You are on page 1of 70

aTENAGA KERJA DAN PERLUASAN

KESEMPATAN KERJA
BAB V

TENAGA KERJA DAN PERLUASAN


KESEMPATAN KERJA

A. PENDAHULUAN

Pembangunan ketenagakerjaan dalam rangka menciptakan lapangan kerja dan mengurangi


pengangguran serta pengembangan sumber daya manusia sesuai amanat GBHN 1993 dalam
Repelita VI diarahkan pada pembentukan tenaga kerja profesional yang mandiri dan beretos
kerja tinggi dan produktif. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan upaya menyeluruh dan
ditujukan pada peningkatan, pembentukan dan pengembangan tenaga kerja yang berkualitas,
produktif, efisien, efektif, dan berjiwa wirausaha sehingga mampu mengisi, menciptakan, dan
memperluas lapangan kerja serta kesempatan usaha. Dalam pembangunan ketenaga-
kerjaan diupayakan untuk membina dan mengembangkan perbaikan syarat-syarat kerja
serta perlindungan tenaga kerja dalam sistem hubungan industrial Pancasila menuju kepada
peningkatan

V/3
kesejahteraan tenaga kerja dan didukung oleh organisasi pekerja
dan koperasi tenaga kerja yang dipimpin dan dikelola para pekerja itu
sendiri secara efisien dan efektif dalam memperjuangkan kepentingan
anggotanya.

Dalam Repelita VI diupayakan peningkatan kualitas dan


produktivitas tenaga kerja, perluasan kesempatan kerja, dan
perlindungan terhadap tenaga kerja. Peningkatan kualitas dan
produktivitas tenaga kerja ditujukan pada penciptaan tenaga kerja
profesional, mandiri, beretos kerja tinggi, berjiwa wirausaha, dan
berdaya saing tinggi. Perluasan kesempatan kerja diarahkan pada
penyerapan tambahan angkatan kerja baru, penurunan jumlah
penganggur dan setengah penganggur, transformasi tenaga kerja
dari sektor pertanian ke luar sektor pertanian,. pemerataan kesempatan
kerja antar daerah, dan peningkatan kesempatan kerja bagi berbagai
lapisan masyarakat. Perlindungan tenaga kerja ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja, kondisi dan keselamatan
kerja, serta pemantapan hubungan industrial Pancasila (HIP) yang serasi
dan dinamis.

Pembangunan nasional telah berhasil menciptakan dan memperluas


kesempatan kerja, baik jumlah maupun mutu. Selama periode 1993-1996
terlihat bahwa pertambahan angkatan kerja telah dapat
diikuti oleh perluasan kesempatan kerja. Jumlah angkatan kerja
meningkat dari 81,0 juta orang pada tahun 1993 menjadi 88,2 juta orang
pada tahun 1996, atau bertambah sebesar 7,2 juta orang. Pada periode
yang sama, jumlah pekerja yaitu angkatan kerja yang bekerja, meningkat
dari 77,0 juta orang menjadi 83,9 juta orang, atau bertambah
sebesar 6,9 juta orang. Dengan demikian, pada tahun 1993 terdapat 3,9
juta orang penganggur, atau sekitar 4,8 persen, dan pada tahun 1996
terdapat

V/4
4,3 juta orang penganggur atau sekitar 4,9 persen. Pada kurun waktu tersebut, jumlah setengah penganggur yaitu mereka yang bekerja kurang dari
35 jam per minggu, menunjukkan penurunan yaitu dari 43,7 persen pada tahun 1993 menjadi 38,0 persen pada tahun 1996.

Upaya peningkatan produktivitas tenaga kerja dilaksanakan melalui berbagai pelatihan antara lain pelatihan di bidang manajemen bagi
tenaga kerja di usaha kecil, menengah, koperasi, dan lembaga mandiri yang mengakar di masyarakat. Selama empat tahun Repelita VI (1994/95-
1997/98), telah dilaksanakan pelatihan di balai pengembangan produktivitas daerah (BPPD) dalam bidang manajemen bagi 51,6 ribu orang.
Pelatihan ini ditekankan pada pembentukan kader-kader produktivitas dalam rangka meningkat- kan pemasyarakatan produktivitas.

Dengan makin tingginya tingkat pendidikan sumber daya manusia Indonesia, salah satu masalah yang dihadapi di bidang ketenagakerjaan adalah
pembinaan dan pendayagunaan tenaga kerja terdidik, baik sarjana maupun non sarjana. Selama empat tahun Repelita VI, telah
dilaksanakan pendayagunaan dan pembinaan tenaga kerja terdidik, sebanyak 17,8 ribu orang. Tenaga kerja terdidik ini diarahkan untuk menjadi
kader-kader wirausaha sebagai tenaga kerja mandiri profesional (TKMP).

Dalam rangka pemerataan kesempatan kerja antar daerah, selama empat tahun Repelita VI dilakukan kegiatan penyaluran tenaga kerja
melalui mekanisme antar kerja lokal (AKL) dan antar kerja antar daerah (AKAD), masing-masing sebanyak 1.616,0 ribu orang dan 202,0 ribu
orang. Dengan demikian, jumlah penyaluran tenaga kerja tersebut telah melampaui sasaran Repelita

V/5
VI, yaitu sebanyak 1.200,0 ribu orang. Untuk memanfaatkan peluang kerja di luar negeri, dilakukan penempatan tenaga kerja terampil melalui
mekanisme antar kerja antar negara (AKAN) yang kini bernama ekspor jasa tenaga kerja (EJTK) Indonesia sebanyak 964,4 ribu orang, dengan
perolehan devisa sebesar US $ 3,5 milyar. Jumlah penyaluran tenaga kerja melalui EJTK tersebut, rata-rata setiap tahunnya meningkat bila
dibandingkan dengan tahun 1993/94 yang baru mencapai 160,0 ribu orang.

Peningkatan kualitas dan profesionalisme tenaga kerja dilaksanakan melalui pelatihan keterampilan di balai-balai latihan kerja (BLK) dan kursus-
kursus latihan kerja (KLK). Selama empat tahun Repelita VI, telah dilaksanakan pelatihan di berbagai bidang kejuruan sebanyak 272,2 ribu orang
tenaga kerja, yang telah melampaui sasaran Repelita VI, yaitu sebanyak 250,0 ribu orang. Dari jumlah tersebut, pelatihan di bidang industri telah
diikuti oleh sebanyak 122,9 ribu orang, pelatihan di bidang pertanian oleh sebanyak 8,8 ribu orang, dan pelatihan melalui mobile training unit (MTU)
oleh sebanyak 140,5 ribu orang. Sejak Repelita VI, pelatihan ditekankan pada peningkatan kualitas tenaga kerja dengan memperpanjang rentang
waktu pelaksanaan dari 3 bulan menjadi 6 – 9 bulan, dan target kelompok untuk setiap kejuruan di perkecil dari 20 orang menjadi 16
orang.

Upaya peningkatan kesejahteraan tenaga kerja melalui pengembangan HIP dilaksanakan dengan memantapkan fungsi lembaga ketenagakerjaan
terutama Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), serta lembaga kerja lama (LKS) bipartit dan LKS tripartit. Sampai dengan tahun keempat
Repelita VI, SPSI sebagai wadah pekerja Indonesia terus berkembang, yaitu dari 10.360 unit kerja pada tahun 1993/94 meningkat menjadi 12.839
unit kerja

V/6
pada tahun 1997/98. LKS Bipartit sebagai wahana konsultasi antara pekerja dan pengusaha, juga berkembang dari 3.898 buah pada tahun 1993/94
menjadi 6.813 buah pada tahun 1997/98. Hal ini berarti telah melampaui sasaran pembentukan LKS bipartit sampai akhir Repelita VI, yaitu sebanyak
5.000 buah. LKS Tripartit sebagai wahana konsultasi dan komunikasi antara pekerja, pengusaha dan pemerintah, telah terbentuk di seluruh
daerah tingkat I dan di 239 daerah tingkat II.

Peningkatan kesejahteraan tenaga kerja diupayakan melalui penetapan upah minimum regional (UMR) yang ditinjau secara berkala menuju pada
tingkat kebutuhan hidup minimum (KHM). Selama Repelita VI, UMR telah menunjukkan peningkatan yang berarti. Pada tahun 1993, rata-rata UMR
dari 27 propinsi adalah sebesar Rp 2.393,- per hari, atau sekitar 77,0 persen dari nilai kebutuhan fisik minimum (KFM) dan pada tahun 1997 meningkat
menjadi Rp 4.512,- atau telah mencapai sekitar 95,3 persen dari nilai KHM. Peningkatan UMR ini hampir mencapai sasaran Repelita VI,
yaitu setara dengan nilai KHM. Upaya peningkatan kesejahteraan pekerja, ditempuh pula melalui penerapan UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Sampai dengan tahun 1997, peserta Jamsostek terus meningkat menjadi 12.249,4 ribu orang tenaga kerja pada 74,2
ribu perusahaan, dibanding pada tahun 1993 yang baru mencapai 6.504,2 ribu orang tenaga kerja pada 47,3 ribu perusahaan. Upaya
perlindungan dan peningkatan kesejahteraan tenaga kerja tersebut, didukung oleh landasan hukum yang kuat melalui UU. No. 25 Tahun 1997
tentang Ketenagakerjaan.

Secara keseluruhan, dalam Repelita VI pembangunan nasional telah menciptakan dan memperluas lapangan kerja dalam

V/7
jumlah yang memadai dan mutu yang semakin meningkat, meskipun masih dihadapi masalah pengangguran
dan setengah pengangguran yang belum terpecahkan, termasuk sebagai akibat krisis moneter dan dampak
bencana alam kekeringan yang berkepanjangan.

Krisis moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997/98, telah menurunkan berbagai aktivitas ekonomi
dan menyebabkan beberapa perusahaan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Pada awal
tahun 1998, pekerja yang telah kehilangan pekerjaan diperkirakan sebesar 68,9 ribu orang yang tersebar di 16
propinsi, dan sebagian besar lagi masih dalam proses PHK serta rencana dirumahkan. Sementara angkatan kerja
baru yang masuk pasar kerja terus bertambah, sehingga diperkirakan sampai akhir tahun 1998 jumlah
penganggur akan mencapai 8,7 juta orang.

