Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Skeletal survey merupakan pemeriksaan radiologi pada seluruh tulang atau beberapa regio
anatomi yang disesuaikan dengan indikasi klinis. Skeletal survey menyeluruh (complete skeletal
survey) meliputi tulang panjang yaitu humerus, tangan, femur, lutut bawah, kaki. Tulang axial
termasuk thoraks (sternum, tulang rusuk, tulang belakang thorakolumbal), abdomen, lumbosacral,
tulang kepala.1 Veeramani dkk melaporkan bahwa diagnosis displasia tulang dapat ditegakkan
pada 79% kasus yang memiliki skeletal survey menyeluruh dan hanya dapat dideteksi pada 44%
kasus jika dilakukan skeletal survey yang terbatas (limited skeletal survey).2
Sebelum melakukan skeletal survey, anamnesis termasuk tanda dan gejala dan atau riwayat
yang berhubungan dengan diagnosa perlu ditanyakan. Informasi tambahan mengenai alasan
spesifik dilakukan pemeriksaan atau diagnosis awal dapat membantu dalam pelaksanaan dan
interpretasi skeletal survey.3
Skeletal survey merupakan indikasi pada beberapa kondisi klinis pada anak. Indikasi klinis
yang paling sering adalah kecurigaan kearah kekerasan pada anak. Trauma tulang pada anak dan
bayi yang mengalami kekerasan dapat dideteksi melalui skeletal survey. Selain itu skeletal survey
juga digunakan untuk mengevaluasi displasia tulang, sindrom, kelainan metabolik dan beberapa
kondisi keganasan.3,4 Displasia tulang terjadi pada 1 dari 2000 bayi. Displasia tulang dapat
dicurigai terjadi pada anak perawakan pendek dengan segmen tubuh atas dan bawah yang tidak
proporsional. Displasia tulang dapat terjadi pada akondroplasia, hipokondroplasia,
mukopolisakaridosis (sindrom Hurler, sindrom Morquio), osteogenesis imperfecta. Kelainan
metabolik termasuk rickets, hipotiroid dan hyphophosphatasia. Beberapa penyakit keganasan
termasuk osteogenic sarcoma, histiositosis, neuroblastoma, limfosarkoma. 5,6,7
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Skeletal survey adalah pemeriksaan radiologi yang dilakukan secara serial yang terdiri dari
semua tulang atau suatu regio anatomi yang sesuai dengan indikasi klinis.1
2.2 Tujuan
Identifikasi abnormalitas baik fokal dan diffuse pada tulang termasuk penyembuhan fraktur
pada berbagai usia dan membedakan hal tersebut dengan usia perkembangan dan varian anatomi
yang terjadi pada bayi dan anak.1
Permintaan untuk pemeriksaan skeletal survey harus dilengkapi dengan informasi yang
cukup mengenai kepentingan medis dalam hal pemeriksaan yang membantu dalam hal
pelaksanaan dan interpretasi. Keterangan yang perlu ditulis termasuk tanda dan gejala dan atau
riwayat yang berhubungan termasuk diagnosa. Informasi tambahan mengenai alasan spesifik
dilakukan pemeriksaan atau diagnosis awal dapat membantu dalam pelaksanaan dan interpretasi.1
2
2.4 Indikasi
3
Veeramani dkk melaporkan bahwa diagnosis displasia tulang dapat ditegakkan pada 79%
kasus yang memiliki skeletal survey menyeluruh dan hanya dapat mendeteksi 44% kasus jika
dilakukan skeletal survey yang terbatas.2
Pertumbuhan anak yang mengalami Constitutional Delay of Growth and adolescence (CDGA)
ditandai dengan:8
1. Perlambatan kecepatan pertumbuhan selama 3 tahun awal setelah lahir, berat dan tinggi
badan menyebrangi persentil pertumbuhan ke arah bawah
2. Percepatan pertumbuhan yang normal atau mendekati normal, dengna tinggi bafan di
bawah namun parallel terhadap persentil 5 selama prepubertal
3. Keterlambatan usia tulang dan maturasi pubertas
4. Tinggi badan dewasa dalam batas normal walaupun kadang-kadang lebih rendah dari tinggi
badan prediksi yang dihitung dari tinggi badan orang tua
Anak dengan CDGA umumnya adalah anak laki-laki yang normal yang tidak memiliki
abnormalitas fenotip dan dideskripsikan sebagai “late bloomer”. Riwayat keluarga positif dimana
ayah pasien memiliki riwayat pendek saat anak dan mengalami keterlambatan percepatan tumbuh
saat pubertas. Usia tulang selalu terlambat. Walaupun CDGA selalu terjadi pada anak perempuan,
mereka jarang berobat untuk evaluasi tinggi badan atau keterlambatan pubertas.8
Selama masa bayi sampai pubertas, anak dengan perawakan pendek yang diturunkan atau
familial short stature (FSS) tumbuh dengan arah pertumbuhan hampir sama dengan sebagian besar
anak yang mengalami CDGA. Secara definisi, anak tersebut tidak memiliki bukti kelainan
endokrin atau kelainan sistemik dan memiliki riwayat keluarga dengn perawakan pendek.
