You are on page 1of 72

PENETAPAN KADAR KAFEIN DALAM KOPI BUBUK ANDUNGSARI

DAN CANEPHORA KHAS LAMPUNG BARAT DENGAN METODE


SPEKTROFOTOMETRI INFRAMERAH TRANSFORMASI FOURIER

SKRIPSI

Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar


Sarjana Farmasi (S.Farm)

Diajukan oleh :

NOVITA SARI

1408010144

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2018

i
ii
iii
iv
PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur seraya mengucap Alhamdulillahi Robi’allamin, puji


syukur kepada Allah SWT atas anugerah dan kehendak-Mu mimpi itu kini
menjadi nyata dihadapanku. Dengan pertolongan-Mu sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini yang kupersembahkan kepada :
1. Bapak dan ibu tercinta, yang telah mencurahkan segala kasih sayangnya
dan doa yang telah diberikannya.
2. Adik dan saudara tersayang yang selalu memberikan dukungan.
3. Teman-teman angkatan 2014 yang selalu bersama dalam suka maupun
duka dalam meraih ilmu.

v
MOTTO

JANGAN LUPA BERDOA DAN BERUSAHA

KEGAGALAN HARI INI ADALAH KEBERHASILAN YANG TERTUNDA


DIHARI ESOK

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat
Nya, dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Penetapan Kadar Kafein
Dalam Kopi Bubuk Andungsari Dan Canephora Khas Lampung Barat Dengan
Metode Spektrofotometri Inframerah Transformasi Fourier. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Farmasi pada Program Studi S1 Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai


pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit
untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat :

1. Dr. Agus Siswanto, M.Si., Apt., Selaku Dekan Fakulas Farmasi yang telah
memberikan berbagai informasi dan bimbingan tentang tata laksana
penyusunan skripsi.
2. Wahyu Utaminingrum, M.Sc.,Apt., selaku Ketua Program Studi SI
Farmasi yang telah memberikan berbagai informasi dan bimbingan
mengenai tata laksana penyusunan skripsi
3. Dr. Pri Iswati Utami, M.Si, Apt selaku pembimbing I yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran dengan sabar mengarahkan dan
memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Zainur Rahman Hakim, M.Farm.,Apt. selaku pembimbing II yang telah
memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi dalam pembuatan skripsi
ini.
5. Dr. Agus Siswanto,M.Sc.,Apt dan Dr. Nunuk Aries Nurulita, M.Si.,Apt.
selaku penguji pada sidang skripsi saya yang telah berikan memberikan
arahan dan kritikan serta nasehat yang membangun mengenai naskah
skripsi saya, sehingga dapat menjadi lebih baik lagi.
6. Bapak Subasri dan Ibu Suprapti selaku orangtua tersayang yang sudah
mencurahkan segala kasih sayang serta telah membiayai studi selama dan

vii
sejauh ini, memberikan nasehat, dan segala doa untuk menjadi yang
terbaik.
7. Adik tersayang Nurul Ilmiati yang telah memberikan doa dan motivasi
untuk dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Dwi Wulansari S.Si Yang telah berbagi ilmu yang bermanfaat dan
memberikan waktu untuk membantu penelitian ini.
9. Sahabat-sahabatku; Zulfa Ika, Diana Martalina, Permata, Indah, Retno,
Nurdi, Hizbul, Iqbal K, M. isa, Rita, Citra, Yosa, Yosi, Redo, Iqbal M, dan
Berly yang telah menjadi tempat berbagi keluh kesah, senang duka dan
bahagia selama masa studiku, saling memotivasi dan semangat satu sama
lain untuk menyelesaikan proses penyusunan skripsi ini.
10. Semua pihak yang membantu dan mendukungku sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.

Demikianlah mudah-mudahan dengan terselesaikannya skripsi ini berguna


bagi para pembaca dan Program Studi Farmasi umumnya.

Purwokerto, 03 Juli 2018


Penulis

Novita Sari
1408010144

viii
RIWAYAT HIDUP

Nama : Novita Sari


Temapat/ tanggal lahir: Bengkunat, 09 Agustus 1996
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Bangkunat Belimbing, Pesisir Barat, Lampung

Riwayat Pendidikan
1. SMA/ Tahun lulus : SMA Xaverius Pringsewu/2014
2. SMP/ Tahun lulus : SMP Negeri 1 Bangkunat Belimbing/2011
3. SD/ Tahun lulus : SD Negeri 1 Sumber Rejo/2008

ix
x
Penetapan Kadar Kafein Dalam Kopi Bubuk Andungsari Dan Canephora Khas
Lampung Barat Dengan Metode Spektrofotometri Inframerah Transformasi
Fourier
1 1 1
Novita Sari , Pri Iswati Utami , Zainur Rahman Hakim

ABSTRAK
Kafein adalah senyawa alkaloid yang banyak terdapat pada biji kopi dan memiliki
manfaat secara klinis seperti menghilangkan rasa letih, lapar dan mengantuk.
Konsumsi kafein berlebihan dapat menyebabkan gangguan lambung, ingatan
berkurang dan sukar tidur, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang penetapan
kadar kafein dalam kopi bubuk. Sampel kopi yang digunakan yaitu kopi
Canephora dan Andungsari khas Lampung Barat. Metode spektroskopi Fourier
Transform Infrared (FTIR) yang sederhana dan cepat digunakan untuk
-1
menentukan kandungan kafein pada bilangan gelombang 1651 cm .
Attenuatedtotal Reflectance Accessory (ATR) sebagai teknik pengolahan sampel
untuk penentuan dan kuantifikasi kafein dalam sampel kopi. Hasil uji liniaritas
pada rentang konsentrasi 9000-15000 ppm memberikan nilai r = 0,978 dengan
persamaan garis y = 0,0000339x + 0,0162 dengan batas deteksi 1232,52 ppm dan
batas kuantitasi 4108,40 ppm dan persen perolehan kembali sebesar 88,67 %.
Berdasarkan hasil penetapan kadar kafein dalam kopi Andungsari sebesar 0,638
% dan kopi Canephora sebesar 0,931% telah memenuhi persyaratan yang tertera
dalam SNI 01-3542-2004. Hasil uji t menunjukan bahwa ada perbedaan kadar
kafein antara kopi Andungsari dan kopi Canephora.
Kata kunci : Kafein, Kopi Andungsari dan Canephora, Fourier Transform
Infrared (FTIR).

xi
Determination of Caffeine Content In Andungsari and Canephora Coffee Powder
Typical Lampung Barat With Infrared Spectrophotometric Method Fourier
Transform Infrared
1 1 1
Novita Sari , Pri Iswati Utami , Zainur Rahman Hakim

ABSTRACT

Caffeine is an alkaloid compound that is widely present in coffee beans and has
clinical benefits such as relieving fatigue, hunger and drowsiness. Excessive
consumption of caffeine can cause stomach upset, diminished memory and
wakeful. So research needs to be done on the determination of caffeine content in
coffee powder varieties. Coffee samples used are coffee Canephora and
Andungsari typical of Lampung Barat. A simple and rapid method of FTIR
-1
spectroscopy to determine the caffeine content of 1651 cm wave numbers.
Attenuatedtotal Reflectance Accessory (ATR) as a sample processing technique
for caffeine determination and quantification in coffee samples. The result of
linearity test at concentration range 9000-15000 ppm gives r = 0.978 with line
equation y = 0.0000339x + 0.0162 with detection limit 1232.52 ppm and limit of
quantitation 4108.40 ppm and percent recovery 88.67% . Based on the result of
determination of caffeine content in coffee of Andungsari equal to 0.638% and
coffee of Canephora 0.931% have fulfilled requirement as mentioned in SNI 01-
3542-2004. T test results show that there is a difference in caffeine levels between
coffee Andungsari and coffee Canephora.
Keywords: Caffeine, Andungsari and Canephora Coffe, Fourier Transform
Infrared (FTIR).

xii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS..........................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN..........................................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................................iv
PERSEMBAHAN.................................................................................................................v
MOTTO....................................................................................................................................vi
KATA PENGANTAR..........................................................................................................vii
RIWAYAT HIDUP.................................................................................................................ix
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................................................................x
ABSTRAK...............................................................................................................................xi
ABSTRACT.............................................................................................................................xii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................xiii
DAFTAR TABEL.................................................................................................................xvi
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................................xvii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................................xviii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................................3
D. Manfaat Penelitian....................................................................................................3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................4
A. Penelitian Terdahulu................................................................................................4
B. Landasan Teori...........................................................................................................4
1. Kopi........................................................................................................................4
2. Kafein....................................................................................................................6
3. Spektrofotometri FTIR.....................................................................................7
4. Validasi metode.................................................................................................14
a. Kecermatan..................................................................................................14
b. Keseksamaan..............................................................................................15

xiii
c. Linearitas ................................................................................. 15
d. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ......................................... 15
C. Kerangka Konsep ................................................................................ 16
D. Hipotesis .............................................................................................. 16
BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................. 17
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .......................................................... 17
B. Variabel Penelitian .............................................................................. 17
C. Variabel Operasional ........................................................................... 17
D. Waktu dan Tempat Perelitian .............................................................. 17
E. Alat dan Bahan .................................................................................... 18
F. Cara Penelitian ................................................................................... 18
1. Pengambilan Sampel ..................................................................... 18
2. Tahap Pelaksanaan ........................................................................ 18
a. Analisis Kualitatif ................................................................... 18
b. Analisis Kuantitatif ................................................................. 19
1) Penentuan Kurva Standar .................................................. 19
2) Validasi Metode ................................................................. 19
a) Liniaritas ..................................................................... 19
b) Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ........................... 20
c) Keseksamaan .............................................................. 20
d) Kecermatan ................................................................. 20
3) Penetapan Kadar ................................................................ 21
G. Analisis Hasil ...................................................................................... 21
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 22
A. Analisis Kualitatif .............................................................................. 23
B. Analisis Kuantitatif ............................................................................. 25
1. Penetapan Kurva Baku Kafein ...................................................... 26
2. Validasi Metode ............................................................................ 27
a. Liniaritas ................................................................................. 27
b. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ......................................... 28
c. Keseksamaan ........................................................................... 29
d. Kecermatan ............................................................................. 30