B. SASARAN, KEBIJAKSANAAN, DAN PROGRAM


REPELITA VI

Sasaran perluasan lapangan kerja diarahkan untuk menyerap tambahan angkatan kerja baru dan pencari
kerja yang belum memperoleh kesempatan kerja. Dalam Repelita VI, tambahan angkatan kerja baru diperkirakan
sebesar 12,6 juta orang. Dengan laju pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas angkatan kerja,
kesempatan kerja akan bertambah sebesar 11,9 juta orang yang tersebar dalam beberapa sektor ekonomi.
Pertambahan kesempatan kerja di sektor pertanian termasuk kehutanan, peternakan, dan perikanan diperkirakan
sebesar 1,9 juta orang, di sektor industri pengolahan sebesar 3,0 juta orang, sektor perdagangan besar,
eceran, rumah makan, hotel dan restauran

V/8
sebesar 2,2 juta orang dan sektor lainnya sebesar 2,5 juta orang. Dengan demikian, tingkat pengangguran
terbuka yang pada tahun 1990 sebesar 3,2 persen akan dapat diturunkan menjadi sebesar 0,8 persen atau sekitar
0,7 juta orang pada tahun 1998. Jumlah pengangguran tersebut terdiri dari antara lain, tenaga kerja keluaran
sistem pendidikan dan pelatihan yang baru memasuki pasar kerja dan mencari pekerjaan yang lebih sesuai
serta angkatan kerja yang pindah pekerjaan.

Untuk mendukung tercapainya sasaran penciptaan lapangan kerja dengan jumlah dan mutu yang meningkat
di berbagai bidang dan sektor pembangunan ditempuh serangkaian kebijaksanaan pembangunan
ketenagakerjaan, yang meliputi: (a) pembinaan iklim bagi perluasan lapangan kerja, peningkatan efisiensi, dan
produktivitas, antara lain melalui penciptaan iklim usaha yang sehat dan dinamis, peningkatan kualitas sumber
daya manusia melalui peningkatan pelatihan produktivitas, penciptaan iklim produktivitas di masyarakat
melalui peningkatan fungsi kelembagaan produktivitas; (b) pendayagunaan tenaga kerja produktif, melalui
program khusus bagi kelompok angkatan kerja tertentu, seperti tenaga kerja terdidik, penganggur dan setengah
penganggur; (c) peningkatan kualitas tenaga kerja antara lain melalui pelatihan keterampilan dengan
mengupayakan adanya kemitraan pelatihan tenaga kerja antara penyelenggara dan pengguna tenaga kerja, serta
pengembangan kelembagaan pelatihan; dan (d) pengembangan kesejahteraan tenaga kerja melalui penciptaan
hubungan industrial Pancasila yang serasi dan didukung oleh perbaikan syarat kerja dan perlindungan tenaga
kerja, termasuk tenaga kerja wanita dan anak yang terpaksa bekerja.

V/9
Berdasarkan sasaran dan kebijaksanaan pembangunan ketenagakerjaan seperti dikemukakan di atas, ditempuh serangkaian program
pembangunan ketenagakerjaan yang mencakup dua kelompok program, yaitu program pokok dan penunjang. Program pokok meliputi program
pembinaan dan pengembangan kesempatan kerja dan produktivitas, program pendayagunaan dan penyebaran tenaga kerja, program pelatihan
dan peningkatan keterampilan tenaga kerja, serta program pembinaan hubungan industrial dan perlindungan tenaga kerja. Program penunjang terdiri
dari program pendidikan, pelatihan dan penyuluhan ketenagakerjaan, dan program penelitian dan pengembangan ketenagakerjaan.

C. PELAKSANAAN DAN HASIL PEMBANGUNAN


SAMPAI DENGAN TAHUN KEEMPAT REPELITA VI

Sampai dengan tahun keempat Repelita VI, pembangunan ketenagakerjaan telah berhasil menciptakan dan memperluas kesempatan kerja baik
dalam jumlah maupun mutu. Selama periode 1993-1996, pertumbuhan ekonomi telah berhasil menciptakan kesempatan kerja bagi angkatan kerja
yang baru masuk pasar kerja. Selama periode tersebut, angkatan kerja meningkat dari 81,0 juta orang pada tahun 1993 menjadi 88,2 juta orang pada
tahun 1996. Di lain pihak, jumlah pekerja yaitu angkatan kerja yang bekerja, meningkat dari 77,0 juta orang menjadi 83,9 juta orang atau
bertambah sebesar 6,9 juta orang (Tabel V-1). Dengan demikian, tambahan kesempatan kerja tersebut, baru mencapai sebesar 58,0 persen dari
sasaran Repelita VI, yaitu sebesar 11,9 juta orang.

V/10
Perluasan kesempatan kerja telah diikuti dengan transformasi tenaga kerja yang ditandai dengan semakin besarnya proporsi pekerja di sektor
industri pengolahan, yaitu dari 5,4 persen pada tahun 1993, meningkat menjadi 12,6 persen pada tahun 1996. Pada periode yang sama, proporsi pekerja
formal yaitu mereka yang berusaha dengan buruh tetap dan buruh/karyawan, meningkat dari 32,3 persen menjadi 35,6 persen. Demikian juga proporsi
pekerja wani

ta meningkat dari 38,5 persen menjadi 40,5 persen. Kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan telah meningkatkan kualitas rata-rata
pekerja. Perubahan ini ditandai dengan semakin besarnya proporsi pekerja yang berpendidikan. Pada tahun 1993, proporsi pekerja tamatan
sekolah dasar (SD) ke atas adalah 63,5 persen dan pada tahun 1996 meningkat menjadi 70,2 persen. Penyebaran kesempatan kerja menurut
daerah sudah semakin merata, ditunjukkan dengan semakin menurunnya angkatan kerja yang bekerja di Pulau Jawa, yaitu dari 60,4 persen
pada tahun 1993 menjadi 59,5 persen pada tahun 1996. Pada kurun waktu yang sama, proporsi angkatan kerja yang bekerja di Kawasan Barat
Indonesia juga telah menurun dari 82,1 persen menjadi 81,5 persen.

Berbagai perubahan dalam struktur ketenagakerjaan tersebut telah meningkatkan produktivitas tenaga kerja Indonesia, sehingga sumbangannya
terhadap pembangunan lebih besar dan lebih bermutu. Diantaranya adalah ditunjukkan oleh kemampuan mereka menghasilkan produksi barang dan
jasa, yang ditandai dengan meningkatnya rata-rata produktivitas per pekerja dari Rp 4.280,4 ribu pada tahun 1993 menjadi Rp 4.939,4 ribu pada
tahun 1996, menurut harga konstan tahun 1993.

V/11
Pelaksanaan dan hasil pembangunan sampai dengan tahun keempat Repelita VI yang diselenggarakan
melalui program pokok dan program penunjang di sektor ketenagakerjaan secara garis besar
adalah sebagai berikut:

1. Program Pokok

a. Program Pembinaan dan Pengembangan


Kesempatan Kerja dan Produktivitas

Program pembinaan dan pengembangan kesempatan kerja dan produktivitas bertujuan untuk
mendorong, memasyarakatkan dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja terutama di usaha kecil,
menengah, koperasi dan lembaga mandiri yang mengakar di masyarakat. Program tersebut diarahkan pada
upaya peningkatan mutu tenaga kerja, yang dilaksanakan melalui pengembangan produktivitas dan
pembinaan lembaga produktivitas, Pengembangan produktivitas ditempuh dengan penyebaran
informasi produktivitas, pengembangan model desa produktif, pengukuran produktivitas, dan pelatihan
manajemen serta kader produktivitas. Pembinaan lembaga produktivitas dilaksanakan melalui
penerapan manajemen konsultansi, pembentukan unit produktivitas, dan pembentukan kelembagaan
produktivitas nasional.

1) Pengembangan Produktivitas

Pengembangan produktivitas bertujuan untuk menciptakan iklim dan membudayakan produktivitas di


masyarakat, yang dapat mendorong upaya-upaya peningkatan dan pengembangan produktivitas. Kegiatannya
mencakup pelatihan dan pengukuran

V/12
tingkat produktivitas, penyebaran informasi produktivitas melalui kampanye dan penyuluhan di perusahaan kecil dan menengah serta pemberian
penghargaan bagi perusahaan yang berhasil meningkatkan produktivitas. Selain itu, juga disusun pengembangan pola peningkatan usaha
produktif, terutama untuk pengembangan kewirausahaan.

Dalam rangka meningkatkan kualitas, efisiensi, dan produktivitas tenaga kerja, serta manajemen perusahaan yang melibatkan pekerja dalam
pengambilan keputusan, diselenggarakan berbagai pelatihan manajemen dan usaha mandiri sektor informal di balai pengembangan produktivitas
daerah (BPPD). Selama empat tahun Repelita VI, dilaksanakan pelatihan yang diikuti oleh 51.575 orang, diantaranya sebanyak 15.650 orang
diarahkan menjadi kader produktivitas yang dapat membantu peningkatan dan penyebarluasan produktivitas. Selain itu, juga dilakukan
penyuluhan produktivitas di 1.620 perusahaan dan pengukuran produktivitas di 861 perusahaan kecil dan menengah. Pada periode yang sama,
dilakukan uji coba model pengembangan desa produktif di 27 propinsi yang kegiatannya mencakup pengukuran dan penelitian di 568 desa
bercorak persawahan, perkebunan, industri kecil, kerajinan rakyat, perdagangan, dan jasa. Pada tahun 1998/99, direncanakan akan dilakukan kegiatan
pelatihan manajemen dan kader produktivitas bagi 14.500 orang, pengukuran produktivitas di 405 perusahaan kecil dan menengah, serta
pembinaan dan uji coba pengembangan desa produktif di 108 desa.

Untuk memasyarakatkan dan mendorong produktivitas, diberikan penghargaan kepada perusahaan yang berprestasi dan berhasil dalam
menerapkan konsep produktivitas dalam rangka pengembangan usahanya. Penghargaan untuk tingkat nasional

V/13
diberi nama "Paramakarya" dan untuk tingkat propinsi "Siddhakarya ", yang dilakukan dua tahun sekali
secara berselang waktu. Selama. empat tahun pelaksanaan Repelita VI, telah diberikan penghargaan kepada
46 perusahaan di tingkat nasional dan 969 perusahaan di tingkat propinsi, sehingga secara
keseluruhan berjumlah 1.015 perusahaan.

Dalam rangka mengatasi masalah pengangguran akibat krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1997,
maka pada tahun 1998/99 akan dilaksanakan upaya pengembangan motivasi berusaha (achievement motivation
training) dan manajemen usaha. Selain itu, dilakukan bimbingan konsultansi bisnis guna peningkatan kualitas
kemampuan manajerial, terutama bagi pengangguran tenaga terampil yang mengalami pemutusan hubungan
kerja (PHK).

2) Pembinaan Lembaga Produktivitas

Pembinaan lembaga produktivitas dimaksudkan untuk mengembangkan dan meningkatkan pelayanan bagi
usaha kecil dan menengah serta diarahkan pada upaya pengembangan kewirausahaan yang dapat
menciptakan lapangan kerja produktif. Pelayanan diberikan melalui pembinaan manajemen perusahaan
dan pembentukan unit produktivitas di setiap sektor dan kegiatan usaha. Selama empat tahun Repelita VI,
dilaksanakan kegiatan konsultansi manajemen pada 3.715 perusahaan menengah, dan pembentukan unit
produktivitas di 1.897 perusahaan kecil dan menengah. Pada tahun 1998/99, direncanakan akan dilakukan
pengembangan kewirausahaan yang dapat menciptakan lapangan kerja produktif melalui pembinaan dan
konsultansi manajemen bagi 1.500 orang pengusaha kecil dan menengah. Selain itu, dalam

V/14
rangka menciptakan jaringan pelayanan produktivitas di perusahaan akan dibentuk dan dikembangkan 600 unit pelayanan produktivitas
masyarakat.

