Professional Documents
Culture Documents
yang
dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar menusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya
dalam bidang sipil dan politik yang pemenuhannya menjadi tanggung jawab Negara.
Karakteristik Hak Sipil dan Politik:
Negara bersifat pasif
Dapat diajukan ke pengadilan
Tidak bergantung pada sumber daya HAK SIPIL DAN POLITIK
Non-ideologis
Hak-Hak Sipil Dan Politik Meliputi
1. Hak hidup
2. Hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi
3. Hak bebas dari perbudakan dan kerja paksa
4. Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi
5. Hak atas kebebasan bergerak dan berpindah
Instrumen HAM Yang Mengatur Hak-Hak Sipil Dan Politik
1. UUD 1945 (Pasal 28 )
2. Ketetapan MPR Nomor XVII Tahun 1998 Tentang Hak Asasi Manusia
3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita
4. Undang-undang Nomor 5 tahun 1998 Tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia
5. Undang-undang Nomor 29 Tahun 1999 Tentang Pengesahan Konvensi Internasional Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Rasial
6. UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM (Pasal 9-Pasal 35)
Upaya yang di lakukan Indonesia dalam Menjamin Dan Melindungi Hak Sipil dan Politik
1. Amandemen UUDasar 1945 dengan memasukan BAB yang mengatur HAM
2. Harmonisasi berbagai Peraturan Perundang-undangan
3. Melakukan Sosialisasi di seluruh wilayah Republik Indonesia terkait dengan Hak-hak Sipil dan Politik
4. Pembntukan Komnas HAM, Komnas Perlindungan anak & Komnas Perempuan
Hak sipil adalah hak kebebasan fundamental yang diperoleh sebagai hakikat dari keberadaan seorang
manusia
Hak politik ialah hak dasar dan bersifat mutlak yang melekat di dalam setiap warga Negara yang harus
dijunjung tinggi dan di hormati oleh Negara dalam keadaan apapun.
Hak sipil dan politik
Hak negative
Hak individualis
Pemenuhannya bersifat mutlak dan harus dijalankan oleh Negara
Hak ekonomi social dan budaya
Hak positif
Hak kolektif
Mengupayakan langkah-langkah dan memaksimalkan sumber daya dalam pemenuhannya (progessif
realization)
Pengecualian Pemenuhan Hak Sipil Politik
Kondisi darurat yang mengancam kehidupan dan eksistensi bangsa yang secara resmi di tetapkan
Memenuhi asas proporsionalitas dan non diskriminasi
Berdasarkan aturan yang jelas
Penafsiran Hak Sipil Politik
1. Negara tidak boleh melakukan penafsiran terhadap hak-hak dan kebebasan fundamental yang di atur di
dalam kovenan
2. Penafsiran haruslah merujuk kepada komentar umum (general comment) PBB dan lembar fakta (fact
sheet)
Prinsip dan Mekanisme Kerja Komite Hak Ekosob PBB
Pertama, Deklarasi Wina 1993: hak ekosob tidak dapat dipisahkan dari hak sipol.
Kedua, hak menentukan nasib sendiri (self determination).
Ketiga, non-diskriminasi. Prinsip Limburg: hak-hak yang yang strategis harus dipenuhi dengan segera
Keempat, negara memanggul kewajiban untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan
memenuhi (to fulfill) hak-hak ekosob warganya. TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM
PEMENUHAN HAK EKOSOB
Isi Kovenan Internasional tentang Hak Ekosob
1. Bagian I, memuat hak setiap penduduk untuk menentukan nasib sendiri dalam hal status politik yang bebas serta
pembangunan ekosob.
2. Bagian II, memuat kewajiban Negara Pihak untuk melakukan semua langkah yang diperukan dengan berdasar
pada sumber daya yang ada untuk mengimplementasikan Kovenan dengan cara-cara yang efektif, termasuk
mengadopsi kebijakan yang diperlukan.
3. Bagian III, memuat jaminan hak-hak warga negara:
a. Hak atas pekerjaan;
b. Hak mendapatkan program-program pelatihan teknis dan vokasional;
c. Hak untuk mendapatkan kenyamanan dan kondisi kerja yang baik;
4. Bagian IV, memuat kewajiban Negara Pihak yang telah meratifikasi Kovenan untuk melaporkan kemajuan-
kemajuan yang telah dicapai dalam pemenuhan Hak Ekosob ke Sekretaris Jenderal PBB dan Dewan Ekosob.