xiv
3. Penetapan Kadar Kafein.................................................................................31
a. Kopi Andungsari 32
b. Kopi Canephora 32
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................34
A. Kesimpulan................................................................................................................34
B. Saran............................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................35
LAMPIRAN............................................................................................................................38

xv
DAFTAR TABEL

Halaman
Table 2.1 Korelasi antara jenis vibrasi gugus fungsional dan frekuensi
vibrasinya..............................................................................................................13
Tabel 4.1 Hasil Interpretasi spektrum IR kafein...........................................................25
Tabel 4.2 Data hubungan antara konsentrasi baku kafein dan
absorbansi.............................................................................................................26
Tabel 4.3 Data hubungan antara konsentrasi kafein dan absorbansi......................28
Tabel 4.4 Data hasil pengujian batas deteksi dan batas kuantitas...........................29
Tabel 4.5 Data hasil perolehan kembali..........................................................................30
Tabel 4.6 Data hasil presisi.................................................................................................31
Tabel 4.7 Hasil uji penetapan kadar sampel kopi Andungsari.................................32
Tabel 4.8 Hasil uji penetapan kadar sampel kopi Canephora...................................32
Tabel 4.9 Hasil uji t terhadap kadar kafein kopi Andungsari dan
canephora..............................................................................................................33

xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur Kimia Kafein..................................................................................6
Gambar 2.2 Komponen utama dalam spektrofotometer FTIR................................9
Gambar 2.3 Kerangka konsep...........................................................................................16
Gambar 4.1 Spekrum standar kafein..............................................................................23
Gambar 4.2 spektrum ekstrak kafein kopi Andungsari.............................................23
Gambar 4.3 Spektrum ekstrak kafein kopi Canephora.............................................24
Gambar 4.4 Spektrum standar kafein, ekstrak kafein kopi Andungsari
dan ekstrak kafein kopi Canephora.........................................................24
Gambar 4.5 Spektrum kloroform.....................................................................................26
Gambar 4.6 Kurva hubungan antara konsentrasi baku kafein dan
Absorbansi......................................................................................................27

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Hasil Analisis FTIR.....................................................................................38
Lampiran 2. Perhitungan persamaan kurva baku........................................................42
Lampiran 3. Perhitungan linieritas..................................................................................43
Lampiran 4. Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi baku
Kafein..............................................................................................................44
Lampiran 5. Perhitungan uji akurasi...............................................................................46
Lampiran 6. Perhitungan uji presisi................................................................................48
Lampiran 7. Perhitungan kadar kafein dalam sampel...............................................50
Lampiran 8. Perhitungan batas komsumsi kopi Andungsari dan kopi
Canephora......................................................................................................51
Lampiran 9. Perhitungan uji t...........................................................................................52
Lampiran 10. Nilai –nilai dalam distribusi t (df = 1-40)..........................................54

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kopi adalah sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan dan
ekstraksi biji tanaman kopi. Saat ini kopi merupakan salah satu komoditas
unggulan nasional. Di luar dan di dalam negeri, kopi juga dikenal sejak lama oleh
masyarakat (Prastowo et al., 2010). Banyak manfaat yang didapatkan dari
mengkonsumsi kopi, diantaranya kafein yang terkandung didalamnya dapat
meningkatkan laju metabolisme tubuh. Kopi bisa menjadi alternatif minuman
yang baik karena kandungan kafein yang dimilikinya dapat mengatasi rasa katuk
(Panggabean, 2012).
Kafein adalah senyawa alkaloid turunan xantine (basa purin) yang secara
alami banyak terdapat pada biji kopi. Pada biji kopi mengandung kafein yang
terkandung berkisar 1-2,5%, dalam satu cangkir kurang lebih 100 ml mengandung
80-100 mg kafein, tergantung banyaknya kopi yang digunakan (Tjay dan
Rahardja, 2007). Menurut penelitian yang dilakukan Liviena dan Artini (Liveina
& Artini, 2014) tentang pola komsumsi dan efek samping minuman mengandung
kafein pada 491 mahasiswa, proporsi komsumsi kopi pada responden sebesar
91,9%. Peminum kopi mengalami efek samping meliputi kesulitan tidur (50,5%),
palpitasi (33,7%), peningkatan frekuensi urinasi (31,9%), nyeri kepala (20,2%)
dan gejala lainnya.
Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis seperti
menstimulasi susuanan syaraf pusat, dengan efek menghilangkan rasa letih, lapar
dan mengantuk, juga meningkatkan daya konsentrasi dan kecepatan reaksi,
memperbaiki kerja otak dan suasan jiwa, serta memperkuat kontraksi jantung.
Efek berlebihan (Over dosis) mengkonsumsi kafein dapat menyebabkan debar
jantung, gangguan lambung, tangan gemetar, gelisah, ingatan berkurang dan sukar
tidur (Tjay dan Rahardja, 2007). Untuk menjamin mutu dan keamanan kopi bubuk
yang bereda di pasaran, Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah menetapkan

1
standar mutu untuk kadar kafein dalam kopi bubuk berkisar 0,45 - 2 % b/b (SNI
01-3542-2004).
Propinsi Lampung merupakan sentra produksi kopi, terutama Lampung
Barat yang ditetapkan sebagai salah satu kawasan perkebukanan kopi nasional.
Lampung juga terkenal sebagai penghasil kopi-kopi Robusta karena wilayahnya
dianggap sangat ideal untuk menanam kopi Robusta, Varietas yang paling banyak
di tanam yaitu Canephora. Beberapa tahun terakhir kopi Arabika varietas
Andungsari juga semakin diperhatikan meskipun jumlahnya belum sebanyak kopi
robusta (Evizal et al., 2015).
Penetapan kadar kafein telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya
dengan berbagai metode, seperti analisis kadar kafein dalam kopi bubuk di kota
Manado menggunakan spektrofotometri ultraviolet-visible (UV-VIS) (Maramis et
al, 2013); Penetapan kadar kafein dalam permen kopi dengan metode
kromatografi cair kinerja tinggi (Franciscus, 2012); Pembuatan spektrum Infrared
dari sampel p-dimetilaminobenzaldehida dan penentuan kadar kafein dalam teh
menggunakan spektrofotometri Fourier Transform Infrared (FTIR) (Azizah et al.,
2014).
Berdasarkan beberapa metode penelitian tersebut, metode spektrofotometri
inframerah transformasi fourier (FTIR) merupakan teknik analisis yang cepat,
sensitif, tidak merusak (non destructive), serta tidak memerlukan preparasi sampel
yang rumit. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang penetapan kadar kafein dalam varietas kopi bubuk Canephora
dan Andungsari khas Lampung Barat dengan metode spektrofotometri FTIR. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan oleh masyarakat
khususnya mengenai kandungan kafein dalam kopi yang dihasilkan di daerah
Lampung Barat.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah metode FTIR dapat digunakan untuk penetapan kadar kafein
dalam kopi bubuk Canephora dan Andungsari khas Lampung Barat?
2. Berapa kadar kafein dalam kopi bubuk Canephora dan Andungsari
khas Lampung Barat?

2
3. Apakah kadar kafein dalam kopi bubuk Canephora dan Andungsari
khas Lampung Barat memenuhi persyaratan kadar menurut SNI 01-
3542-2004 ?

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Mendapatkan metode FTIR untuk penetapan kadar kafein dalam kopi
bubuk Canephora dan Andungsari khas Lampung Barat.
2. Mengidentifikasi dan mengetahui kadar kafein dalam kopi bubuk
Canephora dan Andungsari khas Lampung Barat dengan metode
spektrofotometri FTIR.
3. Mengetahui dan membandingkan kadar kafein dalam kopi bubuk
Canephora dan Andungsari khas Lampung Barat dengan SNI01-3542-
2004.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi peneliti mendapatkan pengalaman dan pempelajaran tentang cara
penetapan kadar kafein dalam kopi bubuk khas Lampung Barat dengan
metode spektrofotometri FTIR.
2. Sebagai sumber informasi tentang kadar kafein kopi bubuk khas
Lampung Barat.
3. Diharapkan memberikan ilmu pengetahuan baru bagi para pembacanya
4. Dapat menjadi salah satu rujukan bagi penelitian selanjutnya

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu
Telah dilakukan penelitian sebelumnya tentang analisis secara kualitatif
dan kuantitatif kadar kafein dalam kopi bubuk yang beredar di kota Palembang
menggunakan spektrofotometer UV-Vis, dari sepuluh sampel kopi lokal yang
diteliti sembilan diantaranya memenuhi syarat SNI (Fatoni, 2015). Pembuatan
spektrum IR dari sampel p-dimetilaminobenzaldehida dan penetuan kadar kafein
dalam teh menggunakan spektrofotometri FTIR, menyatakan bahwa penentuan
kadar kafein dalam teh dapat dilakukan dengan metode FTIR (Azizah et al, 2014).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sampel
yang digunakan ada dua varietas yaitu kopi bubuk Andungsari dan kopi bubuk
Canephora yang berasal dari daerah Lampung Barat, dengan menggunakan
metode FTIR. Penelitian kopi Lampung Barat secara FTIR, sejauh peneliti ketahui
hingga saat ini belum ada penelitian sebelumnya.