Untuk menyatubahasakan upaya peningkatan produktivitas di masyarakat perlu adanya lembaga yang mampu mengkoordinasikan dan
menggerakkan peningkatan produktivitas secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan dengan melibatkan, baik unsur pemerintah maupun
swasta. Lembaga produktivitas tersebut dimaksudkan untuk membangun jaringan pelayanan dan pembinaan yang berkaitan dengan perumusan konsep
dan kebijaksanaan produktivitas serta pelaksanaannya bagi kepentingan nasional. Sampai saat ini, upaya pembentukan lembaga tersebut dalam tahap
penyelesaian.

b. Program Pendayagunaan dan Penyebaran Tenaga Kerja

Program pendayagunaan dan penyebaran tenaga kerja yang merupakan salah satu usaha perluasan lapangan kerja produktif dan pendayagunaan
potensi tenaga kerja, bertujuan untuk menyerap tambahan angkatan kerja baru, mengurangi pengangguran dan setengah pengangguran, terutama di
daerah perdesaan. Program ini dilaksanakan melalui penyusunan perencanaan tenaga kerja, pembinaan dan pendayagunaan tenaga kerja mandiri
profesional, pemerataan kesempatan kerja antar daerah, ekspor jasa tenaga kerja, penerapan dan penyebaran teknologi padat karya, dan
pengindonesiaan tenaga kerja warga negara asing pendatang.

V/15
1) Perencanaan Tenaga Kerja

Perencanaan tenaga kerja pada hakekatnya merupakan upaya mempertemukan penyediaan dan kebutuhan tenaga kerja, baik antarsektor, antar
daerah, maupun antar negara. Pada tahun 1996 telah disusun perencanaan tenaga kerja nasional dan daerah (PTKN dan PTKD), yang dalam proses
penyusunannya melibatkan seluruh instansi sektoral baik di pusat maupun di daerah, termasuk Bappeda dan Universitas. Penyusunan perencanaan
tenaga kerja ini menggunakan informasi ketenagakerjaan, baik dari publikasi Biro Pusat Statistik (BPS) maupun sumber-sumber lainnya. Informasi
tersebut meliputi informasi persediaan dan kebutuhan tenaga kerja, baik kuantitas maupun kualitas, informasi mengenai perlindungan dan
pengawasan tenaga kerja, kebutuhan pelatihan, penempatan tenaga kerja keluar negeri, dan tenaga kerja asing yang bekerja di dalam negeri.

Untuk menunjang arus informasi ketenagakerjaan tersebut dikembangkan sistem informasi dan bursa kerja terpadu. Selain itu juga disusun dan
disebarluaskan informasi ketenagakerjaan yang memuat keadaaan pasar kerja, jumlah pencari kerja, serta permintaan dan penempatan tenaga
kerja. Jumlah tenaga kerja yang mendaftar, permintaan terhadap tenaga kerja, dan tenaga kerja yang berhasil ditempatkan cukup bervariasi dari tahun
ke tahun. Pada tahun 1993/94 tenaga kerja yang mendaftar mencapai 3.543,1 ribu orang dan jumlah permintaan sebanyak 373,3 ribu orang. Dari
jumlah ini berhasil ditempatkan sebanyak 360,7 ribu orang, sedangkan yang tergolong dihapuskan, yaitu pendaftar yang setelah 6 bulan belum
ditempatkan dan tidak memperbaharui pendaftarannya ada sebanyak 730,5 ribu orang. Dengan demikian, terdapat sisa pendaftar sebanyak
2.451,9 ribu orang. Pada tahun

V/16
1997/98, jumlah pendaftar mencapai 3.282,2 ribu orang dan jumlah permintaan sebanyak 345,7 ribu orang. Dari jumlah ini berhasil ditempatkan
sebanyak 293,2 ribu orang, sedangkan penghapusan sebanyak 411,6 ribu orang, sehingga masih terdapat sisa pendaftar sebanyak 2.577,3 ribu orang
(Tabel V-2). Pada tahun 1998/99 sebagai tahun terakhir Repelita VI, perencanaan tenaga kerja terus ditingkatkan dan dikembangkan antara lain
melalui penyempurnaan PTKN dan PTKD, pemantauan serta analisis kesempatan kerja sektoral dan daerah.

2) Tenaga Kerja Mandiri Profesional

Pembinaan dan pendayagunaan tenaga kerja mandiri profesional (TKMP) merupakan upaya penciptaan lapangan kerja dan
pendayagunaan tenaga kerja terdidik agar menjadi tenaga kerja mandiri dan pengusaha pemula. TKMP bertujuan untuk menumbuhkembangkan kader-
kader wirausaha bagi tenaga kerja lulusan perguruan tinggi (sarjana) maupun tenaga terdidik lainnya yang mempunyai motivasi dan minat untuk
menjadi wirausaha. Kegiatan ini dilaksanakan melalui kerjasama dengan perguruan tinggi, pusat inkubasi bisnis usaha kecil (PINBUK), penempatan
di unit-unit ekonomi produktif, dan penempatan di daerah perdesaan tertinggal, serta kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Selama empat tahun pelaksanaan Repelita VI telah dilakukan pembinaan terhadap 4.395 ribu orang TKMP sebagai pengusaha pemula melalui
kerjasama dengan 27 perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Jumlah yang dibina dan cakupan kerjasama dengan perguruan tinggi ini terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Melalui kerjasama dengan PINBUK, yang baru dimulai pada

V/17
tahun 1996/97, telah ditempatkan 2.520 orang TKMP sebagai pengelola balai usaha mandiri terpadu (BMT).

Penempatan TKMP di unit-unit ekonomi produktif antara lain adalah sebagai motivator dan konsultan manajemen koperasi/KUD, pemandu
wirausaha dan motivator di lembaga ketahanan masyarakat desa (LKMD), tenaga penyuluh dan tenaga teknis di sektor pembangunan yang
membutuhkan, seperti penyuluh hukum, penyuluh dan motivator keluarga berencana, dan berbagai tugas di daerah transmigrasi. Selma empat tahun
Repelita VI, telah ditempatkan 3.060 orang TKMP di unit-unit ekonomi produktif.

Untuk mendukung program pengentasan kemiskinan, khususnya masyarakat di perdesaan tertinggal, ditempatkan 1.362 orang TKMP sebagai
tenaga pendamping kelompok masyarakat, antara lain untuk membantu mengelola dana bergulir yang disalurkan sebagai bantuan permodalan
guna meningkatkan usahanya. Dalam rangka mendampingi tenaga sukarela luar negeri ditempatkan sebanyak 88 orang TKMP pendamping.
Pembinaan dan pendayagunaan tenaga terdidik lulusan SMTA dan lulusan non gelar (D-I) terutama yang berlatar belakang sebagai pekerja
keluarga, dilaksanakan bekerja sama dengan LSM bagi 6.402 orang.

Dengan demikian secara keseluruhan, selama empat tahun Repelita VI telah dilaksanakan pembinaan dan pendayagunaan tenaga kerja terdidik
sebagai TKMP sebanyak 17.827 orang, yang jumlahnya setiap tahun cenderung meningkat bila dibandingkan dengan tahun 1993/94, yaitu sebanyak
2.730 orang sebagai TKST (Tabel V-3). Pada tahun 1998/99, kegiatan ini akan terus ditingkatkan dengan mendayagunakan sekitar 8.000 orang
tenaga

V/18
kerja terdidik sebagai TKMP. Selain itu, dilaksanakan pembinaan lanjutan TKMP tahun 1997/98 sebanyak 3.330 orang.

Dalam rangka menanggulangi pengangguran tenaga terampil akibat PHK, maka pada tahun 1998/99 akan dilaksanakan kegiatan penciptaan
lapangan kerja dan lapangan usaha melalui pembentukan wirausaha baru, baik secara individu maupun kelompok sesuai dengan latar
belakang dan keahliannya. Kegiatan ini dilaksanakan melalui pelatihan, pemagangan, bimbingan, dan pembinaan dalam pengembangan usaha. Para
penganggur terampil tersebut akan ditempatkan/magang di perusahaan-perusahaan yang membutuhkan dan pada unit-unit ekonomi produktif, seperti
KUD, KSU, Kopinkra, Kopkar, Kopontren, dan BMT.

3) Pemerataan Kesempatan Kerja Antar daerah

Dalam rangka meningkatkan pemerataan kesempatan kerja antar daerah dilaksanakan kegiatan penyaluran tenaga kerja melalui mekanisme AKL
dan AKAD. Tenaga kerja yang ditempatkan ini dipersiapkan sebagai tenaga terampil dalam berbagai kegiatan. Selama lima tahun terakhir, telah
disalurkan melalui mekanisme AKL sebanyak 1.850,3 ribu orang tenaga kerja, yaitu 234,3 ribu orang pada tahun 1993/94 dan 1.616,0 ribu orang
selama empat tahun Repelita VI. Tenaga kerja tersebut ditempatkan secara langsung di berbagai perusahaan, pengelola hutan tanaman industri
(HTI), dan penanganan lahan kritis. Melalui mekanisme AKAD, telah ditempatkan sebanyak 257,9 ribu orang tenaga kerja, yaitu 55,9 ribu orang
pada tahun 1993/94 dan 202,0 ribu orang selama empat tahun pelaksanaan Repelita VI di berbagai perusahaan, perkebunan inti rakyat, dan daerah
transmigrasi (Tabel V-4). Di a nt ar a nya, s e ba nya k 1. 085 or a ng me r upa ka n pe nem pa ta n

V/19
pemuda Timor Timur pada perusahaan di 11 propinsi yang dilaksanakan pada tahun 1996/97 dan 1997/98.

Dengan demikian secara keseluruhan, jumlah tenaga kerja yang telah disalurkan melalui mekanisme AKL dan AKAD selama empat tahun
Repelita VI adalah sebanyak 1.818,0 ribu orang. Apabila dibandingkan dengan sasaran yang ingin dicapai, jumlah tersebut telah melampaui sasaran
Repelita VI, yaitu sebanyak 1.200,0 ribu orang. Keberhasilan dalam mencapai sasaran tersebut didukung oleh peran serta pihak pengguna tenaga kerja.
Selanjutnya, pada tahun 1998/99, direncanakan akan dilaksanakan penyaluran tenaga kerja sekitar 250,0 ribu orang melalui mekanisme AKL dan
50,0 ribu orang melalui mekanisme AKAD.

