Professional Documents
Culture Documents
2018
I. PENDAHULUAN
Ekskresi merupakan proses pengeluaran zat sisa metabolisme baik berupa zat
cair ataupun zat gas. Zat-zat sisa tersebut dapat berupa urine (ginjal), keringat (kulit),
empedu (hati), dan CO2 (paru-paru). Zat-zat ini harus dikeluarkan dari dalam tubuh
jika tidak dikeluarkan dari dalam tubuh akan mengganggu proses yang ada di dalam
tubuh bahkan meracuni tubuh (Pearce, 2006). Sistem perkemihan atau Urinary System
adalah suatu sistem kerjasama tubuh yang memiliki tujuan utama mempertahankan
keseimbangan internal atau homeostatis. Fungsi lainnya adalah untuk membuang
produk-produk yang tidak dibutuhkan oleh tubuh dan banyak fungsi lainnya yang akan
dijelaskan kemudian. Susunan sistem perkemihan terdiri dari dua ginjal (ren) yang
menghasilkan urin, dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesica urinaria
(kantung kemih), satu vesica urinaria (VU) tempat urin dikumpulkan, dan satu uretra
tempat urin dikeluarkan (Wibowo, 2005).
Urin terdiri atas air (96%) , urea (2%), dan sisanya 2% terdiri atas asam urat,
kreatinin, amonium, natrium, kalium, klorida, pospat, sulfat, dan oksalat. Urin
berwarna kuning jernih karena adanya urobilin, suatu pigmen empedu yang diubah di
usus, direabsorbsi, kemudian diekskresikan oleh ginjal. Berat jenis urin antara 1020
dan 1030, sedangkan pH urin sekitar 6 (rentang normal 4,5-8). Orang dewasa yang
sehat mengeluarkan 1000-1500 ml urin per hari. Jumlah urin yang diasilkan dan berat
jenisnya tergantung pada asupan cairan dan jumlah larutan yang diekskresi. Produksi
urin berkurang saat tidur dan latihan (Setiadi, 2007).
Infeksi Saluran Kemih merupakan infeksi akibat berkembang biaknya
mikroorganisme di dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal air kemih tidak
mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lain. Sekitar 150 juta penduduk di
seluruh dunia tiap tahunnya terdiagnosis menderita infeksi saluran kemih.
Prevalensinya sangat bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin, dimana infeksi
saluran kemih lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria karena
perbedaan anatomis antara keduanya. Penyebabnya adalah karena uretra perempuan
lebih pendek sehingga mikroorganisme dari luar lebih mudah mencapai kandung
kemih yang letaknya dekat dengan daerah perianal (Mantu et al.,2015).
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah beberapa infeksi bakteri yang paling
umum, yang mempengaruhi 150 juta orang setiap tahun di seluruh dunia. Amerika
Serikat saja pada tahun 2007, ada sekitar 10,5 juta kunjungan kantor untuk gejala ISK
(merupakan 0,9% dari semua kunjungan rawat jalan) dan 2-3 juta kunjungan
departemen gawat darurat 2-4. Saat ini, biaya sosial dari infeksi ini, termasuk biaya
perawatan kesehatan dan waktu yang terlewat dari pekerjaan, sekitar 3,5 miliar dolar
AS per tahun di Amerika Serikat saja. ISK merupakan penyebab morbiditas yang
signifikan pada bayi laki-laki, pria yang lebih tua, dan wanita dari segala usia. Sekuele
serius termasuk sering kambuh, pielonefritis dengan sepsis, kerusakan ginjal pada
anak kecil, kelahiran prematur dan komplikasi yang disebabkan oleh penggunaan
antimikroba yang sering, seperti resistensi antibiotik tingkat tinggi dan kolitis
Clostridium difficile (Mireles et al., 2015).
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah keadaan ditemukannya mikrorganisme di
dalam urin dalam jumlah tertentu. Urin dalam keadaan normal mengandung
mikroorganisme, umumnya sekitar 100 bakteri/mL urin. Pasien didiagnosis infeksi
saluran kemih bila urinnya mengandung lebih dari 100.000 bakteri/mL (Sondakh et
al., 2016). Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah invasi bakteri pada saluran kemih yang
menyebabkan respon inflamasi disertai timbulnya gejala-gejala seperti: demam (suhu
tubuh > 38oC), urinary urgency, pollakisuria, perasaan panas pada daerah supra pubik,
yang bukan disebabkan infeksi lain. Air kemih dalam keadaan normal tidak
mengandung bakteri, virus ataupun mikroorganisme lain, sehingga air kemih di dalam
sistem saluran kemih biasanya steril. Untuk menegakkan diagnosis ISK harus
ditemukan bakteriuria bermakna melalui biakan atau kultur (Endriani et al., 2009).
Selain karena bakteri, faktor lain yang dapat meningkatkan resiko terjadinya ISK
antara lain kehamilan, menopause, batu ginjal, memiliki banyak pasangan dalam
aktivitas seksual, penggunaan diafragma sebagai alat kontrasepsi, inflamasi atau
pembesaran pada prostat kelamin pada uretra, immobilitas, kurang masukan cairan,
dan kateterisasi urin (Knowles, 2005).
Berbagai penyakit yang menyerang sistem urinari disebabkan berbagai hal,
salah satunya infeksi saluran kemih (ISK), merupakan infeksi yang terjadi di
sepanjang saluran kemih, termasuk ginjal. Infeksi ini diakibatkan poliferasi
mikroorganisme. Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi cystitis dan pyelonefritis.
