Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kita semua mengetahui bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi yaitu AKI : 228/100.000 kelahiran hidup (KH) dan
AKB : 34/1000 kelahiran hidup (SDKI 2007). Sedangkan target RPJMN Depkes 2004-
2009 AKI : 226/100.000 KH dan AKB : 26/1000 Kh. Dalam Konfrensi Tingkat Tinggi
Persatuan Bangsa-Bangsa (2000) telah disepakati berbagai Komitmen tentang Tujuan
Pembengunan Milenium (Millenium Development Goals) pada tahun 2015. Ada dua
sasaran dan indikator yang secara khusus terkait dengan kesehatan ibu, bayi dan anak yaitu
1. Mengurangi angka kematian bayi dan balita sebesar 2/3 dari AKB pada tahun 1990
menjadi 20 dan 25/1000 kelahiran hidup
2. Mengurangi angka kematian ibu sebesar 3/4 dari AKI pada tahun 1990 (menjadi
125/100.000 kelahiran hidup)
Masa persalinan merupakan salah satu periode yang mengandung resiko bagi ibu
hamil. Kematian ibu, kematian bayi dan juga berbagai komplikasi lainnya pada umumnya
terjadi pada masa persalinan, setelah melahirkan dan 1 minggu pertama setelah melahirkan.
Salah satu factor penting dalam upaya menurunkan angka kematian yaitu
penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas. Pelayanan
kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna, berfokus kepada aspek pencegaahan,
promosi kesehatan dan berlandaskan kemitraan adalah hal penting yang dapat membantu
menurunkan angka kematian ibu dan angka kesakitan serta kematian bayi.
Pelayanan kebidanan yang bermutu ditentukan oleh factor input dan proses dari
pelayanan itu sendiri. Faktor input dari pelayanan diantaranya meliputi kebijakan, tenaga
yang melayani, sarana dan prasarana, standar asuhan kebidanan dan standar lain atau
metode yang disepakati. Sedangkan faktor proses adalah suatu kinerja dalam
mendayagunakan input yang ada dalam interaksi antara bidan dengan pasien yang meliputi
penampilan kerja sesuai dengan standar dan etika kebidanan.
1
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum :
2. Tujuan Khusus :
a. Sebagai acuan dalam memberikan pelayanan asuhan kebidanan secara
professional.
b. Sebagai bahan dasar pengembangan pelayanan asuhan kebidanan dan organisasi
profesi bidan.
c. Sebagai pedoman menilai mutu pelayanan asuhan kebidanan.
D. BATASAN OPERASIONAL
1. Administrasi dan pengelolaan pelayanan kebidanan dan kandungan
2. Sumber daya insani, staf dan pimpinan
3. Fasilitas dan peralatan
4. Kebijakan dan prosedur
5. Pengendalian mutu
E. LANDASAN HUKUM
Penyelenggaraan pelayanan Instalasi Kamar Bersalin Rumah Sakit Umum nataliaBoyolali
sesuai dengan:
1. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. Undang- Undang Nomor 23 tahun 2003 tengtang praktik kebidanan.
2
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
Dalam pelayanan asuhan kebidanan perlu menyediakan sumber daya manusia yang
kompeten, cekatan dan mempunyai kemampuan sesuai dengan perkembangan teknologi
sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal, efektif, dan efisien. Atas dasar
tersebut di atas, maka perlu kiranya menyediakan, mempersiapkan dan mendayagunakan
sumber-sumber yang ada. Untuk menunjang pelayanan asuhan kebidanan di instalasi kamar
bersalin, maka dibutuhkan tenaga dokter, bidan yang mempunyai pengalaman,
keterampilan dan pengetahuan yang sesuai.
C. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga atau jadwal dinas adalah pengaturan tugas pelayanan bagi bidan untuk
melaksanakan tugas pelayanan di instalasi kamar bersalin sehingga semua kegiatan
pelayanan asuhan kebidanan dapat terkoordinir dengan baik. Pengaturan dinas dibuat 3 shift
dalam 24 jam yaitu:
Petugas kamar bersalin terdiri dari bidan full time. Adapun pengaturan jaga adalah sebagai
berikut :
Bidan Full Time
a. Jadwal jaga : Senin – Minggu dibagi menjadi 3 shif
Shif pagi jam 07;00 – 14;00
Shif siang jam 14;00 – 20;00
Shif malam jam 20;00 – 07;00
b. Apabila pada kondisi tertentu bidan shiff selanjutnya bisa dipanggil untuk
oncall.
c. Apabila ada yang sakit/ cuti diutamakan yang melemburkan shif yang libur.
