You are on page 1of 88

SEJARAH PERANTAUAN MASYARAKAT KULISUSU

(Studi di Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara Kabupaten Buton Utara


Tahun 1974-2017)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Ujian Seminar Skripsi
Pada Jurusan/Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh

JUNIATI
A1N1 15 080

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing I dan Pembimbing II untuk

dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Skripsi pada Jurusan/Program Studi

Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu

Oleo.

Kendari, Oktober 2018

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Jamiludin, M.Hum Drs. Hayari, M.Hum


NIP. 19641030 198902 1 001 NIP. 19670108 199311 1 001

Mengetahui:
Ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan Sejarah

Pendais Hak, S.Ag., M.Pd,


NIP. 19770829 200812 1 002

ii
ABSTRAK

Juniati, stambuk A1N1 15 080, dengan judul skripsi “Sejarah


Perantauan Masyarakat Kulisusu (Studi di Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara
Kabupaten Buton Utara Tahun 1974-2017)”, dibawah bimbingan Dr. H.
Jamiludin, M.Hum dan Drs. Hayari, M.Hum sebagai Pembimbing I dan
Pembimbing II.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Kapan masyarakat
Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara mulai merantau? (2) Apa faktor penyebab
masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara merantau? (3) Dimana tempat
tujuan masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara merantau? (4) Apa
profesi masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara di perantauan? (5) Apa
dampak merantau bagi masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara?
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) Untuk
menjelaskan awal mula masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara
merantau, (2) Untuk menjelaskan faktor penyebab masyarakat Desa Bira
Kecamatan Kulisusu Utara merantau, (3) Untuk menjelaskan tempat tujuan
masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara merantau, (4) Untuk
menjelaskan berbagai profesi yang digeluti oleh masyarakat Desa Bira
Kecamatan Kulisusu Utara selama di perantauan, (5) Untuk mendeskripsikan
dampak merantau bagi masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara
Kabupaten Buton Utara pada bulan Agustus sampai September 2018. Jenis
penelitian ini adalah penelitian sejarah yang bersifat deskriptif kualitatif.
Sumber data dalam penelitian ini, berasal dari: sumber tertulis, sumber lisan, dan
sumber visual. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
sejarah menurut Helius Sjamsudin, yaitu: (1) Heuristik, (2) Kritik sumber, (3)
Historiografi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Masyarakat Desa Bira
Kecamatan Kulisusu Utara melakukan perantauan pada tahun 1974 yang
berjumlah 3 orang yaitu La Awe, La Taku dan Mauri yang berlayar menuju
Sorong. (2) Faktor penyebab masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara
merantau yaitu alasan pekerjaan atau faktor ekonomi, dikarenakan orang yang
sudah menikah akan mengalami peningkatan kebutuhan ekonomi sehingga
dalam memenuhi kebutuhan tersebut harus melakukan perantauan ke daerah
yang dianggap bisa mengembangkan karirnya. (3) Tempat yang menjadi tujuan
perantauan adalah Sorong, Timika, Namlea, Kalimantan, Batam dan Bangka
Belitung bahkan ke Taiwan serta ada juga yang datang ke Bombana mendulang
emas. (4) Profesi yang digeluti para perantau yaitu kuli bangunan, penyelam
timah, pendulang emas, pelayan warung, pedagang, pemancing ikan, dan
penggali lubang tikus khusus di daerah tambang emas. (5) Banyak dampak yang
dirasakan masyarakat setelah merantau misalnya cara bicara dan bersikap, lebih
hemat, lebih percaya diri dan bertambahnya pengetahuan tentang perantauan.
Kontribusi perantau bagi daerah diberikan untuk pembangunan masjid maupun
untuk kegiatan keagamaan.

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya berupa kesehatan, kekuatan dan

kemampuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang dimulai dari

tahap penelitian hingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Ucapan terima kasih penulis kepada semua pihak yang telah berperan

secara langsung maupun tidak langsung membantu penulis sejak memulai

pendidikan di Universitas Halu Oleo hingga penyelesaian skripsi ini. Ucapan

terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Muhammad Zamrun Farihi, S.Si.,M.Si.,M.Sc, selaku Rektor

Universitas Halu Oleo Kendari.

2. Dr. H. Jamiludin, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Halu Oleo Kendari sekaligus sebagai Pembimbing I

yang telah banyak memberikan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Pendais Hak, S.Ag., M.Pd, selaku Ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan

Sejarah Universitas Halu Oleo Kendari.

4. Drs. Hayari, M.Hum, selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan

masukan berupa motivasi maupun arahan-arahan yang berguna bagi penulis

dalam penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen beserta Staf Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Halu Oleo Kendari, khususnya Jurusan/Program Studi Pendidikan

Sejarah.

iv
6. Kepala Desa Bira beserta perangkatnya yang telah memberikan izin

penelitian dan data yang sangat penting.

7. Segenap masyarakat Desa Bira yang menjadi informan maupun tidak yang

telah menyambut baik kehadiran penulis dan juga memberikan informasi

dalam penelitian ini.

8. Ucapan terima kasih yang paling utama kepada ibuku tercinta Wa Ila dan

ayahku tersayang La Opi Hafid dan adik-adikku Bahrun dan Ecarlin yang

menjadi motivator terbesar dalam hidupku, yang selalu mencurahkan

perhatian, kasih sayang dan banyak memberikan dorongan serta jaminan baik

moril maupun materil.

9. Sahabat dan rekan-rekan yang selama ini telah banyak memberikan masukan

serta membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, terutama bagi Ahmad

Aries Azhar yang selalu membantu dan mengantar untuk mencari informasi,

yang selalu bersedia jika dimintai bantuan meskipun panas terik, hujan, dan

dinginnya angin malam tidak jadi penghalang. Sahabatku Karfila, Asrayanti

Marwan, Anggi Puspita, Sukma Nensih, Sitti Fera, yang telah bersama-sama

sejak masuk kuliah dan telah banyak melewati suka duka bersama selama

perkuliahan dan saling menyemangati satu sama lain ketika keputusasaan

datang menghampiri.

10. Teman-teman penulis antara lain Selfi, Intan, Farsianti, Winda, Hera, La

Ongka, Alwin, Lihayati, Elisa yang telah banyak mengukir kisah bersama,

yang banyak mengundang gelak tawa dengan suara yang keras, terdengar

hingga jarak yang jauh dan mengganggu orang lain. Bersama kalian bagaikan

v
obat penawar masalah karena kalian selalu memiliki cara untuk membuat

bibir tidak berhenti tersenyum, selalu ada saja pembicaraan ringan yang

membuat tertawa. Kita memiliki panggilan masing-masing yang unik, dan

tidak pernah tersinggung dengan hal itu karena sudah dianggap biasa. Kita

bukanlah hitam tanpa titik terang, bukan pula putih tanpa noda dan bukan

abu-abu yang samar, namun kita adalah pelangi yang penuh warna, berbeda,

bersatu menghasilkan sesuatu yang indah. Terima kasih kepada kalian semua

yang telah mengisi lembaran sejarah hidupku.

11. Seluruh kawan-kawan seperjuangan Jurusan/Program Studi Pendidikan

Sejarah khususnya angkatan 2015 yang tidak dapat disebutkan satu persatu

oleh penulis. Senior-senior serta para adik-adik angkatan 2016, dan 2017

yang telah memberikan motivasi kepada penulis.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas

segala kontribusinya, baik secara langsung maupun tidak langsung

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, saran dan kritik dari semua pihak yang sifatnya membangun sangat

penulis harapkan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.

Amin.

Kendari, Oktober 2018

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
ABSTRAK ..................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan dan Batasan Masalah ............................................................. 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Konsep Sejarah ....................................................................................... 7
B. Konsep Merantau .................................................................................... 10
C. Konsep Masyarakat ............................................................................... 18
D. Penelitian Relevan ................................................................................. 20

BAB III METODE PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 25
B. Jenis dan Pendekatan Penelitian ............................................................ 25
C. Sumber Data Penelitian ......................................................................... 26
D. Prosedur Penelitian ................................................................................ 26

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


A. Keadaan Geografis ................................................................................. 30
B. Keadaan Demografis ............................................................................. 31

vii
C. Keadaan Sosial Budaya ......................................................................... 37

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Awal Mula Masyarakat Desa Bira Merantau ........................................ 41
B. Faktor Penyebab Masyarakat Desa Bira Merantau ............................... 53
C. Tempat Tujuan Masyarakat Desa Bira Merantau .................................. 55
D. Profesi Masyarakat Desa Bira Selama di Perantauan ............................ 56
E. Dampak Merantau Bagi Masyarakat Desa Bira .................................... 58

BAB VI PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................................ 60
B. Saran-Saran ............................................................................................ 61
C. Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Pembelajaran Sejarah di Sekolah 61

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Penduduk Desa Bira Menurut Dusun .................................... 32

Tabel 2. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Bira ......................................... 33

Tabel 3. Mata Pencaharian Penduduk Desa Bira ............................................ 37

ix
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia tradisi merantau sudah tidak asing dijumpai. Merantau adalah

bentuk migrasi yang ditemukan dibeberapa daerah di Indonesia. Tradisi merantau

merupakan ciri penting dari masyarakat Minangkabau. Namun saat ini budaya

merantau telah menjamur di seluruh wilayah Indonesia. Merantau menjadi pilihan

hidup dari beberapa orang. Ada yang kembali ke daerah asal dengan memberikan

manfaat ada pula yang enggan pulang karena terlanjur cinta tanah rantau.

Merantau merupakan salah satu kegiatan meninggalkan tanah leluhur ke daerah

lain, dengan maksud mencari tempat tinggal, pekerjaan bahkan pasangan hidup.

Banyak orang dari daerah-daerah terpencil merantau ke pusat kota. Sangat banyak

faktor pendorong orang untuk melakukan perantauan tetapi tanpa dibekali oleh

kemampuan dan pengetahuan sehingga terkadang mereka tidak tahu harus kerja

apa.

Fenomena merantau didefinisikan Kato (2005: 30) sebagai meninggalkan

kampung halaman untuk mencari kekayaan, ilmu pengetahuan, dan kemakmuran.

Merantau adalah sebuah strategi yang dilakukan oleh masyarakat untuk

meningkatkan penghidupan yang kerap terjadi bilamana sumber pendapatan kian

terbatas. Pada masyarakat agraris, merantau merupakan strategi yang dilakukan

untuk meningkatkan taraf kehidupan dan sebagian lainnya untuk bertahan

bilamana lahan tempat bergantung sudah semakin terbatas. Aktivitas merantau

untuk memperoleh pendapatan uang tunai menjadi pilihan masyarakat di beberapa


2

tempat. Tujuan merantau berbeda-beda, salah satu yang terpenting adalah untuk

membuat perubahan kepada kehidupan yang lebih baik. Motif seseorang

menentukan apa yang ingin dicari dan apa yang didapat selama merantau.

Di samping itu, merantau akan menambah kecintaan pada kampung

halaman. Akan tumbuh semangat untuk menghargai, menjaga dan melestarikan

budaya dan adat di kampung halaman. Merantau dapat memperkuat tali

silaturahmi antara keluarga yang berada di kampung halaman dengan keluarga

yang berada di perantauan. Membangun kekuatan di perantauan yang berguna

untuk menarik lebih banyak lagi orang untuk memperbaiki diri dan hidupnya

melalui merantau.

Ketika hidup di perantauan para perantau harus dapat menyesuaikan diri

dengan masyarakat setempat. Apabila mereka kembali ke kampung suatu saat

nanti bisa menikmati hasil jerih payah selama merantau. Jika salah seorang

anggota masyarakat meraih kesuksesan ketika merantau dan membawa

keberhasilan tersebut ke kampung halaman maka anggota masyarakat yang lain

pasti akan merasa termotivasi untuk merantau juga.

Perantau yang meraih kesuksesan tersebut akan lebih dihormati dan

dihargai di kampung halaman dikarenakan keberhasilan tersebut. Perantau akan

menemukan hal-hal baru yang mungkin tidak ditemukan di daerah asal. Baik itu

dari segi ekonomi, sosial budaya, pendidikan maupun watak orang-orang dari

daerah tempat merantau. Perantau akan belajar mengerti mereka seperti apa,

bagaimana cara berbicara dan bergaul dengan mereka agar tidak tersinggung.
3

Merantau bisa dilihat sebagai migrasi yang mengikuti kecenderungan sosial dan

sejarah bukan ekonomi saja.

Kabupaten Buton Utara secara ekonomi memiliki potensi atau sumber

daya yang cukup baik dibidang pertanian, kelautan, kerajinan rakyat, kehutanan

maupun potensi lainnya. Jika keseluruhan potensi ekonomi tersebut diolah secara

benar dengan menggunakan strategi dan pendekatan program, maka akan

membawa tingkat kesejahteraan kepada masyarakatnya yang kemudian dapat

mengurangi kecenderungan adanya kebiasaan merantau.

Budaya merantau cukup akrab di Nusantara terutama orang-orang yang

tinggal di pulau-pulau Indonesia. Masyarakat Kulisusu sejak zaman dahulu

dikenal sebagai masyarakat perantau. Kebiasaan merantau ini telah diterima

secara turun-temurun dari para leluhurnya. Jiwa perantau adalah suatu bentuk

perwujudan pewarisan nilai-nilai budaya luhur bangsa Indonesia yang banyak

melakukan kegiatan merantau demi memperbaiki nasib. Selain dari kebiasaan,

faktor lain yang mendorong masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

pergi merantau adalah adanya keinginan untuk mendapatkan uang dalam waktu

cepat sehingga mereka berlomba-lomba pergi merantau.

Meningkatnya kebutuhan hidup sehari-hari menjadi penyebab banyak

masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara yang pergi merantau.

Pengalaman sehari-hari mengajarkan bahwa suatu keluarga akan menanggung

anggota-anggotanya yang belum bekerja atau tidak bekerja yaitu mereka yang

dibawah umur atau yang telah berusia lanjut. Masyarakat pengangguran akan

menambah anggota barisan kelompok yang tidak bekerja padahal mereka juga
4

membutuhkan sandang, pangan, papan, pendidikan dan segala macam fasilitas.

Makin besar jumlah penduduk yang tergolong tak bekerja atau belum bekerja,

maka makin berat tanggungan yang dibebankan pada kelompok usia kerja.

Profesi masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara di tempat

perantauan berbeda-beda, ada yang bekerja sebagai kuli bangunan, tukang ojek,

pedagang, pendulang emas, penyelam timah, pelayan di warung makan, dan lain

sebagainya. Kehidupan masyarakat juga berbeda-beda, dengan tanah yang subur,

hasil laut yang melimpah, namun sejak dahulu telah melakukan perantauan dan

jumlah perantau cukup tinggi. Hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti

tentang Sejarah Perantauan Masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

Kecamatan Kulisusu Utara Kabupaten Buton Utara.