4) Ekspor Jasa Tenaga Kerja

Dalam rangka mengurangi pengangguran dan mengisi kesempatan kerja di luar negeri diupayakan penyaluran tenaga kerja melalui kegiatan
ekspor jasa tenaga kerja dengan meningkatkan jumlah tenaga terampil dan diarahkan ke sektor formal. Mekanisme penyaluran terus
disempurnakan antara lain melalui pembinaan dan bimbingan yang lebih ketat bagi perusahaan yang melaksanakan pengiriman tenaga kerja ke
luar negeri. Pembinaan dan bimbingan ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan perlindungan tenaga kerja dan menghindari terjadinya
pengiriman secara tidak sah yang dapat merugikan baik bagi pekerja itu sendiri maupun nama baik bangsa dan negara.

Selama lima tahun terakhir, telah dilaksanakan penyaluran tenaga kerja ke luar negeri melalui kegiatan ekspor jasa tenaga sebanyak 1.124,4
ribu orang, yang terdiri dari 160,0 ribu orang

V/20
pada tahun 1993/94 dan 964,4 ribu orang selama empat tahun Repelita VI, yang tersebar di berbagai bidang seperti perkebunan, angkutan, listrik
dan elektronika, pelayanan kesehatan, perhotelan, industri pengolahan, perminyakan, dan pertambangan (Tabel V-4). Sebagian besar tenaga kerja
tersebut dikirim ke negara-negara Timur Tengah, dan yang lainnya ke Malaysia, Brunei, Singapura, Taiwan, Korea Selatan, dan beberapa
negara di Eropa serta Amerika. Apabila dibandingkan dengan sasaran Repelita VI, maka jumlah penyaluran tenaga kerja selama empat tahun
Repelita VI telah mencapai sebesar 77,2 persen dari sasaran 1.250,0 ribu orang. Penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri tersebut, telah
mendatangkan devisa bagi negara sebanyak US $ 3,5 milyar. Pada tahun 1998/99, kegiatan ini terns dilanjutkan dengan pengiriman jumlah tenaga kerja
terampil untuk mengisi. lapangan usaha formal sekitar 260,0 ribu orang.

5) Teknologi Padat Karya

Penerapan dan penyebaran teknologi padat karya (TPK) ditujukan bagi perluasan lapangan kerja dan pendayagunaan tenaga kerja yang
berpendidikan rendah, serta untuk memperkuat usaha kecil dan usaha kerajinan industri rumah tangga di perdesaan. Jenis teknologi yang
disebarluaskan merupakan teknologi yang sesuai dan dibutuhkan oleh masyarakat untuk meningkatkan jumlah dan jenis barang serta jasa yang
dihasilkan. Selama empat tahun pelaksanaan Repelita VI, dikembangkan sebanyak 95 jenis TPK yang tersebar di seluruh propinsi. Penerapan dan
penyebaran TPK dilakukan dengan pembentukan kader-kader melalui kelompok kelompok usaha yang mencakup sejumlah 37,4 ribu orang tenaga kerja.
Selain itu, dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di perdesaan juga dilaksanakan penerapan TPK mikrohidro di 20

V/21
lokasi yang tersebar di 10 propinsi, dan TPK tenaga surya di 3 propinsi.

Pada tahun 1998/99, kegiatan ini lebih ditekankan dalam rangka penciptaan lapangan kerja produktif dengan sistem padat karya, yaitu padat
karya kehutanan, padat karya perkotaan dan padat karya perdesaan, terutama bagi tenaga penganggur dan setengah penganggur yang
berpendidikan rendah di daerah-daerah yang terkena bencana alam kekeringan dan kebakaran hutan, serta daerah industri atau sekitarnya yang banyak
melakukan PHK. Jenis kegiatan yang dapat dilaksanakan antara lain rehabilitasi hutan dan tanah kritis, serta pembangunan atau rehabilitasi sarana dan
prasarana sosial ekonomi yang dibutuhkan untuk kegiatan produktif atau pengembangan usaha, seperti pembuatan embung/dam penahan air,
penanaman bibit unggul tanaman kehutanan, perkebunan/buah-buahan, penyebaran bibit unggul padi dan palawija, penataan dan pembersihan
lingkungan.

6) Pengindonesiaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang

Dalam rangka memperluas lapangan kerja dan meningkatkan profesionalisme tenaga kerja Indonesia, dilakukan pengendalian ijin kerja bagi
tenaga kerja warga negara asing pendatang (TKWNAP). Pengendalian ijin kerja tersebut dilakukan dengan menyempurnakan daftar jabatan tertutup,
terbuka untuk sementara waktu, dan masih terbuka bagi tenaga kerja asing sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu untuk
pengambil alihan berbagai jabatan dari TKA tersebut kepada tenaga kerja Indonesia dilaksanakan antara lain pelatihan-pelatihan di perusahaan yang
banyak mempekerjakan tenaga kerja asing.

V/22
Dari tahun 1993/94 sampai dengan tahun 1996/97, tidak ada perubahan peraturan pengendalian terhadap masuknya TKWNAP ke
Indonesia. Namun sejak tahun keempat Repelita VI, pengendalian ini mulai dikurangi sejalan dengan liberalisasi ekonomi, terutama terhadap
jenis jabatan yang tertutup. Pada tahun 1993/94, terdapat sebanyak 1.841 jenis jabatan tertutup, dan pada tahun 1997/98 telah berkurang menjadi 1.678
jenis. Jenis jabatan yang di ijin kan untuk waktu tertentu, terbuka untuk sementara, dan dibatasi, juga menurun, yaitu masing-masing dari 3.089
jenis, 223 jenis, dan 5.153 jenis pada tahun 1993/94 menjadi 3.088 jenis, 211 jenis, dan 4.977 jenis pada tahun 1997/98. Namun, pada periode yang
sama, jumlah lapangan usaha yang dikendalikan tetap 27 jenis (Tabel V-5 dan Tabel V-6). Pada tahun 1998/99, upaya pengambil alihan berbagai
jabatan TKWNAP kepada tenaga kerja Indonesia terus dilanjutkan dengan .berbagai penyempurnaan. Selain itu, juga direncanakan penempatan
tenaga sarjana/sarjana muda pada perusahaan pengguna TKWNAP.

c. Program Pelatihan dan Peningkatan Keterampilan


Tenaga Kerja

Program pelatihan dan peningkatan keterampilan tenaga kerja bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian serta profesionalisme
tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Program ini dilaksanakan melalui pelatihan keterampilan dan pemagangan, pelatihan
masyarakat, serta pembinaan dan penataran tenaga kepelatihan. Pelatihan keterampilan dilaksanakan dengan melibatkan peran serta
pengguna tenaga kerja dan perusahaan mulai dari saat perencanaan, penyusunan program sampai pada pelaksanaan pelatihan. Dalam

V/23
rangka meningkatkan kualitas hasil pelatihan, peran serta asosiasi profesi dan keahlian serta asosiasi perusahaan termasuk serikat pekerja terus
ditingkatkan.

1) Pelatihan Keterampilan dan Pemagangan

Untuk memenuhi perkembangan kebutuhan pelatihan kerja yang semakin meningkat, terus diupayakan pendayagunaan lembaga
pelatihan kerja yang ada. Pendayagunaan tersebut antara lain diupayakan melalui penataan kembali penyelenggaraan pelatihan dengan
mengklasifikasikan tipe-tipe BLK/KLK yang berjumlah 156 buah, termasuk penataan program dan manajemen. Pengembangan dan pengklasifikasian
tersebut meliputi tipe BLK industri untuk yang berlokasi dekat dengan daerah industri, tipe BLK khusus berdasarkan potensi ekonomi sektoral
tertentu, seperti pariwisata dan agrobisnis, tipe yang menitikberatkan pada pelatihan kerja keliling atau MTU bagi usaha kecil dan menengah, serta tipe
BLK untuk meningkatkan kualitas instruktur dan pengembangan program pelatihan. Program pelatihan di BLK/KLK ditingkatkan, mulai dari tingkat
dasar, menengah sampai dengan tingkat atas untuk mengisi lapangan kerja tingkat teknisi dan supervisi atau pengawas. Dalam rangka penataan
manajemen, BLK diarahkan untuk dikelola secara terdesentralisasi melalui pengembangan sistem manajemen bersama dengan pengguna
jasa tenaga kerja atau sektor lain yang terkait.

Upaya untuk menyesuaikan persediaan dengan kebutuhan tenaga terampil dan ahli, ditempuh melalui kemitraan antara BLK/KLK dengan industri
swasta pengguna jasa tenaga kerja. Kemitraan dilaksanakan antara lain melalui pertukaran informasi, pertukaran tenaga ahli dan instruktur serta
pengembangan unit

V/24
pelatihan bersama. Untuk memenuhi kebutuhan pengguna dan persyaratan mutu tenaga kerja dilakukan penyempurnaan kurikulum dan silabus,
penambahan waktu dan peralatan pelatihan, perbaikan sarana bengkel dan relokasi beberapa peralatan pelatihan yang disesuaikan dengan potensi dan
pengembangan daerah. Upaya penyempurnaan kurikulum dan silabus telah melibatkan unsur pengguna tenaga kerja, asosiasi profesi kerja, dan asosiasi
perusahaan serta instansi terkait lainnya.

Selama lima tahun terakhir, jumlah tenaga kerja yang dilatih di bidang industri adalah sebanyak 172.969 orang, yang terdiri dari 50.019
orang pada tahun 1993/94 dan 122.950 orang selama empat tahun Repelita VI (Tabel V-7). Pelatihan ini antara lain meliputi kejuruan elektronika,
listrik, mesin shop, dan otomotif. Perkembangan jumlah yang dilatih setiap tahun pada kejuruan bidang industri menunjukkan peningkatan
cukup berarti. Hal ini memperlihatkan bahwa pertumbuhan sektor industri meningkatkan permintaan tenaga terampil di bidang kejuruan industri.
Kenyataan ini juga telah membangkitkan minat tenaga kerja usia muda untuk mengikuti pelatihan di BLK-BLK industri. Pada tahun 1998/99,
direncanakan akan dilaksanakan pelatihan bidang industri bagi 34.000 orang yang ditujukan untuk pencari kerja dan angkatan kerja usia
muda untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil. Bagi peserta pelatihan yang berasal dari penganggur terdidik akibat krisis ekonomi,
dikembangkan jenis pelatihan berwirausaha secara berkelompok dalam wadah koperasi sejenis dan sebagainya.

Bagi tenaga kerja yang akan bekerja di sektor pertanian, dilaksanakan kegiatan pelatihan keterampilan di bidang pertanian dengan tujuan
mempersiapkan mereka untuk menjadi tenaga kerja yang mandiri di bidang pertanian. Pelatihan ini antara lain meliputi

V/25
kejuruan mekanisasi pertanian, peternakan dan pengolahan hasil pertanian. Pelatihan juga diselenggarakan untuk petani muda berstatus pekerja
keluarga yang diarahkan pada peningkatan dan penguasaan teknologi produksi, purna panen dan usaha tani. Selama lima tahun terakhir, jumlah
tenaga kerja yang dilatih di bidang pertanian adalah sebanyak 12.818 orang, yang terdiri dari 4.064 orang pada tahun 1993/94 dan 8.754 orang selama
empat tahun Repelita VI. Pada tahun 1998/99, kegiatan pelatihan keterampilan di bidang pertanian lebih diutamakan untuk mendukung
pengembangan agrobisnis di perdesaan. Pelatihan ini direncanakan akan dilaksanakan bagi 2.000 orang tenaga kerja.

