You are on page 1of 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN LEUKEMIA


Thatiana Dwi Arifah, 1206244346

A. Definisi
Leukemia merupakan proliferasi abnormal sel darah putih yang imatur dalam jaringan
tubuh yang membentuk darah (Wong, 2008). Leukemia merupakan sel darah putih
abnormal yang akan terus membelah untuk menghasilkan lebih banyak sel leukemia
(NCI, 2013). Berdasarkan kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa leukemia
adalah pembentukan sel darah putih yang abnormal sehingga akan terus membelah untuk
menghasilkan lebih banyak sel leukemia. Sel leukemia tidak sama seperti sel-sel darah
normal yang dapat mati ketika sel sudah menua atau rusak. Sel leukemia tidak dapat
mati ketika sudah menua atau rusak sehingga dapat terus berkembang dan mendesak sel-
sel darah normal. Jumlah sel darah normal yang rendah mengakibatkan oksigen ke
jaringan tubuh berkurang, sulit mengendalikan perdarahan, dan tinggi risiko infeksi.
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker abnormal
berproliferasi tanpa terkendali, mengghasilkan sekelompok sel anak yang abnormal. Sel-
sel ini menghambat sel darah lain di sumsum tulang utnuk berkembang secara normal,
sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang. Karena faktor-faktor ini, leukemia disebut
gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-sel leukemia
mengambil alih sumsum tualng, sehingga menurunkan kadar sel-sel nonleukemik di
dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum leukemia (Corwin, 2008).
Sel darah normal, sel darah terbentuk di sumsum tulang. Tulang sumsum adalah
bahan yang lembut di tengah sebagian besar tulang. Belum menghasilkan sel darah yang
disebut sel batang dan ledakan. Sebagian besar sel darah matang di sumsum tulang dan
kemudian pindah ke pembuluh darah. Darah mengalir melalui pembuluh darah dan
jantung disebut darah perifer. Sumsum tulang membuat berbagai jenis darah sel. Setiap
jenis memiliki fungsi khusus:

a. Sel darah putih membantu melawan infeksi


b. Sel darah merah membawa oksigen ke jaringan seluruh tubuh
c. Trombosit membantu gumpalan darah terbentuk bahwa kontrol perdarahan

Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih
dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi
proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti
meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit.

