatan material akibat creep (Moriyama
dkk, 2007).
B. Prinsip kerja dan efek yang terjadi jika Water treatment plant tidak bekerja
pada pembangkit listrik tenaga uap

Proses air dalam pembangkit


Proses pembangkitan tenaga di Indonesia biasanya menggunakan proses uap,
karena ketersediaan bahan bakar yang mudah dan biaya komponen – komponen
pembangkit tenaga yang murah. Lebih dari 60% pembangkit di Indonesia
menggunakan pembangkitan tenaga uap, baik PLTU maupun PLTGU. Yang
membedakan hanyalah bahan bakar dan proses air lanjutan di PLTGU. Tetapi
umunya proses siklus air di boiler adalah sama.
Pembangkit mengambil air dari laut memprosesnya sebelum masuk ke boiler.
Proses tersebut antara lain:

1. Destilasi
2. Demineralisasi
3. Kondensasi
4. Water Treatment

Destilasi adalah penyaringan air laut untuk menghilangkan kadar garam beserta
kristal – kristal garam yang terkandung dalam air laut. Tujuannya agar saat air
boiler diolah nanti, garam tidak menyebabkan kerak dalam boiler serta
menyebabkan korosi pada komponen pembangkit.

Proses berikutnya adalah demineralisai, air yang digunakan dalam siklus PLTU
ini disebut air demin (Demineralized), yakni air yang mempunyai kadar
conductivity (kemampuan untuk menghantarkan listrik) sebesar 0.2 us (mikro
siemen). Sebagai perbandingan air mineral yang kita minum sehari-hari
mempunyai kadar conductivity sekitar 100 – 200 us. Untuk mendapatkan air demin
ini, setiap unit PLTU biasanya dilengkapi dengan Desalination Plant dan
Demineralization Plant yang berfungsi untuk memproduksi air demin ini.
Secara sederhana bagaimana siklus PLTU itu bisa dilihat ketika proses memasak
air. Mula-mula air ditampung dalam tempat memasak dan kemudian diberi panas
dari sumbu api yang menyala dibawahnya. Akibat pembakaran menimbulkan air
terus mengalami kenaikan suhu sampai pada batas titik didihnya. Karena
pembakaran terus berlanjut maka air yang dimasak melampaui titik didihnya
sampai timbul uap panas. Uap ini lah yang digunakan untuk memutar turbin dan
generator yang nantinya akan menghasilkan energi listrik.

Proses kondensasi adalah proses pembentukan air dari uap kering yang
digunakan untuk memutar turbin, sehingga uap air dapat diolah lagi menjadi air
yang akan masuk ke boiler lagi pada siklus selanjutnya.
Water treatment plant umumnya adalah analisis kimia untuk mengetahui
kandungan dalam air, mengurai mineral – mineral, menstabilkan pH dan juga
mengurangi kadar korosi dalam air. Di water treatment plant ini, air di berikan
tambahan bahan kimia, khususnya inhibitor.
Water treatment palnt mempunyai tujuan untuk menghilangkan bahan – bahan
terlarut yang lolos pretreatment, berikut adalah tujuan water treatment dengan
chemical reaction,
1. Untuk meminimalisasi akumulasi produk korosi seperti metal oxides (iron,
copper, atau nickel dari pre‐boiler piping system).
2. Mengontrol impurities seperti calcium, magnesium dan silica yang
terkandung di feedwater atau make up water yang bisa menyebabkan scale)
3. Mencegah carryover dari partikel solid ke superheater atau downstream
equipment seperti turbine atau process
4. Untuk mencegah korosi.
Umumnya, water treatment plant berfungsi untuk melindungi boiler dan
mempertahankan efisiensi boiler. Oleh karena itu water treatment plant bertugas
menghilangkan bahan – bahan yang dapat menyebabkan karat, water treatment
plant menggunakan zat kimia yang dapat menetralisir zat korosif, terlebih di air
yang telah melewati condenser.
Penambahan zat kimia biasanya dilakukan oleh inhibitor, yaitu suatu cairan
yang menghasilkan selaput pasif dalam melawan korosi di zat cair. Inhibitor
mengurangi laju korosi dalam fluida. Biasanya di larutkan bersama feed water.
Penambahan inhibitor pada water treatment plant dilakukan di tempat terpisah dan
di tangki khusus. Inhibitor dapat diaplikasikan dengan cara sebagai berikut:
1. Injeksi terus menerus
Biasanya dipakai dalam system sekali jalan (once thru) yakni system suplai
air, system injeksi air pada pengeboran minyak, system pendingin dan lain
– lain. Bentuk inhibitor cair biasanya diinjeksikan ke dalam system dengan
pompa injeksi bahan kimia.

2. Pemasokan secara batch


Penerapan secara ini biasanya dilaksanakan di dalam otomotif, dimana
system pendinginannya diberi inhibitor untuk melindungi hingga waktu
tertentu. Biasanya digunakan untuk system tertutupdan diperlukan
pengecekan konsentrasi inhibitor secara berkala.
3. Squeeze treatment
Squeeze treatment biasanya digunakan di sumur minyak, inhibitor di tekan
ke sumur minyak , kemudian minyak keluar bercampur dengan inhibitor
dan secara tidak langsung melindungi system perpipaan dan distribusinya
Tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan inhibitor, inhibitor malah justru
menimbulakan masalah seperti:
1. Pembuihan
2. Terjadinya emulsi
3. Penyumbatan (kerak lapisan baja)
4. Terciptanya masalah karat baru
5. Masalh heat transfer yang kurang efisien
Berikut adalah chemical reaction yang biasanya diinjeksikan ke boiler feedwater.
Tugasnya melindungi komponen boiler.
1. NaH2PO4 protected Fe,Zn,Cu
2. Polyphosphate protected Fe,Zn,Cu
3. Morpholine protected Fe
4. Hydrazine protected Fe
5. Ammonia protected Fe
6. Octadecylamine protected Fe
Seperti yang telah disebutkan pada fungsi dari water treatment melindungi
boiler dan mempertahankan efisiensi boiler, water treatment plant bertugas
menghilangkan bahan – bahan yang dapat menyebabkan karat, water treatment plant
menggunakan zat kimia yang dapat menetralisir zat korosif, terlebih di air yang telah
melewati condenser.
Apabila water treatment plant berhenti bekerja dalam siklus pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU) maka akan berdampak dalam hal kerugian pada efesiensi kerja
boiler itu sendiri, dan kedepannya akan mempengaruhi usia pemakaian boiler
dikarenakan dampak dari timbulnya korosi akibat tidak bekerjanya proses water
treatment plant.
Daftrar Pustaka

1. Supriyono, Adjiantoro. “Analisa Kegagalan Poros Pompa Air Laut Pada Unit
PLTU”. Jurnal Ilmiah Teknologi Rekayasa (2010).
2. Mochammad Noer Ilman, Rahmat Wicaksono. “Investigasi Kebocoran Pipa
Boiler Pembangkit Listrik Tenaga Uap 65 MW”. Seminar Nasional Inovasi
dan Aplikasi Teknologi di Industri (2018).
3. Jeremy Adrian, Lukman Noerochim, Budi Agung Kurniawan. “Analisa
Kerusakan Supeerheater Tube Boiler Tipe ASTM A213 Grade T11 pada
Pembangkit Listrik Tenaga Uap”. Jurnal Teknik ITS (2016).
4. Adam Satriansyah, Aryo Dwi Prabowo, dkk. “Boiler Water Treatment Plant”.
Politeknik Negeri Semarang.

You might also like