5. Bagian V, memuat ratifikasi Negara Pihak. (Indonesia mengesahkan/meratifikasi Kovenan Internasional tentang
Hak Ekosob melalui UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social
and Cultural Rights, tanggal 28 Oktober 2005).
Negara Wajib Menyampaikan Laporan kepada Komite Hak Ekosob dengan 7 Tujuan (Komentar Umum Nomor 1)
1. Pertama, memastikan bahwa Negara Pihak melaksanakan pengujian komprehensif terhadap per-UU-an nasional,
aturan, prosedur dan praktik penyelenggaraan negara dalam rangka menyamakan sebisa mungkin dengan
Kovenan.
2. Kedua, memastikan bahwa Negara Pihak secara berkala memantau situasi yang sebenarnya dengan
menghormati setiap hak yang disebutkan dalam Kovenan dalam rangka mengukur sejauhmana hak tersebut
dapat dinikmati oleh semua individu dalam Negara tersebut.
3. Ketiga, memberikan dasar bagi uraian pemerintah mengenai kebijakan yang dinyatakan dengan jelas dan
ditargetkan secara hati-hati dalam menerapkan Kovenan.
4. Keempat, memfasilitasi penelitian masyarakat mengenai kebijaksanaan pemerintah menyangkut peneraan
Kovenan, dan mendorong keterlibatan semua bagian masyarakat dalam merumuskan, menerapkan dan
melakukan pengujian terhadap relevansi suatu kebijakan.
5. Kelima, memberikan dasar agar baik negara Pihak maupun Komite dapat mengevaluasi secara efektif kemajuan
ke arah perwujudan atas kewajiban yang terdapat dalam Kovenan.
6. Keenam, memberi kesempatan kepada Negara Pihak untuk mengembangkan pengertian yang lebih baik
mengenai masalah dan krisis yang mengancam pelaksanaan hak ekonomi, sosial dan budaya.
Konsiderans menimbang butir a-d UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
HAM merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng,
Pembentukan pengadilan HAM untuk menyelesaikan pelanggaran HAM yang berat yang telah diupayakan
oleh Pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan
HAM dinilai tidak memadai, sehingga tdk disetuhui oleh DPR untuk menjadi UU dan akhirnya dicabut.
ASAS PERADILAN HAM Asas “lex specialis de rogat legi Generally” dalam hal tidak diatur dalam UU No. 26 Tahun
2000, maka berlaku UU No. 8 Tahun 1981
KEWENANGAN PENYELIDIKAN
- Kewenangan penyelidikan kasus HAM terhadap pelanggaran HAM berat dilakukan oleh Komnas HAM.
- Komnas HAM dalam melakukan penyelidikan dapat membentuk tim Ad Hoc yang keanggotaannya terdiri atas : -
Komnas HAM, -Unsur masyarakat.
Kewenangan Komnas HAM dalam melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran HAM meliputi :
1. Melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan
sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran HAM yang berat
2. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang atau kelompok orang tentang terjadinya pelanggaran HAM yang
berat, serta mencariketerangan dan barang bukti.
3. Memanggil pihak pengadu, korban, atau pihak yang diadukan untuk diminta dan didengar keterangannya.
4. Memanggil saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya.
5. Meninjau dan mengumpulkan keterangan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu.
6. Memanggil pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang
diperlukan sesuai dengan aslinya.
Hukum HAM Internasional adalah hukum mengenai perlindungan terhadap hak-hak individu atau kelompok yang
dilindungi secara internasional dari pelanggaran yang terutama dilakukan oleh pemerintah atau aparatnya, termasuk
di dalamnya upaya penggalakkan hak-hak tersebut.
Hukum HAM internasional bermula dari sejarah perkembangan doktrin-doktrin dan institusi-institusi
internasional. Yang penting diantaranya adalah doktrin dan lembaga, intervensi humaniter, tanggung jawab
negara terhadap kerugian yang diderita orang asing, perlindungan golongan minoritas, Sistem Mandat dan
Minoritas dari LBB, serta hukum Humaniter Internasional.
HAM DAN H.I. TRADISIONAL
HAM DAN HUKUM INTERNASIONAL TRADISIONAL
Secara tradisional, hokum internasional diartikan sebagai hukum yang hanya mengatu hubungan antar negara.