B. Rumusan dan Batasan Masalah

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kapan masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara mulai merantau?

b. Apa faktor penyebab masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

merantau?

c. Dimana tempat tujuan masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

merantau?

d. Apa profesi masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara di

perantauan?
5

e. Apa dampak merantau bagi masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu

Utara?

2. Batasan Masalah

Melihat luasnya lingkup permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis

membatasi permasalahan sebagai berikut:

a. Batasan temporal, penelitian ini penulis menfokuskan dari tahun 1974

sampai dengan 2017. Penulis memfokuskan tahun 1974 karena pada tahun

ini masyarakat di Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara mulai merantau.

Sedangkan penulis membatasi temporal tahun 2017 karena pada tahun ini

adalah batas penelitian.

b. Batasan spasial, yang menjadi lokasi penelitian ini adalah Desa Bira

Kecamatan Kulisusu Utara Kecamatan Kulisusu Utara Kabupaten Buton

Utara dimana wilayah ini merupakan lokasi yang diteliti tentang

masyarakatnya yang pada umumnya perantau.

c. Batasan tematis, yaitu hal yang menjadi fokus permasalahan. Dalam

penelitian ini fokus permasalahannya adalah:

1) Awal mula masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara merantau.

2) Faktor penyebab masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

merantau

3) Tempat tujuan masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

merantau.

4) Profesi yang digeluti oleh masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu

Utara selama di perantauan.


6

5) Dampak merantau bagi masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu

Utara.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Untuk menjelaskan awal mula masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu

Utara merantau.

2. Untuk menjelaskan faktor penyebab masyarakat Desa Bira Kecamatan

Kulisusu Utara merantau.

3. Untuk menjelaskan tempat tujuan masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu

Utara merantau.

4. Untuk menjelaskan berbagai profesi yang digeluti oleh masyarakat Desa Bira

Kecamatan Kulisusu Utara selama di perantauan.

5. Untuk mendeskripsikan dampak merantau bagi masyarakat Desa Bira

Kecamatan Kulisusu Utara.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara akademik dapat menambah pengetahuan mengenai budaya merantau

dan problematika yang dihadapi.

2. Bagi masyarakat diharapkan dapat memberikan masukan dan wawasan kepada

masyarakat secara kolektif khususnya masyarakat yang melakukan kegiatan

merantau.

3. Bagi pemerintah yaitu sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya penentuan

kebijakan terutama yang terkait masalah perantauan.


7

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Sejarah

Sejarah secara etimologi berasal dari bahasa Arab yaitu “syajaratun” yang

artinya “pohon” atau “asal-usul” yang kemudian berkembang ke dalam bahasa

Melayu “syajarah” yang akhirnya menjadi kata “sejarah” dalam bahasa

Indonesia. Sedangkan sejarah dalam bahasa Inggris disebut “history” yang berasal

dari bahasa Yunani yaitu “historia” yang berarti inquiri, wawancara, interogasi

dari seorang saksi mata dan juga laporan mengenai tindakan-tindakan. Sejarah

merupakan ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa masa lampau yang

disebabkan oleh aktivitas manusia yang berakibat terjadinya perubahan pada

peradaban umat manusia. Perubahan tersebut dapat berupa perkembangan,

pertumbuhan, kemunduran dan kehancuran.

Sebagai ilmu, para filsuf, sejarawan serta ilmuan sosial lain telah

memberikan definisinya tersendiri tentang sejarah, namun satu dengan yang

lainnya memiliki kemiripan.

1. Herodotus (484-425), filsuf terkenal dari Yunani mengatakan bahwa sejarah

merupakan suatu kajian untuk menceritakan seluk beluk jatuh bangunnya

seorang tokoh, masyarakat, ataupun peradaban.

2. Aristoteles (384-322), juga filsuf Yunani, berpendapat bahwa sejarah

merupakan kegiatan penelitian yang sistematis mengenai gejala alam, terutama

yang menyangkut kehidupan manusia dalam urutan kronologis.


8

3. Ibnu Khaldun (1322-1406), mendefinisikan sejarah sebagai catatan tentang

manusia atau peradaban manusia serta keseluruhan proses perubahan yang

terjadi, yang meliputi realitas dan sebab akibatnya (Hapsari, 2013: 7).

Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat dipahami bahwa sejarah

adalah suatu peristiwa masa lalu yang dialami oleh manusia, dimana didalamnya

terdapat dimensi waktu dan tempat terjadinya suatu peristiwa. Sejarah juga berarti

kajian atau penelitian yang sistematis dari peristiwa itu, dengan kata lain sejarah

sebagai ilmu yang mempelajari berbagai peristiwa atau kejadian penting dalam

kehidupan umat manusia pada masa lampau.

Menurut Kartodirdjo (2017: 16) pengertian sejarah dapat dilihat dari dua

sudut pandang, yakni secara subjektif dan secara objektif. Sejarah dalam arti

subjektif adalah suatu konstruksi atau suatu bangunan yang disusun oleh

sejarawan sebagai suatu cerita tentang suatu peristiwa tertentu yang terjadi pada

masa lampau. Dalam hal ini, sejarah tidak bisa tidak merupakan hasil interpretasi

yang diperoleh sejarawan secara objektif. Sisi subjektif seperti inilah yang

memungkinkan adanya tafsiran yang berbeda antara sejarawan yang satu dengan

sejarawan yang lain, meskipun mengkaji tema yang sama.

Sejarah ialah ilmu tentang manusia, tentang waktu, sesuatu yang

mempunyai makna sosial, dan sejarah adalah ilmu tentang sesuatu yang tertentu,

satu-satunya, dan terperinci (Kuntowijoyo, 2013: 10). Sejalan dengan hal itu,

Sjamsuddin (2007: 275) mengemukakan bahwa sejarah adalah ilmu yang

mempelajari sejarah dan apa yang telah dibuat, dipikirkan, diharapkan, bahkan
9

kegagalan manusia melalui penelitian objek-objek yang dibentuk pengalaman dan

imajinasi manusia.

Sejarah adalah kajian tentang kegiatan-kegiatan manusia yang merupakan

manifestasi dari pikiran, perasaan, dan perbuatannya pada masa lalu. Dengan

demikian, manusia menjadi faktor dan pemegang peran utama dalam sejarah.

Manusia bertanggungjawab atas kesinambungan dan perubahan sejarah. Manusia

menentukan jalannya peristiwa-peristiwa, akan tetapi selain menentukan dengan

adanya tenaga dan kemauan yang ada di dalam dirinya, manusia juga ditentukan

oleh tenaga-tenaga di luar dirinya sendiri (Sjamsuddin, 2007: 159).

Sejarah merupakan aktualitas sejumlah peristiwa, kejadian dan perubahan

yang telah terjadi dalam kehidupan manusia yang berkaitan dalam kehidupan

manusia yang diungkap dan digambarkan dengan cara menyelidiki, menganalisis

jaringan-jaringan sebab-akibat dari peristiwa masyarakat yang telah terjadi.

Peristiwa sejarah merupakan suatu peristiwa yang abadi, unik, dan

penting. Peristiwa yang abadi adalah peristiwa sejarah yang tidak berubah-ubah

dan tetap dikenang sepanjang masa. Peristiwa yang unik adalah peristiwa sejarah

yang hanya terjadi satu kali dan tidak pernah terulang persis sama untuk kedua

kalinya. Sementara peristiwa yang bersifat penting adalah peristiwa sejarah yang

memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan orang banyak.

Menurut Kuntowijoyo (2013: 11) sejarah terikat pada penalaran yang

bersandar pada fakta. Kebenaran sejarah terletak dalam kesediaan sejarawan

untuk meneliti sumber sejarah secara tuntas, sehingga diharapkan ia akan


10

mengungkap secara objektif. Hasil akhir yang diharapkan ialah kecocokan antara

pemahaman sejarawan dengan fakta.

B. Konsep Merantau

Merantau pada dasarnya adalah migrasi, tetapi merantau adalah tipe

khusus dari migrasi yang memiliki konotasi budaya tersendiri yang tidak mudah

diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris atau bahasa Barat lainnya. Dari sudut

Sosiologi, merantau adalah istilah yang mengandung enam unsur pokok (1)

meninggalkan kampung halaman, (2) dengan kemauan sendiri, (3) untuk jangka

waktu lama atau tidak, (4) dengan tujuan untuk mencari kehidupan, menuntut

ilmu atau mencari pengalaman, (5) biasanya dengan maksud kembali pulang, dan

(6) merantau adalah lembaga sosial yang membudaya (Naim, 2013: 3).

Merantau adalah meninggalkan kampung halaman untuk waktu dekat atau

lama dengan sukarela dengan tujuan mencari nafkah atau pengetahuan serta

mengusahakan kembali pada hari raya Islam. Penyebab merantau dan efek dari

merantau pada masyarakat Pidie ditemukan tiga tipe merantau yaitu: musiman,

tidak musiman dan tetap. Selama di perantauan mereka menabung untuk dibawa

di kampung halaman. Setelah sekian lama merantau orang Pidie yang kembali ke

daerah asal merubah penampilan, pakaian, gerakan, ayunan tangan, maupun cara

berjalan (Sahur, 1976: 45).

Merantau merupakan suatu pola perpidahan dari daerah asal ke daerah

lain, baik karena keinginan sendiri atau masyarakat tersebut meninggalkan

kampung halaman tanpa perintah atau anjuran siapapun dengan tujuan mereka

masing-masing.
11

Adapun definisi merantau yang diungkapkan oleh Naim (2013: 6),

diantaranya yaitu:

1. Merantau Sebagai Mobilitas Regional

Pengertian merantau sejajar dengan pengertian yang dipakai oleh A. L.

Mabogunje dalam studinya tentang migrasi, yaitu gerak perpindahan penduduk

melintasi batas jarak yang cukup jauh dengan ukuran besar dengan maksud

meninggalkan tempat tinggal semula menuju tempat tinggal yang baru yang kira-

kira permanen.

2. Merantau Sebagai Mobilitas Ekonomi dan Sosial

Sebagaimana dengan migrasi pada umumnya terdapat motifasi ekonomi

yang intensif yang melekat pada pengertian merantau. Biasanya kecenderungan

untuk berpindah menjadi lebih terasa bila keadaan ekonomi di kampung tidak lagi

sanggup menahan mereka. Seperti migrasi pada umumnya, merantau bukanlah

tingkah laku yang acak sifatnya yang hanya dimiliki oleh individu tertentu atau

strata sosial tertentu saja, merantau merupakan bentuk tingkah laku sosial yang

sifatnya kolektif dan berulang yang dapat diramalkan dan melembaga.

3. Merantau sebagai “Agent Of Cultural Transmission”

Selain suplai-suplai materi yang lebih nyata, nilai-nilai budaya juga

ditransmisi, tetapi trasmisi budaya tetap bekerja secara dua arah, melalui

perbuatan merantau maka budaya tempat asal disuplai, diperkuat dan ditantang

oleh budaya baru dan melalui merantau setiap perantau.

Masyarakat Minang merupakan masyarakat mandiri dan mudah

menempatkan diri di dalam masyarakat. Hal ini ditunjukan dengan bagaimana


12

mereka hidup di masyarakat yang mereka datangi. Ini karena ajaran adat dan

budayanya yang mengatakan “dimano bumi dipijak disinan langit dijunjuang”

(dimana bumi dipijak disana langit dijunjung). Merantau merupakan perpindahan

tradisional, institusional, dan normatif. Perpindahan ini memiliki hubungan

dengan siklus kehidupan karena setiap perpindahan tidak harus berkomitmen

untuk terus berdiam diri di tempat rantauan. Merantau bukanlah suatu keharusan

bahwa tujuan merantau adalah untuk pindah secara permanen atau meninggalkan

kampung asal untuk selamanya. Mungkin sebaiknya, maksud merantau ialah

“membuat kampung halaman yang semula, sebagai tempat yang baik untuk

kembali” (Naim, 2013: 9).

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disintesiskan bahwa merantau

juga menjadi ajang pembuktian diri seseorang. Dengan berhasil merantau, maka

seseorang berharap dapat dianggap mandiri oleh orang-orang di kampungnya.

Dan hal ini menjadi prestise tersendiri bagi seorang perantau. Keberanian untuk

merantau adalah hal yang sangat penting untuk diasah. Ketika seseorang berani

untuk keluar dari zona nyamannya dan mencoba berjuang untuk mencapai

kesuksesan hidup di perantauan, maka ia telah mendapat satu nilai lebih baik dari

pada mereka yang hanya bermalas-malasan di rumah. Di tempat perantauan jadi

tempat melatih diri dalam hal kesabaran, ketabahan, dan kerja keras agar dapat

berhasil. Menyesuaikan diri dengan kondisi tempat rantau merupakan hal penting

agar dapat diterima baik oleh masyarakat setempat.

Menurut Kato (2005: 24) bahwa seiring dengan berjalannya waktu

merantau dalam pengertian pergi melintas batas wilayah secara teritorial dan
13

budaya dengan tujuan mendapatkan kehidupan yang lebih baik, pengetahuan, dan

pengalaman tidak hanya banyak ditemukan pada masyarakat Minangkabau tetapi

juga pada kelompok masyarakat yang lain.

Bagi masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara Kecamatan

Kulisusu Utara, merantau meninggalkan daerahnya atau desa asalnya merupakan

pertimbangan ekonomi yang rasional mereka merantau karena didorong oleh dua

harapan yakni harapan untuk memperoleh pekerjaan dan harapan untuk

mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi daripada penghasilan yang diperoleh

di daerah asalnya. Sementara itu kondisi geografis daerah asal juga tidak

menjanjikan sebagai penopang kehidupan. Harapan orang semakin menipis untuk

mengandalkan potensi daerah asal.

Aktivitas perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat yang lain

telah lama dikenal dalam perjalanan sejarah manusia. Seseorang terdorong untuk

meninggalkan daerahnya bukan semata-mata untuk memperoleh kehidupan yang

baik namun lebih utama adalah mendapatkan ketentraman dalam kehidupan

mereka pada umumnya terdapat motivasi ekonomi yang intrinsik pada pengertian

merantau. Tujuan dari aktivitas merantau ini lebih banyak didominasi untuk

tujuan kesejahteraan keluarga.

Kondisi ekonomi di daerah asal yang tidak memungkinkan untuk

memenuhi kebutuhan seseorang menyebabkan orang tersebut untuk pergi ke

daerah lain yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Motif ekonomi

merupakan sebab utama yang memotivasi seseorang untuk meninggalkan

daerahnya. Motif ini berkembang karena adanya ketimpangan ekonomi antara


14

wilayah sehingga menimbulkan penghasilan yang berbeda antara di kota dan di

desa. Ketimpangan ini merupakan refleksi dari ketidakmerataannya perubahan

dan ketidakseimbangnya fasilitas pembangunan sehingga orang desa cenderung

pergi ke kota yang memiliki pertumbuhan dan fasilitas yang memadai. Pada

dasarnya motifasi seseorang merantau lebih bayak karena dipaksa kondisi

ekonomi keluarga dan keterbatasan lapangan kerja yang ada di daerah asalnya.