B. Landasan Teori
1. Kopi
Tanaman kopi (Coffea sp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang
termasuk dalam family rubiaceae dan genus coffea. Ada sekian banyak jenis kopi
yang dijual di pasaran, secara umum ada dua jenis yang dibudidayakan di
Indonesia yaitu kopi Arabika dan kopi Robusta. Kopi Arabika tumbuh pada
ketinggian 1.000 meter di atas permukaan air laut, sedangkan kopi Robusta
tumbuh di bawah ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut (Rahardjo, 2012;
Saputra, 2008). Klasifikasi tanaman kopi menurut United State Department of
Agriculture (USDA) adalah sebagai berikut :
a. Kopi Andungsari
Kingdom: Plantae
Subkingdom : Tracheobiota
Devisi : Magnoliophyta
Sub Devisi : Spermatophyte

4
Class : Magnoliopsida
Sub Class : Asteridae
Ordo : Rubiales
Family : Rubiaceae
Genus : Coffea L.
Spesies : Coffea arabica L

b. Kopi Canephora
Kingdom: Plantae
Subkingdom : Tracheobiota
Devisi : Magnoliophyta
Sub Devisi : Spermatophyte
Class : Magnoliopsida
Sub Class : Asteridae
Ordo : Rubiales
Family : Rubiaceae
Genus : Coffea
Spesies : Coffea robusta L

Kopi bubuk adalah biji kopi yang disangrai (roasted) kemudian digiling,
dengan atau tanpa penambahan bahan lain dalam kadar tertentu tanpa mengurangi
rasa dan aromanya serta tidak membahayakan kesehatan (SNI 01-3542-2004).
Kopi mengandung kurang lebih 24 zat, yang terpenting adalah kafein, hidrat
arang, tannin, zat zat asam, zat zat pahit, lemak dan minyak terbang (Tjay dan
Rahardja, 2007).
Lampung merupakan salah satu penghasil kopi terbaik di Indonesia. Jenis
kopi paling terkenal dan banyak dihasilkan di Lampung ialah kopi Robusta. Kopi
Robusta merupakan jenis kopi yang memiliki variasi rasa yang kuat dan tajam,
namun tak begitu asam, seperti halnya kopi Arabika. Kopi Robusta memiliki
kandungan kafein yang lebih tinggi dari pada kopi Arabika, namun gula dan
lipidnya lebih rendah dibandingkan Arabika (Ernawati Rr et al,2008)

5
2. Kafein
a. Pengertian dan Struktur kimia
Kafein adalah senyawa alkaloid turunan xantine (basa purin) yang
secara alami banyak terdapat pada biji kopi. Kafein mempunyai nama
kimia 1,3,7-trimetilxantin atau 1,3,7-trimetil 2,6 dioksin purin. Rumus

molekulnya C8H10N4O2 dengan berat molekul 194,19 mempunyai struktur


seperti gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur Kimia Kafein (Depkes, 1995).

b. Sifat fisika kimia kafein


Kafein pada suhu ruang berupa bubuk tidak berwarna, tidak
berbau, dan memiliki rasa agak pahit. Kafein akan larut dalam 50 bagian
air, 6 bagian air suhu 80ºC; 1,5 bagian air mendidih; 75 bagian alcohol; 25
bagian alkohol suhu 60ºC; 6 bagian kloroform dan 600 bagian eter. Kafein
larut dalam air mendidih tetapi pada suhu ruang pelarut terbaik adalah
kloroform (Depkes, 1995).
c. Mekanisme Kerja
Kafein masuk dalam tubuh terbawa oleh aliran darah menuju otak.
Pada sel saraf terdapat reseptor adenosin. Molekul kafein mirip dengan
adenosin akan mengikat reseptor dan menghalangi sel otak untuk mengikat
adenosin.. Kafein bekerja di tubuh dengan mengambil alih reseptor
adenosin dalam sel saraf yang akan memacu prosuksi hormon adrenalin
dan menyebabkan peningkatan tekanan darah, sekresi asam lambung, dan
akitifitas otot, serta perangsangan hati untuk melepaskan senyawa gula
pada aliran darah untuk menghasilkan energi ekstra (Arnaud & Advisor,
1987)

6
d. Farmakokinetik
Kafein diabsorbsi setelah pemberian oral, rektal atau parenteral.
Sediaan bentuk cair atau tablet bersalut akan disbsorbpsi secara cepat dan
lengkap. Kafein di ditribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan
masuk ke air susu ibu. Volume distribusi kafein adalah antara 400 dan 600
mL/kg. Eliminasi kafein terutama melalui metabolisme dalam hati.
Sebagian diekskresikan bersama urin dalam bentuk utuh. Kafein dalam
plasma akan mencapai konsentrasi maksimum pada waktu 1 jam dan
waktu paruh plasma kafein antara 3-7 jam, nilai ini akan menjadi 2 kali
lipat pada wanita hamil tua dan wanita yang menggunakan pil kontrasepsi
jangka panjang. Pada penderita sirosis hati (pembentukan jaringan ikat di
jaringan hati) atau udem paru akut kecepatan eliminasi berlangsung lambat
sekitar 60 jam, dan untuk bayi prematur waktu paruhnya 59 jam (Tan dan
Kirana, 1984)

3. Spektrofotometri FTIR
Spektrofotometri Infra Merah merupakan suatu metode yang mengamati
interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang
-1
gelombang 0,75-1000 µm atau pada bilangan gelombang 13.000–10 cm . Terdapat
dua jenis spektrofotometer IR, yaitu : (1) Spektrofotometer dispersif dan
(2) spektrofotometer FTIR. Keduanya mampu memberikan spektra yang identik,
akan tetapi spektrofotometer FTIR mampu menawarkan perolehan spektra IR
secara lebih cepat dibandingkan dengan spektrofotometer dispersif (Rohman,
2014).
Spektrofotometer FTIR didasarkan pada ide adanya interaksi radiasi antara
2 berkas sinar untuk menghasilkan suatu interferogram. Interferogram merupakan
sinyal yang dihasilkan sebagai fungsi perubahan pathlength antara 2 berkas sinar.
Dua domain (jarak dan frekuensi) dapat ditukarbalikkan dengan matematik yang
disebut dengan transformasi fourier (Rohman, 2014).
Radiasi IR yang dilewatkan melalui suatu cermin diteruskan mengenai
senyawa analit organic, jika suatu senyawa menyerap radiasi IR maka molekul
akan mengalami transisi vibrasional. Absorbansi radiasi IR merupakan suatu

7
proses kuantitasi. Artinya, hanya frekuensi tertentu yang dapat diserap oleh suatu
molekul. Supaya molekul menyerap radiasi IR , maka molekul tersebut harus
mempunyai momen dipol yang berubah selama vibrasi (Rohman, 2014).
1. Bentuk-bentuk Vibrasi
Secara umum terdapat dua bentuk vibrasi :
a. Stretching (vibrasi regang/ ulur )
Stretching adalah vibrasi sepanjang ikatan sehingga terjadi
perpanjangan atau pemendekan ikatan. Dalam stretching terdapat 2
macam
1) Uluran simetris (symmetrical stretching)
Uluran simetris adalah unit struktur bergerak bersamaan dan
searah dalam satu bidang datar.
2) Uluran asimetris (antisymmetrical stretching)
Uluran asimetris adalah unit struktur bergerak bersamaan dan
tidak searah tetapi masih dalam satu bidang datar.
b. Vibrasi Tekuk (bending vibrasion)
Vibrasi tekuk merupakan vibrasi yang disebabkan oleh sudut ikatan
sehinngga terjadi pembesaran atau pengecilan sudut ikatan. Vibrasi
tekut terbagi menjadi empat bagian.
1) Vibrasi guntingan (scissoring)
Vibrasi guntingan adalah unit struktur bergerak mengayun
simetris dan masih dalam bidang datar.
2) Vibrasi goyangan (rocking)
Vibrasi goyangan adalah unit struktur bergerak mengayun
asimetris tetapi masih dalam bidang datar.
3) Vibrasi kibasan (wagging)
Vibrasi kibasan adalah unit terstruktur bergerak menibas keluar
dari bidang datar.
4) Vibrasi pelintiran (twisting)
Vibrasi pelintiran adalah unit terstruktur berputar mengelilingi
ikatan yang menghubungkan molekul induk dan berada di dalam
bidang datar (Rohman, 2014).

8
2. Komponen Spektrofotometer FTIR

Sumber
Interferometer Sampel
sinar

Pengubah
Penguat
Detector analog ke
(amplifier) digital

Komputer

Gambar 2.2 Komponen utama dalam spektrofotometer FTIR


(Rohman, 2014).

Radiasi yang berasal dari sumber sinar dilewatkan melalui


interferometer ke sampel sebelum mencapai detektor. Selama penguatan
(amplifikasi) sinyal, yang mana kontribusi-kontribusi frekuensi tinggi telah
dihilangkan dengan filter, maka data diubah ke bentuk digital dengan suatu
analog-to-digital converter dan dipindahkan ke komuputer untuk menjalani
transformasi fourier (Rohman, 2014).
a. Sumber sinar
Spektrofotometer FTIR menggunakan sumber sinar globar atau
Nerst untuk daerah IR tengah. Jika spektra IR jauh juga akan dikur, maka
lampu merkuri tekanan tinggi dapat digunakan. Untuk IR dekat, lampu-
lampu tungsten-hidrogen dapat digunakan sebagai sumber sinar (Rohman,
2014).
b. Interferometer
Tujuan interferometer adalah untuk membawa berkas sinar, lalu
memecahkannya dalam dua berkas sinar, dan membuat salah satu berkas
sianar berjalan dengan jarak yang berbeda dengan yang lain (Rohman,
2014).
c. Detektor
Ada dua jenis detector yang umum digunakan pada
spektrofotometer FTIR. Detector normal pada penggunaan rutin adalah
alat piroelektrik yang didalamnya terdapat deuterium triglisin sulfat

9
(DTGS) pada jendela alkali halide yang tahan terhadap panas. Untuk
pekerjaan yang memerlukan sensitifitas lebih, dapat digunakan detektor
merkuri kadmium telurida (MRC), akan tetapi detector ini harus
didinginkan pada suhu nitrogen cair. Untuk pengukuran spektra IR di
daerah dekat (NIR) , detektor yang digunakan adalah fotokonduktor timbal
sulfida (Rohman, 2014).
d. Komputer
Komputer akan membaca spektra dari instrument begitu instrument
di-scanning. Computer juga dapat digunakan untuk manipulasi spectrum,
misalkan untuk melakukan derivatisasi, pengurangan, dan penjumlahan
spektra, serta untuk overlay antar spektra (Rohman, 2014).

3. Cara Pengolahan Sampel


Ada berbagai cara pengolahan sampel/cuplikan pada
spektrofotometer IR. Cara yang digunakan tergantung pada jenis sampel
apakah berbentuk gas, cairan, atau padatan. a. Teknik transmisi

Mungkin cara yang paling popular untuk memperolah spektra


inframerah adalah dengan cara melewatkan berkas sinar inframerah
melalu sampel teknik ini dikenal dengan teknik penanganan sampel
secara transmisi.
a) Spektra transmisi sampel padat
Ada tiga cara umum untuk mengolah sampel yang beruapa
padatan, yaitu; (1) dengan lempeng kalium bromide, (2) ―mul‖ ,
dan (3) lapisan tipis.
1) Pelet KBr
Pelet KBr digunakan untuk memperoleh spektra IR
sampel padat terutama sesuai untuk sampel-sampel serbuk. KBr
merupakan bahan yang inert , transfaran terhadap sinar IR dan
dapat beraksi sebagai pendukung dan pengencer sampel.

