You are on page 1of 18

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan................................................................................................................. 2

2. Pembahasan

a. Ascaris Lumbricoides ...................................................................................... 3

b. Cacing Tambang (Hookworm)......................................................................... 6

c. Trichuris Trichiura ......................................................................................... 10

d. Strongyloides Stercoralis ............................................................................... 13

3. Kesimpulan ................................................................................................................ 17

4. Daftar Pustaka ............................................................................................................ 18

1
BAB I

PENDAHULUAN

Soil-transmitted helminths dikenal sebagai infeksi cacing seperti

Ascarislumbricoides, Trichuris trichuira, cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan

Necator americanus), dan Strongyloides stercoralis. Soil Transmitted Helminths ini

ditularkan menghasilkan berbagai gejala termasuk manifestasi usus (diare, sakit perut),

malaise dan kelemahanumum, yang dapat mempengaruhi kemampuan bekerja dan belajar

danmerusak pertumbuhan fisik. Cacing tambang usus kronis menyebabkankehilangan

darah yang mengakibatkan anemia.(1)

Cacing yang menyukai lingkungan kotor dan lembab ini seringditemui pada

lingkungan yang kumuh dan lembab. Mahluk yang tergolongparasit ini masuk ke dalam

tubuh melalui makanan atau secara langsungmenembus kulit tubuh. Bila melalui

makanan berarti telur atau larvacacing berada pada makanan yang tidak higienis (sayur

dan daging yang tidakdimasak matang, misalnya). Jika masuk secara langsung, cacing

bisa masuklewat telapak kaki saat anak bermain di tempat-tempat kotor seperti di tanah

tanpa alas kaki.(1.2)

Cacingan merupakan parasit manusia dan hewan yang sifatnya merugikan,

manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagianbesar daripada nematoda

ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat diIndonesia. Diantara 9 nematoda usus

tedapat sejumlah spesies yang ditularkanmelalui tanah dan disebut “Soil Transmitted

Helmints” yang terpenting adalahAscaris lumbricoides, Necator americanus,

Ancylostoma duodenale, dan Trichuris trichiura. Tetapi dalam sehari-hari sering juga

ditemukan infeksi cacing Strongyloides stercoralis(2).

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Ascaris lumbricoides

Manusia merupakan satu- satunya hospes Ascaris lumbricoides. Penyakit

yang disebabkannya disebut askariasis. Parasit ini ditemukan kosmopolit.

Survey yang dilakukan di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa

prevalensi A. lumbricoides masih cukup tinggi, sekitar 60-90%.(3)

Epidemiologi

Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak.

Frekuensinya 60- 90%. Di Jakarta, angla infeksi askariasis pada tahun 2000

sekitar 62,2%, dan telah mencapai 74,5% - 80% pada tahun 2008. Kurangnya

pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di

sekitar halaman rumah. Tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu 25-30 derajat

Celsius merupakan kondisi yang sangat baik untuk berkembangnya telur A.

lumbricoides menjadi bentuk infektif.(4)

Morfologi dan Daur Hidup

Cacing jantan berukuran lebih kecil dari cacing betina. Stadium dewasa

hidup di rongga usus kecil. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak

100.000-200.000 butir sehari. Terdiri atas telur yang dibuahi dan telur tidak

dibuahi. (2,4)

3
Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi

bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif tersebut

bila tertelan manusia, menetas diusus halus. Larvanya menembus dinding usus

halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung

kemudian mengikuti aliran darah menuju paru. Larva di paru menembus

dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus masuk alveolus, kemudian naik

ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva menuju faring,

sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena

rangsangan tersebut dan larva akan tertelan ke dalam esophagus, lalu menuju

usus halus. Di usus halus larva menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang

tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2-3

bulan.(3)

4
Gejala Klinis dan Komplikasi

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebakan oleh cacing dewasa

dan larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru.

Pada orang yang rentan, terjadi perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul

gangguan pada paru yang disertai batuk, demam, eosinofilia. Pada foto thoraks

tampak infiltrate yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan tersebut

disebut Sindrom Loeffler.(3.4)

Komplikasi paling sering pada saat larva bermigrasi yang menyebabkan

terjadinya reaksi alergik yang berat dan pneumonitis dan bahkan dapat

menyebabkan timbulnya pneumonia.(5)

Diagnosis

Cara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan tinja

secara langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis askariasis.