Oleh karena itu, apa yang diperoleh di perantauan lebih banyak dimanfaatkan

untuk menghidupi keluarga yang memang sangat memerlukan. Kiriman remitan

dari para perantau mempunyai dampak positif bagi rumah tangga pedesaan dan

ekonomi pedesaan.

Kondisi sosial-ekonomi di daerah asal yang tidak memungkinkan untuk

memenuhi kebutuhan seseorang menyebabkan orang tersebut ingin pergi ke

daerah lain yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Sedangkan tiap individu

mempunyai kebutuhan yang berbeda, maka penilaian terhadap daerah asal dari

masing-masing individu di masyarakat tersebut berbeda-beda, sehingga proses

pengambilan keputusan untuk merantau. Merantau diartikan sebagai perginya

penduduk keluar melewati batas administrasi desa asal pada waktu tertentu untuk

mencari pekerjaan tanpa diikuti oleh perpindahan tempat tinggal. Seseorang

perantau tidak saja akan menambah penghasilan, tetapi juga mendudukkan

mereka pada strata yang terpandang. Bagi Indonesia yang memiliki wilayah

kepulauan dan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, merantau menjadi hal

yang sangat mungkin untuk dilakukan. Kegiatan merantau yang ada dilatar
15

belakangi beberapa hal, diantaranya adanya faktor pendorong dan juga faktor

penarik. Faktor pendorong ini berasal dari apa yang terdapat di daerah asal.

Faktor utama yang mendorong kegiatan merantau adalah keadaan

ekonomi, dimana potensi yang ada (pertanian dan perikanan tangkap) tidak begitu

menjanjikan sehingga mendorong masyarakat untuk pergi merantau. Oleh karena

itu, merantau dengan tujuan ekonomis merupakan salah satu upaya untuk

mengubah kondisiketertekanan ekonomi. Mereka beranggapan dengan merantau

akan mendapat penghasilan dan pekerjaan yang lebih baik sehingga mampu

mencukupi kebutuhan keluarga. Faktor penarik ini berasal dari daerah tujuan

rantauan. Berdasarkan hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa faktor penarik

utama dari kegiatan rantau adalah terdapatnya pekerjaan yang lebih memadai

dengan gaji yang lebih besar dibandingkan dengan gaji di daerah asal.

Orang ke kota untuk mencari hidup, kota sendiri menawarkan tarikan

berupa lapangan kerja, upah yang lebih tinggi, selingan dan bermacam-macam

hiburan. Adanya urbanisasi musiman, orang merantau ke kota cukup banyak.

Kebanyakan mereka berpindah ke kota beralasan untuk mencari pekerjaan.

Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Lee (1996: 67) bahwa

ada 4 faktor yang menyebabkan orang meninggalkan daerah asalnya, yaitu: (1)

faktor-faktor yang terdapat di daerah asal, (2) faktor-faktor yang terdapat di

daerah tujuan, (3) rintangan-rintangan yang menghambat, dan (4) faktor-faktor

pribadi. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa faktor yang mempengaruhi

terjadinya perubahan penduduk yaitu faktor pendorong (push factor) dan faktor
16

penarik (pull factor). Faktor pendorong disebabkan oleh faktor ekonomi, politik

dan sosial budaya, sedangkan faktor penarik sifatnya umum.

Pada setiap daerah asal atau daerah tujuan, terdapat sejumlah motif positif

yang menahan orang untuk tetap tinggal di daerah itu dan menarik orang luar

untuk melakukan perpindahan di daerah itu serta terdapat sejumlah motif negatif

yang mendorong orang untuk pindah ke daerah tersebut. Dalam sejarah proses

perpindahan penduduk dikenal berbagai motif dan coraknya atau ada beberapa

faktor yang menyebabkan penduduk itu melakukan perpindahan dari suatu tempat

ke tempat lain. Akibat dari perpindahan penduduk tersebut menyebabkan

terjadinya persebaran penduduk yang disertai dengan proses penyesuaian atau

adaptasi fisik dan sosial budaya manusia dalam jangka waktu yang lama.

Para perantau bekerja dan mendapatkan penghasilan agar dapat di kirim ke

kampung halamannya dalam bentuk uang atau barang (sumbangan) yang dalam

kajian sosiologis lebih dikenal dengan sebutan remitan. Remitan tersebut

merupakan bukti dari para perantau bekerja untuk memenuhi kebutuhan pribadi

dan keluarga.

Perpindahan penduduk di atas permukaan bumi ini sudah dikenal sejak

zaman adanya manusia. Oleh sebab itu, mereka selalu berusaha untuk mengetahui

dan menikmati kehidupan di luar lingkungannya, kemudian mereka menuju

daerah baru. Perpindahan tersebut mungkin menetap sehingga tidak pernah

terbayangkan untuk kembali ke daerah asalnya, ataukah hanya untuk sementara

waktu yang selanjutnya mereka berusaha kembali lagi ke daerah asalnya. Gerak

perpindahan penduduk semacam ini biasanya dilakukan sebagai usaha manusia


17

untuk selalu berupaya memperbaiki kedudukan masyarakat terhadap alam

sekitarnya, baik dilakukan secara perseorangan, keluarga maupun kelompok besar

dengan tujuan untuk memperbaiki kehidupannya.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh A. J. Toynbee, bahwa semenjak dari

dahulu kala, bangsa-bangsa di dunia ini selalu mengalami kesulitan untuk

mencukupi kebutuhan hidupnya. Kesulitan-kesulitan itu adalah bermacam-

macam, umpamanya musim kemarau yang hebat, yang memaksa suatu bangsa

pindah ke daerah lain, dimana timbul lagi kesulitan-kesulitan yang lain, termasuk

juga kesulitan bertambah padatnya jumlah penduduk, ancaman dalam negeri

tetangga dan sebagainya (Yasrun, 2005: 14).

Penyebab utama orang merantau karena didorong oleh dua faktor yaitu

faktor pendorong dan faktor penarik baik dari daerah asal maupun dari daerah

tujuan, dimana kedua faktor tersebut bersumber dari faktor ekonomi, sosial

budaya, dan politik. Dengan demikian faktor-faktor yang mendorong seseorang

perantau untuk meninggalkan daerah asalnya yaitu untuk menambah pendapatan

guna menjamin kelangsungan hidup baik untuk kehidupan pribadi maupun dalam

berkeluarga (Hamid dan Madjid, 2001: 38).

Seseorang berpindah tempat dengan tujuan untuk memperbaiki hidupnya

karena pada dasarnya manusia selalu ingin mendapatkan yang lebih baik termasuk

dalam kehidupan ekonomi. Dorongan dalam diri yang besar sehingga

menyebabkan terjadinya perpindahan dengan harapan di tempat selanjutnya

mendapatkan kehidupan yang lebih baik untuk dapat memperbaiki taraf

kehidupan.
18

C. Konsep Masyarakat

Masyarakat merupakan sekumpulan orang yang terdiri dari berbagai

golongan, baik golongan mampu maupun tidak mampu yang menempati suatu

wilayah.

Interaksi sosial yang terjadi berkontribusi dalam membentuk masyarakat.

Manusia yang sejatinya adalah makhluk sosial memiliki ketergantungan dengan

manusia lain sehingga hal ini yang menjadi alasan terbentuknya kelompok

masyarakat. Masyarakat yang berkumpul dan berinteraksi lama kelamaan

seringkali melakukan sesuatu yang rutin dilakukan dan menjadi terbiasa.

Keterbiasaan ini adalah sebuah cikal bakal bagi tradisi yang akan terbentuk serta

menjadi sebuah kebudayaan dan nilai-nilai kehidupan sosial yang dipegang erat

dan diyakini oleh sebuah kelompok masyarakat. Menurut Soekanto (2007: 23)

manusia senantiasa memiliki naluri yang kuat untuk hidup bersama dengan

sesamanya. Apabila dibandingkan dengan makhluk hidup lain seperti hewan,

manusia tidak akan mungkin hidup sendiri. Manusia tanpa manusia lainnya pasti

akan mati. Manusia yang dikurung sendirian disuatu ruangan tertutup, pasti akan

mengalami gangguan pada perkembangan pribadinya sehingga lama-kelamaan dia

akan mati.

Berdasarkan dari ilmu etimologi, istilah kata masyarakat merupakan istilah

kata masyarakat merupakan istilah dari serapan bahasa Arab yaitu “Syarakat”

yang berarti ikut berpartisipasi dan dalam bahasa Inggris kata masyarakat disebut

“society” yang bermakna sekumpulan orang-orang yang membentuk sistem dan

terdapat komunikasi di dalamnya. Menurut Linton mengatakan bahwa masyarakat


19

adalah pergaulan hidup yang akrab antara manusia yang dipersatukan dengan

cara-cara tertentu. Masyarakat merupakan suatu kumpulan manusia yang

senantiasa mengadakan pergaulan secara dinamis antara satu dengan yang lainnya

(Soekanto, 1981: 87).

Adanya pergaulan ini karena adanya bentuk-bentuk aturan hidup yang

bukan disebabkan oleh manusia sebagai perseorangan melainkan oleh unsur-unsur

kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan hidup manusia

yang berinteraksi menurut sistem adat istiadat tertentu yang bersifat terus menerus

dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Soekanto, 1981: 89).

Pendapat para pakar di atas masih merupakan rumusan umum yang

dikembangkan untuk menerangkan seluruh unsur dinamika hidup yang

berkembang pada suatu masyarakat. Rumusan yang lebih jelas dikemukakan oleh

Koentjaraningrat (1960: 146) bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia

yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat terus

menerus dan terikat sebagai suatu identitas bersama. Untuk memberi penjelasan

tentang konsep masyarakat, Koentjaraningrat (1960: 148) menekankan adanya

sistem adat istiadat tertentu yang terus diberlakukan untuk mengikat identitas

orang-orang yang hidup pada suatu kesatuan hidup tertentu.

Istilah masyarakat dalam bahasa Inggris, selain dikenal dengan “society”

juga dikenal sebagai “comunity” yang kedua-duanya diterjemahkan sebagai

masyarakat. Masyarakat sebagai “comunity” dapat dilihat dari dua sudut pandang,

pertama masyarakat sebagai unsur statis, artinya masyarakat terbentuk dalam

suatu wadah atau tempat dengan batas-batas tertentu, maka ia menunjukkan


20

bagian-bagian dari satu kesatuan masyarakat setempat. Masyarakat setempat

yang dimaksud, yakni suatu wadah dan wilayah dari sekelompok orang yang

timbul akibat pergaulan hidup atau hidup bersama manusia. Kedua, masyarakat

dipandang sebagai unsur yang dinamis dalam arti hubungan antara manusia yang

didalamnya terkandung unsur-unsur penting keinginan dan tujuannya bersifat

fungsional (Syani, 1995: 77).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat suatu wilayah tertentu

yang secara langsung saling berhubungan dengan usaha pemenuhan

kebutuhannya, terkait sebagai suatu kesatuan sosial melalui perasaan solidaritas

sosial oleh karena latar belakang sejarah, politik dan kebudayaan.

Masyarakat merupakan suatu kesatuan kehidupan individu dengan

individu lain yang saling berinteraksi satu sama lain serta membentuk suatu

lingkungan kehidupan didalamnya. Lingkungan yang terbentuk tersebut akan

membuat masyarakat saling mengenal dan saling mempengaruhi satu sama lain

dalam berbagai aspek kehidupan sosial kehidupan.

D. Penelitian Relevan

Adapun hasil penelitian relevan yang telah diuraikan oleh beberapa

peneliti, yaitu sebagai berikut:

Fajar (2007: 32) dalam penelitiannya mengenai Sejarah Perantau

Mawasangka ke Balikpapan menemukan bahwa perantauan orang Mawasangka

ke Balikpapan mulai terjadi sejak tahun 1961 karena adanya keinginan untuk

mencari kehidupan pribadi maupun dalam menunjang kehidupan berkeluarga.

Faktor penyebab utama masyarakat Mawasangka merantau ke Balikpapan ialah


21

dikarenakan untuk menambah pendapatan guna menjamin kelangsungan hidup,

baik untuk kehidupan pribadi maupun kehidupan keluarga. Selain motif ekonomi

keadaan fisik daerah Mawasangka menjadi pemicu dalam melakukan migrasi atau

merantau. Kemudian dalam perkembangannya kehidupan perantau Mawasangka

dipandang dari segi ekonomi, pendidikan dan sosial lebih berkembang dibanding

sebelum mereka merantau. Dengan dimikian kegiatan merantau masyarakat

Mawasangka mulai terjadi sejak tahun 1961 yang didorong oleh beberapa faktor,

yakni faktor geografis, faktor ekonomi, faktor sosial, faktor budaya maupun faktor

melanjutkan kesuksesan para perantau sebelumnya, sehingga kehidupan perantau

Mawasangka lebih berkembang setelah merantau ke Balikpapan bila

dibandingkan dengan kehidupan mereka sebelum merantau.

Selanjutnya La Musa (2003: 30) dalam hasil penelitiannya tentang Budaya

Merantau Orang Kaimbulawa Siompu 1982-2002 (Studi Terhadap Perantau

Malaysia) menyimpulkan bahwa perantau orang Kaimbulawa Siompu ke

Malaysia mulai terjadi sejak tahun 1982 karena ajakan dari orang Talaga. Di

samping itu juga karena adanya keinginan untuk mencari kehidupan baru yang

dapat menjamin kelangsungan hidupnya, baik untuk kehidupan pribadi maupun

dalam menunjang kehidupan berkeluarga. Perantau orang Kaimbulawa Siompu ke

Malaysia pertama kali dilakukan oleh 8 orang yakni mereka yang menggunakan

perahu layar dengan tujuan ke Kepulauan Riau untuk membawa barang dagangan.

Jumlah perantau orang Kaimbulawa dari tahun ke tahun terus mengalami

peningkatan walaupun sedikit jumlahnya sekitar 20-an, namun sejak tahun 1982-

2002 sudah dapat dikatakan cukup banyak jumlahnya. Di samping itu orang
22

Kaimbulawa Siompu merantau ke Malaysia yakni karena mengingat kondisi

geografisnya yang kurang memungkinkan lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup

baik dibidang pertanian maupun disektor perikanan sehingga memberikan

konsekuensi logis kepada masyarakat Kaimbulawa untuk mencari daerah baru

yang masih banyak membutuhkan tenaga kerja yang tidak didasari oleh syarat-

syarat khusus seperti ijazah, keterampilan khusus dan surat pengalaman kerja.

Maka dari itu orang Kaimbulawa Siompu dengan mudah dan cepat menjadikan

Malaysia sebagai salah satu daerah perantauannya karena Malaysia merupakan

salah satu negara industri yang telah maju di wilayah Asia Tenggara sehingga

banyak membutuhkan tenaga kerja, selain itu Malaysia adalah salah satu negara

yang berbatasan langsung dengan Indonesia sehingga mudah dijangkau oleh

orang-orang Indonesia termasuk orang Kaimbulawa Siompu.

Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Pappa (1991: 97) yang

berjudul Sejarah Kedatangan Orang Toraja di Kota Kendari dan menyimpulkan

bahwa migran Toraja meninggalkan daerah asalnya karena kesulitan ekonomi

yang dialami di daerahnya. Pada dasarnya para migran belum memiliki pekerjaan

di daerah asalnya ketika datang di Kota Kendari, faktor yang menyebabkan

migran Toraja datang di Kendari adalah karena adanya harapan-harapan baru

untuk perubahan yang lebih baik dibandingkan dengan daerah asalnya.

Sulvan (2016: 52) juga telah melakukan penelitian tentang Migrasi Orang

Kulisusu ke Desa Roko-Roko (1956-2015) yang berkesimpulan bahwa faktor

pendorong migrasi orang Kulisusu ke Desa Roko-Roko karena faktor keamanan

yaitu kekacauan DI/TII di daerah asal sehingga sudah tidak menjanjikan


23

kehidupan yang nyaman. Selain itu juga karena faktor ekonomi yaitu tuntutan

hidup keluarga, sehingga mereka memilih pindah ke Desa Roko-Roko. Faktor

keamanan merupakan faktor utama karena setiap manusia mempunyai

kecenderungan untuk hidup aman dan tentram sehingga dengan terjadinya gejolak

atau terganggunya stabilitas keamanan lingkungan, masyarakat mulai resah dan

mencari daerah baru yang tergolong aman karena keadaan daerah Roko-Roko

pada saat itu sangat aman. Faktor penarik untuk migrasi ke Desa Roko-Roko yaitu

faktor letak keadaan geografis Desa Roko-Roko Kecamatan Wawonii Tenggara

Kabupaten Konawe Kepulauan sebagai daerah yang dituju yang disamping

letaknya sangat dekat dengan Pulau Buton Utara juga wilayah ini memiliki

potensi alam yang menguntungkan yaitu tanahnya subur serta ketersediaan air dan

kebutuhan pokok sangat cukup. Proses migrasi orang Kulisusu ke Desa Roko-

Roko terjadi secara bertahap dan berkelompok pada tahun 1956 sampai 1960

dengan maksud demi keamanan serta memperbaiki kondisi hidupnya di daerah

tujuan. Kondisi ekonomi orang Kulisusu setelah berada di Desa Roko-Roko

tergolong sangat memprihatinkan. Disebabkan situasi dan kondisi yang serba sulit

pada saat itu, berkat kerja keras mereka akhirnya kondisi ekonomi mereka

berubah ketaraf yang lebih baik.

Dari beberapa penelitian tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

penyebab suatu masyarakat merantau karena kesulitan ekonomi yang dialami di

daerahnya dan adanya keinginan untuk mencari kehidupan baru yang dapat

menjamin kelangsungan hidupnya, baik untuk kehidupan pribadi maupun dalam

dalam menunjang kehidupan berkeluarga dan adanya harapan-harapan baru untuk


24

perubahan yang lebih baik dibandingkan dengan daerah asalnya. Selain itu juga

karena faktor keamanan yang merupakan faktor utama karena setiap manusia

mempunyai kecenderungan untuk hidup aman dan tentram sehingga dengan

terjadinya gejolak atau terganggunya stabilitas keamanan lingkungan, masyarakat

mulai resah dan mencari daerah yang baru yang tergolong aman sehingga

meninggalkan daerah asalnya.


25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

Kecamatan Kulisusu Utara Kabupaten Buton Utara. Waktu penelitian dimulai

pada bulan Agustus sampai September 2018.

B. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian sejarah yang bersifat

deskriptif kualitatif sehingga penelitian lapangan merupakan sumber data utama.

Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk menjelaskan sejarah perantauan

masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara Kecamatan Kulisusu Utara

Kabupaten Buton Utara.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan

strukturis yang menjelaskan peristiwa dan struktur masa lampau dalam tenggang

waktu tertentu dengan pengelompokan dan penafsiran berbagai keterangan secara

kronologis. Pendekatan strukturis mempelajari dua domain, yakni domain

peristiwa dan domain struktur sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi.

Artinya peristiwa mengandung kekuatan mengubah struktur sosial, sedangkan

struktur mengandung hambatan atau dorongan bagi tindakan perubahan dalam

masyarakat. Tahapan deskripsi, terutama yang menyangkut struktur sosial, serta

penentuan mekanisme kausalitas yang menjelaskan perubahan itu. Struktur sosial

di sini bisa berupa norma, peran, interaksi yang muncul dari tindakan dan

pemikiran manusia. Struktur sosial bersifat mengekang dan menentukan.


26

Kekangan ini membuat para individu didalamnya lama-kelamaan merasa tidak

nyaman dan tertekan sehingga melakukan upaya-upaya untuk mengubahnya.

C. Sumber Data Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan tiga kategori sumber data penelitian

yaitu sebagai berikut:

1. Sumber lisan, yaitu data yang diperoleh melalui studi lisan atau hasil

wawancara secara langsung dengan sejumlah informan yang merupakan tokoh

masyarakat di Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara yang mengetahui tentang

masalah yang akan diteliti.

2. Sumber tertulis, yaitu data yang diperoleh dalam arsip, buku, dan skripsi serta

laporan hasil penelitian yang relevan. Adapun sumber tersebut diperoleh di

Perpustakaan Universitas Halu Oleo, Perpustakaan FKIP Universitas Halu

Oleo, dan Dinas Kantor Perpustakaan dan Arsip Kota Kendari.

3. Sumber visual, yaitu data yang diperoleh melalui pengamatan berupa tinjauan

langsung di lapangan terhadap obyek penelitian yang nampak secara fisik atau

dalam bentuk benda.

D. Prosedur Penelitian

Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu pada

metode sejarah sesuai pendapat Sjamsuddin (2007: 85) yang terdiri dari tiga

tahap, yaitu: 1) heuristik, 2) kritik sumber, dan 3) historiografi.

1. Heuristik

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:


27

a. Penelitian kepustakaan, yaitu penulis mencari data yang diperlukan mengenai

sumber-sumber tertulis berupa buku-buku, skripsi dan sumber-sumber lainnya

yang relevan dengan judul dan masalah yang dikaji.

b. Pengamatan, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

mengadakan pengamatan secara langsung terhadap kondisi dan keadaan yang

akan diteliti.

c. Wawancara, yakni peneliti mengadakan wawancara atau tanya jawab untuk

memperoleh data dengan berhubungan langsung, bercakap-cakap dengan

beberapa informan yang dipercaya yang banyak mengetahui permasalahan

yang diteliti dengan menggunakan alat perekam sehingga dapat diperoleh data

dan informasi yang dibutuhkan.

d. Studi dokumen, yakni teknik yang digunakan untuk memperoleh data yang

diperlukan dengan beberapa dokumen, arsip, atau laporan penelitian yang ada

relevansinya dengan judul dan masalah yang diteliti.

2. Kritik Sumber

Pada tahap ini, dilakukan verifikasi terhadap sumber data yang telah

terkumpul, khususnya data yang masih diragukan otentitas (keaslian) dan

kredibilitas (kebenaran). Untuk mendeskripsikan otentitas dan kredibilitas data

yang telah terkumpul tersebut, maka dilakukan analisis kritik sejarah, baik kritik

eksternal maupun kritik internal.

a. Kritik Eksternal

Kritik eksternal yaitu kritik yang dilakukan untuk menilai otentitas sumber

data yang dihadapkan dan dianalisis terhadap sumber data dengan cara meneliti
28

sifat-sifat luarnya sehingga diperoleh data yang lebih akurat. Menurut Sjamsuddin

(2007: 105) bahwa kritik eksternal adalah suatu penelitian atas asal-usul dari

sumber, suatu pemeriksaan catatan atau peninggalan untuk mendapatkan semua

informasi dan untuk mendeskripsikan apakah pada suatu waktu sejak asal

mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak. Yang

dilakukan untuk menilai otentititas sumber data yang didapatkan dalam hal ini

dilakukan analisis terhadap bentuk luar dari sumber data tersebut dengan

mengajukan lima pertanyaan, yaitu:

1) Siapa yang mengatakan itu?

2) Apakah dengan satu cara atau cara lain kesaksian telah diubah?

3) Apa sebenarnya yang dimaksud orang itu dengan kesaksiannya itu?

4) Apakah orang yang memberikan kesaksiannya itu benar dengan kesaksiannya

itu?

5) Apakah saksi itu mengatakan yang sebenarnya dan memberikan kepada kita

fakta yang diketahui itu?

b. Kritik Internal

Kritik internal yaitu kebalikan dari kritik eksternal sebagaimana

disarankan oleh istilahnya menekankan aspek “dalam” yaitu isi dari sumber.

Kritik ini merupakan kelanjutan dari kritik ekstern yang bertujuan untuk lebih

memberikan kebenaran data yang masih diragukan atau analisa terhadap

kredibilitas isi dari suatu sumber yang dilakukan dengan cara membandingkan

antara bukti-bukti yang satu dengan bukti yang lain melalui hasil pengamatan,

wawancara, dan studi dokumen.


29

3. Historiografi

Historiografi merupakan tahap akhir dari seluruh rangkaian kegiatan

penelitian yang dilakukan untuk menyusun dan mendeskripsikan sebuah kisah

sejarah dalam bentuk karya tulis ilmiah secara sistematis berdasarkan data dan

informasi yang diperoleh, serta lolos dari kritik dan interpretasi sehingga menjadi

sebuah karya tulis yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Adapun

tahap-tahap dalam penulisan sejarah mencakup sebagai berikut:

a. Penafsiran (Interpretasi) yaitu sumber-sumber yang diperoleh dan dikritik

kemudian dihubungkan satu sama lain sehingga didapatkan satu fakta sejarah

yang dipercaya kebenarannya secara ilmiah.

b. Penjelasan (Eksplanasi) setelah dilakukan penafsiran, maka tahapan berikutnya

menurut Sjamsuddin (2007: 148) dilakukan penjelasan, dalam tahap ini

dijelaskan sumber-sumber yang berhubungan dengan masalah penelitian.

c. Penyajian (Ekspose) setelah dilakukan penafsiran dan penjelasan, maka tahap

selanjutnya adalah penyajian. Dalam penyajian ini dilakukan secara kronologis

dan sistematis dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
30

BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Keadaan Geografis

Membicarakan tentang keadaan geografis berarti menguraikan tentang

letak, batas maupun luas wilayah tertentu. Sebagaimana yang dikemukakan oleh

Polak (1985: 54) bahwa keadaan geografis meliputi tanah dan kekayaan, bagian

tanah dan lautan, gunung, tumbuh-tumbuhan dan binatang, semua bergerak

kosmos seperti gerak sinar dan sebagainya termasuk iklim, musim atau proses

geofisik banjir, gempa bumi, taufan dengan kata lain bukan sebagai suatu

pengaruh manusia.

Menyimak pendapat tersebut, maka keadaan geografis dalam penyusunan

atau penulisan sejarah sangatlah penting karena menyangkut tempat dan ruang

atau panggung tempat orang melakukan lakon. Oleh karena itu, pentingnya

peranan geografis dalam penulisan atau penyusunan kisah sejarah sehingga

geografi tanpa sejarah bagaikan jerangkong tanpa gerak, sedangkan sejarah tanpa

geografi bagaikan musafir tanpa tempat tinggal.

Keadaan geografis dalam lingkup suatu wilayah adalah meliputi semua

aspek ruang yang menjadi panggung atau tempat terjadinya peristiwa sejarah dan

budaya, termasuk di dalamnya perkembangan mata pencaharian masyarakatnya.

1. Letak Geografis

Secara geografis Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara merupakan salah

satu dari 14 desa di wilayah Kecamatan Kulisusu Utara yang terletak 50 Km ke

arah Timur dari Ibukota Kecamatan Kulisusu Utara. Desa Bira Kecamatan
31

Kulisusu Utara memiliki luas wilayah kurang lebih 10.800 km2. Batas-batas

wilayah Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Pulau Wawonii/Selat Wawonii

b. Sebelah Timur : Desa Kurolabu

c. Sebelah Selatan : Desa Torombia

d. Sebelah Barat : Desa Wantulasi (Kecamatan Wakorumba Utara)

2. Iklim

Iklim di Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara sebagaimana desa-desa

lainnya di wilayah Indonesia yang memiliki 2 iklim yakni musim kemarau dan

musim penghujan. Musim hujan pada bulan Oktober sampai dengan bulan Maret

dan musim kemarau pada bulan April sampai September. Hal tersebut

berpengaruh langsung terhadap pola tanam yang ada di Desa Bira Kecamatan

Kulisusu Utara.

B. Keadaan Demografis

Suatu kenyataan demografis bahwa penduduk Indonesia bersifat

heterogenitas karena sifat ilmiah penduduk sebagaimana adanya dapat

dikelompokkan menurut penggolongan umur dan jenis kelamin. Sejalan dengan

pendapat apa yang dikemukakan Polak (1985: 25) bahwa demografis

menggambarkan jumlah penyebaran kepadatan penduduk bumi secara statistik

termasuk soal kelahiran, kematian, dan penggolongan menurut umur gerak berupa

migrasi. Mengingat banyaknya hal yang diungkap dalam demografi maka peneliti

menitikberatkan pada komposisi berdasarkan jenis kelamin, pendidikan dan mata

pencaharian. Keadaan demografis adalah suatu hal yang harus diperhitungkan


32

dalam pembangunan Nasional maupun pembangunan daerah, khususnya Desa

Bira Kecamatan Kulisusu Utara Kecamatan Kulisusu Utara.

1. Jumlah Penduduk

Penduduk adalah bagian terpenting dari suatu daerah yang merupakan

faktor penggerak pembangunan yang menentukan berkembang, maju atau

mundurnya suatu daerah.

Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara mempunyai jumlah penduduk 856

jiwa, dengan 384 KK yang tersebar dalam 2 Dusun dengan jumlah RTM=168 KK,

RTSM= 77KK, dan Non RTM/Hampir Miskin=139 KK untuk lebih lengkapnya

data warga tiap dusun sebagaimana dalam tabel berikut:

Tabel 1. Jumlah Penduduk Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara Diperinci

Menurut Dusun

No Nama Dusun Jumlah Penduduk Kepala Keluarga


L P Total
1 Dusun 1 253 232 485 257
2 Dusun 2 193 178 371 127
446 410 856 384
Sumber Data: Kantor Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara, 2017

Sesuai dengan data statistik tersebut yang diperoleh dari kantor Desa Bira

Kecamatan Kulisusu Utara dapat dilihat bahwa komposisi antara penduduk laki-

laki dan penduduk perempuan ternyata jumlah penduduk perempuan lebih sedikit

daripada jumlah penduduk laki-laki. Namun hal ini bukan merupakan suatu

masalah bagi pemerintah desa khususnya dan bagi kehidupan masyarakat pada

umumnya. Dusun I memiliki jumlah penduduk yang lebih banyak daripada Dusun
33

II yakni 385 orang dengan 257 KK sedangkan pada Dusun II hanya berjumlah

371 orang dengan 127 KK.

