You are on page 1of 99

Halooo everybody

GAGAL NAPAS AKUT

No. Dokumen No. Revisi Halaman


518/SPO/III/2016 0 1/4

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 1


Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
adalah ketidakmampuan mempertahankan nilai Ph ( keasaman),
oksigen (O2), dan karbondioksida (CO2) darah arteri supaya tetap
dalam batas normal.

PENGERTIAN DIAGNOSIS
Sesak napas barat, batuk, sianosis, pulsus paradoksus, stridor, aritmia,
takikardi, konstriksi pupil.

TUJUAN mengatasi gagal nafas


KEBIJAKAN
Gagal Napas tipe 1
 PCO2 normal atau meningkat
 PO2 turun
 Umumnya kurus
 Warna kulit : pink puffer
 Hiperventilasi
 Pernapasan : purse lips

Gagal Napas tipe 2


 PCO2 meningkat
 PO2 menurun
 Sianosis
 Umumnya gemuk
PROSEDUR  Hipoventilasi
 Tremor CO2
 Edema

PEMERIKSAAN
 AGD
 foto toraks
 Kateter Swan Ganz dengan monitor tekanan kapiler paru
(PCWP)
 EKG

PENATALAKSANAAN
Tahap I
 Perbaiki gangguan hipoksemia dengan terapi O2
 Bronkodilator nebulizer

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 2


 Humidifikasi : dengan “nasal prongs”/ kateter kanula;
diberikan dengan kecepatan 2 – 8 liter /menit melalui air pe-
lembab (humidifier)
 Fisioterapi dada
 Antibiotika

Tahap II
 Bronkodilator parenteral
 Kortikosteroid

Tahap III
 Stimulasi pernapasan
 Mini trakeostomi jika retensi sputum

Tahap IV
 Ventilasi mekanik
lndikasi pemakaian alat bantuan pernapasan mekanik :
 setelah “respiratory arrest”
 prekoma – koma
 dalam keadaan lemah/ payah
 tekanan CO2 arteri naik dengan progresif dan tidak ada
perbaikan dengan pemberian O2 secara konservatif
 tetani/ konvulsi terus-menerus.
Kontra indikasi :
 Aritmia jantung, payah jantung
 Penderita tidak kooperatif
 Supervisi yang kurang baik pada penderita.

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. ICU
3. Rawat Inap
4. OK

KERACUNAN OBAT

No. Dokumen No. Revisi Halaman


519/SPO/III/2016 0 1/4

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 3


Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Setiap keracunan akut bahan kimia obat yang dapat atau diperkirakan
dapat menimbulkan kerusakan pada salah satu organ tubuh atau lebih
(penurunan kesadaran, kerusakan esofagus, ganggguan ginjal, dan
PENGERTIAN
lain-lain). Bila terdapat keragu-raguan mengenai dosis obat yang
terminum, dapat dilakukan observasi sampai dengan 24 jam di
ruangan
TUJUAN
KEBIJAKAN
PENATALAKSANAAN
A. UMUM

1. Resusitasi (ABC)
 A (airway= jalan napas), usahakan jalan napas tetap terbuka,
bebas dari sumbatan bahan muntahan, darah, lendir, pangkal
lidah, gigi palsu dan lain-lain, kalau perlu gunakan
oropharyngeal airway, dan aspirator (suction).
 B (breathing= pernapasan), usahakan agar penderita dapat
dan terus bernapas dcngan baik, bila perlu dengan bantuan
Ambubag, respirator, atau pernapasan dari mulut ke mulut
(mouth-to-mouth breathing)
 C (circulation= peredaran darah) pertahankan agar tensi dan
nadi penderita tetap terjaga baik, bilamana perlu segera
pasang infus Dextrose 5%, PZ atau RL; bila hipotensi tetap
PROSEDUR bertahan, dapat ditambahkan cairan koloid (Haemaccel).
2. Eliminasi
a. Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada
penderita yang masih sadar
b. Katarsis, dengan pemberian laksans MgS04, bila diduga
racun telah sampai di usus halus/ tebal.
c. Kumbah lambung (KL) pada penderita yang kesadarannya
mulai menurun atau tidak kooperatif.
KL dilakukan dengan NG tube atau pipa
Ewald; jangan lupa menyebutkan jumlah air yang dipakai
untuk KL.
d. Diuresis paksa (forced diuresis= FD), pada dugaan racun
telah berada dalam darah dan dapat dikeluarkan melalui gin-
jal; diuresis paksa ada 2 macam
 diuresis paksa alkali (FDA) dan
 diuresis paksa netral (FDN)

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 4


e. Dialisis (hemo/peritoneal dialisis), terutama pada keracunan
bahan-bahan yang dapat didialisis

Emesis, katarsis dan KL tidak boleh dikerjakan bila


 keracunan lebih dari 6 jam
 pada keracunan bahan korosif
 keracunan minyak tanah/ bensin
 pada koma derajat sedang sampai berat (Tk.III-IV).
Pada dua yang terakhir ini, KL dapat dikerjakan dengan
bantuan pipa endotrakheal berbalon.
3. "Supportive"
Dikerjakan dengan memperhitungkan keseimbangan cairan,
elektrolit, asam basa, dan kalori

4. Antidotum
Baru diberikan bila ini ada (atropin sulfat untuk keracunan
insektisida fosfat organik, atau nalorphine untuk keracunan
morphine)

B. KHUSUS

a. Keracunan Insektisida fosfat organik (IFO)


1. Infus Dextrose 5 %, hisap lendir, oksigenisasi yang baik
2. Sulfas atropin 2,5 mg bolus intravena, diteruskan 0,5 - 1 mg
setiap 5-10-15 menit tergantung beratnya keracunan.
3. KL seefektif mungkin, katarsis, keramas rambut dengan sabun,
juga mandikan seluruh tubuh dengan sabun, ganti pakaian baru
yang bersih.
4. SA. diberikan secara intravena dengan monitor pupil penderita
sampai tercapai atropinisasi, yaitu: mulut kering, muka merah,
pupil dilatasi, jantung berdebar-debar, tubuh meningkat,
pendenta gelisah, mirip psikosis
5. Setelah atropinisasi, SA dijarangkan untuk dosis pemeliharaan
(maintenance): 0,5 - 1 mg setiap 1-2-4 atau 6 jam tergantung
bentuk dan refleksi pupil penderita
6. Pembenan SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam
7. Jangan lupa konsultasi dengan Psikiater sebelum memulangkan
penderita

b. Keracunan sedativa-hipnotika. analgetika


1. Penderita sadar : emesis, pemberian norit dan laksans MgSO4.
Kalau pasti dosis rendah, dapat langsung pulang, bila ragu-
ragu observasi selama 6-24 jam
2. Koma derajat II-II : KL dengan NG tube tanpa endotrakheal
kemudian diuresis paksa selama 12 jam bila ada keragu-raguan
tentang penyebab keracunan. Caranya:
 berikan 1 ampul Kalsium glukonas intravena
 infus Dextrose 5% + 10 mL KCl 15 % (untuk setiap 500
mL), diberikan dengan kecepatan 3 liter dalam 12 jam.
 furosemide 1 ampul (40 mg) IV setiap 6 jam

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 5


 untuk keracunan salisilat dan femobital, dapat ditambahkan
10 mEq Na-bikarbonat untuk setiap 500 ml D-5% (= 1/4
ampul Meylon) diuresis paksa alkali. Bila perlu diuresis
paksa dapat diulang setiap 12 jam penderita sadar.
3. Koma derajat III-IV. KL dengan pipa endotrakheal berbalon,
selanjutnya diuresis paksa netral alkali, atau dialisis, tergantung
jenis serta dosis obat yang diminum penderita
4. Bila koma berlangsung dalam jangka lama, lakukan terapi
"supportive" untuk mempertahankan alat-alat vital tubuh, se-
mentara menunggu eliminasi seluruh obat, hasil metabolik,
maupun efeknya dari tubuh penderita.
5. Bila timbul gejala-gejala ekstrapiramidal (akibat largactyl,
stemetil, plasil dsb) dapat diberikan difenhidramin (Delladryl)
50 - 100 mg intravena.
6. Pada penderita yang gelisah/ konvulsi, dapat diberi Diazepam
5-10 mg atau Fenobarbital 50-100 mg intravena).

c. Keracunan Peptisida lain (DDT, endrin, racun tikus, dll)


1. Infus Dextrose 5%, 02 kalau perlu
2. Emesis, Katarsis, KL bila penderita sadar atau sedikit apati
(somnolens)
3. Diazepam 5-10 mg bila penderita gelisah/ konvulsi
4. Terapi "supportive" sampai efek racun menghilang
5. Furosemida 40 mg IV bila terdapat tanda-tanda penurunan
diuresis (terutama pada keracunan fosfid/ racun tikus )

d. Keracunan bahan korosif (air acu, asam keras, soda kaustik)


1. Jangan lakukan emesis, katarsis maupun KL.
2. Segera penderita disuruh minum air/susu sebanyak mungkin
untuk mengencerkan bahan tersebut.
3. Pengenceran terus dilakukan walaupun penderita muntah-
muntah.
4. Infus Dextrose 5 %, kalau perlu dengan cairan koloid atau
transfusi darah bila terdapat tanda-tanda perdarahan (hemate-
mesis melena) atau penderita syok/ pre-syok.
5. tindakan selanjutnya tergantung bahan yang diminum, bila
 asam kuat (H2S04, HCl) berikan susu tiap 1- 2 jam
sebanyak 100 – 200 mL sampai secukupnya
 basa kuat (KOH, NaOH) dengan air buah atau HCl encer:
(Yulapium) sebanyak kira-kira 2 liter untuk setiap 30 gram
alkali yang diminum
6. Kortikosteroid diberikan secara intravena selama 4 hari per-
tama (Oradexon 4 x 2 ampul sehari), kemudian dosis dapat di-
turunkan secara oral bila penderita sudah di bolehkan makan
sampai sclama 3 minggu dan saat penderita masuk rumah sakit.
7. Sebaiknya diberikan antibiotika untuk mencegah infeksi sekun-
der yang dapat mempengaruhi luka; dimulai dengan intravena,
selanjutnya dapat per oral.
8. Usahakan hari itu juga menghubungi Bagian THT untuk pe-
meriksaan laringoskopi indirekta/ esofagoskopi.

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 6


9. Bila lesi ringan, diet oral dapat segera dimulai, dan pemberian
steroid/ antibiotika dapat dipercepat Bila lesi cukup luas,
masukkan NG tube dengan tuntunan esofagoskop ke dalam
lambung, selanjutnya pemberian makanan dilakukan lewat NG
tube. Pada lesi yang sangat luas/sirkuler, pemasangan NG tube
sebaiknya dihindari, penderita dipuasakan, dan semua obat/
makanan diberikan secara parenteral, sampai terjadi
penyembuhan luka pada saluran makanan.
10. Pada keadaan yang terakhir ini ada baiknya untuk
menghubungi Bagian Bedah untuk membicarakan
kemungkinan pemasangan sonde lewat gastrostomi.

e. Keracunan antiseptik luar (Lysol, Creolin dll )


1. pada konsentrasi yang pekat dapat dianggap bahan korosif rui-
gan, karena itu penderita disuruh minum air hangat sebanyak
mungkin untuk mengencerkan bahan.
2. bila kesadaran pendenta agak menurun, KL dilakukan dengan
NG tube ukuran kecil.
3. selanjutnya berikan antasida untuk mencegah timbulnya ulkus
di kemudian hari.

f. Keracunan isoniazide (INH)


1. Vitamin B6 intravena, 1500 mg sehari selama 5 hari
2. Diazepam 10 mg intravena bila timbul konvulsi
3. Dapat dicoba FDN dalam 12 jam

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. ICU
3. Rawat Inap

OBSERVASI KOMA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


520/SPO/III/2016 0 1/2

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 7


Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
PENGERTIAN Koma adalah penurunan kesadaran tahap terendah. GCS 1-1-1
TUJUAN
KEBIJAKAN
PENANGANAN UMUM
 Ambil darah untuk pemeriksaan cito: sakar darah, BUN, kreatinin,
serum elektrolit, SGOT, SGPT, BJ Plasma, dan analisis gas darah.
 Kalau fasilitas ada: amoniak darah, dan asam laktat.
 Perhatikan jalan napas dan frekwensi pernapasan.
 Kalau perlu: pasang oropharygeal-airway, hisap lendir, respirator
dan 02.
 Pasang infus: RL atau Dextrose 5 %, kalau perlu tambahkan cairan
koloid bila tekanan darah tidak dapat meningkat dalam waktu
tertentu.
 Bila ada keragu-raguan mengenai penyebab koma dapat diberikan
Dextrose 40 % sampai 5 ampul dari 10 mL.
 Tentukan derajat dalamnya koma, pada koma derajat II-III
(refleks muntah negatif, refleks tendon/batuk positif) dapat
dipertimbangkan pemasangan NG tube ke dalam lambung untuk
diet penderita.
 Bila koma sangat dalam (derajat V: refleks tendon/ batuk negatif)
PROSEDUR sebaiknya pemberian makanan seluruhnya dilakukan lewat
parenteral (total parenteral nutrition).
 NG tube dapat dipakai untuk pemberian obat-obat per oral dan
dekompresi lambung bila perlu.
 Fisioterapi dada yang ekstensif disertai perubahan posisi tubuh
setiap 2 - 4 jam, diperlukan untuk mencegah pneumoni hipostatik
dan dekubitus.
 Pemasangan kateter Foley atau kateter kondom sering di butuhkan
untuk mengukur produksi urine tiap jamnya.
 Bila refleks kornea menghilang, maka kornea mata hendaknya dil-
indungi dengan tetes mata atau salep antibiotika untuk mencegah
terjadinya ulserasi pada kornea.
 Pemberian antibiotika hanya atas indikasi
 Observasi ekstensif dilakukan terutama terhadap: tensi, nadi, suhu,
respirasi, kesadaran, gangguan keseimbangan elektrolit, asam basa
serta kalori.

