You are on page 1of 17

LAPORAN PENDAHULUAN

“ APENDISITIS AKUT”

Disusun Oleh,
Wa Ode Srirahayu
14420170016

Preseptor
Preseptor Lahan Preseptor Institusi

( ) ( )

KEPERAWATAN GAWAT
DARURAT DAN DISASTER NERSING
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018
RESUME KEPERAWATAN PADA Nn. D DENGAN APENDISITIS AKUT
DI RUANG IGD RS. TK. II PELAMONIA MAKASSAR

Disusun Oleh,
Wa Ode Srirahayu
14420170016

Preseptor
Preseptor Lahan Preseptor Institusi

( ) ( )

KEPERAWATAN GAWAT
DARURAT DAN DISASTER NERSING
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018
AP PENDISITIS AKUT

A. KONSEP MEDIS

1. Defenisi

Apendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya

kira-kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup

ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara

teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif, dan

lumennya kecil, apendiks cendedrung menjadi tersumbat dan

terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis) (Smeltzer, C, & Bare,

2001).

Apendisitis, penyebab paling umum inflamasi akut pada

kuadran bawah kanan dari rongga abdomen adalah penyebab

paling umum untuk bedah abdomen darurat. Kira-kira 7 % dari

populasi akan mengalami apendisitis pada waktu yang bersamaan

dalam hidup mereka, pria lebih sering dipengaruhi dari pada wanita,

dan remaja lebih sering pada orang dewasa. Meskipun ini dapat

terjadi pada usia berapapun, apendisitis paling sering terjadi antara

usiaa 10 dan 30 tahun.

Appendicitis adalah : Peradangan dari appendiks

vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling

sering. (Arif Mansjoer ddk, 2013).


2. Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :

a. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau

segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal.

Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.

b. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau

parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis

kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan

pada usia tua.

3. Etiologi

Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik

tetapi ada factor prediposisi Yaitu :

a. Factor yang tersering adalah obtruksi lumen. Pada umumnya

obstruksi ini terjadi karena :

1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab

terbanyak

2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks

3) Adanya benda asing seperti biji – bijian

4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan

sebelumnya

b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan

streptococcus
c. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur

15 – 30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena

peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.

d. Tergantung pada bentuk appendiks

1) Appendik yang terlalu panjang

2) Messo appendiks yang pendek

3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks

4) Kelainan katup di pangkal appendiks

4. Patofisiologi

Appendiks terinflamasi dan mengalami edama sebagai

akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit ( massa

keras dari fecces) atau benda asing. Proses inflamasi

meningkatkan tekanan intaraluminal, menimbulkan nyeri atas atau

menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam

terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya

appendiks yang terinflamasi terisi pus (Smeltzer, C, & Bare, 2001).

5. Manifestasi klinis

Menurut Smeltzer, C, & Bare, (2001) tanda dan gejala yang muncul

pada apendisitis akut yaitu :

a. Nyeri kuadran bawah biasanya disertai dengan demam derajat

rendah, mual, dan sering kali muntah.

b. Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara umbilicus

dan spina anterior dari ilium) nyeri tekan setempat


karenatekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot rectum

kanan.

c. Nyeri alih mungkin saja ada, letak appendiks mengakibatkan

sejumlah nyeri tekan, spasme otot, dan konstipasi atau diare

d. Tanda rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran

kanan bawah, yang menyebabkan nyeri pada kuadran kiri

bawah)

e. Jika terjadi ruptur appendiks, maka nyeri akan menjadi lebih

menyebar, terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan

kondisi memburuk.

6. Kompikasi

Apabila tindakan operasi terlambat, timbul komplikasi sebagai

berikut :

a. Peritonitis generalisata karena ruptur appendiks

b. Abses hati

c. Septi kemia

7. Penatalaksanaan

a. Perawatan prabedah perhatikan tanda – tanda khas dari nyeri

Kuadran kanan bawah abdomen dengan rebound tenderness

(nyeri tekan lepas), peninggian laju endap darah, tanda psoas

yang positif, nyeri tekan rectal pada sisi kanan. Pasien disuruh

istirahat di tempat tidur, tidak diberikan apapun juga per orang.


Cairan intravena mulai diberikan, obat – obatan seperti laksatif

dan antibiotik harus dihindari jika mungkin.

b. Terapi bedah : appendicitis tanpa komplikasi, appendiktomi

segera dilakukan setelah keseimbangan cairan dan gangguan

sistemik penting.

c. Terapi antibiotik, tetapi anti intravena harus diberikan selama 5

– 7 hari jika appendicitis telah mengalami perforasi.