10
2) Mull
Mull atau lumpuran dibuat dengan menggerus cuplikan
sehingga halus, kemudiaan dicampur dengan satu dua tetes
minyak hidrokarbon paraffin cair (nujol) sehingga merupakan
lumpuran.
3) Lapisan tipis
Lapisan tipis padatan cuplikan pada lempeng natrium
klorida dapet diperoleh dengan meneteskan larutan cuplikan
pada permukaan lempeng natrium klorida. Karena pelarut yang
digunakan mudah menguap, maka akan didapet lapisan tipis
pada lempeng natrium klorida (Rohman, 2014).
b) Spektra transmisi cairan
Sebelum memperoleh spectrum IR sampel dalm larutan,
maka pelarut yang sesuai harus dipilih. Factor-faktor berikut harus
diperhatikan ketika memilih pelarut, yakni : pelarut harus
melarutkan sampel, pelarut yang digunakan sedapat mungkin non-
polar untuk meminimalisikan interaksi solute-pelarut, serta pelarut
tersebut tidak menyerap spectrum IR secara kuat. Ada 2 teknik
yang umum digunakan untuk memperoleh spektra emisi cairan,
yakni (1) metode cairan tipis kapiler, dan (2) metode sel tertutup.
1) Metode lapisan tipis kapiler
Untuk membuat lapisan tipis kapiler, satu tetes sampel
diletakkan diantara jendela transparan inframerah.
2) Metode sel cairan tertutup
Metode sel cairan tertutp mempunyai pengemas ang
menutup cairan didalam sel, akibatnya akan mecegah
penguapan. Teknik ini dapat digunakan untuk cairan yang
volatil, berbau menyeat serta cairan toksik karena cairan-cairan
ini tidak menguap dan tidak menyebabkan bahaya.

11
c) Spektra transmisi gas
Cuplikan gas dimasukan kedalam sel gas. Jendela
trnasparan terhadap inframerah, biasnya NaCl, digunakan
sehingga sel ini dapat diletakkan langsung dalam berkas cuplikan.
b. Metode-metode reflektans (pantulan)
Teknik-teknik reflektans (pantulan) dapat digunakan untuk sampel-
sampel yang sudah dianalisis dengan teknik transmitans. Metode-metode
pantulan dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu:
a) Attenuated total reflektans (ATR)
Teknik ATR digunakan untuk memperoleh spektra zat padat, cair,
semi-padat, dan lapisan tipis. ATR dilakukan dengan menggunakan
aksesoris dalam kompartemen sampel spektrofotometer FTIR. Bagian
inti aksesoris ATR adalah Kristal (berupa bahan transparan inframerah)
dengan indeks bias yang tinggi.
b) Spektroskopi reflektan specular
Salah satu jenis reflektans eksternal. Dalam pantulan eksternal, radiasi
yang mengenai difokuskan ke sampel, dan 2 bentuk pantulan dapet
dibagi, yakni : (1) specular atau pemantulan yang terjadi pada antar
muka yang mengkilap; dan (2) diffuse (menyebar) (Rohman, 2014).

4. Analisis Spektra Inframerah


a. Interpretasi spektrum inframerah
Spektrum daerah inframerah (IR) tengah dapat dibagi menjadi 4
bagian daerah, dan sifat frekuensi gugus secara umum dapat ditentukan
dengan daerah-daerah serapan, yang mana gugus-gugus tersebut terdapat
di dalamnya. Daerah-daerah tersebut adalah sebagi berikut: daerah ulur X-
-1
H (4000-2500 cm ), yang mana X berupa O, N, dan C daerah rangkap tiga
-1 -1
(2500-2000 cm ), daerah ikatan rangkap dua (2000-1500 cm ), dan
-1
daerah sidik jari (1500-600 cm ) (Rohman, 2014).

12
Table 2.1 Korelasi antara jenis vibrasi gugus fungsional dan frekuensi
vibrasinya (Rohman, 2014).
Gugus Jenis vibrasi Frekuensi (cm¹)
C-H Alkana (ulur) 3000—2850
CH3 (tekuk) 1450 dan 1375
CH2 (tekuk) 1465
Alkena (ulur) 3100-3000
Alkena (tekuk, keluar bidang) 1000-650
Aromatis (ulur) 3150-3050
Aromatis (tekuk, keluar bidang) 900-690
Alkuna (ulur) ± 3300
Aldehid 2900-2800
2800-2700
C-C Alkana 1200
C=C Alkena 1680-1600
Aromatis 1600 dan 1475
C≡C Alkuna 2250-2100
C=O Aldehid 1740-1720
Keton 1725-1705
Asam karboksilat 1725-1700
Ester 1750-1730
Amida 1680-1630
Anhidrida 1810 dan 1760
Asil klorida 1800
C-O Alcohol, eter, ester, asam 1300-1000
karboksilat, anhidrida
O-H Fenol
Bebas 36503600
Terikat hydrogen 3400-3200
Asam-asam karboksilatl 3400-2400
N-H Amin primer, amin sekunder,
amida
Ulur 3500-3100
Tekuk 1640-1550
C-N Amina 1350-1000
C=N imina dan oksim 1690-1640
C≡N Nitril 2260-2240
N=O Nitro (R-NO2) 1550 dan 11350
S-H Merkaptan 2250
S=O Sulfoksida 1050
Sulfon, sulfonil klorida, sulfat, 1375-1300 dan 2350-
sulfonamid 1140
C-X Flourida 1400-1000
Klorida 785-540
Bromide, iodide <667

13
b. Hukum Lambert-Beer’s
Hukum lambert-beer’s merupakan dasar analisis kuantitatif dalm
spektrofotometri yang menghubungkan antar konsentrasi dengan
absorbansinya. Rumus hukum Beer’s adalah sebagai berikut:
A=εbc
Yang mana A adalah absorbansi; ε absorptivitas; b tebal tempat sampel; c
konsentrasi. Untuk cairan, b dinyatakan dengan micron, sementara c dalam
mol/Liter atau molar (M). meskipun demikian, diperbolehkan untuk
menggunakan satuan yang lain sepanjang konsisten dalm penggunaannya.
Pada persamaan (1), Nampak bahwa absorbansi berbanding lurus
dengan konsentrasinya. Bentuk ini analog dengan persamaan regresi linear
yaitu
y= bx + a

yang mana : y adalah nilai pada sumbu –y; b adalah kemiringan (slope)
garis lurus; x merupakan nilai pada sumbu –x; dan a adalah intersep
(potongan garis pada sumbu y) (Rohman, 2014).

4. Validasi Metode
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya.
Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi
metode analisis diuraikan dan didefinisikan sebagaimana cara penentuannya.
1. Kecermatan (accuracy)
Kecermatan adalah keakuratan prosedur analitik
mengungkapkan kedekatan antara nilai yang diterima baik sebagai nilai
sejati konvensional dan nilai yang diperoleh. Ini kadang-kadang disebut
trueness.. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali
(recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua
cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau metode
penambahan baku (standard addition method) (Harmita, 2004;
ICH,1994).

14
2. Keseksamaan (precision)
kedekatan hasil (derajat) antara serangkaian pengukuran yang
diperoleh dari beberapa sampling dari sampel homogen yang sama dalam
kondisi yang ditentukan. Presisi mungkin dianggap pada tiga tingkat:
pengulangan, presisi antara dan reproduktifitas (Harmita, 2004;
ICH,1994).
3. Linearitas
Linearitas dari suatu prosedur analitis adalah kemampuannya
(dalam rentang tertentu) untuk diperoleh hasil tes yang berbanding lurus
dengan konsentrasi (jumlah) analit dalam sampel (ICH,1994).
4. Batas Deteksi atau limit of detection (LOD) dan Batas Kuantitasi atau
limit of Quantitation (LOQ)
Batas deteksi adalah jumlah terendah analit dalam sampel yang
dapat dideteksi tetapi belum tentu kuantitatif sebagai suatu yang tepat.
Batas deteksi merupakan jumlah terendah analit dalam sampel yang
dapat ditentukan secara kuantitatif dengan presisi yang sesuai
(ICH,1994).

15
C. Kerangka konsep

Pengambilan Sampel Kopi Bubuk Andungsari


Dan Canephora Khas Lampung Barat

Ektraksi Kopi Bubuk

Validasi Metode
Analisis

Linearitas LOD & Presisi Akurasi


LOQ

Penetapan Kadar Kafein Dalam Varietas Kopi


Bubuk Khas Lampung Barat Dengan Metode
FTIR

Gambar 2.3 Kerangka konsep

D. HIPOTESIS
1. Diduga Metode Spektrofotometri Inframerah Transformasi Fourier
(FTIR) dapat digunakan untuk penetapan kadar kafein dalam kopi bubuk
khas Lampung Barat.
2. Diduga kadar kafein dalam kopi bubuk telah memenuhi persyaratan kadar
menurut SNI 01-3542-2004.

16
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan
rancangan penelitian deskriptif, karena dalam penelitian ini tidak dilakukan
manipulasi terhadap subjek uji. Penelitian ini hanya mendeskripsikan keadaan
yang ada.

B. Variabel Penelitian
Variebel-variabel yang terdapat pada penelitian ini dianatarnya :
1. Variabel bebas
Variabel bebas yaitu varietas kopi bubuk
2. Variabel terikat
Variabel terikat yaitu kandungan dan kadar kafein dalam kopi bubuk
Andungsari dan Canephora
3. Variabel terkendali
Variabel terkendali yaitu tempat penelitian, metode penelitian dan kondisi
FTIR

C. Variabel Operasional
1. Kopi bubuk yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kopi yang
berbentuk bubuk yang diambil dari produk lokal daerah Lampung Barat.
2. Metode analisis yang digunakan yaitu spektrofotometri transformasi
fourier (FTIR) dengan menggunakan sel ATR.