3
3. Prosedur
a. Adanya permintaan dari unit kamar bersalin atau adanya perencanaan dari kasi
keperawatan tentang penambahan tenaga bidan kamar bersalin.
b. Kasi keperawatan membuat pengajuan penambahan tenaga bidan kepada direktur
melalui Kabid umum, administrasi dan personalia
4
BAB III
STANDAR FASILITAS
A B C D E
Keterangan :
A. Ponek
B. VK
C. Kamar Mandi
D. Pre VK
E. Ruang Isolasi VK
F. Spoolhook
B. Standar Fasilitas
Sebagai bagian penting dari Rumah Sakit, beberapa komponen yang digunakan pada ruang
bersalin memerlukan beberapa persyaratan khusus, antara lain :
5
g) Minimal 2 kamar bersalin terdapat pada setiap rumah sakit umum.
h) Kamar bersalin terletak sangat dekat dengan kamar neonatal,
untuk memudahkan transpor bayi dengan komplikasi ke ruang rawat.
i) ldealnya sebuah ruang bersalin merupakan unit ter-integrasi: kala 1, kala 2 dan
kala 3 yang berarti setiap pasien diperlakukan utuh sampai kala 4 bagi ibu
bersama bayinya secara privasi. Bila tidak memungkinkan, maka diperlukan dua
kamar kala 1 dan sebuah kamar kala 2.
j) Kamar bersalin harus dekat dengan ruang jaga perawat (nurse station) agar
memudahkan pengawasan ketat setelah pasien partus sebelum dibawa ke ruang
rawat (postpartum). Selanjutnya bila diperlukan operasi, pasien akan dibawa ke
kamar operasi yang berdekatan dengan kamar bersalin.
k) Harus ada kamar mandi toilet berhubungan kamar bensalin.
l) Ruang postpartum harus cukup luas, standar: 8 m2 per tempat tidur (bed) dalam
kamar dengan multibed atau standar 1 bed minimal: 10 m2.
m) Ruang tersebut terpisah dari fasilitas : toilet, kloset, lemari.
n) Pada ruang dengan banyak tempat tidur, jarak antar tempat tidur minimum 1 m s.d
2 m dan antara dinding 1 m.
o) Jumlah tempat tidur per ruangan maksimum 4.
p) Tiap ruangan harus mempunyai jendela sehingga cahaya dan udara cukup.
q) Harus ada fasilitas untuk cuci tangan.
r) Tiap pasien harus punya akses ke kamar mandi privasi (tanpa ke koridor).
s) Kamar periksa/diagnostik berisi: tempat tidur pasien Obstetri dan
ginekologi, kursi pemeriksa, meja, kursi, lampu sorot, troli alat,
lemari obat kecil dan troli emergensi.
t) Kamar periksa harus mempunyai luas sekurang kurangnya 11 m2. Bila ada
beberapa tempat tidur maka per pasien memerlukan 7 m2. Perlu disediakan toilet
yang dekat dengan ruang periksa.
u) Ruang perawat/nurse station berisi : meja, telepon, lemari berisi perlengkapan
darurat/obat.
v) Ruang tunggu bagi keluarga pasien.
2) Ruang isolasi untuk pasien Eklampsia dan Sepsis
a) Ruang ini harus berada disamping ruang bersalin, atau setidaknya
jauh dari area yang sering dilalui.
b) Paling kecil, ruangan berukuran 18 m2 (6 - 8 m2 untuk masing-masing pasien)
c) Di ruang dengan beberapa tempat tidur, sedikitnya ada jarak 8 kaki (2,4 m) antara
ranjang ibu.
6
d) Ruang harus dilengkapi paling sedikit enam steker listrik yang dipasang dengan
tepat untuk peralatan listrik. Steker harus mampu memasok beban listrik yang
diperlukan, aman dan berfungsi baik
C. STERILISASI RUANGAN
Pemeliharan kamar bersalin merupakan proses pembersihan ruang berserta alat-alat standar
yang ada dikamar bersalin yang dilakukan teratur sesuai jadwal tujuannya untuk mencegah
infeksi silang dari atau kepada pasien.
