You are on page 1of 77

ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI

EKSTRAK AKAR TANAMAN DAUN AFRIKA (Vernonia


amygdalina Delile)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana


Farmasi (S.Farm.) di bidang studi Farmasi Fakultas MIPA

Oleh :
ADNAN
08061181419007

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
ii

HALAMAN PENGESAHAN MAKALAH SEMINAR HASIL

Judul Makalah Hasil : ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI


EKSTRAK AKAR TANAMAN DAUN AFRIKA
(Vernonia amygdalina Delile)
Nama Mahasiswa : ADNAN
NIM : 08061181419007
Jurusan : FARMASI
Telah dipertahankan di hadapan Pembimbing dan Pembahas pada Seminar
Hasil di Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sriwijaya pada tanggal 20 April 2018 serta telah diperbaiki, diperiksa,
dan disetujui sesuai dengan saran yang diberikan.

Inderalaya, 27 April 2018

Pembimbing:
1. Dr. Muharni, M.Si. (......................................................)
NIP. 196903041994122001
2. Fitrya, M.Si., Apt. (......................................................)
NIP. 197212101999032001
Pembahas:
1. Dr. Hj. Budi Untari, M.Si., Apt. (......................................................)
NIP. 195810261987032002
2. Prof. Dr. Elfita, M.Si. (......................................................)
NIP. 196903261994122001
3. Indah Solihah, M.Sc., Apt. (......................................................)
NIPUS.198803082014082201
Mengetahui,
Ketua Jurusan Farmasi
Fakultas MIPA, UNSRI

Dr.rer.nat. Mardiyanto, M.Si., Apt.


NIP. 197103101998021002
iii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Skripsi : ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER


DARI EKSTRAK AKAR TANAMAN DAUN AFRIKA
(Vernonia amygdalina Delile)
Nama Mahasiswa : ADNAN
NIM : 08061181419007
Jurusan : FARMASI

Telah dipertahankan di hadapan Pembimbing dan Pembahas pada Seminar


Hasil di Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
(MIPA) Universitas Sriwijaya pada tanggal 9 Mei 2018 serta telah diperbaiki,
diperiksa, dan disetujui sesuai dengan saran yang diberikan.

Inderalaya, 16 Mei 2018

Ketua:
1. Fitrya, M.Si., Apt. (......................................................)
NIP. 197212101999032001
Anggota:
1. Dr. Muharni, M.Si. (......................................................)
NIP. 196903041994122001
2. Prof. Dr. Elfita, M.Si. (......................................................)
NIP. 196903261994122001
3. Najma Annuria Fithri, M.Sc., Apt. (......................................................)
NIP. 198803252015042002
4. Annisa Amriani, M.Farm., Apt. (......................................................)
NIPUS. 198412292014082201
Mengetahui,
Ketua Jurusan Farmasi
Fakultas MIPA, UNSRI

Dr.rer.nat. Mardiyanto, M.Si., Apt.


NIP. 197103101998021002
iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama Mahasiswa : Adnan
NIM : 08061181419007
Fakultas/Jurusan : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam/Farmasi
Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan karya ilmiah ini
belum pernah diajukan sebagai pemenuhan persyaratan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan strata satu (S1) dari Universitas Sriwijaya maupun perguruan tinggi
lain. Semua informasi yang dimuat dalam skripsi ini yang berasal dari penulis lain
baik yang dipublikasikan atau tidak telah diberikan penghargaan dengan mengutip
nama sumber penulis secara benar. Semua isi dari skripsi ini sepenuhnya menjadi
tanggung jawab saya sebagai penulis.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Inderalaya, 16 Mei 2018


Penulis,

Adnan
NIM. 08061181419007
v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK


KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sriwijaya, yang bertanda tangan di bawah


ini:
Nama Mahasiswa : Adnan
NIM : 08061181419007
Fakultas/Jurusan : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam/Farmasi
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Sriwijaya “hak bebas royalti non-ekslusif” (non-exclusively
royalty-freeright) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “Isolasi Senyawa
Metabolit Sekunder dari Ekstrak Akar Tanaman Daun Afrika (Vernonia
amygdalina D.)” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas
royalti non-ekslusif ini Universitas Sriwijaya berhak menyimpan, mengalih
media/memformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir atau skripsi saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Inderalaya, 16 Mei 2018


Penulis,

Adnan
NIM. 08061181419007
vi

HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO

(Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)

“Dia memberikan hikmah (ilmu yang berguna) kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Baramg siapa yang mendapat hikmah itu sesungguhnya ia telah mendapat kebajikan
yang banyak. Dan tiadalah yang menerima peringatan melainkan orang-orang yang
berakal”(QS. Al-Baqarah: 269)

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu yang Menciptakan, Dia telah Menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhan-mulah Yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia)
dengan perantaraan qalam. Dia Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya” (Q.S Al-‘Alaq
: 1-5)

“Barang siapa yang menempuh suatu perjalanan dalam rangka untuk menuntut ilmu maka
Allah akan mudahkan baginya jalan ke surga.” (Abu Hurairah radhiyallahu ‘ anhu)

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat” (Q.S Al-Mujadalah : 11)

Karya sederhana ini kupersembahkan untuk :


 ALLAH SWT pemilik jagad raya beserta seluruh isinya.
 Muhammad SAW sejatinya suri tauladan dalam kehidupan.
 Pak Zaili & Bu Mahani, bapak dan ibu tercinta yang kasihnya tiada
tara.
 Yuk Lilim, Yuk Icoh dan Zilul, tiga saudaraku tercinta sedunia
 Seluruh keluarga besarku serta sahabat dan teman seperjuangan yang
selalu memberikan dukungan tanpa berharap imbalan.

ALMAMATER KU TERCINTA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDERALAYA
vii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam yang atas rahmat dan
karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan
skripsi yang berjudul “Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstrak akar
Tanaman Daun Afrika (Vernonia amygdalina Delile). Skripsi ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Farmasi di Jurusan
Farmasi pada Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya. Selain itu, skripsi ini ditulis
untuk memberikan informasi mengenai kandungan kimia yang terdapat dalam
tanaman akar daun afrika .
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian maupun penyusunan skripsi ini
tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak (Zaili) dan Ibunda (Mahani) tercinta, yang selalu melangitkan do’a
pada Yang Maha Kuasa, memberikan keteladanan, motivasi, dukungan
moril dan materil serta mengajarkan apa artinya kerja keras dalam
kehidupan.
2. Ayuk Halimah Tuzuriah, Iga Hafsotun, dan Zilul Firnanda untuk semangat
yang diberikan saat ujian sehingga aku mendapatkan hasil yang melebihi
target.
3. Rektor Universitas Sriwijaya dan Dekan Fakultas MIPA atas sarana dan
prasarana yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi
dengan baik dan lancar.
4. Bapak Dr.rer.nat. Mardiyanto, M.Si., Apt. selaku Ketua Program Studi
Farmasi FMIPA Unsri yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk melakukan penelitian dan penyusunan skripsi.
5. Ibu Indah Solihah, M.Sc., Apt. selaku pembimbing akademik yang telah
bersedia meluangkan waktu, memberikan ilmu, arahan dan saran, serta
semangat dan motivasi untuk mengejar masa depan selama penulis kuliah
dar awal sampai melakukan penelitian hingga penyusunan skripsi
terselesaikan.
6. Ibu Dr. Muharni, M.Si. selaku pembimbing pertama dan Ibu Fitrya, M.Si.,
Apt. selaku pembimbing kedua yang telah bersedia meluangkan waktu,
viii

memberikan ilmu, arahan dan saran, serta semangat dan motivasi untuk
mengejar masa depan selama penulis melakukan penelitian hingga
penyusunan skripsi terselesaikan.
7. Ibu Prof. Dr. Elfita, M.Si., Indah Solihah, M.Sc., Apt., dan Dr. Hj. Budi
Untari, M.Si., Apt. selaku dosen penguji dan pembahas yang telah banyak
memberikan masukan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
8. Seluruh dosen Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Sriwijaya yang
telah memberikan pengetahuan, wawasan, dan bantuan dalam studi baik di
dalam maupun di luar kampus selama perkuliahan.
9. Seluruh staf (Kak Ria dan Kak Adi) dan analis laboratorium (Kak Tawan,
Kak Erwin, Kak Put, Kak Isti, Kak Fitri, Kak Icen, dan Kak Irma) Jurusan
Farmasi FMIPA Universitas Sriwijaya yang telah banyak memberikan
bantuan sehingga penulis bisa menyelesaikan studi tanpa hambatan.
10. Pak Dirman dan analis laboratorium dasar bersama yang tidak bisa disebut
satu persatu Universitas Sriwijaya yang begitu banyak memberikan
bantuan dan ilmu pengetahuan hingga akhirnya penelitian berjalan dengan
lancar.
11. Tim isolasi senyawa metabolit sekunder (Kak Imam dan Riska Adilah)
yang selalu ada selama penelitian dari awal sampai akhir, yang rela
menunggu dari pagi sampai malam, sekali lagi terimakasih untuk kalian
berdua.
12. Teman-teman MRCL (MARCOL) (Kak Ario, Pj alias ek ok, Kak Agus,
Kak Yudis, Wak Edi, Bang Dul, Bang Arief, Wak Yadin, Kak Yasin, Kak
Thio, Kak Fithri, Ridho, Kak Qori, Wendy, Ucok, Rahman, Bross
Bersaudara, Tot, Kak Irvan, Mario, Kak Okta, Kak Herpi, dan Ivan)
karena kalian beban hidup terasa tidak terlalu berat.
13. Fiony, Memes, Ipik, dan Evi yang sudah bersedia membantu dan selalu
bersedia direpotin walaupun sering ngoceh nggak jelas. Terima Kasih!
Damay alias enti wanita kesepian wanita pedofil yang selalu ada dalam
senang dan duka, yang mau mendengarkan curhatan peneliti berjam-jam
walaupun sama-sama curhat, yang selalu mentraktir makanan, terimakasih
atas waktunya selama ini, Kamu Luar Biasa!!! Ria, Veni, Pina, dan Ajeng
ix

yang selalu mengasih semangat selama peneliti kuliah dari semester awal
sampai peneliti mendapatkan gelar sarjana, Terima Kasih!!!
14. Diva, Syabrina, Dyah, Merie, Adel, Vivi, dan Asgaf yang sering ngasih
masukan untuk peneliti dalam hal kuliah maupun hal lainnya.
15. Teman seperjuangan Farmasi 2014 kelas A dan B yang aku banggakan
yang mampu menciptakan gelak tawa dan menghibur jika banyak tugas
dan laporan menumpuk.
16. Teman mainku yang dari SMA sampai sekarang Milo (Fahmi, Rizki,
Mega, Romi alias paklek, Haris, Ojan, Febi alias jenong, Ulma, Atun,
indah alias aliong, dan Ewik ) terima kasih sudah memberi semangat
selama ini. I love them so much!
17. Seluruh kakak tingkat 2011, 2012, 2013, dan adik-adik angkatan 2015,
2016 dan 2017 yang telah memberikan dukungan serta semangat kepada
penulis selama perkuliahan, penelitian, dan penyusunan skripsi hingga
selesai yang turut melengkapi cerita dalam perjuangan meraih toga.
18. Siapapun yang telah memberikan do’a, dorongan serta bantuan, Allah
jualah yang Maha Bijaksana dan Maha Pembalas dengan sangat sempurna.
Penulis sangat bersyukur dan berterimakasih atas segala kebaikan,
bantuan, dukungan, dan motivasi yang diberikan dari semua pihak yang telah
membantu selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Semoga Allah
memberkahi dan membalas setiap kebaikan semua pihak yang membantu. Penulis
menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat memberikan banyak
manfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Inderalaya, 16 Mei 2018


Penulis,

Adnan
NIM. 08061181419007
x

Isolation of Secondary Metabolite Compounds from African Leaf Plant’s


Root Extract (Vernonia amygdalina Delile)

Adnan
08061181419007

ABSTRACT

Vernonia amygdalina Delile (african leaf) is a traditional medicine of the


Asteraceae family. Phytochemical screening of secondary metabolites of african
leaf plant’s root showed the presence of alkaloids, flavonoids, and terpenoids.
This research aimed to isolate the secondary metabolite compounds from the roots
of african leaf plants. The method of extraction was done by multilevel
maceration. The separation of secondary metabolite compounds was done by
column chromatography and thin layer chromatography technique. Pure
compound in the form of white colored crystals as much as 11 mg was obtained.
The structure of the compound was determined based on the data analysis of UV-
Vis, FT-IR, 1H-NMR, 13C-NMR, and HSQC spectrophotometric and also by
comparing the data obtained from the literature. Based on the analysis, the
isolated compound belonged to triterpenoid group specifically lupeol.

Keyword(s): triterpenoid, lupeol, Vernonia amygdalina root


xi

Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstrak Akar Tanaman Daun


Afrika (Vernonia amygdalina Delile)

Adnan
08061181419007

ABSTRAK

Vernonia amygdalina Delile (daun afrika) merupakan obat tradisional famili


asteraceae. Skrining fitokimia metabolit sekunder akar tanaman daun afrika
menunjukkan adanya kandungan alkaloid, flavonoid dan terpenoid. Penilitian ini
bertujuan untuk mengisolasi senyawa metabolit sekunder dari akar tanaman daun
afrika. Metode ekstraksi dilakukan dengan maserasi bertingkat. Pemisahan
senyawa metabolit sekunder dilakukan dengan teknik kromatografi kolom dan
kromatografi lapis tipis. Kristal senyawa murni didapatkan bewarna putih
sebanyak 11 mg. Struktur senyawa ditentukan berdasarkan analisis data
spektrofotometri UV-Vis, FT-IR, 1H-NMR, 13C-NMR, dan HSQC serta dengan
membandingkan data yang diperoleh dari literatur. Berdasarkan hasil analisis,
senyawa yang berhasil diisolasi termasuk golongan triterpenoid yaitu lupeol.

