You are on page 1of 33

1

Pendahuluan
Anensefali adalah suatu defek perkembangan yang serius dari sistem saraf pusat di
mana otak dan kalvaria mengalami malformasi hebat. Serebrum dan cerebellum
berkurang atau tidak ada, tetapi otak belakang tetap ada. Anensefali adalah bagian dari
spektrum neural tube defect (NTD). Defek ini terjadi ketika neural tube gagal menutup
selama minggu ketiga hingga minggu keempat perkembangan yang menyebabkan
kematian janin, stillbirth, atau kematian neonatal. Anensefali, seperti bentuk-bentuk
lain NTD, umumnya mengikuti pola transmisi multifaktorial, dengan interaksi
beberapa gen serta faktor lingkungan. Dalam beberapa kasus, anensefali mungkin
disebabkan oleh kelainan kromosom, atau mungkin merupakan bagian dari proses yang
lebih kompleks yang melibatkan cacat gen tunggal atau gangguan membran amnion.
Anensefali dapat dideteksi sebelum lahir dengan ultrasonografi dan mungkin pertama
dicurigai sebagai hasil dari tes skrining maternal serum alfa-fetoprotein (MSAFP)
yang meningkat. Asam folat telah terbukti menjadi agen pencegahan yang dapat
mengurangi potensi risiko sebesar sekitar dua pertiga dari anensefali dan NTD
lainnya.1
Variasi geografis cukup besar terjadi pada kejadian neural tube defect (NTDs),
dengan hot spot di Guatemala, Cina utara, Meksiko, dan bagian dari Inggris. Kulit putih
Hispanik dan non-Hispanik lebih sering terkena daripada wanita keturunan Afrika, dan
perempuan lebih sering terkena dibandingkan laki-laki. Anensefali ditentukan pada 28
hari konsepsi. Di Amerika Serikat, prevalensi kelahiran rata-rata anensefali adalah
sekitar 1,2 per 10.000 kelahiran. Frekuensi selama kehamilan jauh lebih tinggi daripada
prevalensi kelahiran, dengan perkiraan setinggi 1 kasus per 1000 kehamilan.
Kehamilan dengan anensefali sering berakhir dengan keguguran dini, abortus spontan,
kematian janin, atau terminasi kehamilan.1,2
Pada ibu yang sebelumnya mengalami kehamilan dengan anensefali, penggunaan
suplemen asam folat dengan dosis 10 kali lebih tinggi dari yang umumnya disarankan
untuk populasi umum (4 mg / hari vs 400 mcg / hari) direkomendasikan. Dalam
penelitian di Carolina Selatan, lebih dari 300 kehamilan telah diikuti dari wanita yang
2

hamil dengan NTD sebelumnya lalu menerima dosis tinggi suplemen asam folat
sebagai bagian dari program tindak lanjut tidak mengalami kekambuhan dari NTD.
Studi NTD di Amerika Serikat oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
menunjukkan penurunan yang signifikan dari anensefali dan NTD lainnya setelah
pengenalan fortifikasi tepung terigu dengan asam folat.1
Mengingat kasus ini penting dan jarang ditemukan dan guna menambahkan
pengetahuan tentang prinsip penanganan dan aspek pencegahan pada kasus tersebut,
penulis merasa tertarik untuk membahas kasus ini dan melaporkan dari kasus ini untuk
didiskusikan dan dilaporkan lebih lanjut.
3

I.Rekam Medis
A. Anamnesis
Autoanamnesis
1. Identifikasi
Nama : Ny. Lisa binti Syahfarudin
Med.Rek : 1085577
Umur : 27 tahun
Suku bangsa : Banyuasin
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Dusun Suka Maju, RT.01, RW.01, Kelurahan Sungai Lilin,
Kecamatan Lais, Kabupaten Musi Banyuasin
MRS : 11 Oktober 2018, pukul 12:00 WIB
2. Riwayat Perkawinan
Menikah 1x lamanya 10 tahun
3. Riwayat Reproduksi
Menarche 15 tahun, siklus teratur, 28 hari, lama 7 hari, HPHT: 23/02/2018
4. Riwayat Persalinan
1. 2010, laki-laki, 2800 g, lahir spontan, bidan, sehat
2. Hamil ini
5. Riwayat penyakit dahulu
Disangkal
6. Riwayat Gizi/Sosial Ekonomi
Sedang
4

7. Anamnesis Khusus
Keluhan utama : Hamil kurang bulan dengan kelainan kongenital dan
janin tidak bergerak lagi
Riwayat perjalanan penyakit :
Os dirujuk dari Sp.OG dengan G2P1A0 hamil 30 minggu belum inpartu dengan
anensefali JTM preskep. Os merasa tidak lagi merasakan gerkaan janin sejak ±
2 hari yang lalu. Os lalu berobat ke bidan dan disarankan ke Sp.OG, dari hasil
pemeriksaan dikatakan JTM dan anensefali sehingga os dirujuk ke RSMH.
Riwayat perut mulas yang menjalar ke punggung hilang timbul makin lama
makin sering dan kuat (-), riwayat keluar air-air (-), riwayat keluar darah lendir
(-), riwayat terkena varicella (-), riwayat demam (-), riwayat infeksi selama
kehamilan (-), riwayat minum obat-obatan (-), riwayat trauma (-), riwayat mual-
muntah (+), riwayat ANC hanya sekali sekali di posyandu, tidak pernah
melakukan USG.