2. Pendidikan

Berkembang atau majunya suatu daerah sangat ditentukan oleh kualitas

sumber daya manusia (SDM) serta kualitas intelektual masyarakat yang mendiami

daerah tersebut. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya

manusia adalah melalui pendidikan. Tingkat pendidikan penduduk pada suatu

wilayah dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam menilai kualitas sumber daya

manusia yang tersedia di wilayah tersebut, dimana dengan semakin banyaknya

penduduk yang berpendidikan tinggi maka dapat diduga bahwa kualitas sumber

daya manusia di wilayah tersebut tergolong baik, demikian juga sebaliknya jika

jumlah penduduk yang berpendidikan rendah lebih besar maka kualitas sumber

daya manusianya diduga akan rendah.

Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara merupakan salah satu desa di

wilayah Kecamatan Kulisusu Utara yang memiliki penduduk dengan tingkat

pendidikan tergolong rendah dan dengan kondisi tersebut sekaligus

menggambarkan bahwa kualitas sumber daya manusia yang dimiliki Desa Bira

Kecamatan Kulisusu Utara tergolong kurang baik. Hal ini terlihat dari besarnya

jumlah penduduk Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara yang tidak menempuh

pendidikan. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai tingkat pendidikan

masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara adalah sebagai berikut:


34

Tabel 2. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Bira Kecamatan Kulisusu

Utara

Tidak TK SD SMP SLTA Sarjana


Sekolah
285 orang 81 orang 224 orang 133 orang 105 orang 28 orang
Sumber Data: Kantor Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara, 2017

Tabel di atas menunjukkan bahwa penduduk Desa Bira Kecamatan

Kulisusu Utara banyak yang tidak mengenyam pendidikan atau buta huruf sangat

tinggi yaitu sebanyak 285 orang, menyusul jumlah penduduk yang menamatkan

pendidikan Sekolah Dasar sebanyak 224 orang namun kebanyakan dari mereka

hanya ikut paket A atau ujian persamaan. Sedangkan jumlah penduduk yang

menyelesaikan pendidikan sebatas SMP atau menamatkan pendidikan dasar 9

tahun juga rendah yaitu 133 orang. Untuk penduduk yang berpendidikan SLTA

berjumlah 105 orang lebih rendah dari penduduk yang menamatkan pendidikan

SLTP. Selanjutnya untuk tingkat taman kanak-kanak berjumlah 81 orang. Pada

tingkat pendidikan yang lebih tinggi jumlah penduduk yang sarjana merupakan

jumlah yang paling sedikit yaitu 28 orang. Kondisi tersebut menunjukan bahwa

tingkat pendidikan masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara masih sangat

rendah yang disebabkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan masih

sangat rendah.

Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat disebabkan oleh beberapa hal,

seperti kondisi ekonomi rumah tangga yang kurang mampu. Masalah ekonomi

merupakan salah satu penunjang utama untuk melanjutkan pendidikan sampai ke

jenjang yang lebih tinggi. Keinginan seorang anak untuk melanjutkan pendidikan

cukup tinggi, tetapi kemampuan ekonomi keluarga sangat terbatas. Namun


35

terkadang orang tua memiliki keinginan besar untuk menyekolahkan anaknya ke

jenjang yang lebih tinggi tetapi anaknya tidak mau melanjutkan pendidikan dan

lebih memilih untuk pergi merantau karena terpengaruh oleh uang dan ajakan

teman-temannya yang telah menghasilkan uang sendiri dari hasil merantau. Selain

itu, masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara harus menempuh jarak yang

jauh atau keluar daerah untuk dapat melanjutkan pendidikan yang disebabkan oleh

tidak adanya sekolah di kampung. Mereka akan melanjutkan pendidikan tingkat

SMP dan SMA dibeberapa daerah seperti Labuan, Wa Ode Buri, Ereke, Baubau,

Raha ataupun Kendari. Oleh karena lokasi sekolah yang jauh, banyak anak-anak

yang tidak ingin berpisah dari orang tuanya dan harus tinggal di rumah orang atau

keluarga dekat. Sekolah SMP dan SMA di Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

dibangun setelah beberapa tahun belakangan ini.

3. Mata Pencaharian

Mata pencaharian merupakan suatu profesi yang ditempuh oleh tiap

individu untuk menopang kehidupan sehari-hari. Perubahan mata pencaharian

terkadang terjadi apabila seorang individu sudah tidak nyaman dengan profesi

yang digelutinya, baik yang muncul dari idenya sendiri atau karena melihat

pencaharian yang dilakukan masyarakat lain dapat menghasilkan pendapatan yang

lebih besar.

Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara merupakan desa yang terletak di

wilayah perikanan dan pertanian, maka sebagian besar penduduknya bermata

pencaharian sebagai petani dan nelayan. Sumber daya alam yang banyak maka

tidak mengherankan jika banyak penduduk yang membuka lahan bertani. Namun
36

selain nelayan dan bertani mereka juga melakukan perantauan. Hal ini disebabkan

oleh makin meningkatnya kebutuhan sehari-hari yang makin banyak membuat

masyarakat berfikir untuk memilih mata pencaharian yang lebih baik dan lebih

bisa memenuhi kebutuhan hidup. Para perantau rata-rata memiliki lahan yang

digarap yang dibuka sebelum pergi merantau yang menjadi tugas istri untuk

menjaganya selama di perantauan dan menjadi pencaharian ketika kembali ke

kampung halaman atau disela-sela waktu sebelum kembali keperantauan. Wanita

yang ditinggal merantau suaminya banyak menghadapi masalah ekonomi, inilah

yang membuat wanita berperan dalam meningkatkan pendapatan keluarga dengan

bekerja di luar rumah dengan berkebun, dan hal tersebut didorong oleh faktor

keterdesakan ekonomi keluarga sambil menunggu kiriman dari suami.

Ekonomi adalah kegiatan atau usaha manusia dalam memahami keperluan

(kebutuhan dan keinginan) hidupnya. Di sisi lain juga terlihat bahwa apapun

profesi dan pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang tujuannya tidak akan

terlepas dari pemenuhan kebutuhan hidup, baik sekarang maupun yang akan

datang, baik untuk keperluan sendiri maupun sampai turunan generasi mendatang.

Banyaknya tuntutan hidup membuat seorang individu akan bekerja keras untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya.

Membuka lahan perkebunan untuk mengisi waktu dan menambah

penghasilan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari sekaligus mengurangi

jumlah pengeluaran. Tanaman jangka panjang adalah pilihan utama untuk

ditanam, seperti jambu mete, coklat, kelapa, cengkeh, dan jati. Tanaman jangka

panjang berupa jambu mete merupakan komoditas utama yang ada di daerah ini.
37

Sementara tanaman jangka pendek berupa jagung, kacang-kacangan, nilam, umbi-

umbian (ubi kayu, ubi jalar dan keladi). Selain beras, jenis tanaman tersebut

dijadikan sebagai bahan konsumsi utama warga untuk mempertahankan

kelangsungan hidupnya. Banyak penduduk Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

yang menanam lombok yang merupakan tanaman paling banyak ditanam saat ini.

Untuk lebih jelasnya tentang mata pencaharian masyarakat Desa Bira

Kecamatan Kulisusu Utara dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. Mata Pencaharian Penduduk Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

Petani Pedagang PNS Nelayan Peternak Tukang Perantau

203 orang 21 orang 7 orang 43 orang 8 orang 14 orang 90 orang

Sumber Data: Kantor Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara, 2017

Melalui tabel tersebut dapat diketahui bahwa mata pencaharian

masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara berbeda-beda, yaitu ada yang

bekerja sebagai petani, nelayan, pedagang, peternak, pedagang, tukang dan PNS.

Dari tabel di atas dapat diketahui dengan jelas bahwa petani merupakan mata

pencaharian yang paling banyak digeluti masyarakat Desa Bira Kecamatan

Kulisusu Utara sebanyak 203 orang kemudian merantau sebanyak 90 orang yang

merupakan mata pencaharian yang banyak digeluti oleh masyarakat Desa Bira

Kecamatan Kulisusu Utara setelah bertani. Kemudian Nelayan sebanyak 43 orang

dan pedagang 21 orang. Selain itu ada juga pekerjaan lain yang digeluti oleh

masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara yaitu sebagai peternak sebanyak

8 orang dan pertukangan 14 orang. Masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu


38

Utara yang bekerja sebagai PNS sebanyak 7 orang yang merupakan pekerjaan

paling sedikit dibandingkan yang lainnya.

C. Keadaan Sosial Budaya

Perbedaan letak geografis suatu wilayah membawa pengaruh yang besar

terhadap kehidupan sosial budaya suatu masyarakat yang melahirkan suatu

kebiasaan atau berbagai macam tingkah laku atau dengan kata lain adat istiadat

sebagai pengaruh dari lingkungan kehidupan sosial.

Pembangunan dibidang keagamaan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa dapat diarahkan untuk menciptakan keselarasan hubungan antara

manusia dengan Tuhan, hubungan sesama manusia maupun hubungan manusia

dengan alam sekitarnya. Agama dan kepercayaan merupakan suatu hal yang

penting dan sangat diperlukan dalam kehidupan. Agama menjadi pengarah hidup

seseorang dalam kehidupannya agar selalu berada di jalan yang benar.

Kondisi Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara ditinjau dari aspek

keagamaan dapat dikatakan homogen dengan kata lain penduduk di Desa Bira

Kecamatan Kulisusu Utara secara formal beragama Islam, namun masih banyak

dari masyarakatnya menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Sehingga

mereka masih melakukan ritual-ritual di malam-malam tertentu dan masih

mempercayai adanya tempat-tempat yang memiliki kekuatan gaib di luar kekuatan

sendiri dan mempengaruhi kehidupan mereka. Kepercayaan lama yang masih

dianut masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara dalam kehidupan sehari-

hari, seperti melakukan pengobatan penyakit melalui dukun kampung dan ketika
39

Hari Raya Islam masih melakukan haroa yang dipimpin oleh tokoh agama atau

tokoh adat dengan membakar kemenyan.

Selain itu juga, adanya anggapan bahwa orang-orang yang meninggal

dunia tidak lepas dari masyarakat (orang-orang yang masih hidup) dan masih

memperhatikan orang-orang yang masih hidup. Upacara kematian (mulai dari 3

hari sampai dengan seratus hari atas meninggalnya seseorang) serta ritual yang

berkaitan dengan permohonan pada roh-roh nenek moyang dan sebagainya yang

masih diyakini berada di sekitar lingkungan mereka walaupun tidak terlihat

dengan kasat mata. Atas kepercayaan itu, maka selalu dilakukan pemujaan

terhadap roh nenek moyang. Penyembahan semacam ini masih tetap dilakukan

dengan alasan untuk menghubungkan dirinya dengan para leluhur agar tidak

murka dan memberikan keselamatan serta memberikan berkah terhadap kampung.

Kepercayaan tradisional juga terlihat pada masyarakat perantau yakni bagi

yang sudah berkeluarga maka laki-laki yang meninggalkan istri dan anaknya

merantau akan menyimpan beberapa helai rambut di bawah bantal anaknya. Hal

ini berlaku apabila yang memiliki anak kecil atau masih bayi agar bayinya tidak

merindukan ayahnya dan tidak sering menangis. Bagi istri yang ditinggal

suaminya merantau memiliki kebiasaan untuk tidak bepergian jauh-jauh dari

rumahnya, tidak membuang air panas, dan tidak mengutang selama 3 sampai 4

hari kepergian suaminya dengan maksud agar suaminya tidak terbebani dan

suaminya baik-baik saja selama merantau.

Perwujudan dari kepercayaan tradisional yang masih dilakukan oleh

masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara hingga hari ini yaitu upacara-
40

upacara tradisional pada waktu membuka hutan untuk berkebun atau pada waktu

memulai musim tanam. Ketika menebang pohon beringin maka akan dilakukan

ritual untuk meminta izin kepada penunggu pohon dan akan dipilihkan pohon lain

sebagai tempat tinggalnya.

Secara umum masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

menggunakan bahasa Kulisusu sebagai bahasa sehari-hari. Sedangkan bahasa

Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar disamping bahasa daerah,

digunakan pada pertemuan-pertemuan formal ataupun hanya sebatas di sekolah

serta ketika berkomunikasi dengan pendatang yang berasal dari luar Desa Bira

Kecamatan Kulisusu Utara yang tidak mengerti dengan bahasa Kulisusu.

Dari segi pengetahuan masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

menganut dua pola sistem pengetahuan dalam pola tradisional nonformal dan

sistem pengetahuan pola modern formal. Sistem pengetahuan dalam pola

tradisional non formal yang berlaku adalah sistem tertutup dan individual. Hal ini

terlihat pada tata cara transfer pengetahuan khususnya dibidang ilmu keagamaan

dan ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan yang berkiatan dengan budaya dan adat-

istiadat yang dilakukan secara individual dan tidak memerlukan fasilitas tertentu

seperti halnya pendidikan formal. Sedangkan untuk sistem pengetahuan modern

yang ada seperti sekolah, pada prinsipnya di Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

belum berkembang dengan baik karena belum didukung dengan fasilitas yang

baik dan pengajar masih sangat kurang serta pengajar yang tidak sesuai dengan

latarbelakang pendidikannya sehingga jarang mendapatkan pengajaran selama di

sekolah.
41

Masalah keamanan dan ketertiban masyarakat Desa Bira Kecamatan

Kulisusu Utara adalah tanggungjawab masyarakat bersama, dalam hal ini dapat

dicapai dengan tingginya kesadaran masyarakat untuk berperan aktif dalam

menjaga ketertiban dan keamanan lingkugan, baik ancaman dari luar maupun dari

dalam lingkungan itu sendiri.

Sebagai tanda ketaatan dalam beragama, masyarakat Desa Bira Kecamatan

Kulisusu Utara membangun sebuah Masjid sebagai tempat peribadatan. Selain itu

masjid juga digunakan sebagai tempat pengajian Al-Quran dan tempat perayaan

Isra Miraj dan maulid Nabi Muhammad SAW.


42

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Awal Mula Masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara Merantau

Merantau adalah proses interaksi antara masyarakat Desa Bira Kecamatan

Kulisusu Utara dengan dunia luar. Melalui proses ini seseorang dapat belajar

bagaimana cara menjalani kehidupan di luar daerah asalnya. Merantau menjadi

ajang untuk menaikan derajat atau martabat dikalangan masyarakat karena

seseorang yang pergi merantau akan dianggap memiliki pengalaman yang

berguna ketika kembali ke kampung halaman.

