You are on page 1of 16

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Praktek Kerja Pengabdian merupakan kegiatan akademik yang
berorientasi pada bentuk pembelajaran mahasiswa untuk mengembangkan dan
meningkatkan tenaga kerja yang berkualitas. Dengan mengikuti Praktek Kerja
Pengabdian diharapkan dapat menambah pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman mahasiswa dalam mempersiapkan diri memasuki dunia kerja
yang sebenarnya.
Selain itu Praktek Kerja Pengabdian mampu mengembangkan kemampuan
mahasiswa khususnya mahasiswa D-III Rekam Medis sekaligus pembahasan
materi yang dimilikinya. Dimana para mahasiswa akan menadapatkan
pengalaman di dunia usaha. Selain untuk memenuhi kewajiban Akademik,
diharapkan kegiatan tersebut dapat menjadi penghubung antara dunia kerja
dengan dunia pendidikan serta dapat menambah pengetahuan tentang dunia
kerja pada Unit Rekam Medis sehingga mahasiswa akan mampu mengatasi
persaingan di dunia kerja.
Praktek Kerja Pengabdian merupakan wujud aplikasi terpadu antara sikap,
kemampuan dan keterampilan yang diperoleh mahasiswa dibangku kuliah.
Pelaksanaan Praktek Kerja Pengabdian diberbagai instansi pelayanan
kesehatan akan sangat berguna bagi mahasiswa untuk dapat menimba ilmu
pengetahuaan, keterampilan dan pengalaman. Melalui Praktek Kerja
Pengabdian ini mahasiswa akan mendapat kesempatan untuk mengembangkan
cara berpikir, menambah ide-ide yang berguna dan dapat menambah
pengetahuaan mahasiswa sehingga dapat menumbuhkan rasa disiplin dan
tanggung jawab mahasiswa terhadap apa yang ditugaskan kepadanya.
Oleh karena itu semua teori-teori yang dipelajari dari berbagai mata kuliah
dibangku kuliah dapat secara langsung dipraktekkan di instansi pelayanan
kesehatan pada Unit Kerja Rekam Medis. Dalam hal ini dapat diketahui
bahwa teori yang dipelajari sama dengan yang ditemui didalam prakteknya

1
sehingga teori tersebut dapat dilaksanakan dengan baik. Sebagaimana
diketahui bahwa teori merupakan suatu ilmu pengetahuan dasar bagi
perwujudan praktek. Oleh karena itu untuk memperoleh pengalaman dan
perbandingan antara teori dan praktek, maka mahasiswa diharuskan menjalani
praktek kerja pengabdian di instansi pelayanan kesehatan sebagai salah satu
syarat yang harus dipenuhi sebelum menyelesaikan studinya.
Penulis memilih melaksanakan praktik kerja pengabdian di RSU Dadi
Keluarga Purwokerto karena berdasarkan informasi yang penulis peroleh
bahwa di RSU Dadi Keluarga Purwokerto memiliki pelayanan yang baik dan
menjadi langganan untuk menangani berbagai macam penyakit khususnya
penyakit cardiovaskuler dan kanker bagi masyarakat di beberapa daerah
disekitar rumah sakit. Selain itu, karena RSU Dadi Keluarga Purwokerto
termasuk rumah sakit yang baru saja berdiri, sehingga penulis berharap dapat
menemukan beberapa permasalahan yang dapat diteliti dan permasalahan
tersebut dapat ditemukan solusinya dari penelitian penulis.

B. Tujuan Kegiatan
Berisi mengenai uraian dari praktik kerja pengabdian.
1. Mahasiswa dapat merasakan langsung bekerja pada RSU Dadi Keluarga
Purwokerto khususnya unit rekam medis.
2. Untuk memperoleh pengalaman kerja di RSU Dadi Keluarga Purwokerto
khususnya unit kerja rekam medis.
3. Untuk mengetahui lingkungan kerja unit rekam medis yang sebenarnya
pada RSU Dadi Keluarga Purwokerto.
4. Untuk mengetahui proses-proses kerja unit kerja rekam medis yang
terdapat di RSU Dadi Keluarga Purwokerto.
5. Membandingkan ilmu yang diperoleh diperkuliahan dengan pelaksanaan
kerja pengabdian di RSU Dadi Keluarga Purwokerto.
6. Untuk memperoleh pengetahuan dari RSU Dadi Keluarga Purwokerto.
7. Mengaplikasikan kemampuan praktik yang diperoleh di perkuliahan ke
dunia pekerjaan