Sebagian besar anak dengan FSS memiliki berat badan normal dan panjang badan normal saat
lahir. Sebagian besar menyebrangi garis pertumbuhan ke arah bawah selama 3 tahun awal setelah
kelahiran sampai mencapai percentil pertumbuhan sesuai genetik yang diikuti dengan
pertumbuhan kontinyu dibawah garis pertumbuhan namun mengikuti arah garis pertumbuhan.
Usia tulang tidak mengalami perlambatan dan sesuai dengan usia kronologis. Tinggi badan dewasa
termasuk pendek namun secara definisi sesuai dengan perkiraan tinggi badan orang tua. 8
4
2.6 Gangguan pertumbuhan
Gangguan pertumbuhan merupakan hal yang mengkhawatirkan orang tua dan anak, dapat
menjadi tanda utama kondisi patologis. Tinggi lebih dari 2 standar deviasi di bawah atau di atas
rata-rata, telah dikoreksi sesuai jenis kelamin dan usia, ditetapkan sebagai perawakan pendek dan
tinggi. Perawakan tinggi dihubungkan dengan karakter kualitas positif dan sosial ekonomi yang
tinggi. Masalah yang dapat ditemukan berupa hubungan sosial. Presentasi klinis penting untuk
mencari penyebab dari gangguan pertumbuhan untuk menentukan terapi serta konseling genetik.9
Ketika pasien mengalami gangguan pertumbuhan, penting untuk mengukur proporsi tubuh
yang didefiniskan sebagai rasio tinggi badan saat duduk dan rasio tinggi badan keseluruhan. Rasio
tersebut berdasarkan usia anak. Beberapa klinisi mengukur segmen bawah tubuh yaitu jarak antara
simfisis pubis ke lantai. Proporsi tubuh dinilai dengan menggunakan rasio antara segmen atas
tubuh (perbedaan antara tinggi badan dan segmen bawah) dan segmen bawah tubuh yang disebut
juga dengan upper to lower body segment (U/L). Hasil dari rasio U/L dibandingkan dengan nilai
normal untuk usia dan jenis kelamin (Gambar 4). Rasio U/L turun secara progresif dari lahir dan
mencapai titik nadir saat awal pubertas, selama pubertas, rasio U/L akan meningkat sampai
penutupan lempeng epifisis. Displasia tulang yang melibatkan tulang belakang yaitu
spondylodysplasia sering dihubungkan dengan penurunan rasio U/L terhadap usia. Displasia yang
melibatkan tulang panjang (akondroplasia) dihubungkan dengan peningkatan rasio U/L terhadap
usia. Pada masa pubertas, terdapat pertumbuhan bagian tubuh yang lebih besar daripada
ekstremitas, peningkatan rasio U/L terhadap usia dapat terlihat pada anak dengan pubertas
prekoks. Penurunan rasio terhadap usia dapat terlihat pada anak dengan pubertas terlambat
(sindrom Klinefelter atau Kallman).8
Arm span atau panjang lengan sesuai dengan tinggi badan pada anak usia 8 tahun. Arm
span dapat diukur dengan cara panjang dari jari tangan kiri ke jari tangan kanan pada pasien dengan
posisi berdiri, tangan terlentang, pasien bersandar pada tembok. Panjang lengan dapat digunakan
sebagai pengganti pengukuran tinggi badan dan untuk monitor kecepatan pertumbuhan pada anak
yang memiliki scoliosis, spina bifida atau kontraktur lutut.9
5
Gambar 1. Sitting height Gambar 2. Pengukuran segmen bawah tubuh
6
Gambar 4. Grafik Rasio Upper/Lower Segment sesuai usia8
2.6.1 Perawakan pendek proporsional dengan peningkatan rasio berat terhadap tinggi
badan
Anak yang masuk dalam kelompok ini mengalami kelainan endokrin seperti hipotiroid, kelebihan
glukokortikoid dan defisiensi hormon pertumbuhan.