B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a) Anamnese

1) Identitas

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau

jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa, nama

orang tua, alamat, umur pendidikan, pekerjaan, pekerjaan

orang tua, agama dan suku bangsa.

2) Riwayat penyakit sekarang

Klien dengan post appendiktomy mempunyai keluhan utama

nyeri yang disebabkan insisi abdomen.

3) Riwayat penyakit dahulu

Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti

hipertensi, operasi abdomen yang lalu, apakah klien pernah

masuk rumah sakit, obat-abatan yang pernah digunakan


apakah mempunyai riwayat alergi dan imunisasi apa yang

pernah diderita.

4) Riwayat penyakit keluarga

Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit diabetes

mellitus, hipertensi, gangguan jiwa atau penyakit kronis

lainnya uapaya yang dilakukan dan bagaimana

genogramnya.

5) Pola Fungsi Kesehatan

a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan,

alkohol dan kebiasaan olah raga (lama frekwensinya),

bagaimana status ekonomi keluarga kebiasaan merokok

dalam mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.

b) Pola Tidur dan Istirahat

Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat

sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur

klien.

c) Pola aktifitas

Aktifitas dipengaruhioleh keadaan dan malas bergerak

karena rasa nyeri luka operasi, aktifitas biasanya terbatas

karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah

pembedahan.

d) Pola hubungan dan peran


Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak

bisa melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam

masyarakat, penderita mengalami emosi yang tidak

stabil.

e) Pola sensorik dan kognitif

Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan,

pearaan serta pendengaran, kemampuan berfikir,

mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu

dan tempat.

f) Pola penanggulangan stress

Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi

masalah.

g) Pola tata nilai dan kepercayaan

Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan

bagaimana cara klien mendekatkan diri dengan tuhan

selama sakit.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Status kesehatan umum

Kesadaran biasanya kompos mentis, ekspresi wajah

menahan sakit tanpa sakit ada tidaknya kelemahan.

2) Integumen

Ada tidaknya oedem, sianosis, pucat, pemerahan luka

pembedahan pada abdomen sebelah kanan bawah.


3) Kepala dan Leher

Ekspresi wajah kesakitan pada konjungtiva lihat apakah ada

warna pucat.

4) Thoraks dan Paru

Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan

nafas, gerakan cuping hidung maupun alat Bantu nafas

frekwensi pernafasan biasanya normal (16 – 20 kali permenit).

Apakah ada ronchi, whezing, stridor.

5) Abdomen

Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya

pristaltik pada usus ditandai dengan distensi abdomen, tidak

flatus dan mual, apakah bisa kencing spontan atau retensi

urine, distensi supra pubis, periksa apakah produksi urine

cukup, keadaan urine apakah jernih, keruh atau hematuri jika

dipasang kateter periksa apakah mengalir lancar, tidak ada

pembuntuan serta terfiksasi dengan baik.

6) Ekstremitas

Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri

yang hebat, juga apakah ada kelumpuhan atau kekakuan.

c. Pemeriksaan Penunjang.

1) Pemeriksaan Laboratorium

a) Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk

melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang


menyerang pada appendicitis akut dan perforasi akan

terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi.

b) Hb (hemoglobin) nampak normal

c) Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan

appendicitis infiltrat

d) Urine penting untuk melihat apa ada insfeksi pada ginjal.

2) Pemeriksaan Radiologi

Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan

diagnosaappendicitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi

kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut :

a) Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara

dan cairan

b) Kadang ada fekolit (sumbatan)

c) Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas

dalam diafragma

2. Diagnosis

a. Nyeri (akut) b/d distensi jaringan usus, inflamasi, adanya luka

operasi

b. Defisit volume cairan elektrolit tubuh b/d mual dan muntah

c. Resiko infeksi b/d perforasi atau ruptur appendiks, peritonitis,

pembentukan abses

d. Kurang pengetahuan b/d kurang mengingat, atau kurangnya

insformasi
3. Intervensi

a. Nyeri b/d distensi jaringan usus, inflamasi, adanya luka operasi

Tujuan : Nyeri hilang/berkurang dengan criteria (pasien tampak

rileks, mampu tidur atau istirahat)

No Intervensi Rasionalisasi

1 Kaji nyeri, catat Dapat diketahui tingkat nyeri

lokasi,karakteristik beratnya. pasien,

Pertahankan istirahat dengan Posisi ini mengurangi


2
mempertahankan istirahat ketegangan pada insisi dan
dengan posisi semi fowler organ – organ abdomen