PENANGANAN KHUSUS

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 8


Tergantung penyebab dari koma

UNIT TERKAIT 1. ICU


2. Rawat Inap

ANGINA PEKTORIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


521/SPO/III/2016 0 1/2

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 9


Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
- Angina Pektoris Stabil Kronis diprovokasi oleh aktivitas fisik,
dingin (akibat vasokonstriksi periver) dan stres emosi dan
biasanya menghilang pada istrirahat. Pemberian glyceryl
trinitrate sublingual biasanya sangat efektif dan umumnya
akan menghilang dalam beberapa menit.
- Angina Pektoris Tidak Stabil biasanya timbul pada saat
istirahat atau saat aktivitas fisik ringan dan sifat nyeri biasanya
lebih berat dan menetap. Sering disertai dengan gambaran
otonomik seperti berkeringat dan mual / muntah. (Lihat APS /
APTS)
PENGERTIAN
Angina pektoris stabil adalah rasa nyeri dada iskemik yang khas yang
dicetuskan oleh aktifitas dimana tidak terdapat perubahan dalam
frekuensi , intensitas dan lamanya angina maupun faktor-faktor
pencetusnya dalam 30 hari terakhir. Pada usia lanjut, penderita
diabetes melitus dapat terjadi nyeri dada iskemik yang tidak khas.

Angina pektoris tidak stabil adalah suatu sindrom klinik rasa sakit
dada iskemik dalam 30 hari terakhir yang mencakup spektrum yang
luas dari berbagai presentasi klinik dimana ada perburukan pola angina
tanpa bukti adanya nekrosis miokard.

TUJUAN
KEBIJAKAN

PROSEDUR

ALGORITME TATALAKSANA ANGINA


PEKTORIS STABIL
Angina Pektoris
Stabil

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 10


Obat-obatan :
- Aspirin
- Nitrat

rujuk

Sarana Baku
1. EKG
2. Foto rontgen

Note: Uji Latih Jantung dengan Beban (ULJB)

ALGORITME TATALAKSANA
ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL
Angina Pektoris
Tidak Stabil

Rawat di Ruang Rawat Intensif.


Obat-obat :
- Aspirin
- Clopidogrel
- Nitrat

RUJUK

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. ICU
3. Rawat Inap

INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 11


No. Dokumen No. Revisi Halaman
522/SPO/III/2016 0 1/2
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Oklusi koroner akut dengan iskemia miokard yang berkepanjangan
PENGERTIAN yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel-sel dan infark
miokard
TUJUAN
KEBIJAKAN
KRITERIA DIAGNOSIS
1) Sakit dada khas infark atau ekuivalen lebih dari 20 menit, tidak
hilang dengan pemberian nitrat.
2) Gambaran EKG dan evolusinya yang khas IMA
PEMERIKSAAN YANG DIPERLUKAN/DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan dasar : anamnesis disertai pemeriksaan fisik.
2. Pemeriksaan penunjang :
- EKG istirahat
- Laboratorium : sesuai AP tidak stabil
- Foto Rontgen dada

TERAPI
1. Tindakan umum
 Tirah baring di ruang perawatan intensif
 Oksigen 2-4 liter/menit
PROSEDUR  Pasang akses intra vena (Dextrose 5 % / NaCl 0,9 %)
 Pemantauan EKG sampai kondisi stabil
 Atasi rasa sakit dengan :
1) Nitrat sublingual . Indikasi kontra : TD sistotik < 90
mmHg, Takikardia, Bradikardi.
2) Tramadol inj. 25-50 mg i.v
 Rujuk

ALGORITME TATALAKSANA
INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

IMA dengan masa 12 jam


Dengan EKG elevasi
segmen ST atau LBBB

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 12


Aspirin 160-325 mg.

Rujuk

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. ICU
3. Rawat Inap

HIPERTENSI URGENSI

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 13


No. Dokumen No. Revisi Halaman
523/SPO/III/2016 0 1/2
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
TD diastolik > 120 mmHg dan dengan tanpa kerusakan/komplikasi
PENGERTIAN minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam 24 jam
sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral
TUJUAN Menurunkan tekanan darah dalam beberapa jam
KEBIJAKAN
Persiapan
- Hipertensi urgensi umumnya cukup diberikan pengobatan secara
oral kecuali bila penderita tidak dapat menelan.
- Penderita dirawat di ruang perawatan intensif.
- Dijelaskan tindakan yang akan dilakukan pada penderita dan
keluarganya.
- Pengobatan dapat dilakukan secara berhati-hati satu atau lebih obat
antihipertensi secara oral dan kemudian dievaluasi hasil
pengobatan tersebut dari waktu ke waktu dalam waktu 24 jam.
- Pilihan obat-obat untuk hipertensi adalah sebagai berikut :

Jenis Obat Dosis Saat Mulai Lama


Kerja
PROSEDUR Nifedipin 5-10 mg sub lingual 5 - 15 menit 3 - 5 jam
Kaptropil 6,5 – 50 mg sub lingual 15 menit 4 - 6 jam
Klonidin 0,2 mg permulaan ½ - 2 jam 6 – 8 jam
dilanjutkan dengan 0,1
mg/jam sampai total 0,8
mg
Labetalol 200 – 400 mg ½ - 2 jam

Pemantauan
- Awasi tekanan darah tiap jam dalam waktu 24 jam pertama.
- Hindari penurunan fungsi organ target seperti otak, jantung dan
ginjal.

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 14


HIPERTENSI EMERGENSI

No. Dokumen No. Revisi Halaman


524/SPO/III/2016 0 1/2

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 15


Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120
mmHg, disertai kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan
oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut. Keterlambatan pengobatan
PENGERTIAN
akan menyebabkan timbulnya sequele atau kematian. TD harus
diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa
jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU).
TUJUAN Keadaan yang membutuhkan pengobatan cepat untuk hipertensinya
KEBIJAKAN
Pelaksanaan
- Penderita haruslah rawat tinggal di ruang rawat intensif.
- Jelaskan pada keluarga dan penderita tindakan-tindakan yang akan
diambil.
- Perhatikan adanya stroke, iskemia miokard dan pendarahan.
- Siapkan jalur intravena untuk pemberian obat dan bila obat-obatan
sebagai berikut :

Jenis Obat Dosis Obat Saat Mulai Lama Kerja


Nitroprusid 0,25 – 10 mcg/kg Segera 1 – 2 menit
BB/mm
Nitrogliserin 0,5 – 8 mcg/kg 2 – 5 menit 3 – 5 menit
BB/mm
Diasoksid 50 – 100 mg bolus 2 – 4 menit 6 – 12 jam
15 – 30 mg/menit
PROSEDUR Hidralasin 1 – 20 mg I.V 10 – 20 3 – 8 jam
10 – 50 hg i.m menit
10 – 30
menit

- Kriteria pemilihan obat :


a. Nitroprusid umum digunakan pada segala jenis
hipertensi krisis.
b. Nitrogliserin baik pada hipertensi krisis dengan
disfungsi sistolik dan insufisiensi penyakit jantung
koroner.
c. Hati-hati dengan pemberian Diasosid pada hipertensi
krisis dengan kondisi jantung buruk.
d. Hidralasin sering digunakan pada hipertensi pasca
bedah.

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 16


Pemantauan
- Pemantauan ketat terhadap penurunan tekanan darah yang cepat
khususnya pada orang tua.
- Pemantauan ketat akan fungsi-fungsi organ target seperti otak,
jantung dan ginjal.

UNIT TERKAIT 1. IGD


2. Rawat Inap

RENJATAN ANAFILAKSIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


525/SPO/III/2016 0 1/2

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 17


Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Renjatan anafilaksis adalah keadaan gawat darurat yang ditandai
dengan penurunan tekanan darah sistolik < 90 mmhg (hipotensi) akibat
PENGERTIAN
respons hipersensitifitas tipe I

TUJUAN
KEBIJAKAN
Penanganan :
A. Untuk renjatan:
1. Adrenalin larutan 1: 1000. 0,3-0,5ml subkutan/
intramuscular pada lengan atas atau paha. Bila renjatan
anafilaksis disebabkan sengatan serangga berikan
suntikan adrenalin kedua 0,1-0,3 ml pada tempat
sengatan kecuali bila sengatan di kepala, leher, tangan
atau kaki. Terapi dapat dilanjutkan dengan infuse
adrenalin 1 ml ( 1 mg) dalam dekstrosa 50% 250 cc
dimulai dengan kecepatan 1 ug/mnt dapat ditingkatkan
sampai 4 ug/mnt sesuai dengan tekanan darah. Hati-hati
pada orang tua dengan kelainan jnatung atau gnaguan
kardiovaskuler lainnya.
2. Pasang tourniquet proksimal dari suntikan atau sengatan
serangga, dilonggarkan 1-2mnt setiap 10 menit.
PROSEDUR
3. Oksigen 3-5 l/mnt dengan sungkup atau kanul nasal, bila
sesak, mengi dan sianosis.
4. Antihistamin intravena, intramuskuler, atau oral.
Rawat pasien di ICU jika dengan tindakan diatas tidak
membaik, dilanjutkan dengan terapi:
1. IVFD D5% dan NaCl 0,45% 2-3 l/m2 permukaan
tubuh.
2. Dopamine 0,3-1,2 mg/kgBB/jam bila teknan darah
tidak membaik.
3. Kortikosteroid 7- 10 mg hidrokortison/kgBB
intravena dilanjutkan 5 mg/kgBB tiap 6 jam, yang
dihentikan setelah 72 jam
B. Bila disertai spasme bronchus maka pasien diberkan inhalasi

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 18


beta2 agonis. Jika spasme bronchus menetap aminofilin 4-6
mg/ kgBB dalam NaCl 0,9 % 10 ml diberikan pelan-pelan
dalan 20 menit, bila perlu dilanjutkan dengan infuse aminofilin
0,2-1,2 mg/kgBB/jam.
C. Bila disertai dengan edema berta saluran napas atas maka pada
pasien dilakukan intubasi dan tracheostomi
D. Pemantauan paling sedikit 24 jam.

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. ICU
3. Rawat Inap

ASMA BRONKIAL

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 19


No. Dokumen No. Revisi Halaman
526/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Asma bronchial adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
ditandai dengan obstruksi jalan napas yang dapat hilang dengan atau
PENGERTIAN tanpa pengobatan akibat hiperreaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang melibatkan sel-sel dan elemen selular terutama
mastosit, eosinofil T, makrofag, neutrofil dan epitel.
TUJUAN
KEBIJAKAN
1. Asma intermiten tidak memerlukan obat pengendali.

2. Asma persisten ringan memerlukan obat pengendali


kortikosteroid inhalasi atau pilihan lainnya: teofilin lepas
lambat, kromolin, anti leukotrien.

3. Asma persisten sedang memerlukan obat pengendali berupa


kortikosteroid inhalasi ditambah dengan beta-2 agonis aksi
lama (LABA) atau pilihan lain kortikosteroid inhalasi + teofilin
lepas lambat atau kortikosteroid inhalasi+ LABA oral atau
kortikosteroid inhalasi dosis ditinggikan atau kortikosteroid
inhalasi + antileukotrien

4. Asma persisten berat memerlukan kortikosteroid inhalasi +


PROSEDUR
LABA inhalasi + satu pilihan berikut:

 Teofilin lepas lambat

 Antilleukotrien

 LABA oral

Sedangkan untuk penghilang sesak pada pasien diberikan


inhalasi beta 2 agonis kerja singkat tetapi tidak boleh lebih dari
3-4 kali sehari. Inhalasi antikolinergik, agonis beta-2 kerja
singkat oral dan teofilin lepas lambat dapat diberikan sebagai
pilihan lain selain agonis beta-2 kerja singkat inhalasi.
Bila terjadi eksaserbasi akut maka tahap pelaksanaannya sebagai
berikut:

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 20


1. Oksigen

2. Inhalasi agonis beta-2 tiap 20 menit sampai 3 kali selanjutnya


tergantung respon terapi awal.

3. Inhalasi antikolinergik (ipatropium bromide) setiap 4-6 jam


terutama pada obstruksi berat ( atau dapat diberikan bersama-
sama dengan agonis beta 2).

4. Kortikosteroid oral atau parenteral dengan dosis 40-60 mg /


hari setara prednisone.

5. Aminofilin tidak dianjurkan. ( bila diberikan dosis awal5-6 mg


/ kg BB dilanjutkan infuse aminofilin 0,5-0,6 mg/kg BB/jam.

6. Antibiotic bila ada infeksi sekunder

7. Pasien diobservasi 1-3 jam kemudian dengan pemberian agonis


beta-2 tiap 60 menit. Bila setelah masa observasi terus
membaik, pasien dapat dipulangkan dengan pengobatan (3-5)
hari: inhalasi agonis beta-2 diteruskan, steroid oral diteruskan,
penyuluhan dan pengobatan lanjutan, antibiotik diberikan jika
ada indikasi, perjanjian kontrol berobat.

8. Bila setelah observasi 1-2 jam tidak ada perbaikan atau pasien
termasuk golongan resiko tinggi : pemeriksaan fisik tambah
berat, APE ( arus puncak ekspirasi) > 50% dan < 70% dan
tidak ada perbaikan hipoksemia ( dari hasil analisis gas darah)
pasien harus dirawat.

