You are on page 1of 3

HAM, GENDER DAN DEMOKRASI

Sebagai jam’iyyah yang menganut paham ahlussunah wal jama’ah, NU tidak bisa dilepaskan
dari isu global. Masalah Hak Asasi Manusia, gender, demokrasi dan pluralisme merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.
Perjuangan terus menerus untuk menciptakan harkat dan martabat manusia sebagai puncak
ciptaan Illahi juga merupakan bagian inti dari tugas para nabi dan rosul. Karena itulah mengapa
kisah para rosul mempunyai porsi terbanyak dalam ayat-ayat Al Qur’an yang bertujuan agar
umat Islam mampu menangkap pesan-pesan kemanusiaan yang dirisalahkan melalui para nabi
dan rosul ( Zamzami, 2000 : 48 )
Fungsi Islam dalam hal ini adalah penyempurna untuk membverikan bimbingan kepada manusia
agar bisa mengaktualisasikan potensi positifnya dan meminimalisir potensi negatifnya.Paham
ahlus sunah wal jama’ah tidak ingin melakukan perombakan total tetapi lebih kepada proses
penyempurnaan terhadap pola hidup manusia.
1.Hak Asasi Manusia ( HAM )
Sejak awal Islam menentang penindasan terhadap hak-hak kemanusiaan. Habil putera nabi Adam
AS disebut orang durhaka karena telah membunuh dan merampas hak hidup saudaranya Qobil.
Feodalisme yang berkembang di Eropa yang membedakan hak dan martabat manusia mendapat
penentangan secara gradual. Munculnya tokoh seperti : Thomas Aquinas, Hobbes, John Lock,
David Hume, Jaques Rousseau, Immanuel Kant, dan munculnya Piagam Magna Charta (1215),
Revolusi Inggris I (1640 an),Revolusi Inggris II (1688), Deklarasii Kemerdekaan Amerika
(1776) hingga Revolusi Perancis (1789), telah menyuarakan gagasan persamaan, persaudaraan
dan kebebasan, merupakan bukti kesadaran ummat manusia untuk menghapus segala bentuk
ketimpangan, absolutisme, penindasan dan lain-lain.
Namun jauh sebelum itu semua para nabi dan rosul telah berjuang membebaskan umat manusia
dari penindasan kaum dlolim. Seperti Nabi Musa membebaskan bangsa Israel dari peniondasan
Raja Fir’aun, sampai pada Nabi Muhammad SAW dengan segala pengorbanannya berhasil
menciptakan masyarakat madani (civilized society)
Masalah HAM mulai menjadi perhatian serius setelah lahirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (
PBB ), Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM) atau Universal Declaration of
Human Right (UDHR) tanggal 10 Desember 1948, disusul kemudian International Convenant
Economis and Cultural Right (31 Januarti 1976) dan International Convenant on Civil and
Political Right (23 Maret 1976)
Upaya penegakan HAM merupakan masalah global dan tugas manusia secara keseluruhan yang
harus mendapat respons serius dari agama (ahlus sunah wal jama’ah). Al Qur’an dengan tegas
menyatakan bahwa menghalangi upaya penegakan keadilan merupakan tindakan orang kafir.
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Alloh dan membunuh para nabi yang
memang tidak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang mengajak manusia berbuat adil,
maka “gembirakanlah” mereka dengan siksa yang pedih” (QS. Ali Imron, 3; 21)
Masalah kemanusiaan merupakan tuntutan dan tanggungjawab bersama tanpa pandang bulu
(mas-uliyyah insaniyyah). HAM yang dijelaskan UDHR pasal 30 pada dasarnya terangkum
dalam lima prinsip universal (kulliyyat alkhoms) nya para ahli fikih dan hokum Islam dalam
menetapkan produk hokum, yaitu :
1.Hak beragama (hifzh ad-din)
2.Hak hidup, terbebas dari rasa takut, penganiayaan, penindasan, dan menentukan nasib sendiri
(hifzh an-nafs)
3.Hak kebebasan berekspresi, menyatakan pendapat, hak pendidikan, berserikat, berbudaya dan
berkumpul (hifzh al ’aql)
4.Hak atas jaminan sosial, bebas dari kelaparan, dan upah yang layak (hifzh al mal)
5.Hak persamaan derajat dalam hukum, hak privacy, berkeluarga, turut serta dalam
pemerintahan, hak atas pekerjaan dan hak atas peradilan bebas (hifzh al’irdl wa an-nasl). (Said
Agil Siroj,1999;109).