7
b. Hipotiroid kongenital
Hipotiroid kongenital dapat dideteksi melalui skrining bayi baru lahir. Beberapa kasus
hipotioid primer atau didapat terjadi setelah periode bayi baru lahir. Hipotiroid yang
didapat pada masa anak sering disebabkan oleh kondisi autoimun namun juga dapat
disebabkan oleh kelainan metabolisme hormon tiroid atau akibat hypoplasia dari kelenjar
tiroid. Anak dengan hipotiroid yang tidak diberi terapi mengalami keterlambatan
pertumbuhan dan usia tulang mengalami keterlambatan. Intelegensi normal dapat dicapai
jika anak terdiagnosa hipotiroid primer di atas usia 2 tahun atau pada kongenital hipotiroid
yang terdeteksi 2-3 bulan setelah kelahiran. Apakah anak dengan hipotiroid primer berat
dapat mencapai tinggi badan dewasa yang normal tergantung dari durasi keterlambatan
pengobatan hipotiroid, kecukupan terapi pengganti setelah diagnosis dan efek perancu
akibat pubertas.10
c. Kelebihan glukokortikoid
Kelebihan glukokortikoid terjadi iatrogenik disebabkan karena terapi farmakologi dari
penyakit ginjal, kanker dan penyakit jaringan ikat. Kelebihan glukokortikoid jarang
disebabkan oleh produksi steroid endogen akibat adrenal adenoma atau adenoma pituitary
yang menghasilkan ACTH. Kecepatan pertumbuhan menjadi lambat, usia tulang menjadi
lambat dibandingkan usia kronologis dan peningkatan berat badan dan tekanan darah dapat
terjadi. Hal ini berbeda dengan peningkatan berat badan yang terjadi pada anak obesitas
endogen yang dapat sedikit meningkatkan kecepatan pertumbuhan. Apakah anak yang
menerima terapi glukokortikoid akan mencapai tinggi badan normal tergantung dari dosis
steroid, lama pemberian dan perancu berupa steroid sex yang mempengaruhi maturasi
tulang. 7
2.6.2 Perawakan pendek proporsional dengan penurunan rasio berat terhadap tinggi badan
Sebagian besar anak dengan gangguan pertumbuhan karena berbagai penakit sistemik,
mayoritas akibat malnutrisi. Anak yang mengalmai defisiensi nutrisi (kelaparan, anoreksia
nervosa, malabsorpsi, diabetes mellitus tipe I yang tidak terkontrol) akan mengalami penurunan
berat badan atau penurunan dari rerata peningkatan berat badan yang lebih terlihat diabndingkan
dengan pertumbuhan linear. Anak tersebut juga mengalami keterlambatan perkembangan seksual
dan maturasi tulang yang proporsional terhadap derajat keparahan malnutrisi atau aktivitas
8
penyakit sistemik. Malnutrisi protein merupakan penyebab tersering dari perawakan pendek.
Perawakan pendek juga dapat dihubungkan dengan malnutrisi dari salah satu nutrient (kalsium,
vitamin), tidak suka makan, ketakutan akan obesitas atau takut kolesterol atau anoreksia nervosa.
Dengan pemberian nutrisi yang cukup, pertumbuhan akan meningkat (catch up growth) walaupun
tinggi badan dewasa dapat terpengaruh jiak malnutrisi yang terjadi berat, terutama pda beberapa
tahun setelah lahir.