B. Anatomi Fisiologis

Tubuh kita mempunyai suatu sistem khusus untuk memberantas bermacam-macam


bahan yang infeksius dan toksik. Sistem ini terdiri dari Leukosit (sel darah putih) dan sel-
sel jaringan yang berasal dari leukosit. Pertahanan tubuh dalam darah
periferadalah: netrofil (62,0%); eosinofil (2,3%); basofil (0,4%); monosit (5,3%);
limfosit (30,0%). Leukosit ini sebagian dibentuk dalam sumsum tulang belakang
(granulosit dan monosit dan sebagian limfosit). Granulosit dan monosit hanya ditemukan
dalam sum-sum tulang. Limfosit dan sel plasma diproduksi dalam berbagai organ
limfogen, termasuk kelenjar limfe, limpa, timus tonsil dan berbagai kantong jaringan
limfoid dimana saja dan dalam tubuh, terutama dalam sum-sum tulang dan plak Peyer di
bawah epitel dinding usus. Setelah dibentuk sel-sel ini diangkut dalam darah menuju
berbagai bagian tubuh untuk digunakan. Manfaat sesungguhnya dari sel darah putih
adalah bahwa kebanyakan ditranspor secara khusus kedaerah yang terinfeksi dan
mengalami peradangan serius, jadi menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat
terhadap setiap bahan infeksius yang mungkin ada.
Masa hidup granulosit setelah dilepaskan dari sumsum tulang, normalnya adalah 4-8
jam dalam darah sirkulasi, dan 4-5 hari berikutnya dalam jaringan. Pada keadaan infeksi
jaringan yang berat, masa hidup keseluruhan seringkali berkurang sampai hanya
beberapa jam, karena granulosit dengan cepat menuju daerah infeksi, melakukan
fungsinya, dan masuk dalam proses dimana sel-sel itu sendiri dimusnahkan. Monosit
juga mempunya masa edar yang singkat, yaitu 10-20 jam, berada dalamdarah sebelum
mengembara melalui membrane kapiler ke dalam jaringan. Begitu masuk kedalam
jaringan, sel-sel ini membengkak sampai ukurannya menjadi besar sekali untuk
menjadi makrofag jaringan, dan dalam bentuk ini, sel-sel tersebut dapat hidup berbulan-
bulan atau bahkan bertahun-tahun, kecuali kalau mereka dimusnahkan karena melakukan
fungsi fagositik. Trombosit dalam darah akan diganti kira-kira setiap 10 hari; atau
dengan kata lain, setiap hari terbentuk kira-kira 30.000 trombosit permikroliter darah
(Gayton & Hall, 1997).
a. Granulosit
Granulosit memiliki granula kecil di dalam protoplasmanya.Granulosit memiliki
diameter 10-12 µm, dengan demikian lebih besar daripada eritrosit. Dengan bertambah
tuanya granulosit, nukleus terbagi menjadi beberapa lobus: sesuai dengan namanya
leukosit polimorfonuklear (polimorf).
b. Limfosit
Limfosit memiliki nukleus besar bulat atau agak berindentasi, dengan menempati
sebagian besar sel. Limfosit berkembang di dalam jaringan limfe. Ukuran bervariasi dari
7-15 µm.
c. Monosit
Monosit adalah sel besar, berdiameter sampai 20 µm, dengan nucleus oval atau
berbentuk ginjal. Monosit dibentuk di dalam sumsum tulang.
d. Trombosit
Adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sum-sum tulang, dan hidup sekitar 10
hari. Sekitar 30-40% terkonsentrasi di dalam limpa; sisanya bersirkulasi da dalam darah,
di dekat endotel (bagian terdalam lapisan pembuluh darah) John Gibson (2002)