Cystitis adalah infeksi kandung kemih sedangkan pyelonefritis adalah infeksi pada
ginjal yang dapat bersifat akut atau kronik (Nua, 2016). Beberapa penyakit yang
berkaitan dengan sistem urinari yang lain adalah gagal ginjal yang merupakan suatu
penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi
mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan, pembuangan elektrolit tubuh,
menjaga keseimbangan cairan, dan zat kimia tubuh, seperti sodium dan kalium
didalam darah atau produksi urin. Penyakit ginjal kronik adalah adanya kerusakan
structural atau fungsional ginjal dan atau penurunan laju filtrasi glomerulus kurang
dari 60 mL menit 1,73 m2 yang berlangsung lebih tiga bulan (Tjekyan, 2014).
Enterobacteriaceae (termasuk Escherichia coli) dan Enterococcus faecalis,
merupakan agen penyebab yang mencakup > 95% dari ISK. Bakteri penyebab ISK
lain yang paling banyak antara lain Enterococcus spp., Klebsiella, Enterobacter spp.,
Proteus spp., dan Pseudomonas sp. Selain itu, ditemukan pula Streptococcus group B,
Neisseria gonorrhoeae, dan Chlamydia sp. yang ditularkan melalui kontak seksual
(Carreno & Funai, 2002). Proteus, Klebsiella, dan Staphylococcus bisa ditemukan
pada saat pemasangan kateter (Tambayong, 2000). Sebagian besar pengobatan ISK
menggunakan antibiotik atau indikasi. Antibiotik yang biasa digunakan adalah
cotrimoksazole, fluoroquinolon, betalaktam (seperti penisilin dan sefalosporin), dan
aminoglikosida (Syarif, 2007).
Tujuan praktikum karakterisasi bakteri enteron adalah mengetahui metode
deteksi bakteriuria yang terasosiasi dengan saluran urin.
II. MATERI DAN METODE
A. Materi
B. Metode
3. Uji duga
Sampel urin sebanyak 0,1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
berisi medium LB + Phenol red. Sampel urin yang telah dimasukkan ke dalam
tabung reaksi diinkubasi selama 1 x 24 jam pada suhu 37ºC. Hasil inkubasi
diamati dengan interpretasi sebagai berikut:
Kuning : E. coli dan Enterococcus
Orange : Klebsiella, Staphylococcus, dan Streptococcus
Merah-keunguan : Proteus dan Pseudomonas
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 3.1. Hasil Perhitungan Jumlah Bakteri Per ml pada Sampel Urin
Kelompok 6 Rombongan II
A. Kesimpulan
B. Saran
Endriani, R., Andrini, F. & Alfina, D., 2009.Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Kemih
(ISK) di Pekanbaru. Jurnal Ilmu Kesehatan. 3(2): pp. 139-143.
Inayati & Falah, K., 2014. Uji Diagnostik Urinalisis Lekosit Esterase terhadap
KulturUrin pada Pasien Infeksi Saluran Kemih (ISK) dengan Kateterisasi Uretra.
Jurnal Kedokteran Syifa Medika.4(2): pp.100-108.
Knowles, M., 2005. The Adult Learner: The Definitive Classic in Adult Education and
Human Resource Development 6th edition. Amsterdam: Elsevier.
Kumala, S., Raisa, N., Rahayu, L. & Kiranasari, A., 2009. Uji Kepekaan Bakteri yang
Diisolasi dari Urin Penderita Infeksi Saluran Kemih (ISK) terhadap Beberapa
Antibiotika pada Periode Maret-Juni 2008. Majalah Ilmu Kefarmasian. 6(2):
pp. 45-55.
Mantu, F. N. K., Lily, R. G. & Widdhi, B., 2015. Evaluasi Penggunaan Antibiotik
pada Pasien Infeksi Saluran Kemih di Instalasi Rawat Inap RSUP. Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado Periode Juli 2013-2014. Pharmacon. 4(4): pp. 2302-2493.
Mireles, A. L. F., Jennifer, N. W., Michael, C. & Scott, J. H., 2015. Urinary tract
infections: epidemiology, mechanisms of infection and treatment options. Nat
rev Microbiol. 13(5): pp. 269-284.
Nua, A. R., 2016. Uji Kepekaan Bakteri yang Diisolasi dan Diidentifikasi dari Urin
Penderita Infeksi Saluran Kemih (ISK) di RSUP Prof. Dr. Rd Kandou Manado
terhadap Antibiotik Cefixime, Ciprofloxacin dan Cotrimoksazole. Pharmacon.
5(4): pp. 174-181.
Pearce, E. C., 2006. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Pranoto, E., Kusumawati, A. & Hapsari, I., 2012. Infeksi Saluran Kemih di Instalasi
Rawat Inap RSUD Banyumas Periode Agustus 2009-Juli 2010. Jurnal
Pharmacy. 9(2): pp. 9-18.
Sumolang, S. A. C., Porotu’o, J. & Soeliongan, S., 2013. Pola Bakteri pada Penderita
Infeksi Saluran Kemih di Blu RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado. Journal
Biomedik (EBM). 1(1): pp.597-601.
Syarif, A., 2007 . Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru.
Tjekyan, S., 2014. Prevalensi dan Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2012. Majalah Kedokteran Sriwijaya,
46(4): pp. 275-281.
Trinadi, I., Arguni, E., & Hermawan, K. 2016. Validasi Kriteria Diagnosis Saluran
Kemih Berdasarkan American Academy of Pediatrics 2011 pada Anak Usia 2-
24 Bulan. Sari Pediatri. 18(1): pp. 17-19.