Malabsorpsi dan inflammatory bowel disease (IBD) juga perlu dipikirkan sebagai
penyebab dari gangguan pertumbuhan. IBD dapat menyebabkan retardasi mental atau failure to
thrive sebelum gejala gastrointestinal bermanifestasi. Pada anak yang negcleted, memiliki
karakteristik menyerupai anak dengan defisiensi hormon pertumbuhan yang disebut dengan
psychosocial dwarfism yang disebabkan hubungan orang tua dan anak yang terganggu. Bayi dan
anak dapat memiliki perilaku yang khusus (encopresis, kelainan kepribadian). Anak tersebut juga
memiliki respon hormon pituitary yang abnormal saat dilakukan pemeriksaan provokasi.
Kecepatan pertumbuhan lambat dan usia tulang terlambat jika dibandingkan dengan usia
kronologis. Pertumbuhan anak tersbut dapat kembali normal ketika diberikan perbaikan
lingkungan.
Penyakit sistemik kronik dapat mempengaruhi pertumbuhan tergantung dari keparahan dan
manajemen dari penyakit dasar. Penyakit seperti IBD dan seliak dapat mempengaruhi
pertumbuhan beberapa tahun sebelum manifestasi gejala gastrointestinal. Pada penyakit ginjal,
renal tubular acidosis dan diabetes insipidus dapat bermanifestasi dari lahir dan mengalami failure
to thrive. Namun, sebagian besar kegagalan pertumbuhan yang dihubungkan dengan penyakit
kronis (jantung, paru, imun, neurologi) dapat dideteksi secara klinis dan dihubungkan dengan
keadaan penyakit yang mendasari.
2.6.3 Perawakan pendek tidak proporsional dengan gambaran dismorfik: genetik atau
sindrom yang menyebabkan perawakan pendek
Displasia tulang dan sindrom klinis dapat di diagnosa melalui pemeriksaan fisik.
Abnormalitas tersebut termasuk perawakan pendek, dapat terlihat saat lahir atau menjadi jelas saat
masa anak. Displasia tulang dihubungkan dengan pemendekan ekstremitas (akondroplasia) atau
tulang belakang (spondylodysplasia), walaupun beberapa displasi dapat menyebabkan
pemendekan keduanya baik ekstremitas maupun tualgn belakang. Anak dengan pemendekan
9
ekstemitas atau tulang belakang bermanifestasi sebagai perawakan pendek yang tidak proporsional
dan abnormal pada rasio segment U/L menurut usia. Anak dengan displasia tulang, usia tulang
normal atau sesuai dengan usia kronologis. Diagnosis dibuat dengan radiologi walaupun marker
genetik juga dapat mengidentifikasi banyak kondisi penyebab displasia tulang.
Salah satu manifestasi sindrom Turner adalah perawakan pendek sehingga pemeriksaan
kariotip harus dilakukan pada anak perempuan dengan perawakan pendek terutama yang
mengalami keterlambatan pubertas. Gen SHOX hanya muncul 50% dari nilai normal dan sebagian
atau seluruh kromosom X hilang. Gen SHOX penting untuk pertumbuhan, sehingga anak dengan
sindrom Turner pertumbuhannya lambat. Kondisi klinis dari anak tampak normal atau dapat
datang dengan tanda klinis seperti webbed neck, wajah dismorfik, metacarpal pendek, kuku jari
tangan dan kaki yang hyperconvex. Disgenesis gonadal menyebabkan ubertas yang terlambat atau
absen dengan tidak adanya percepatan pertumbuhan saat pubertas dan usia tulang terlambat jiak
dibandingkan usia kronologis.
Gambar 5. Grafik pertumbuhan berat badan dan tinggi badan pada berbagai kondisi dengan
perawakan pendek
10
2.7 Skeletal Survey pada Anak dengan perawakan pendek
Evaluasi radiologi berupa skeletal survey pada anak dengan perawakan pendek diperlukan untuk
mencari adanya displasi tulang
1. Tulang kepala
Radiografi dari tulang kepala dapat mendukung diagnosa. Gambaran klinis seperti
mikrosefal atau makrosefal atau kraniosinostosis dapat dikonfirmasi dengan radiologi.
Ukuran dari fontanel juga penting untuk dicatat karena ukuran tersebut dapat lebih besar
jika terdapat keterlambatan penutupan pada displasia cleidocranial.