Oleh karena itu, negara merupakan satu-satunya subyek hukum internasional dan memiliki hak-hak hukum
menurut hukum internasional. Definisi tradisional ini kemudian pada masa setelah Perang Dunia ke-II diperluas
hingga mencakup organisasi internasional sebagai subyek hukum internasional yang memiliki hak-hak tertentu
berdasarkan hukum internasional. Manusia sebagai individu dianggap tidak memiliki hak-hak menurut hukum
internasional, sehingga manusia lebih dianggap sebagai obyek hukum daripada sebagai subyek hukum
internasional.
masalah HAM merupakan urusan dalam negeri setiap negara sehingga negara lain tidak berhak bahkan
dilarang untuk turut campur tangan terhadap pelanggaran HAM di dalam suatu negara. Namun demikian, masih
terdapat pengecualian terhadap aturan ini dalam bentuk intervensi humaniter.
DOKTRIN INTERVENSI HUMANITER yang dikemukakan oleh Grotius pada abad ke-17 dan diikuti oleh banyak
pendukungnya, diartikan sebagai penggunaan kekuatan yang sah yang dilakukan oleh suatu atau beberapa negara
terhadap negara lainnyaguna menghentikan perlakuan yang menyimpang terhadap warga negaranya, khususnya
terhadap perlakuan brutal dan berskala besar yang bertentangan dengan keyakinan masyarakat bangsa-bangsa.
doktrin ini merupakan pernyataan pertama yang membatasi kebebasan negara berdasarkan hukum internasional dalam
memperlakukan warga negaranya. Berdasarkan doktrin ini pula, suatu organisasi internasional atau kelompok negara-
negara menggunakan kekuatannya untuk mengakhiri suatu pelanggaran berat terhadap HAM di suatu negara.
PERJANJIAN INTERNASIONAL TENTANG HAM SEBELUM PERANG DUNIA KE-II bermula dari abad ke-19, ketika
dirumuskannya berbagai perjanjian internasional untuk melarang perbudakan dan untuk melindungi kaum minoritas
Kristen di Ottoman (Turki). Misalnya Treaty of Paris 1856, dan Treaty of Berlin 1878, yang memberikan kewenangan
kepada negara-negara yang tergabung dalam Concert of Europe untuk campur tangan secara diplomatik bahkan secara
militer terhadap Turki atas nama penduduk yang beragama Kristen. Treaty of Berlin mempunyai kekhususan karena telah
memberikan status hukum tertentu kepada berbagai kelompok pemeluk agama, dan telah menjadi model dalam
membentuk Sistem Minoritas yang kemudian dibentuk di bawah Liga Bangsa-Bangsa.
LIGA BANGSA-BANGSA (LBB) The Covenant of the League of Nations yang mendirikan LBB, tidak memuat ketentuan umum
tentang HAM. HAM perlu dilindungi secara internasional belum diterima secara meluas oleh masyarakat bangsa-bangsa.
Namun demikian, dua pasal (Pasal 22 dan 23) dari Covenant merupakan ketentuan yang penting dalam perkembangan
hukum HAM internasional.
SISTEM MANDAT Pasal 22 Covenant membentuk Sistem Mandat LBB yang diterapkan terhadap bekas wilayah-wilayah
jajahan negara-negara yang kalah perang dalam Perang Dunia ke-I. Berdasarkan sistem ini, bekas koloni tersebut
ditempatkan di bawah Mandat LBB dan dikelola oleh negaranegara pemenang perang. Negara Pemegang Mandat
berkewajiban memberikan laporan tahunannya kepada LBB. Ketika LBB digantikan PBB , Sistem Mandat ini digantikan
dengan Sistem Perwalian.
STANDAR PERBURUHAN INTERNASIONAL Pasal 23 Covenant sangat erat hubungannya dengan HAM, karena menekankan
pentingnya kondisi yang adil dan manusiawi bagi buruh pria, wanita, dan anak-anak. Pasal ini pun mendasari pembentukan
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO).
SISTEM MINORITAS LBB sangat berperan pula di dalam pengembangan sistem perlindungan bagi golongan minoritas.