D. Waktu Dan Tempat Penelitian


1. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan selama 3 bulan pada bulan Maret
sampai bulan Mei 2018

17
2. Tempat Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan di daerah Lampung Barat ,
kemudian analisis sampel dilakukan di Laboratorium Kimia Oraganik
Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan Laboratorium Mikroanalisis
Universitas Muhammadiyah Purwokerto

E. Alat Dan Bahan


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kopi bubuk
Andungsari dan kopi bubuk Canephora diperoleh dari kota Liwa Lampung
Barat, kafein standard (Sigma-Aldrich), aquades (PT Prima Chemical) dan
kloroform p.a (PT Prima Chemical).
Alat yang digunakan yaitu spektroskopi FTIR (Shimadzu IR Tracer
100), timbangan analitik (Shimadzu BL-62OS), hotplate stirrer (IKA C-MAG
HS 7), aluminium voil, vial, kertas whatman dan seperangkat alat-alat gelas
(pyrex).

F. Cara Penelitian
1. Tahap Persiapan
Pengambilan sampel
Sampel penelitian yang digunakan yaitu varietas kopi bubuk
produk lokal yang beredar di daerah Lampung Barat. Sampel yang
digunakan dua varietas yaitu kopi bubuk Andungsari dan kopi bubuk
Canephora. Pengambilan dan pengumpulan sampel ini dilakukan dengan
teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan
sampel menggunakan kriteria sampel yang diinginkan peneliti berdasarkan
tujuan penelitian.
2. Tahap penelitian a.
Analisis kualitatif
Analisis kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan standar
kafein dan ekstrak kafein. Ekstrak kafein diperoleh dengan cara menimbang
15 gram kopi bubuk dilarutkan dengan 70 mL air aquades dan direbus
selama 10 menit dan larutan diencerkan sampai 100 mL. Ditunggu dingin

18
dan disaring melalui kertas saring. Larutan kopi dicampurkan dengan 100
mL kloroform. Kemudian dimasukkan kedalam corong pisah dan dikocok
hingga membentuk dua lapisan. Diambil lapisan bawah (lapisan kloroform)
dan dikeringkan dalam lemari asam (karena kloroform mudah menguap)
hingga membentuk serbuk. Kemudian standar kafein dan ekstrak kafein
masing-masing diletakkan pada sel ATR, ditekan dengan die (penekan) lalu
dipilih opsi collect sample. Sehingga diperoleh Spektrum IR yang kemudian
dibandingkan spektrum dan membaca daerah serapan gugus-gugus fungsi
antara standar kafein dan ekstrak kopi (Abdalla, 2015).

b. Analisis kuantitatif
1) Penentuan kurva standar
Kurva standar dilakukan dengan membuat serangkaian larutan
standar dengan konsentrasi 9000, 10500, 12000, 13500 dan 15000 ppm.
Di timbang masing-masing sejumlah 90, 105, 120, 135, dan 150 mg
kafein ke dalam labu ukur 10 mL, dilarutkan dengan kloroform sampai
tanda batas. Diletakkan satu tetes kurva standar pada sel ATR yang sudah
dibersihkan dan sudah diatur background menggunakan kloroform
sebagai auto zero, kemudian Sampel ditekan dengan die (penekan) lalu
dipilih opsi collect sample dan dibaca absorbansinya pada pada bilangan
-1
gelombang 1651 cm (Abdalla, 2015; Singh et al, 1998).

2) Validasi metode
a) Linieritas
Larutan strandar kafein dengan konsentrasi 9000, 10500, 12000,
13500 dan 15000 ppm dibaca absorbansinya pada pada bilangan
-1
gelombang 1651 cm . Kemudian membuat kurva kalibrasi hubungan
antara konsentrasi vs absorbansi sehingga diperoleh nilai koefesien
korelasinya untuk dapat menentukan liniearitas. Koefesien korelasi yang
ideal dicapai baik jika r = +1atau -1 bergantung pada arah garis (Harmita,
2004).

19
b) Batas Deteksi atau limit of detection (LOD) dan Batas Kuantitasi atau
limit of Quantitation (LOQ)
Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung secara statistik
melalui regreasi linear dari kurva standar untuk memperoleh nilai
simpangan baku (Sb) dan slope (b) (Harmita, 2004; ICH,1994).

Q=
Q= LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)
K = 3,3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi.
c) Keseksamaan
Penentuan keseksamaan dilakukan dengan cara mengukur
absorbansi sampel homogen yang sama sebanyak 6 kali. Dibuat larutan
standar kafein dengan konsentrasi 12000 ppm. Kemudian diletakkan satu
tetes larutan presisi pada sel ATR yang sudah dibersihkan dan sudah
diatur background menggunakan kloroform sebagai auto zero, kemudian
sampel ditekan dengan die (penekan) lalu dipilih opsi collect sample dan
-1
dibaca absorbansinya pada pada bilangan gelombang 1651 cm .
Menggunakan data absorbansi yang diperoleh, dihitung nilai SD dan
RSD. Pada kadar satu per sejuta (ppm) nilai RSD yang baik yaitu < 16 %
(Harmita, 2004; Irudayaraj & Paradkar, 2002). d) Kecermatan

Membuat empat larutan ekstrak sampel dengan cara menimbang


15 gram kopi bubuk, Pada tiga sampel masing-masing ditambahkan
kafein baku sebanyak 900, 1200 dan 1500 mg sedangkan pada sampel ke
empat tidak ditambahkan kafein baku. Kemudian dilarutkan dengan 70
mL air aquades dan direbus selama 10 menit dan larutan diencerkan
sampai 100 mL. Ditunggu dingin dan disaring melalui kertas saring.
Dipipet 10 mL larutan kopi dan dicampurkan dengan 10 mL kloroform.
Kemudian dimasukkan kedalam corong pisah dan dikocok hingga
membentuk dua lapisan. Diambil 1 mL fase klorofrom (lapisan bawah)
dan keempat sampel tersebut dilarutkan dengan kloroform hingga 10 mL.
Kemudian diletakkan satu tetes larutan akurasi pada sel ATR yang sudah

20
dibersihkan dan sudah diatur background menggunakan kloroform
sebagai auto zero, kemudian Sampel ditekan dengan die (penekan) lalu
dipilih opsi collect sample dan dibaca absorbansinya pada pada bilangan
-1
gelombang 1651 cm . Nilai absorbansi digunakan untuk menghitung
hasil perolehan kembali (recovery) dengan rumus :

% recovery = x 100%

Nilai rata-rata perolehan kembali (recovery) antara 80-110%


(Harmita, 2004; Irudayaraj & paradkar, 2002).

3) Penetapan kadar
Menimbang 15 gram kopi bubuk dilarutkan dengan 70 mL air
aquades dan direbus selama 10 menit. Kemudian larutan diencerkan
sampai 100 mL, ditunggu dingin dan disaring melalui kertas saring.
Dipipet 10 mL larutan kopi dan dicampurkan dengan 10 mL kloroform.
Kemudian dimasukkan kedalam corong pisah dan dikocok hingga
membentuk dua lapisan. Diambil 10 mL fase klorofrom (lapisan bawah).
Kemudian diletakkan satu tetes ektrak kopi pada sel ATR yang sudah
dibersihkan dan sudah diatur background menggunakan kloroform
sebagai auto zero, kemudian Sampel ditekan dengan die (penekan) lalu
dipilih opsi collect sample dan dibaca absorbansinya pada pada bilangan
-1
gelombang 1651 cm .Nilai absorbansi digunakan untuk menghitung
kadarnya (Abdalla, 2015; Irudayaraj & Paradkar, 2002).

G. Analisis Hasil
Kadar kafein yang diperoleh dari dua sampel kopi bubuk yang digunakan
dianalisis secara statistik dengan uji t pada taraf kepercayaan 95% untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan kadar kafein yang bermakna.

H0 = tidak ada perbedaan kadar kafein antara sampel kopi bubuk

H1 = ada perbedaan kadar kafein antara sampel kopi bubuk

= 0,05

21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dilakukan penetapan kadar kafein dalam beberapa


varietas kopi bubuk khas Lampung Barat dengan menggunakan metode
Spektrofotometri Inframerah Transformasi Fourier (FTIR). Kafein merupakan
senyawa organik mirip alkali yang mengandung nitrogen yang bersifat basa dalam
cincin heterosiklik. Kafein sering ditemukan dalam minuman kopi yang sengaja
untuk stimulasi sistem saraf pusat untuk menghindari kantuk dan juga
memulihkan stamina (Tjay dan Rahardja, 2007).
Prinsip menggunakan FTIR adalah pengukuran besarnya transmitan (%T)
terhadap bilangan gelombang spektrum oleh sinar inframerah yang mengenai
senyawa organik sehingga menyebabkan molekul-molekul bervibrasi dimana
besarnya energi vibrasi tiap komponen berbeda-beda tergantung kekuatan atom
yang menghubungkan sehingga akan dihasilkan bilangan gelombang yang
berbeda. Daerah bilangan gelombang yang digunakan pada penelitian ini adalah
-1
daerah inframerah tengah (4000-400 cm ), karena pada IR tengah banyak ditemui
vibrasi-vibrasi dasar senyawa organik (Rohman, 2014).
Analisis yang dilakukan meliputi analisis kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya kafein dalam
sampel, sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk menetapkan kadar kafein
dalam sampel kopi bubuk dan validasi metode.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kopi bubuk khas
Lampung Barat. Setiap jenis diwakili oleh satu varietas yang diambil berdasarkan
populasinya. Sampel yang digunakan sebanyak 2 varietas yaitu Andungsari
mewakili kopi jenis Arabika dan Canephora mewakili kopi jenis Robusta.
Pada penelitian ini, teknik pengolahan sampel menggunakan metode
reflektan berdasarkan pengukuran pantulan internal menggunakan sel attenuated
total reflectance (ATR) yang bersinggungan (kontak) langsung dengan sampel.
Teknik ATR digunakan untuk memperoleh spektra sampel yang dilakukan
menggunakan aksesoris dalam kompartemen (Rohman, 2014).

22
A. Analisis kualitatif
Analisis kualitatif kafein dilakukan untuk mengetahui bahwa di dalam
kopi bubuk Andungsari dan Canephora terkandung kafein atau tidak. Analisis
ditentukan dengan membandingkan spektrum IR dan membaca daerah serapan
gugus-gugus fungsi antara standar kafein dan ekstrak kopi. Berdasarkan struktur

senyawa kafein (C8H10N4O2) maka kafein mempunyai gugus-gugus fungsi yang


dapat terdeteksi oleh spektrofotometri FTIR adalah senyawa aromatik ikatan C-C,
ikatan C=C, ikatan C-N, ikatan C=N, ikatan C-H, ikatan N-H dan ikatan C=O
(Depkes, 1995).