2. Tulang belakang dan tulang rusuk
Radiografi dari keseluruhan tulang belakang termasuk cervical dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya scoliosis, kifosis atau lordosis pada lumbar. Lebar dari kanal spinal
juga perlu diukur. Penyempitan progresif dari jarak interpedicular secara kaudal dan
stenosis dari kanal spinal lumbal merupakan indikasi dari achondroplasia atau
hipokondroplasia. Selanjutnya, bentuk dan ukuran dari vertebra juga perlu dievaluasi.
Vertebra yang mendatar merupakan ciri khas dari osteogenesis imperfecta atau displasia
spondyloepiphyseal. Foto thorax juga diperlukan ketika dicurigai terdapat abnormalitas
dari tulang iga. Skapula dan klavikula juga dapat terlihat pada foto.
3. Pelvis
Pelvis menjadi abnormal pada displasia tulang terutama ukuran dan bentuk dari iliaka dan
bentuk osifikasi. Pada beberapa neonatus dengan chondrodistrofi, perlambatan osifikasi
dari tulang pubik dapat terlihat.
4. Tulang panjang
Radiologi dari tulang panjang dilakukan supaya dapat mengukur perbedaan panjang tulang
untuk membedakan rhizomelic, mesomelic atau acromelic. Selain itu, dapat diketahui
kelainan terjadi pada epifisis, metafisis atau diafisis.
5. Tangan dan Kaki
Radiologi tangan kiri dan pergelangan tangan diperlukan untuk menetapkan usia tulang
(bone age). Bentuk dan perkembangan falang dan metacarpal pada radiologi merefleksikan
perkembangan dari tulang tersebut yang berkontribusi terhadap tinggi badan. Radiografi
tangan dan pergelangan tangan penting dilakukan untuk mencari abnormalitas morologi
11
contohnya pada akondroplasia terdapat trident hand. Fusi dari phalanx seperti oligodaktili
atau polidaktili juga perlu dilihat contoh pada sindrom Holt-Oram terdapat sindaktili.
Radiografi dari kaki jarang berkontribusi terhadap diagnosis dari perawakan pendek,
karena sebagian besar abnormalitas terdapat pada tangan dan beberapa variasi normal
osifikasi terjadi pada kaki. Pada pasien dengan perawakan pendek pada radiografi tangan
dan pergelangan untuk mendefiniskan maturasi tulang (bone age), sudah cukup. Skeletal
survey tidak diperlukan karena tidak terdapat abnormalitas pada tulang.
Tidak terdapat panduan untuk analisa radiografi pada perawakan tinggi. Skeletal survey
tidak diperlukan karena displasia tulang yang terjadi pada anak dengan perawakan tinggi sangat
jarang.
Tabel 2. Rekomendasi pemeriksaan skeletal survey pada anak dengan perawakan pendek yang
tidak proporsional.9
Anak perawakan pendek dan perawakan tinggi disebabkan oleh berbagai penyebab.
Pemeriksaan radiologi sering diperlukan untuk penegakan diagnosis, namun belum ada
kesepakatan dalam hal rekomendasi pemeriksaan radiologi pada anak dengan gangguan
pertumbuhan. Pada pasien dengan kecurigaan displasia tulang, skeletal survey dapat dilakukan.
Pada anak dengan perawakan yang tidak proporsional, analisa radiografi pada tangan dan
pergelangan tangan direkomendasikan namun jika terdapat abnormalitas klinis yang disebabkan
12
abnormalitas tulang, skeletal survey diperlukan. Gabungan antara klinis, biokimia dan skeletal
survey dapat mengarahkan pada diagnosis yang tepat dan atau mengarahkan pada pemeriksaan
analisa molekular.
Anamnesis
Sebelum pemeriksaan fisik, anamnesis mengenai onset perawakan pendek merupakan hal
yang penting. Anamnesis yang terarah diperlukan untuk menenetukan diferensial diagnosis. Hal
ini termasuk riwayat prenatal dan panjang badan lahir. Contoh pasien dengna akondroplasia akan
mempunyai perawakan pendek saat lahir sedangkan pseudoakondroplasia memiliki panjang badan
yang normal dengan gagal tumbuh dalam 2 tahun. Displasia tulang dapat dideteksi dengan USG
dan dapat dicari apakah terdapat perbedaan antara ukuran fetal dengan usia gestasional. Riwayat
keluarga dan pedigree juga penting untuk ditanyakan. Jika keluarga memiliki anggota keluarga
13
dengan displasia tulang, hal ini akan membantu dalam mencari penyakit yang diturunkan. Tinggi
badan orang tua juga penting untuk ditanyakan jika anak termasuk perawakan pendek.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang teliti dapat meruncingkan kemungkinan penyakit bahkan sebelum
pemeriksaan radiologi. Parameter pertumbuhan seperti tinggi badan, berat badan dan lingkar
kepala merupakan hal yang penting. Sebagai tambahan, tinggi badan duduk, rasio upper/lower
segment dan arm span penting ketika melakukan evaluasi pada anak dengan perawakan pendek.