7
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
1. Persiapan alat-alat
C. Tata Laksana Persalinan pada Penderita dengan Hepatitis dan atau penyakit menular
lainnya
8
3) Personil kamar bersalin harus memakai celemek plastik kedap air, memakai pelindung
mata (kaca mata) dan pelindung muka, memakai sarung tangan rangkap dan sarung
tangan panjang.
4) Personil dalam kamar bersalin sesedikit mungkin dan alat-alat yang diperlukan saja
5) Penderita dipindah kamar setelah 2 jam post partus.
6) Instrumen yang telah dipakai harus direndam dlm klorin 0,9 % selama 30menit dicuci
dengan sabun sebelum di autoclave. Instrumen yang tidak tahan panas diautoklaf bagian
atas.
7) Perawat yang mencuci instrumen tersebut harus memakai perlengkapan seperti:
Sarung tangan panjan utuh.
Celemek plastik kedap air.
Pelindung mata (kaca mata), pelindung wajah ini sangat penting dengan
banyaknya percikan-percikan air yang mengandung kuman.
8) Setelah partus, kamar bersalin dan alat-alat yang telah dipakai harus segera dibersihkan
dengan cairan klorin.
9) Linen yang sudah digunakan dimasukkan kantong plastic dan di taruh di ember merah
bertuliskan linen infeksius.
10) Rahasia penderita harus dijaga.
11) Kamar bersalin segera harus dibersihkan.
9
BAB V
LOGISTIK
NO NAMA JUMLAH
1 Partus set 5 Set
2 Vacum set 3 Set
3 Trolly emergency 1set
4 IUD KID 2 Set
5 Meja Kayu 1 Set
6 Resusitasi SC set 2 Set
7 Implan kid 1Set
8 GYN bad 3 Set
9 O2 Central 2 Tabung
10 Suction Pump 2 Buah
11 Meja resusitasi 1Buah
12 Ambubag dewasa 1 Set
13 Ambubag bayi 1 Set
14 Troly stainless 2 Buah
15 Laringoskop bayi 1 Buah
16 Laringoskop dewasa 1 Buah
17 Lampu Sorot 2Buah
18 Lampu penghangat 2 Buah
19 Termometer Tembak 1 Buah
20 Tensi meter 2 Buah
21 Tromol kasa tanggung 1 Buah
22 Tromol kassa kecil 2 Buah
23 Tromol tupres 1 Set
24 Kabel rol 1 Set
25 Manometer Oksigen 3 Buah
26 Stetoskop 2 Buah
27 Senter 1 Buah
28 Timbangan dewasa 1 Buah
29 Timbangan bayi 1Buah
30 Almari Almunium 1 Buah
31 Box Bayi 1Buah
32 Tiang infus 3 Buah
10
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
11
Rekam medis pasien harus jelas mencantumkan nama dan nomer Rekam Medis di
setiap halamannya, ditulis atau diketik lengkap dengan tanggal dan waktu, objektif atau
sesuai dengan fakta, kontemporer atau dicatat sesegera mungkin tanpa ditunda, mudah
dilacak, asli dan jika ada yang salah segera dikoreksi, setiap perubahan harus
mencantumkan tanggal dan ditandatangani dan menyertakan catatan yang menjelaskan
mengapa perubahan itu terjadi
12
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Pelindung barrier, yang disebut secara umum disebut sebagai alat pelindung diri
(APD), telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari mikroorganisme
yang ada pada petugas kesehatan. Namun dengan munculya AIDS dengan Hepatitis C, serta
meningkatkan kembali Tuberkulosis di banyak Negara, pemakaian APD menjadi juga sangat
penting untuk melindungi petugas. Dengan munculnya infeksi baru seperti flu burung, SARS
dan infeksi lainnya (Emerging Infectious Diseases), pemakaian APD yang tepat dan benar
menjadi semakin penting.