Dalam rangka meningkatkan keterampilan, pendapatan, dan produktivitas tenaga kerja, khususnya pekerja keluarga pada usaha kecil dan
menengah di daerah tertinggal, dilaksanakan pelatihan melalui MTU. Pelatihan melalui MTU juga dikembangkan bersama lembaga mandiri yang
mengakar di masyarakat seperti pondok-pondok pesantren yang tersebar di 27 propinsi. Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan
produktivitas para santri dan masyarakat di sekitarnya. Selama lima tahun terakhir, jumlah tenaga kerja yang dilatih melalui MTU adalah sebesar
191.311 orang, yaitu 50.798 orang pada tahun 1993/94 dan 140.513 orang selama empat tahun Repelita VI. Pada tahun 1998/99, direncanakan
akan dilaksanakan pelatihan melalui MTU bagi 60.000 orang guna meningkatkan keterampilan, produktivitas dan pendapatan, sehingga
dimungkinkan terjadi perluasan kesempatan kerja di perdesaan yang pada gilirannya dapat menekan terjadinya arus urbanisasi.

Secara keseluruhan, jumlah tenaga kerja yang dilatih di berbagai BLK selama lima tahun terakhir mencapai 377.098 orang

V/26
yang terdiri dari 104.881 orang pada tahun 1993/94 dan 272.217 orang selama empat tahun Repelita VI. Apabila dibandingkan dengan sasaran
yang ingin dicapai, jumlah tersebut telah melampaui sasaran Repelita VI, yaitu sebanyak 250.000 orang. Keberhasilan dalam mencapai sasaran
tersebut didukung dengan meningkatnya peran serta pengguna tenaga kerja dalam penyelenggaraan pelatihan kerja. Disamping itu, keberhasilan
tersebut ditunjang pula oleh kebijaksanaan pelatihan di BLK yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna tenaga kerja dan persyaratan
jabatan, dan lebih menekankan pada peningkatan kualitas tenaga kerja. Hal ini antara lain ditempuh dengan memperpanjang rentang waktu
pelaksanaan pelatihan dari semula 3 bulan menjadi 6 sampai dengan 9 bulan, dan target kelompok untuk setiap kejuruan diperkecil dari 20 orang
menjadi 16 orang.

Mulai tahun ketiga Repelita VI, dilaksanakan kegiatan pelatihan keterpaduan lintas sektor dalam rangka meningkatkan keterampilan dan
produktivitas, baik pekerja maupun pengusaha kecil termasuk industri rumah tangga. Pelatihan ini dilaksanakan secara menyeluruh, yaitu mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, pembinaan pasta pelatihan, sampai dengan pemasaran hasil yang melibatkan berbagai instansi sektoral terkait, seperti
Departemen Tenaga Kerja, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha
Kecil, dan Kantor Menteri Negara Urusan Pangan. Pelatihan ini mencakup 37 komoditi unggulan di 27 propinsi, berdasarkan potensi produksi dan
pemasaran, baik pasar dalam maupun luar negeri. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI, telah dilaksanakan pelatihan keterpaduan lintas
sektor bagi 2.183 orang yang tersebar di berbagai kejuruan pelatihan.

V/27
Untuk menjembatani kesenjangan antara pendidikan formal dengan dunia kerja dilaksanakan pelatihan pemagangan, guna menghasilkan tenaga
kerja terampil, kompeten, dan produktif. Pada awal Repelita VI dikembangkan pelatihan pemagangan di 11 lokasi BLK dan tahun kedua diperluas
menjadi 31 lokasi BLK. Kejuruan pemagangan meliputi bidang otomotif, mesin logam, listrik, las, mekanisasi dan pengolahan hasil pertanian,
bangunan, dan perhotelan. Bagi perusahaan yang menyelenggarakan pelatihan pemagangan, diberikan bantuan jasa pelayanan, baik kepada pengguna
tenaga kerja atau perusahaan, penyelenggara pelatihan, maupun masyarakat yang meliputi metodologi pelatihan, kurikulum, standar kualifikasi
keterampilan, dan kerjasama atau kemitraan pelatihan. Selama empat tahun pelaksanaan Repelita VI, pelatihan ini diikuti oleh 5.500 orang yang
melibatkan 1.088 perusahaan. Juga telah dikembangkan pemagangan di luar negeri terutama di Jepang, yang sampai dengan tahun 1997 mencapai
sebanyak 7.099 orang. Dari jumlah tersebut, 2.000 orang telah menyelesaikan program pelatihan pemagangan di Jepang dan 702 orang diantaranya
bekerja di 93 perusahaan di Indonesia. Pada tahun 1998/99 direncanakan akan dilaksanakan pelatihan pemagangan bagi 5.000 orang dengan
meningkatkan peranserta dunia usaha.

Untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja tingkat teknisi, pada tahun 1997/98 telah dikembangkan pelatihan teknisi bagi 560 orang. Pelatihan
teknisi ini bertujuan untuk menghasilkan tenaga kerja terampil tingkat teknisi setara dengan sertifikasi Diploma III, yang dilaksanakan bekerjasama
dengan Politeknik Negeri di 9 lokasi BLK. Pada tahun 1998/99, pelatihan teknisi direncanakan akan dikembangkan menjadi 12 lokasi dengan
jumlah peserta yang mengikuti sebanyak 1.200 orang.

V/28
2) Pelatihan Masyarakat

Sejalan dengan berkembangnya sektor industri, lembaga pelatihan yang diselenggarakan oleh masyarakat terus didorong dan ditingkatkan
peranannya. Upaya yang dilaksanakan antara lain melalui pembinaan dan penyuluhan kurikulum dan silabus, serta peningkatan fasilitas dan
kemampuan instruktur pelatihan. Untuk meningkatkan kesepadanan dan kualitas hasil pelatihan dikembangkan standarisasi dan sertifikasi melalui
uji keterampilan. Sesuai dengan kebutuhan dunia usaha, dalam penyusunan standarisasi, dilibatkan dan ditingkatkan peranan asosiasi profesi
dan perusahaan-perusahaan. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan kualitas tenaga kerja, lembaga pelatihan swasta dinilai secara
menyeluruh melalui proses akreditasi. Akreditasi dimaksudkan untuk menentukan jenjang status kelembagaan sebagai pencerminan kemampuan
yang dimiliki lembaga dalam menyelenggarakan pelatihan kerja. Selama empat tahun pelaksanaan Repelita VI telah diakreditasi sejumlah 5.319
lembaga penyelenggara pelatihan swasta termasuk 30 lembaga yang menjadi tempat uji keterampilan tenaga kerja.

Standar kualifikasi keterampilan kerja dan standar pelatihan kerja dimasyarakatkan melalui upaya pembinaan yang pelaksanaannya setiap
tahun diperluas dan ditingkatkan secara berkelanjutan. Pemasyarakatan dan penerapan standar tersebut sangat membantu pihak penyelenggara
pelatihan guna mencapai standar keterampilan tertentu dan memenuhi persyaratan pekerjaan atau jabatan. Penyusunan standar melibatkan berbagai
unsur, baik dari pihak pemerintah, asosiasi profesi, asosiasi perusahaan, maupun pihak industri. Selama empat tahun pelaksanaan Repelita

V/29
VI, telah disusun 142 standar kualifikasi keterampilan, 30 standar pelatihan kerja, dan 48 standar materi uji keterampilan, serta 5 standar kompetensi
Indonesia.

Keberadaan lembaga penyelenggara pelatihan swasta sebagai salah satu mitra pemerintah, diarahkan untuk dapat menyelenggarakan pelatihan
sesuai dengan standar kualifikasi keterampilan dan standar pelatihan kerja. Disamping itu, himpunan lembaga pelatihan swasta yang ada didorong dan
dikembangkan untuk menciptakan dan memanfaatkan kemitraan pelatihan antara penyelenggara pelatihan dan pengguna tenaga kerja. Dengan
demikian, potensi yang ada pada setiap mitra kerja dapat dimanfaatkan secara optimal dan maksimal untuk mencapai sasaran kualitas hasil pelatihan.
Selama empat tahun pelaksanaan Repelita VI, pelatihan keterampilan yang diselenggarakan oleh lembaga pelatihan swasta telah diikuti oleh 4.090.697
orang.

Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelatihan sesuai dengan permintaan pasar kerja, terus didorong dan
diupayakan pembentukan lembaga pelatihan di perusahaan-perusahaan. Keberadaan lembaga pelatihan perusahaan sangat penting guna meningkatkan
keterampilan, keahlian, profesionalisme, dan produktivitas tenaga kerja di perusahaan. Kejuruan yang telah dibuka oleh lembaga pelatihan perusahaan
meliputi kejuruan bidang industri dan manajemen. Selama empat tahun pelaksanaan Repelita VI, jumlah peserta yang dilatih di lembaga pelatihan
perusahaan sebanyak 27.482 orang.

V/30
3) Pembinaan dan Penataran Tenaga Kepelatihan

Dalam rangka meningkatkan mutu pelatihan dan profesionalisme tenaga kerja, dilaksanakan pembinaan dan penataran instruktur dan tenaga
kepelatihan melalui pendidikan dan pelatihan, penugasan dan pemberian pengalaman praktek di industri, studi banding, dan seminar. Pembinaan
dan penataran tersebut dilaksanakan baik di dalam maupun di luar negeri secara berjenjang sejalan dengan kualifikasi dan program pelatihan yang
dikembangkan. Sejak tahun pertama Repelita VI, bagi tenaga kepelatihan yang memenuhi persyaratan telah diberi kesempatan untuk menempuh
program gelar (sarjana) dan non gelar (diploma) serta uji keterampilan (sertifikat keahlian dan keterampilan). Selama empat tahun pelaksanaan
Repelita VI, telah dilatih dan ditatar sebanyak 10.333 orang instruktur pelatihan kerja dan tenaga kepelatihan, baik dari lembaga pelatihan
pemerintah maupun swasta yang tersebar di 27 propinsi. Bila dibandingkan dengan sasaran yang ingin dicapai, maka jumlah tersebut baru
mencapai 53,0 persen dari sasaran Repelita VI, yaitu sebanyak 19.500 orang. Pada tahun 1998/99, pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
instruktur dan tenaga kepelatihan terus ditingkatkan untuk mendukung kegiatan pelatihan pemagangan dan teknisi.