Kata kunci: triterpenoid, lupeol, akar Vernonia amygdalina


xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN MAKALAH SEMINAR HASIL ................... ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ......................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH .................... iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIK ....................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO ............................................. vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
ABSTRACT ....................................................................................................... x
ABSTRAK ...................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xvii
DAFTAR ISTILAH ....................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 4
2.1 Tanaman Vernonia amygdalina Delile .................................. 4
2.2 Khasiat dan Kegunaan Tanaman Daun Afrika ....................... 5
2.3 Kandungan Kimia dan Aktivitas Biologis Daun Afrika ........ 6
2.4 Kandungan Kimia Genus Vernonia ....................................... 10
2.5 Metabolit Sekunder Triterpenoid ........................................... 11
2.5.1 Biosintesis Triterpenoid ............................................. 12
2.6 Ekstraksi ................................................................................. 13
2.7 Fraksinasi ................................................................................ 15
2.8 Identifikasi Struktur ................................................................ 18
2.8.1 Spektrofotometri UV-Vis ........................................... 18
2.8.2 Spektrofotometri IR .................................................... 20
2.8.3 Spektrofotometri 1H-NMR ......................................... 22
2.8.4 Spektrofotometri 13C-NMR ........................................ 22
2.8.5 Spektroskopi NMR 2D ............................................... 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 25
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 25
3.2 Alat dan Bahan ....................................................................... 25
3.2.1 Alat-alat ...................................................................... 25
3.2.2 Bahan-bahan ............................................................... 25
3.3 Prosedur Kerja . ....................................................................... 26
xiii

3.3.1 Ekstraksi ..................................................................... 26


3.3.2 Kromatografi Lapis Tapis ........................................... 26
3.3.3 Pemisahan dan Pemurnian ......................................... 27
3.3.4 Identifikasi Senyawa Hasil Kolom ............................. 28
3.3.4.1 Spektrofotometri UV-Vis ............................. 28
3.6.4.2 Spektrofotometri FT-IR ............................... 28
3.3.4.3 Spektrofotometri 1H-NMR dan 13C-NMR ... 28
3.4 Analisis Data .......................................................................... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 30
4.1 Uji Fitokimia ......................................................................... 30
4.2 Ekstraksi ................................................................................ 30
4.3 Pemisahan dan Pemurnian Senyawa Triterpenoid / Steroid
dari Etil Asetat Tanaman Daun Afrika ................................. 31
4.4 Uji Kemurnian Senyawa Hasil Isolasi ................................... 35
4.5 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi ........................................ 36
4.5.1 Identifikasi dengan Spektrum UV .............................. 36
4.5.2 Identifikasi dengan Spektrum IR ............................... 36
4.5.3 Identifikasi dengan Spektrum NMR .......................... 37
4.5.3.1 Identifikasi dengan Spektrum 1H-NMR ....... 37
4.5.3.2 Identifikasi dengan Spektrum 13C-NMR ...... 40
4.5.3.3 Identifikasi dengan Spektrum NMR 2D
HSQC ............................................................ 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 46
5.1 Kesimpulan ............................................................................ 46
5.2 Saran ....................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 47


LAMPIRAN ..................................................................................................... 51
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... 59
xiv

DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 1. Kandungan nutrisi daun afrika dalam 100 g ............................... 6


Tabel 2. Serapan khas beberapa gugus fungsi .......................................... 21
Tabel 3. Hasil skrining fitokimia ekstrak akar Vernonia amygdalina ...... 30
Tabel 4. Penggabungan hasil kromatografi kolom gravitasi fraksi
n-heksana .................................................................................... 33
Tabel 5. Penggabungan hasil kromatografi kolom gravitasi fraksi etil
asetat ........................................................................................... 34
Tabel 6. Puncak-puncak serapan pada spektrum IR ................................. 38
Tabel 7. Data geseran kimia proton dan karbon dari spektrum 1H dan
13
C NMR dalam CDCl3 serta data lupeol pembanding .............. 45
xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Vernonia amygalina Delile .................................................... 5


Gambar 2. Senyawa seiskuiterpen lakton pada daun afrika ..................... 7
Gambar 3. Senyawa flavonoid pada daun afrika ..................................... 8
Gambar 4. Senyawa steroid pada daun afrika .......................................... 9
Gambar 5. Metabolit sekunder akar daun afrika ...................................... 10
Gambar 6. Isolasi senyawa triterpenoid pada genus Vernonia ................ 11
Gambar 7. Skualena ................................................................................. 11
Gambar 8. Triterpenoid tetrasiklik ........................................................... 12
Gambar 9. Reaksi biosintesis triterpenoid ............................................... 13
Gambar 10. Kromatografi kolom terbuka .................................................. 16
Gambar 11. Pola KLT hasil kolom gravitasi ekstrak n-heksana ................ 31
Gambar 12. Pola KLT hasil kolom gravitasi ekstrak n-heksana ................ 32
Gambar 13. Pola KLT hasil kolom gravitasi ekstrak etil asetat ................. 33
Gambar 14. Kromatogram fraksi ekstrak etil asetat akar tanaman daun
afrika ...................................................................................... 33
Gambar 15. Kromatografi fraksi etil asetat ................................................ 34
Gambar 16. KLT fraksi FEA1 dengan 3 variasi eluen setelah disemprot
dengan serium sulfat dan kristal putih akar tanaman daun
afrika ...................................................................................... 35
Gambar 17. Spektrum UV senyawa hasil isolasi ....................................... 36
Gambar 18. Spektrum IR senyawa hasil isolasi ......................................... 37
Gambar 19. Spektrum H-NMR total senyawa hasil isolasi ....................... 38
Gambar 20. Penggalan spektrum H-NMR pada 0,74 – 1,95 dan
1,46 – 1,84 . ............................................................................. 39
Gambar 21. Spektrum C-NMR total senyawa hasil isolasi ....................... 40
Gambar 22. Spektrum NMR 2D HSQC total senyawa hasil isolasi .......... 41
Gambar 23. Penggalan spektrum NMR 2D HSQC senyawa hasil
isolasi ..................................................................................... 42
Gambar 24. Penggalan spektrum NMR 2D HSQC karbon sp2 ................. 43
Gambar 25. Struktur senyawa lupeol ......................................................... 45
xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Skema Kerja Pemisahan Ekstrak N-Heksana ..................... 51


Lampiran 2. Skema Kerja Pemisahan Ekstrak Etil Asetat ...................... 52
Lampiran 3. Hasil Determinasi Tumbuhan Vernonia amygdalina ......... 53
Lampiran 4. Dokumentasi Proses Ekstraksi ............................................ 54
Lampiran 5. Dokumentasi Proses Fraksinasi dan Isolasi ........................ 55
Lampiran 6. Dokumentasi Hasil Identifikasi KLT .................................. 56
Lampiran 7. Penggalan Spektrum NMR 2D HSQC Metilen .................. 57
Lampiran 8. Perhitungan Persen Rendemen ........................................... 58
xvii

DAFTAR SINGKATAN

ABTS : Azino-bis-etilbenzotiazolin sulfonat


DPPH : 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil
NADPH : Nicotinamide adenine dinucleotide phosphate
mg : miligram
g : gram
IU/g : Internasional unit per gram
nm : nanometer
cm : centimeter
μm : mikrometer
ml : mililiter
GPP : Geranil pirofosfat
DMAPP : Dimetil alil pirofosfat
IPP : Isopentenil pirofosfat
KCC : Kromatografi cair cair
KLT : Kromatografi lapis tipis
Rf : Retention factor
UV Vis : Ultraviolet-visible
FT-IR : Fourier transform infrared spectroscopy
NMR : Nuclear magnetic resonance
GF254 : Gypsum Fluorescent 254
MHz : MegaHertz
HSQC : Heteronuclear single quantum coherence spectroscopy
PPM : Part per million
dd : Doublet of doublet
s : Singlet
ATP : Adenosine trifosfat
SOD : Superoxide dismutase
CAT : Catalase
GPx : Glutathione peroxide
GR : Glutathione reductase
GST : Glutathione S-transferase
GSH : Glutathione content
ROS : Reactive oxygen species
xviii

DAFTAR ISTILAH

J : Tetapan kopling
1
H : Hidrogen-1
13
C : Karbon-13
π : phi
π* : phi star
α : Alfa
ß : Beta
λ : Panjang gelombang
δH : Delta Hidrogen
δc : Delta Karbon
ƩH : Jumlah atom Hidrogen
Ø : Diameter
Ψ : Gamma
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vernonia amygdalina atau yang dikenal dengan daun afrika merupakan

salah satu anggota dari suku Asteraceae (Kigigha and Ebubechukwu, 2015).

Tanaman ini bagian daunnya dikenal secara tradisional untuk pengobatan

diabetes. Aktivitas biologis suatu ekstrak tanaman sangat erat kaitannya dengan

senyawa metabolit sekunder yang dikandungnya. Senyawa metabolit sekunder

terdiri dari alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, dan golongan fenol. Setiap

kelompok ini memberi aktivitas biologis yang bervariasi diantaranya sebagai

antimikroba, antioksidan, antitumor, dan antikanker (Mwanauta et al., 2014).

Penelitian mengenai komponen kimia dari bagian daun afrika telah banyak

dilakukan. Beberapa komponen kimia yang terdapat dalam tumbuhan daun afrika

seperti senyawa golongan saponin, flavonoid, sesquiterpen lakton, fenolik, dan

glikosida steroid. Senyawa yang sudah dilaporkan dari bagian daun diantaranya

3-amino-5-methylhex-5-enyl-3-amino-6-methylhept-6-enyl terephthalate, dan

seiskuiterpen lakton (Ijeh and Chuwoknonso, 2010; Luo et al., 2010; Zenebe et

al., 2015). Ekstrak metanol daun afrika memiliki potensi sebagai antioksidan

dengan % inhibisi 75 – 99,3% terhadap radikal DPPH dan 96,2 – 100% dengan

metode 2,2’-azino-bis-[3-etilbenzotiazolin sulfonat] (ABTS), sedangkan untuk

ekstrak air 29 – 88% terhadap DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) dan 76,8 –

98,3% terhadap 2,2’-azino-bis-[3-etilbenzotiazolin sulfonat] (ABTS). Aktivitas

antioksidan dari ekstrak daun afrika ini diduga erat kaitannya dengan
2

pengggunaan sebagai obat antidiabetes (Erasto et al., 2006; Atanghwo et al.,

2007).

Hasil penelitian mengenai bagian akar tanaman daun afrika belum banyak

dilaporkan. Kajian terkait tanaman daun afrika lebih banyak difokuskan pada

bagian daunnya yang berpotensi sebagai obat dan makanan, sedangkan untuk

bagian lainnya seperti batang dan akar belum banyak dieksplorasi. Penelitian

tentang senyawa metabolit sekunder dari akar tanaman daun afrika baru

ditemukan satu senyawa golongan flavonoid yaitu 7-hidroksi dihidroflavonol, dan

dua senyawa golongan triterpenoid yaitu 18, 19-dehidrolupenil asetat dan α-

amyrin palmitate (Geissler et al., 2002; Yeap et al., 2010; Ramadhani, 2016).

Ekstrak etanol batang dan akar daun afrika juga dilaporkan berkhasiat sebagai

antidiabetes dengan dosis efektif 400 mg/kgBB (Luke et al., 2014).

Penelitian lainnya juga menunjukkan terdapatnya aktivitas antileukimia

dari ekstrak air dingin, air panas, dan ekstrak etanol akar tanaman daun afrika

dengan mayoritas 50 – 75% membunuh sel abnormal pasien pengidap leukemia

limfoblastik akut (Khalafalla et al., 2009). Chin et al. (2006) melaporkan bahwa

dari 52% senyawa kimia baru yang ada di pasaran dalam kurun waktu tahun 1998

sampai 2002, merupakan hasil isolasi dari bahan alami. Produk alami merupakan

sumber penting untuk mendapatkan senyawa baru.

Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan, informasi kandungan kimia

dari bagian akar tanaman daun afrika masih belum banyak dilaporkan, baru

dilaporkan senyawa golongan flavonoid. Melengkapi informasi kandungan kimia

dari bagian akar tanaman daun afrika maka perlu dilakukan penelitian untuk
3

mengisolasi senyawa metabolit sekunder lainnya dan menentukan strukturnya

secara spektroskopi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini

adalah:

1. Apakah senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada akar tanaman

daun afrika (Vernonia amygdalina)?

2. Bagaimana struktur senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada akar

tanaman daun afrika (Vernonia amygdalina)?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Mengisolasi senyawa metabolit sekunder dari bagian akar tanaman

Vernonia amygdalina.

2. Menentukan struktur senyawa hasil isolasi dengan metode spektroskopi

UV, IR, dan NMR.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi informasi kandungan kimia

dari spesies Vernonia amygdalina khususnya dan genus Vernonia umumnya

sehingga dapat dikembangkan oleh bidang ilmu terkait.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Vernonia amygdalina Delile

Vernonia amygdalina merupakan salah satu spesies dari genus Vernonia

(Ijeh and Chukwunonso, 2010). Tanaman daun afrika (Vernonia amygdalina)

dikenal dengan nama lain dibeberapa negara seperti Kenya dan Malaysia disebut

South Africa leaf, di Inggris dinamakan Bitter leaf, dan di Etiopia dinamakan

Buzut. Daun afrika di Afrika sendiri dikenal sebagai muop, ndole (Kamerun),

tuntwano (Tanzania) dan mululuza (Uganda) (Audu et al., 2012). Sistematika dan

klasifikasi tanaman daun afrika sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta/ Tracheophyta

Anak Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Asterales

Suku : Asteraceae

Marga : Vernonia

Jenis : Vernonia amygdalina Delile (Audu et al., 2012)

Bagian keseluruhan tanaman daun afrika berupa semak lebat dengan

ketinggian pohon mencapai 7 – 10 m. Bagian batang memiliki diameter mencapai

40 cm dengan cabang muda padat dan mengular. Permukaan kulit batang agak

kasar dan mudah mengelupas serta berwarna abu-abu terang atau coklat. Bentuk

daun lanset oblong, sampai dengan 28 x 10 cm, normal 10 – 15 x 4 – 5 cm.