2
BAB II
Hasil Kerja Pengabdian

A. Identifikasi Permasalahan
Menurut Sudra (2010:42) indikator efisiensi pelayanan rawat inap
digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi di suatu ruangan rawat inap,
perlu adanya suatu indikator untuk mengukur apakah ruangan rawat inap
tersebut sudah efisien atau belum. Beberapa indikator efisiensi pelayanan
rawat inap diantaranya meliputi : BOR (Bed Occupancy Rate), AvLOS
(Average Length of Stay), TOI (Turn Over Interval), dan BTO (Bed Turn
Over)
Pelayanan rawat inap di rumah sakit dapat dikatakan efisien, apabila
keempat parameter indikator tersebut bertemu pada satu titik daerah efisiensi.
Berdasarkan hasil observasi di Rumah Sakit Dadi Keluarga keempat
parameter tersebut tidak bertemu pada satu titik daerah efisiensi menurut
Grafik Barber Johnson serta terdapat beberapa indikator yang tidak ideal.
Tabel 1. Indikator Efisiensi Pelayanan rawat inap RSU Dadi Keluarga
Purwokerto Tahun 2017

No Indikator Jumlah
1 BOR 78.6%
2 TOI 1 hari
3 BTO 84.8 kali/tahun
4 AvLOS 3 hari

Tabel 1 merupakan hasil perhitungan indikator efisiensi dari pelayanan


rawat inap di Rumah Sakit Umum Dadi Keluarga Purwokerto Tahun 2017.
Dari tabel tersebut diketahui bahwa indikator yang belum ideal menurut
standar Depkes RI (2005) yaitu indikator BTO dan AvLOS. Masing-masing
standar ideal menurut Depkes RI (2005) yaitu BOR adalah 60-85%, TOI
adalah 1-3 hari, BTO adalah 40-50 kali per tahun, dan AvLOS adalah 6-9 hari.
Sedangkan indikator yang belum ideal menurut perhitungan Barber Johnson

3
adalah indikator BTO. Masing-masing standar ideal menurut Barber Johnson
yairu BOR adalah 75-85%, TOI adalah 1-3 hari, AvLOS 3-12 hari dan BTO
40-50 kali per tahun.
Sumber data untuk perhitungan indikator pelayanan rawat inap berasal
dari sensus harian rawat inap. Petugas pelaporan akan menghubungi perawat
ruangan untuk menanyakan jumlah pasien rawat inap pada suatu bangsal.
Kegiatan tersebut dilakukan setiap pagi hari, petugas akan menanyakan
jumlah pasien rawat inap di suatu bangsal hari sebelumnya. Kemudian sensus
tersebut akan direkap dengan sistem komputerisasi, berdasarkan hasil rekap
sensus harian rawat inap akan menghasilkan komponen-komponen data yang
digunakan untuk menghitung indikator efisiensi pelayanan rawat inap.
Berdasarkan hasil perhitungan indikator efisiensi pelayanan rawat inap
petugas akan membuat grafik barber johnson dengan menggunakan sistem
komputerisasi. Grafik Barber Johnson merupakan suatu grafik yang secara
visual dapat menyajikan dengan jelas tingkat efisiensi pengelolaan rumah
sakit. Indikator yang cukup tajam untuk menilai tingkat efisiensi di rumah
sakit yang ternyata akan lebih bermanfaat untuk menentukan kebijakan
pendayaguaan tempat tidur adalah dengan grafik Barber Johnson.
Keempat parameter tersebut tergambar dalam suatu grafik. Dengan grafik
Barber Johnson secara visual dapat menyajikan dengan jelas tingkat efisiensi
pengelolaan rumah sakit dan perkembangannya dari waktu ke waktu. Grafik
Barber Johnson ditampilkan secara periodik tiap tahun atau sesuai kebutuhan.