Pasien dengan bagian tubuh yang pendek memiliki rasio upper/lower segment yang rendah
sedangkan pasien dengan bagian ekstremitas yang pendek memiliki rasio upper/lower segment
yang meningkat. Perawakan pendek yang tidak proporsional dibagi menjadi pendek bagian tubuh
atau pendek bagian ekstremitas. Pada pendek ekstremitas dibagi menjadi rhizomelia dimana
terdapat pemendekan segmen proksimal (humerus dan femur), mesomelia terdapat pemendekan
segmen medial (radius, ulna, tibia, fibula) dan acromelia terdapat pemendekan segmen distal
(tangan dan kaki).
2.8.1 Achondroplasia
Pada masa bayi, terdapat komplikasi yang dapat terjadi seperti kompresi dari cervicomedullar dari
medulla spinalis sekunder akibat penyempitan dari foramen magnum, kanal servikalis atau
keduanya. Secara klinis, bayi dapat mengalami apnea sentral maupun obstruktif, hypotonia,
keterlambatan motorik atau keringat yang berlebihan dan sering terbangun untuk buang air kecil.
Pada masa anak, dapat terjadi manifestasi kelainan tulang seperti tulang tungkai yang melengkung,
lumbar lordosis dan kontraktur pada fleksi panggul. Infeksi telinga dapat menyebabkan otitis
media kronik dan tuli.
14
Gambar 6. Achondroplasia. Ekstremitas bawah (A,B) menunjukkan pemendekan rhizomelic bilateral. Trident hand
pada gambar C. Gambar D menunjukkan pelvis yang pendek dan lebar, acetabulum horizontal dan iliaka yang
membulat. Gambar E dan F menunjukkan penyempitan jarak interpendikular pada lumbar. Gambar G menunjukkan
pembesaran cranium dengan penyempitan foramen magnum.
2.8.2 Hipokondroplasia
Hipokondroplasia merupakan akondroplasia bentuk ringan karena mutase pada gen yang
mengkode FGF reseptor. Manifestasi pada usia di atas 4 tahun berupa perawakan pendek dan
pemendekan dari ekstremitas. Gambaran tulang belakang dan ekstremitas sama dengan
akondroplasia dengan penyempitan jarak interpendikular pada lumbar tulang belakang. Selain
rhizomelia, mesomelia dapat terjadi.
Tulang kepala, pelvis dan tangan normal. Namun sedikit pembesaran pada tulang kepala dapat
terjadi (makrosefal). Brakidaktili ringan dapat terjadi pada seluruh metacarpal dan phalanx
sedangkan pada akondroplasia hanya pada metacarpal dan proksimal phalang 2 sampai 5 yang
terkena sehingga tidak dijumpai trident hand.
Osteogenesis imperfecta dapat diturunkan secara autosomal dominan atau resesif karena
terdapat mutase pada gen procollagen tipe I yang ditandai dengan penurunan masaa tulang dan
peningkatan risiko kerapuhan tulang. Derajat keparahan bervariasi dari lethal perinatal sampai
pada bentuk lebih ringan dengan fraktur minimal. Manifestasi ekstraskeletal termasuk sklera biru,
dentinogenesis imperfecta dan tuli. OI dibagi menjadi 4, tipe I dengan sklera biru, tipe II dengan
15
tipe perinatal lethal atau kongenital, tipe III deformitas progresif, tipe IV dengan normal sklera.
Risiko kerapuhan tulang meningkat dengan meningkatnya derajat.