C. Klasifikasi Leukemia
Leukemia diklasifikasikan menjadi leukemia akut dan leukemia kronis berdasarkan
kecepatan perkembangan penyakit. Leukemia akut merupakan kanker darah yang
berkembang dengan cepat (Prince of Wales’ Hospital, 2017). Sumsum tulang
memproduksi banyak sel darah putih abnormal yang belum dewasa atau biasa disebut sel
blast atau sel leukemia. Sel leukemia tumbuh dengan cepat di sumsum tulang dan
memengaruhi sel darah yang sehat. Individu dengan leukemia akut akan merasa cepat
lelah, mudah mengalami perdarahan, dan rentan terhadap infeksi karena jumlah sel darah
putih yang normal tidak cukup untuk melawan bakteri dan virus yang menyerang.
Sedangkan leukemia kronis merupakan kanker darah yang berkembang secara perlahan
dan membutuhkan periode waktu yang lebih lama (NCI, 2013). Individu biasanya tidak
merasakan atau hanya mengalami gejala kesehatan ringan hingga penyakit ini
berkembang ke stadium lanjut atau saat jumlah sel darah putih sudah sangat tinggi.
Tanda pertama penyakit adalah hasil abnormal pada tes darah rutin.
Leukemia dapat diklasifikasikan juga berdasarkan jenis sel darah putih yang
terpengaruh, yaitu myeloid dan lymphoid. Myeloid berarti leukemia memengaruhi sel-sel
myeloid yang membentuk jaringan pembentuk darah seperti sel darah merah, sel darah
putih, dan trombosit. Sedangkan lymphoid berarti leukemia memengaruhi sel-sel limfoid
yang membentuk jaringan limfatik untuk membentuk sistem kekebalan tubuh. Sel-sel
leukemia limfoid dapat berkumpul di kelenjar getah bening dan menjadi bengkak (NCI,
2013). Leukemia berdasarkan kecepatan perkembangan penyakit dan jenis sel darah
putih terbagi atas empat klasifikasi, yaitu:
 Acute Myeloid Leukemia (AML), yaitu leukemia yang secara umum dapat terjadi
pada orang dewasa dan anak-anak. AML memengaruhi sel myeloid dan berkembang
dengan cepat.
 Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL), leukemia yang paling umum terjadi pada
anakanak. ALL memengaruhi sel limfoid dan berkembang dengan cepat. ALL
berdasarkan risikonya dapat diklasifikasikan menjadi ALL risiko standar dan ALL
risiko tinggi (Tomlinson & Kline, 2010).
o ALL risiko standar, mencakup:
- Anak usia 1-9 tahun, memiliki sel darah putih < 50.000/mm3 pada saat di diagnosis
- Tidak ada sel-sel leukemia dalam cairan cairan serebrospinal
- Respon baik pada tahap pertama kemoterapi (induksi)
o ALL risiko tinggi, mencakup:
- Anak usia < 1 tahun atau > 9 tahun, memiliki jumlah sel darah putih 50.000/ mm3
atau lebih saat di diagnosis
- Memiliki sejumlah besar sel-sel leukemia dalam cairan serebrospinal
- Biasanya menerima perawatan lebih agresif
 Chronic Myeloid Leukemia (CML), leukemia yang terutama menyerang orang
dewasa dan dapat menyebabkan sedikit atau tidak ada gejala selama berbulan-bulan
atau bahkan bertahun-tahun (Moffit Cancer Center, 2017). CML disebabkan oleh
kelainan kromosom dimana bagian dari kromosom 9 bertukar tempat dengan bagian
dari kromosom 22. Kelainan kromosom ini disebut sebagai kromosom Philadelphia
yang merupakan ciri khas dari CML (Prince of Wales’ Hospital, 2017).
 Chronic Lymphocytic Leukemia (CLL), leukemia yang paling umum terjadi pada
orang dewasa yang berusia lanjut (lebih dari 60 tahun). Pada CLL, banyak sel darah
yang berubah menjadi B-limfosit abnormal yang dewasa namun tidak dapat berfungsi
dengan baik pada sumsum tulang dan darah. B-limfosit abnormal ini hidup lebih lama
dari biasanya, terkumpul di dalam darah, dan tidak mampu memerangi infeksi dengan
baik (Prince of Wales’ Hospital, 2017).

D. Etiologi
Menurut Handayani (2008) ada beberapa faktor yang terbukti dapat menyebabkan
leukemia, faktor genentik, sinar radioaktof, dan virus.
1. Faktor genetic
Insidensi leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom Down adalah 20
kali lebih banyak daripada normal. Pada anak kembar identik yang akan berisiko
tinggi bila kembaran yang lain mengalami leukemia.
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih
banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia
akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan
kongenital misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit
seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom
Kleinefelter dan sindrom trisomi D.31 Pada sebagian penderita dengan leukemia,
insiden leukemia meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat
leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali. Selain itu, leukemia juga
dapat terjadi pada kembar identik. Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran
dengan desain case control menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat
keluarga positif leukemia berisiko untuk menderita LLA (OR=3,75 ; CI=1,32-10,99)
artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 3,75 kali memiliki riwayat
keluarga positif leukemia dibandingkan dengan orang yang tidak menderita leukemia
2. Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan
leukemia pada manusia. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa penderita yang diobati
dengan dinar radioaktif akan menderita leukemia pada 6 % klien,dan baru terjadi
sesudah 5 tahun.
3. Virus
Sampai saat ini belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada manusia
adalah virus.namun, ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus
sebagai penyebab leukemia, yaitu enzyme reverse transcriptase ditemukan dalam
darah manusia.
Tetapi ada Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada
binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus sebagai salah
satu penyebab leukemia yaitu enzyme reserve transcriptase ditemukan dalam darah
penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan di dalam virus onkogenik
seperti retrovirus tipe C yaitu jenis RNA yang menyebabkan leukemia pada
binatang.31 Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi
terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis cRNA,
telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur pada sel pasien dengan jenis
khusus leukemia/limfoma sel T yang umum pada propinsi tertentu di Jepang dan
sporadis di tempat lain, khususnya di antara Negro Karibia dan Amerika Serikat.
E. Patofisiologis

