You are on page 1of 4

Definisi Sesak Nafas

Sesak nafas sering disebut sebagai dispnea yaitu nafas pendek, breathlessness, atau shortness
of breath. Dispenea didefinisikan sebagai pernafasan yang abnormal atau kurang nyaman
dibandingkan dengan keadaan normal seseorang sesuai dengan tingkat kebugarannya.

 Ortopneu : dispnea yang terjadi pada posisi berbaring


 Platipneu : dispnea yang terjadi pada posisi tegak dan akan membaik jika penderita
dalam posisi berbaring
 Takipnea : frekuensi nafas yang cepat yang dapat muncul dengan atau tanpa dispnea
 Dispnea de effort : sesak nafas ketika aktivitas dean membaik setelah istirahat
 Nokturnal paroksismal dispnea : sesak pada malam hari dan memerlukan posisi duduk
dengan segara untuk bernafas.

Etiologi Sesak Nafas

Sesak nafas dapat digolongkan menjadi dua kelompok besar berdasarkan penyebabnya:

a. Organik (kelainan pada organ tubuh) Jantung, ginjal, gangguan metabolisme


b. Non organik (gangguan psikis yang tidak disertai kelainan fisik),

Sesak nafas dapat disebabkan oleh berbagai proses diantaranya :

1. Vaskular
2. Inflamasi
3. Neoplasma
4. Degeneratif
5. Intoksikasi
6. Kongenital
7. Alergi atau autoimun
8. Trauma
9. Endokrin

Sesak nafas juga dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme, yaitu :

1. Gangguan pengambilan oksigen


2. Gangguan absorbsi oksigen
3. Gangguan perfusi
4. Gangguan tranportasi
5. Gangguan dari peningkatan kebutuhan oksigen gangguan dari ekskresi karnbon
doksida dan sisa metabolisme tubuh.
Fisiologi Sesak Nafas

1. Sensasi sesak nafas, campuran dua komponen :

Input sensory ke korteks serebri

Informasi dari reseptor-reseptor khusus terutama mekanorespor di berbagai a


aparatus pernafasan dan di tempat lain. Input lain dari jalan nafas, paru melalui
nervus vagus, ototo-otot pernafasan dan dinding dada.

Sensasi Persepsi

Interpretasi dari informasi yang tiba pada korteks sensor otot, hal ini sangat
bergantung pada psikologis penderita.

2. Usaha untuk bernafas

Hal ini berkaitan dengan rasio beban pada otot-otot pernafasan dan kapasitas
maksimum otot-otot pernafasan

3. Kemoreseptor

Rangsangan kemoreseptor perifer atau sentral akan meningkatkan ventilisasi paru


sekaligus menimbulkan sensasi sesak nafas. Hipoksia, rangsangan respirasi melalui
kemoreseptorperifet, dan dapat menimbulkan sensasi sesak nafas pada penderita dengan
penyakit paru

4. Mekanoreseptor

Rangsangan mekanik akan merangsang berbagai reseptor yang tersebar di organ


pernafasan :

Reseptor saluran pernafasan dan atau wajah.

Reseptor paru : reseptor iritan di epitel jalan nafas (rangsangan mekanik dan
mekanik dan kimia), reseptor pulmonary strech di jalan nafas : inflasi paru,
serabut-c di dinding alveolar dan pembuluh darah respons terhadap kongestif
interstisial. Dan nervus vagus yang akan mentransmisikan informasi aferen
dari paru ke susunan saraf pusat.
5. Reseptor mekanik

Reseptor dinding dada berupa otot-otot dada akan mempengaruhi ventilisasi dan
berdampak pada sensasi sesak nafas.

Besarnya tenaga fisik yang dikeluarkan untuk menimbulkan dispnea bergantung pada
beberapa hal berikut :

1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Ketinggian tempat
4. Jenis latihan fisik
5. Dan terlibatnya emosi dalam melakukan kegiatan tersebut.

Patofisiologi Sesak Nafas

Dispnea berkaitan dengan ventilasi. Ventilasi dipengaruhi oleh kebutuhan metabolic dari
konsumsi oksigen dan eliminasi karbondioksida . frekuensi vertilisasi bergantung pada
rangsangan pada kemoreseptor yang ada di badan karotid dan aorta. Selain itu, frekuensi ini
juga dipengaruhi oleh sinyal dari reseptor neuralyang ada di parenkim paru, saluran udara
besar dan kecil, otot pernafasan, dan dinding toraks.

Pada dispnea, terjadi peningkatan usaha otot dalam proses inspirasi dan ekspirasi. Karena
dispneas bersifat subjektif, maka dispnea tidak sealu berkorelasi dengan derajat perubahan
secara fisiologis. Beberapa pasien dapat mengeluhkan ketidakmampuan bernafas yangberat
dengan perubahan fisiologis yang minor, sementara pasien lainnya dapat menyangkal
terjadinya ketidakmampuan bernafas walaupun telah diketahui terdapat deteriorasi
kardiopulmonal.

Pada pasien dengan edema pulmonal, cairan yang terakumulasi akan mengaktifkan serat saraf
di interstitium alveolar dan secara lansung menyebabkan dispnea. Substansi yang terhirup
yang dapat mengiritasai akan mengaktifkan reseptor di epitel saluran pernafasan dan
memproduksi nafas yang cepat, dangkal, batuk, dan bronkospam. Dalam merespon
kegelisahan, sistem saraf pusat juga dapat meningkatkan frekuensi pernafasan. Pada pasien
dengan hiperventilisasi, koreksi penurunan PCO2 sendiri tidak mengurangi sensasi dari nafas
yang tidak tuntas. Ini mereflesikan interaksi antara pengaruh kimia dan saraf pada pernafasan.
Daftar Pustaka

Wilson, Lorraine M. 2005. Tanda dan Gejala Penting pada Penyakit Pernafasan, Dalam:
Sylvia Arderson Price dan Lorraine McCarty Wilson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Edisi 6. Volome 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal: 773-779

Guyton, Arthur C., John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC , hal: 610-611.

Asih, Niluh Gede Yasmin (2003). Keperawatan Medikal Bedah : Klien dengan Gangguan
Sistem Sistem Pernafasan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hendra, Utama dr., Sp. KK. (2012). Sesak Nafas. Jakarta : Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

Nuraflatin, A., Ayu, E.S., Mabruroh, F ., dan Fauziah, N., 2007. Patofisiologi Sesak Nafas.
Universitas Sumatera utara

You might also like