4
GBJ Tahun 2017
30

20
ALOS (HARI)

BOR
LOS

10 TOI
BTO
TITIK
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
TOI (HARI)

Gambar 1. Grafik Barber Johnson Rumah Sakit Umum Dadi Keluarga


Purwokerto tahun 2017
Gambar 1. merupakan gambaran dalam bentuk grafik dari hasil
perhitungan indikator rawat inap di Rumah Sakit Umum Dadi Keluarga
Purwokerto tahun 2017. Pada grafik tersebut terdapat garis horizontal yang
menunjukkan nilai TOI dan pada garis vertikal menunjukkan nilai LOS. Garis
yang ditarik dari pertemuan sumbu horizontal dan vertical yaitu titik 0,0 dan
membentuk kipas disebut garis bantu BOR. Garis yang ditarik dan
menghubungkan nilai TOI dan ALOS disebut garis bantu BTO, serta terdapat
area yang disebut dengan daerah efisiensi. Pertemuan empat indikator antara
BOR, TOI, BTO, dan ALOS pada grafik masih berada di luar daerah efisiensi.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pelayanan rawat inap di Rumah Sakit
Umum Dadi Keluarga tahun 2017 belum efisien menurut Barber Johnson dan
terdapat indikator yang belum ideal menurut Depkes RI (2005)

5
B. Identifikasi Perkiraan Penyebab Masalah dan Analisis
Berdasarkan Gambar 1. diketahui titik pertemuan antara empat parameter
BOR, LOS, TOI dan BTO berada diluar daerah efisiensi. Apabila titik Barber
Johnson terletak di dalam daerah efisiensi berarti penggunaan tempat tidur
pada periode yang bersangkutan sudah efisien. Sebaliknya, apabila titik
Barber Johnson masih berada di luar daerah efisiensi berarti penggunaan
tempat tidur pada periode tersebut masih belum efisien (Sudra, 2010).
Menurut Depkes RI(2005) yang belum ideal adalah indikator LOS dan
BTO. Sedangkan menurut Barber Johnson yang belum ideal adalah indikator
BTO. Nilai LOS masih rendah yaitu 3 hari dari standar ideal menurut Depkes
RI yaitu 6-9 hari. Rendahnya nilai LOS dapat diakibatkan oleh kurang
baiknya perencanaan dalam memberikan pelayanan kepada pasien atau
kebijakan dibidang medis (Rustiyanto, 2010). Namun, nilai LOS dianjurkan
serendah mungkin tanpa mempengaruhi kualitas pelayanan perawatan.
Umumnya nilai LOS yang semakin kecil makin baik dengan tetap
memperhatikan kualitas pelayanan yang diberikan. Nilai LOS sangat
dipengaruhi oleh jenis penyakit yang diderita.
Selanjutnya nilai BTO yang tinggi yaitu 84,8 kali per tahun. Hal ini
menunjukkan frekuensi atau pergantian pasien yang sangat cepat sehingga
pergantian tempat tidur melebihi ketentuan. Capaian BTO di Rumah Sakit
Umum Dadi Keluarga Purwokerto terlalu tinggi dan belum sesuai standar
Depkes RI maupun standar Barber Johnson yaitu 40-50 kali setiap tahunnya.
Capaian BTO ini menunjukkan bahwa jumlah pasien yang dirawat melebihi
kapasitas tempat tidur yang ada, sehingga satu tempat tidur terlalu banyak
digunakan oleh pasien secara berkali-kali.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai TOI, waktu jeda suatu tempat tidur
kosong hanya satu hari, setelah satu hari suatu tempat tidur kosong, tempat
tidur tersebut diisi oleh pasien berikutnya, sehingga nilai BTO menjadi tinggi
serta pemakaian tempat tidur digunakan oleh banyak pasien secara berkali-
kali. Hal tersebut tentu merupakan kondisi yang menguntungkan bagi pihak
rumah sakit karena tempat tidur yang telah disediakan tidak ada