Gambar 4.1 Spekrum standar kafein

Gambar 4.2 spektrum ekstrak kafein kopi Andungsari

23
Gambar 4.3 Spektrum ekstrak kafein kopi Canephora

Gambar 4.4 Spektrum standar kafein, ekstrak kafein kopi Andungsari dan ekstrak
kafein kopi Canephora

24
Tabel 4.1 Hasil Interpretasi spektrum IR kafein

Daerah Nama
Bilangan -1 Gugus
Bilangan Gelombang cm
Puncak Gugus
Gelombang Fungsi
standar Andungsari Canephora Fungsi
-1
cm

A 3500-3100 3116 - 3109 N-H Amin


B 3000-2850 2954 2954 2954 C-H Alkana
C 1690-1640 1689 1697 1697 C=N Imina
D 1680-1630 1651 1651 1651 C=O Amida
E 1640-1550 1543 1550 1543 N-H Amina
F 1600-1475 1481 1481 1481 C=C Aromatis
G 1350-1000 1219 1219 1219 C-N Amina

(Rohman, 2014).

Berdasarkan hasil interpretasi spektrum IR pada tabel 4.1 terdapat 7 puncak


gugus-gugus kafein yang teramati yaitu puncak a pada daerah bilangan gelombang
-1
3500-3100 cm yang menunjukan gugus fungsi amin dari ikatan N-H, puncak b pada
-1
daerah bilangan gelombang 3000-2850 cm yang menunjukan gugus fungsi alkana
-1
dari ikatan C-H, puncak c pada daerah bilangan gelombang 1690-1640 cm yang
menunjukan gugus fungsi imina dari ikatan C=N, puncak d pada daerah bilangan
-1
gelombang 1680-1630 cm yang menunjukan gugus fungsi amida dari ikatan C=O
-1
dengan, puncak e pada daerah bilangan gelombang 1640-1550 cm yang menunjukan
gugus fungsi amina dari ikatan N-H, puncak f pada daerah bilangan gelombang 1600-
-1
1475 cm yang menunjukan gugus fungsi aromatis dari ikatan C=C dan puncak g
-1
pada daerah bilangan gelombang 1350-1000 cm yang menunjukan gugus fungsi
amina dari ikatan C-N (Rohman, 2014).

B. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif Metode FTIR biasanya menggunakan intensitas
gugus-gugus C=O, N-H atau O-H. Gugus fungsi C=O adalah yang paling sering
digunakan karena gugus karbonil memberikan pita serapan yang kuat dan
daerahnya relatif bebas dari gangguan oleh gugus-gugus fungsional yang lain.
Gugus karbonil tidak terpengaruh oleh perubahan kimia. Pada penelitian ini

25
puncak yang dipilih adalah gugus fungsi C=O yang terdapat pada daerah bilangan
-1
gelombang 1651 cm , karena bilangan gelombang tersebut memiliki linieritas
yang baik, memiliki nilai serapan yang tinggi dan terletak pada daerah yang bebas
dari gangguan puncak-puncak pelarut (kloroform). Pada spektrum kloroform
gambar 4.5 menunjukan bahwa tidak adanya serapan pada daerah bilangan
-1
gelombang 1600 – 1700 cm (Rohman, 2014; Abdalla, 2015).

Gambar 4.5 spektrum kloroform

1. Penetapan kurva baku kafein


Pembuatan kurva baku bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
konsentrasi larutan baku kafein dengan absorbansi. Kurva baku pada
penelitian ini menggunakan 5 seri konsentrasi yaitu 9000, 10500, 12000,
13500 dan 15000 ppm. Kurva hubungan antara konsentrasi baku kafein
dengan absorbansi dapat dilihat pada gambar 4.6.

Tabel 4.2 Data hubungan antara konsentrasi baku kafein dan absorbansi
konsentrasi (ppm) Absorbansi (y)
9000 0,312
10500 0,385
12000 0,417
13500 0,488
15000 0,515

26
0,6

0,5

0,4
absorbansi
0,3

0,2

0,1

0
0 5000 10000 15000 20000
konsentrasi baku kafein (ppm)

Gambar 4.6 Kurva hubungan antara konsentrasi baku kafein dan absorbansi

Hasil penetapan kurva baku kafein adalah suatu persamaan regresi


linier. Berdasarkan hasil kurva yang didapat menunjukan bahwa nilai
absorbansi yang dihasilkan meningkat sejajar dengan peningkatan konsentrasi
kafein yang dibuat. Didapatkan persamaan regresi linier yaitu y = 0,0000339x
+ 0,0162 dengan nilai r=0,978. Persamaan regresi linier tersebut dapat
digunakan untuk menghitung konsentrasi kafein berdasarkan serapan yang
diperoleh.

2. Validasi Metode
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya
(Harmita, 2014).
a. Linearitas
Linieritas ditentukan dengan melihat nilai r hitung yang diperoleh dari
penetapan kurva baku kafein. Selain itu linieritas dapat ditentukan denga nilai
VX0 yang diperoleh dengan mengolah data hasil penetapan kurva baku kafein.

27
Tabel 4.3 Data hubungan antara konsentrasi kafein dan absorbansi

konsentrasi (ppm) Absorbansi (y)


9000 0,312
10500 0,385
12000 0,417
13500 0,488
15000 0,515

Persamaan regresi y = 0,0000339x + 0,0162


Intersep (a) 0,0162
Slop (b) 0,0000339
Koefisien kolerasi (r) 0,978

Koefisien variasi (Vx0) 0,034%

Berdasarkan persaamaan regresi seperti pada tabel 4.3 diperoleh nilai


koefisien kolerasi (r) adalah 0.978 dekat dengan garis regresi dimana r = +1
atau -1 maka data yang diperoleh mendekati garis regresi. nilai V x0 0,034%
memenuhi persyaratan karena Vx0 < 5% (Harmita, 2014).

b. Batas deteksi (LOD) & Batas kuantitasi (LOQ)


Batas deteksi (LOD) digunakan untuk mengetahui konsentrasi
terendah dari analit dalam suatu sampel yang masih dapat dideteksi. Batas
kuantitasi (LOQ) digunakan untuk mengetahui kuantitas terkecil analit dalam
sampel yang masih dapat memberikan pengukuran yang teliti dan seksama
(Harmita,2004; ICH, 1994). LOD & LOQ dapat dihitung secara statistik
melalui persamaan garis linier dari kurva baku y = 0,0000339x + 0,0162.

28
Tabel 4.4 Data hasil pengujian batas deteksi dan batas kuantitas

konsentrasi Absorbansi (y) Ŷ y-ŷ (y-ŷ)


2
(ppm)

9000 0,312 0,321 -0,0093 0,0000864


10500 0,385 0,372 0,0128 0,000165
12000 0,417 0,423 -0,006 0,000036
13500 0,488 0,473 0,0141 0,000200
15000 0,515 0,524 -0,0097 0,0000940

Jumlah 0,000581
Sb 0,0139
LOD 1232,52
LOQ 4108,40

Data perhitungan uji batas deteksi dan batas kuantitas tabel 4.4
diketahui bahwa jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih dapat
dideteksi sebesar 1232,52 ppm sedangkan batas kuantitasi terkecil 4108,40
ppm, artinya pada konsentrasi tersebut apabila dilakukan pengukuran
absorbansi masih dapat memberikan kecermatan analisis.

c. Kecermatan
Kecermatan (accuracy) adalah ukuran yang menunjukan derajat hasil
analisi dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan ditentukan dengan
dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau metode
penambahan baku (standard addition method) (Harmita, 2004). Metode yang
digunakan pada penelitian ini adalah metode penambahan baku dengan cara
sejumlah analit bahan murni (senyawa pembanding) ditambahkan ke dalam
sampel dan dilarutkan dalam kloroform. campuran tersebut dianalisis dan
hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang
sebenarnya). Dilakukan dengan membuat 3 konsentrasi dengan rentang
rendah, sedang dan tinggi masing-masing 3 kali replikasi. Absorbansi hasil
pengukuran yang diperoleh dihitung dengan persamaan regreasi y =
0,0000339x + 0,0162 sehingga didapatkan nilai x dan ditentukan % recovery.

29
Selain untuk mencari nilai perolehan kembali, uji akurasi juga digunakan
untuk menghitung kesalahan sistematik.

Tabel 4.5 Data hasil % recovery kafein

konsentrasi aborbansi kadar Recovery rata-rata (%)


replikasi terukur (%)
(ppm)
1 0,370 737,46 81,94
9000 0,367 796,46 88,49 84,12
2
(rendah) 0,363 737,46 81,94
3
1 0,375 884,95 73,74
12000 0,382 1238,93 103,24 99,96
2
(tinggi) 0,388 1474,92 122,9
3
1 0,386 1209,43 80,62
15000 0,385 1327,43 88,49 81,94
2
(sedang) 0,377 1150,44 76,69
3
Rata-rata recovery (%) 88,67
Kesalahan sistematik (%) 11,33

Data hasil uji akurasi pada tabel 4.5 didapatkan nilai rata-rata persen
perolehan kembali (% recovery) yaitu 88,67 %, nilai tersebut dapat diterima
karena memenuhi syarat akurasi yaitu 80-110%. Nilai kesalahan sistemik
sebesar 11,33 %, Kesalahan sistematik ini dapat terjadi karena kesalahan
dalam pengukuran, pemakaian alat yang kurang tepat, kesalahan pengambilan
sampel dan kesalahan akibat reaksi kimia yang tidak sempurna (Harmita,
2004).

d. Keseksamaan

Keseksamaan (presisi) merupakan ukuran yang menunjukan derajat


kesesuaian secara berulang-ulang paa sampel yang diambil dari campuran
homogen yang sama (Harmita, 2004). mengukuran larutan yang mengandung
kafein dalam konsntrasi homogen yang sama, dengan cara mengambil 120 mg
kafein dilarutkan dalam 10 ml kloroform dibuat sebanyak enam kali. Hasil
absorbansi digunakan untuk menghitung harga aborbansi rata-rata, standar

30
deviasi (SD) , simpangan baku relative (RSD) dan ketelitian alat. Hasil
perhitungan dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Data hasil presisi

presisi Konsentrasi absorbansi kadar (x) x-x` (x-x`)


2
(Ppm)

1 9000 0,395 11174,04 -240,90 58035,03


2 9000 0,412 11675,51 260,57 67896,88
3 9000 0,404 11439,52 24,58 604,27
4 9000 0,390 11026,54 -388,39 150852,42
5 9000 0,410 11616,51 201,57 40631,77
6 9000 0,408 11557,52 142,57 20327,97

rata-rata (x`) 11414,94


jumlah 338348,37
SD 260,13
RSD 2,27%
ketelitian alat 99,97%

Data hasil presisi pada tabel 4.6 diperoleh nilai SD 260,13; RSD
2,27% dan ketelitian alat 99,97%. Nilai RSD <16% tersebut menunjukan
bahwa metode yang digunakan mempunyai presisi yang baik (Harmita, 2004).