Agar menjadi lebih efektif, APD harus digunakan secara benar. Misalnya gaun dan duk
lobang telah tebukti dapat mencegah infeksi luka bila hanya dalam keadaan kering. Sedangkan
dalam keadaan basah, kain beraksi sebagai spons yang menarik dari kulit atau peralatan melalui
bahan kain sehingga dapat mengkontaminasi luka. Sebagai konsekuensinya,
pengolahan Rumah Sakit, penyedia dan para petugas kesehatan harus mengetahui tidak hanya
kegunaan dan keterbatasan dari APD tertentu, tetapi peran APD sesungguhnya dalam
mencegah penyakit infeksi sehingga dapat digunakan secara efektif dan efisien.
1) Sarung tangan : melindungi tangan dari bahan yang dapat menularakan penyakit dan
melindungi pasien dari mikroorganisme yan berada ditangan petugas kesehatan. Sarung tangan
merupakan penghalang (barrier) fisik paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi.
Sarung tangan harus diganti antara setiap kontak dengan satu pasien dengan pasien lainnya,
untuk menghidari kontaminasi silang.
2) Masker : harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan
rambut pada wajah (jenggot). Masker digunakan untuk menahan cipratan yang sewaktu petugas
kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan
darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila masker
tidak terbuat dari bahan yang tahan dari cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk
mencegah kedua hal tersebut.
13
3) Alat pelindung mata : melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lainnya
dengan cara melindungi mata. Pelindung mata mencakup kacamata (goggles) plastik bening,
kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata dengan lensa
polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan pelindung pada bagian sisi mata.
Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika
melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja kearah
wajah. Bila tidak tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan
kacamata pelindung atau kacamata biasa serta masker.
4) Topi : digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan
rambut tidak masuk kedalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup besar untuk menutup
semua rambut. Meski pun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi
tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang
terpercik atau menyemprot.
5) Gaun pelindung : digunakan untuk menutupi atau mengganti pakai biasa atau seragam
lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular
melalui droplet/airbone. Pemakaian gaun pelindung terutama adalah untuk melindungi baju
dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui atau
dicurigai menderita penyakit menular tersebut, petugas kesehatan harus menggunakan gaun
pelindung setiap masuk ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan percikan atau
semprotan darah cairan tubuh, sekresi atau eksresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi
ujung lengan gaun sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien. Setelah
gaun dilepas pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian potensial tercemar,
lalu cuci tangan segera untuk berpindahnya organisme.
Kontaminasi pada pakaian yang dipakai saat bekerja dapat diturunkan 20-100 kali dengan
memakai gaun pelindung. Bidan yang menggunakan apron plastik saat merawat pasien dapat
menurunkan transmisi S. Aureus 30 kali dibandingkan dengan bidan yang memakai baju
seragam dan ganti tiap hari.
6) Apron : yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk
sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petuagas kesehatan harus mengunakan apron
dibawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan
pasien, atau melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi.
Hal ini sangat penting bila gaun pelindung tidak tahan air apron akan mencegah cairan tubuh
pasien mengenai baju dan kulit petugas kesehatan.
7) Pelindung kaki : digunakan untuk melindung kaki dari cedera akibat benda tajam atau
benda berat yang mungkin jatuh secara tidak segaja ke atas kaki. Oleh karena itu, sadal, “sandal
jepit” atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet
atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus dijaga tetap
bersih dan bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak
diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus
tersedia di kamar bedah, sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau
kertas dapat meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui sepatu
dan sering kali digunakan sampai diruang operasi. Kemudian di lepas tanpa sarung tangan
sehingga terjadi pencemaran (Summers at al. 1992).
14
B. Faktor – Faktor Penting Yang Harus Diperhatikan Pada Pemakaian Alat Pelindung
Diri
a. Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki ruangan.
b. Gunakan dengan hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi.
c. Lepas dan buang secara hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi.
d. Lepas dan buang secara hati-hati ketempat limbah infeksius yang telah disediakan di
ruangan ganti khusus. Lepas masker di luar ruangan.
e. Segera lakukan pembersihan tangan dengan langkah-langkah membersihkan tangan
sesuai pedoman.
15
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit sudah diawali dengan penilaian
akreditasi rumah sakit yang mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat input dan proses.