Pasien dirawat di ICU bila tidak berespon terhadap upaya


pengobatan di unit gawat darurat atau bertambah beratnya
serangan /buruknya keadaan setelah perawatan 6-12 jam, adanya
penurunan kesadaran atau tanda-tanda henti napas, hasil
pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dengan
kadar pO2 < 60 mmHg dan/ atau pCO2 > 45 mmHg walaupun
mendapat pengobatan oksigen yang adekuat.

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. ICU
4. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 21


URTIKARIA KARENA OBAT

No. Dokumen No. Revisi Halaman


527/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Urtikaria karena obat adalah kelainan kulit dan mukosa yang diinduksi
PENGERTIAN
obat berupa papul kemerahan yang cepat berubah menjadi lepuhan.
TUJUAN
KEBIJAKAN
Penanganan :
1) Hentikan obat penyebab
2) Rawat di pusat luka bakar, skin graft dini untuk mencegah
invasi bakteri
3) Monitor cairan dan elektrolit, termasuk monitor jumlah urin
4) Monitor infeksi sekunder dengan melakukan kultur berkala
dari darah dan mukokutan
PROSEDUR
5) Pemberian makanan tinggi kalori
6) Penggantian cairan dan elektrolit
7) Suction, postural drainage, nebulizer, terapi infeksi paru segera
8) Konsultasi mata
9) Irigasi mata dengan salin hangat, cairan lubrikan mata
10) Antasida cairan dan antagonis H2 bila ada ulserasi
gastrointestinal
1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 22


KOLITIS TUBERKULOSA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


528/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
PENGERTIAN Infeksi kolon oleh kuman mikobakterium tuberkulosa
TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Hb, leuko, LED, diff.leukosit, pengecatan tahan
asam dan pembiakan dari sputum, cairan
lambung, dan tinja. Pemeriksaan barium kolon
PROSEDUR serta sigmoidoskopi
Penanganan : Sama dengan pengobatan tuberkulosis paru:-
INH, Ethambutol, Rifampisin, Pirazinamid
Follow UpKeadaan : umum, makan, tanda abdomen akut
1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 23


KOLITIS ULSEROSA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


529/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Penyakit radang dengan ulserasi pada mukosa kolon terutama rectum,
PENGERTIAN biasanya bersifat kronik dengan kesembuhan dan kekambuhan

TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Hb,leuko,LED, diff.leukosit, sigmoidoskopi,
biopsi rektum, pemeriksaan tinja
Penanganan : - Perbaikan nutrisi, mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit, memberantas
PROSEDUR
infeksi, menghentikan diare. Kortikosteroid,
sulfasalasin, azatioprin, bila perlu pembedahan.
Follow Up : Keadaan umum, makan, tanda abdomen akut

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 24


HEPATITIS VIRUS AKUT

No. Dokumen No. Revisi Halaman


530/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Penyakit radang hati akut karena infeksi oleh virus hepatropik dibagi
atas : Hepatitis virus A, Hepatitis Virus B, Hepatitis Non-A Non-B,
PENGERTIAN
HVC, HVD, HVE.

TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Hb, leuko, diff.leukosit, LED, SGOT, SGPT,
serum bilirubin, gamma-GT,Alk.PO4, urin:
uro,bili
- Pertanda serologik hepatitis virus
 Hepatitis A: IgM anti HAV
 Hepatitis B: HBs AG + IgM anti HBc
 Hepatitis C: Anti HCV
 Hepatitis D: IgM anti HDV
- Dalam keadaan meragukan USG dan biopsi hati
Penanganan : Istirahat baring pada masa masih banyak keluhan;
PROSEDUR mobilisasi berangsur dimulai jika keluhan/gejala
berkurang, serum bilirubin dan transaminase
menurun; aktivitas normal sehari-hari dimulai
setelah keluhan hilang dan data laboratorium
normal. Diit khusus tak ada, yang penting adalah
jumlah kalori dan protein adekuat. Jika
pemasukan nutrisi dan cairan kurang akibat mual
dan muntah perlu ditunjang dengan nutrisi
parenteral: infus Dextrose 10-20%, 1500 kal/hari
Follow Up : Keadaan umum, makan, ikterik, tanda perdarahan,
output, kesadaran
1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 25


GASTRITIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


531/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
PENGERTIAN Proses radang akut maupun kronik dari mukosa lambung.
TUJUAN
KEBIJAKAN
P.penunjang : Hb, leuko, diff.leukosit, endoskopi,barium meal.

Penanganan : Mencegah/menghindari faktor-faktor iritasi.


Pemberian antasida 4-6 x 1 sm (bila tak ada obat lain) dan obat
PROSEDUR simtomatik,misalnya : tablet anti spasmodia. Bila tak berhasil diberi
cimetidine 2 x 400 mg atau ranitidine 2x150 mg

Follow up : Gejala klinis, tanda abdomen akut.

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 26


TUKAK PEPTIK

No. Dokumen No. Revisi Halaman


532/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Kerusakan atau hilangnya jaringan yang berbatas tajam dari mukosa,
PENGERTIAN submukosa, dan lapisan otot dari suatu saluran makan vagian atas,
yang langsung berhubungan dengan cairan lambung asam dan pepsin
TUJUAN
KEBIJAKAN
P. Penunjang : barium dobel kontras

Penanganan : Suportif dengan nutrisi. Menghindari faktor


risiko.Pemberian obat-obatan : Antasida, antagonis reseptor H2,
PROSEDUR proton pump inhibitor, obat pengikat asam empedu, prokinetik, obat
eradikasi kuman H.pilori, obat untuk meningkatkan faktor defensif.

Follow up : adanya tanda perdarahan ulkus peptikum

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 27


PANKREATITIS KRONIK

No. Dokumen No. Revisi Halaman


533/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
PENGERTIAN Proses radang kronik pada kelenjar pankreas.
TUJUAN
KEBIJAKAN
P.penunjang : Hb, leuko, diff.leukosit, LED, serum bilirubin,
SGOT, SGPT, amylase serum dan urin, foto polos
abdomen.
Penanganan : Pengobatan ditujukan terhadap nyeri dan
PROSEDUR malabsorbsi. Nyeri dapat diatasi dengan analgesik
atau narkotika, kadang perlu reseksi pankreas
sedangkan malabsorbsi diobati dengan preparat
enzim.
Follow up : Gejala klinis, nyeri
1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 28


HEPATITIS KRONIK PERSISTEN

No. Dokumen No. Revisi Halaman


534/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
suatu sindroma klinis dan patologis yang disebabkan oleh bermacam-
PENGERTIAN macam etiologi, ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan
nekrosis pada hati.
TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Hb, Leuko, Diff leuko, LED, serum bilirubin,
SGOT, SGPT, gamma-GT, Alkalin fosfatase,
serum protein, HbsAg, Anti-HCV, Anti-HBs
PROSEDUR Penanganan : Hepatitis B kronik : Lamivudin, Adefovir
Hepatitis C kronik : Interferon alfa + ribavirin
Follow up : gejala klinik

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 29


SIROSIS HATI

No. Dokumen No. Revisi Halaman


535/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Suatu fase lanjut dari penyakit hti dimana seluruh kerangka hati
PENGERTIAN menjadi rusak disertai dengan bentuk-bentukan regenerasi

TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Hb, Leuko, Diff leuko, LED, se.bilirubin, SGOT,
SGPT, se.protein, CHE, punksi asites

Penanganan : Membatasi kegiatan fisik, tidak minum alcohol


dan menghindari obat-obatan dan bahan hepatotoksik. Diet kaya
protein dan kaya kalori. Bila ada edema dan asites: - Istirahat,
mengurangi aktivitas fisik, diet kaya kalori, kaya protein, miskin
garam (300-500 mg/hari), pembatasan cairan (1 liter/hari). Bila usaha
diatas tidak berhasil dapat ditambahkan diuretic misalnya furosemid
PROSEDUR
dosis awal 40mg/hari, kalau perlu dikombinasikan dengan
spironolacton 2 kali 25 mg/hari. Awasi elektrolit terutama K selama
pemakaian diuretic. Berat badan dan lingkaran perut harus diawasi
penggunaan albumin serum manusia dapat dipertimbangkan bila
dengan terapi konvensional tidak membawa hasil parasintesis cairan
asites dapat dikerjakan bila terdapat gangguan dalam bernafas.

Follow up : gejala klinik, asites dan produksi urin.

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 30


HIPERTENSI PORTAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman


536/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Keadaan dimana tekanan sistem portal lebih dari 10 mmHg yang
PENGERTIAN praktisnya baru mempunyai arti klinik bila tekanannya lebih dari 15
mmHg. Hal ini akibat adanya hambatan aliran darah sistem portal
TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Hb, Leuko, Diff leuko, LED, se.bilirubin, SGOT,
SGPT, se.protein, CHE, punksi asites,
ultrasonografi, foto saluran makanan bagian atas.

Penanganan : A. Tindakan darurat meliputi:


o Tindakan umum seperti: resusitasi,
hemostatik, sterilisasi usus, antasida dan
simetidin/ranitidine, klisma tinggi atau
lavament.
PROSEDUR o Tindakan khusus seperti: Medis intensif
seperti vasopresis, intragastrik, hemostatik,
vasopresis intravena, skleroterapi, sclerosis
varises
B. Tindakan jangka panjang meliputi: secara
medik dengan memberikan penyekat beta,
skleroterapi endoskopik

Follow up : gejala klinik, perdarahan, ensefalopati.

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 31


ENSEFALOPATI HEPATIK

No. Dokumen No. Revisi Halaman


537/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Sindroma Neuropsikiatrik sekunder karena: 1. penyakit hati akut:
PENGERTIAN hepatitis fulminan akut, hepatitis toksik perlemakan hati pada
kehamilan 2. Penyakit hati menahun: sirosis hepatik
TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Hb, Leuko, Diff leuko, LED, se.bilirubin, SGOT,
SGPT, Alk.PO4, ureum, kreatinin, gula darah,
natrium dan kalium

Penanganan : A. Akut meliputi: atasi faktor-faktor pencetus, bila


perdarahan dihentikan, gangguan elektrolit
lakukan koreksi.
PROSEDUR B. Menahun meliputi: hindari obat-obatan yang
mengandung Nitrogen, diet miskin protein (50
gram/hari) laktulosa 10-30 ml 3 kali sehari, dapat
dicoba dengan bromokriptis.

Follow up : gejala klinik, kesadaran, urin output, tanda


ensefalopati.

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 32


KANKER HATI PRIMER

No. Dokumen No. Revisi Halaman


538/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Adalah proses keganasan pada hati, sinonim dengan karsinoma
PENGERTIAN
hepatoseluler
TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Hb, Leuko, Diff leuko, LED, se.bilirubin, SGOT,
SGPT, Alk.PO4, ureum, kreatinin, gula darah,
natrium, kalium, hipoglikemia, hiperkalsemia,
eritrositosis, gangguan fungsi hati, alfa fetoprotein
lebih dari 500 mg/ml, HBsAg positif dalam
serum, USG

Penanganan : Pengobatan tergantung dari saat diagnosa


ditentukan/ditegakkan. Fase dini: dimana
PROSEDUR
tumornya masih setempat pembedahan
merupakan pilihan utama. Fase lanjut: - operasi
tidak punya arti lagi, pengobatan bersifat paliatif
dengan pemberian sitostatik baik sistemik
maupun dengan pemberian embolisasi dengan
Gelfoam atau Lipiodol ke dalam arteri hepatica.

Follow up : keadaan umum, nyeri, hipoglikemia

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 33


PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH

No. Dokumen No. Revisi Halaman


539/SPO/III/2016 0 1/2
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Perdarahan pada saluran cerna atas mulai dari ligamen treitz hingga
PENGERTIAN
oral
TUJUAN
KEBIJAKAN
Bila keadaan akut, pada prinsipnya proses resusitasi sama dengan
perdarahan SCBA atau perdarahan akut lainnya. Yaitu dengan :
 Koreksi defisit volume intravaskular dan stabilisasi hemodinamik
 Perlu jalur intra vena pada pembuluh darah besar (bukan vena
kecil, meskipun perdarahan diduga sedikit).
 Boleh digunakan NaCl 0,9 % sebagai cairan pendahulu,
sambil menunggu darah. Bila ada gangguan
hemidinamik dan belum ada darah, dapat digunakan
plasma ekspander.
 Target Hb transfusi adalah 10 g/dl atau sesuai kondisi
sistemik pasien ( umur, toleransi kardiovaskular )
 Dapat dipakai whole blood bila perlu resusitasi volume
intra vaskular dan dapat dipakai PRC bila hanya untuk
PROSEDUR menaikkan Hb.
 Dapat dipakai kombinasi PRC dan FFP bila terdapat
defisiensi faktor pembekuan, atau dikoreksi sesuai
kebutuhan.
 Bila masih diduga ada perdarahan masif yang berasal
dari SCBA, dapat dipertimbangkan pemasangan NGT
untuk proses diagnostik
 Tidak ada studi yang memperlihatkan obat-obatan yang
bermakna untuk keadaan ini, tetapi dengan
mempertimbangkan biaya dan tidak adanya indikasi
kontra, maka obat-obatan seperti vasopresin,
somatostatin, dan okreotid disepakati dapat digunakan.
 Bila tersedia vasilitas endoskopi, dapat digunakan
sebagai indikasi terapeutik dengan kauterisasi pada lesi.

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 34


 Operasi dapat bersifat emergensi dengan
mempertimbangkan keuntungan dan kerugian bila
dilakukan pada pasien dengan perdarahan. Sebaiknya
dilakukan dengan kombinasi kolonoskopi pre dan
durante operasi.