Upaya pembinaan dan penataran tenaga kepelatihan terus didorong dan dikembangkan melalui penyusunan pangkalan data tenaga kepelatihan
sehingga diperoleh gambaran kinerja instruktur pelatihan kerja. Pada tahun 1996/97 dilaksanakan penyebarluasan informasi pangkalan data kajian
profil instruktur BLK/KLK untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh, baik dalam jumlah maupun kualitas yang dibutuhkan, dalam upaya
peningkatan mutu pelatihan.

V/31
d. Program Pembinaan Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja

Program pembinaan hubungan industrial dan perlindungan tenaga kerja bertujuan untuk mewujudkan ketenangan kerja dan berusaha, sehingga
tercipta hubungan yang serasi antara pekerja dan pengusaha yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya,
dengan tetap memperhatikan kemajuan perusahaan. Program ini meliputi pembinaan dan pengembangan sistem HIP, perbaikan syarat-syarat kerja
dan perlindungan tenaga kerja. Pembinaan dan pengembangan HIP dilaksanakan dengan menumbuh kembangkan kelembagaan guna
mempertemukan aspirasi pekerja dengan kemampuan perusahaan secara kekeluargaan. Perbaikan syarat- syarat kerja dilaksanakan melalui
perbaikan sistem pengupahan yang didasarkan pada kebutuhan hidup, pengembangan diri pekerja dan keluarganya, perbaikan mutu, dan
pengembangan kesepakatan kerja bersama (KKB). Perlindungan tenaga kerja dilaksanakan melalui pengawasan dan penerapan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan norma kerja, penerapan dan pembudayaan keselamatan dan kesehatan kerja, serta pelaksanaan jaminan sosial tenaga
kerja.

1) Sistem Hubungan Industrial Pancasila

a) Serikat Pekerja, Lembaga Bipartit, dan Tripartit

Proses industrialisasi yang diikuti dengan transformasi ketenagakerjaan menuntut adanya lembaga pranata industrial yang s e h a t d a n
d i n a m i s s e b a g a i s a r a n a H I P, y a i t u l e m b a g a

V/32
ketenagakerjaan, seperti serikat pekerja, lembaga bipartit dan tripartit. Untuk itu, diupayakan peningkatan fungsi dan pengembangan lembaga
ketenagakerjaan tersebut melalui pendidikan dan penyuluhan HIP yang diarahkan agar pelaku hubungan kerja lebih mampu memecahkan masalah
mendasar dengan berlandaskan konsep HIP. Selama empat tahun Repelita VI, dilaksanakan pendidikan dan penyuluhan HIP bagi 6.897 orang
yang terdiri dari 5.189 orang pekerja, 939 orang pengusaha, serta 779 orang dari instansi pemerintah dan lainnya. Pada tahun 1998/99,
direncanakan akan dilaksanakan pendidikan dan penyuluhan HIP pada 2.800 perusahaan.

Serikat pekerja dalam hal ini SPSI merupakan wadah dan badan kolektif yang demokratis dan bertanggungjawab dibentuk dari, oleh dan
untuk pekerja, telah berkembang dan berperan penting dalam menampung aspirasi pekerja. Pada tahun 1993/94, unit kerja SPSI yang terbentuk
mencapai 10.360 unit kerja, dan kemudian selama empat tahun pelaksanaan Repelita VI, jumlah unit kerja SPSI bertambah sebanyak 2.479 unit
kerja. Dengan demikian, secara keseluruhan sampai dengan tahun 1997/98 telah terbentuk 12.839 unit kerja SPSI di perusahaan, 272 dewan
pimpinan cabang (DPC) SPSI, dan 27 dewan pimpinan daerah (DPD) SPSI (Tabel V-8).

Mulai tahun 1994, bagi perusahaan yang belum memiliki unit kerja SPSI dibentuk Serikat Pekerja Tingkat Perusahaan (SPTP), dan sampai
dengan tahun 1997/98 telah terbentuk 1.234 unit SPTP. Selain itu, dilaksanakan pembinaan dan peningkatan fungsi bagi serikat pekerja sektoral
sebanyak 13 sektor, yaitu sektor pekerjaan umum dan bangunan; perkayuan dan kehutanan; niaga dan bank (NIBA); percetakan dan penerbitan;
pariwisata; makanan dan

V/33
minuman; kimia, energi dan pertambangan; logam, elektronik dan mesin; tekstil, sandang dan kulit; transport; pelaut Indonesia; pertanian dan
perkebunan; serta farmasi dan kesehatan.

LKS bipartit merupakan wadah bagi pekerja dan pengusaha untuk memecahkan masalah hubungan industrial secara bersama. Sampai dengan
tahun 1993/94, telah terbentuk LKS bipartit sebanyak 3.898 buah, dan kemudian selama empat tahun pelaksanaan Repelita VI, bertambah
sebanyak 2.915 buah. Secara keseluruhan sejak tahun 1983 sampai dengan tahun 1997/98, telah terbentuk sebanyak 6.813 buah LKS bipartit. Jumlah
ini telah melampaui sasaran pembentukan LKS bipartit sampai dengan akhir Repelita VI, yaitu sebanyak 5.000 unit.

LKS tripartit merupakan wadah konsultasi dan komunikasi antara organisasi pekerja, organisasi pengusaha dan pemerintah, yang didirikan
sejak tahun 1979. Sampai dengan tahun 1997/98, LKS tripartit telah terbentuk di seluruh daerah tingkat I dan 239 daerah tingkat II. Selain itu, juga
terbentuk 96 unit pada 13 sektor LKS tripartit sektoral yang tersebar di seluruh propinsi.

b) Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan

Lembaga ketenagakerjaan yang bertugas membantu menyelesaikan perselisihan dan pemutusan hubungan ketenagakerjaan adalah Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan di tingkat pusat dan daerah (P4P/P4D). Upaya lembaga P4P dan P4D untuk dapat menyelesaikan
perselisihan dengan tegas, cepat dan adil dilakukan melalui sidang penyelesaian oleh anggota P4P/P4D. Dengan semakin mantapnya fungsi lembaga
p e n ye l e s a i a n p e r s e l i s i ha n ya i t u P4 P d a n P4 D, pe r s e l i s i ha n

V/34
hubungan industrial menurut Undang-Undang No. 22/1957 dan pemutusan hubungan kerja menurut Undang-Undang No.12/1964 semakin berkurang.
Upaya untuk mengurangi terjadinya perselisihan juga dilaksanakan melalui penyuluhan di perusahaan mengenai cara-cara penanggulangan
masalah hubungan industrial secara musyawarah dan mufakat.

Selama empat tahun pelaksanaan Repelita VI, perselisihan hubungan industrial dan pemutusan hubungan kerja yang masuk melalui P4D tercatat
sebanyak 18.598 perkara, dan telah berhasil diselesaikan sebanyak 15.958 perkara, termasuk yang belum putus pada tahun sebelumnya. Dari jumlah
tersebut, perselisihan hubungan industrial dan pemutusan hubungan kerja yang masuk melalui P4P, tercatat sebanyak 4.426 perkara, dan berhasil
diselesaikan sebanyak 4.322 perkara. Jumlah perkara yang berhasil diselesaikan oleh P4D dan P4P cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Kenaikan jumlah perkara yang diselesaikan ini menunjukkan semakin mantapnya fungsi lembaga penyelesaian perselisihan.

Perselisihan hubungan industrial dan pemutusan hubungan kerja yang belum putus pada tahun 1997/98 dan diperkirakan masuk pada tahun
berikutnya, akan diselesaikan pada tahun 1998/99, yaitu sekitar 4.650 kasus, baik melalui P4D maupun P4P. Selain itu, upaya-upaya pembinaan
dan penyuluhan terus ditingkatkan dalam rangka mengurangi terjadinya perselisihan.

V/35
2) Perbaikan Syarat-syarat Kerja dan Peningkatan Kesejahteraan

a) Pengupahan

Dalam rangka meningkatkan keadilan dan kesejahteraan tenaga kerja secara bertahap diupayakan perbaikan syarat-syarat kerja melalui
penyempurnaan pola pengupahan yaitu UMR yang menuju kepada KHM. Penetapan kenaikan UMR dilaksanakan secara berkala setiap tanggal 1
April, dan sampai dengan tahun 1997 telah ditetapkan UMR di 27 propinsi. Pada tahun 1993, rata- rata UMR per hari adalah sebesar Rp
2.393,- atau baru mencapai 77,0 persen dari nilai KFM. Selama empat tahun pelaksanaan Repelita VI, UMR terus mengalami peningkatan, yaitu
dari Rp 3.129,- pada tahun 1994 menjadi Rp 4.512,- pada tahun 1997 atau meningkat 88,5 persen dibandingkan dengan tahun 1993. Pada tahun
1997, upah terendah terdapat di Propinsi D.I. Yogyakarta, Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Timur, dan yang tertinggi terdapat di Pulau Batam
(Tabel V-9). Sampai dengan tahun 1997, peningkatan UMR telah mencapai 95,3 persen dari nilai KHM.

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja, diupayakan pemberian tunjangan hari raya (THR) keagamaan setiap tahun,
penyediaan fasilitas perumahan bagi pekerja yang dilakukan oleh perusahaan atas kerjasama lembaga dan instansi terkait, serta pembinaan dan
penyuluhan pembentukan koperasi karyawan. Secara bertahap, koperasi karyawan diarahkan pada pembentukan koperasi karyawan yang mandiri,
efisien dan profesional, dikelola oleh pekerja secara efisien, serta tidak semata mata bergerak dalam bidang konsumsi, tetapi sekaligus secara tidak
langsung turut menentukan perkembangan perusahaan. Sampai

V/36
dengan tahun keempat Repelita VI, telah terbentuk 9.956 buah koperasi karyawan di perusahaan. Upaya-upaya tersebut dalam tahun 1998/99 terus
ditingkatkan, antara lain melalui kegiatan pembinaan dan penyuluhan aspek kesejahteraan di sekitar 10.000 perusahaan, seperti aspek pengupahan,
pembentukan dan pengembangan koperasi karyawan, perumahan pekerja, dan Jamsostek.

b) Kesepakatan Kerja Bersama

Kesepakatan kerja bersama (KKB) merupakan hasil musyawarah dan mufakat antara pekerja dan pengusaha yang bertujuan untuk memantapkan
dan mengembangkan hubungan kerja yang serasi di masing-masing perusahaan melalui penegasan hak dan kewajiban secara konkrit dan
jelas. Adanya KKB memberikan gambaran peranserta serikat pekerja dan mencerminkan berfungsinya mekanisme bipartit antara wakil
pekerja dan pengusaha dalam menentukan kebijaksanaan ketenagakerjaan di perusahaan. Untuk itu, perbaikan syarat-syarat kerja diupayakan melalui
peningkatan mutu dan pengembangan KKB di perusahaan.