Sel induk darah di sumsum tulang menghasilkan tiga jenis sel darah, yaitu sel
darah merah, trombosit, dan sel darah putih. Sel darah merah membawa oksigen ke
seluruh tubuh, trombosit membantu pembekuan darah untuk memperlambat atau
menghentikan perdarahan, dan sel darah putih membantu melawan infeksi. Sel darah
akan mati dan sel induk darah akan menghasilkan sel darah baru ketika sel darah
menjadi tua atau rusak. (NCI, 2013).
Sel induk darah menghasilkan sel myeloid dan sel lymphoid. Sel myeloid dapat
menghasilkan sel darah merah dan trombosit. Selain itu, sel myeloid juga dapat
menghasilkan myeloblast yang menghasilkan beberapa jenis sel darah putih yang dikenal
sebagai granulosit (neutrofil, eosinofil, dan basofil). Sel lymphoid dapat menghasilkan
limfoblas yang menghasilkan beberapa jenis sel darah putih yang berbeda dari granulosit
(Batchelor & DeAngelis, 2004; NCI, 2013).
Sel induk sumsum tulang normalnya akan berkembang dan tumbuh menjadi sel
darah dewasa, kemudian meninggalkan sumsum tulang dan beredar di dalam darah
perifer. Sedangkan pada individu dengan leukemia, ada pertumbuhan yang tidak normal
pada sel darah putih di sumsum tulang dan darah perifer yang mengakibatkan
peningkatan jumlah sel darah putih yang imatur dalam jaringan tubuh. Sel-sel imatur
yang terus berproliferasi menekan produksi unsur-unsur darah sel normal dan merampas
unsur gizi untuk metabolisme (Wong, 2008). Manifestasi klinis leukemia disesuaikan
dengan lokasi invasinya.

F. Manifestasi Klinis Leukimia


Gejala leukemia biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan dapat dibedakan
menjadi tiga tipe:
1. Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifestasi keluhan yang paling umum.
Leukemia menekan fungsi sumsum tulang, menyebabkan kombinasi dari anemia,
leucopenia (jumlah sel darah putih rendah), dan trombositopenia (jumlah trombosit
rendah). Gejala yang tipikal adalah lelah dan sesak napas (akibat anemia), infeksi
bakteri (akibat leucopenia), dan perdarahan (akibat trombositopenia dan terkadang
akibat koagulasi intravascular diseminata (DIC). Pada pemeriksaan fisis ditemukan
kulit yang pucat, beberapa memar, dan perdarahan. Demam menunjukkan adanya
infeksi, walaupun pada beberapa kasus, demam dapat disebabkan oleh leukemia itu
sendiri. Namun, cukup berbahaya apabila kita menganggap bahwa demam yang
terjadi merupakan akibat leukemia itu sendiri.
2. Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat, dan anoreksia
cukup sering terjadi.
3. Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda infiltrasi leukemia di
kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin, 2009)