Selain itu diagnosis dapat dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui

mulut atau hidung karena muntah maupun melalui tinja.(1)

Pengobatan

Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara massal. Untuk

perorangan dapat digunakan bermacam- macam obat misalnya piperasin,

pirantel pamoat 10 mg/kgBB, dosis tunggal Mebendazole 500 mg atau

Albendazole 400 mg. Oksantel- pirantel pamoat adalah obat yang dapat

5
digunakan untuk infeksi campuran A. lumbricoides dan T. trichiura.

Pengobatan masal biasa digunakan Albendazole 400 mg 2 kali setahun.(2,3)

Prognosis

Pada umumnya askariasis mempunyai prognosis baik. Tanpa pengobatan,

penyakit dapat sembuh sendiri dalam waktu 1.5 tahun. Dengan pengobatan,

angka kesembuhan 70- 99%.(4)

2. Cacing Tambang ( Hookworm)

Ada beberapa spesies cacing tambang yang penting, diantaranya :

 Necator americanus : manusia

 Ancylostoma duodenale : manusia

 Ancylostoma braziliense : kucing, anjing

 Ancylostoma ceylanicum : anjing, kucing

 Ancylostoma caninum : anjing, kucing(3)

Hospes parasit ini adalah manusia, cacing ini menyebabkan nekatoriasis

dan ankilostomiasis. Penyebaran cacing ini di seluruh daerah khatulistiwa.

Prevalensi di Indonesia tinggi , terutama daerah pedesaan sekitar 40%.(4)

6
Epidemiologi

Insidens tinggi ditemukan pada penduduk Indonesia, terutama daerah

pedesaan, khususnya di perkebunan. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva

ialah tanah yang gembur dengan suhu optimum untuk N. americanus 28- 32

derajat Celsius, sedangkan untuk A. duodenale lebih rendah (23- 25 derajat

Celsius). Pada umumnya A. duodenale lebih kuat.(4)

Morfologi dan Daur Hidup

Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar

melekat pada mukosa dinding usus. Cacing betina N. americanus tiap hari

mengeluarkan telur 5000- 10000 butir, sedangkan A. duodenale kira- kira

10000- 25000 butir.(1)

Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1-1.5

hari, keluarlah larva Rabditiform. Dalam waktu 3 hari larva rabditiform

tumbuh menjadi larva filariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup

selama 7-8 minggu di tanah.(2,5)

Telur cacing tambang yang besarnya 60x40 mikron, berbentuk bujur dan

mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel. Larva

Rabditiform panjangnya 250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya

600 mikron.(3)

7
Daur hidupnya :Telur  larva Rabditiform  larva Filariform 

menembus kulit  kapiler darah  jantung kanan  paru  bronkus  trakea

 laring usus halus. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit.

Infeksi A. duodenale juga dapat terjadi dengan menelan larva Filariform.(2)

Gejala Klinis

a. Stadium larva

Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi

perubahan kulit yang disebut ground itch. Perubahan pada paru

biasanya ringan. Infeksi larva filariform A. duodenale secara oral

8
menyebabkan penyakit dengan gejala mual, muntah, iritasi faring,

batuk, sakit leher, dan serak.(5)

b. Stadium dewasa

Gejala tergantung pada spesies dan jumlah cacing serta keadaan gizi

penderita (Fe dan protein). Tiap cacing N. americanus menyebabkan

kehilangan darah sebanyak 0,005- 0,1 cc sehari, sedangkan cacing A.

duodenale 0,08- 0,34 cc sehari. Pada infeksi kronik atau infeksi berat

terjadi anemia mikrositik hipokrom. Di samping itu juga terdapat

eosinofilia. Cacing tambang biasanya tidak menyebabkan kematian,

tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja turun.(1,5)

Perbedaan larva cacing tambang dengan strongyloides stercoralis

( Rhabditiform & Filariform )

Rhabditiform Filariform

Larva cacing  Mulut terbuka,  Mempunyai


tambang panjang dan sempit sarung, mulut tertutup
 Esofagus 1/3  Esofagus ¼
panjang badan panjang badan
 Bentuk  Bentuk filariform
rhabditoid  Ekor lancip

Larva  Mulut terbuka,  mempunyai


Strongyloides lebar dan pendek sarung, mulut tertutup
Stercoralis  Esofagus 1/3  Esofagus ½
panjang badan panjang badan
 Ekor berujung  Ekor bercabang
lancip menyerupai huruf W