Kegiatan merantau baik untuk keuntungan diri sendiri maupun kelompok,

dimana merantau merupakan aktivitas bermigrasi dalam waktu yang tidak

ditentukan untuk kembali disuatu hari jika dibutuhkan. Pada umumnya ada tiga

kondisi yang menyebabkan masyarakat merantau yaitu kemiskinan, rendahnya

kesempatan kerja dan upah yang rendah, selain itu karena hasil-hasil pertanian

memiliki harga yang sangat murah dan susah untuk dipasarkan yang disebabkan

oleh belum adanya akses jalan yang menghubungkan Desa Bira Kecamatan

Kulisusu Utara dengan desa lainnya. Kondisi ekonomi tersebut mendorong

masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara mengambil keputusan untuk

merantau.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, faktor pendidikan tidak

begitu kuat memiliki pengaruh terhadap perantauan yang dilakukan oleh

masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara. Hal ini dikarenakan masyarakat

Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara melakukan kegiatan merantau disebabkan


43

oleh niat hanya untuk mencari nafkah, bukan melanjutkan jenjang pendidikan.

Namun hal itu tidak berlaku bagi semua masyarakat yang merantau, karena ada

sebagian dari total masyarakat yang merantau, disebabkan ingin melanjutkan

pendidikan di tempat perantauannya. Merantau dilakukan karena adanya

pengenalan tentang pekerjaan dari lingkungan tempat tinggal, khususnya dari para

perantau yang telah pernah melakukan kegiatan merantau. Namun jika dilihat dari

situasi dan pekerjaan yang dikenalkan belum berada pada kategori baik, karena

pekerjaan yang didapatkan adalah pekerjaan yang belum memiliki organisasi atau

dapat dikatakan sebagai pekerjaan yang belum tetap. Pada awalnya para perantau

hanya bermodalkan keberanian semata karena belum banyak mengetahui tentang

kondisi daerah tujuan, baik kondisi alam, masyarakat, maupun lapangan pekerjaan

yang ada di daerah tujuan.

Sebelum melakukan perantauan, biasanya para pemuda yang ingin

merantau diberikan sebuah bekal oleh orang tua masing-masing untuk dijadikan

pegangan dalam perantauan. Selain bekal materi yang diberikan, bekal mental

tidak lupa untuk diberikan kepada pemuda-pemuda yang hendak melakukan

perantauan ke negeri orang. Bekal materi berupa dana yang cukup dan skill

tertentu sedangkan bekal mental adalah salah satunya berupa petuah-petuah.

Selain itu, para perantau akan berziarah ke makam nenek moyang atau

orang tua (jika telah tiada) untuk meminta rezeki dan kesehatan serta keselamatan

selama merantau. Ketika hendak merantau akan melakukan ritual membaca doa

yang kemudian pergi ke dukun untuk melihat peruntungan di tempat yang akan

dituju dan akan disesuaikan dengan nama orang yang akan merantau kemudian
44

dipilihkan hari yang baik dan arah tempat kali menghadap ketika turun dari rumah

dan diberi air doa yang diisi dalam botol yang akan diminum dan dipakai cuci

muka serta dimandikan sebelum berangkat dan akan tetap dibawa ke tempat

perantauan. Sebelum pergi merantau biasanya akan diajarkan doa-doa yang

dipercaya dapat mempermudah rezeki selama di tempat perantauan dan untuk

mempermudah pergaulan dan membuat orang senang menyambut dan menghargai

serta untuk menghilangkan musuh. Doa tersebut dimaksudkan sebagai pelindung

diri (Rahman, Wawancara 13 Agustus 2018).

Bagi yang telah berkeluarga, sebelum berangkat suami akan membuka

lahan perkebunan kemudian menanam tanaman jangka panjang dan diselingi

dengan tanaman jangka pendek hingga tanaman jangka panjang bisa dilepas. Hal

ini menjadi tugas istri untuk menjaga dan merawat tanaman tersebut dan untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari selama ditinggalkan suaminya. Hal inilah yang

menjadi ciri khas masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara yaitu bila di

kampung halaman perempuan bekerja keras di kebun namun di perantauan laki-

laki yang bekerja.

Periode rantau masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara terjadi

dalam beberapa tahapan yang dilakukan secara perorangan, keluarga, kelompok

atau kolektif. Pembagian periode perantauan ini dibagi menjadi 4 periode dengan

jangka waktu yang berbeda-beda.

1. Periode Pertama (1974-2002)

Pada periode pertama yang dimulai pada tahun 1974 merupakan titik awal

dimulainya perantauan oleh masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara


45

yang berjumlah 3 orang yaitu La Taku, La Awe dan Mauri. Wilayah tujuan

perantauan yaitu Sorong untuk berlayar menggunakan perahu lambo. Pada saat itu

kegiatan berlayar masih memanfaatkan tenaga angin mengikuti musim yang

berubah setiap 6 bulan karena perahu lambo masih menggunakan layar. Alasan

pergi merantau disebabkan oleh ajakan dan cerita orang-orang Siompu tentang

kehidupan di tanah rantau sehingga tertarik untuk ikut mengadu nasib. Mereka

mengikut orang-orang Siompu yang pada saat itu sering berlabuh di Desa Bira

Kecamatan Kulisusu Utara karena posisi Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

yang terlindung dari angin barat dan angin timur sehingga sering dijadikan tempat

berlindung bagi kapal-kapal dari daerah lain. Pada saat itu perpindahan dari

daerah satu ke daerah yang lain masih susah karena sarana transportasi yang

sangat terbatas yaitu hanya transportasi laut yaitu katinting, perahu layar, dan

kapal. Hal ini disebabkan belum terbukanya jalan yang menghubungkan Desa

Bira Kecamatan Kulisusu Utara dengan desa-desa lain yang ada di sekitarnya.

Wilayah Sorong dikenal memiliki hasil laut yang melimpah sehingga

banyak orang dari daerah lain datang memancing ke daerah ini. Hasil laut yang

didapat berupa ikan teri, gurita, dan teripang yang digarami kemudian dijual ke

daerah Jawa karena pada saat itu pemasaran utamanya di wilayah Jawa, seperti

Pasuruan, Gresik dan Bali.

“Masyarakat yang akan merantau biasanya mengikut pada kapal-kapal

yang sering berlabuh di Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara. Sebelum berangkat

banyak hal yang harus dipersiapkan termasuk berhubungan dengan kepercayaan

untuk menjaga keselamatan selama di perantauan seperti pemilihan hari baik,


46

diberi benda pusaka dan diajarkan doa-doa atau mantra yang dimaksudkan

sebagai pelindung diri. Selain pakaian, benda yang dibawa adalah keris ataupun

jimat. Keris digunakan ketika sakit disaat tidak ada obat maka cukup dicium-cium

atau digosokkan di badan. Doa-doa atau mantra digunakan ketika berlayar atau

untuk menghindari gangguan roh-roh halus” (La Awe, Wawancara 15 Agustus

2018).

Lebih lanjut informan menjelaskan bahwa “Berlayar membutuhkan

pengetahuan tentang membaca tanda-tanda alam yang baik karena pada saat itu

peralatan masih sangat sederhana. Sehingga sebelum berangkat akan diberi

wejangan berupa doa dengan tujuan untuk mencegah terjadinya sesuatu yang

tidak diinginkan utamanya tentang firasat. Kemudian membawa air yang dibaca-

bacakan oleh orang tua yang dipercaya dan akan digunakan bila di tempat tujuan

dengan cara dimandikan kepada para anggota dengan tujuan untuk melindungi

diri karena banyak yang meninggal ditengah perjalanan atau setelah tiba di tempat

tujuan dan tidak ada yang dimakamkan tetapi langsung dibuang di laut dan kabar

kematiannya akan diberitahukan kepada keluarganya apabila teman-temannya

yang lain telah pulang ke kampung halaman. Mayat tidak disimpan di kapal

karena akan membusuk akibat selama di perantauan terkadang 1 bulan di tengah

lautan untuk mencari ikan dan teripang. Tahun 2001 yang pergi merantau

berjumlah 15 orang tetapi yang kembali ke kampung halaman 8 orang karena

terkena penyakit beri-beri” (La Awe, Wawancara 15 Agustus 2018).

Untuk masalah komunikasi pada periode pertama ini, para perantau jarang

berkomunikasi dengan keluarga ataupun orang tuanya di kampung disebabkan


47

oleh belum adanya alat komunikasi yang mengantarkan pesan secara langsung

dari pengirim ke penerima pesan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh La Taku,

“Bila merantau selama 6 bulan maka selama 6 bulan tersebut tidak pernah ada

kabar. Kabar tentang yang merantau hanya dapat didengar dari orang-orang yang

dikenal dan bercerita atau menyampaikan pesan dari yang merantau kepada

keluarganya di kampung. Begitu pula yang di kampung akan selalu mendoakan

keluarganya yang merantau agar sehat dan sukses dalam perantauan. Biasanya

mereka melakukan pembacaan doa selamat kepada seseorang yang dianggap

doanya cepat terkabul” (Wawancara, 12 Agustus 2018).

Para perantau diharapkan bisa cepat beradaptasi dengan lingkungan

perantauannya karena jika ingin pulang mereka akan kesusahan karena harus

menunggu kapal-kapal yang akan singgah di Desa Bira Kecamatan Kulisusu

Utara sehingga tuntutan mereka sangat besar, disamping karena susahnya

berkomunikasi dengan keluarga juga disebabkan oleh susahnya transportasi jika

terjadi sesuatu yang menimpa dirinya ketika di tanah rantau. Waktu di tempat

rantau tidaklah sebentar bukan hanya bulan bahkan ada yang sampai tahunan

sehingga mulai belajar menyesuaikan dengan kondisi setempat baik lingkungan

dan orang-orang yang punya tradisi ataupun budaya yang berbeda untuk

memupuk rasa nyaman di perantauan.

Penghasilan perantau berbeda-beda, ada yang membawa pulang hasil yang

banyak dan ada pula yang tidak berhasil di perantauan. Keberhasilan di tanah

rantau berupa uang dan emas. Para perantau ini belum mengetahui tentang kondisi

daerah rantauan, namun karena tergiur untuk mendapatkan uang maka bertekad
48

untuk melakukannya dengan bermodalkan keberanian. Pada periode pertama ini

para perantau belum membawa hasil yang banyak dari perantau yang disebabkan

oleh terjadinya krisis pada waktu itu sehingga nilai uang sangat rendah dan ada

sebagian perantau tidak bisa pulang karena tidak punya uang. Mereka kembali

diakhir tahun 2002 menggunakan kapal PELNI.

2. Periode Kedua (2003-2008)

Pada periode kedua ini jumlah masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu

Utara yang pergi merantau bertambah yaitu 50 orang yang juga pergi merantau ke

daerah Sorong dan bahkan sampai ke wilayah Dobo untuk memancing tepatnya

pada tahun 2003.

Pada periode ini, para perantau telah mengadakan kontak langsung dengan

keluarga yang berada di kampung untuk saling memberi kabar melalui saluran

telepon meskipun untuk menelpon mereka harus datang ke Labuan terlebih dahulu

karena di Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara tidak terdapat Wartel. Jika

perantau telah menelpon, maka mereka akan menitip pesan kepada pemilik Wartel

jika ingin berbicara kemudian menunggu beberapa hari untuk berbicara kembali

bila keluarga telah datang dari Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara.

Pada tahap ini telah terjadi perubahan dari tahap sebelumnya karena tidak

lagi menggunakan kapal kecil untuk menuju tanah rantau namun telah

menggunakan PELNI yaitu KM. Sinabung atau KM. Ciremai sebagai

transportasinya. Para perantau akan datang ke Labuan menggunakan katinting

kemudian berangkat menuju Baubau menggunakan mobil tepatnya di pelabuhan

Murhum. Suatu kebanggaan tersendiri bagi para perantau dari Desa Bira
49

Kecamatan Kulisusu Utara ketika menumpang kapal PELNI karena masih sangat

jarang masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara yang menumpang kapal

tersebut sehingga dianggap mewah. Seperti yang dikemukakan oleh informan,

“Menumpangi kapal PELNI memiliki kesenangan tersendiri karena pada saat itu

masih jarang yang bisa menumpangi kapal sebesar itu” (La Awe, Wawancara 15

Agustus 2018).

Pada periode kedua ini, banyak diantara para perantau yang berhasil dalam

kehidupan di perantauan baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan sosial. Hal

tersebut memiliki pengaruh besar terhadap tingkat kesejahteraan kehidupan

masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara dewasa ini. Sehingga tingkat

urbanisasi dan mobilitas cukup tinggi.

Masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara yang belum pernah

merantau merasa terpanggil untuk merantau ketika mendengar cerita para

perantau dan melihat hasil yang dibawa pulang para tetangganya dari perantauan

karena dengan hasil perantauan mereka bisa membuka usaha, membeli kendaraan

bermotor, membeli mesin perahu, mesin penerang, dan membeli kintal petani.

Keberhasilan lain dari masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara dapat

dilihat dari hasil yang diperoleh dari tanah rantau yang berupa uang, barang

elektronik seperti Handphone dan TV yang merupakan barang langka saat itu.

Selain itu dengan keberhasilan di tanah rantau mereka dapat membangun rumah,

yang semula dari dinding jelaja kemudian berdinding papan atau dari rumah

panggung menjadi rumah modern (rumah batu).


50

Bagi masyarakat yang belum pernah merantau akan mencoba ikut

merantau karena telah melihat keberhasilan para pendahulunya. Para perantau ke

daerah Bangka Belitung akan menempuh rute perjalanan dari Baubau, Makassar,

Jakarta, Pangkal Pinang, Bangka Belitung dengan menumpang PELNI yang

tarifnya Rp. 250.000. Khusus para perantau ke daerah Batam memilih bekerja

sebagai kuli bangunan karena profesi ini tidak membutuhkan syarat-syarat

tertentu seperti ijazah atau surat-surat penting hingga keterampilan khusus

lainnya.

Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh informan, “Kita yang

merantau di Batam karena tertarik dengan cerita orang yang mengatakan banyak

peluang kerja bagi buruh kasar yang kerja di bangunan karena tidak

membutuhkan ijazah tetapi langsung kerja sedangkan di Bangka Belitung bekerja

di tambang timah sebagai penyelam karena area tambanganya di laut. Para

perantau Bangka Belitung lebih banyak memilih bekerja sebagai penyelam timah

karena gajinya tinggi 1 juta/Minggu. Perantau yang ketika di kampung malas-

malasan namun setelah merantau pasti rajin, apalagi yang sudah berkeluarga

karena banyak beban tanggungan, mau harap siapa, sehingga harapan utama

ketika merantau adalah harus berhasil karena jika tidak berhasil pandangan

masyarakat juga berbeda” (Fandi, Wawancara 15 Agustus 2018).

Masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara banyak memilih

merantau dengan harapan dapat merubah hidup dan memperbaiki pendapatan dan

semangat kerja bertambah ketika di perantauan.