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap
4. OK

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 35


PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS PADA
SIROSIS HATI

No. Dokumen No. Revisi Halaman


540/SPO/III/2016 0 1/3
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
PENGERTIAN
TUJUAN
KEBIJAKAN
a) Pada prinsipnya penanganan sama dengan perdarahan SCBA
lainnya, yaitu anamnesis adanya riwayat konsumsi obat-
obatan seperti OAINS, dan lakukan stabilisasi hemodinamik
dengan penataksanaan umum seperti di atas. Sebaiknya
dipasang dua jalur Infus dengan jalur besar (no. Jarum besar).
Untuk transfusi darah, bisa diberikan PRC bila telah terjadi
pemulihan volume pembuluh darah. Ditambahkan FFP.
Digunakan Whole blood bila ada perdarahan masif.

b) Pemasangan NGT untuk diagnostik sebaiknya hati-hati


karena pada pasien sirosis hati pada umumnya, kondisi
mukosa lambung rapuh dan mudah berdarah.

c) Injeksi vitmain K dan asam traneksamat untuk


PROSEDUR memperbaiki faal hemostasis

d) Antasida oral, sukralfat, injeksi penyekat H2 diberikan


bila ada dugaan kerusakan mukosa yang menyertai
perdarahan

e) Sterilisasi usus dengan neomisin dan laktulosa oral serta


klisma tinggi untuk mencegah ensefalopati hepatikum

f) Sebaiknya pasien dipuasakan ( kecuali obat oral ), lama


puasa sesingkat mungkin, setelah tidak ada perdarahan
aktif, makanan dapat kembali diberikan segera setelah
perdarahan berhenti yang dibuktikan dengan cairan
aspirat lambung jernih dan hemodinamik stabil.

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 36


g) Endoskopi merupakan bagian yang sangat penting dalam
kedaruratan ini, baik untuk diagnostik dan terapi, yang
dilakukan bila hemodinamik pasien telah stabil.

h) Obat-obat vasoaktif yang dapat digunakan pada keadaan


ini :
 Vasopresin ( Pitresin )
Dengan dosis 0,2-0,4 unit /menit selama 1 – 24
jam.
Kontraindikasi : penyakit jantung koroner
 Somatostatin
Dosis : 250 mcg bolus diikuti dengan tetesan
infus kontinu 250 mcg / jam ( 3000 unit dalam
cairan 500 cc, 14 tetes / menit )
 Ocreotide
Dosis : tetesan infus kontinu 50 mcg / jam

i) Tindakan pembedahan : pada keadaan perdarahan masif,


di mana terdapat keterbatasan tindakan endoskopi, dan
berbagai tindakan medikamentosa yang telah dilakukan,
tidak dapat menghentikan perdarahan. Tindakan ini
dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan umum
pasien dan fungi hati.

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 37


1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap
4. OK

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 38


ENSEFALOPATI HEPATIKUM

No. Dokumen No. Revisi Halaman


541/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat
PENGERTIAN
racun yang terkandung di dalam darah
TUJUAN
KEBIJAKAN
 Deteksi dini dan eliminasi faktor pencetus yaitu perdarahan saluran
cerna, diet protein berlebihan, gangguan eleltrolit khusus, seperti
hipokalemia, dan infeksi.
 Terapi suportif :
- - Nutrisi : asam amino, lipid, glukosa, dan elemen esensial
- - Pertahankan balans cairan dan elektrolit
- - Pemasangan kateter intra vena
- - Pencegahan sepsis dan aspirasi pneumonia
 Terapi empirik dengan mengurangi sumber dan pembentukkan
amonia dalam usus, dengan :
PROSEDUR - - Diet tanpa protein
- - Klisma untuk membersikan usus, khususnya pada perdarahan
saluran cerna
- - Laktulosa untuk mencegah absorpsi amonia dengan dosis 3 x 15-
30 cc sehingga dicapai defekasi 2-3 kali sehari
- -Antibiotika oral seperti neomisin, metronidasol untuk mengurangi
pembentukkan amonia oleh bakteri.
 Pengobatan lain :
- -Pemberian asam amino rantai cabang untuk memperbaiki
neurotransmiter
- -Antagonis bensodiasepam ( flumasenil 1-2 mg dosis interval )

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 39


HEMOPTISIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


542/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Ekspektorasi darah dan saluran napas. Darah bervariasi dari dahak
disertai bercak/lapisan darah hingga batuk berisi darah saja. Batuk
PENGERTIAN
darah masif adalah batuk darah lebih dan 100 mL hingga lebih dan
600 mL darah dalam 24 jam
TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Foto toraks, DPL, LED, ureum, kreatinin,
urine lengkap, hemostasis (bila perlu),
sputum: pemeriksaan BTA, pewarnaan gram,
kultur MOR, CT Scan toraks (bila perlu)
Penanganan : Istirahat baring, kepala direndahkan tubuh
miring ke sisi sakit, oksigen, infus, bila perlu
PROSEDUR transfusi darah, medikamentosa: antibiotika,
kodein tablet untuk supresi batuk, koreksi
koagulopati: Vitamin K intravena, intubasi
selektif pada bronkus paru yang tidak
berdarah (bila perlu)
Follow up : Gejala klinis

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 40


EFUSI PLEURA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


543/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Adanya cairan di rongga pleura > 15 rnL, akibat ketidakseimbangan
PENGERTIAN gaya Starling, abnormalitas struktur endotel dan mesotel, drainase
limfatik terganggu, dan abnormalitas site of entry (defek diafragma)
TUJUAN
KEBIJAKAN
P. Penunjang : DPL, foto torak (PA/lateral), analisis cairan
pleura, pewarnaan gram, pemeriksaan BTA,
kultur mikroorganisme + resistensi, sitologi
cairan pleura CT Scan toraks bila perlu.
Penanganan : Torakosentesis, bila perlu + antibiotika ±
PROSEDUR drainase (pada infeksi bakterial). Pada TBC:
OAT (minimal 9 bulan) + kortikosteroid dosis
0,75— 1 mg/kgBB/ hari selama 2-3 minggu.
Efusi karena penyebab lain: atasi penyakit
primer
Follow up : Gejala klinis, foto toraks
1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 41


PNEUMOTORAKS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


544/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Akumulasi udara di rongga pleura disertai kolaps paru. Menurut jenis
PENGERTIAN fistulanya, dibagi atas : Pneumotoraks ventil, pneumotoraks terbuka
dan pneumotoraks tertutup.
TUJUAN
KEBIJAKAN
P. Penunjang : Foto Toraks, CT Scan, AGD
Penanganan : Pneumotoraks kecil (<20%) observasi;
Pneumotorak besar dilakukan aspirasi atau
PROSEDUR
WSD (Rujuk)
Follow up : Gejala klinis, selang WSD, foto thorak.

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 42


PNEUMONIA ATIPIK

No. Dokumen No. Revisi Halaman


545/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Pneumonia yang disebabkan infeksi bakterial, tapi mempunyai
gambaran klinis radiologis tersendiri yang berbeda dan pneumonia
PENGERTIAN umumnya, yakni onset yang insidious, demam ringan sampai berat,
batuk tanpa produksi sputum, dan tidak berespons dengan terapi
antibiotik B-laktam.
TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Foto thoraks, kultur darah/sputum, DPL, LED,
SGOT, SGPT
Penanganan : Antibiotik dengan spektrum sesempit mungkin,
PROSEDUR makrolid, respiratory-fluorokuinolon, rifampisin
(bila curiga Legioflella)
Follow Up : Gejala klinik, leukosit, foto toraks

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 43


GAGAL NAFAS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


546/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Ketidak mampuan. mempertahankan nilai pH (keasaman), oksigen (O2),
PENGERTIAN
karbondioksida (C02) darah arteri supaya tetap dalam batas normal
TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Analisis gas darah, Foto toraks, FKG

Penanganan :
 Tahap I  Perbaiki gangguan hipoksemia dengan terapi O2,
Bronkodilator nebulizer, Humidifikasi, Fisioterapi dada,
Antibiotika
PROSEDUR
 Tahap II  Bronkodilator parental, Kartikosteroid
 Tahap III Stimulan pernapasan, Mini trakeostomi jika
retesi sputum;
 Tahap IV Ventilasi Mekanik

Follow Up : Gejala klinik, AGD


1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 44


PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

No. Dokumen No. Revisi Halaman


547/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Adanya perlambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel.
Perlambatan aliran udara umumnya progresif dan berkaitan dengan
PENGERTIAN
respons inflamasi yang abnormal terhadap partikel atau gas iritan
(GOLD 2001).
TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Spirometri dan foto toraks
Penanganan : Usaha mengurangi faktor risiko, Edukasi-
motivasi berhenti merokok, Farmakoterapi:
Bronkodilator(agonis beta 2, antikolinergik dan
PROSEDUR metil xantin), steroid, obat tambahan seperti
mukolitik, antioksidan, imunoregulator, antitusif,
vaksinasi.
Follow Up : Gejala klinik, spirometri

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 45


TUBERKULOSIS PARU

No. Dokumen No. Revisi Halaman


548/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Infeksi paru yang menyerang jaringan parenkim paru, disebabkan
PENGERTIAN
bakteri Mycobacterium tuberculosis
TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Sputum BTA, foto thorax, kultur dan sensitivity
test sputum, Mantoux test, PAP-TB, ICT-TB,
PCR-TB, Hb, leuko, LED, diff.leukosit,
Penanganan : Istirahat, stop merokok, hindari polusi, tangani
komorbiditas, nutrisi, vitamin, Medikamentosa
PROSEDUR
obat anti TB (OAT)
Follow Up : Sputum BTA, foto thorax, kultur dan sensitivity
test sputum, LED.

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 46


ANEMIA KEKURANGAN BESI

No. Dokumen No. Revisi Halaman


549/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
PENGERTIAN Anemia karena defisiensi besi
TUJUAN
KEBIJAKAN

P. Penunjang : Hb, leukosit, diff leukosit, trombosit, retikulosit,


hapusan darah tepi, serum besi, TIBC, feritin.
Penanganan : Pemberian preparat besi per os Ferosulfat 3 x 200
PROSEDUR mg/hari.
Pemberian transfusi bila ada gejala anemia berat
(angina pectoris, hipotensi postural)
Folow up : Gejala klinis, Hb, retikulosit

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 47


ANEMIA APLASTIK

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
550/SPO/III/2016
0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Anemia karena depresi sumsum tulang, dibagi menjadi 2 yaitu: anemia
aplastik berat, selularitas sumsum tulang < 25% dan terdapat 2 dari 3
PENGERTIAN gejala berikut granulosit < 500/uL trombosit < 20.000/uL retikulosit <
10 ‰ anemia aplastik sumsum tulang hipoplastik pansitopenia dengan
satu dari tiga pemeriksaan darah seperti pada anemia aplastik berat
TUJUAN
KEBIJAKAN

P. Penunjang : Pemeriksaan darah tepi didapatkan anemia,


leukopenia, trombositopenia. Pemeriksaan sumsum
tulang menunjukkan hipoplasia atau aplasia.
Penanganan : a. menghilangkan faktor penyebab
PROSEDUR b. transfusi sel darah merah bila anemia
c. androgen
d. antibiotika bila ada infeksi
e. kortikosteroid atas indikasi
Follow up : Kadar Hb, leukosit, trombosit, hidari infeksi

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 48


LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT

No. Dokumen No. Revisi Halaman


551/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
PENGERTIAN Keganasan darah ditandai dengan peningkatan limfoblas pada darah tepi
TUJUAN
KEBIJAKAN
P. Penunjang : Hb, leukosit, trombosit, hapusan darah tepi, BMP
Penanganan : Kemoterapi: agen antileukemik (vincristin+
PROSEDUR
prednison)
Follow up : Gejala klinis, perdarahan, febris, infeksi
1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 49


PURPURA TROMBOSITOPENIA IDIOPATIK

No. Dokumen No. Revisi Halaman


552/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Kelainan didapat yang berupa gangguan otoimun yang mengakibatkan
trombositopenia oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini
PENGERTIAN dalam sistem retikuloendotelial akibat adanya otoantibodi terhadap
trombosit

TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Darah Lengkap, BMP
Penanganan : Trombosit > 50.000/mm3 tidak diterapi
Trombosit < 50.000/mm3 diberikan prednisone 1,0-
1,5 mg/kgBB/hari
PROSEDUR Bila perdarahan diberikan transfusi trombosit dan
imunoglobulin intravena
Splenektomi bila relaps atau gagal remisi dengan
steroid
Follow up : Perdarahan, hitung trombosit
1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 50


ARTRITIS PIRAI (GOUT)

No. Dokumen No. Revisi Halaman


553/SPO/III/2016 0 1/2
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Peradangan dari sendi (arthritis) oleh karena penimbunan kristal
PENGERTIAN monosodium urat di sendi.

TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Hb, leukosit, diff.leuko,LED,asam urat, foto sendi
yang terkena, ureum, creatinin, profile lipid, SGOT/SGPT/Gamma GT,
urinalisis

Penanganan :
A. Stadium akut (saat serangan)
 istirahat
 kolkisin dimulai pada awal serangan dengan dosis 0,5 mg tiap
satu atau dua jam sampai terjadi perbaikan atau terjadi efek
samping (mual, muntah), maximum dosis 8 mg dalam 24 jam,
kemudian dosis diturunkan setelah 24 jam menjadi 3 x 0,5mg tiap
hari.
 OAINS (menggunakan OAINS dosis tinggi), contoh:
PROSEDUR - Diclofenac acid 50 mg 2x1
- Piroxicam 20 mg 1x1
 Pada orang tua, penderita dengan gangguan pencernaan
menggunakan COX-2 Inhibitor, contoh:
- Meloxicam 1x1 pc
- Celecoxib 2x1

B. Di luar serangan:
 Usahakan berat badan menjadi ideal
 Diit rendah purin
 Jangan minum yang beralkohol
 Alupurinol Untuk penderita dengan GA kronik turunkan kadar
asam urat sampai 4-5 mg/dl
 Pada hiperuricemia dengan tipe underekskresi dapat diberikan

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 51


obat urikosurik (probenesid) apabila tidak dijumpai batu di
saluran kencing dan dianjurkan penderita untuk banyak minum.