3. Penetapan kadar ektrak kafein


Ekstrak kafein diperoleh dengan menyaring larutan kopi menggunakan
kertas saring dan dipisahkan dengan corong pisah dengan penambahan
kloroform kemudian dikocok dan diambil lapisan bawah (fase kloroform).
Penetapan kadar bertujuan untuk mengetahui berapa kadar kafein dalam kopi
bubuk. Penetapan kadar kafein dalam kopi bubuk setiap varietas dilakukan
sebanyak 3 kali replikasi. Kadar kafein diperoleh dengan menghitung
absorbansi dalam persamaan regresi linier y = 0,00003x + 0,0162. Hasil
penetapan kadar kafein dalam varietas kopi bubuk disajikan pada tabel 4.7
kopi andungsari dan tabel 4.8 kopi canephora.

31
a. Sampel kopi Andungsari
Tabel 4.7 Hasil uji penetapan kadar sampel kopi Andungsari
Andungsari absorbansi Kadar (ppm) kadar b/b (%)
1 0,345 9699,11 0,646
2 0,340 9551,62 0,636
3 0,338 9492,62 0,632

Rata-rata (%) 0,638

Data hasil perhitungan pada tabel 4.7 didapat nilai rata-rata kadar
kafein kopi andungsari 0,638 % b/b, yang artinya terdapat 0,638 gram kafein
dalam 100 gram kopi Andungsari. Hasil kadar kafein kopi Andungsari tersebut
mempunyai kandungan kafein yang memenuhi syarat mutu untuk dikomsumsi
yaitu berada pada 0,45%-2% (SNI 01-3542-2004). Batas maksimum kafein
dalam makanan atau minuman adalah 150mg/hari atau 50 mg/sajian. Artinya
batas maksimum mengkomsumsi kopi Andungsari adalah 7,83 gram/sajian
atau 23,5gram/hari. Jika dikonversi dalam bentuk sendok yaitu 2 sendok per
sajian atau 6 sendok per hari (SNI 01-7152-2006). Perhitungan batas
komsumsi kopi Andungsari dapat dilihat pada lampiran 8.

b. Sampel kopi Canephora


Tabel 4.8 Hasil uji penetapan kadar sampel kopi Canephora
canephora Absorbansi Kadar (ppm) kadar b/b %
1 0,455 12943,95 0,862
2 0,512 14625,36 0,975
3 0,503 14359,88 0,957

Rata-rata 0,931

Data hasil perhitungan pada tabel 4.8 didapat nilai rata-rata kadar
kafein kopi Canephora 0,931% b/b, yang artinya terdapat 0,931 gram kafein
dalam 100 gram kopi. Hasil kadar kafein kopi Canephora tersebut mempunyai
kandungan kafein yang memenuhi syarat mutu untuk dikomsumsi yaitu berada
pada 0,45%-2% (SNI 01-3542-2004). Batas maksimum kafein dalam makanan
atau minuman adalah 150 mg/hari atau 50 mg/sajian. Artinya batas

32
maksimum mengkomsumsi kopi Canephora adalah 5,37 gram/sajian atau16,12
gram/hari. Jika dikonversi dalam bentuk sendok batas komsumsi kopi
Canephora yaitu 1,5 sendok per sajian atau 4,5 sendok per hari (SNI 01-7152-
2006). Perhitungan batas komsumsi kopi Andungsari dapat dilihat pada
lampiran 8.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Nazar et al, 2014),
tentang penelitian kadar kafein dalam kopi arabika mendapatkan hasil kadar
kafein kopi Tim-tim 0,79 % dan kopi Ateng 0,86%. Hasil tersebut menunjukan
bahwa kopi Arabika varietas Tim-tim dan Ateng lebih besar dari pada Kopi
Arabika varietas Andungsari dan sesuai dengan teori bahwa kadar kafein kopi
Arabika lebih rendah dari kopi jenis Robusta.
Hasil dari perhitungan kadar kafein yang diperoleh dari dua varietas
selanjutnya dianalisis secara statistik menggunakan uji t untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan kadar yang bermakna pada kopi bubuk andungsari dan
canephora. Pengambilan kesimpulan dari uji t adalah dengan membandingkan
harga antara t hitung dengan harga t tabel dengan taraf kepercayaan 95%.
Tabel 4.9 Hasil uji t terhadap kadar kafein kopi Andungsari dan
Canephora
Sampel Rata-rata t table Kesimpulan
t hitung
kadar (% b/b)
Andungsari 0,638%
8,37 2,776 ada perbedaan
Canephora 0,931%

Untuk mengetahui apakah kadar kafein kopi Andungsari dan Canephora


berbeda bermakna ada atau tidak, dilakukan dengan uji t dengan taraf
kepercayaan 95%. Data analisis sampel menggunakan = 0,05; dk=4.
Berdasarkan hasil uji t diperoleh nilai yang diperoleh t hitung > t tabel yaitu
8,37 > 2,776, sehingga dapat dikatakan dari kedua sampel yang dianalisis
memiliki perbedaan kadar yang bermakna.

33
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
1. Metode spektrofotometri FTIR memenuhi parameter validasi metode
yang baik dan dapat digunakan untuk penetapan kadar kafein dalam
kopi bubuk.
2. Kadar kafein dalam kopi bubuk khas Lampung Barat yang dianalisis
pada varietas Andungsari sebesar 0,638 % dan Canephora sebesar
0,931% telah memenuhi persyaratan yang tertera dalam SNI 01-3542-
2004.
3. Hasil uji t menunjukan bahwa ada perbedaan kadar kafein antara kopi
Andungsari dan kopi Canephora.

B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarakan :
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penetapan kadar kafein
dalam kopi menggunakan metode yang lain.
2. Untuk penelitian lebih lanjut dilakukan penetapan kadar kafein dalam
makanan atau minuman yang lain.

34
DAFTAR PUSTAKA

Abdalla, M. A. (2015). Determination of Caffeine , The Active Ingredient in


Different Coffee Drinks and its Characterization by FTIR / ATR and TGA /
DTA. International Journal of Engineering and Applied Sciences, 2(12), 85–
89.
Arnaud, M., & Advisor, I. S. (1987). The pharmacology of caffeine. Dalam :
https://www.researchgate.net/publication/19830348

Badan Standarisasi Indonesia. (2006). Bahan tambahan pangan – Persyaratan


perisa dan penggunaan dalam produk pangan.

Christian, G.D.1994.Analitycal chemistry 5th edition . New York : John wiley &
sons, Inc
Depertemen Kesehatan. 1995 . Farmakope Indonesia (Edisi Iv) . Jakarta :
Depertemen Kesehatan RI

Ernawati Rr, dkk. 2008. Teknologi Budidaya Kopi Poliklonal. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Lampung. Bandar Lampung.

Evizal, R., Febriarti, D. A. N., & Prasmatiwi, E. (2015). Ragam Kultivar Kopi di
Lampung.

Fatoni, A. (2015). Analisa Secara Kualitatif Dan Kuantitatif Kadar Kafein Dalam
Kopi Bubuk Lokal Yang Beredar Di Kota Palembang Menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi
Palembang.

Franciscus. (2012). Penetapan Kadar Kafein Dalam Permen Kopi Dengan Metode
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode Dan Cara


Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian, 117(33), 117–135.

35
ICH. (2005). Validation of Analytical Procedures : Text and Methodology.
International Conference on Harmonization

Liveina, & Artini. (2014). Pola konsumsi dan efek samping minuman
mengandung kafein pada mahasiswa program studi pendidikan dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, 3(4), 1–12.

Maramis, R. K., Citraningtyas, G., & Wehantouw, F. (2013). Analisis Kafein


Dalam Kopi Bubuk Di Kota Manado Menggunakan Spektrofotometri Uv-
Vis. Jurnal Ilmiah Farmasi, 2(4), 122–128.

Nazar. 2014. Isolasi dan Identifikasi Kadar Kafein Beberapa Varietas Kopi
Arabika (Koffea Arbica) Yang Tumbuh Di Aceh Tengah. Program Studi
Pendidikan Kimia Fkip Uiversitas Syaiah Kuala.

Norma Nur, A., Antonio, K., & Mohamad, R. (1995). Pembuatan Spectrum IR
dan Penetuan Kadar Kafein Dalam Teh Menggunakan Spektrofotoemeter
Ftir (Forier Transform Infrared).

Pandey, S., Pandey, P., Tiwari, G., Tiwari, R., & Rai, A. K. (2009). FTIR
spectroscopy: A Tool for Quatitative Analysis of Ciprofloxacin in Tablets.
Indian Journal of Pharmaceutical Sciences, 71(4), 359–370.

Panggabean, Edy. 2011. Buku Pintar Kopi. Jakarta Selatan: PT Agro Media
Pustaka

Paradkar, M. M., & Irudayaraj, J. (2002). Rapid Determination of Caffeine


Content in Soft Drinks using FTIR-ATR spectroscopy. Food Chemistry,
78(2), 261–266. Dalam : https://doi.org/10.1016/S0308-8146(02)00116-4

Prastowo, B., Karmawati, E., Rubijo, Siswanto, Indrawanto, C., & Munarso, J.
(2010). Budidaya dan Pasca Panen Kopi. Bogor.

Rahardjo P. 2012. Panduan Budi Daya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta.
Trias QD, editor. Jakarta: Penerbar Swadaya.

36
Rohman . 2014 . Spektroskopi Inframerah Dan Kemometrika Untuk Analisi
Farmasi. Pustaka Pelajar

Rizky, T.A., Saleh, C., dan A. (2015). Analisis kafein dalam kopi robusta (Toraja)
dan kopi arabika (jawa) dengan variasi siklus pada sokletasi, 13(1), 41.