9
Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar. Dalam

tinja yang lama mungkin ditemukan larva. Untuk membedakan spesies N.

americanus dan A. duodenale dapat dilakukan biakan seperti Harada- Mori.(3)

Pengobatan

Pirantel pamoat 10mg/kgBB memberikan hasil cukup baik, bila

digunakan beberapa hari berturut- turut.(1)

Perlu juga edukasi kepada pasien terutama yang memiliki pekerjaan

sebagai petani untuk memakai sandal atau sepatu saat beraktivitas.(4)

3. Trichuris trichiura

Manusia merupakan hospes cacing ini. Penyakit yang disebabkannya

disebut trikuriasis(1)

Epidemiologi

Angka kejadian trikuriasis di Indonesia mencapai 30$ - 90$ pada

daerah pedesaan. Penyakit ini menyebar melalui tanah yang terkontaminasi

dengan tinja yang mengandung telur cacing T. Trichiura atau disebut juga

cacing cambuk. Telur cacing cambuk tumbuh optimal pada tanah liat, tanah

lembab, dan tanah dengan suhu 30 celcius. Infeksi cacing cambuk terjadi

melalui makanan, minuman, atau tangan kotor yang mengandung telur yang

infektif. (3.4)

10
Morfologi Dan Daur Hidup

Panjang cacing betina kira- kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-

kira 4 cm. Bagian anterior panjang seperti cambuk, panjangnya kira- kira 3/5

dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada

cacing betina bentuknya membulat tumpul. Pada cacing jantan melingkar dan

terdapat satu spikulum. Cacing dewasa hidup di kolon ascenden dan sekum

dengan bagian anteriornya seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus.

Seekor cacing betina diperkirakan mengahasilkan telur setiap hari antara

3000- 20000 butir.(1)

Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur

tersebut menjadi matang dalam waktu 3- 6 minggu dalam lingkungan yang

sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan teduh. Telur matang adalah telur

yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung bila

secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding

telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa, cacing ini

masuk ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum.

Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari

telur tertelan sampai cacing dewasa betina bertelur 30- 90 hari.(2,3)

11
Gejala Klinis dan Komplikasi

Cacing terutama hidup di sekum, akan tetapi dapat juga ditemukan di

kolon asceden. Pada infeksi berat terutama pada anak, cacing tersebar di

seluruh kolon dan rectum. Kadang terlihat di mukosa rectum yang mengalami

prolapsus akibat mengejannya penderita saat defekasi.(5)

Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga

terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus.

Disamping itu dapat terjadi perdarahan. Cacing ini juga mengisap darah

sehingga dapat mengakibatkan anemia.(1)

Penderita yang berat dan menahun menunjukkan gejala diare sering

diselingi dengan syndrome disentri, anemia, berat badan menurun dan

kadang prolapsus rectum.(2)

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja.(1)

12
Pengobatan

- Albendazol 400 mg (dosis tunggal)

- Mebendazol 100 mg ( 2 kali sehari selama 3 hari berturut- turut).(5)

Di daerah yang sangat endemis infeksi dapat dicegah dengan

pengobatan penderita, pembuatan jamban yang baik, pendidikan tentang

sanitasi dan kebersihan perorangan. Mencuci tangan sebelum makan, dan

mencuci sayuran yang dimakan mentah adalah penting apalagi di negeri

yang menggunakan tinja sebagai pupuk.(5)

4. Strongyloides stercoralis

Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Cacing ini dapat

menyebabkan strongiloidiasis.(1)

Morfologi Dan Daur Hidup

Hanya cacing dewasa yang betina hidup sebagai parasit di vilus

duodenum dan yeyenum. Cacing betina berbentuk filiform, halus, tidak

berwarna dan panjangnya 2 mm.(1,3)

Cara berkembang biaknya diduga secara parthenogenesis. Telur

bentuk parasitic diletakkan di mukosa usus, kemudian telur tersebut menetas

menjadi larva rabditiform yang masuk ke rongga usus serta dikeluarkan

bersama tinja. Parasit ini mempunyai tiga macam daur hidup: (1)

a. Siklus langsung

Sesudah 2-3 hari di tanah, larva rabditiform berubah menjadi larva

filariform berbentuk langsing dan merupakan bentuk infektif. Bila larva

filariform menembus kulit manusia, larva tumbuh, masuk ke dalam peredaran

13
darah vena, kemudian melalui jantng kanan sampai ke paru. Dari paru parasit

yang mulai menjadi dewasa menembus alveolus masuk ke trakea dan laring.