Pada kegiatan ini rumah sakit harus melakukan berbagai standar dan prosedur yang telah
ditetapkan. Rumah sakit dipicu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan
pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk mengukur
hasil kerjanya perlu ada alat ukur yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan rumah sakit yang
menilai dan memecahkan masalah pada hasil (output). Tanpa mengukur hasil kinerja rumah
sakit tidak dapat dikertahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output yang
baik pula. Indikator rumah sakit disusun bertujuan mengukur kinerja rumah sakit serta nyata
sesuai standar yang ditetapkan.
Pemantauan indikator klinis adalah kegiatan pencatatan output suatu pelayanan. Metode
pengukuran ini lebih mencerminkan mutu hasil pelayanan. Indikator klinis yang dipantau untuk
menilai mutu pelayanan antara lain :
2) Pelayanan laboratorium
4) Prosedur kebidanan
1) pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat penting untuk memenuhi kebutuhan
pasien;
3) manajemen risiko;
16
6) harapan dan kepuasan staf;
8) manajemen keuangan;
9) pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat menimbulkan masalah bagi
keselamatan pasien, keluarga pasien dan staf.
d. Laporan dan analisa KTD, Sentinel dan KNC dimulai dengan laporan dalam unit layanan
yang rutin dilaporkan setiap bulan, kemudian dianalisa tiap 3 bulan oleh tim mutu. Dengan
menggunakan grading natrix akan diketahui kejadian- kejadian yang low, mederate, high
maupun extreme. Kemudian hasil laporan tersebut ditindak lanjuti dengan tindakan-tindakan
sesuai dengan tingkat kejadiannya.
e. Laporan indikator mutu dan Laporan Kejadian tidak diduga dianalisis setiap 3 bulan. Hasil
analisis merupakan dasar untuk membuat dokumen perbaikan mutu. Perbaikan
berkesinambungan untuk meningkatkan mutu sehingga dapat mengeliminir kejadian-kejadian
yang tidak diinginkan yang berhubungan dengan keselamatan pasien. Meningkatnya mutu
pelayanan dan keselamatan pasien diharapkan memberi rasa aman dan nyaman kepada pasien
Rumah Sakit.
f. Dalam proses keselamatan pasien perlu juga diperhatikan SDM yang sesuai kompetensi.
Proses kredential dan kredentialing dilaksanakan oleh komite medik secara rutin unruk
menjaga mutu pelayanan Rumah Sakit. Legalitas petugas medik, paramedis maupun non medis
dapat dipertanggungjawabkan dengan meninjau kembali kompetensi dan kinerja sesuai dengan
kewenangannya.
g. Untuk mendukung petugas medis dalam melaksanakan tugasnya perlu dibuatkan proses
pedoman klinik atau Clinical pathway. Rumah Sakit Umum natalia Boyolali berupaya untuk
membuat Clinical pathway yang terstandar sehingga dokter penanggunga jawab pasien akan
bekerja sesuai dengan clinaical pathway tersebut. Clinical pathway juga berguna untuk
mengukur kompetensi dokter dalam melayani pasien.
17
BAB IX
PENUTUP
Kesimpulan
1. Pelayanan dan Pengelolaan Kamar Bersalin dilaksanaan mengacu pada Kebijakan dan
prosedur tertulis.
2. Pembersihan dan sterilisasi kamar bersalin dilaksanakan sesuai dengan SPO
Pembersihan dan sterilisasi berdasarkan program sterilisasi kamar bersalin.
3. Rancang bangun kamar bersalin dilaksanakan sesuai dengan standart penilaian
instrument akreditasi rumah sakit. RSU NATALIA Boyolali menyediakan kamar
bersalin yang dapat dicapai secara cepat.
4. Dalam proses keselamatan pasien perlu juga diperhatikan SDM yang sesuai
kompetensi. Proses kredential dan kredentialing dilaksanakan oleh komite medik
secara rutin unruk menjaga mutu pelayanan Rumah Sakit. Legalitas petugas medik,
paramedis maupun non medis dapat dipertanggungjawabkan dengan meninjau kembali
kompetensi dan kinerja sesuai dengan kewenangannya.
5. Perlu diperhatikan :
Alas kaki pelindung yang disediakan digunakan saat tindakan
Petugas diharuskan selalu mencuci tangan dengan sabun antiseptik/ handrub
setiap kali kontak dengan pasien.
Saat bersalin ibu boleh ditungguin 1 orang.
Saat menolong persalinan dilakukan minimal 2 orang.
18