Saleh, C. (2015). Analisis Kandungan Kafein Dalam Kopi Sumatera Dan Kopi
Flores Dengan Variasi Siklus Menggunakan Spektrofotometer Uv-Vis. Jurnal
Kimia Mulawarman, 13(November), 1–4.

Saputra, E., 2008. Kopi. Harmoni, Yogyakarta

Sofiana, N. (2011). 1001 Fakta. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.

Standar Nasional Indonesia. 2004 . Biji Kopi. SNI 01-3542-2004

Tan, H.T. Dan Kirana R. 1984. Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaannya Dan
Efek Sampingnya (Edisi IV). Jakarta : Pangeran Jayakarta.

Tjay, T.H Dan Rahardja , K. 2007 . Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaannya


Dan Efek Efek Sampingnya (Edisi IV). Jakarta : Pt Elex Media Komputendo

United State Department of Agriculture (USDA) Natural Resources Conservation


Services. Dalam: https://plants.usda.gov/core/profile?symbol=DOVI.

United Natios Office on Drugs and Crime (UNODC). 2009. Guidance for the
Validation of Analytical Methodology and Calibration of Equipment used for
Testing of Illicit Drugs in Seized Materials and Biological Specimens.

37
LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Analisis FTIR

Gambar 1 Spektrum Kurva Baku

Gambar 2 Spektrum presisi

38
Gambar 3 Spektrum akurasi 9000 ppm

Gambar 4 Spektrum akurasi 12000 ppm

39
Gambar 5 Spektrum akurasi 15000 ppm

Gambar 6 Spektrum standard kafein, kafein kopi andungsari dan kafein kopi
canephora

40
Hasil Interpretasi spektrum IR kafein

Daerah Nama
Bilangan -1 Gugus
Bilangan Gelombang cm
puncak Intensitas Gugus
Gelombang Fungsi
Standar Andungsari Canephora Fungsi
-1
cm

a 3500-3100 3116 - 3109 M N-H Amin


b 3000-2850 2954 2954 2954 K C-H Alkana
c 1690-1640 1689 1697 1697 M-K C=N Imina
d 1680-1630 1651 1651 1651 K C=O Amida
e 1640-1550 1543 1550 1543 M-K N-H Amina
f 1600-1475 1481 1481 1481 M-L C=C Aromatis
g 1350-1000 1219 1219 1219 M-K C-N Amina

41
Lampiran 2. Perhitungan persamaan kurva baku

konsentrasi (ppm) Absorbansi


9000 0,312
10500 0,385
12000 0,417
13500 0,488
15000 0,515

0,6

0,5

absorbansi 0,4

0,3

0,2

0,1

0
0 5000 10000 15000 20000
Konsentrasi kurva baku

Regresi linier :
Intersep (a) = 0,0162

Slop (b) = 0,0000339

Koefisien kolerasi (r) = 0,978

Diperoleh Persamaan regresi y = bx + a

y = 0,0000339x + 0,0162

42
Lampiran 3. Perhitungan linieritas

konsentrasi (ppm) Absorbansi (y) Ŷ y-ŷ 2


(y-ŷ)
9000 0,312 0,3213 -0,0093 0,0000864
10500 0,385 0,37215 0,01285 0,000165
12000 0,417 0,423 -0,006 0,000036
13500 0,488 0,47385 0,01415 0,000200
15000 0,515 0,5247 -0,0097 0,0000940

Jumlah 0,000581
Sb 0,0139

Persamaan regresi y = 0,0000339x + 0,0162


Intersep (a) 0,0162
Slop (b) 0,0000339
Koefisien kolerasi (r) 0,978

Koefisien variasi (Vx0) 0,034%

Sx0 =

= 410,84

Vx0 =

= 0,034%

43
Lampiran 4. Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi baku kafein

konsentrasi (ppm) Absorbansi (y) Ŷ y-ŷ 2


(y-ŷ)
9000 0,312 0,321 -0,0093 0,0000864
10500 0,385 0,372 0,0128 0,000165
12000 0,417 0,423 -0,006 0,000036
13500 0,488 0,473 0,0141 0,000200
15000 0,515 0,524 -0,0097 0,0000940

Jumlah 0,000581
Sb 0,0139
LOD 1232,52
LOQ 4108,40

Persamaan garis linier

y = 0,0000339x + 0,0162

1. 9000 ppm y = 0,0000339 (9000) + 0,0162


= 0,321

2. 10500 ppm y = 0,0000339 (10500) + 0,0162

= 0,372

3. 12000 ppm y = 0,0000339 (12000) + 0,0162

= 0,423

4. 13500 ppm y = 0,0000339 (13500) + 0,0162

= 0,473

5. 15000 ppm y = 0,0000339 (15000) + 0,0162

= 0,524

44
Sb =

= 0,0139

LOD =

= 1232,52 ppm

LOD =

= 4108,40 ppm

45
Lampiran 5. Perhitungan uji akurasi

konsentrasi aborbansi kadar kadar Recovery rat-rata


replikasi terukur sebenarnya
(ppm)
1 0,370 737,46 900 81,94 %
9000 0,367 796,46 900 88,49 % 84,12 %
2
(rendah) 0,363 737,46 900 81,94 %
3
1 0,375 884,95 1200 73,74 %
12000 0,382 1238,93 1200 103,24% 99,96 %
2
(tinggi) 0,388 1474,92 1200 122,9 %
3
1 0,386 1209,43 1500 80,62 %
15000 0,385 1327,43 1500 88,49 % 81,94 %
2
(sedang) 0,377 1150,44 1500 76,69 %
3
Rata-rata % recovery 88,67 %
Kesalahan sistematik 11,33 %


Kadar sampel
X1 = X2 = X3 =

= 9699,11 ppm = 9551,62 ppm = 9492,62 ppm

 Kadar sampel + baku 9000 ppm

X1 = X2 = X3 =
= 10284,86 ppm = 10348,08 ppm = 10230,08 ppm

 Kadar terukur = (kadar sampel +baku 9000 ppm) – kadar sampel

X1 = 10436,57 – 9699,11 X2 = 9846,60 – 8578,17 X3 = 10230,08 – 9492,62


= 737,463 ppm = 796,46 ppm = 737,463

46
 Kadar sebenarnya 900000 µg dalam 100 ml = 9000 µg/ml
Pengenceran

V1 . M1 = V2 . M2

1ml . 9000 µg/ml = 10 . M2 M2

= 900 µg/ml

 Perolehan kembali baku 9000 ppm

% recovery = x 100%

 Akurasi 9000 ppm

% recovery = x 100% = 81,94 %


% recovery = x 100% = 88,49 %

% recovery = x 100% = 81,94 %

Rata-rata % recovery = = 84,12 %

Kesalahan sistematik = 100% - % recovery rata-rata

= 100% - 88,67 %

= 11,33 %

47
Lampiran 6. Perhitungan uji presisi

presisi Konsentrasi absorbansi kadar (x) x-x` 2


(x-x`)
(Ppm)

1 9000 0,395 11174,04 -240,90 58035,03


2 9000 0,412 11675,51 260,57 67896,88
3 9000 0,404 11439,52 24,58 604,27
4 9000 0,390 11026,54 -388,39 150852,42
5 9000 0,410 11616,51 201,57 40631,77
6 9000 0,408 11557,52 142,57 20327,97

rata-rata (x`) 11414,94


jumlah 338348,37
SD 260,13
RSD 2,27%
ketelitian alat 99,97%

Kadar (x)
y = 0,0000339x + 0,0162

x=

X1 = = 11174,04 ppm

X2 = = 11675,51 ppm

X3 = = 11439,52 ppm

X4 = = 11026,54 ppm

X5 = = 11616,51ppm

48
X6 = = 11557,52 ppm

SD =

= 260,13

RSD = x 100%
= x 100%

= 2,27%

Ketelitian alat= 100% -

= 100% -

= 99,97%

49
Lampiran 7. Perhitungan kadar kafein dalam sampel
Andungsari Absorbansi Kadar (ppm) kadar b/b
1 0,345 9699,11 0,646 %
2 0,340 9551,62 0,636%
3 0,338 9492,62 0,632 %

Rata-rata 0,638 %

Canephora Absorbansi Kadar (ppm) kadar b/b


1 0,455 12943,95 0,862 %
2 0,512 14625,36 0,975 %
3 0,503 14359,88 0,957 %

Rata-rata 0,931 %

Contoh perhitungan kadar kafein dalam sampel


kopi Kadar (x)

x=

Kadar Andungsari


x1 = = 9699,11 ppm (dalam 10 ml ekstrak kafein)

berat = konsentrasi x volume

= 9699,11 mg/L x 0,01 L

= 96,99 mg

= 0,0096 gram

% b/b = x 100%
% b/b = x 100 %

= 0,646 %

50
Lampiran 8. Perhitungan batas komsumsi kopi Andungsari dan kopi Canephora

Kopi Andungsari

150mg/hari = 0,150 g/hari

=
=

=
= 23,5 gram/hari

50mg/sajian = 0,05g/sajian

=
=

= 7,83 gram/sajian

Kopi Canephora 150mg/hari =

0,150 g/hari

=
=

=
= 16,12 gram/hari

50mg/sajian = 0,05g/sajian

=
=

=
= 5,37 gram/sajian

51
Lampiran 9. Perhitungan uji t

Sampel Rata-rata kadar t tabel Kesimpulan


t hitung
(% b/b)
Andungsari 0,638 % 2,776 ada perbedaan
8,37
Canephora 0,931%

2 2
Variansi Si = (∑x-x)

2
Si andungsari =

=
= 0,00005

2
Si canephora =

=
=0,00363
t hitung = x

t hitung = x

= x

= x 2,45

= 8,37

Uji t 95% = 0.05 Df = n1+n1-2


t /2 = dk = 3+3-2
t 0.25 = 4 =4

52
t tabel = 2,776

t hitung = 7,68

t hitung > t tabel yaitu 7,68 > 2,776

maka Ho ditolak, Hi diterima

artinya, ada perbedaan bermakna kadar kafein antara kopi Andungsari dan kopi
Canephora

53
Lampiran 10. Nilai –nilai dalam distribusi t (df = 1-40)

54

You might also like