3 Berikan aktivitas hiburan Mengalihkan pasien dari rasa

nyeri

4 Ajarkan tehnik relaksasi Mengurangi ketegangan dapat

dengan napas dalam mengurangi

Berkolaborasi dalam Sebagai mitra kita perlu


5
pemberian analgesic berkolaborasi dengan dokter

,apabila nyeri pasien tidak dapat

hilang dengan posisi dan tehnik

relaksasi
b. Resiko defisit volume cairan elektrolit tubuh b/d mual dan

muntah

Tujuan : defisit volume cairan tidak terjadi, ditunjukan dengan

(turgor kulit baik, kelembaban membran mukosa baik,tanda –

tanda vital stabil dan keluaran urine adekuat.

No Intervensi Rasionalisasi

1 Kaji tanda – tanda vital Tanda – tanda vital sangat

membantu mengidentifikasi

fluktuasi volume intravaskuler

Turgor kulit dan membran


2 Kaji membran mukosa, turgor
mukosa merupakan indikasi
kulit dan pengisian kapiler
status hidrasi serta keadekuatan

sirkulasi perifer

Penurunan output urine pekat


Kaji dan catat intake dan output
3.
dan peningkatan berat jenis
cairan secara teliti, termasuk
diduga dehidrasi/ kebutuhan
urine output,catat warna
peningkatan cairan.
urine/konsentrasi dan jenis

Dapat menurunkan iritasi gaster


Berikan cairan peroral atau
4 parenteral sesuai anjuran dan dan muntah serta meminimalkan

lanjutkan dengan diet sesuai kehilangan cairan

toleransi

c. Resiko infeksi b/d perporasi atau ruptur appendiks, peritonitis,

pembentukan abses

Tujuan : infeksi tidak terjadi ditandai dengan ( tidak dijumpainya

tanda – tanda infeksi,inflamasi,drainase purulenta, eritema dan

demam)

No Intervensi Rasionalisasi

1 Awasi dan catat tanda – tanda Segera timbulnya dugaan infeksi

vital, perhatikan bila ada atau terjadinya sepsis, abses

demam berkeringat, perubahan peritonitis memudahkan perawat

mental, meningkatnya nyeri merencanakan dan melakukan

abdomen tindakan keperawatan secara dini.

2 Dapat menrukan atau mencegah

terjadinya infeksi
Lakukan pencucian tangan

yang baik dan perawatan luka

septic sesuai prosedur kerja


3 Pantau insisi luka dan balutan, Memberikan deteksi dini terjadinya

catatan karakteristik drainase situasi proses infeksi atau

luka/ adanya eritema pengawasan penyembuhan

4
Berikan informasi yang tepat Suatu informasi yang akurat

dan jujur pada klien atau orang memberikan pengetahuan tentang

terdekatnya tentang kondisi adanya kemajuan situasi sehingga

klien memberikan dukungan emosi,

membantu menurunkan

kecemasan
Kolaborasi dalam pemberian
Memungkinkan penurunan jumlah
abat – obat antibiotik
5 organisme terutama pada infeksi

yang telah ada sebelumnya


d. Kurang pengetahuan b/d kurang mengingat, kurang informasi

Tujuan : pengetahuan pasien tantang proses penyakitnya

bertambah

No Intervensi Rasionalisasi

1 Kaji pembatasan aktivitas pasien Memberi informasi pada klien

untuk merencanakan kembali

rutinitas tanpa menimbulkan

masalah

Mencegah elemahan,

2 Dorong aktivitas sesuai toleransi meningkatkan penyembuhan

dengan periode istirahat dan mepermudah aktifitas

normal

Pemehaman meningkatkan
Diskusikan mengenai perawatan
3 kerjasama dalam program
dengan pasien dan keluarga
terapi, meningkatkan

penyembuhan dan proses

perbaikan
DAFTAR PUSTAKA

Gloria M. Bulechek, (et al).2013. Nursing Interventions Classifications

(NIC) 6th Edition. Missouri: Mosby Elsevier

Moorhed, (et al). 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th

Edition. Missouri: Mosby Elsevier

NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan

Klasifikasi 2015-2017. Editor, T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made

Sumarwati, Dan Nike Budhi Subekti ; Editor Edisi Bahasa Indonesia,

Barrah Bariid, Monica Ester, Dan Wuri Praptiani. Jakarta; EGC

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2.

Jakarta:EGC

Smeltzer Suzanne C 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica

Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC;

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan

Indonesia Defenisi dan Indikator Diagnosis. Edisi 1. Jakarta : Dewan

Pengurus Pusat PPNI

You might also like