Follow Up: Gejala klinis, nyeri sendi, keadaan komorbid yang lain
contoh dislipidemia kontrol dengan statin atau fibrat
1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 52


OSTEOARTRITIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


554/SPO/III/2016 0 1/2
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Peradangan sendi terutama pada usia lanjut dan mengenai sendi-sendi
PENGERTIAN
menopang berat badan disebabkan oleh gangguan tulang rawan sendi
TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Hb, leukosit, diff.leuko, LED, foto sendi

Penanganan : Lindungi sendi dari beban yang berlebihan seperti


kurang berat badan untuk mengurangi beban sendi, pakai penyangga
berat badan pada sendi yang terkena.
Obat-obatan :
a. Analgesik antara lain paracetamol dosis biasa
(3x500 mg)
b. OAINS (dosis rendah) contoh:
- Diclofenac acid 25 mg 2x1
- Pada orang tua, penderita dengan gangguan
pencernaan menggunakan anti inflamasi
nonsteroid yang COX-2 inhibitor:
PROSEDUR
- Meloxicam 1x1
- Celecoxib 2x1
c. Injeksi kortikosteroid intra artikuler jika sendi
yang terkena hanya satu atau dua
d. Disease Modified Osteoarthritis Drugs (DMOAD)
- Kondroitin Sulfat
- Hialuronic Acid
- Anti Interleukin-1 (Atrodar)
e. Fisioterapi untuk mengembalikan fungsi sendi,
mempertahankan tonus dan kekuatan otot sekitar
sendi
Follow Up : Gejala nyeri dan fungsi sendi

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 53


1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 54


ARTRITIS RHEUMATOID

No. Dokumen No. Revisi Halaman


555/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Penyakit sistemik yang mengenai sendi dan jaringan sekitarnya yang
PENGERTIAN disebabkan karena proses imunologik

TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Hb, leuko, diff.leukosit, LED, faktor rematoid
(Rose Waaler Test), Antinuclear Antibody (ANA)
test, LED dan C-reactive protein, foto sendi yang
terkena
Penanganan :
- Istirahat terutama pada sendi yang terkena
- Obat-obatan
a. Simptomatik
1. Analgesik, antara lain paracetamol 3x500 mg
2. Anti inflamasi non steroid antara lain:
- Meloxicam 1x1
- Celecoxib 2x1
PROSEDUR
b. Remitif : Penisilamin, klorokuin, siklofosfamid
c. Kadang-kadang diperlukan injeksi kortikosteroid intraartikuler
atau kortikosteroid oral pada keadaan berat
- Fisioterapi yang dimulai sedini mungkin kalau
tanda-tanda inflamasi mulai berkurang
- Bedah ortopedi, kadang-kadang diperlukan
tindakan bedah yang meliputi tindakan reparasi,
rekonstruksi dan penggantian sendi dengan
tindakan prostesis (replacement)
Follow Up : Gejala klinis, nyeri

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 55


SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


556/SPO/III/2016 0 1/2
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Penyakit autoimun yang ditandai produksi antibodi terhadap komponen-
PENGERTIAN komponen inti sel yang mengakibatkan manifestasi klinis yang luas.

TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang :
 LED, CRP
 C3 dan C4
 ANA, ENA (anti dsDNA dsb)
 Coomb test, bila ada AIHA
 Biopsi kulit
Terapi :
 Penyuluhan.
 Proteksi terhadap sinar matahari, sinar ultraviolet, dan sinar
fluoresein.
 Pada manifestasi non-organ vital (kulit, sendi, fatigue)
dapat diberikan klorokuin 4 mg/kgBB/hari.
PROSEDUR  Bila mengenai organ vital, berikan prednison 1-1,5
mg/kgBB/hari selama 6 minggu, kemudian tappering off.
 Bila terdapat peradangan terbatas pada 1-2 sendi, dapat
diberikan injeksi steroid intraartikular.
 Pada kasus berat atau mengancam nyawa dapat diberikan
metilprednison 1gr/hari IV selama 3 hari berturut-turut, lalu
prednison 40-60 mg/hari per oral.
 Bila pemberian glukokortikoid selama 4 minggu tidak
memuaskan, maka dimulai pemberian imunosupresif lain,
misal siklofosfamid 500-1000 mg/m2 sebulan sekali selama
6 bulan, kemudian tiap 3 bulan sampai 2 tahun.
 Imunosupresan lain yang dapat diberikan adalah
azatrioprin, siklosporin-A.

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 56


1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 57


INKONTINENSIA URIN

No. Dokumen No. Revisi Halaman


557/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak terkendali
PENGERTIAN sehingga menimbulkan masalah higiene dan sosial

TUJUAN
KEBIJAKAN

P.Penunjang : Urin lengkap dan kultur urine, PVR, gula darah,


kalsium darah dan urin, urodynamic study.
Penanganan : Terapi tergantung pada penyebab inkontinensia
urin.
● Untuk inkontinensia urin tipe urgensi dan
overactive bladder, diberikan latihan otot dasar
panggul, bladder training, schedule toiletting,
dan obat yang bersifat antimuskarinik
(antikolinergik) seperti tolterodin atau
oksibutinin. Obat antimuskarinik yang dipilih
PROSEDUR
seyogianya yang bersifat uroselektif.
● Untuk inkontinensia urin tipe stres, latihan otot
dasar panggul merupakan pilihan utama, dapat
dicoba bladder training dan obat agonis alfa
(hati-hati pemberian agonis alfa pada orang
usia lanjut).
● Untuk inkontinensia tipe overflow, perlu diatasi
penyebabnya. Bila ada sumbatan, perlu diatasi
sumbatannya.
Follow Up : Gejala klinis

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 58


INFEKSI SALURAN KEMIH

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
558/SPO/III/2016
0 1/2
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang melibatkan struktur saluran
PENGERTIAN kemih, yaitu dari epitel glomerulus tempat mulai dibentuk urin sampai
dengan muara urin di meatus urethrae externae.
TUJUAN
KEBIJAKAN
Pemeriksaan Penunjang :
A. LABORATORIUM
 Darah tepi lengkap
 Urin lengkap
 Biakan urin dengan tes resistensi kuman
 Fungsi ginjal (ureum, kreatinin, bersihan kreatinin)
 Gula darah
B. NON LABORATORIUM
 BNO/IVP
 USG ginjal

Penanganan :
a) Non Farmakologi
PROSEDUR  Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik
 Menjaga kebersihan daerah genitalia bagian luar
b) Farmakologi
 Antibiotika sangat dianjurkan dan perlu segera diberikan
pada ISK simtomatik, sesuai dengan tes resistensi kuman
atau pola kuman yang ada atau secara empiris yang dapat
mencakup Escherichia coli dan gram negatif lainnya.
 Pada ISK asimtomatik antibiotika hanya diberikan pada
pasien dengan resiko tinggi terjadinya komplikasi yang
serius (seperti transplantasi ginjal atau pasien dengan
granulositopenia) dan pasien yang akan menjalani
pembedahan.
 Antibiotika oral direkomendasikan untuk ISK tak
berkomplikasi dengan lama pemberian 7-10 hari pada

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 59


perempuan dan 10-14 hari pada laki-laki. Antibiotika
parenteral untuk ISK berkomplikasi dengan lama pemberian
tidak kurang dari 14 hari.
 Antibiotika golongan fluorokuinolon masih digunakan
sebagai pengobatan pilihan pertama. Kadang pengobatan
kombinasi masih digunakan pada infeksi yang sulit
dikendalikan, terutama infeksi karena Enterococcus dan
Pseudomonas. Golongan lain yang biasa digunakan adalah
aminoglikosida, sefalosporin generasi ke-3 dan ampisilin.
 Keberhasilan pengobatan pada ISK simtomatik ditentukan
oleh hilangnya gejala dan bukan hilangnya bakteri.
 Evaluasi ulang dengan kecurigaan adanya kelainan anatomi
atau struktural dapat mulai dipertimbangkan bila terjadi ISK
berulang >2 kali dalam waktu 6 bulan.

Follow Up : Gejala klinis, laboratoris

1. IGD
UNIT TERKAIT2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 60


ULKUS DEKUBITUS

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
559/SPO/III/2016
0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Ulkus dekubitus adalah lesi yang disebabkan oleh tekanan yang
PENGERTIAN menimbulkan kerusakan jaringan di bawahnya.

TUJUAN
KEBIJAKAN

Pemeriksaan Penunjang : DPL, kultur plus (MOR), kadar albumin


serum, foto tulang di regio yang dengan
ulkus dekubitus dalam.
Penanganan :
Umum
 Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan
mencegah terjadinya dekubitus dengan mengenal faktor-
faktor resiko untuk terjadinya dekubitus serta eleminasi
faktor-faktor resiko tersebut.
 Perhatikan status nutrisi pada semua stadium ulkus dekubitus.
Pemberian asam askorbat 500 mg 2 kali sehari dapat
mengurangi luas permukaan luka sebesar 84%. Asupan
PROSEDUR
protein juga merupakan prediktor terbaik untuk membaiknya
luka dekubitus.
 Antibiotik sistemik diberikan bila terdapat bukti selulitis,
sepsis atau osteomielitis. Klindamisin dan gentamisin dapat
berpenetrasi ke dalam jaringan di sekitar ulkus. Pemberian
antibiotik spektrum luas untuk batang gram negatif dan
positif, anaerob dan kokus gram positif dilakukan pada pasien
sepsis karena ulkus dekubitus.
 Debridemen semua jaringan nekrotik harus dilakukan untuk
membuang sumber bakteriemia.
 Tempat tidur khusus: Penggunaan kasur dekubitus yang berisi
udara serta reposisi 4 kali sehari
 Perawatan luka: Tujuan perawatan luka adalah untuk

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 61


mengurangi jumlah bakteri agar proses penyembuhan tidak
terhambat. Hal ini dapat dilakukan dengan debridemen
jaringan nekrotik secara pembedahan atau dengan
menggunakan kompres kasa dengan NaCl dua hingga tiga
kali sehari. Bila sangat diperlukan seperti luka dengan pus
atau sangat bau, antiseptik dapat digunakan dalam waktu
singkat dan segera dihentikan begitu luka bersih.
 Tindakan medik berdasarkan derajat ulkus:
a. Dekubitus derajat I: Kulit yang kemerahan dibersihkan
dengan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi
lotion, kemudian dimasase 2-3 kali/hari.
b. Dekubitus derajat II: Perawatan luka memperhatikan
syarat-syarat aseptik dan antiseptik. Dapat diberikan
salep topikal. Pergantian balut dan salep jangan terlalu
sering karena dapat merusak pertumbuhan jaringan yang
diharapkan.
c. Dekubitus derjat III: Usahakan luka selalu bersih dan
eksudat dapat mengalir keluar. Balutan jangan terlalu
tebal dan sebaiknya transparan sehingga udara dapat
masuk dan penguapan berjalan baik. Dengan menjaga
luka agar tetap basah akan mempermudah regenerasi
sel-sel kulit.
d. Semua langkah di atas tetap dikerjakan dan jaringan
nekrotik harus dibersihkan karena akan menghalangi
epitelisasi.
Follow Up : Gejala klinis, laboratoris

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 62


INFEKSI SALURAN PERNAPASAN BAGIAN ATAS

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
560/SPO/III/2016
0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
PENGERTIAN
TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Hb, leukosit, diff.leukosit,LED
Penanganan : Virus: simptomatik
PROSEDUR
Bakterial: Antibiotik, simptomatik

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 63


MALARIA

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
561/SPO/III/2016
0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
1. Penyakit infeksi oleh karena infeksi plasmodium, ada 4 macam:
- Plasmodium Falciparum
- Plasmodium Vivax
PENGERTIAN
- Plasmodium Malariae (jarang)
- Plasmodium Ovale (jarang)

TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : - Tetes tebal dan/hapusan tipis
- Hb, leukosit, hitung jenis leuko, trombosit
- Serum bilirubin, ureum, kreatinin, gula darah
- Rapid test
Diag. Banding : - Demam tifoid, infeksi virus (demam dengue),
ISPA
Penanganan :
1.Malaria dengan komplikasi/dengan kehamilan: rawat inap;
malaria tanpa komplikasi, boleh rawat jalan/rawat inap
2. Malaria dengan komplikasi: lihat S.O.P Malaria berat
PROSEDUR 3. Malaria tanpa komplikasi:
P.Falciparum: Artesunat-Amodiakuin + Primakuin 3 tab dosis
tunggal satu kali pemberian
P. Vivax: Chlorokuin + Primakuin selama 14 hari
Kina Sulfat + Primakuin selama 14 hari
Artosdiakuin + Primakuin selama 14 hari
Follow up : Periksa tetes tebal pada hari ke 3,7,14,28, untuk
mendeteksi resistensi. Bila hasil tetes tebal, malaria masih (+):
pengobatan dengan kina sulfat 3x10 mg/kgBB + Doksisiklin 2x100
mg selama 7 hari.