Gambar 7. Osteoogenesis Imperfecta Bayi usia 1 bulan menunjukkan osteopenia dengan multipel fraktur pada
ekstremitas. Pada gambar B, pasien lain terdapat fraktur pada kedua femur dengan pembentukan callus. Gambar C
menunjukkan osteopenia dengan vertebra menyerupai “codfish”
Mukopolisakaridosis (MPS) atau kelainan lisosomal terjadi karena enzim lisosomal yang tidak
tersedia sehingga glycosaminoglycan atau mukopolisakarida tidak terdegradasi. Deposisi
sekunder dari glycosaminoglycan menyebabkan wajah yang khas (coarse facies), retardasi mental
dan hepatosplenomegaly. Kelainan tulang pada kelompok ini termasuk abnormalitas dari epifiseal,
metacarpal proksimal yang menunjuk dan “beaking spine”.
Sindrom Hurler diturunkan secara autosomal resesif disebabkan oleh mutasi yang
menyebabkan defisiensi enzim alpha -L-iduronidase. Bayi dengan MPS I terlihat normal saat lahir
dengan gambaran klinis dan radiografik yang baru terlihat usia 2 tahun. Gambaran nonskeletal
pada MPS I termasuk corneal clouding, penyempitan arteri koronaria, fibroelastosis endocardial
dan penyakit jantung valvular.
16
Gambar 8. Sindrom Hurler. Makrosefal dengan pelebran pada sella J-shaped (gambar A), kardiomegali (gambar B)
dan tulang rusuk membentuk paddle (gambar E). Pelebaran diafisis pada humerus yang melandai menuju radius dan
ulna (gambar C). Pada tangan terdapat metacarpal meruncing, osteopenia dan deformitas pada sendi distal
interphalang. Gambar F terdapat hipoplastik L1 dan “beaking” anteroinferior.
Sindrom Morquio’s atau MPS IV disebabkan mutase pada 2 gen, tipe IVA (enzim
galactosamine-6-sulfate sulfatase) dan tipe IVB (enzim beta galactosidase) MPS IV menunjukkan
persamaan dengan MPS I seperti pembesaran tulang kepala, kifosis pada dorsolumbar tulang
belakang dan instabilitas dari atlanto-axial. Gambaran spesifik terharap MPS IV termasuk ukuran
sella normal (tidak seperti MPS I) dan platyspondylyl dengan jarak intervertebral yang tetap atau
meningkat dengan gambaran “central beaking”
17
Gambar 9. Sindrom Morquio. Gambar A dan B menunjukkan platyspondyly dengan jarak intervertebral yang tetap
dan “central beaking”. Gambar C menunjukkan metacarpal yang meruncing. Gambar D terdapat keterlambatan
osifikasi pada femoral, irregular epifisis dan pelebaran metafisis pada femur proksimal dan sekitar sendi lutut.
2.9.1 Rickets
18
Gambar 10. Rickets nutrisional dan fraktur femoral pada anak perempuan usia 3 tahun
a. Tulang kepala menunjukkan penutupan parsial sutura frontal (anak panah).
b. Thoraks menunjukkan ujung tulang rusuk anterior yang melebar dan membulat (lingkaran). Gambaran ini
disebut “rachitic rosary” karena untaian dari iga yang membulat menyerupai mutiara rosari pada pemeriksaan
fisik.
c. Kedua tangan menunjukkan osteopenia, fraktur pada beberapa metacarpal (anak panah tebal) dan metafisis
yang berfragmen pada distal radius dan ulna. A peripheral rim dari tulang yang terbentuk sepanjang metafisis
disebabkan osifikasi membrane.
d. Kedua lutut menunjukkan fraktur pada femur distal kanan (panah hitam), serta terdapat fraktur pada tibia
kanan dan kedua fibula (panah putih bergaris). Metafisis terfragmentasi, pecah dan fraktur (panah putih)
e. Kedua ekstremitas bawah diambil 2 tahun kemudian menunjukkan osteopenia, tibia dan fibula melengkung,
metafisis yang terbelah dan pelebaran dari lempeng pertumbuhan dengan sclerosis dan iregularitas dari
bagian metafisis.