Permukaan daunumumnya kasar, berwarna hijau sampai hijau tua, dengan atau
5

tanpa rambut yang jarang. Bunga yang mekar memiliki komposisi tangkai kepala

hingga 1 cm, kecil, warna krem-putih, dan ada yang berwarna ungu muda. Bunga

membentuk cluster datar dengan besar sekitar 15 cm yang tidak mencolok,

memiliki aroma manis terutama pada malam hari. Buah berbentuk seperti kacang

yang berukuran kecil, dengan kelenjar serta rambut berbulu di sepanjang bagian

atas. Benih memiliki tipe perkecambahan yang epigeal (Ofori et al., 2013).

(a) (b)
Gambar 1. Vernonia amygdalina Delile, (a) bagian keseluruhan tanaman, (b) bagian akar
tanaman (Ofori et al., 2013)

2.2 Khasiat dan Kegunaan Tanaman Daun Afrika

Daun afrika dikenal secara luas di beberapa negara yaitu Cina, Afrika,

Malaysia, Singapura dan Nigeria sebagai sayuran, olahan makanan. Ekstrak air

digunakan sebagai tonik berbagai penyakit, memiliki karakteristik aroma, rasa

getir dan kandungan kimia sebagai obat (Katende, 1995). Beberapa penelitian

telah membuktikan khasiat dan kandungan dari daun afrika. Tanaman tersebut

juga dapat digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati penyakit sakit

gigi, radang gusi, rematisme, antimalaria, antidiare, penyakit kelamin, dan


6

penyakit usus (Ofori et al., 2013). Daun Afrika mengandung berbagai macam

nutrisi yaitu protein, lemak, karbohidrat, berbagai vitamin serta mineral

(Atanghwo et al., 2007). Kandungan nutrisi daun Afrika Selatan dalam 100 g

bahan dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Kandungan nutrisi daun afrika dalam 100 g (Atanghwo et al., 2007)
No Kandungan kimia Dalam 100 g
1. Vitamin A 348 IU/100 g
2. Vitamin E 37 IU/100 g
3. Vitamin C 2000 – 2230 mg/100 g
4. Riboflavin 1 – 1,12 mg
5. Tiamin 0,18 – 0,193 mg
6. Niacin 0,48 – 0,51 mg
7. Mn (mangan) 0,07 – 0,073 mg
8. Se (serium) 0,01 mg
9. Zn (seng) 0,04 – 0,041 mg
10. Fe (besi) 0,14 mg
11. Cu (tembaga) 0,1 mg
12. Mg (magnesium) 0,43 mg
13. Cr (kromium) 0,04 mg
14. Protein sederhana 23,25 – 24,45 g
15. Serat 16,05 – 17,50 g
16. Lemak 3,53 g

2.3 Kandungan Kimia dan Aktivitas Biologis Daun Afrika

Daun afrika merupakan sumber potensial senyawa terpenoid, flavonoid,

dan polifenol (Igile et al., 1994). Daun afrika memiliki kandungan vitamin dan

mineral berupa polifenol sebanyak 9,75 mg, vitamin C sebanyak 166,5 mg,

karotenoid 30 mg, dan komponen gula. Beragam kandungan kimia telah diteliti,

komponen senyawa kimia yang telah ditemukan dibagian daun dalam daun afrika

diantaranya golongan seskuiterpen lakton yaitu vernomigdin, 11, 13-

dihidrovernodalin, hidroksivernolida, vernodalin, vernolida, vernodalol,

epivernodalol, 3’deoksivernodalol (Gambar 2) (Ejoh et al., 2007). Senyawa

seiskuterpen lakton termasuk ke dalam golongan senyawa terpenoid. Secara

kimia, seiskuiterpen lakton umumnya larut dalam lemak dan terdapat dalam

sitoplasma sel tumbuhan (Harbone, 1996).


7

O
O
O
HO H H
O O
O O

H
H O O O
H
O

O OH
(a) (b)
HO O

O
O OH H H
O
O O
O H
H
H O O O
H

O H
O OH

(c) (d)
OH
O OH
O O

O
O O O H
O
H O
H
O

O H
HO O

(e) (f)
OH
H
H3CO O
O OH
O
O O
O O
O
H
H O
OH
O O
(g) (h)
Gambar 2. Senyawa seiskuiterpen lakton pada daun afrika, (a) vernomigdin, (b) 11, 13-dihid
rovernodalin, (c) hidrokdivernolida, (d) vernodalin, (e)vernolida, (f) vernodalol,
(g) epivernodalol, (h) 3’deoksivernodalol (Kiplimo, 2016)

Selain senyawa golongan seskuiterpen lakton, senyawa golongan

flavonoid juga ditemukan pada bagian daun tanaman daun afrika yaitu luteolin 7-

O-ß- glukoronosida, luteolin 7-O-ß- glukosida, dan luteolin (Gambar 3).

Flavonoid adalah kelompok penting dari polifenol, umumnya terdapat pada

tumbuhan. Flavonoid memiliki aktivitas farmakologi antara lain sebagai inhibitor


8

pernapasan, menghambat fosfodiesterase, dan flavonoid lain juga menghambat

aldoreduktase, monoamina oksidase, protein kinase, reverse transkriptase, DNA

polimerase, dan lipooksigenase (Syahrurahman, 1994).


OH OH

O O
OH OH HO OH

HO O HO O
O

O
O
O O
O O
HO HO

HO OH HO OH HO

OH OH OH

(a) (b) (c)


Gambar 3. Senyawa flavonoid pada daun afrika, (a) luteoilin 7-O- ß-glukoronosida, (b)
luteoilin 7-O- ß-glukosida, (c) luteolin (Kiplimo, 2016)

Senyawa steroid dan triterpenoid juga ditemukan pada bagian daun

Vernonia amygdalina yaitu lupenyl-20(29)en-3ß-O-D-glukosida, lupenyl

palmitate, 18, 19-dehidrolupenyl asetat, dan α-amirin untuk senyawa triterpenoid.

Senyawa steroid diantaranya vernoniasida, vernoamiosida A, vernoamiosida B,

vernoamiosida C, dan vernoamyosides, serta satu senyawa 3-amino-5-metil-5-

enyl-3-amino-6-metilepht-6-enil terephthate (Gambar 4). Secara sederhana,

steroid dapat diartikan sebagai kelas senyawa organik bahan alam yang kerangka

strukturnya terdiri dari androstan (siklopentenofenantren). Androstan merupakan

suatu sistem cincin tetrasiklik, keempat cincinnya berturut-turut ditandai dengan

A, B, C, dan D serta semua atom C yang terdapat dalam struktur diberi nomor

mulai dari 1 sampai dengan 19 (Tobing, 1989).


9

O O

O O
O OH O OH

H H
H H

H H

HO O O HO O O
H H

HO OH HO OH
(a) (b)
H HO H HO
O OCH3 O
O O O

O O

HO H HO H
O O O O
HO HO
H HO H
HO
OH OH
(c) (d)
H HO
O
O O
O NH2

O
HO H
O NH2
HO O
HO H
OH

(e) (f)
Gambar 4. Senyawa steroid pada daun afrika, (a) lupenyl 20 (29) en 3ß-O-D glukosida,
(b) lupenyl palmitat, (c) 18, 19-dehidrolupenyl asetat, (d) α-amirin, (d) vernoni
asida, (e) vernoamiosida A, (f) vernoamiosida B, (g) vernoamiosida C, (h)
vernoamiosida D (Kiplimo, 2016), (i) 3-amino-5-metil-5-enyl-3-amino-6-
metilepht-6-enil terephthate (Zenebe et al., 2015)

Informasi kegunaan akar daun afrika sebagai obat-obatan masih terbatas.

Ekstrak etanol batang dan akar daun afrika dilaporkan berkhasiat sebagai

antidiabetes (Luke et al., 2014). Penelitian lainnya juga menunjukkan terdapatnya

aktivitas antileukimia dari ekstrak air dingin, air panas, dan ekstrak etanol akar

tanaman daun afrika dengan mayoritas 50 – 75% membunuh sel abnormal pasien

pengidap leukemia limfoblastik akut (Khalafalla et al., 2009).

Bagian kulit batang dan kulit akar daun afrika mengandung alkaloid,

saponin, glikosida, tanin, flavonoid, tiga flavon-luteolin, luteolin 7-0-beta


10

glukuronosida, dan luteolin 7-0-beta glukosida yang telah diidentifikasi memiliki

potensi sebagai antioksidan dan dapat berpotensi dalam pencegahan kanker,

diabetes, dan aterosklerosis (Audu et al., 2012). Bagian empulur muda dari

tanaman daun afrika diketahui memiliki kandungan kimia vemonioside yang

merupakan jenis steroid saponin dan berperan sebagai anti malaria (Ntie-Kang et

al., 2014). Senyawa metabolit sekunder dari akar tanaman daun afrika baru

ditemukan satu senyawa golongan flavonoid 7-hidroksi dihidroflavonol dan dua

senyawa golongan triterpenoid yaitu 18, 19-dehidrolupenyl asetat dan α-amirin

palmitat (Geissler et al., 2002; Yeap et al., 2010; Ramadhani, 2016).

HO O CH3 CH3

OH
OOCH3C O OOCH3C O
O
(a) (b) (c)
Gambar 5. Metabolit sekunder akar daun afrika, (a) 18,19-dehidrolupenyl asetat (Yeap etal.,
2010), (b) α-amirin palmitat (Geissler et al., 2002), (c) 7-hidroksi dihidroflavonol
(Ramadhani, 2016)

2.4 Kandungan Kimia Genus Vernonia

Vernonia merupakan salah satu genus terbesar dari tanaman berbunga

dalam keluarga Asterasceae, yang mencakup lebih dari 1500 spesies yang tersebar

luas di daerah tropis dan subtropis Afrika, Asia, dan Amerika. Genus Vernonia

banyak digunakan dalam pengobatan dalam bidang kesehatan, seperti obat

diabetes, malaria, amoebiasis, dan sebagainya. Isolasi senyawa triterpenoid dari

genus ini pertama kali dilakukan awal tahun 1979, didapatkan senyawa tetrasiklik

triterpenoid yaitu fasciculatol dari Vernonia fasciculata. Triterpenoid dalam genus

Vernonia terbagi atas lima kelas yaitu lupan, oleanan, friedoursan, ursan, dan

taraksaren (Kiplimo, 2016).


11

O
H

R2

HO R R1

(a) (b) (c)

H H

H H
R
H3C H3C

(d) (e) (f)


Gambar 6. Isolai senyawa triterpenoid pada genus Vernonia, (a) fasciculatol, (b) lupan, (c)
oleanan, (d) friedoursan, (e) ursan, (f) taraksaren (Kiplimo, 2016)

2.5 Metabolit Sekunder Triterpenoid

Triterpenoid merupakan senyawa turunan dari terpenoid dan memiliki

struktur dengan kelipatan enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan

dari hidrokarbon C–30 asiklik, yaitu skualen (Gambar 7). Senyawa triterpenoid

yang dijumpai di alam terdapat dalam dua bentuk yaitu bentuk asiklik dan siklik.

Senyawa ini di alam terdapat pada tumbuhan dan hewan, senyawa ini terdapat

dalam bentuk ester dari senyawa glikosida atau membentuk suatu senyawa yang

kerangka dasarnya mempunyai persekutuan dengan senyawa glikosida, berarti

senyawa-senyawa triterpenoid di alam mempunyai bentuk-bentuk yang berbeda

dan tergantung pada senyawa-senyawa tersebut (Manito, 1981).

Gambar 7. Skualen (Manito, 1981)

Kebanyakan triterpenoid berada dalam bentuk siklik, triterpen, tetraterpen

dan pentaterpen siklik merupakan jenis yang paling banyak. Adanya triterpen

siklik ini, menyebabkan adanya variasi yang nyata pada sejumlah kelompok
12

struktur triterpenoid. Beberapa struktur utama triterpenoid tetrasiklik diantaranya

azadiraktol, kukurbitasin E, korollatadiol, dan lanosterol (Sarker dan Nahar,

2009). Menurut Sarker dan Nahar (2009) jenis struktur utama triterpenoid

pentasiklik terbagi atas tiga, yaitu hopan-22-ol, lupeol, dan ß-amirin.


HO

O OH

HO H O OAc
H
OH

O H OAc O

(a) (b)
H
OH

H
H

HO HO
H H
(c) (d)
Gambar 8. Triterpenoid tetrasiklik, (a) azadiraktol, (b) kukurbitasin E, (c) korollatadiol, (d)
lanosterol (Sarker dan Nahar, 2009)
2.5.1 Biosintesis triterpenoid

Tahapan awal dari biosintesis triterpenoid adalah sama bagi semua

triterpenoid alam, yakni pengubahan asam asetat melalui asam mevalonat yang

kemudian menjadi farsenil pirofosfat. Jalur biosintesis triterpenoid, farnesil

pirofosfat (15 C) yang dihasilkan pada biosintesis terpenoid mengalami reaksi

oksidasi menjadi farnesil difosfat. Dua molekul farnesil difosfat berkondensasi

dengan ujung difosfat untuk membentuk praskualen difosfat melibatkan reaksi

eliminasi pirofosfat dengan reduksi NADPH yang disertai reaksi eleminasi radikal

pirofosfat sisanya sehingga dihasilkan skualen. Lanosterol dibentuk dari skualen

yang mengalami siklisasi, lalu lanosterol akan melepaskan tiga gugus metil

sehingga membentuk kolesterol. Pokok-pokok reaksi biosintesis triterpenoid

tercantum pada Gambar 9 (Manito, 1981).