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 64


1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 65


ABSES HATI AMUBA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


561/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Terjadinya abses pada hati sebagai salah satu manifestasi ekstra-
PENGERTIAN intestinal karena komplikasi dari infeksi entamuba histolitika

TUJUAN
KEBIJAKAN
P.penunjang : Hb, leukosit, LED, diff.leuko, tes fungsi hati,
USG, foto toraks/diafragma, serologik amuba

Penanganan :
1. Metronidazole merupakan obat pilihan, 3x750 mg selama 5-10 hari
2. Aspirasi tidak diperlukan kecuali bila 3-5 hari setelah pengobatan
tak berkurang atau pada abses lobus kiri. Aspirasi dilakukan untuk
membedakan abses amuba atau piogenik. Abses amuba ialah steril,
tak berbau, coklat atau kuning dan amuba hanya dideteksi pada
sebagian kecil kasus.
PROSEDUR
Indikasi aspirasi abses hati:
1. mengesampingkan abses piogenik
2. gagal pengobatan setelah 3-5 hari
3. bahaya ruptur
4. abses pada lobus kiri (bahaya ruptur ke pericardium)
3. Reseksi usus bila ada colitis berat disertai perforasi atau toksik
megakolon (konsul bedah)

Follow up : demam, nyeri abdomen, gejala klinis

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 66


ASCARIASIS

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
562/SPO/III/2016
0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
PENGERTIAN infeksi intestinal karena ascaris lumbricoides
TUJUAN
KEBIJAKAN
P.penunjang : deteksi telur ascaris, larva di sputum, darah tepi:
eosinofilia. Bila perlu dilakukan foto abdomen, USG
PROSEDUR
Penanganan : Mebendazole, piperazine 75 mg/kg untuk 2 hari.
1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 67


DEMAM TIFOID

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
563/SPO/III/2016
0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
infeksi intestinal yang disebabkan oleh salmonella typii dan paratypii
yang ditandai dengan demam > 5 hari, nyeri perut, diare atau
PENGERTIAN
konstipasi, delirium dan splenomegali.

TUJUAN
KEBIJAKAN
P.penunjang : Kultur bakteriologis: darah/tinja/urine/aspirasi
marrow, widal, lekosit, diff.leuko, Hb, trombo, bilirubin, SGOT,SGPT,
IgM-anti Salmonella typii

Penanganan :
1. Florokuinolon oral selama 14 hari (pilihan utama)
2. Kloramfenikol 50-60 mg/kg/hari dalam 4 dosis bila ada perbaikan
PROSEDUR
diturunkan menjadi 30 mg/kg sampai 14 hari. Efek samping: supresi
sum-sum tulang.
3. Infeksi berat : Cefriaxone 2gr/hari selama 14 hari atau Pefloxacine
intravena 2x400 mg per infuse
4. Istirahat total di tempat tidur sampai 5 hari bebas panas
5. Diet rendah serat.

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 68


SHIGELLOSIS

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
564/SPO/III/2016
0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
infeksi intestinal yang disebabkan oleh shigella yang ditandai dengan
PENGERTIAN diare ringan sampai disentri berat.

TUJUAN
KEBIJAKAN
1. P.penunjang : kultur tinja, Hb, leuko, hitung jenis, ureum,
kreatinin, natrium dan kalium.
2. Penanganan :
PROSEDUR Ciprofoxacin 3x500 mg selama 2 hari atau
Ampisilin 3xsehari 500 mg selama 2 hari atau
Trimethoprine-Sulfamethoxazole 2x2 table selama 2 hari

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 69


CHOLERA

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
565/SPO/III/2016
0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Penyakit diare akut karena infeksi vibrio cholera pada usus halus dengan
PENGERTIAN karakteristik diare cair yang frekuent disertai vomiting

TUJUAN
KEBIJAKAN
Penanganan :
1. Pemberian cairan
Dalam keadaan syok, rehidrasi dilakukan dengan cairan.
R-Lactate, dihitung 10% BB, diberikan dalam 2-3 jam
Pada orang dewasa pemberian cairan secara cepat 4 liter dalam 1
jam pertama sampai nadi dan tensi terukur
2. Antibiotika :
tetrasiklin 4x250 mg (50 mg/kg) atau
PROSEDUR
Kloramfenikol + Co-trimoxazole atau
Doxycycline 300/1x atau Ampiciline 3x500 selama 3 hari atau
Quinolon, ciprofloxacine 3x500 mg/3 hari

Follow up :
status dehidrasi, produksi urine, B.J.urine/plasma, ureum, kreatinin, syok
hipovolemik. Gagal ginjal akut, asidosis

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 70


TETANUS

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
566/SPO/III/2016
0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
kejang/spasm local/ diffuse dari sistem otot oleh karena infeksi
PENGERTIAN clostridium tetani.

TUJUAN
KEBIJAKAN
P. Penunjang : Bila ada luka, kultur mikrobiologik.
Darah : leukositosis; CSF : normal, EMG
Penanganan : Eliminasi bacteria: penicillin 10-12 juta unit/hari
selama 10 hari. Bila alergi clindamycin,
erythromycin, metronidazole.
Antitoksin : TIG (tetanus immune globulin-human)
3000-6000 unit i.m dosis terbagi (500 unit
mungkin cukup), diberikan sebelum manipulasi
PROSEDUR luka. Bila pakai TAT (equine tetanus antitoksin),
murah, dosis 10.000 unit (--100.000 unit)
Antikejang: diazepam/ lorazepam/ barbiturate/
chlorpromazine.
Pertahankan jalan nafas : k.p.
tracheostomi/intubasi.
Rehydrasi, nutrisi, fisioterapi.
Penanganan luka (Konsul Bagian Bedah)

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 71


DEMAM DENGUE

No. Dokumen No. Revisi Halaman


567/SPO/III/2016 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Iinfeksi yang disebabkan oleh virus dengue.
Ada 2 bentuk :
PENGERTIAN  Demam dengue (classic dengue fever)
 Demam dengue berdarah (dengue hemorrhagic fever-dengue shock
syndrome)
TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Hb, Ht, trombosit, diff.leukosit, serologi awal &
konvalesen.
Penanganan : - simptomatik antipiretik : parasetamol 3x500 mg.
PROSEDUR - pemberian cairan NaCL/Ringer Laktat & suportif
- DHF/DSS : lihat s.o.p gawat darurat.

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 72


DEMAM BERDARAH DENGUE (DHF/DSS)

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
568/SPO/III/2016
0 1/2
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Definisi : Infeksi virus dengue dengan gejala klinis berupa panas tiba-
tiba, malaise, sakit kepala, batuk, anoreksia dan muntah
PENGERTIAN
disertai gejala perdarahan di bawah kulit atau perdarahan
spontan, takikardia dan hipotensi
TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Hb, hematocrit(PCV), trombosit, tes
serologik : titer fase akut 4 x lipat fase
penyembuhan, IgM antibodi setelah
minggu ke 4
Penanganan :
5.1. Cairan RL atau 0,5 N Saline 10 – 20 ml/KgBB/Jam. Cairan oral
tak dibatasi
5.2. Observasi tanda vital tiap 30 menit, hematocrit/1 jam, daftar
intake dan output serologi, isolasi, X-Match darah
5.3. Cairan diteruskan tergantung Ht, tanda vital, muntah/tidak,
produksi urin/B.J, gas darah dan elektrolit. KU stabil boleh
pulang
Bila penderita masuk ke dalam syok
PROSEDUR
5.4 Cairan N Salin/RL 10 – 20 ml/Kg/1 jam
5.5 Monitor : Ht, produksi urin, serum elektrolit, gas darah,
asidosis, elektrolit
5.6 Bila tak ada perbaikan ( Ht, tensi >100, nadi)
Infus dekstran 40 / albumin / plasma. perbaikan
5.7 Bila tak ada perbaikan hati-hati edema paru, bila perlu
furosemide 2 mg/Kg per oral
5.8 Cari adanya perdarahan, bila perlu transfusi darah 10 – 20
ml/Kg

Follow up : Tanda-tanda vital, kesadaran, perdarahan

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 73


PENATALAKSANAAN PENDERITA DBD & RENJATAN

pasien DHF dengan


syok

Nadi teraba, kecil, lembut, Nadi tidak teraba


Tensi < 80 mmHg, tek nadi < 20 mmHg Tensi tak terukur
- Infus RL 20 ml/20 g BB jam -Infus RL
guyur (max 1 jam)
- Berikan O2 2 L/menit k.p. diawali
100-200 ml i.v
- Berikan O2
2 L/menit

OBSERVASI (1 jam)

- tensi & nadi tiap 15


menit

Renjatan teratasi :
Renjatan belum teratasi - Ht cenderung turun
- Tensi > 100 mmHg
- Infus RL 20 ml/Kg/BB jam - Nadi normal

- Plasma atau plasma expander 20-30


ml/kg BB/jam - Infus RL 10
ml/kgBB/jam selanjutnya
- Berikan O2 2 L/menit sesuai kebutuhan
sampai keadaan
umum baik

Observasi (1 jam) Observasi

- Tensi & nadi tiap


jam sampai KU
stabil
Renjatan belum teratasi - Ht dan trombosit
Renjatan
tiap 4-6 jam
Teratasi sampai KU baik
ICU Pulang
4. IGD
UNIT TERKAIT 5. Poli
6. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 74


GIGITAN ULAR/BINATANG BERBISA

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
569/SPO/III/2016
0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
PENGERTIAN
TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Hb, leukosit, urin.
Penanganan : 1. Immobilisasi bagian gigitan
2. Anti venom (hiperimun immunoglobulin)
PROSEDUR 3. Neutralization of procoagulant venoms.
4. Suportif
Follow Up : Keadaan umum, kesadaran, tensi

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 75


MENINGITIS MENINGOCOCCAL DEWASA

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
570/SPO/III/2016
0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Penyakit infeksi oleh karena Neisseria
Meningitidis yang berasal dari koloni pada
PENGERTIAN
nasopharyngeal yang menyebar ke
darah/meningen
TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang : Hb, leukosit, diff. Leuko, punksi lumbal
Penanganan : - merupakan tindakan gawat darurat
- antibiotik secepatnya pilihan utama :
penicilline 24 juta unit/hari : pilihan
kedua chloramphenicol bila alergi
terhadap penicillin : ceftriaxone
sebagai pilihan berikutnya
- kontak terdekat sebaiknya mendapat
profilakis rifampisin 600 mg/hari
PROSEDUR selama 2 hari
- penderita juga perlu mendapat
rifampisin sebelum keluar RS untuk
memberantas bakteri pada
nasopharyngeal
Follow up : kesadaran, tanda-tanda vital, produksi
urin, kejang
Komplikasi : sepsis
Tempat rawat : ICU

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 76


HIPERTENSI

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
571/SPO/III/2016
0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001

Keadaan tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg sistolik
PENGERTIAN dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada seseorang yang
tidak sedang mendapat obat anti hipertensi

TUJUAN
KEBIJAKAN

Pemeriksaan Penunjang:
 Urinalisis  Tes fungsi ginjal  Gula d
 Gula darah  Elektrolit  Profil
 Foto toraks  EKG
 Pemeriksaan tambahan sesuai penyakit penyerta: Asam urat,
Aktivitas renin plasma, Aldosteron, Katekolamin urin, USG
pembuluh darah besar, USG ginjal, Ekokardiografi

Terapi:
1. Modifikasi gaya hidup dengan target tekanan darah <140/90 mmHg
PROSEDUR atau <130/80 pada pasien DM atau penyakit ginjal kronis. Bila target
tidak tercapai maka diberikan obat inisial.
2. Obat inisial dipilih berdasarkan:
2.1. Hipertensi tanpa Compeling Indication
2.1.1. Pada hipertensi stage I dapat diberikan diuretic.
Pertimbangkan pemberian panghambat ACE, penyekat
reseptor beta, penghambat kalsium atau kombinasi
2.1.2. Pada hipertensi stage II, dapat diberikan kombinasi 2 obat,
biasanya golongan diuretic, tiazid dan penghambat ACE
atau antagonis reseptor AII atau penyekat reseptor Beta
atau penghambat kalsium

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 77


2.2. Hipertensi dengan compelling indication.

Kondisi Obat – obat yang direkomendasikan


Resiko
Tinggi dgn Penyekat Antagonis Pengham Anta
Pengham
compelling Diuretik Reseptor
bat ACE
Reseptor bat Aldo
indication β A II Kalsium n
Gagal
    
jantung
Post Infark
  
Myocard
Resiko
tinggi
   
Peny.
Koroner
Diabetes
    
Melitus
Peny.
Ginjal  
Kronik
Pencegaha
n Stroke  
Berulang
Bila target tekanan darah tidak tercapai, lakukan optimalisasi dosis, atau
tambahkan obat lain. Pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan
spesialis hipertensi.
3. Pada Penggunaan penghambat ACE atau antagonis reseptor AII:
Evaluasi kreatinin dan kalium serum. Bila terdapat peningkatan
kreatinin >35% atau timbul hiperkalemi, pemberian harus dihentikan.
4. Kondisi khusus lain :
4.1. Obesitas dan sindrom metabolic (terdapat 3 atau lebih keadaan
Berikut : lingkar pinggang laki-laki > 102 cm atau perempuan >
89 cm, toleransi glukosa terganggu dengan gula darah puasa ≥
110 mg/dl, tekanan darah minimal 130/85 mmHg, trigliserida
tinggi ≥150 mg/dl, kolesterol HDL rendah ≤ 40 mg/dl pada laki-
laki atau ≤ 50 mg/dl pada perempuan)  modifikasi gaya hidup
yang intensif dengan terapi pilihan utama golongan penghambat
ACE. Pilihan lain adalah antagonis resptor AII, penghambat
kalsium, dan penghambat 
4.2. Hipertrofi ventrikel kiri  tatalaksana tekanan darah yang
agresif termasuk penurunan berat badan, restriksi asupan
natrium, dan terapi dengan semua kelas antihipertensi kecuali
vasodilator langsung, hidralazin, dan minoksidil
4.3. Penyakit arteri perifer  semua kelas anti hipertensi, tatalaksana
faktor resiko lain, dan pemberian aspirin
4.4. Lanjut usia, termasuk penderita hipertensi sistolik terisolasi 

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 78


diuretika (tiazid) sebagai lini pertama, dimulai dengan dosis
rendah 12,5 mg/hari. Penggunaan obat antihipertensi lain
dengan mempertimbangkan penyakit penyerta.
4.5. Kehamilan  pilihan terapi adalah golongan metildopa,
penyekat reseptor β, antagonis kalsium, dan vasodilator.
Penghambat ACE dan antagonis reseptor AII tidak boleh
digunakan selama kehamilan.