6
“kekosongan” atau aktif menghasilkan keuntungan. Namun bisa dibayangkan
bila dalam satu bulan tempat tidur digunakan oleh 15 pasien, berarti rata-rata
setiap pasien menempati tempat tidur tersebut selama 2 hari dan tidak ada
hari dimana tempat tidur tersebut kosong. Ini berarti beban kerja tim
perawatan sangat tinggi dan tempat tidur tidak sempat dibersihkan karena
terus digunakan pasien secara bergantian, kondisi ini mudah menimbulkan
ketidakpuasan pasien, dapat mengancam keselamatan pasien, menurunkan
kinerja kualitas medis dan meningkatkan kejadian infeksi nosokomial karena
tempat tidur tidak sempat dibersihkan atau disterilkan. Jadi dibutuhkan angka
BTO yang ideal dari aspek medis, pasien, dan manajemen rumah sakit.
Menurut Hatta (2013:233) indikator BTO berguna untuk melihat berapa
kali tempat tidur rumah sakit digunakan. Beberapa formula menggunakan rate
dan tidak ada persetujuan umum yang mengatakan bahwa indikator ini tepat
untuk mengukur utilitas rumah sakit, tetapi bagaimanapun administrator
rumah sakit masih menggunakan karena mereka ingin juga melihat
keselarasan dari indikator lainnya yang terkait seperti length of stay dan bed
occupancy rate. Ketika occupany rate bertambah dan length of stay
memendek maka akan tampak efek dari perubahan atau bed turn over rate.

C. Alternatif Solusi dan Pemilihan Solusi Terbaik


Dengan melihat daerah efisiensi yang ada pada Grafik Barber-Johnson
tersebut dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi pelayanan yang ada di Rumah
Sakit Umum Dadi Keluarga Purwokerto dan dijadikan data pendukung
pengambilan keputusan oleh pihak manajemen Rumah Sakit Umum Dadi
Keluarga Purwokerto dalam upaya peningkatan mutu pelayanan yang sudah
baik menjadi lebih baik lagi, serta mencegah terjadinya infeksi nosokomial
dan upaya untuk sterilisasi ruangan, sehingga mencegah terjadinya penyakit
tertular.
Agar memperoleh nilai capaian LOS yang ideal sehingga menimbulkan
efisiensi pelayanan dapat dilakukan melalui penetapan standar pelayanan
yang disepakati oleh tenaga medis khususnya dokter-dokter yang bekerja di

7
rumah sakit. Standar pelayanan ini mencakup indikasi perawatan rumah sakit,
prosedur dan proses pelayanan yang selayaknya harus dilaksanakan, serta
sistem pembiayaan yang diberlakukan dalam memberikan jasa pelayanan
kesehatan. Adanya indikasi perawatan rumah sakit yang jelas, akan
mengurangi jumlah perawatan rumah sakit yang tidak perlu, sehingga
memang pasien-pasien yang memerlukan perawatan rumah sakit saja yang
akan di rawat di rumah sakit.
Nilai BTO tinggi yang disebabkan karena satu tempat tidur digunakan oleh
banyak pasien secara bergantian. Setelah satu hari suatu tempat tidur kosong,
tempat tidur tersebut diisi oleh pasien yang berikutnya. Untuk mengatasi nilai
BTO yang tinggi diperlukan penambahan tempat tidur pasien sehingga nilai
BTO dapat mencapai standar
ideal menurut Depkes RI maupun Barber Johnson yaitu 40-50 kali/tahun.
Untuk penambahan tempat tidur memerlukan perencanaan yaitu dengan
menghitung kebutuhan tempat tidur yang diperlukan dan mengetahui
persediaan keuangan yang dimiliki oleh rumah sakit. Rencana penambahan
tempat tidur menyesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan dan rata-rata
jumlah pasien rawat inap. Penambahan tempat tidur diharapkan dapat
digunakan seefektif dan seefisien mungkin serta dapat mengurangi terjadinya
infeksi nosokomial.