Walaupun tidak tercantum di dalam Covenant, namun kewenangan untuk melindungi kaum minoritas ini diperolehnya
melalui serangkaian perjanjian yang dibuat setelah usainya Perang Dunia ke-I. LBB bersedia menjadi penjamin dari
kewajiban-kewajiban yang ditetapkan oleh para pihak peserta perjanjian-perjanjian tersebut yang pelaksanaannya, tetapi
Sistem Minoritas LBB tidak dikenal lagi dalam kerangka PBB. Namun demikian, di dalam perkembangannya kemudian
tampak bahwa kelembagaan hukum HAM internasional yang modern ternyata menyerupai kelembagaan yang pertama kali
dikembangkan oleh LBB khususnya dalam menangani sistem minoritas.
HUKUM HUMANITER
Hukum humaniter yang merupakan cabang dari hukum internasional, sekarang dapat diartikan sebagai komponen HAM di
dalam hukum perang. Gagasan ini telah melahirkan Konvensi Jenewa 1864, kemudian diikuti oleh Konvensi Hague III tahun
1899, dan Kesemuanya itu dituangkan ke dalam Konvensi Jenewa 1949. Dengan demikian, hukum HAM internasional
modern mencakup juga hukum humaniter, yang berupaya untuk memberikan perlindungan terhadap manusia baik dalam
keadaan damai maupun perang.
HAM DAN KEBEBASAN DASAR MANUSIA HAM & KEBEBASAN DASAR MANUSIA
JENIS HAM
1. Hak Asasi Pribadi / Personal Right 4. Hak Azasi Ekonomi / Property Rigths
a. Hak Kebebasan Untuk Bergerak, Bepergian Dan a. Hak Kebebasan Melakukan Kegiatan Jual Beli
Berpindah-pindah Tempat. b. Hak Kebebasan Mengadakan Perjanjian Kontrak
b. Hak Kebebasan Mengeluarkan Atau Menyatakan c. Hak Kebebasan Menyelenggarakan Sewa-
Pendapat. Hak Kebebasan Memilih Dan Aktif Di Organisasi menyewa, Hutang-piutang, Dll
Atau Perkumpulan d. Hak Kebebasan Untuk Memiliki Sesuatu
c. Hak Kebebasan Untuk Memilih, Memeluk, Dan e. Hak Memiliki Dan Mendapatkan Pekerjaan Yang
Menjalankan Agama Dan Kepercayaan Yang Diyakini Layak
Masing-masing 5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
2. Hak Asasi Politik / Political Right a. Hak Mendapat Pembelaan Hukum Di Pengadilan
a. hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan b. Hak Persamaan Atas Perlakuan Penggeledahan,
b. hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan Penangkapan, Penahanan Dan Penyelidikan Di
c. hak membuat dan mendirikan parpol / organisasi politik Mata Hukum.
lainnya 6. Hak Asasi Sosial Budaya / Social Culture Right
d. hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi a. Hak Menentukan, Memilih Dan Mendapatkan
3. Hak Azasi Hukum / Legal Equality Right Pendidikan.
a. hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan b. Hak Mendapatkan Pengajaran.
pemerintahan c. Hak Untuk Mengembangkan Budaya Yang Sesuai
b. hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns Dengan Bakat Dan Minat
c. hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Sebagaimana Ditetapkan Oleh Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia (UU 39/1999) Bertujuan Mengembangkan Kondisi Yang Kondusif Bagi Pelaksanaan HAM Sesuai
Dengan Aturan Yang Berlaku Baik Nasional Maupun Internasional.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Dilaksanakan Di Jenewa Pada 10 Desember 1948. Komnas Ham Republik Indonesia
Berdiri Pada Tahun 1999.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM) Mengatur Tentang Hak, Kewajiban Dasar, Tugas
Dan Tanggungjawab Pemerintah Dalam Penegakan HAM, Pembentukan Komnas HAM Dan Partisipasi Masyarakat.
Dalam Menjalankan Hak Dan Kewajibannya, Setiap Orang Wajib Tunduk Kepada Pembatasan Yang Ditetapkan Oleh Undang-
undang Dengan Maksud Untuk Menjamin Pengakuan Serta Penghormatan Atas Hak Dan Kebebasan Orang Lain Dan Untuk
Memenuhi Tuntutan Yang Adil Sesuai Dengan Pertimbangan Moral, Keamanan Dan Ketertiban Umum Dalam Suatu
Masyarakat Demokratis.