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 79


PENYAKIT GINJAL KRONIK

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
572/SPO/III/2016
0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Kriteria penyakit ginjal kronik adalah :
1. Kerusakan ginjal yang telah terjadi selama 3 bulan atau lebih,
berupa kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus ( LFG ), berdasarkan :
 Kelainan patologik atau
PENGERTIAN
 Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi
darah atau urin, atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan
LFG < 600 ml / menit / 1,73 m2 yang terjadi
selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal
TUJUAN
KEBIJAKAN
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, ureum, kreatinin, UL, tes klirens kreatinin (TKK) ukur, elektrolit (
Na, K, Cl, Ca, P, Mg), profil lipid, asam urat serum, gula darah, AGD,
SI, TIBC, feritin serum, hormon PTH, albumin, globulin, USG ginjal,
pemeriksaan imunologi, hemostasis lengkap, foto polos abdomen,
renogram, foto toraks, EKG, ekokardiografi, biopsi ginjal, HbsAg, Anti-
HCV, Anti-HIV

TERAPI
Non farmakologis :
PROSEDUR
 Pengasupan asupan protein :
 Pasien non dialisis 0,6 –0,75 gram / kgBB ideal / hari sesuai
dengan CCT dan toleransi pasien
 Pasien hemodialisis 1-1,2 gram / kgBB ideal / hari
 Pasien peritoneal dialisis 1,3 gram / kgBB ideal / hari
 Pengasupan asupan kalori : 35 kal / kgBB ideal / hari
 Pengaturan asam lemak : 30 - 40 % dari kalori total dan
mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh
dan tidak jenuh
 Pengaturan asupan karbohidrat :50 - 60 % dari kalori total

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 80


 Garam : (NaCl) : 2 - 3 gram / hari
 Kalium : 40 - 70 mEq / kgBB / hari
 Fosfor : 5 - 10 mg / kgBB /hari. Pasien HD : 17 mg / hari
 Kalsium : 1400 - 1600 mg / hari
 Besi : 10 - 18 mg / hari
 Magnesium : 200 - 300 mg / hari
 Asam folat pasien HD : 5 mg
 Air ; jumlah urin 24 + 500 ml ( insensible water loss )
Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar.
Kenaikan berat badan di antara waktu HD / < 5 % BB kering

Farmakologis :
 Kontrol tekanan darah :
 Penghambat ACE atau antagonis reseptor reseptor Angiotensin
II > evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat
peningkatan kreatininn > 35 atau timbul hiperkalemi harus
dihentikan
 Penghambat kalsium
 Diuretik
 Pada pasien DM, kontrol gula darah  hindari pemakaian metformin
dan obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target
HbA1C untuk DM tipe I 0,2 di atas nilai normal tertinggi, untuk DM
tipe 2 adalah 6 %
 Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g / dL
 Kontrol hiperfosfatemi : kalsium karbonat atau kalsium asetat
 Kontrol osteodistrofi renal : Kalsitriol
 Koreksi asidosis metabolic dengan target HCO3 20-22 mEq/l
 Koreksi hiperkalemi
 Kontrol dislipidemia dengan target LDL < 100 mg/dl, dianjurkan
golongan statin
 Terapi ginjal pengganti

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 81


SINDROMA NEFROTIK

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
573/SPO/III/2016
0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit
glomerular yang ditandai dengan proteinuria masif > 3,5 gram / 24 jam/
PENGERTIAN 1,73 m2 disertai hipoalbuminemia, edema anasarka, hiperlipidemia,
lipiduria dan hiperkoagulabilitas

TUJUAN
KEBIJAKAN
Nonfarmakologis :
 Istirahat
 Restriksi protein dengan diet protein 0,8 gram / kgBB ideal / hari +
ekskresi protein dalam urin / 24 jam. Bila fungsi ginjal sudah
menurun, diet protein disesuaikan hingga 0,6 gram / kgBB ideal / hari
+ ekskresi protein dalam urin / 24 jam
 Diet rendah kolesterol < 600 mg / hari
 Berhenti merokok
 Diet rendah garam, restriksi cairan pada edema
PROSEDUR
Farmakologis :
 Pengobatan edema : diuretik loop
 Pengobatan proteinuria dengan penghambat ACE dan atau antagonis
reseptor Angiotensin II
 Pengobatan dislipidemia dengan golongan statin
 Pengobatan hipertensi dengan target tekanan darah < 125 / 75 mmHg.
Penghambat ACE dan anatagonis reseptor Angiotensin II sebagai
pilihan obat utama
 Pengobatan kausal sesuai etiologi SN ( lihat topik penyakit
glomerular )
1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 82


PENYAKIT GLOMERULAR

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
574/SPO/III/2016
0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Penyakit glomerular merupakan penyakit ginjal berupa peradangan pada
glomerulus dan dapat dibedakan menjadi penyakit glomerular primer
PENGERTIAN atau sekunder

TUJUAN
KEBIJAKAN
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urinalisis, ureum, kreatinin, protein urin kuantitatif / 24 jam,
pemeriksaan imunologi, biopsi ginjal, gula darah, tes fungsi hati

TERAPI
Sesuai etiologi penyakit glomerular primer :
1. Kelainan minimal :
 Steroid yang setara dengan prednison 60 mg / m2 ( maksimal 80
mg ) selama 4 – 6 minggu
 Setelah 4 - 6 minggu dosis prednison diberikan 40 mg/m2 selang
PROSEDUR sehari selama 4 - 6 minggu :
 Bila terjadi relaps dosis prednison kembali 60 mg / m2 (
maksimal 80 mg ) setiap hari sampai bebas protein dalam
urin, kemudian kembali selang sehari dengan dosis 40 mg /
m2 selama 4 minggu
 Bila sering relaps ( 2 kali ) : prednison selang sehari ditambah
dengan siklofofamid 2 mg / kgBB atau klorambusil 0,15 mg /
kgBB selama 8 minggu. Bila gagal, diberikan siklosporin 15
mg / kgBB selama 6 - 12 bulan
 Bila tergantung steroid ( relaps terjadi pada saat dosis steroid
diturunkan dalam 2 minggu pasca obat sudah dihentikan, 2
kali berturut-turut ) siklofosfamid 2 mg / kgBB selama 8 - 12
minggu. Bila gagal, diberikan siklosporin 5 mg / kgBB

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 83


selama 6 - 12 bulan
 Bila resisten terhadap steroid, diberikan siklosporin 5 mg /
kgBB selama 6 - 12 bulan

2. Glomerulonefritis fokalsegmental :
 Steroid yang setara dengan prednisone 60 mg / hari selama 6
bulan
 Bila resisten atau tergantung steroid : siklosporin 5 mg /
kgBB selama 6 bulan
 Bila terjadi remisi, dosis siklosporin diturunkan 25 % setiap
dua bulan, bila gagal, siklosporin dihentikan

3. Nefropati membranosa
 Metil prednisolon bolus intravena 1 gram / hari selama 3 hari
 Kemudian diberikan steroid yang setara dengan prednisone 0,5
mg / kgBB selama 1 bulan lalu diganti dengan klorambusil 0,2
mg / kgBB / hari atau siklofosfamid 2 mg / kgBB / hari selama 1
bulan
 Prosedur kedua diulang kembali sampai seluruhnya dan
prosedur kedua sebanyak 3 kali

4. Glomerulonefritis membranoproliferatif
 Steroid tidak terbukti efektif pada pasien dewasa
 Dianjurkan pemberian aspirin 325 mg / hari atau dipiridamol 3 x
75-100 mg / hari atau kombinasi keduanya selama 12 bulan.
Bila dalam 12 bulan tidak memberikan respon, pengobatan
dihentikan sama sekali

5. Nefropati IgA
 Bila proteinuria < 1 gram, hanya observasi
 Bila proteinuria 1 - 3 gram, dengan fungsi ginjal normal, hanya
observasi. Bila dengan gangguan fungsi ginjal, diberikan
minyak ikan
 Bila proteinuria > 3 gram dengan CCT > 70 ml / menit,
diberikan steroid setara dengan prednison 1 mg / kgBB selama 2
bulan lalu tappering off secara perlahan sampai dengan 6 bulan.
Bila CCT < 70 ml / menit hanya diberikan minyak ikan
 Suplementasi kalsium selama terapi dengan steroid

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 84


INFEKSI SALURAN KEMIH

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
575/SPO/III/2016
0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Infeksi saluran kemih ( ISK ) adalah infeksi akibat terbentuknya koloni
PENGERTIAN saluran kemih. Kuman mencapai saluran kemih melalui cara hematogen
dan asending.
TUJUAN
KEBIJAKAN
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, urinalisis, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi ginjal,
gula darah, foto BNO-IVP, USG ginjal

TERAPI
Non-farmakologis :
 Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik
 Menjaga higiene genitalia eksterna

Farmakologis :
 Antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada ; bila hasil tes
resistensi kuman sudah ada, pemberian antimikroba disesuaikan
PROSEDUR
Tabel 1. antimikroba pada ISK bawah tak berkomplikasi

Antimikroba Dosis
Lama terapi
Trimetoprim-Sulfametoksazol 2 x 160 / 800 mg 3 hari
Trimetoprim 2 x 100 mg 3 hari
Siprofloksasin 2 x 100-250 mg 3 hari
Levofloksasin 2 x 250 mg 3 hari
Sefiksim 1 x 400 mg 3 hari
Sefdoksim prosetil 2 x 100 mg 3 hari
Nitrofurantoin makrokristal 4 x 50 mg 7 hari
Nitrofurantoin monohidrat makrokristal 2 x 100 mg 7 hari
Amoksisilin/klavulanat 2 x 500 mg 7 hari

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 85


Tabel 2. Obat parenteral pada ISK bawah tak berkomplikasi

Antimikroba Dosis Interval

Sefepim 1 gram 12 jam


Siprofloksasin 400 gram 12 jam
Levofloksasin 500 gram 24 jam
Ofloksasin 400 gram 12 jam
Gentamisin ( + ampisilin ) 3 - 5mg / kgBB 24 jam
1 mg / kgBB 8 jam
Ampisilin ( + gentamisin ) 1 - 2 gram 6 jam
Tikarsilin – klavulanat 3,2 gram 8 jam
Piperasilin - tazobactam 3,375 gram 2-8jam
Imipenem - silastatin 250 - 500 gram 6-8 jam

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 86


NEFRITIS LUPUS

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
576/SPO/III/2016
0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
PENGERTIAN Lupus eritematosus sistemik ( LES ) yang disertai keterlibatan ginjal
TUJUAN
KEBIJAKAN

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urinalisis, protein urin kuantitatif 24 jam, tes fungsi ginjal, biopsi ginjal,
serum, profil lipid, komplemen C3, C4 anti ds-DNA

TERAPI
Tujuan pengobatan untuk memperbaiki fungsi ginjal atau setidaknya
mempertahankan fungsi ginjal agar tidak bertambah buruk

Penatalaksanaan Umum :
 Diet rendah garam bila terdapat hipertensi, rendah lemak bila
terdapat dislipidemia atau sindroma nefrotik, rendah protein sesuai
derajat penyakit
PROSEDUR  Diuretika dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan
 Tatalaksana hipertensi dengan baik
 Pemeriksaan rutin periodik meliputi : sedimen urin, protein urin
kuantitatif 24 jam, tes fungsi ginjal, albumin serum, komplemen C3,
C4, anti ds- DNA
 Monitor efek samping steroid dan imunosupresan serta komplikasi
selama pengobatan. Suplementasi kalsium untuk mengurangi efek
samping osteoporosis karena steroid
 Hindari pemberian salisilat dan obat anti – inflamasi nonsteroid
yang akan memperberat fungsi ginjal. Aspirin hanya diberikan
selektif bila ada sindrom antifosfolipid
 Hindari kehamilan bila nefritis lupus masih aktif

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 87


1. IGD
UNIT TERKAIT 2. Poli
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 88


GAGAL GINJAL AKUT

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
577/SPO/III/2016
0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
Gagal ginjal akut (GGA) adalah sindrom yang ditandai oleh penurunan
laju filtrasi glomerulus secara mendadak dan cepat (hitungan jam –
minggu) yang mengakibatkan terjadinya retensi produk sisa nitrogen
PENGERTIAN seperti ureum dan kreatinin. Peningkatan kreatinin serum 0,5 mg/dl dari
nilai sebelumnya, penurunan CCT hitung sampai 50% atau penurunan
fungsi ginjal yang mengakibatkan kebutuhan akan dialysis.