Tanda dan Gejala Menurut Klasifikasi :


a. Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan kegagalan sumsum
tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi, pusing,
sesak, nyeri dada), infeksi dan perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri
tulang dan sendi, hipermetabolisme.Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada
sternum, tibia dan femur.
b. Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh
sindrom kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk
purpura atau petekia. Penderita LMA dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari
100 ribu/mm) biasanya mengalami gangguan kesadaran, sesak napas, nyeri dada dan
priapismus. Selain itu juga menimbulkan gangguan metabolisme yaitu hiperurisemia
dan hipoglikemia.
c. Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang
mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan berat
badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya nafsu makan dan penurunan
kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi semakin
parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya.
d. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas. Pada fase
kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat desakan limpa dan
lambung. Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada
fase akselerasi ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis
dan demam yang disertai infeksi.
Tanda dan gejala menurut organ atau jaringan yang diinvasi:

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia dan
trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya berkurang dan jumlah
sel darah putih total dapat rendah, normal, atau meningkat. Apabila normal atau
meningkat, sebagian besar selnya adalah sel darah putih primitif (blas). (Patrick,
2005)
a. Leukemia limfoblastik akut
Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi 10.000/mm3
pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi 50.000/mm 3.Neutropenia
(jumlah neutrofil absolut kurang dari 500/mm3 [normalnya 1500/mm3] sering
dijumpai.Limfoblas dapat ditemukan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang tidak
berpengalaman dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik.
(William, 2004)
a. Leukemia nonlimfositik akut
Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan adanya neutropenia,
anemia, da trombositopenia.Jumlah leukosit bervariasi, walaupun pada saat
didiagnosis kira-kira 25% anak memiliki jumlah leukosit melebihi
100.000/mm3.Pada darah perifer dapat ditemukan sel blas.Diagnosis pasti
ditegakkan dengan dilakukan pemeriksaan aspirat sumsum tulang, yang
menunjukkan adanya sel blas lebih dari 25%.Seperti pada leukemia limfoblastik
akut, cairan spinal juga harus diperiksa untuk menemukan bukti adanya
leukemia.Mencapai 15% pasien memiliki bukti sel blas pada cairan spinal pada
saat didiagnosis. (William, 2004)
b. Leukemia mielositik kronis
Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis nyata,
trombositosis, dan anemia ringan.Sumsum tulang hiperselular tetapi disertai
maturasi mieloid yang normal.Sel blas tidak banyak dijumpai. Pada kira-kira 90%
kasus, tanda sitogenik yang khas pada leukemia mielositik kronis yang terlihat
adalah: kromosom Philadelphia. (William, 2004)
2. Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal, hipokalemia, dan
peningkatan kadar bilirubin. (Patrick, 2005)
3. Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu tromboplastin
parsial teraktivasi (APPT) yang memanjang karena sering terjadi DIC (disseminated
intravaskular coagulation). (Patrick, 2005)
4. Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi. (Patrick, 2005)
5. Foto toraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia) jalur sel T sering
memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat pada foto toraks. (Patrick, 2005)
6. Pemeriksaan penunjang diagnosis spesifik termasuk aspirasi sumsum tulang yang
memperlihatkan limfoblas lebih dari 25%, biopsi trephine, penanda sel, serta
pemeriksaan sitogenetik untuk membedakan ALL (akut limfoblastik leukemia)
dengan AML (akut mieloblastik leukemia) secara akurat. Auer rod di sitoplasma sel
blas merupakan tanda patognomonik pada AML, namun hanya ditemukan pada 30%
kasus. Pemeriksaan penanda sel dapat membantu membedakan ALL jalur sel B atau
sel T dan juga membedakan subtipe AML yang berbeda-beda. Ini berguna bagi
hematolog untuk merancang terapi dan memperkirakan prognosis. Analisis
kromosom sel leukemia berguna untuk membedakan ALL dan AML, dan yang
penting adalah dapat memberikan informasi prognosis. (Patrick, 2005)
7. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan tempat
persembunyian penyakit ekstramedular. (Patrick, 2005)