13

OH OP O
H2 H2 H2 dekarboksilasi H2 H2
ATP
H3 C C C OH H3C C C C O- H2C C C C OPP
C 3 tahap H2
H2C C OH H2C C OPP CH3

O Isopentenil Pirofosfat
Asam mevalonat
IPP

H2 H2
H3C C C C OPP

CH2

H2 H2 enzim isomerase H2
H3C C C C OPP H3C C C C OPP
H
Dimetil Alil Pirofosfat
CH2 CH3 DMAPP

OPP OPP OPP


IPP DMAPP Geranil Pirofosfat
GPP

OPP OPP
GPP IPP

OPP OPP
Farsenil Pirofosfat Farsenil Pirofosfat
FPP FPP

TRITERPENOID

Gambar 9. Reaksi biosintesis triterpenoid (Manito, 1981)

2.6 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan kimia berdasarkan pada

kelarutan komponen dengan pelarut yang digunakan. Ekstraksi menggunakan

simplisia bertujuan untuk memisahkan senyawa bahan alam dari jaringan kering

tumbuhan, mikroorganisme, dan hewan. Metode ekstraksi yang tepat ditentukan

oleh tekstur, kandungan air bahan-bahan yang akan diekstrak dan senyawa-

senyawa yang akan diisolasi. Substansi yang akan diekstrak terdapat di dalam

campurannya yang berbentuk padat, maka dilakukan proses ekstraksi padat-cair

(Rusdi, 1998).

Maserasi merupakan contoh metode ekstraksi padat-cair bertahap yang

dilakukan dengan jalan membiarkan padatan terendam dalam suatu pelarut. Proses
14

perendaman dalam usaha mengekstraksi suatu substansi dari bahan alam ini bisa

dilakukan tanpa pemanasan (temperatur kamar), dengan pemanasan atau bahkan

pada suhu pendidihan. Salah satu keuntungan metode maserasi adalah cepat.

Terutama jika maserasi dilakukan pada suhu didih pelarut. Waktu rendam bahan

dalam pelarut bervariasi antara 15 – 30 menit tetapi terkadang bisa sampai 24 jam.

Jumlah pelarut yang diperlukan juga cukup besar, berkisar antara 10 – 20 kali

jumlah sampel (Kristanti dkk., 2008). Secara teoritis pada suatu maserasi tidak

memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin besar perbandingan cairan

pengekstraksi terhadap simplisia, akan semakin banyak hasil yang diperoleh

(Voigt, 1995).

Ekstraksi biasanya dimulai dengan meggunakan pelarut organik secara

berurutan dengan kepolaran yang semakin meningkat. Pelarut n-heksana, eter,

petroleum eter, atau kloroform digunakan untuk mengambil senyawa yang

kepolarannya rendah. Pelarut yang lebih polar seperti alkohol dan etil asetat

selanjutnya digunakan untuk mengambil senyawa-senyawa yang lebih polar.

Pemilihan pelarut berdasarkan kaidah like dissolves like, yang berarti suatu

senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan juga sebaliknya, senyawa non-

polar akan larut dalam pelarut non polar.

Proses maserasi yang dilakukan dengan menggunakan air sebagai pelarut

akan memerlukan proses ekstraksi lebih lanjut, yaitu ekstraksi fase air yang

diperoleh dengan pelarut organik. Maserasi dilakukan dengan pelarut organik

maka filtrat hasil ekstraksi dikumpulkan menjadi satu kemudian dievaporasi.

Proses pemisahan selanjutnya dapat dilakukan dengan kromatografi atau

rekristalisasi langsung (Kristanti dkk., 2008).


15

2.7 Fraksinasi

Fraksinasi merupakan prosedur pemisahan yang bertujuan memisahkan

golongan utama kandungan yang satu dari kandungan yang lain. Senyawa yang

bersifat polar akan masuk ke pelarut polar dan senyawa non polar akan masuk ke

pelarut non polar (Harbone, 1996). Proses fraksinasi ini dapat memisahkan

senyawa baru dengan sifat kepolaran dari senyawa yang akan dipisahkan.

Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan yang baik di

laboratorium kimia. Gagasan dasarnya sederhana untuk dipahami, caranya

beragam mulai dari cara sederhana sampai yang agak rumit dari segi kerja dan

peralatan dan metode ini dapat dipakai untuk setiap jenis senyawa (Gritter et al.,

1991).

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV (1995), kromatografi didefinisikan

sebagai prosedur pemisahan zat yang terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial

dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih. Salah satu diantaranya

bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat

itu menunjukan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi

dan partisi. Kromatografi kolom klasik merupakan yang tertua dari cara

kromatografi, dan seperti yang dipraktikkan secara tradisional, merupakan bentuk

kromatografi cair. Fase diam dapat dikemas ke dalam tabung baik cara basah

(dibuat lumpuran terlebih dahulu) maupun degan cara kering (langsung dituang ke

tabung sedikit demi sedikit). Cara basah umumnya lebih mudah dan lebih sering

dipakai untuk silika gel, sedang cara kering lebih baik untuk alumina (Gritter et

al., 1991).
16

Eluen

Sampel yang ingin


dipisahkan
Elusi

Kapas

Gambar 10. Kromatografi kolom terbuka (Gritter et al., 1991)

Kolom kromatografi biasanya dibuat dengan menuangkan suspensi fase

diam dalam pelarut yang sesuai ke dalam kolom dan dibiarkan memadat.

Permukaan pelarut kemudian diturunkan sampai tepat pada bagian atas penyerap,

dan cuplikan yang dilarutkan dalam pelarut yang sesuai diletakkan pada bagian

atas kolom dan dibiarkan mengalilr ke dalam lapisan atas penyerap atau

penyangga. Fase gerak kemudian dimasukkan dan dibiarkan mengalir

mengembangkan kromatogram.

Kondisi yang dipilih dengan baik, linarut (bahan pelarut) yang merupakan

komponen campuran, turun berupa pita dengan laju yang berlainan dan dengan

demikian dipisahkan. Linarut (bahan terlarut) biasanya dipisahkan dengan cara

membiarkannya mengalir keluar kolom dan mengumpulkannya sebagai fraksi,

seringkali dengan memakai pengumpul fraksi mekanis (Gritter et al., 1991). Fase

gerak pada kromatografi adsorbsi merambat perlahan-lahan melalui fase diam

dengan jarak perambatan suatu zat dengan jarak perambatan fase gerak (solven)

dihitung dari titik pentolan larutan zat dinyatakan sebagai Rf zat tersebut. Harga

Rf dilihat dengan Persamaan 1 berikut:


17

Jarak titik bercak noda awal


Rf (retension factor) = ......................................................(1)
Jarak garis depan titik awal
Harga Rf mutlak sukar ditetapkan karena harga Rf yang diperoleh dari

percobaaan antara lain dipengaruhi oleh pelarut (solven), kejenuhan dari ruangan

atau bejana kromatografi (chamber), jumlah yang ditotolkan, dan besarnya noda

mula-mula keaktifan dari zat penyerap. Harga Rf yang didapat tersebut berguna

untuk identifikasi pendahuluan. Pemastian dilakukan dengan zat pembanding,

dalam hal ini dibuat tiga kromatogram pada selembar kertas atau satu lempeng

KLT. Pertama dari zat uji, kedua dari zat pembanding, dan ketiga dari campuran

zat uji dari pembanding yang memberikan Rf yang sama maka dapat diperkirakan

zat uji sama dengan zat pembanding. Identifikasi perlu dilakukan paling sedikit

dua kali percobaan dengan pelarut (solven) yang berbeda (Hapsari, 2011).

Jarak yang ditempuh pelarut diukur dari titik campuran ditotolkan sampai

ujung pelarut atau bagian yang terlihat basah oleh pelarut pada lempeng KLT.

Jarak yang ditempuh komponen, diukur dari titik campuran ditotolkan sampai

pada pusat bercak (bagian bercak yang kerapatannya maksimum). Harga Rf

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: jenis fase diam, ketebalan lapisan,

jumlah campuran yang dipisahkan, dan jenis pelarut (eluen) yang digunakan

(Hapsari, 2011).

2.8 Identifikasi Struktur

2.8.1 Spektrofotometri UV-Vis

Aplikasi analisis dari absorpsi radiasi dapat berupa analisis kualitatif

maupun kuantitatif. Aplikasi kualitatif dengan spektrofotometri absorpsi

tergantung pada kemampuan molekul menyerap radiasi pada area tertentu

spektrum di mana radiasi memiliki energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan


18

molekul ke kondisi tereksitasi. Tampilan absorpsi terhadap panjang gelombang

disebut spektrum absorpsi dari molekul tersebut dan dijadikan sidik jari untuk

identifikasi (Willard et al., 1966).

Spektrofotometri merupakan studi mengenai interaksi cahaya atom atau

molekul. Bila cahaya jatuh pada senyawa, maka sebagai cahaya tersebut akan

diabsorbsi oleh molekul tersebut. Banyaknya sinar yang terabsorbsi adalah

sebanding dengan konsentrasi senyawa yang dianalisis. Spektrofotometri UV-Vis

adalah pengukuran jumlah radiasi UV-Vis yang diserap oleh senyawa sebagai

fungsi dari panjang gelombang radiasi. Panjang gelombang serta intensitasnya ini

tergantung dari jenis ikatan dan gugus karakteristik dan molekul (Christian, 2004).

Pancaran sinar UV-Vis berada pada panjang gelombang 200 – 800 nm.

Prinsip dasar dari spektrofotometri UV-Vis adalah penyerapan sinar tampak atau

ultraviolet oleh suatu molekul yang dapat menyebabkan terjadinya eksitasi

molekul tersebut dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi.

Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada detektor pada berbagai panjang

gelombang dan diinformasikan ke perekam untuk menghasilkan spektrum.

Spektrum ini akan memberikan informasi penting untuk identifikasi adanya gugus

kromofor (Hendayana et al., 1994). Senyawa kimia yang dapat menyerap sinar

UV-Vis dapat diidentifikasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Adanya

gugus kromofor dalam suatu senyawa menyebabkannya dapat teridentifikasi pada

UV-Vis. Senyawa terpenoid dan steroid jarang dianalisis menggunakan

spektrofotometri UV-Vis karena strukturnya yang tidak menyerap sinar UV-Vis

(Kristanti dkk., 2008).


19

Apabila suatu gugus kromofor menyerap sinar UV-Vis, maka intensitas

serapannya dinyatakan dengan nilai intensitas absorbsi pada λ maks. Senyawa

aromatik akan mengabsorpsi dalam daerah cahaya ultraviolet. Panjang gelombang

maksimum pada benzena berada pada daerah 255 nm. Cincin benzena yang

terdapat pasangan elektron sunyi seperti pada fenol, maka panjang gelombang

maksimumnya berada pada daerah 270 nm (mengalami pergeseran bathokromik).

Gugus karbonil pada aldehida dan keton dapat dieksitasi baik dengan peralihan

n→π* atau π→π*. Peralihan pita absorpsi n→π* pada ikatan jenuh kurang

intensif pada daerah 275 – 295 nm. Senyawa karbonil tidak jenuh pada posisi α

dan β, pada daerah 300 sampai 350 nm terjadi pergeseran bathokromik. Peralihan

π→ π* pada ikatan karbonil jenuh dieksitasi di bawah 200 nm, sedang pada

senyawa karbonil tidak jenuh pada posisi α dan β dieksitasi di atas 200 nm

(Gambar 11) (Kismane dan Ibrahim, 1981).


4

 *
* 3

n n


2
 

 O
1
O

Gambar 11. Diagram orbital molekul karbonil (Kismane dan Ibrahim, 1981)
20

2.8.2 Spektrofotometri IR

Absorpsi molekul pada infrared atau infra merah terjadi ketika molekul

tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Suatu molekul hanya menyerap

frekuensi (energi) tertentu dari radiasi infra merah. Kegunaan spektroskopi IR

adalah sebagai sidik jari suatu molekul dan untuk menentukan informasi struktural

dari suatu molekul. Absorpsi dari tiap tipe ikatan (N–H, C–H , O–H, C–X, C=O,

C–O, C–C, C=C, C=N, dan sebagainya) umumnya ditemukan hanya dalam porsi

yang sedikit dari area vibrasi inframerah. Rentang kecil dari absorpsi dapat

didefinisikan untuk tiap ikatan (Pavia et al., 2001).

Analisis spektofotometer IR digunakan untuk mengetahui gugus-gugus

yang terbentuk dari sampel yang dihasilkan dan juga memprediksikan reaksi

polimerisasi yang terjadi. Analisis ini didasarkan pada analisis dari panjang

gelombang puncak-puncak karakteristik dari suatu sampel. Panjang gelombang

puncak-puncak tersebut menunjukkan adanya gugus fungsi tertentu yang ada pada

sampel, karena masing-masing gugus fungsi memiliki puncak karakteristik yang

spesifik untuk gugus fungsi tertentu (Pudjaatmaka, 1982).