8
BAB III
Pembahasan

Berdasarkan grafik Barber Johnson pada tahun 2017 dapat diketahui


bahwa titik pertemuan empat parameter tersebut masih berada diluar daerah
efisiensi dan dapat dikatakan belum efisien. Nilai BOR, LOS, TOI, dan BTO di
Rumah Sakit Umum Dadi Keluarga Purwokerto pada tahun 2017 merupakan
faktor utama tidak efisiensinya suatu pelayanan rawat inap.
Berdasarkan hasil perhitungan indikator efisiensi pelayanan rawat inap di
Rumah Sakit Umum Dadi Keluarga Purwokerto, nilai BOR yang menunjukan
presentase pemakaian tempat tidur di unit rawat inap pada tahun 2017 adalah
78,6%. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai BOR sudah ideal dan sesuai
dengan standar Depkes RI (2005) yaitu 60-85% dan standar menurut Barber
Johnson yaitu 75-85%. Semakin tinggi nilai BOR maka semakin tinggi pula
penggunaan tempat tidur yang ada untuk perawatan pasien, sedangkan semakin
banyak pasien yang dilayani berarti semakin berat pula beban kerja petugas
kesehatan di unit tersebut. Akibatnya pasien bisa kurang mendapat perhatian yang
dibutuhkan dan kemungkinan infeksi nosokomial juga meningkat. Pada akhirnya,
peningkatan BOR yang terlalu tinggi akan menurunkan kualitas kinerja tim medis
dan menurunkan kepuasaan serta keselamatan pasien. Begitu sebaliknya, semakin
rendah nilai BOR maka semakin sedikit tempat tidur yang digunakan pasien
dibandingkan dengan tempat tidur yang tersedian. Penggunaan tempat tidur yang
rendah menyebabkan kesulitan pada aspek pendapatan ekonomi bagi rumah sakit
LOS merupakan indikator yang menunjukkan rata-rata jumlah hari pasien
rawat inap di rumah sakit. pada tahun 2017 rata-rata jumlah hari seorang pasien
dirawat adalah 3 hari. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai LOS belum ideal
dan belum sesuai dengan standar Depkes RI (2005) yaitu 6-9 hari. Namun
berdasarkan standar Barber Johnson nilai LOS sudah ideal karena, standar ideal
menurut Barber Johnson yaitu 3-12 hari. Dari aspek medis, semakin rendah LOS
maka menunjukkan kinerja kualitas medis yang kurang baik karena pasien dirawat

9
sebentar. Dari aspek ekonomis, semakin rendah LOS berarti semakin rendah biaya
yang nantinya harus dibayar oleh pasien(Sudra, 2010).
TOI merupakan indikator yang menunjukkan lamanya tempat tidur kosong
sampai terisi kembali. Pada tahun 2017 rata-rata lamanya tempat tidur kosong
adalah selama 1 hari. Hal tersebut sudah sesuai dengan standar TOI menurut
Depkes RI (2005) dan standar menurut Barber Johnson yaitu 1-3 hari. Semakin
kecil angka TOI, berarti semakin singkat saat TT menunggu pasien berikutnya.
Hal ini berarti TT bisa sangat produktif, apalagi jika TOI = 0 berarti TT tidak
sempat kosong 1 haripun dan segera digunakan lagi oleh pasien berikutnya. Hal
ini bisa sangat menguntungkan secara ekonomi bagi pihak manajemen rumah
sakit tapi bisa merugikan pasien karena TT tidak sempat disiapkan secara baik.
Akibatnya, kejadian infeksi nasokomial mungkin bisa meningkat, beban kerja tim
medis meningkat sehingga kepuasan dan keselamatan pasien terancam(Sudra
2010).
BTO merupakan indikator yang menunjukkan berapa kali satu tempat
tidur dipakai oleh pasien dalam periode tertentu. Pada tahun 2017 tempat tidur
dipakai oleh pasien sebanyak 84,8 dibulatkan menjadi 85 kali dalam satu tahun.
Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai BTO belum ideal dan belum sesuai dengan
standar menurut Depkes RI (2005) dan standar menurut barber Johnson yaitu 40-
50 kali/tahun. Tingginya nilai BTO berarti semakin banyak pasien yang dilayani
maka semakin sibuk berat beban kerja petugas kesehatan di bangsal tersebut.
Akibatnya pasien kurang mendapatkan perhatian yang dibutuhkan dan
kemungkinan infeksi nosokomial juga meningkat, akan tetapi hal tersebut
menguntungkan bagi pihak rumah sakit karena TT yang tlah disediakan aktif
menghasilkan pemasukan.