Sampai dengan tahun 1993/94, terbentuk 7.519 buah KKB, dan kemudian selama empat tahun pelaksanaan Repelita VI, bertambah sebanyak
3.443 buah KKB, baik di perusahaan besar maupun sedang. Secara keseluruhan sampai dengan tahun 1997/98, terbentuk 10.962 KKB di 12.839
perusahaan yang sudah memiliki unit kerja SPSI (Tabel V-10). Sejak tahun 1978, bagi perusahaan yang mempunyai pekerja paling sedikit 25
orang dan belum mewujudkan KKB, serta belum memiliki unit kerja SPSI, diwajibkan membuat peraturan perusahaan (PP). Sampai
dengan

V/37
tahun 1993/94, jumlah perusahaan yang telah membuat PP mencapai 21.083 buah. Selama empat tahun pelaksanaan Repelita VI,
pembentukan PP bertambah sebanyak 1.801 buah atau mencapai 60,0 persen dari sasaran Repelita VI yaitu sebanyak 3.000 perusahaan.
Dengan demikian, secara keseluruhan sampai dengan tahun 1997/98 pembentukan PP telah mencapai 23.604 buah

Dalam rangka peningkatan mutu materi KKB, kegiatan lebih diarahkan pada pembinaan pada perusahaan yang telah membentuk KKB. Selain itu,
juga diupayakan terbentuknya secara bertahap KKB sektoral seiring dengan perkembangan serikat pekerja sektoral. Selama empat tahun
pelaksanaan Repelita VI, KKB sektoral yang telah terbentuk dan dibina berjumlah 8 sektor yaitu KKB pada sektor niaga bank (NIBA), sektor
logam elektronik dan mesin (LEM), sektor farmasi dan kesehatan (FARKES), sektor perkayuan perhutanan, sektor bangunan dan pekerjaan umum,
sektor rokok tembakau, makanan dan minuman, sektor pertanian dan perkebunan, dan sektor transportasi. Pada tahun 1998/99, akan diupayakan
peningkatan mutu, pembentukan PP dan KKB, serta KKB sektoral, melalui kegiatan pembinaan dan penyuluhan di sekitar 11.800
perusahaan, baik yang belum maupun sudah mempunyai PP dan KKB.

3) Perlindungan Tenaga Kerja

a) Perlindungan dan Pengawasan Tenaga Kerja

Perlindungan dan pengawasan tenaga kerja juga mencakup tenaga kerja wanita dan anak yang terpaksa bekerja, antara lain diupayakan melalui
penerapan dan penyebarluasan seluruh aspek

V/38
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan norma kerja. Kegiatan ini dilaksanakan melalui penyuluhan secara massal dan
pembinaan langsung ke perusahaan yang didukung oleh 1.353 orang pegawai pengawas ketenagakerjaan. Untuk meningkatkan efektifitas
pengawasan norma kerja, selama empat tahun Repelita VI diupayakan peningkatan kemampuan teknis pengawas ketenagakerjaan yang meliputi
pelatihan bagi 644 orang pegawai pengawas, dan penyiapan 272 orang fasilitator, serta pembentukan kader penerapan norma kerja di 1.040 perusahaan.
Pengawasan norma kerja dilaksanakan terhadap perusahaan yang lalai atau sengaja tidak melaksanakan ketentuan yang berlaku. Dilakukan pula
upaya penyebarluasan ketentuan-ketentuan mengenai norma ketenagakerjaan melalui kegiatan cepat tepat norma kerja dan penyuluhan
kesadaran hukum (kadarkum) bagi 8.607 perusahaan dengan jumlah pekerja sebanyak 26.797 orang.

Pada tahun 1998/99 direncanakan akan dilaksanakan penerapan dan pengawasan norma kerja di sekitar 12.500 perusahaan antara lain
melalui penyuluhan hak dan kewajiban tenaga kerja, cepat tepat norma kerja, kadarkum, dan pemeriksaan kerja malam. Selain itu, untuk
mendukung pelaksanaan penerapan dan pengawasan tersebut akan ditingkatkan kemampuan pegawai pengawas yang baru dan pembentukan kader
di perusahaan.

Dalam memasuki era globalisasi yang ditandai dengan semakin terbukanya informasi, komunikasi, dan hubungan antar manusia, maka
kesadaran hukum tenaga kerja yang menyangkut hak dan kewajiban dalam hubungan industrial, terus ditingkatkan. Dalam rangka itu, UU No. 25
Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan memberikan landasan hukum yang kuat bagi perlindungan tenaga kerja di masa mendatang.

V/39
Perlindungan bagi tenaga kerja wanita dilaksanakan dengan memperluas jangkauan, khususnya yang bekerja di sektor informal, yaitu di unit-unit
produksi industri rumah tangga. Berbagai upaya yang dilakukan mencakup kegiatan bimbingan dan penyuluhan yang berkaitan dengan bidang
ergonomi, keselamatan dan kesehatan kerja, dengan melibatkan peran serta masyarakat, khususnya organisasi wanita. Untuk mendukung upaya
tersebut, juga dilaksanakan kegiatan penyusunan modul pelatihan dan pengembangan perlindungan tenaga kerja wanita di sektor informal.
Selama empat tahun pelaksanaan Repelita VI, dipersiapkan calon instruktur pengelola tempat penitipan anak dan pemanfaatan air susu ibu (TPA
dan PP-ASI), fasilitator keterampilan dan pelatih penyuluhan perlindungan tenaga kerja wanita di sektor informal sebanyak 613 orang, yang
terdiri dari unsur LSM, organisasi wanita, dan instansi pemerintah terkait. Selain itu, dilaksanakan kegiatan pembentukan kader sebanyak
5.010 orang bagi kelompok usaha informal yang bertujuan agar kader tersebut dapat menyebarluaskan kepada anggota kelompoknya
masing-masing.

Bagi anak-anak yang terpaksa bekerja diupayakan peningkatan perlindungan dan pengawasan terhadap hal-hal yang membahayakan
keselamatan dan masa depan anak. Upaya perlindungan dilakukan melalui penerapan norma kerja, yang mencakup peningkatan aspek penegakan
hukum terhadap ketentuan-ketentuan dasar bagi anak yang terpaksa bekerja, antara lain berupa pembatasan jam kerja tidak lebih dari empat
jam sehari, tidak mempekerjakan pada malam hari, pemberian waktu dan kesempatan untuk mengikuti pendidikan, dan pelaksanaan pemberian
upah sesuai dengan UMR. Selama empat tahun Repelita

V/40
VI, dilaksanakan pelatihan peningkatan pengelolaan bagi 390 orang pengawas ketenagakerjaan untuk menangani anak yang terpaksa bekerja.

Upaya mengurangi jumlah anak-anak yang terpaksa bekerja, akan dibantu antara lain oleh program wajib belajar 9 tahun. Kegiatan ini telah
menunjukkan kemajuan, antara lain, angkatan kerja yang bekerja berusia 10 - 14 tahun menurun dari sebanyak 2.158,3 ribu orang pada tahun 1993
menjadi 1.801,7 ribu orang pada tahun 1996.

b) Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Perlindungan tenaga kerja dilaksanakan melalui kegiatan pengawasan dan penerapan norma keselamatan dan kesehatan kerja (K3), pembudayaan
K3 di perusahaan serta bimbingan dan pengujian higiene perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes). Upaya ini diarahkan untuk mencegah
terjadinya gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja akibat Iingkungan kerja di perusahaan. Pengawasan atas pelaksanaan norma K3 di
perusahaan, meliputi pengawasan teknis terhadap bahaya penggunaan alat mekanik, proses produksi, penggunaan listrik, dan lingkungan kerja.
Penyebarluasan dan penerapan K3 di perusahaan, antara lain dilaksanakan melalui pengembangan fungsi dan pembentukan lembaga panitia pembina
keselamatan dan kesehatan kerja (P2K3). Sampai dengan tahun 1993/94, telah terbentuk P2K3 di perusahaan sejumlah 10.665 unit, dan selama empat
tahun Repelita VI, bertambah sejumlah 2.572 unit. Dengan demikian, secara keseluruhan dari tahun 1970 sampai dengan tahun 1997/98,
terbentuk sejumlah 13.237 unit P2K3 dari 13.575 perusahaan yang wajib membentuk P2K3.

V/41
Dalam rangka memasyarakatkan dan memberikan pengertian serta kesadaran yang menumbuhkan budaya K3 di kalangan pengusaha dan pekerja,
selama empat tahun Repelita VI dilaksanakan kegiatan penyuluhan, kursus, dan pembinaan kepada kader-kader K3 yang antara lain mencakup
pelatihan bagi 5.000 orang fasilitator, 1.512 orang juru las, 90 orang dokter pemeriksa kesehatan, 100 orang auditor, dan 300 orang ahli K3. Selain
itu, juga dilaksanakan pembinaan sistem manajemen K3 (SMK3) kepada 2.000 perusahaan, diantaranya 22 perusahaan telah menerima
sertifikat SMK3. Dengan tumbuhnya kesadaran terhadap pentingnya K3, maka jumlah perusahaan yang mendapatkan penghargaan dalam
keberhasilannya mencapai tingkat kecelakaan kerja nihil dalam berbagai kategori jam kerja semakin meningkat, yaitu dari 133 perusahaan pada tahun
1994/95 menjadi 326 perusahaan pada tahun 1997/98. Pada tahun 1998/99, direncanakan akan dilaksanakan penerapan dan pengawasan K3 pada 950
perusahaan, antara lain melalui penyuluhan pengembangan dan pembentukan P2K3, pembinaan dan pembentukan kader K3, pencalonan ahli K3, serta
pemeriksaan dan analisa kecelakaan kerja.

c) Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Dalam rangka memberikan perlindungan dan peningkatan kesejahteraan tenaga kerja, diterapkan program jaminan sosial tenaga kerja
(Jamsostek) di perusahaan. Jamsostek telah diselenggarakan sejak tahun 1978, yang pada saat itu terbatas hanya pada perusahaan menengah ke atas.
Dengan adanya UU No. 3 Tahun 1992, cakupan kepesertaan Jamsostek menjadi lebih luas, sehingga peserta yang mengikutinya semakin
meningkat, baik

V/42
dalam jumlah perusahaan maupun jumlah tenaga kerja. Sampai dengan tahun 1993, jumlah peserta Jamsostek mencapai 6.504,2 ribu orang
tenaga kerja pada 47.302 perusahaan, dan selama empat tahun pelaksanaan Repelita VI, jumlahnya bertambah sebanyak 5.745,2 ribu orang tenaga
kerja pada 26.872 perusahaan. Secara keseluruhan sampai dengan tahun 1997, jumlah peserta Jamsostek mencapai 12.249,4 ribu orang tenaga kerja
pada 74.174 perusahaan. Bila dibandingkan dengan sasaran Repelita VI, maka jumlah peserta Jamsostek tersebut baru mencapai 44,8 persen dari
sebanyak 60.000 perusahaan. Selain itu, selama empat tahun pelaksanaan Repelita VI telah diselesaikan 890.308 kasus kecelakaan kerja, jaminan
hari tua, dan jaminan kematian, dengan pembayaran jaminan sebesar Rp 549,7 miliar (Tabel V-11). Dalam rangka mendorong perusahaan untuk
mengikutsertakan pekerjanya sebagai peserta Jamsostek, maka upaya pembinaan dan penyuluhan aspek kesejahteraan yang mencakup penerapan
Jamsostek akan dilanjutkan dan ditingkatkan pada tahun 1998/99.