Instrumen yang menentukan spektrum absorpsi dari suatu senyawa disebut

spektrometer inframerah. Ada dua tipe spektrometer inframerah yang umum

digunakan di laboratorium organik, yakni instrumen dispersif dan Fourier

Transform (FT). Kedua tipe instrumen tersebut menyediakan spektrum senyawa

dalam area umum 4000 hingga 400 cm-1. Meskipun keduanya menyediakan

spektrum yang nyaris identik dari senyawa yang diuji, FT Infrared (FTIR)

memberikan spektrum IR yang lebih cepat dari instrumen dispersif (Pavia et al.,

2001).
21

Dua daerah penting dalam identifikasi awal spektrum inframerah yaitu

daerah 4000 – 1300 cm-1 (2,5 – 7,7 μm) sebagai daerah gugus fungsi dan daerah

1300 – 650 cm-1 (11,0 – 15,4 μm) sebagai daerah sidik jari. Daerah yang

mempunyai serapan/kerapatan tinggi disebut sebagai daerah gugus fungsi. Vibrasi

ulur khas untuk gugus fungsi seperti O–H, N–H, dan C=O terletak pada daerah

itu. Sebagai contoh serapan khas untuk gugus karbonil berada pada 1858 – 1540

cm-1 (5,4 – 6,5 μm). Pita serapan yang kuat bagi senyawa aromatik dan

heteroaromatik berada pada daerah 1600 – 1300 cm-1. Tidak adanya serapan kuat

di daerah 909 – 650 cm-1 menunjukkan suatu struktur mono aromatik. Senyawa-

senyawa aromatik dan heteromatik menunjukkan vibrasi tekuk C–H keluar bidang

(out of plane). Bagian tengah spektrum yaitu 1300 – 909 cm-1 biasanya disebut

daerah sidik jari (Hartomo dan Purba, 1982).

Spektrum IR pada senyawa triterpenoid memperlihatkan adanya serapan

yang melebar pada bilangan gelombang 3200 – 3500 cm-1 mengidentifikasikan

adanya gugus hidroksil. Pita serapan pada bilangan gelombang <3000 cm-1

merupakan serapan dari C–H alifatik. Pita serapan pada bilangan gelombang 1600

– 1700 cm-1 merupakan serapan dari gugus C=C alkena, dan pita serapan pada

bilangan gelombang 1640 – 1820 merupakan serapan karbonil.

Tabel 2. Serapan khas beberapa gugus fungsi (Pudjaatmaka, 1982)


Gugus Jenis Senyawa Daerah Serapan (cm-1)
C-H Alkana 2800 – 3000
C-H Alkena 3000 – 3300
C=C Alkena 1600 – 1700
C=C Aromatik (cincin) 1450 – 1600
C=O Aldehid, keton, asam karboksilat, eter 1640 – 1820
O-H Alkohol 3000 – 3700; 900 – 1300
22

2.8.3 Spektroskopi Resonansi Magnet Inti Proton 1H-NMR

Spektroskopi NMR adalah salah satu teknik utama yang digunakan untuk

mendapatkan informasi fisik, kimia, elektronik dan tentang struktur molekul.

Spektroskopi NMR pada dasarnya merupakan spektrofotometri absorbsi,

sebagaimana spektrofotometri infra merah maupun spektrofotometri ultraviolet.

Pada kondisi yang sesuai, suatu sampel dapat mengabsorpsi radiasi

elektromagnetik daerah frekuensi radio, pada frekuensi yang tergantung dari sifat-

sifat sampel. Suatu plot dari frekuensi puncak-puncak absorbsi versus intensitas

puncak memberikan suatu spektrum NMR (Hendayana dkk., 1994).


1
Analisis spektrum H-NMR dilakukan untuk mengetahui gambaran
1
berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Spektrum H-NMR dapat

memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom

hidrogen dalam lingkungan, dan struktur gugus yang berdekatan dengan atom

hidrogen (Juliana dkk., 2010). Pengukuran dengan metode ini berada pada daerah

gelombang radio 75 – 0,5 m atau pada frekuensi 4 – 600 MHz, yang bergantung

pada jenis inti yang diukur (Hendayana dkk., 1994). Pelarut yang digunakan

merupakan pelart dengan viskositas yang rendah. Pelarut yang digunakan juga

harus dapat melarutkan cuplikan dan tidak memberikan sinyal. Pelarut organik

yang umunya digunakan, yaitu seperti CCl4, CS2, CDCl3. D2O, C6D6, dan

(CCl3)2COO (Silverstain et al., 1986).

2.8.4 Spektroskopi Resonansi Magnet Inti Karbon 13C-NMR

Kelimpahan 13C di alam sangat kecil sekitar 1,1% dibandingkan dengan 1H


13
(99,98%). Perkembangan C-NMR lebih lambat dibandingkan 1H-NMR Data
13
spektrum C-NMR sangat membantu data 1H-NMR dalam menentukan stuktur
23

senyawa kimia, karena melalui instrumen ini dapat diketahui informasi mengenai

jumlah sinyal karbon dalam senyawa organik. Pemecahan sinyal karbon yang

tergantung dari jumlah atom hidrogen terikat, jenis karbon, serta lingkungan

elektronik yang mempengaruhi pergeseran kimia dari masing-masing atom karbon

pada molekul senyawa organik (Supratman, 2010).

Spektrum utama dalam 13C-NMR dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu

spektrum yang menunjukan pola pemisahan spin dan spektrum yang tidak

menunjukan pola tersebut. Kedua tipe spektrum tersebut, digunakan TMS sebagai

standar internal dan pergeseran kimia diukur pada medan lemah dari sinyal TMS.
13
Pergeseran kimia pada spektrum C-NMR jauh lebih besar dibandingkan

pergeseran kimia pada 1H-NMR (Kosela, 2010; Supratman, 2010). Pergeseran

kimia 13C-NMR dapat dipengaruhi elektronegativitas gugus pengganti (subtituen),

efek pelarut, dan hibridisasi. Atom C sp3 akan menyerap pada medan paling kuat

diikuti oleh C sp dan akhirnya oleh C sp2 yang menyerap pada medan yang paling

lemah (Kosela, 2010).

2.8.5 Spektroskopi NMR 2D

Spektrum NMR awalnya hanya diketahui 1 dimensi (karena mereka

memiliki pergeseran kimia pada koordinat sumbu x tunggal). Pengembangan

spektroskopi metode yang lebih maju sebagai kekuatan komputasi telah

didapatkan dalam bentuk dua dimensi yang dapat digunakan sebagai keterangan

tambahan dalam penentuan senyawa murni. Eksperimen dua dimensi, baik sumbu

x dan y memiliki nilai pergeseran kimia dan spektrum 2D diplot sebagai grid

seperti peta. Informasi diperoleh dari spektra dengan melihat puncak dalam grid
24

dan mencocokannya dengan sumbu x dan y, diantaranya HSQC (Heteronuclear

Single Quantum Correlation) (Gauglitz and Vodinh, 2003).

HSQC adalah satu percobaan untuk mendeteksi sinyal proton dan karbon

di mana inti yang terdeteksi secara langsung adalah proton dan inti yang terdeteksi

secara tidak langsung adalah karbon. Hakekat dari percobaan HSQC adalah
12
menghilangkan atau mengeliminasi sinyal proton menyertakan C, hanya sinyal
13
proton C yang terdeteksi, sehingga hanya ada korelasi pergeseran kimia antara
1
H dan 13C (Gauglitz and Vodinh, 2003).
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi Jurusan Farmasi,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboraturium Dasar

Bersama Universitas Sriwijaya, Inderalaya. Waktu penelitian dilaksanakan bulan

Oktober 2017 sampai dengan Februari 2018.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan selama penelitian antara lain, kromatografi

kolom, chamber, lampu UV (CAMAG®), spatel, pinset, alat gelas (Pyrex®),

timbangan analitik 0,0001 g (Ohaus®), rotary evaporator (Scilogex RE100-Pro®)

spektrofotometri UV-Vis (Beckman Coulter®), spektrofotometri IR (Alpha

Bruker®), dan spektrofotometeri NMR (A500a Agilent DD2® 500 MHz).

3.2.2 Bahan-bahan

Bahan yang digunakan adalah akar tanaman daun Afrika (Vernonia

amygdalina Delile), metanol teknis (Brataco®), n-heksana teknis (Brataco®), etil

asetat teknis (Brataco®), aseton teknis (Brataco®), kloroform-amoniak 0,05N

(Brataco®), plat KLT GF254 (Merck®), peraksi kimia Dragendorff (Brataco®),

pereaksi Mayer (Brataco®), pereaksi Wagner (Brataco®), pereaksi Liebermann

Burchard (Brataco®), silika gel GF254 (Merck®), CHCl3 (Brataco®), CDCl3

(Brataco®), kertas saring Whatman No.1 (GE Healthcare), dan aluminium foil

(Klinpak®).

25
26

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Ekstraksi

Penyiapan simplisia dilakukan dengan pengumpulan akar tanaman Afrika

(Vernonia amygdalina), perajangan, dan sortasi awal untuk memisahkan simplisia

dari pengotornya. Pengeringan akar dilakukan di ruangan yang tidak langsung

terkena sinar matahari. Simplisia kering akar Vernonia amygdalina kemudian

digiling hingga halus sehingga didapatkan bubuk kering akar Vernonia

amygdalina. Proses ekstraksi dikerjakan menggunakan metode maserasi. Serbuk

kering direndam sebanyak 1 kg menggunakan 5 L n-heksana selama 2 hari

sebanyak 3 kali ditempat terlindung dari cahaya matahari sambil sesekali diaduk.

Serbuk yang telah dimaserasi, disaring dengan menggunakan kertas Whatman

sehingga didapatkan filtrat. Residu hasil penyaringan dikeringkan dan dilanjutkan

maserasi menggunakan pelarut etil asetat dan metanol dengan menggunakan

prosedur yang sama. Hasil ekstraksi dipekatkan menggunakan rotary evaporator

(Lenny, 2006).

3.3.2 Kromatografi Lapis Tipis

Setiap fraksi diidentifikasi dengan KLT menggunakan lempeng silika

GF245 untuk melihat pola pemisahannya. Eluen yang digunakan dapat bermacam-

macam seperti eluen n-heksana:etil asetat dan etil asetat:metanol dalam berbagai

perbandingan. Prosedur sebagai berikut, pertama keringkan camber yang telah

dibersihkan dengan eluen. Lapisi chamber dengan kertas saring yang kering lalu

masukan cairan pengelusi ke dalam chamber setinggi 0,5 – 1 cm tutup dan

biarkan hingga jenuh dengan cairan pengelusi, chamber siap digunakan.

Kemudian siapkan plat KLT silika GF254 dengan ukuran 1x5 cm, kemudian plat
27

diberi batas atas dan batas bawah masing-masing 1 cm. Totolkan masing-masing

fraksi menggunakan pipet kapiler ditengah-tengah garis awal lalu masukan plat

KLT yang sudah ditotolkan ke dalam chamber yang sudah jenuh. Letakan secara

vertikal lalu tutup, tunggu beberapa saat sampai elusi naik pada batas yang

ditentukan. Amati noda jika eluen sudah mencapai batas yang terbentuk di bawah

lampu UV dengan panjang gelombang 254 dan 366 nm atau dengan bantuan

penyemprot dengan berbagai reagen penampak noda seperti serium sulfat 1,5 %

atau H2SO4 10 % (Harbone, 1996).

3.3.3 Pemisahan dan Pemurnian

Ekstrak terpilih yang menunjukkan noda mayor pada plat KLT dipisahkan

menggunakan kromatografi kolom terbuka dengan diameter kolom 2 cm dan

kecepatan pengelusian yang didasarkan pada gaya gravitasi. Cara basah

digunakan untuk preparasi kolom, yakni memakai silika dengan cara membuat

suspensi dalam n-heksana. Kolom beserta kerannya dipasang secara vertikal pada

statif, lalu dimasukkan sedikit kapas pada ujung mulut kolom sebelum keran.

Suspensi silika kemudian dimasukkan ke dalam kolom sambil dialiri eluen secara

terus-menerus dengan keran terbuka sampai permukaan absorben tidak turun lagi.

Ekstrak n-heksana dan etil asetat ditimbang sebanyak masing-masing 2 g

dan 5 g, dipisahkan dengan kromatografi kolom terbuka dengan fase diam silika

gel GF254 dan eluen dengan kepolaran meningkat. Sampel disiapkan dengan cara

preadsorbsi. Eluat yang dihasilkan ditampung dengan vial (±10 cm), kemudian

diidentifikasi menggunakan KLT. Vial dengan pola kromatogram yang sama

digabung menjadi 1 fraksi. Murnikan fraksi yang berpotensi sampai didapatkan

senyawa murni yang ditunjukkan dengan noda tunggal pada KLT.


28

3.3.4 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi

Identifikasi struktur kimia isolat murni yang didapat dengan cara analisis

KLT, spektrofotometri UV-Vis, spektrofotometri FT-IR, spektrofotometri NMR

1D (1H-NMR dan 13C-NMR) dan NMR 2D (HSQC).

3.3.4.1 Spektrofotometri UV-Vis

Pengukuran dengan spektrofotometri UV-Vis dilakukan pada panjang

gelombang 200 – 400 nm. Sebanyak 1 mg sampel yang dilarutkan dalam metanol

dimasukan ke dalam kuvet, kemudian diukur panjang gelombangnya (Cristian,

2004).

3.3.4.2 Spektrofotometri FT-IR

Pengukuran dengan spektrofotometri FT-IR dilakukan untuk melihat

gugus fungsi dari senyawa metabolit sekunder. Timbang 3 mg sampel digerus

homogen dengan 4 mg serbuk kering KBr. Masukan ke dalam pompa hidrolik

sehingga membentuk kepingan tipis, diukur menggunakan alat spektrofotometri

FT-IR pada panjang gelombang 400 – 4000 cm-1 untuk melihat gugus fungsinya

(Puspawati et al., 2012).