3. Periode Ketiga (2009-2016)


51

Ajakan teman memiliki pengaruh besar terhadap orang lain untuk

mengikutinya pergi merantau apalagi yang mengajak merupakan orang yang

berhasil diperantauan. Para anak muda merasa tertantang untuk mengadu nasib di

kampung orang dengan harapan dapat memperbaiki taraf hidup agar lebih baik

dari sebelumnya. Sehingga pada periode ketiga ini masyarakat Desa Bira

Kecamatan Kulisusu Utara yang pergi merantau berjumlah 153 orang pada tahun

2009. Terjadi peningkatan jumlah yang disebabkan oleh pengaruh dari melihat

keberhasilan perantau pada sebelumnya dan terbukanya tambang emas di Namlea

sehingga banyak masyarakat yang berlomba-lomba pergi merantau. Kepercayaan

tentang hal-hal mistis juga mulai berkurang terutama tentang wejangan berupa

doa yang digunakan apabila di laut karena mereka tidak lagi berlayar namun

mengadu nasib di daratan.

Banyak para anak muda hanya menamatkan pendidikan Sekolah Dasar dan

Sekolah Menengah Pertama sudah pergi merantau. Merasa tertantang untuk

merasakan hidup di kampung orang, selain untuk mencari uang dan pengalaman

serta pengetahuan juga untuk melatih kemandirian agar tidak bergantung kepada

orang tua. Para orang tua di Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara akan menyuruh

anaknya untuk merantau daripada hanya tinggal di kampung berkeliaran di

jalanan. Para orang tua di Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara juga tidak terlalu

menekan anaknya untuk bersekolah sehingga bila anaknya putus sekolah maka

mereka akan membiarkan saja dengan menyuruh merantau atau membuka lahan

untuk mengurangi beban orang tua. Para anak muda apabila telah pulang dari

merantau, akan segera mencari pasangan hidup sehingga banyak yang menikah
52

diusia muda dan pernikahan mereka menggunakan biaya sendiri hasil merantau.

Penduduk usia balita adalah penduduk dengan jumlah terbanyak akibat banyak

yang menikah diusia belasan. Namun suatu hal yang baik dan patut untuk

disyukuri bahwa setelah menikah mereka tidak berlama-lama tinggal bersama

mertua atau langsung membangun rumah sendiri atau akan pergi merantau

bersama pasangan karena budaya masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu

Utara mengajarkan bahwa anak yang telah menikah wajib untuk mandiri dengan

tidak berharap kepada orang tua (La Awe, Wawancara 15 Agustus 2018).

Masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara yang merantau ke

Timika sebagian besar berprofesi sebagai pendulang emas dan sebagian berprofesi

sebagai tukang ojek mengantar jemput para pendulang di tempat kerja. Bahkan

ada yang sengaja membocorkan pipa dari perusahaan emas Freeport untuk

mendapatkan hasil yang banyak. Wanita perantau banyak yang bekerja sebagai

pelayan toko atau pelayan di rumah makan serta bekerja sebagai asisten rumah

tangga untuk menambah penghasilan suami. Untuk wilayah Namlea selain bekerja

sebagai pendulang emas, banyak para perantau Desa Bira Kecamatan Kulisusu

Utara khususnya perempuan bekerja sebagai pedagang di daerah tambang emas

dengan menjual bahan makanan pokok yang memiliki harga yang cukup mahal

dari tempat lain. Para perantau Timika dan Namlea selain membawa pulang uang

juga membawa pulang emas dengan alasan emas merupakan benda berharga yang

makin tahun makin tinggi harganya yang apabila kesusahan dapat dijual kembali.

Selain emas, mereka juga membawa pulang barang elektronik seperti TV dan

Handphone mewah serta membangun rumah batu.


53

4. Periode Keempat (Akhir 2016-Sekarang)

Terjadinya perantauan pada masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu

Utara pada periode keempat ini telah mengalami perkembangan karena mereka

tidak lagi menggunakan kapal kecil menuju tanah rantau namun telah

menggunakan kapal PELNI bahkan pesawat. Para perantau lebih memilih

berangkat menggunakan pesawat karena waktu yang ditempuh lebih cepat

dibandingkan menggunakan kapal laut yang memakan waktu selama berhari-hari

dengan sewa yang tidak jauh berbeda. Namun jumlah perantau yang berangkat di

tahun 2016 terjadi penurunan yaitu 106 orang.

Pada periode keempat ini, sudah ada masyarakat Desa Bira Kecamatan

Kulisusu Utara yang merantau ke luar negeri yaitu ke Taiwan yang ikut kapal

Sinjinyi sebagai ABK dan mencari ikan. Para perantau di Desa Bira Kecamatan

Kulisusu Utara pulang ke kampung halaman ketika Hari Raya Idul Fitri dan Idul

Adha serta musim jambu mete kemudian mereka akan merantau kembali. Pulang

kampung menurut pandangan informan adalah “kita pulang ke kampung halaman

bersama keluarga besar lainnya. Setelah sampai di kampung halaman, maka akan

diadakan acara penyambutan yaitu dengan bentuk makan-makan bersama. Akan

tetapi, acara penyambutan secara meriah hanya diadakan ketika mempunyai rejeki

yang lebih, ketika tidak maka pulang kampung hanya sekedar kumpul-kumpul

dengan keluarga lainnya” (La Baco, Wawancara 25 Agustus 2018).

Pada periode ini terjadi perubahan terhadap jumlah perantau yaitu terjadi

penurunan dari tahun-tahun yang sebelumnya. Hal ini terjadi karena adanya

kesadaran masyarakat bahwa bertani lebih baik dari merantau karena bertani ada
54

lahan yang dibuka baru yang akan menjadi hak milik. Sebagaimana dikemukakan

oleh informan, “sekarang sudah tidak terlalu banyak yang merantau karena adanya

kesadaran lebih baik bertani daripada merantau. Bertani membuka lahan baru

dengan menanam tanaman jangka panjang karena sekarang hasil tani sudah

banyak pasarannya sejak dibukanya jalan Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara-

Labuan mobil dari luar daerah sudah bisa masuk ke sini jadi hasil tani sudah bisa

langsung dijual tanpa harus menyebrang lagi. Jadi hasil merantau dengan bertani

tidak jauh beda dengan merantau sehingga orang disini sudah banyak yang

memilih bertani apalagi harga tanah sekarang mahal sehingga masyarakat banyak

yang membuka lahan yang sewaktu-waktu bisa dijual ketika susah” (Johan,

Wawancara, 24 Agustus 2018).

Terbukanya akses jalan antara Labuan-Bira menjadi keuntungan tersendiri

karena dengan adanya akses jalan tersebut masyarakat Desa Bira Kecamatan

Kulisusu Utara dengan mudah memasarkan hasil kebunnya sehingga dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat.

B. Faktor Penyebab Masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

Merantau

Merantau sudah menjadi tradisi dibeberapa suku bangsa di Indonesia,

merantau juga merupakan sebuah pilihan hidup. Dimana setiap masyarakat yang

ingin merantau pada dasarnya mempunyai tujuan untuk mengubah kehidupannya

menjadi lebih baik khususnya secara ekonomi. Hal ini juga menjadi sebuah stigma

dalam masyarakat yang berkembang saat ini bahwa dengan pergi merantau ke
55

kota besar atau merantau akan mengubah hidup dan perekonomian menjadi lebih

baik.

Faktor pendidikan, setiap pelajar yang pergi merantau membukakan jalan

bagi pelajar berikutnya untuk melakukan hal yang sama. Dari hasil diskusi awal

dengan para perantau bahwa hidup yang dijalani saat pertama kali merantau

tidaklah mudah, apalagi bila berasal dari keluarga yang tidak mampu, maka perlu

perjuangan yang keras untuk mampu bertahan hidup dengan baik di perantauan.

Para perantau yang berhasil biasanya orang-orang yang ulet, mau belajar, berani

mengambil resiko, mampu melihat peluang atau kesempatan untuk memulai usaha

dan mudah beradaptasi dengan lingkungan baru. Kendala para perantau saat

pertama kali menginjakkan kaki di tanah rantau adalah masalah bahasa khususnya

bagi perantau ke luar negeri.

Bila tidak mampu berkomunikasi menggunakan bahasa yang umum

digunakan di daerah tempat merantau maka akan sulit untuk berinteraksi dengan

masyarakat setempat. Mempelajari bahasa baru tentu tidaklah mudah, perlu

'modal nekad' untuk membiasakan diri berkomunikasi dengan masyarakat

setempat, terkadang akan ditertawakan karena salah memahami isi percakapan

lawan bicara, komunikasi akan bercampur dengan 'bahasa isyarat' dan akan sering

terjadi salah pengertian karena mereka tidak mengerti dengan apa yang

dimaksudkan. “Berbicara dengan orang lain yang beda negara itu susah kalau

tidak bisa berbahasa Inggris karena hanya menggunakan kode” (La Baco,

Wawancara 25 Agustus 2018).


56

Kendala lain yaitu sulit mendapatkan pekerjaan dan tempat tinggal. Bila

merantau dengan kondisi sudah ada pekerjaan yang pasti lebih mudah, tidak perlu

lagi kesana kemari mencari pekerjaan dan pihak perusahaan tentu akan membantu

untuk mencari bahkan menyediakan akomodasi selama di perantauan. Namun,

untuk perantau 'modal nekad', yang datang merantau dengan tujuan memperbaiki

nasib karena di kampung halaman tidak ada lapangan pekerjaan, maka perlu usaha

untuk mencari pekerjaan dan perlu bantuan kerabat atau sanak keluarga yang

sudah terlebih dahulu ada di daerah rantau untuk mengijinkan tinggal sementara

selama proses adaptasi (Johan, Wawancara 1 September 2018).

Alasan pekerjaan atau ekonomi juga menjadi salah satu faktor pendorong

dikarenakan orang yang sudah menikah akan mengalami peningkatan kebutuhan

ekonominya sehingga dalam memenuhi kebutuhan tersebut harus melakukan

perantauan ke daerah yang dianggap bisa mengembangkan karirnya. Selain dari

beberapa faktor pendorong ada juga faktor penarik sehingga warga Desa Bira

Kecamatan Kulisusu Utara merantau diantaranya adanya rasa superior ditempat

yang baru atau kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan yang cocok.

Keadaan lingkungan yang menyenangkan dan ajakan dari orang yang diharapkan

sebagai tempat berlindung bisa dilihat dari banyaknya masyarakat pergi merantau

yang masih memiliki hubungan kekeluargaan dan ada juga karena diajak oleh

teman yang sudah berhasil sewaktu pulang kampung.

Keberhasilan seseorang di tanah rantau menjadi kebanggaan tersendiri dan

mendapat tempat istimewa dimasyarakat. Mereka dijadikan panutan karena


57

keberhasilannya yang meninggalkan kampung halaman dan membawa pulang

hasil yang banyak.

C. Tempat Tujuan Masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

Merantau

Daerah yang dipilih menjadi tempat perantauan erat kaitannya dengan

mata pencaharian yang akan menentukan nasib perantau dalam mencari

penghidupan di tanah rantau. Misalnya perantau memilih daerah Sorong, selain

ajakan teman dan dorongan dalam diri juga karena daerah tersebut dikenal sebagai

daerah yang memiliki kekayaan laut yang banyak sehingga mereka memilih

bekerja sebagai pemancing ikan. Untuk daerah lain yang menjadi tujuan

perantauan adalah Timika dan Namlea yang dikenal sebagai daerah penghasil

emas. Selain memilih bekerja sebagai pendulang emas, berdagang juga

merupakan pilihan profesi yang digeluti mengingat di daerah Timika dan Namlea

merupakan daerah yang barang dan makanan pokok tergolong mahal.

“Masyarakat dari Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara yang pergi merantau

khusus ke bagian timur lebih memilih bekerja di tambang emas daripada

pekerjaan lain karena pendapatannya sangat jauh berbeda dibandingkan dengan

mendulang emas. Untuk daerah Sorong sekarang banyak bekerja di perusahaan

mutiara. Pekerjaan lain selain mendulang itu berdagang dan mengojek orang yang

pergi ke tempat mendulang emas. Mereka memilih berdagang dengan alasan

berdagang juga memiliki untung yang banyak karena harga makanan pokok di

daerah Timur seperti Timika itu mahal” (Sirwan, Wawancara 18 Agustus 2018).
58

Bagi para perantau di daerah Kalimantan memilih bekerja sebagai buruh di

perusahaan kelapa sawit. Sebagian perantau Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

juga bekerja sebagai kuli bangunan.

Tempat tujuan para perantau adalah daerah yang berpotensi menghasilkan

pendapatan yang lebih baik. Wilayah ini biasanya memiliki lapangan kerja yang

banyak atau diduduki tambang misalnya tambang emas, mutiara dan timah.

Wilayah yang menjadi tujuan perantauan adalah Sorong, Timika, Namlea,

Kalimantan, Batam dan Bangka Belitung serta ada juga yang datang ke Bombana

mendulang emas.

D. Profesi Yang Digeluti Oleh Masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu

Utara Selama di Perantauan.

Pemilihan mata pencaharian dalam pemenuhan kehidupan masyarakat

seringkali terjadi karena faktor yang berasal dari dalam diri individu maupun dari

luar diri individu maupun gabungan antara keduanya. Faktor dari dalam diri

individu berhubungan dengan minat, bakat, keterampilan maupun kesempatan

yang cukup berperan penting bagi diri seseorang untuk memilih mata pencaharian

atau berganti pekerjaan. Selain itu kondisi lingkungan menjadi faktor luar

individu dalam menentukan pekerjaan seseorang.

Masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara memilih merantau

dengan harapan profesi tersebut dapat merubah kehidupannya menjadi lebih baik.

Berbagai macam profesi yang digeluti para perantau Desa Bira Kecamatan

Kulisusu Utara seperti kuli bangunan, penyelam timah, pendulang emas, pelayan

warung, pedagang, pemancing ikan, dan penggali lubang tikus. Bagi yang
59

merantau wilayah timur Indonesia seperti Sorong dan Timika maka profesi yang

digeluti adalah sebagai pemancing ikan di Sorong dan ada juga yang bekerja di

perusahaan mutiara sedangkan untuk di wilayah Timika rata-rata bekerja sebagai

pendulang emas.

Bagi yang merantau di daerah Batam dan Bangka Belitung bekerja sebagai

kuli bangunan dan sebagai penyelam timah. Untuk wilayah Kalimantan, para

perantau bekerja di perusahaan kelapa sawit. Selama di perantauan banyak

tantangan yang harus dihadapi misalnya ancaman penyakit, preman maupun

pencurian. Wilayah Timika dikenal dengan penyakit malarianya sehingga banyak

masyarakat perantau Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara yang cepat pulang ke

kampung halaman karena disebabkan penyakit malaria. Selain itu, apabila terjadi

banjir maka tidak bisa bekerja karena sungai akan meluap dan menutup akses

jalan menuju tempat mereka bekerja. Perang antar suku sering terjadi sehingga

banyak masyarakat Papua yang terbunuh dan bila hal ini terjadi maka para pekerja

tidak akan pergi bekerja untuk mencari emas karena takut dibunuh oleh anggota

suku yang berperang. Namun satu hal yang menarik bahwa apabila akan terjadi

perang antar suku maka akan ada pemberitahuan dari ketua suku untuk tidak pergi

bekerja karena mereka tidak ingin melibatkan suku lain dalam permasalahan

mereka.