Sesudah sampai di laring terjadi reflex batuk sehingga parasit tertelan,

kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing

betina yang dapat bertelur 28 hari sesudah infeksi.(1)

b. Siklus tidak langsung

Pada siklus tidak langsung, larva rabditiform di tanah berubah

menjadi cacing jantan dan cacing betina untuk bebas. Bentuk bebas menjadi

lebih gemuk dari bentuk parasitic. Sesudah pembuahan, cacing betina

menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rabditiform. Larva

rabditiform dalam beberapa hari dapat berubah menjadi larva filariform yang

infektif dan masuk ke dalam hospes baru, atau larva rabditiform tersebut

mengalami fase hidup bebas. Siklus tidak langsung terjadi bila lingkungan

optimum, misalnya daerah tropis dan iklim lembab. Sedangkan siklus

langsung terjadi di daerah dingin.(1)

c. Autoinfeksi

Larva rabditiform kadang- kadang menjadi larva filariform di usus

atau di daerah sekitar anus (perianal). Bila larva filariform menembus

mukosa usus atau kulit perianal, maka terjadi daur perkembangan di dalam

hospes. Autoinfeksi dapat menyebabkan strongiloidiasis menahun pada

penderita yang hidup di daerah nonendemik.(1)

14
Gejala Klinis Dan Komplikasi

Bila larva filariform menembus kulit, timbul kelainan kulit yang

disebut creeping eruption yang menyebabkan gatal yang hebat. Cacing

dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus halus. Infeksi ringan

Strongyloides pada umumnya terjadi tanpa diketahui hospesnya karena tidak

menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti

tertusuk di daerah epigastrium tengah dan tidak menjalar. Bisa ada mual dan

muntah, diare dan kostipasi saling bergantian. Pada strongiloidiasis dapat

terjadi autoinfeksi dan hiperinfeksi. Pada hiperinfeksi cacing dewasa dapat

ditemukan di sepanjang traktus digestivus dan larvanya dapat ditemukan di

berbagai alat dalam ( paru- paru, hati, kandung empedu).(2,3)

15
Pada pemeriksaan darah mungkin ditemukan eosinofilia atau

hipereosinofilia, meskipun ada juga eosinofil nya normal.(1)

Diagnosis

Diagnosis pasti ialah dengan menemukan larva rabditiform dalam

tinja segar, dalam biakan atau dalam aspirasi duodenum. Biakan sekurang-

kurangnya 2x24 jam menghasilkan larva filariform dan cacing dewasa yang

hidup bebas.(1)

Pengobatan

Albendazol 400 mg satu/ dua kali sehari selama tiga hari merupakan

obat pilihan. Mebendazol 100 mg 3 kali sehari selama 2 atau 4 minggu dapat

memberikan hasil yang baik.(2,4)

Prognosis

Infeksi berat strongiloidiasis dapat menyebakan kematian.(4)

16
BAB III

KESIMPULAN

Nematoda yang hidup sebagai parasit, merupakan jumlah spesies paling banyak.

Kebanyakan hidup bebas di air tawar, laut serta ada juga yang hidup di lumpur atau tanah

perkebunan.

Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini

menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

Cara penyebaran, nematoda usus dibagi kedalam dua kelompok, yaitu nematoda usus

yang ditularkan melalui tanah soil transmitted heminths yaitu kelompok cacing nematoda

yang membutuhkan tanah untuk pematangan dari bentuk non-infektif menjadi bentuk

infektif.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati, Siti et.al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam. Interna

Publishing : Jakarta.

2. Sutanto, inge, dkk. 2013. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi Empat. FKUI

3. Soedarto, 2008. Parasitologi Klinik. Surabaya: Airlangga University Press, 19-26.

4. World Health Organization (WHO), 2009. Report of the WHO Expert Consultation on

Foodborne Trematode Infections & Taeniasis/Cysticercosis. Available from:

http://www.who.int/neglected_diseases/preventive_chemotherapy/WHO_HTM_NTD_PCT_2

011.3.pdf

5. Garcia, H.H., Evans, C.A.W., Nash, T.E., Takayanagui, O.M., White, A.C., Botero, D., et

al., 2002. Current Consensus Guidelines for Treatment of Neurocysticercosis. American

Society for Microbiology 15 (4): 747-756.

18

You might also like