3.3.4.3 Spektrofotometri 1H-NMR dan 13C-NMR

Pengukuran dengan spektrofotometri NMR dilakukan dengan menimbang

sebanyak 5 mg sampel dilarutkan ke dalam 10 mL CDCl3. Pipet larutan ke dalam

tube hingga tinggi 4 cm. Tutup tube tersebut lalu ukur dengan alat 1H-NMR 125

MHz dan 13C-NMR 500 MHz.

3.4 Analisis Data

Isolat murni yang diperoleh dari pemisahan dan pemurnian dengan

kromatografi kolom kemudian dianalisis dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


29

dan diidentifikasi struktur senyawa nya menggunakan spektrofotometeri UV-Vis,

IR dan NMR. Bercak noda yang berwarna akan diperoleh pada analisis KLT.

Gugus kromofor yang ada pada senyawa dapat diperkirakan dari data UV-Vis.

Data IR juga dapat memberi informasi jenis gugus fungsinya serta data NMR

yang dapat memberikan informasi tentang pergeseran kimianya, tetapan kopling

dan jenis proton dari senyawa metabolit sekunder tersebut sehingga dapat

membantu dalam penetapan struktur senyawa metabolit sekunder secara ilmiah.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Fitokima

Uji fitokimia serbuk akar tanaman daun afrika meliputi uji alkaloid,

flavonoid, triterpenoid/steroid dan fenol. Hasil uji menunjukkan sampel positif

terhadap semua uji, namun uji triterpenoid/steroid lebih dominan. Senyawa

golongan alkaloid dan flavonoid umumnya berada di fraksi semi polar dan polar

(etil asetat dan metanol), sedangkan senyawa golongan triterpenoid/steroid berada

dalam fraksi non polar (n-heksana). Hasil uji skrining dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil skrining fitokimia ekstrak akar Vernonia amygdalina


Metabolit Sekunder Pereaksi Hasil
Alkaloid Mayer +
Wagner +
Dragendorff +
Flavonoid HCl 2N + Mg +
NaOH 2N +
Terpenoid Liebermann-Burchard +
Saponin Air + HCl +

4.2 Ekstraksi

Akar daun afrika dibersihkan dan dikeringkan dengan tujuan

menghilangkan kandungan air untuk menghindari pertumbuhan mikroba.

Simplisia kering selanjutnya dihaluskan menggunakan mesin penggiling.

Penghalusan bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel dari akar daun afrika

sehingga luas permukaan meningkat dan mampu meningkatkan kontak simplisia

dengan pelarut sehingga proses ekstraksi maksimal dan seluruh kandungan kimia

dapat tersari.

Serbuk kering akar daun afrika sebanyak 1 kg diekstraksi dengan metode

maserasi menggunakan pelarut dengan kepolaran meningkat n-heksana, etil asetat,

dan metanol. Maserasi merupakan salah satu proses ekstraksi yang dilakukan pada

30
31

suhu ruangan sehingga dipilih untuk mencegah rusaknya senyawa metabolit

sekunder yang tidak tahan terhadap suhu tinggi. Maserasi bertingkat dilakukan

bertujuan untuk memisahkan komponen-komponen kimia berdasarkan kepolaran

dan kelarutannya. Komponen yang bersifat polar cenderung masuk ke dalam

pelarut polar dan komponen yang bersifat non polar cenderung masuk ke dalam

pelarut non polar.

Proses perendaman sampel tumbuhan akan menyebabkan pemecahan

dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan di dalam dan luar sel.

Peristiwa ini menyebabkan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam

sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik (Lenny, 2006). Ekstraksi dilakukan

hingga larutan hampir tak berwarna sehingga dapat diindikasikan bahwa senyawa

metabolit sekunder yang terkandung dalam simplisia telah terekstrak sempurna.

Ekstrak cair yang didapat selanjutnya dipekatkan menggunakan rotary evaporator

pada suhu 60ºC (n-heksana), 70ºC (etil asetat), dan 60ºC (metanol) sehingga

didapatkan ekstrak pekat n-heksana (2 g), etil asetat (5,5 g), dan metanol (5 g).

Nilai persen rendeman setiap fraksi dapat dilihat pada Lampiran 8.

4.3 Pemisahan dan Pemurnian Senyawa Metabolit Sekunder Dari


Ekstrak N-heksana Akar Tanaman Daun Afrika

Ekstrak n-heksana (2 g) dipisahkan dan dimurnikan dengan teknik

kromatografi kolom terbuka (ر2 cm) menggunakan fase diam silika gel 60 GF254

dan fase gerak dengan sistem kepolaran meningkat meliputi n-heksana 100% (200

mL), n-heksana:etil asetat 9:1 (250 mL), 8:2 (250 mL), 7:3 (250 mL), dan 6:4

(250 mL) sebagai fase geraknya. Fraksi yang dihasilkan ditampung dalam vial

berukuran ±10 mL. Pemisahan menghasilkan 60 vial dan fraksi memiliki pola
32

kromatogram yang sama, digabungkan sehingga diperoleh gabungan sebanyak 4

fraksi yaitu FHA (0,32 g), FHB (0,35 g), FHC (0,22 g), dan FHD (0,93 g).

Tabel 4. Penggabungan hasil kromatografi kolom gravitasi fraksi ekstrak n-heksana


Fraksi-fraksi Nomor vial
FHA 1–5
FHB 6 – 21
FHC `22 – 35
FHD 36 – 70

FHA FHB FHC FHD


Gambar 12. Pola KLT hasil kolom gravitasi ekstrak n-heksana

Hasil pemisahan fraksi n-heksana diidentifikasi dengan menggunakan

KLT. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa fraksi FHA memiliki pola noda yang

relatif murni. Fraksi FHA dimurnikan menggunakan kromatografi kolom gravitasi

dengan fase diam silika gel 60 GF254 dan eluen dengan sistem gradien. Fraksi

yang dihasilkan ditampung dalam vial berukuran ±10 mL. Pemisahan

menghasilkan 25 vial dan fraksi yang memiliki pola kromatogram yang sama,

digabungkan sehingga diperoleh gabungan sebanyak 2 fraksi yaitu FHA1 (0,105 g)

dan FHA2 (0,155 g). Fraksi FHA1 dianalisis lebih lanjut menggunakan KLT

menunjukkan fluoresensi yang kurang jelas di bawah lampu UV pada λ 254 nm,

dan dengan menggunakan penampak noda serium sulfat didapatkan noda yang

tidak tunggal sehingga diduga kurang murni. Pengerjaan selanjutnya dilakukan

terhadap fraksi etil asetat karena fraksi n-heksana diduga kurang murni.
33

FEA FEB FEC FED FEE FEF FEG


Gambar 13. Pola KLT hasil kolom gravitasi ekstrak etil asetat

Pemisahan fraksi etil asetat (5 g) dari akar tanaman daun afrika

menggunakan kromatografi kolom gravitasi (ر2 cm) dengan silika gel 60 GF254

sebagai fase diam dan eluen dengan kepolaran bertingkat mulai dari n-heksana

100% (250 mL) sampai n-heksana:etil asetat 9:1 (400 mL), 8:2 (350 mL), 7:3

(600 mL), dan 6:4 (300 mL) sebagai fase geraknya (Gambar 13). Fraksi yang

dihasilkan ditampung dalam vial berukuran ±10 mL. Pemisahan menghasilkan

106 vial dan fraksi yang memiliki pola kromatogram yang sama, digabungkan

sehingga diperoleh gabungan sebanyak 7 fraksi yaitu FEA (0,27 g), FEB (0,37 g),

FEC (0,42 g), FED (0,42 g), FEE (0,52 g), FEF (1,33 g), dan FEG (0,90 g).

Tabel 5. Penggabungan hasil kromatografi kolom gravitasi fraksi etil asetat


Fraksi-fraksi Nomor vial
FEA 1–9
FEB 10 – 16
FEC 17 – 28
FED 29 – 47
FEE 48 – 64
FEF 65 – 88
FEG 89 – 106

Keterangan :
Fase diam = Silika gel 60 GF254
Fase gerak = n-heksana : etil asetat (8:2)
Deteksi = UV 254 nm
Gambar 14. Kromatogram fraksi ekstrak etil asetat akar tanaman daun afrika
34

Fraksi FEA dan FEB memiliki pola pemisahan yang berpotensi, ditandai

dengan terbentuknya noda yang berfluoresensi. Fraksi FEA dipisahkan

menggunakan kromatografi kolom gravitasi dengan fase diam silika gel 60 GF254

dan eluen dengan sistem gradien, kemudian hasil ditampung dalam vial berukuran

±10 ml. Pemisahan menghasilkan 25 vial untuk FEA dan fraksi yang memiliki

pola kromatogram yang sama, digabungkan sehingga diperoleh gabungan

sebanyak 2 fraksi diantaranya [FEA1 (0,035 g), FEA2 (0,155 g)].

Analisis dengan KLT menunjukkan bahwa FEA1 memiliki pola yang

berpotensi. FEA1 di cuci lebih lanjut dengan n-heksana, didapatkan kristal

kekuningan 8 mg. Kristal kekuningan dianalisis dengan menggunakan KLT

dengan eluen n-heksana:etil asetat (8:2 dan 7:3), didapatkan pola noda tunggal

(senyawa murni) (Gambar 15). Kristal diidentifikasi lebih lanjut untuk

mendapatkan struktur dengan metode spektrotometri UV, IR, dan NMR

didapatkan kristal tidak larut dalam pelarut organik karena dugaan senyawa hasil

isolasi berupa minyak sehingga identifikasi tidak dilanjutkan.

A B

(a) (b)
Keterangan
FEA1 = vial 1˗10
Fase diam = silika gel 60 GF254
Fase gerak FEA1 = A:[n-heksana:etil aetat (8:2)]
B:[n-heksana:etil asetat (7:3)]
Deteksi = UV 254 nm
Gambar 15. Pemisahan fraksi etil asetat (a) kromatogram fraksi FEA1 dan (b) kristal
kuning fraksi FEA1 akar tanaman daun afrika

Fraksi FEB kembali dimurnikan dengan teknik kromatografi kolom

gravitasi seperti pada pemurnian fraksi FEA dan berdasarkan hasil analisis KLT
35

juga didapatkan 2 substansi yaitu FEB1 (0,564 g) dan FEB2 (0,742 g). Fraksi FEB1

dicuci dengan n-heksana, didapatkan kristal putih 11 mg. Kristal putih kemudian

dianalisis dengan menggunakan eluen n-heksana:etil asetat (9:1;7:3), dan n-

heksana:aseton (9:1), didapatkan noda tidak berfluorisensi di bawah lampu UV

pada λ 365 nm sehingga diduga bukan merupakan senyawa fenol.

4.4 Uji Kemurnian Senyawa Hasil Isolasi

Uji kemurnian terhadap senyawa hasil isolasi dari fraksi FEB1 dilakukan

berdasarkan analisis KLT. Senyawa hasil isolasi dianalisis dengan KLT

menggunakan eluen yang bervariasi yaitu n-heksana:etil asetat (9:1 dan 7:3), dan

n-heksana:aseton (9:1) yang kemudian disemprot dengan penampak noda serium

sulfat. Hasil analisis fraksi FEB1 dengan 3 variasi eluen tersebut dapat dilihat pada

Gambar 16. Hasil memperlihatkan bahwa KLT senyawa hasil isolasi dengan

berbagai variasi eluen setelah disemprot dengan penampak noda serium sulfat

memperlihatkan satu noda pada setiap eluen yang mengindikasikan bahwa fraksi

FEB1 sudah murrni.

A B C

(a) (b)
Keterangan
FEE1 = vial 1 – 5
Fase diam = silika gel 60 GF254
Fase gerak FEA1 = A: [n-heksana:etil aetat (9:1)]
B: [n-heksana:aseton (9:1)]
C: [n-heksana:etil asetat (7:3)]
Deteksi = UV 254 nm
Gambar 16. Pemisahan fraksi n-heksana (a) Kromatogram fraksi FEB1 dengan 3 variasi
eluen setelah disemprot dengan serium sulfat, (b) Kristal putih fraksi FEB1
akar tanaman daun afrika
36

4.5 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi

4.5.1 Identifikasi dengan Spektrum UV

Spektrum UV (CHCl3) dari senyawa hasil isolasi menunjukkan tidak

adanya serapan senyawa hasil isolasi pada daerah UV (200 – 400 nm).

Berdasarkan data ini disimpulkan bahwa senyawa hasil isolasi tidak memiliki

gugus kromofor yang menyebabkan transmisi n π* atau π π*. Spektrum ini

khas untuk senyawa triterpenoid/steroid. Senyawa triterpenoid/steroid pada

spektrum UV (200 – 400 nm) tidak menunjukkan serapan pita, hal ini dikarenakan

senyawa triterpenoid/steroid tidak memilki gugus kromofor.

ad-chcl4

wavelength (cm)
Gambar 17. Spektrum UV senyawa hasil isolasi

4.5.2 Identifikasi dengan Spektrum IR

Spektrum inframerah (IR) suatu senyawa dapat memberikan gambaran

berbagai gugus fungsi yang terdapat dalam sebuah molekul organik (Fessenden

and Fessenden, 1986). Puncak spektra yang dihasilkan diidentifikasi dengan cara

membandingkannya dengan pustaka. Gugus-gugus fungsi penting merupakan

parameter identifikasi senyawa yang dianalisis (Sastrohamidjojo, 1991). Spektrum

IR senyawa hasil isolasi (Gambar 18) memperlihatkan adanya pita-pita serapan

(serapan maks cm-1) seperti ditunjukkan pada Tabel 6.