10
BAB IV
Rekomendasi

1. Kesimpulan
a. Beberapa indikator efisiensi pelayanan rawat inap diantaranya adalah :
BOR (Bed Occupancy Rate), AvLOS (Average Length of Stay), TOI
(Turn Over Interval), dan BTO (Bed Turn Over)
b. Pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Umum Dadi Keluarga pada
tahun 2017 belum dikatakan efisien menurut standar ideal Barber
Johnson dan Depkes RI (2005).
c. Indikator yang sudah sesuai menurut standar ideal Barber Johnson
adalah BOR, TOI, dan AvLOS. Sedangkan indikator yang sudah
sesuai menurut standar ideal Depkes RI (2005) adalah BOR dan TOI.
d. Hasil analisis tingkat efisiensi indikator rawat inap berdasarkan grafik
barber johnson menunjukkan bahwa titik pertemuan keempat
parameter berada diluar daerah efisiensi.
e. Alternatif solusi yang disarankan penulis yaitu penetapan standar
pelayanan yang disepakati oleh tenaga medis khususnya dokter-dokter
yang bekerja di rumah sakit dan rencana penambahan tempat tidur.
2. Saran
a. Sebaiknya pihak rumah sakit menetapkan standar pelayanan yang akan
diberikan kepada pasien selama menjalani perawatan di rumah sakit.
b. Sebaiknya Unit Rekam medis mengusulkan penambahan tempat tidur
mengingat jumlah pasien rawat inap semakin lama semakin
meningkat.

11
Daftar Pustaka

Destyaningsih, N. 2016. Analisa Kebutuhan Tempat Tidur Berdasarkan Indikator


Grafik Barber Johnson di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun
2015. Yogyakarta: STIKES Jend. Ahmad Yani.
Hidayah, N. 2016. Indikator Efisiensi Rawat Inap.
Diakses dari https://aepnurulhidayat.wordpress.com/2016/08/22/indikator-
efisiensi-rawat-inap-by-aep-nurul-hidayah/. Diaksess pada 17
September 2018 19.30 WIB
Rinjani, V. Triyanti, E. 2016. Analisis Efisiensi Penggunaan Tempat Tidur per
Ruangan Berdasarkan Indikator Depkes dan Berber Johnson di
Rumah Sakit Singaparna Medika Citra Utama Kabupaten
Tasikmalaya Triwulan 1 Tahun 2016. Tasikmalaya: Poltekkes
Tasikmalaya.
Sarwoko, Anang. Sudra, Rano Indradi. 2016. Analisis Deskriptif Bed Turn Over
Bangsal Anak Di RSU Sarila Husada Sragen per Triwulan Tahun
2013-2015. Karanganyar: STIKes Mitra Husada Karanganyar.
Yani, Afri. 2014. Laporan Praktek Kerja Lapangan.
Diakses dari
https://plus.google.com/111211967380035550626/posts/dnqAyKA6c8y.
Diakses pada 15 September 2018 pukul 15.45 WIB
Yuliani, N. Fitri, S N. Uqiyani, R A. 2018. Analisis Efisiensi Indikator Rawat
Inap Berdasarkan Grafik Barber Johnson di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Sukoharjo pada Triwulan III dan Triwulan IV Tahun
2017. Surakarta: APIKES Citra Medika Surakarta.

12
LAMPIRAN

LEMBAR PERSETUJUAN

PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA PENGABDIAN

Dengan ini menyatakan persetujuan pelaksanaan kegiatan praktik kerja


pengabdian,

Nama mahasiswa : Nisa Fahmi Alima

NIM : 16/401552/SV/12056

No. Telepon/HP : 081327548755

Email : nisafahmi.nfa@gmail.com

Lokasi kerja pengabdian : Rumah Sakit Umum Dadi Keluarga Purwokerto

Waktu kerja pengabdian : 23 Juli – 18 Agustus 2018

Yang menyetujui pernyataan,

Nama dosen : Dian Budi Santoso, SKM., MPH

NPU : 1120170098

Yogyakarta, 18 Agustus 2018

Dian Budi Santoso, SKM., MPH

13
NPU. 1120170098

14
Gambar 2. Surat Keterangan Magang di Rumah Sakit Umum Dadi Keluarga
Purwokerto

15
Gambar 3. Surat Balasan Permohonan Pelaksanaan Magang di Rumah Sakit
Umum Dadi Keluarga Purwokerto

16

You might also like