Professional Documents
Culture Documents
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Pembahasan
2.1 Keuangan Daerah
Dasar hukum
1. UU RI No. 17 thn. 2003 Tentang Keuangan Negara;
2. UU RI No. 1 thn. 2004 Tentang Perbendaharaan Negara;
3. UU RI No. 15 thn. 2004 Tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara;
4. UU RI No. 32 thn. 2004 Tentang Pemerintahan Daerah;
5. UU RI No. 33 thn.2004 Tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah, dan a.l.;
6. PP RI No. 56 thn. 2005 Tentang sistem informasi keuangan daerah;
7. PP RI No. 58 thn. 2005 Tentang pengelolaan keuangan daerah.
Salah satu maksud dari diterbitkannya pengaturan keuangan negara ini antara lain
adalah menyatukan sistem keuangan negara yang dikelola pemerintah pusat
dengan sistem keuangan daerah yang dikelola pemerintah daerah. karena itu, dalam
UU RI no. 17 thn. 2003 sebenarnya sudah dimuat materi-materi keuangan daerah,
seperti tentang APBD, penerimaan, pengeluaran, pendapatan, dan belanja daerah,
termasuk adanya istilah keuangan daerah.
Namun mengenai pengertian dan kekuasaan atas pengelolaan keuangan daerah
yang termuat dalam UU RI no. 17 thn. 2003 dan UU RI no. 1 thn. 2004, ternyata
menimbulkan beberapa hal yang menjadi ketidakjelasan atau bahkan menjadi
kabur.
Pengertian Keuangan daerah
1. Dalam penjelasan atas UU RI no. 17 thn. 2003 tidak dimuat uraian mengenai
dasar pemikiran, ruang lingkup maupun kekuasaan atas pengelolaan keuangan
daerah dalam kaitannya dengan upaya penyatuan peraturannya. tetapi yang dimuat
hanya menyangkut sebagian dari keuangan daerah yakni tentang penyusunan dan
penetapan APBD.
2. Penggunaan istilah keuangan daerah tidak konsisten, contoh, UU RI no. 17 thn.
2003 dalam bab satu, ketentuan umum, sama sekali tidak dimuat pengertian dan
istilah keuangan daerah. tetapi dalam bab-bab dan pasal-pasal berikutnya, istilah
keuangan daerah digunakan juga, antara lain lihat pasal 6 ayat (2) huruf c; dalam
pasal 10 bahkan ada istilah pejabat pengelola keuangan daerah,
3. Anehnya istilah dan pengertian keuangan daerah baru diatur dalam PP RI no. 58
thn. 2005, bukan diatur dalam UU.
DAFTAR PUSTAKA
Fahrojin, Ikhwan. Dan Najih, Mokh.2008.Menggugat Peran DPR dan BPK dalam
Reformasi Keuangan Negara.Malang: IB-TRANS Publishing.
Surat Kabar online
INILAH.COM,Jakarta dalam Ada yang Istimewa dalam Lima Tahun Peringatan BPK.
Tempo, 5 Maret 2009 dalam Transparansi dan Akuntabikitas Tanggungjawab
Bersama.
BANDAR LAMPUNG (Lampost), November 2006 dalam BPK Laporkan 1.303
Rekening Bermasalah.
I Gusti Rai 2, Agung.dalam Artikelnya yang berjudul Peran Badan Pemeriksaan
Keuangan Dalam Perbaikan Pengelolaan Keuangan Negara .