37

Tabel 6. Puncak-puncak serapan pada spektrum IR


Bilangan gelombang cm-1 Bentuk pita Intensitas Gugus dugaan
3388,93 Tajam Sedang Regang OH
2943,37 ; 2858,51 Tajam Kuat Regang C-H alifatik
1637,56 Tajam Lemah C=C alkena
1456,26 ; 1381,03 Tajam Sedang CH2-CH3
1039,63 Tajam Sedang C-O regang alkohol

Spektrum IR menunjukkan serapan pada 3388,93 cm-1 merupakan serapan

yang khas untuk gugus hidroksil dan bentuk pita yang tajam menunjukkan

serapan dari OH. Adanya gugus hidroksil ini juga diperkuat dengan munculnya

regang C–O pada daerah 1039,63 cm-1. Serapan pada 2943,37 dan 2858,51 cm-1

menunjukkan serapan yang khas untuk regang C–H alifatik dan diperkuat dengan

munculnya serapan pada 1456,26 cm-1 dan serapan pada 1381,03 cm-1 merupakan

serapan yang khas untuk gugus gem dimetil pada triterpenoid. Daerah serapan

pada 1637,56 cm-1 terdapat C=C alkena yang terisolasi. Berdasarkan serapan

karakteristik pada spektrum IR dan diperkuat dengan data UV diduga kuat

senyawa hasil isolasi adalah senyawa golongan triterpenoid.


100

%T
1139.93
1301.95

943.19

642.30

545.85
1190.08

90
1105.21

979.84

881.47

80
1637.56

1039.63
1381.03
1456.26

70
2858.51

60
3388.93

50
2943.37

40

4500 4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500
ae51 1/cm

Gambar 18. Spektrum IR senyawa hasil isolasi

4.5.3 Identifikasi dengan Spektrum NMR

4.5.3.1 Identifikasi dengan Spektrum 1H-NMR

Berdasarkan spektrum 1H-NMR (500 MHz, CDCl3) senyawa hasil isolasi

(Gambar 19) menunjukkan sinyal karakteristik untuk kelompok senyawa


38

triterpenoid, ditandai adanya sinyal yang menumpuk pada daerah di bawah δH 3

ppm yang khas untuk triterpenoid/steroid. Selain itu tidak adanya sinyal pada

daerah δH 6 – 8 untuk proton aromatik mendukung dugaaan bahwa senyawa hasil

isolasi adalah triterpenoid. Spektrum 1H-NMR pada senyawa hasil isolasi juga

terlihat serapan yang karakteristik untuk C–H vinilik triterpenoid pada daerah

sekitar δH 4,57 ppm dan δH 4,68 ppm masing-masing 1H (s) yang tidak satu

lingkungan kimia sehingga muncul sebagai 2 buah sinyal serta sinyal pada daerah

δH 3,18 ppm (1H, dd, J=4,9) merupakan sinyal karakteristik untuk proton metin

yang terikat pada C yang mengikat gugus heteroatom yang lazim ditemukan pada

C3 dari senyawa triterpenoid.

H-18

H-3
H-29

Gambar 19. Spektrum H-NMR total senyawa hasil isolasi


39

Data spektrum 1H-NMR diduga senyawa hasil isolasi adalah senyawa

golongan triterpenoid yang memiliki 1 buah ikatan rangkap dan memiliki gugus

OH yang lazim ditemukan pada posisi C3. Spektrum 1H-NMR senyawa hasil

isolasi juga terlihat sinyal dengan intensitas tinggi pada daerah δH 0,75 – δH 1,70

ppm yang diduga merupakan sinyal dari gugus-gugus metil di mana senyawa hasil

isolasi terlihat memiliki 7 metil pada daerah δH 0,76 ppm, δH 0,79 ppm, δH 0,83

ppm, δH 0,94 ppm, δH 0,98 ppm, δH 1,03 ppm, dan δH 1,68 ppm (3H, s) masing-

masing 3H (s).

H-23 H-28
H-24
H-26 H-27
H-25

H-30

Gambar 20. Penggalan spektrum H-NMR pada 0,74 – 1,95 ppm dan 1,46 – 1,84 ppm
40

4.5.3.2 Identifikasi dengan Spektrum 13C-NMR

Analisis data spektrum 1H-NMR diperkuat oleh data spektrum 13


C-NMR,

dimana terlihat adanya 30 sinyal karbon yaitu dua buah sinyal untuk karbon sp 2

yang muncul pada daerah di atas 100 ppm (δc 109,5 ppm, dan δc 151,1 ppm) yang

memperkuat dugaan adanya satu buah ikatan rangkap pada senyawa yang

dianalisis. Sinyal pada δc 79,2 ppm karakteristik untuk C sp3 yang mengikat OH.

Sinyal-sinyal ini khas untuk senyawa golongan triterpenoid yang mempunyai satu

ikatan rangkap dan memiliki gugus hidroksil pada C3. Sinyal lainnya yang

berdempetan pada daerah di bawah δc 60 ppm merupakan sinyal untuk karbon sp3.

Spektra 13C-NMR senyawa hasil isolasi dapat diihat pada Gambar 21.

mbar 20.

C-
20 C- C-3
29

Gambar 21. Spektrum C-NMR senyawa total hasil isolasi

4.5.3.3 Identifikasi dengan Spektrum NMR 2D HSQC

Spektrum NMR 2D HSQC dapat digunakan untuk menentukan jenis atom

C apakah C kuartener, C tersier (CH), C sekunder (CH2), dan C primer (CH3).

Karbon yang tidak muncul pada spektrum NMR 2D HSQC merupakan karbon
41

kuartener. Korelasi untuk karbon metil dan metin ditandai dengan kontras merah,

sedangkan metilen kontras biru. Karbon metil lazimnya akan muncul pada daerah

di bawah 1,5 ppm.

Gambar 22. Spektrum NMR 2D HSQC total senyawa hasil isolasi

Spektrum NMR 2D HSQC yang menunjukkan proton pada δH 0,76; δH

0,79; δH 0,83; δH 0,94; δH 0,98; δH 1,03; dan δH 1,68 masing-masing 3H (s) terikat

pada karbon berturut-turut pada pergeseran kimia δc 15,5 ppm, δc 18,2 ppm, δc

16,3 ppm, δc 14,7 ppm, δc 28,2 ppm, δc 16,1 ppm, dan δc 19,5 ppm yang

menunjukkan adanya 7 gugus metil. Gugus metil pada HSQC akan ditandai

dengan kontras warna merah besar. Kontras dengan warna merah kecil pada

spektrum NMR 2D HSQC ditunjukkan untuk gugus metin (Gambar 23).


42

Gambar 23. Penggalan spektrum NMR 2D HSQC senyawa hasil isolasi

Proton pada δH 3,18 (1H, dd, J=4.9) terlihat terikat dengan karbon pada δc

79,2 ppm, sedangkan δH 4,57 (1H), dan δH 4,68 (1H) terikat pada karbon yang

sama yaitu δc 109,5 ppm yang menunjukkan khas karbon sp2. Hal ini

mengindikasikan kedua proton ini merupakan sinyal untuk proton metilen yang

tidak selingkungan kimia. Sinyal pada proton δH 3,18 (1H, dd, J=4,9) yang terikat

dengan karbon pada δc 79,2 ppm khas untuk senyawa triterpenoid. Salah satu yang

membedakan senyawa golongan triterpenoid dengan steroid yaitu pada senyawa

steroid tidak muncul sinyal proton yang mengikat karbon pada C3.
43

Gambar 24. Penggalan spektrum NMR 2D HSQC karbon sp2 senyawa hasil isolasi

Analisis data spektrum NMR 2D HSQC ternyata senyawa hasil isolasi

mempunyai 7 CH3 pada δc 14,7 ppm; δc 15,5 ppm; δc 16,1 ppm; δc 16,3 ppm; δc

18,2 ppm; δc 19,5 ppm; dan δc 109,5 ppm; 11 CH2 pada δc 18,5 ppm; δc 21,1 ppm;

δc 25,3 ppm; δc 27,6 ppm; δc 27,6 ppm; δc 29,9 ppm; δc 34,5 ppm; δc 35,8 ppm; δc

38,9 ppm; δc 40,2 ppm; dan δc 109,5 ppm (Lampiran 7); 6 CH pada δc 38,2 ppm;

δc 48,2 ppm; δc 48,5 ppm; δc 50,6 ppm; δc 55,5 ppm; dan δc 79,2 ppm; serta 6 C

kuartener pada δc 37,3 ppm; δc 39,0 ppm; δc 41,0 ppm; δc 43,0 ppm; δc 43,2 ppm;

dan δc 151, 1 ppm.

Data 13C-NMR senyawa hasil isolasi menunjukkan kemiripan yang tinggi


13
dengan data C-NMR lupeol pembanding. Data dari spektrum NMR ini sangat

membantu untuk mengetahui senyawa dari hasil isolasi yang didapat. Data

analisis spektrum 1H-NMR, 13


C–NMR, dan spektrum NMR 2D senyawa hasil

isolasi dibandingkan dengan data 13C-NMR lupeol seperti ditunjukkan pada Tabel

8 (Muharni, 2010).
44

Tabel 8. Data geseran kimia proton dan karbon dari spektrum 1H dan 13C-NMR dalam
CDCl3 serta data lupeol pembanding (Muharni, 2010)
13 13 1
No C-NMR Lupeol C-NMR H NMR
Pembanding Senyawa Hasil (δ,ƩH, multiplisitas, J) Jenis C
Isolasi
1 38,7 38,9 0,90; 2H CH2
2 27,4 27,6 1,55; 2H CH2
3 78,9 79,2 3,18; 1H; dd, 4,9 CH
4 38,8 39,0 C
5 55,3 55,5 0,69; 1H CH
6 18,3 18,5 1,39; 2H; m CH2
7 34,2 34,5 1,36; 2H CH2
8 40,8 41,0 C
9 50,4 50,6 1,30; 1H CH
10 37,1 37,3 C
11 20,9 21,1 1,20; 2H CH2
12 25,1 25,3 1,65; 2H CH2
13 38,0 38,2 CH
14 42,8 43,0 C
15 27,4 27,6 CH2
16 35,5 35,8 1,40; 2H CH2
17 43,0 43,2 C
18 48,2 48,5 2,37; 1H; m CH
19 47,9 48,2 1,37; 1H; m CH
20 150,9 151,1 C
21 29,8 29,9 1,25; 2H CH2
22 40,0 40,2 1,41; 2H CH2
23 28,0 28,2 0,98; 3H; s CH3
24 15,4 15,5 0,76; 3H; s CH3
25 16,1 16,3 0,83; 3H; s CH3
26 15,9 16,1 1,03; 3H; s CH3
27 14,5 14,7 0,94; 3H; s CH3
28 18,0 18,2 0,79; 3H; s CH3
29 109,3 109,5 4,57; 1H; s : 4,68; 1H; s CH2
30 19,3 19,5 1,68; 3H; s CH3

Hasil dari perbandingan data dengan literatur di atas, maka dapat

dipastikan bahwa senyawa hasil isolasi adalah golongan triterpenoid yaitu lupeol

dengan rumus molekul C30H50O BM = 420 g/mol. Beberapa dari golongan

senyawa ini memiliki aktivitas biologi yang bervariasi antara lain sebagai

antibakteri, antioksidan, sitotoksik, dan antimalaria (Muharni, 2010). Senyawa

lupeol dapat menghambat efek dari pembentukan penyakit katarak dengan

bantuan parameter biokimia seperti superoxide dismutase (SOD), catalase (CAT),

glutathione peroxide (GPx), glutathione reductase (GR), glutathione S-


45

transferase (GST), Ca2+ ATPase, glutathione content (GSH), reactive oxygen

species (ROS), dan lipid peroxide (Asha dkk., 2016).

HO

Gambar 25. Struktur senyawa lupeol


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian maka dapat diambil

kesimpulan bahwa:

1. Senyawa metabolit sekunder yang diisolasi dari ekstrak etil asetat akar

tanaman Vernonia amygdalina berupa kristal putih (11 mg) termasuk

golongan triterpenoid.

2. Berdasarkan analisis spektrofotometri UV, IR, NMR dan dibandingkan

dengan data dari literatur di usulkan senyawa hasil isolasi adalah golongan

triterpenoid yaitu lupeol dengan rumus molekul C30H50O.

5.2 Saran

Adapun saran untuk penelitian lebih lanjut adalah perlu dilakukan isolasi

senyawa metabolit sekunder dari fraksi metanol dan n-heksana atau melanjutkan

hasil isolasi dari ekstrak etil asetat.

46
DAFTAR PUSTAKA

Asha, R., Gayathri, V.D. & Annie, A. 2016, Lupeol, a pentacyclic triterpenoid
isolated from Vernonia cinerea attenuate selenite induced cataract formation
in sprague dawlwy rat pups, Chemico Biological Interaction, 245(2016): 20
– 29.

Atanghwo, I.J., Ebong, P.E., Eteng, M.U., Eyong, E.U. & Obi, A.U. 2007, Neffect
of Vernonia amygdalina Del leaf on kidney function of diabetic rats,
International Journal of Pharmacology, 3(2): 143 – 148.

Audu, S.A., Taiwo, A.E., Ojuolape, A.R., Sani, A.S., Bukola, A.R. &
Mohammed, I. 2012, A Study review of documented phytocemistry of
amygdalina (Family Asteraceae) as the basis for pharmacologic activity of
plant extract, J Nat Scl Res, 7(2): 2224–3186.