1. Program Penunjang

a. Program Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan Ketenagakerjaan

Program pendidikan, pelatihan dan penyuluhan ketenagakerjaan .dimaksudkan untuk peningkatan kualitas dan produktivitas sumberdaya
manusia, termasuk kemampuan, keahlian, dan keterampilan bagi aparatur pemerintah. Dalam rangka mendukung program tersebut, selama
empat tahun Repelita VI, telah dilaksanakan pendidikan dan pelatihan (diklat) bagi pegawai Departemen Tenaga Kerja sebanyak 6.911 orang,
yang terdiri dari diklat struktural 1.041 orang, teknis fungsional 1.857 orang, teknis

V/43
substansial 2.152 orang, teknis umum 1.102 orang, dan pengembangan sistem diklat sebanyak 759 orang.

Diklat bidang struktural meliputi administrasi umum (ADUM), sekolah pimpinan administrasi tingkat madya (SPAMA), dan sekolah
pimpinan administrasi tingkat menengah (SPAMEN). Diklat bidang teknis fungsional terdiri dari diklat instruktur manajemen produktivitas, dasar
pengawas ketenagakerjaan, penyidik pegawai negeri sipil, dan pengawas kerja penanggulangan kebakaran. Diklat bidang teknis substansial terdiri
dari diklat dasar pembinaan ketenagakerjaan, ahli pembinaan ketenagakerjaan, teknisi perencanaan tenaga kerja, pemantapan hubungan
pembinaan dan syarat-syarat kerja (hubinsyaker), pemantapan pengantar kerja, administrasi teknis hubinsyaker, dan pelatih pemandu wirausaha. Diklat
bidang teknis umum mencakup, administrasi perlengkapan, bendaharawan, bimbingan teknis kepegawaian, kearsipan, pengawas operasional
Inspektorat Jenderal, manajemen audit, dan peneliti khusus. Diklat bidang pengembangan sistem diktat terdiri dari penyusunan kurikulum,
penyusunan bahan materi diklat, dan penyusunan pola diklat.

Pada tahun 1998/99, direncanakan akan dilaksanakan diklat bagi 900 orang pegawai Departemen Tenaga Kerja, yang meliputi bidang teknis,
bidang penjenjangan atau struktural, bidang fungsional, dan pengembangan sistim diklat.

b. Program Penelitian dan Pengembangan ketenagakerjaan

Program penelitian dan pengembangan ketenagakerjaan bertujuan untuk menjabarkan dan memecahkan permasalahan

V/44
ketenagakerjaan yang bersifat kebijaksanaan dan operasional bagi pembangunan ketenagakerjaan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hasi1-
hasiI penelitian dimanfaatkan sebagai bahan pendukung perencanaan tenaga kerja dan pelaksanaan program strategis dan operasional di bidang
ketenagakerjaan seiring dengan perkembangan ekonomi, angkatan kerja, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selama empat tahun pelaksanaan Repelita VI, telah dilakukan 40 penelitian dengan penekanan orientasi pada permasalahan ketenagakerjaan,
antara lain: (a) penelitian yang menekankan aspek karakteristik penyediaan angkatan kerja, dan ekspor jasa tenaga kerja, serta pengaruh upah
minimum terhadap produktivitas industri; (b) penelitian yang dititik beratkan pada struktur perekonomian dan pengembangan kesempatan kerja,
kebutuhan pelatihan bagi pengembangan sumberdaya manusia, perkembangan sistem upah dan lapangan kerja; (c) penelitian dengan orientasi riset
pada hubungan industrial, lapangan kerja produktif, proyeksi penyediaan dan kebutuhan tenaga kerja; dan (d) penelitian yang menekankan pada
perencanaan tenaga kerja dan kesempatan kerja, pemberdayaan kelembagaan serta pemantapan orientasi visi ketenagakerjaan. Penekanan pada
pemantapan visi tersebut adalah sebagai perencanaan dan penyusunan program yang strategis dan operasional, dalam tahapan menuju persiapan
penyusunan Repelita VII di bidang ketenagakerjaan.

D. PENUTUP

Pembangunan ketenagakerjaan merupakan bagian dari pembangunan sumber daya manusia yang mempunyai peranan pokok dalam
pembangunan nasional. Selama empat tahun

V/45
pelaksanaan Repelita VI, pembangunan ketenagakerjaan telah menunjukkan berbagai kemajuan, antara lain ditandai dengan semakin
meningkatnya proporsi pekerja di sektor industri pengolahan, yaitu dari 5,4 persen pada tahun 1993 menjadi 12,6 persen pada tahun 1996;
pekerja formal yaitu dari 32,3 persen menjadi 35,6 persen; dan pekerja yang berpendidikan tamatan SD ke atas yaitu dari 63,5 persen
menjadi 70,2 persen. Penyebaran kesempatan kerja menurut daerah juga semakin merata, ditunjukkan dengan menurunnya proporsi
pekerja di Pulau Jawa dan Kawasan Barat Indonesia, yaitu masing-masing dari 60,4 persen dan 82,1 persen menjadi 59,5 persen dan 81,5
persen. Berbagai perubahan dalam struktur ketenagakerjaan tersebut telah meningkatkan kemampuan tenaga kerja Indonesia menghasilkan
produksi. barang dan jasa, sehingga sumbangannya terhadap pembangunan nasional semakin lebih besar dan lebih bermutu. Hal ini ditunjukkan
dengan meningkatnya rata-rata produktivitas per pekerja dari Rp 4.280,4 ribu pada tahun 1993 menjadi Rp 4.939,4 ribu pada tahun 1996,
menurut harga konstan tahun 1993.

Namun demikian, pembangunan ketenagakerjaan masih dihadapkan pada permasalahan yang belum terpecahkan secara mendasar, terutama
dalam memasuki era globalisasi dan menghadapi dampak terjadinya krisis moneter. Peluang untuk memperluas kesempatan kerja dipengaruhi
oleh perubahanperubahan terhadap kebutuhan tenaga kerja dengan kemampuan yang lebih terampil dan profesional. Di satu pihak, kemampuan
sektor-sektor ekonomi untuk menyerap tenaga kerja masih terbatas, dan di lain pihak, penyediaan tenaga kerja keluaran pendidikan belum
sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Hal ini menyebabkan angka pengangguran

V/46
terbuka semakin meningkat, dan ditambah lagi dengan adanya pengangguran akibat terjadinya PHK sebagai dampak dari krisis moneter yang
masih berlangsung sampai saat ini. Selain itu, angka setengah pengangguran juga masih tinggi yang disebabkan banyaknya lapangan kerja
kurang produktif dan juga sebagai dampak bencana kekeringan.

Dalam rangka mengatasi pengangguran dan setengah pengangguran tersebut, diperlukan upaya yang menyeluruh dan terpadu di semua
sektor dan daerah, berorientasi pada penciptaan lapangan kerja produktif yang berkelanjutan. Bagi pengangguran terdidik dan pengangguran
tenaga terampil akibat PHK diupayakan kegiatan penciptaan lapangan kerja dan lapangan usaha melalui penempatan/magang di berbagai
perusahaan, di unit-unit ekonomi produktif seperti koperasi dan BMT, dan pembentukan wirausaha baru, baik secara individu maupun
kelompok, sesuai dengan latar belakang dan keahliannya. Untuk mengatasi pengangguran yang berpendidikan rendah dan setengah
pengangguran, diupayakan kegiatan perluasan lapangan kerja produktif dengan sistem padat karya. Kegiatan sistem padat karya tersebut adalah
padat karya perkotaan di kantong-kantong kemiskinan dan daerah-daerah industri yang banyak melakukan PHK, padat karya perdesaan dan
padat karya kehutanan di daerah-daerah yang terkena bencana kekeringan, kebakaran hutan, dan daerah terisolir lainnya.

V/47
TABEL V – 1
PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA
1992, 1993 DAN 1996
V/48
TABEL V – 1.A
PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA
1971 – 1990
V/49
TABEL V – 2
JUMLAH PENDAFTARAN, PERMINTAAN DAN PENEMPATAN TENAGA KERJA
MELALUI DEPARTEMEN TENAGA KERJA
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

V/50
TABEL V – 2.A
JUMLAH PENDAFTARAN, PERMINTAAN DAN PENEMPATAN TENAGA KERJA
MELALUI DEPARTEMEN TENAGA KERJA
11968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89

V/51
TABEL V – 3
PENDAYAGUNAAN TENAGA KERJA TERDIDIK
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

TABEL V –3.A
PENGERAHAN TENAGA KERJA SUKARELA 1)
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89

V/52
TABEL V – 4
JUMLAH TENAGA KERJA YANG DISALURKAN
DALAM RANGKA AKL, AKAD DAN EJTK
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

V/53
TABEL V – 4.A
JUMLAH TENAGA KERJA YANG DISALURKAN
DALAM RANGKA AKAD, AKAN DAN AKL
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89

V/54
TABEL V- 5
PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PEMBATASAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA
WARGA NEGARA ASING PENDATANG MENURUT LAPANGAN USAHA DAN JABATAN
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

V/55
TABEL V- 5.A
PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PEMBATASAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA
WARGA NEGARA ASING PENDATANG MENURUT LAPANGAN USAHA DAN JABATAN
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89

V/56
TABEL V – 6
PELAKSANAAN PEMBATASAN PENGGUNAAN
TENAGA KERJA WARGA NEGARA ASING PENDATANG MENURUT LAPANGAN USAHA
V/57
TABEL V – 7
JUMLAH TENAGA KERJA YANG DILATIH
DI BERBAGAI BALAI LATIHAN KERJA
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

V/58
TABEL V – 7.A
JUMLAH TENAGA KERJA YANG DILATIH
DI BERBAGAI BALAI LATIHAN KERJA
1969/70, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89

V/59
TABEL V – 8
PERKEMBANGAN ORGANISASI
SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

V/60
TABEL V – 8.A
PERKEMBANGAN ORGANISASI
SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89

V/61
TABEL V – 9
UPAH MINIMUM REGIONAL/PROPINSI
1992, 1993, 1994 – 1997
(Rupiah/hari)
V/62
TABEL V – 9.A
UPAH MINIMUM REGIONAL/PROPINSI
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(Rupiah/hari)

V/63
TABEL V – 10
KESEMPATAN KERJA BERSAMA (KKB)
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

TABEL V – 10.A
PERJANJIAN KERJA SAMA (PKB) KESEPAKATAN KERJA BERSAMA
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89

V/64
TABEL V – 11
KASUS DAN PEMBAYARAN JAMINAN
1992, 1993, 1994 – 1997

V/65
TABEL V – 11.A
KASUS DAN PEMBAYARAN JAMINAN
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89

V/66

You might also like