Hidup di tanah rantau bukan hanya tentang hasil yang dikejar namun harus

siap dengan berbagai tantangan yang ada, seperti bila para perantau Desa Bira

Kecamatan Kulisusu Utara yang merantau ke Timika, mereka harus selalu

bersedia berbagi dengan penduduk asli Timika yang selalu meminta hasil yang
60

berupa uang atau makanan yang apabila tidak diberi maka mereka akan merusak

benda-benda yang dimiliki dengan mengatakan bahwa para perantau hanya datang

mengambil hasil dari tanah nenek moyang mereka. Para perantau yang telah

berkeluarga membawa serta keluarganya maka suami yang akan melakukan

pekerjaan berat dan istri hanya mengerjakan tugasnya sebagai ibu rumah tangga

dan mengurus anak.

E. Dampak Merantau Bagi Masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu

Utara.

Perubahan paling mendasar yang paling dirasakan yang merantau dan

yang tidak pergi merantau yaitu bila yang pergi merantau maka mereka akan

mengetahui tentang wilayah luar selain kampungnya dan mereka tidak terlalu

malu-malu untuk berinteraksi dengan orang lain karena mereka sudah biasa

berhadapan dengan orang lain. Di kampung orang dibiasakan untuk hidup hemat,

sabar, dan suka berbagi. Ketika di tanah rantau dapat menumbuhkan rasa

kekeluargaan yang lebih besar dan lebih erat karena perasaan senasib. Jika selama

di kampung tidak berinteraksi tetapi apabila sudah di perantauan maka akan saling

mencari dan menanyakan karena sebagai saudara. Setelah di perantauan akan

dirasakan betapa pentingnya arti pendidikan karena akan sangat jauh berbeda

antara yang berpendidikan dan tidak berpendidikan. “Orang-orang yang memiliki

pendidikan tinggi atau ijazah mereka bisa bekerja di perusahaan sedangkan yang

tidak memiliki ijazah hanya bisa menjadi kuli bangunan atau buruh kasar. Hal ini

menumbuhkan kesadaran untuk sekolah sehingga bagi orang tua yang memiliki

pekerjaan merantau maka mereka akan menyuruh dan memotivasi anaknya untuk
61

menempuh pendidikan setinggi mungkin agar mereka tidak bernasib sama seperti

orang tuanya” (La Awe, Wawancara 15 Agustus 2018).

Bagi pemuda yang belum berkeluarga mereka telah mandiri dengan tidak

meminta uang jajan kepada orang tua karena telah menghasilkan uang sendiri dan

memberi uang kepada orang tuanya. Banyak perubahan yang terjadi pada

masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara yaitu ketika mereka berada

dikampung halaman malas namun ketika di daerah rantau akan rajin karena

adanya pikiran bahwa tidak ada yang diharapkan, jauh dari keluarga dan sanak

saudara sehingga membangun jiwa mandiri dalam diri individunya. Perantau akan

belajar mengerti mereka seperti apa, bagaimana cara berbicara dan bergaul dengan

masyarakat setempat agar mereka tidak tersinggung. Sumbangan para perantau

diberikan untuk pembangunan masjid atau untuk kegiatan keagamaan.

Tumbuhnya kesadaran bahwa dimanapun berada harus jadi bekerja keras

karena jika menjadi pemalas maka hanya akan menjadi beban bagi orang lain.

Terlebih lagi perantau yang tidak berhasil, ketika pulang kampung jika hanya

membawa hasil sedikit atau tidak terlalu memuaskan akan dipandang sebelah

mata oleh masyarakat.


62

BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian seperti yang telah dipaparkan pada bab

sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara melakukan perantauan pada

tahun 1974 merupakan titik awal dimulainya perantauan oleh masyarakat Desa

Bira Kecamatan Kulisusu Utara yang berjumlah 3 orang yaitu La Taku, Mauri

dan La Awe yang berlayar menuju Sorong.

2. Faktor yang menyebabkan masyarakat Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

merantau yaitu alasan pekerjaan atau ekonomi juga menjadi salah satu faktor

pendorong dikarenakan orang yang sudah menikah akan mengalami

peningkatan kebutuhan ekonominya sehingga dalam memenuhi kebutuhan

tersebut harus melakukan perantauan ke daerah yang dianggap bisa

mengembangkan karirnya. Selain dari beberapa faktor pendorong, juga

terdapat faktor penarik sehingga warga Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

merantau diantaranya adanya kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan

yang cocok.

3. Tempat yang menjadi tujuan perantauan adalah Sorong, Timika, Namlea,

Kalimantan, Batam dan Bangka Belitung serta ada juga yang datang ke

Bombana mendulang emas.

4. Profesi yang digeluti para perantau Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

seperti kuli bangunan, penyelam timah, pendulang emas, pelayan warung,


63

pedagang, pemancing ikan, dan penggali lubang tikus khusus di daerah

tambang emas.

5. Dampak yang dirasakan masyarakat setelah merantau misalnya cara bicara dan

bersikap, lebih hemat, dan bertambahnya pengetahuan tentang perantauan dan

keadaan suatu daerah yang telah dikunjungi. Merantau menjadi hal yang baik

untuk menempa diri dalam melatih kesabaran, kemandirian dan pengaturan

keuangan. Dengan merantau dapat menumbuhkan rasa kekeluargaan yang

lebih besar dan lebih erat karena perasaan senasib. Jika selama di kampung

tidak berinteraksi tetapi apabila sudah diperantauan maka akan saling mencari

dan menanyakan sebagai saudara.

B. Saran-Saran

Sebagai saran penulis mengharapkan:

1. Bagi peneliti selanjutnya,diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan

sebagai sumber informasi untuk mengembangkan penelitian selanjutnya,

menyangkut upaya-upaya mengatasi problematika perantau di daerah

perantauan.

2. Bagi para perantau harus mampu menagatur penghasilan, sehingga bisa

mempunyai modal untuk membuka usaha di kampung halaman sendiri.

3. Kepada peneliti yang relevansi dengan judul ini agar dapat lebih

mengembangkan hasil penilitian ini dengan lebih luas lagi.

C. Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Pembelajaran Sejarah di Sekolah

Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang juga memiliki peranan

penting dalam peningkatan mutu pendidikan. Sejarah tidak hanya mengajarkan


64

tentang masa lalu namun juga memberikan gambaran tentang masa depan untuk

meniti masa depan yang lebih baik dengan melihat jejak-jejak sejarah masa lalu

yang dijadikan bahan pelajaran dan pengetahuan. Berkaitan dengan merantau,

sejak zaman dahulu orang-orang sudah melakukan perpindahan dari daerah yang

satu dengan yang lain dengan harapan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih

baik karena di tempat semula sudah tidak memberikan jaminan kelangsungan

hidup. Dorongan dalam diri manusia dan tarikan dari daerah tujuan menjadi

alasan dilakukan berpindahan. Keberadaan mata pelajaran sejarah di sekolah

meliki tujuan untuk membimbing peserta didik agar mampu memahami dan

mengerti masa kini berdasarkan perspektif masa lampau.

Sejarah perantauan dapat memberikan pengetahuan kepada para peserta

didik tentang merantau dimasa lalu. Mereka dapat menambah pengetahuan terkait

masalah-masalah perantauan mulai dari alasan merantau, masalah yang dihadapi

selama merantau hingga keberhasilan yang dicapai di tanah rantau. Budaya

merantau bukanlah hal baru dalam masyarakat, sehingga peserta didik dapat

mengetahui bahwa nenek moyang mereka telah melakukan perantauan sejak

dahulu dengan tujuan untuk mendapatkan hidup yang lebih baik.

Pada hakekatnya manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya.

Pendidikan menjadi salah satu usaha agar manusia dapat mengembangkan

potensinya melalui pelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh

masyarakat. Pada dasarnya perubahan dan perkembangan suatu kehidupan perlu

direspon oleh kinerja pendidikan yang profesional dan bermutu tinggi. Mutu

pendidikan tinggi sangat diperlukan untuk mendukung terciptanya manusia yang


65

cerdas dan berkehidupan yang damai, serta mampu bersaing secara terbuka diera

globalisasi dewasa ini sehingga dapat meningkatkan kemampuan seluruh warga

negara Indonesia. Kinerja pendidikan menuntut adanya pembenahan dan

penyempurnaan, tidak hanya aspek kehidupan, tetapi juga dalam pendekatan dan

strategi pembelajaran yang dilakukan di sekolah pada masing-masing bidang

ilmu. Hubungan dalam perkembangan dunia pendidikan saat ini sangat diperlukan

oleh generasi muda dalam studi pendidikan melalui pembelajaran di sekolah

dalam mata pelajaran sejarah.

Pembahasan mengenai sejarah mencakup seluruh kejadian atau peristiwa

masa lampau dan masa yang akan datang. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

(IPS) yang manifestasinya berbentuk pelajaran sejarah diharapkan dapat

memberikan konstribusi yang besar dalam upaya mencapai tujuan pendidikan

nasional. Keberadaan pelajaran sejarah di sekolah bertujuan agar siswa

memperoleh kemampuan berpikir historis dan pemahaman sejarah. Melalui

berpikir secara kronologis dan memiliki pengetahuan tentang masa lampau yang

dapat digunakan untuk memahami dan menjelaskan proses perkembangan dan

perubahan masyarakat serta keragaman sosial budaya dalam rangka menemukan

dan menumbuhkan jati diri bangsa di tengah-tengah kehidupan masyarakat dunia.

Menghadapi berbagai permasalahan yang timbul oleh proses globalisasi

pada satu pihak dan proses demokratisasi pada pihak lain, sangat diperlukan SDM

yang lebih berkualitas. Fungsi dari pembelajaran sejarah adalah sejarah memiliki

potensi untuk menjadikan diri menjadi manusia yang berprikemanusiaan. Hal ini

tidak dapat dilakukan oleh semua mata pelajaran yang lain dalam kurikulum
66

sekolah. Selain itu, untuk menyadarkan akan adanya proses perubahan dan

pengembangan masyarakat dalam dimensi waktu dan untuk membangun

perspektif serta kesadaran sejarah dalam menemukan, memahami dan

menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang

ditengah-tengah perubahan dunia. Dalam hal ini dapat dikaji implikasi hasil

penelitian dengan proses pengajaran di sekolah. Implikasi ini diharapkan dapat

memperkaya bahan belajar di sekolah sebagai generasi muda yang dapat

memberikan manfaat dalam mengembangkan pendidikan di sekolah yaitu dengan

mempelajari, memahami dan menghayati sejarah lokal yang terjadi disuatu

daerah.

Sejarah perantauan menggambarkan perjalanan suatu kelompok dalam

mencari kehidupan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Implikasi dalam

penelitian ini terhadap pembelajaran sejarah di sekolah merupakan khasanah

intelektual ditujukan untuk mengangkat nilai-nilai sejarah lokal yang erat

kaitannya dengan mata pelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kelas

X Semester 2 pada pokok pembahasan “Kehidupan Awal Masyarakat Indonesia”

pada pertemuan pertama dengan standar kompetensi menganalisis peradaban

Indonesia dan dunia sedangkan kompetensi dasar menganalisis kehidupan awal

masyarakat Indonesia. Tujuan yang diharapkan dapat dicapai dengan mempelajari

hasil penelitian ini adalah dapat menambah pengetahuan para peserta didik

tentang perantauan dalam upaya mengembangkan pengetahuan yang disampaikan

oleh guru.
DAFTAR PUSTAKA

Fajar. 2006. Sejarah Perantau Mawasangka ke Balikpapan. Skripsi. Kendari:


FKIP Unhalu

Hamid, Abd Rahman dan Muhammad Saleh Madjid. 2011. Pengantar Ilmu
Sejarah. Yogyakarta: Ombak

Hapsari, Ratna. 2013. Sejarah Indonesia. Jakarta: Erlangga

Kartodirdjo, Sartono. 2017. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi


Sejarah. Yogyakarta: Ombak

Kato, Tsuyoshi. 2005. Adat Merantau Minangkabau dan Merantau Dalam


Perspektif Sejarah. Jakarta. Balai Pustaka

Koentjaraningrat. 1960. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta. Aksara Baru

Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta. Tiara Wacana

La Musa. 2003. Budaya Merantau Orang Kaimbulawa Siompu ke Malaysia.


Skripsi. Kendari: FKIP Unhalu

Lee, Everest. 1996. Suatu Teori Migrasi. Diterjemahkan Oleh Lembaga


Kependudukan UGM. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Naim, Muchtar. 2013. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau.


Yogyakarta. Gadjah Mada University Press

Pappa, Yusuf. 1991. Sejarah Kedatangan Orang Toraja di Kota Kendari.


Skripsi. Kendari: FKIP Unhalu

Polak, Mayor J. B. A. F. 1985. Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkas.


Jakarta. PT Ikhtiar Baru

Sahur, Ahmad. 1976. Merantau Bagi Orang Pidie Banda Aceh. Pusat Latihan
Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial

Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta. Ombak

Soekanto, Soerjono. 1981. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI

Sulvan. 2016. Migrasi Orang Kulisusu ke Desa Roko-Roko Kecamatan


Wawonii Tenggara Kabupaten Konawe Kepalauan (1956-2015).
Skripsi. Kendari: FKIP Unhalu
Syani, Abdul. 1995. Sosiologi, Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta. Bumi
Aksara

Yasrun, L. T. 2005. Migrasi Orang Tamon ke Desa Simbune Kecamatan


Tarawuta Kabupaten Kolaka 1950. Skripsi. Kendari: FKIP Unhalu
DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Rahman T.

Umur : 78 Tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

Keterangan : Mantan Perantau Sorong

2. Nama : La Awe

Umur : 51 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

Keterangan : Mantan Perantau Sorong dan Timika

3. Nama : La Taku

Umur : 81 Tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

Keterangan : Mantan Perantau Sorong

4. Nama : Sirwan

Umur : 27 Tahun

Pekerjaan : Sekretaris Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

Alamat : Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

Keterangan : Mantan Perantau Namlea


5. Nama : Johan

Umur : 49 Tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

Keterangan : Mantan perantau Batam dan Bangka Belitung

6. Nama : Fandi

Umur : 23 Tahun

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

Keterangan : Mantan Perantau Bangka Belitung

7. Nama : La Baco

Umur : 25 Tahun

Pekerjaan : Perantau

Alamat : Desa Bira Kecamatan Kulisusu Utara

Keterangan : Perantau Bangka Belitung dan Taiwan


LAMPIRAN-LAMPIRAN
DOKUMENTASI PENELITIAN
mas ji

Gambar 1. Wawancara dengan Bapak Rahman T.

Gambar 2. Wawancara dengan Bapak La Taku


Gambar 3. Wawancara dengan Bapak Johan

Gambar 4. Wawancara dengan Bapak La Awe


Gambar 5. Wawancara dengan Bapak Fandi

Gambar 6. Wawancara dengan Bapak Sirwan


Gambar 7. Wawancara dengan Bapak La Baco

Gambar 8. Masjid Desa Bira


Gambar 9. Perahu Lambo

You might also like