H. PATHWAY

Faktor genetik
Sinar radioaktif
Virus

Nyeri
leukemia

Poliferasi sel darah putih tanpa


terkendali atau leukosit abnormal

Peningkatan jumlah
leukosit imatur/abnormal

Masuk sumsum tulang belakang Masuk ke organ tubuh

Menghambat semua sel darah Pembesaran limfa Nyeri


lain di sumsum tulang belakang dan hati tulang/persendian

Jika sudah kronis


Gagal atau terganggunya
produksi sel

Sel darah merah Trombosit Sel darah putih


menurun menurun normal
menurun

Anemia Terjadi
gangguan Kekebalan tubuh
pembekuan menurun
Pucat, lemah, lemas darah

Resiko injury Resiko infeksi


Kelemahan

G. Penatalaksanaan Medis pada Leukimia


1. Kemoterapi
Terapi definitive leukemia akut adalah dengan kemoterapi sitotoksik
menggunakan kombinasi obat multiple.Obat sitotoksik bekerja dengan berbagai
mekanisme namun semuanya dapat menghancurkan sel leukemia.Tetapi dengan
metode ini beberapa sel normal juga ikut rusak dan ini menyebabkan efek samping
seperti kerontokan rambut, mual, muntah, nyeri pada mulut (akibat kerusakan pada
mukosa mulut), dan kegagalan sumsum tulang akibat matinya sel sumsum tulan.Salah
satu konsekuensi mayor dari neutropenia akibat kemoterapi adalah infeksi
berat.Pasien harus diterapi selama berbulan-bulan (AML) atau selama 2-3 tahun
(ALL).
Menurut Suriadi (2006) dan Yuliani (2006), fase penatalakasanaan kemoterapi
meliputi tiga fase yaitu fase induksi, fase proflaksis, fase konsolidasi.

a. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnose ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi
kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L asparaginase.Fase induksi dinyatakan
berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum
tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis
Sistem saraf pusat, pada terapi ini diberikan metotreksat, cytarabine dan
hydrocortisone melalui intrathecal untuk mencegah invasi sel leukemia ke
otak.Terapi irradiasi cranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang
mengalami gangguan system saraf pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisi dan
mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh.Secara berkala,
mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai
respon sumsum tulang terhadap pengobatan.Jika terjadi surpresi sumsum tulang,
maka pengobatan dihentikan sementra atau dosis obat dikurangi.
d. Terapi rumatan
Terapi rumatan dimulai setelah terapi induksi dan konsolidasi selesai dan berhasil
dengan baik mempertahankan remisi. Terapi obat yang diberikan selama terapi
rumatan meliputi merkaptopurin setiap hari, metotreksat seminggu sekali, dan
terapi intratekal secara periodik. Terapi ini diberikan selama dua tahun kemudian.
Pemeriksaan hitung darah lengkap harus dilakukan selama terapi rumatan untuk
mengevaluasi respon sumsum tulang terhadap obat-obatan yang digunakan.

Penatalaksanaan medis dalam pemberian kemoterapi dan radioterapi:


1. Prednison untuk efek antiinflamasi
2. Vinkristin (oncovin) untuk antineoplastik yang menghambat pembelahan sel
selama metaphase
3. Asparaginase untuk menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk
pertumbuhan tumor)
4. Metotreksat sebagai antimetabolik untuk menghalangi metabolism asam folat
sebagai zat untuk sintesis nucleoprotein yang diperlukan yang diperlukan sel-sel
yang cepat membelah
5. Sitarabin untuk menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia granulositik
yang menekan sumsum tulang yang kuat.
6. Alopurinol sebagai penghambat produksi asam urat dengan menghambat reaksi
biokimia.
7. Siklofosfamid sebagai antitumor kuat.
8. Daurnorubisin sebagai penghambat pembelahan sel selama pengobatan leukemia
akut
(Hidayat, Aziz. 2008)