TUJUAN
KEBIJAKAN

Pemeriksaan Penunjang
Tes fungsi ginjal, DPL, urinalisis, elektrolit, AGD, gula darah

Terapi
 Asupan Nutrisi
o Kebutuhan kalori 30 kal/kgBB ideal/hari pada GGA tanpa
komplikasi; kebutuhan ditambah 15-20% pada GGA berat
(terdapat komplikasi/stress)
o Kebutuhan protein 0,6-0,8 gram/kgBB ideal/hari pada
GGA tanpa komplikasi; 1-1,5 gram/kgBB ideal/hari pada
PROSEDUR
GGA berat
o Perbandingan karbohidrat dan lemak 70:30
o Suplementasi asam amino tidak dianjurkan
 Asupan cairan  tentukan status hidrasi pasien, catat cairan yang
masuk dan keluar tiap hari, pengukuran BB setiap hari bila
memungkinkan, dan pengukuran tekanan vena sentral bila ada
fasilitas.
 Hipovolemia : rehidrasi sesuai kebutuhan
 Bila akibat perdarahan diberikan transfuse darah
PRC dan cairan isotonic, hematokrit dipertahankan

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 89


sekitar 30%
 Bila akibat diare, muntah, atau asupan cairan yang
kurang dapat diberikan cairan kristaloid.
 Normovolemia : cairan seimbang (input = output)
 Hipervolemia : restriksi cairan (input < output)
 Fase anuria/oligouria : cairan seimbang; fase poliuria : 2/3
dari cairan yang keluar
Dalam keadaan insensible water loss yang normal, pasien membutuhkan
300 – 500 ml electrolyte free water perhari sebagai bagian dari total
cairan yang diperlukan
 Koreksi gangguan asam basa
 Koreksi gangguan elektrolit
 Asupan kalium dibatasi <50 mEq/hari. Hindari makanan
yang banyak mengandung kalium, obat yang mengganggu
ekskresi kalium seperti penghambat ACE dan diuretic
hemat kalium, dan cairan/nutrisi parenteral yang
mengandung kalium.
 Bila terdapat hipokalsemia ringan diberikan koreksi
peroral 3-4 gram perhari dalam bentuk kalsium karbonat,
bila sampai timbul tetani, diberikan kalsium glukonas
10% IV
 Bila terdapat hiperfosfatemia, diberikan obat pengikat
fosfat seperti aluminium hidroksida atau kalsium karbonat
yang diminum bersamaan dengan makanan.
 Pemberian furosemid bersamaan dengan dopamine dapat
membantu pemeliharaan fase non oligourik, tapi terapi harus
dihentikan bila tidak memberikan hasil yang diinginkan
 Indikasi dialysis :Rujuk
 Oligouria  Anuria
 Hiperkalemia(K>6,5 mEq/L)
 Asidosis berat (pH<7,1)  Hipertermia 
Edema paru
 Perikarditis uremik  Ensefalopati uremikum
 Neuropati/miopati uremik
 Azotemia (ureum>200 mg/dl)
 Disnatremia berat (Na>160 mEq/l atau <115 mEq/l)
 Kelebihan dosis obat yang dapat didialisis (keracunan)

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. ICU
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 90


DIABETES MELITUS

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
578/SPO/III/2016
0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia
akibat defek pada ;
1. kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi
glukosa hepatik) dan di jaringan perifer (otot dan lemak)
2. sekresi insulin oleh sel beta pankreas
3. atau keduanya

Klasifikasi :
a) DM tipe 1 ( destruksi sel B, umumnya diikuti defisiensi insulin
PENGERTIAN absolut ) : Immune-mediated dan idiopatik.
b) DM tipe 2 (bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin
dengan defisiensi insulin relative sampai predominan defek
sekretorik denagan resistensi insulin)
c) Tipe spesifik lain : defek genetik pada fungsi , defek genetik
kerja insulin, penyakit ekskorin pankreas, endokrinopati,
diinduksi obat atau zat kimia, infeksi, bentuk tidak lazim dari
immune mediated DM.
d) DM gestasional

TUJUAN
KEBIJAKAN
P Penunjang: Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap darah,
glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan,
urinalisis rutin, protenuria 24 jam, CCT ukur,
kreatinin, SGPT, albumin/Globulin, kolesterol total,
kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida, A1 C,
PROSEDUR Albuminuri mikro, EKG, foto toraks, Fundoskopi
5. Penanganan : a. Edukasi meliputi pemahaman tentang:
Penyakit DM, makna pengendalian dan pemantauan
DM, penyulit DM, penyulitDM, intorvensi
farmakologis dan non farmskologis,
hipoglikemia,masalah khusus yang dihadapi, gara

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 91


mengembangkan system pendukung dan mengajarkan
keterampilan, cara mempergunakan fasilitas
perawatan kesehatan.
b. Perencanaan makan :
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan
komposisi :
Karbohidrat 60-70 %, protein 10-15%, dan lemak 20-
25%
Jumlah kandungan kolesterol yang disarankan <300
mg/hari.diusahakan lemak berasal dari asam lemak
tidak penuh(MUFA=mono Unsaturated Fatty Acid).
Dan kandungan serat +25 g/hari, diutamakan serat
larut.
c. Latihan jasmani :
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-4
seminggu selama kurang lebih 30menit ). Prinsip:
Cintiuous –Rythmical- interval-progressive –
endurance.
d. Intervensi farmakologis
Obat hipoglogikemia oral (OHO)
 Pemicu sekresi( insulin secretagogue):
sulfunilurea, glinid
 Penambah sensivitas terhadap insulin:
metformin,tiazolidindion
 Penghambat absorsipsi glukosa ; pengahambat
glukosidase alfa
Insulin
 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia hiperosmolatr non ketotik
 Hiperglikemia dengan asidosis laktat
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis hamper
maksimal
 Stress berat (infeksi sistematik, opersi besar, IMA,
strok)
 Kehamilan dengan DM? diabetes mellitus
gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontra indikasi dan tau alergi terhadap OHO
6. Follow up : Pemeriksaan glukosa darah, A1C, glukosa darah
mandiri, glukosa urin,penentuan benda criteria keton
pengendalian DM

1. IGD
UNIT TERKAIT 2. ICU
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 92


TIROTOKSIKOSIS

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
579/SPO/III/2016
0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
: keadaan dimana didapatkan kelebihan hormon tiroid karena ini
berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang
PENGERTIAN
ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.

TUJUAN
KEBIJAKAN
. P.Penunjang : Laboratorium : TSHS, T4 atau FT4, T3, atau FT3,
TSH Rab, kadar leukosis (bila tibul infeksi pada
pemakaian obat antitiroid),sidik tiroid / thyroid scan
: terutama membedakan penyakit plumer dari
penyakit graves dengan komponen nodosa, EKG,
foto toraks
5. Penanganan : a. Tata Laksana Penyakit Grave’s :
Obat anti tiroid
 Propiltiourasi (PTU) dosis awal 300 – 400 mg/hari, dosis
maks 2000mg/hari.
 Metimosol dosis awal 20 – 30 mg.hari
 Indikasi :
 Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang
PROSEDUR
remisi pada pesien muda denmgan sturma ringan – sedang
dan tirokosiskosis
 Untuk mengendalikan tiroksikosis pada fase sebelum
pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif
 Persiapan tiroidektomi
 Pasien hamil, lanjut usia
 Krisis tiroid
Penyakit adrenergik β pada awal terapi diberikan, sementara
menunggu pasien menjadi euritiroid setelah 6 – 12 minggu
pemberian anti tiroid. Propanolol dosis 40 – 200 mg dalam 4
dosis.
Pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4 – 6 minggu.
Setelah Eutiroid, pemantauan setiap 3 – 6 bulan sekali

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 93


:memantau gejala dan tanda klinis, serta lab, FT4/T4/T3 dan
TSHS. Setelah tercapai eutiroid, obat anti tiroid dikurangi
dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih
memberikan keadaaa\n eutiroid selama 12 – 24 bulan.
Kemudian pengobatan dihentikan, dan dinilai apakah terhadi
remis. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiorid
dihentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun
kemudian hari dapat tetap eutoroid atau terjadi relaps.
b. Tindakan bedah
Indikasi :
 Pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respons
dengan anti tiroid
 Wanita hamil kedua yang memerlukan obat dosis tinggi
 Alergi terhadap obat anti tiroid, dan tidak dapat menerima
yodium radio aktif
 Ademo toksik, struma multi donosa toksik
 Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
c. Radioblasi
Indikasi :
 Pasien berusia ≥36 tahun
 Hipertirodisme yang kambuh setelah dioperasi
 Gagal mencapai remisi setelah pemberian obat anti tiroid
 Tidak mampu atau tidak mau terapi obat anti tiroid
 Anemo toksik, struma multinodosa
d. Tata laksana krisis tiroiod (Terapi segera mulai bila dicurigai
krisis tiroid)
1. Perawatan suportif :
 Kompres dingin, anti piretik (asetominofen)
 Memperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit :
infuse destroses 5 % dan NACL 0.9 %
 Mengatasi gagal jantung : O2, diuterik, digitalis
2. Antagonis aktifitas tiroid :
 Blokade produksi hormone tiroid : PTU dosis 300 mg tiap 4 -
6 jam PO. Alternative : metimasol 20 – 30 mg tiap 4 jam PO.
Pada keadaan sangat berat : dapat diberikan melalui pipa
nasogratik (NGP) PTU 600 – 100 mg atau metimasol 60 –
100 mg.
 Blokade eskresis hormone tiroid : solitio lugol (struated
solution of potassium iodida) 8 tetes tiap 6 jam
 Penyakit β : hidrokortison 100 – 500 mg IV tiap 12 jam
 Bila reflakter terhadap terapi diatas : plasmaferesis, dislis
peritoneal.
3. Pengobatan terhadap faktor persipitasi : antibiotik dll.
6. Follow up : BB, nadi, gejala klinis

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 94


1. IGD
UNIT TERKAIT 2. ICU
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 95


KETOASIDOSIS DIABETIKUM

No. Dokumen
No. Revisi Halaman
580/SPO/III/2016
0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS KURNIA

STANDAR
Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. Tubagus Edi Kusnadi, MARS
NIP. 19720320040811001
kondisi dekompensasi metabolik akibat defisiensi insulin dan
merupakankomplikasi akut diabetes mellitus yang serius. Gambaran
klinis utama ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah hiperglikemia,
PENGERTIAN
ketosis dan asidosis metabolik, faktor pencetus: infeksi infark miokard
akut, pancreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, penghentian
atau pengurangan dosis insulin.
TUJUAN
KEBIJAKAN
P.Penunjang:
Pemeriksaan cito : gula darah , ureum, asetom darah, urin rutin,
analisis gas darah, EKG.
Pemantauan:
 Gula darah : tiap jam
 Na+, K+, CL- : Tiap 6 jam selama 24 jam,
selanjutnya sesuai keadaan.
 Analisis gas darah : bilah PH < 7 saat mauk –
diperiksa selama 6 jam s.d. Ph. 7,1. Selanjutnya
stiap hari sampai stabil
PROSEDUR  Pemantauan lain (sesuai indikasi : kultur darah,
kultur urin, kultur pus.

Penanganan :
Akses intravena (iv) 2 jalur, salah satunya di cabang dengan 3 way:
1. cairan

 NaCl 0,9 % diberikan ±1-2 L pada 1 jam


pertama, lalu ±1 L pada jam kedua,lalu ±0,5 L
pada jam ke tiga dan keempat, dan 0,25 L pada
jam kelima dan keenam, selanjutnya sesuai
kebutuhan.

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 96


 Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam
sekitar 5 L
 Jika Na+> 155 mEq/L →ganti cairan dengan
NaCL 0,45%.
 Jika GD < 200 mg/dL →ganti cairan dengan
dextrose 5 %
2. Insulin ( regular insulin = RI):
 Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan
 RI bolus 180 mU/kgBB IV, dilanjutkan :
 Jika GD < 200 mg/dL : kecepatan dikurangi
→RI drip 45 mU/kgBB/jam dalam NaCL 0,9
%
 Jika GD stabil 200-300 mg/DL selama 12 jam
→RI drip 1-3 U/jamIV, disertai sliding scale
setiap 6 jam :
 GD → RI
(mg/dL) (unit , subkutan)
<200 0
200-250 5
250-300 10
300-350 15
>350 20
 Jika kadar GD ada yang < 10 mg/dL : drip RI
dihentikan
 Setelah sliding scale tiap 6 jam, dapat
diperhitunagkankebtuhan insulin sehari →
dibagi 3 dosis sehari subkutan, sebelum makan
( bilah pasien sudah makan).
3. Kalium
 Kalium (KCl) drip dimulai bersamaan dengan
drip RI, dengan dosis 50 mEq/ jam. Syarat :
tidak ada gagal ginjal , tidak ditemukan
gelombang T yang lancip dan tinggi pada
EKG, dan jumlah urine cukup adekuat.
 Bila kadar K + pada pemeriksaan elektrolit
kedua :
< 3,5 → drip KCL 75 mEg/6
jam
3,0-4,5 → drip KCL 50 mEq/6
jam
4,5-6,0 → drip KCL 25
mEq/6jam
>6,0 → drip dihentikan
 Bila sudah sadar, diberikan K+ oral sampai
seminggu.

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 97


4. Natrium bikarbonat
Drip 100mEq bila pH < 7,0 disertai KCL 26 mEq
drip.
50 mEq bila 7,0-7,1, disertai
KCL 13 mEq drip.
Juga diberikan pada asidosis laktat dan
hiperkalemi yang mengancam.
5. Tata laksana umum
 Oksigen bila PO2 < 80 mmHg
 Antibiotika adekuat
 Heparin : bila ada KID atau hiperosmolar
(380mOsm/L) terapi disesuaikan dengan
pemantauan klinis:
 Tekanan darah, frekuensi nadi,frekuensi
pernapasan, temperature setiap jam
 Kesadaran setiap jam,
 Keadaan hidrasi ( turgor, lidah) setiap jam
 Produksi uarin setiap jam, balans cairan
 Cairan infus yang masuk setiap jam

Dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan penunjang


1. IGD
UNIT TERKAIT 2. ICU
3. Rawat Inap

Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 98


Standard Prosedur Operasional Penyakit Dalam RS Kurnia Page 99

You might also like