2. Gender.
Wacana gender selalu menampilkan wacana stereotif yang membedakan posisi laki-laki dan
perempuan. Thomas Aquinas, filsuf Skolastik abad 13 mengatakan bahwa tatanan sosial
merupakan bagian integral dari alam semesta ciptaan Allah, yang telah menciptakan dunia sesuai
derajat rasionalitas dan kesempurnaan. Masyarakat diciptakan sebagai hierarki yang teratur
sesuai derajat rasionalitas. Laki-laki dianggap lebih rasional daripada perempuan, orang tua lebih
rasional ketimbang anaknya. (Hans Fink, 2003; 25-26).
Setting masyarakat arab ketika Nabi Muhammad datang membawa risalah Islam adalah
komunitas yang tidak “memanusiakan” perempuan. Kaum laki-laki bebas memilih pasangan
sebanyak-banyaknya, anak laki-laki lebih dibanggakan, perempuan dianggap barang warisan.
Al Qur’an (Islam) merupakan peristiwa kebahasaan, kebudayaan dan keagamaan yang berfungsi
sebagai garis pemisah antara “pemikiran primitif” (savage thinking) (Claude Lavi-Strauss) dan
“pemikiran berbudaya” (civilited thinking) ( Arkoun, 1996; I ). Zaman sebelum Al Qur’an
(Islam) dikaitkan dengan tradisi Jahiliyyah yaitu suatu kondisi masyarakat yang bercirikan
paganisme dan secara cultural “tidak berbudaya”. Sedangkan zaman sesudah Islam dikaitkan
dengan pencerahan agama dan budaya. (Zamzami, 2000; 62).
Bagaimana Islam menempatkan perempuan ? Beberapa teks suci al Qur-an yang seringkali
dirujuk adalah “Al Rijal Qawwamun ‘ala Nisa….”.(Q.S. al Nisa, 34) atau surah al Nisa, ayat 1,
tetapi ayat ini sesungguhnya memberikan makna antropologis (Lily Zakiah Munir(ed 1999 ; 36),
dan hadits Nabi saw : “Lan yufliha Qawmun wallaw amrahum imra-atan” dan “Ma taraktu ba’di
fitnatan adharra ‘ala al Rijal min al Nisa” dilihat dari asbab al wurud adalah kondisi saat itu
kepala suku memegang peranan penting untuk segala urusan pemerintahan, sehingga bisa
dibayangkan (sangat kerepotan) jika saat itu perempuan tampil sebagai pemimpin.
Secara konseptual NU pada dasarnya mengembangkan kesetaraan derajat antara laki-laki dan
perempuan (dengan batas-batas yang tidak bertentangan dengan kodrat). Beberapa keputusan
Ulama NU yang mencerminkan pandangan ini adalah :
a.Keputusan Konbes Syuriah NU tanggal 17 Sya’ban 1376/19 Maret 1957 di Surabaya,
membolehkan perempuan menjadi anggota DPR/DPRD
b.Keputusan Muktamar NU 1961 di Salatiga membolehkan wanita menjadi Kepala Desa
c.Keputusan Munas Alim Ulama 1997 di NTB, memberikan lampu hijau atas peran publik,
hingga menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

3 Demokrasi
Sebagai kelompok Islam yang ikut membidani lahirnya kemerdekaan dan pembentukan Republik
Indonesia NU melewati dinamika tersendiri dalam melihat Islam dan negara. Tesis NU sebagian
kelompok Suni adalah : bahwa Nabi Muhammad SAW tidak memberikan wasiat kepemimpinan
kepada siapapun. Artinya masalah pengaturan masyarakat, negara dan kepemimpinan berada
ditangan umat (H.R Bukhori dari Aisyah).

You might also like