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Setelah tumbanngnya rezim Orde Baru Indonesia menapaki REFORMASI di
segala bidang,guna mewujudkan pemrintahan yang demokratis,guna memberikan
pelayanan yang baik pada masyarakat,goodgoovernance,Melalui UU No. 22 Tahun
1999 tentangPemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pusatdan Daerah, Pemerintah dan DPR telah jelas
menunjukkan political will untuk melaksanakan otonomi daerah dandesentralisasi p
ada tahun anggaran2001. Dalam konteks otonomi daerah, desentralisasi
dimaksudkan agar daerah lebih
mampumengembangkan inisiatif dan kreativitas daerah dan sumberdayanya
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dan
meningkatkan pemberdayaan masyarakat. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksa
nakan denganmemberikan kewenangan yang
luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional yang
diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdayanasional
yang berkeadilan serta perimbangan keuangan antara pemerintah pusatdan
daerah.2 Namun kesemuanya itu perlu diimbangi dengan pengawasan yang
memadaiagar tidak menimbulkan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) baru atau
memindahkanKKN dari tingkat Pusat ke Daerah, antara lain dengan adanya amanat
dalam Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang
bersih dan bebas KKN, yang telahditindaklanjuti dengan UU No. 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersihdan Bebas dari KKN, serta terbitnya UU
No. 20 Tahun 2002 Tentang Komisi PemberantasanTindak Pidana Korupsi.
Disamping itu, saat ini juga telah terbit UU di bidang Keuangan Negara, yang meliputi UU
No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun2004 tentang
Perbendaharaan Negara, serta sebentar lagi akan terbit UU Pemeriksaan
atasTanggungjawab dan Pengelolaan Keuangan Negara dalam rangka menegakkan
3 pilar utamagood governance, yaitu akuntabilitas, transparansi danapartisipasi
masyarakat luas, yang telahmenjadi komitmen pemerintah sejak dimulainya era
reformasi hingga saat ini.
BAB IIPEMBAHASAN
2.1.Devinisi Pengawasan Administratif
y
Pengawasan
atas penyelenggaraan pemerintahan daerah oleh pemerintah, gubernur dan
bupati/walikota adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk
menjamin penyelenggaraan pemerintahan daerah dan desa berjalan sesuai rencana
dan aturanyang berlaku.
Pengawasan
ini dilakukan oleh aparat pengawas intern pemerintahsesuai bidang kewenangannya
masing-masing (pp no.79/ 2005)
Pengawasan
administrasi umum pemerintahan, dilakukan terhadap kebijakandaerah,
kelembagaan, pegawai daerah, keuangan daerah dan barang daerah.
y
Pengawasan
urusan pemerintahan, dilakukan terhadap urusan wajib, urusan pilihan,dana
dekonsentrasi, tugas pembantuan, kebijakan pinjaman dan hibah luar negeri.Pada
prinsipnya pengawasan administrasif adalah,untuk memetuhi pereturan
berdasarkanmekanisme kerja untuk mencapai tujuan sebuah organisasi yang telah
di tentukan.
2.2.Faktor Penyebab Penyimpangan dalam Administratif(korupsi)
Faktor terjadinya korupsi yang sangat mendasar di daerah adalah
factor politik dan
kekuasaan
,(legaslatif maupun ekskutif)yang menyalahgunakan kekuasaan dan
kewenanganyang di miliknya untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun golangan,dengan
modusyang berbagai ragam;Mulai perjalanan dinas yang fiktif,penggelembungan
dana APBD.yangmengatasnamakan rakyat,demi mencai keuntungan pribadi maupun
kelompoknya.
Factor ekonomi.
Factor ini tidak terlalu mendasar jika di bandingkan dengan factor
belum adanya Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Analisa Belanja (SAB)
pengeluaran yang layak bagi daerah otonom. Akibat lain dari belum adanya SPM
dan
J
B Sumarlin (Mantan Ketua BPK)4 menyatakan bahwa dengan semakin besarnyatuntutan
masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara yang didasarkan pada
prinsip-prinsip good governance, maka kebutuhan terhadap peran pengawasanakan
semakin meningkat. Pengawasan itu perlu dilaksanakan secara optimal,
yaitudilaksanakan secara efektif dan efisien serta bermanfaat bagi auditee
(organisasi, pemerintah dan negara) dalam merealisasikan tujuan/program secara
efektif, efisiendan ekonomis. Pengalaman menunjukkan bahwa banyaknya aparat
pengawasan justrumenimbulkan inefisiensi, karena timbulnya pemeriksaan yang
bertubi-tubi dantumpang tindih diantara berbagai aparat pengawasan intern
pemerintah, serta antaraaparat pengawasan intern pemerintah dengan aparat
pengawasan ekstern pemerintah(BPK). Di samping itu, disinyalir juga bahwa
pengawasan baru mencapai fungsinyayang bersifat korektif dan belum mencapai
fungsinya yang bersifat preventif.Keberhasilan fungsi preventif pengawasan harus
diperankan dan dilaksanakan olehsuatu sistem pengendalian intern yang memadai..