2. Transplantasi sumsum tulang


Ini merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi dosis tinggi dan
radioterapi pada beberapa pasien leukemia akut. Transplantasi dapat bersifat autolog,
yaitu el sumsum tulang diambil sebelum pasien meneraima terapi dosis tinggi,
disimpan, dan kemudian diinfusikan kembali.Selain itu, dapat jug bersifat alogenik,
yaitu sumsum tulang berasal dari donor yang cocok HLA-nya. Kemoterapi dengan
dosis sangat tinggi akan membunuh sumsum tulang penderita dan hal tersebut tidak
dapat pulih kembali. Sumsum tulang pasien yang diinfusikan kembali akan
mengembalikan fungsi sumsum tulang pasien tersebut. Pasien yang menerima
transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi yag lebih rendah dibandingkan
dengan pasien yang menerima transplantasi autolog, karena sel tumor yang terinfusi
kembali dapat menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik memiliki risiko
rekurensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima transplantsi
autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada
transplantasi alogenik, terdapat bukti kuat yang menunjukan bahwa sumsum yang
ditransplantasikan akan berefek antitumor yang kuat karena limfosit T yang
tertransplantasi. Penelitian-penelitian baru menunjukan bahwa transplantasi alogenik
menggunakan terapi dosis rendah dapat dilakukan dan memiliki kemungkinan
sembuh akibat mechanism imunologis.

3. Resusitasi
Pasien yang baru didiagnosis leukemia akut biasanya berada dalam keadaan
sakit berat dan renta terhadap infeksi berat dan atau perdarahan. Prioritas utamanya
adalah resusitasi mengguakan antibiotic dosis tinggi intravena untuk melawan infeksi,
transfusi trombosit atau plasma beku segar (fresh frozen plasma) utuk mengatasi
anmia. Penggunaan antibiotic dalam situasi ini adalah tindakan yang tepat walaupun
demam yang terjadi ternyata merupakan akibat dari penyakit itu sendiri dan bukan
akibat infeksi.Lebih mudah menghentikan pemberian antibiotic daripada
menyelamatkan pasien dengan syok dan septicemia yang telah diberikan tanpa terapi
antibiotik. (Patrick. 2005)

H. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya
b. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal
kembar (monozigot)
c. Kaji adanya tanda – tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit kepala,
anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat
d. Kaji adanya tanda – tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi
pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan atau
hiotam tanpa pus
e. Kaji adanya tanda – tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan
membran mukosa, pembentukan hematoma, kaji adanya tanda – tanda invasi ekstra
medulla; limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.
f. Kaji adanya pembesaran testis, hematuria, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi di
sekitar rektal dan nyeri.

2. Analisa Data Keperawatan


a. Data Subjektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai
berikut :
 Lelah
 Letargi
 Pusing
 Sesak
 Nyeri dada
 Napas sesak
 Priapismus
 Hilangnya nafsu makan
 Demam
 Nyeri Tulang dan Persendian.
b. Data Objektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai
berikut :
 Pembengkakan Kelenjar Lympa
 Anemia
 Perdarahan
 Gusi berdarah
 Adanya benjolan tiap lipatan
 Ditemukan sel – sel muda