2.9.2 Hypophosphatasia
Hypophosphatasia merupakan kelainan genetik disebabkan mutasi pada gen yang
mengkode alkaline phosphatase pada jaringan menyebabkan akumulasi dari pyrofosfat, inhibitor
dari mineralisasi tulang. Penemuan radiologi tulang dari hypophosphatasia menyerupai rickets dan
osteomalacia. Temuan klinis bervariasi, dan dapat dikategorikan dalam 4 kelompok dengan
19
penurunan derajat morbiditas: perinatal, bayi, anak, dewasa. Pada perinatal, proses mineralisasi
belum berjalan dengan optimal, seluruh segmen tulang belakang tidak dapat terdeteksi pada
radiologi. Pada bayi dan anak, terdapat carinosynostosis; pada anak juga terdapat gambaran lusensi
yang memanjang dari lempeng pertumbuhan ke metafisis. Hasil radiologi tulang menunjukkan
perbaikan setelah pemberian terapi pengganti enzim dengan alfa asfotase
20
Gambar 12. Hypophosphatasia pada anak perempuan usia 6 tahun dengan perawakan pendek.
a. Craniosynostosis menyebabkan brachycephaly (anteroposterior lebih pendek)
b. Ujung tulang rusuk anterior yang melebar dan pseudofraktur pada tulang rusuk ketujuh kanan dan kiri
c. Femur kanan metafafisis ireguler dan lempeng pertumbuhan yang lebar dan pseudofraktur pada sisi medial
dari femoral neck dan distal femur
d. Kedua lutut menunjukkan pelebaran dari lempeng pertumbuhan. tibia dan fibula yang agak melengkung
2.9.3 Hipotiroid
Hipotiroid dikategorikan kongenital dan didapat. Pada hipotiroid kongenital, disertai
dengan abnormalitas pada tulang dan keterlambatan perkembangan. Pada hipotiroid yang didapat,
dapat terjadi setelah operasi atau setelah terapi (terapi radioaktif iodin) atau karena atrofi glandular,
Hashimoto, penyakit infiltrative seperti amyloidosis atau limfoma. Pada anak, terdapat
21
keterlambatan pertumbuhan tulang yang ditandai dengan absen, iregular, fragmentasi dari epifisis
pada distal femoral dan proksimal tibia menyerupai displasia epifisis.
Gambar 13. Anak laki-laki usia 12 tahun dengan perawakan pendek dan keterlambatan perkembangan
a. Proyeksi oblik pada tangan menunjukkan pusat osifikasi pada capitate(panah), hamate (panah), radius
(lingkaran)
b. Lateral Lumbar spine menunjukkan hipoplasi dari corpus vertebra
c. Anteroposterior dari pelvis menunjukkan flaring ringan dari tulang iliaka dan acetabula yang dangkal
22
Gambar 14. Pengumpulan darah yang menyebabkan hiperemis
2.10.2 Neuroblastoma
Keterlibatan tulang pada neuroblastoma terlihat sebagai multipel focus yang disertai
dengan peningkatan aktivitas pada daerah sekitar metastasis. Epifisis tulang tidak terlihat
seperti lempengan namun terlihat globular. Jika neuroblastoma tersebut bersifat destruktif,
metastasis dapat mengalami defisiensi photon menyebabkan area dingin (cold areas)
sehingga gambaran dari tulang menjadi tidak jelas
23
Gambar 16. Perempuan usia 9 bulan dengan metastasis pada distal femoral kanan, 2 bulan kemudian
metastasis terjadi pada kedua distal femoral dan kedua proksimal tibia
2.10.3 Histiositosis
Lesi dapat dideteksi dengan investigasi radiologi merupakan masa atau daerah yang nyeri
pada tulang. Terdapat peningkatan aktivitas pada area yang mengalami litik.
Gambar 17. Histiositosis, anak laki-laki usia 15 tahun dengan nyeri pada skapula kanan
2.10.4 Limfosarkoma
Limfoma dan leukemia merupakan penyakit yang berhubungan dengan gambaran pada
radionuklir yang menyerupai. Lesi terlihat sebagai area dengan peningkatan aktivitas.
Insiden dari radiografi positif lebih tinggi (44%) dibandingkan dengan keganasan yang
telah disebutkan di atas.
24
Gambar 18. Diffuse lymphocytic Lymphoma pada anak laki -laki usia 9 tahun dengan keluhan nyeri
punggung. Skeletal survey hasil normal
A. Lumbal spine terdapat fokal keganasan
B dan C Gambaran tulang kepala menunjukkan abnormalitas pada vertex
25