3.
J
.B. Sumarlin (Mantan Ketua BPK), Pokok-Pokok Sambutan
TentangOptimalisasi Pengawasan Manajemen Pemerintah Menuju terciptanya goodg
overnance halaman 5 dan 6, disampaikan
dalam
Half DaySeminardengan tema´
Pengawasan
dan Governance Keuangan Negara´, Diselenggarakan oleh IAIKompartemen
Akuntan Sektor Publik di
J
akarta 13
J
anuari 2004. menyatakan bahwa salah satu kelemahan sistem pengelolaan
keuangan pemerintah saat ini adalahkelemahan di bidang akuntansi, pelaporan,
pengendalian, dan auditing, meliputi :
pengawasan keuangan negara yang mampu mengatasi korupsi, baik formal (oleh lembagayang
secara formal ditugaskan untuk mengawasi), maupun informal (oleh
perlu dibedakan siapa berperan apa dan kapan peran itu boleh dilakukan, yang
eksternal pemerintah.
,
Akuntabilitas publik yang belum jelas dantransparan, khususnya dalam ukuran
BAB IIIPENUTUP
3.1.Kesimpulan
Berdasarkan komentar-komentar tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa pengawasan dalam era otonomi daerah ini masih mengalami ba
nyak permasalahan, baik dari segi kelembagaan aparat pengawasannya yang belum
dapat bekerja secara sinergis,efisien dan efektif (intern dan ekstern), maupun alat-
alat pengawasan lainnya berupa standar-standar sebagai dasar pelaksanaan dan
sistem pengendalian intern yang belum dapatberjalansesuai dengan yang diniatkan
oleh peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan.Dengan demikian, langkah-
langkah apa yang masih harus dilakukan ke depan demimengoptimalkan pengawasan dalam era
otonomi daerah ?Menurut kami, langkah-langkah tersebut sebelum ditetapkan, harus
didahului dengankomitmen pemerintah tentang pengawasan, karena
komitmen adalah bagian integral darisistem nilai yang baik. Tanpa komitmen yang
terpelihara, akan timbul perilaku yang tidak jujur. Dapat kita bayangkan bagaimana
setiap hubungan, baik secara pribadi, organisasiatauyang bersifat profesional dapat
berjalan mulus, Ketidakpastian dapat menyebabkankebingungan. Kurangnya
komitmen akan menggoyahkan hubungan dan menimbulkan perasaan tidak aman.
Komitmen, baru benar-benar suatu komitmen, apabila menunjukkan :1. Saling
ketergantungan;2. Kepercayaan;3. Dapat diprediksi;4. Konsisten;5. Saling
memberikan perhatian;6. Ada rasa empati terhadap sesama;7. Peka terhadap
kewajiban;8. Tulus;9. Berkarakter; 10. LoyalitasApabila salah satu unsur ini hilang
maka komitmen akan kehilangan kekuatannya. Komitmen berfungsi sebagai lem
yang merekatkan hubungan, landasannya karakter, integritas danempati. Komitmen
adalah sebuah tanda kedewasaan dan seharusnya komitmen terbesar kitaadalah
terhadap nilai dan etika. Tanggung jawab terbesar kita adalah meninggalkan
warisanyang dapat dibanggakan kepada generasi penerus, yaitu bahwa institusi
pengawasan di negarakita ini perannya benar-benar sudah diakui keberadaannya
dengan melihat dari cara kerjanya,dari nilai yang dianutnya, dari etika yang
ditanamkannya, dan hasil yang diberikannya kepadamasyarakat dan negara.