3. Diagnosa Keperawatan
a. Kelemahan / Keletihan
b. Risiko cidera
c. Risiko infeksi
d. Nyeri
I. Rencana Keperawatan

No. Diagnosa keperawatan Tujuan dan criteria hasil intervensi


1 Kelemahan/keletihan NOC: NIC:
(00093) - Endurance Energy management
- Concentrasion - Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
- Energy conservation
- Nutritional status: energy aktivitas
Criteria hasil : - Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan
- Memverbalisasikan peningkatan energy untuk terhadap keterbatasan
merasa lebih baik - Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
- Menjelaskan penggunaan energy untuk - Monitor nutrisi dan sumber energy yang adekuat
- Monitor klien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
mengatasi kelelahan
- Kecemasan menurun secara berlebihan
- Glukosa darah adekuat - Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
- Kualitas hidup meningkat - Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat klien
- Istirahat cukup - Dukung klien dan keluarga untuk mengungkapkan
- Mempertahankan kemampuan untuk perasaan berhubungan dengan perubahan hidup yang
berkonsentrasi disebabkan keletihan
- Bantu aktivitas sehari-hari sesuai dengan kebutuhan
- Tingkatkan tirah baring dan pembatasan aktivitas
(tingkatkan periode istirahat)
- Konsultasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan
asupan makanan yang berenergi tinggi
Behavior Management
Activity Terapy
Energy Management
Nutrition Management
2 Risiko cidera NOC: NIC:
- Risk Control Environment management (manajemen lingkungan)
Criteria hasil - Sediakan lingkungan yang aman untuk klien
- Klien terbebas dari cidera - Identifikasi kebutuhan keamanan klien, sesuai kondisi
- Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk
fisik dan fungsi kognitifn klien dan riwayat penyakit
mencegah injury/cedera
terdahulu klien
- Klien mampu menjelaskan factor resiko dari
- Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
lingkungan/perilaku personal
(misalnya memindahkan perabotan)
- Mempunyai gaya hidup untuk mencegah
- Memasang side rail tempat tidur
injury - Menyediakan tempat tidur nyaman dan bersih
- Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada - Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah
- Mampu mengamati perubahan status
dijangkau klien
kesehatan - Membatasi pengunjung
- Menganjurkan keluarga untuk menemani klien
- Mengontrol lingkungan dari kebisingan
- Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
- Berikan penjelasan pada klien dan keluarga atau
pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
3 Resiko infeksi NOC: NIC:
- Immune status Infection control (control infeksi)
- Knowledge : infection control - Bersihkan lingkungan setelah dipakai klien lain
- Risk control - Pertahankan teknik isolasi
Keiteria hasil:
- Batasi pengunjung bila perlu
- Klien bebas daru tanda dan gejala infeksi
- Instruksikan kepada pengunjung untuk mencuci
- Mendeskripsikan proses penularan penyakit,
tangan sebelum berkunjung dan setelah meninggalkan
factor yang mempengaruhi penularan serta
klien.
penatalaksanaannya
- Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah
- Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan
timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal tindakan keperawatan
- Menunjukkan perilaku hidup sehat. - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan
alat
- Ganti letak IV perifer dan line control dan dressing
sesuai dengan petunjuk umum
- Tingkatkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotic bila perlu
4 Nyeri akut NOC: NIC:
- Pain level Pain management
- Pain control - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
- Comfort level
Criteria hasil : termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab kualitas dan factor presipitasi
nyeri, mampu menggunakan teknik untuk - Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Gunakan teknik komunikasi teraupetik untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan)
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan mengetahui pengalaman nyeri klien
- Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
menggunakan management nyeri
- Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
- Evaluasi bersama klien dan tim kesehatan lain tentang
frekuensi dan tanda nyeri)
ketidakefektifan control nyeri masa lampau
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
- Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan
berkurang.
menemukan dukungan
- Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebingungan
- Kurangi factor presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan interpersonal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
- Ajarkan tentang teknik non farmakologis
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan control nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku Edisi 3. Jakarta: EGC.

Davey, Patrick. 2005. At a glance Medicine. Jakarta: EGC.

Handayani, Wiwik & Hariwibowo, Andi Sulistyo. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika .

Herman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Jakarta : EGC.

Hidayat, Aziz Alimut. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta: Salemba Medika

Hidayat, Aziz Alimut. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika.

National Cancer Institute. (2013). What you need to know about leukemia. US: National
Institutes of Health.

Prince of Wales’ Hospital. (2017). Leukemia. Rumah Sakit Prince of Wales: Departemen
Onkologi Klinis.

Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.

Suriadi. Yuliani, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Penebar Swadaya

Wong, D.L., Eaton, M.H., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2008). Buku ajar
keperawatan pediatrik wong; alih bahasa Andry Hartono, Sari Kurnianingsih,
Setiawan. Edisi 6. Jakarta: EGC.

You might also like