Chin Y.W., Balunas, M.J., Chai, H.B. & Kinghorn, A.D. 2006, Drug discovery
from natural sources, Journal of Analytical and Applications, 8(2): 239 –
253.

Christian, G.D. 2004, Analytical chemistry, 6th edition, John Wiley and Sons Inc.,
New York.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995, Farmakope Indonesia, edisi


ke-4, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta,
Indonesia.

Ejoh, R.A., Djuikwo, V.N., Gouado, I. & Mbofung, C.M. 2007, Effect of
processing and preservation on some quality parameters of three non-
conventional leafly vegetables, Pakistan Journal of Nutrition, 6(2): 128 –
133.

Erasto, P., Donald S.G. & Anthony J.A. 2006, Evaluation of antioxidant activity
and the fatty acid profile of the leaves of Vernonia amygdalina growing in
South Africa, Food Chemistry, 104: 636 – 642.

Fessenden, R.J. & Fessenden, J.S. 1986, Organic chemistry, diterjemahkan oleh
Pudjaatmaka, A.H., Kimia organik, edisi ke-3, Erlangga, Jakarta,
Indonesia.

Gauglitz, G. & Vo-Dinh, T. 2003, Handbook of spectroscopy, Wiley-VCH,


Weinheim, Jerman, 89: 125 – 129..

Geissler, P.W., Harris, S.A., Prince, R.J., Olsem, A., Odhiambo, R.A., Oketch,
R.H., et al. 2002, Medicinal plants used by luo mothers and children in
bondo district, Kenya, Journal Ethnopharmacol, 83: 39 – 54.

Gritter, J.R., Bobbit, J.M. & Schwarting, A.E. 1991, Pengantar kromatografi,
edisi ke-2, terjemahan Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung, Indonesia.

47
48

Harborne, J.B. 1996, Metode fitokimia: Penuntun cara modern menganalisa


tumbuhan, Terbitan Ke-2, ITB, Bandung, Indonesia.

Hartomo, A.J. & Purba, A.V. 1982, Penyidikan spektrofotometri senyawa


organik, edisi ke-4, Erlangga, Jakarta, Indonesia.

Hapsari, R. 2011, ‘Studi isolasi dan penentuan struktur molekul senyawa kimia
dalam fraksi asam dari daun jambu biji lokal daging buah merah (Psidium
guajava L.)’, Skripsi, S.Si., Program Studi Kimia, Fakultas matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia.

Hendayana, S., Kadarohman, A., Sumarna, A. & Supriatna, A. 1994, Kimia


analitik instrumen, edisi ke-1, IKIP Semarang Press, Semarang, Indonesia.

Igile, G.O., Oleszek, W., Jurzysta, M., Burda, S., Fafunso, M. & Fasanmade, A.A.
1994, Flavonoids from Vernonia amygdalina and their antioxidant
activities, Journal of Agriculture and Food Chemistry, 42:2445–2449.

Ijeh, I.I. & Chukwunonso, E.C.C.E. 2010, Current perspectives on the medicinal
potentials of Vernonia amygdalina Del, Journal of Medicinal Plant
Research, 5(7): 1051 – 1061.

Juliana. 2010, ‘Isolasi dan Karakterisasi senyawa turunan terpenoid dari fraksi n-
heksana Momordica charantia L’, Skripsi, S,Si., Program Studi Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung, Indonesia.

Katende, A.B. 1995, Useful trees and shrubs for uganda, identification,
propagation and management for agricultural and pastoral communities,
regional soil conservation unit (RSCU), Swedish International Development
Authority, Swedia.

Khalafalla, M.M., Eltayb, A., Hussein, M.D., Amr, A.N., Khalid, M.A.E., David,
A.L., Alan, C. & Hany, A.E. 2009, Antileukemia activity from root cultures
of Vernonia amygdalina, Journal of Medicinal Plants Research, 3(8): 556 –
562.

Kigigha, L.T. & Ebubechukwu, O. 2015, Antibacterial activity of bitter leaf


(Vernonia amygdalina) soup on Staphylococcus aureus and Escherichia
coli), Sky Journal of Microbiology Research, 3(4): 41 – 45.Kiplimo, J.J.
2016, A review on the biological activity and the triterpenoids from the
genus Vernonia (Asteraceae family), International Research Joournal of
Pure & Applied Chemistry, 11(3): 1 – 14.

Kismane, S. & Ibrahim, S. 1985, Analisis farmasi, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, Indonesia.

Kosela, S. 2010, Cara mudah dan sederhana penentuan struktur molekul


berdasarkan spektra data (NMR, Mass, IR, UV), Lembaga Penerbitan
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok, Indonesia.
49

Kristanti, A.N., Aminah, N.S., Tanjung, M. & Kurniadi, B. 2008, Buku ajar
fitokimia, Airlangga University Press, Surabaya, Indonesia.

Lenny, S. 2006, ‘Isolasi dan uji bioaktivitas kandungan kimia utama puding
merah dengan metode brine shrimp lethality’, Skripsi, S.Si, Jurusan Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera
Utara, Medan, Indonesia.

Luke, U.O., Ebong, P.E., Eyong, E.U., Robert, A.E., Ufot, S.U. & Egbung, G.E.
2014, Effect of ethanolic root and twig extracts of Vernonia amygdalina
(etidot) on liver function parameters of streptozotocin induced
hyperglycaemic and normal wistar rats, European Scientific Journal, 30(9):
1857 – 7881.

Luo, X., Yan, J., Frank R.F., Cuiwu, L., Ernest, B.I. & Ken, S.L. 2010, Isolation
and structure determination of a sesquiterpene lactone (vernodalinol) from
Vernonia amygdalina extracts, Pharmaceutical Biology, 49(5): 464 – 470.

Mannito. P. 1981, Biosintesis produk alami, Terjemahan Kosasih Padmawinata


dan Iwang Soediro, ITB, Bandung, Indonesia.

Muharni, 2010, Triterpenoid lupeol dari manggis hutan (Garcinia bancana Miq.),
Jurnal Penelitian Sains Universitas Sriwijaya, Palembang, Indonesia.

Mwanauta, R., Mtei, K. & Ndakidemi, P. 2014, Prospective bioactive compounds


from Vernonia amygdalina, lippia javanica, dysphania ambrosioides and
tithonia diversifolia in controlling legume insect pests, Agricultural
Sciences, 5: 1129 – 1139.

Ntie-Kang, F., Pascal, A.O., Lydia, L.L., Jean, C.N., Wolfgang, S. & Luc, M.M.
2014, The potential of anti malarial ocmpounds derived from African
medicinal plants, Part II: A pharmacological evaluation of non alkaloids and
non terpenoids, Malaria Journal, 13: 81.

Ofori, D.A., Anjarwalla, P., Jamnadass, R., Stevenson, P.C. & Smith, P. 2013,
Pesticidal plant leaflet Vernonia amygdalina Del. the University of
Greenwich, World agroforestry centre, London, Inggris.

Pavia, D.L., Lampman, G.M. & Kriz , G.S. 2001, Introduction to spectroscopy,
3rd edition, Thomson learning, Inc., United States of America.

Pudjaatmaka, A.H. 1982, Kimia organik, edisi ke-3, Erlangga, Jakarta, Indonesia.

Puspawati, N.M., Simpen I.N., Sumerta M.I.N. 2012, Gelatin isolation from
broiler chicken feet skin and characterization of functional groups by ftir
spectrophotometer, Chemistry Journal, 6(1): 79 – 87.

Ramadhani, F.S. 2016, ‘Isolasi dan uji itotoksik senyawa flavonoid dari ekstrak
metanol akar tanaman daun afrika’, Skripsi, S.Farm., Jurusan Farmasi,
50

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya,


Inderalaya, Palembang, Indonesia.

Rusdi, 1998, Tetumbuhan sebagai sumber bahan obat, Pusat Penelitian


Universitas Andalas, Padang, Indonesia.

Sarker, S.D. & Nahar, L. 2009, Kimia untuk mahasiswa farmasi, Pustaka Belajar,
Yogyakarta, Indonesia.

Sastrohamidjojo, H. 1991, Kromatografi, edisi ke-2, Liberty, Yogyakarta,


Indonesia.

Silverstain, R.M., Bassler, G.C. & Morril, T.C. 1986, Spectrometric identification
of organic compounds, edisi ke-4, diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh
Hartono, Erlangga, Jakarta, Indonesia.

Supratman, U. 2010, Elusidasi struktur senyawa organik, Widya padjajaran,


Bandung, Indonesia.

Syahrurchman, A. 1994. Buku ajar mikrobiologi kedokteran, edisi revisi,


Binapura Aksara, Jakarta, Indonesia.

Tobing, R.L. 1989, Kimia bahan alam, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Proyek Pembangunan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan, Jakarta, Indonesia.

Voight, R. 1995, Buku pelajaran teknologi farmasi, UGM Press, Yogyakarta,


Indonesia.

Willard, H.H., Lynne, L.M. & John, A.D. 1966, Instrumental methods of analysis,
Journal of Chemical Education, 43(9): 506 – 507.

Yeap, S.K., Ho, W.Y., Beh, B.K., Liang, W.S., Ky, H., Yousr, A.H.N. &
Alitheen, N.B. 2010, Vernonia amygdalina, an ethnoveterinary and
ethnomedical used green vegetable with multiple bioactivities, Journal
Medicinal Plant Res, 4: 2787 – 2812.

Zenebe, M.M., Bitew, K.D., Getachew, G. & Adhena, A.W. 2015, Isolation,
structural elucidation, and bioactivity studies of leaf extract of Vernonia
amygdalina, American Journal of Analytical Chemistery, 3(1): 14 – 20.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Kerja Pemisahan Ekstrak N-Heksana

Ekstrak N-Heksana

 Pemisahan dengan KK
 Analisis: KLT

Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi


HA HB Hc HD

 Analisis:
KLT
 Pemisahan
dengan KK

Fraksi Fraksi
HA1 HA2

 Pemisahan dengan
KK
 Pemisahan
dengan KK
Kristal
Minyak kuning
kuning
 Uji Kelarutan

Senyawa tidak larut


dalam pelarut organik

Garam

51
52

Lampiran 2. Skema Kerja Pemisahan Ekstrak Etil Asetat

Ekstrak Etil Asetat

 Pemisahan dengan KK
 Analisis: KLT

Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi


EA EC ED EF

 Analisis:
KLT Fraksi  Analisis: Fraksi Fraksi
 Pemisahan EB KLT EE EG
dengan KK  Pemisahan
dengan KK

Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi


EA1 EA2 EB1 EB2

 dimurnikan n-heksana
 dimurnikan n-heksana

Kristal Kristal
kekuningan kekuningan

 Analisa KLT  Analisa KLT

Senyawa Senyawa
murni
 diidentifikasi  diidentifikasi

Senyawa tidak larut Lupeol


dalam pelarut organik

Garam
53

Lampiran 3. Hasil Determinasi Tumbuhan Vernonia amygdalina D


54

Lampiran 4. Dokumentasi Proses Ekstraksi

Serbuk

Akar tanaman Daun


Afrika

N-heksana

Etil asetat

Metanol Pemekatan ekstrak cair dengan


rotary evaporator
55

Lampiran 5. Dokumentasi Proses Fraksinasi dan Skrining Fitokimia

Isolat Fraksi Etil Asetat


Proses Kromatografi Kolom
Gravitasi

Uji Alkaloid Uji Triterpenoid


56

Lampiran 6. Dokumentasi Hasil Identifikasi KLT

KLT hasil kolom gravitasi ekstrak

KLT hasil kolom gravitasi ekstrak n-heksana

Fraksi etil asetat hasil kromatografi kolom gravitasi

Fraksi FEB1 dengan


3 eluen berbeda Fraksi FEA1 degan
setelah disemprot 2 eluen berbeda
serium sulfat
57

Lampiran 7. Penggalan Spektrum NMR 2D HSQC Metilen

C-7

C-16

C-1

C-13

C-22

(A)

C-6

C-11

(B)
58

Lampiran 8. Perhitungan Persen Rendemen

1. Rendemen N-heksana Akar Tanaman Daun Afrika

Ekstrak kental
Rendemen = ×100%
Berat sampel

17,73
= ×100%
1000

= 1,77 %

2. Rendemen Ekstrak Eti asetat Akar Tanaman Daun Afrika

Ekstrak kental
Rendemen = ×100%
Berat sampel

6,31
= 1000 ×100%

= 0,631 %

3. Rendemen N-heksana Akar Tanaman Daun Afrika

Ekstrak kental
Rendemen = ×100%
Berat sampel

23,61
= ×100%
1000

= 2,36 %
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Adnan

NIM : 08061181419007

Tempat/Tanggal Lahir : Pangkalpinang/03 Juni 1996

Universitas/Fakultas/Jurusan : Sriwijaya/Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam /Farmasi

Bidang Ilmu Skripsi : Kimia Bahan Alam

Alamat Rumah : Jl. Depati Hamzah Air Itam Kec. Bukit Intan

Kelurahan SinarBulan Pangkalpinang, Bangka

Belitung

No Telepon/HP : 082281330365

Email : aaadadnan@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

TK Mandiri Pangkalpinang 2001 s.d. 2002

SDN 58 Pangkalpinang 2002 s.d. 2008

SMPN 10 Pangkalpinang 2008 s.d. 2011

SMAN 02 Pangkalpinang 2011 s.d. 2014

Universitas Sriwijaya 2014 s.d. 2018

Pengalaman Organisasi : Badan Pengurus Staf Ahli Internal HKMF

(Himpunan Keluarga Mahasiswa Farmasi

2016/2017

Judul Skripsi : Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstrak

Akar Tanaman Daun Afrika Vernonia amygda

lina Delile.)

59

You might also like