B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
a. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : E4M6V5
Tipe badan : Normal
Berat badan : 45 kg
Tinggi badan : 150 cm
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5 0C
5

b. Keadaan khusus
Kepala : normocephali, konjungtiva anemis (-/-), sklera tidak
ikterik
Leher : Tekanan vena jugularis (5-2) cm H2O, KGB tidak teraba
Thoraks : Jantung : murmur tidak ada, gallop tidak ada.
Paru-paru : vesikuler normal (+), ronchi (-),wheezing (-)
Ekstremitas : Edema pretibial -/-

2. Pemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan luar:
Tinggi fundus uteri 2 jari bawah processus xyphoideus (25 cm), memanjang, presentasi
kepala, punggung kiri, DJJ (-), his (-), TBJ 1860 gram
Pemeriksaan dalam:
Portio lunak, posterior, eff 0 %, pembukaan kuncup, ketuban dan penunjuk belum
dapat dinilai

C. Pemeriksaan Penunjang
LABORATORIUM (11/10/2018)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 9.8 11.4-15.0 g/dL
Eritrosit 3.42 4.00-5.70 x 106/m3
Hematokrit 29 35-45 %
Leukosit 7800 5000-10000/mm3
Trombosit 183000 189000-436000
Diff count 0/1/73/20/6
Faal Hemostasis
6

PT + INR
Kontrol 13.70
Pasien 13.50 12-18 detik
Nilai kritis: >30
INR 1.00
APTT
Kontrol 32.0
Pasien 40.6 27-42 detik
Nilai kritis: >78
Fibrinogen
Kontrol 299.0
Pasien 445.0 200-400 mg/dL
Nilai kritis: <100 - >800
D-dimer 2.37 <0.5 µg/mL
Fungsi Hati
SGOT 14 0-32 u/L
SGPT 7 0-31 u/L
Fungsi Ginjal
Ureum 9 16.6-48.5 mg/dL
Kreatinin 0.52 0.50-0.90 mg/dL
Elektrolit
Kalsium 9,0 8.8-10.2 mg/dL
Natrium 142 135-155 mEq/L
Kalium 3.8 3.5-5.5 mEq/L
Petanda Infeksi
CRP kualitatif Positif Negatif
CRP kuantitatif 22 <5 mg/L
7

USG
- Tampak JTM preskep
- Biometri janin
- FL 6.43 cm - AC 27.53 cm - EFW 1790 gram
- Plasenta di corpus posterior
- Ketuban cukup SDP 6.08 cm
- Frog eye (+), susp. anensefali
K/ hamil 31 minggu janin tunggal mati presentasi kepala susp. anensefali
8
9
10

D. Diagnosa kerja
G2P1A0 hamil 31 minggu belum inpartu janin tunggal mati presentasi kepala dengan
susp. anensefali.

E. Prognosis
Ibu : bonam

F. Terapi
- Observasi TVI, his
- IVFD RL gtt XX /menit
- Injeksi ceftriaxone 1 g/12 jam
- R/ partus pervaginam
- Pematangan Serviks Misoprostol 25 mcg/6 jam
11

G. Follow Up
11/10/2018 S/ Hamil kurang bulan dengan kelainan P/
12.00 kongenital dan janin tidak bergerak lagi - Observasi TVI, his
Bishop O/ - IVFD RL gtt XX/menit
score 2 Sens: CM T:36,7°C - Th/ sesuai Instruksi
TD : 120/80 mmHg RR: 18x/m Farmakalogis
N: 82x/m - R/ partus per vaginam
- Pematangan serviks
PL: FUT 2 jari bawah prosesus xifoideus (25 Misoprostol 25 mcg / 6
cm), memanjang, punggung kiri, presentasi jam
kepala, his (-), DJJ (-), TBJ : 1860 gram

VT: porsio lunak, posterior, eff 0 %, Ø


kuncup ketuban dan penunjuk belum dapat
dinilai

A/ G2P1A0 hamil 31 minggu belum inpartu


JTM preskep dengan suspek anensefali

11/10/2018 S/ Hamil kurang bulan dengan kelainan P/


16.00 kongenital dan janin tidak bergerak lagi - Observasi TVI, his
O/ - IVFD RL gtt XX/menit
Sens: CM T:36,7°C - Th/ sesuai Instruksi
TD : 120/80 mmHg RR: 18x/m Farmakalogis
N: 82x/m - R/ partus per vaginam
12

- Pematangan serviks
PL: FUT 2 jari bawah prosesus xifoideus (25 Misoprostol 25 mcg / 6
cm), memanjang, punggung kiri, presentasi jam
kepala, his (-) , DJJ (-), TBJ : 1860 gram

VT: porsio lunak, posterior, eff 0 %, Ø


kuncup ketuban dan penunjuk belum dapat
dinilai

A/ G2P1A0 hamil 31 minggu belum inpartu


JTM
preskep dengan suspek anensefali

11/10/2018 S/ Hamil kurang bulan dengan kelainan P/


20.00 kongenital dan janin tidak bergerak lagi - Observasi TVI, his
O/ - IVFD RL gtt XX/menit
Sens: CM T:36,7°C - Th/ sesuai Instruksi
TD : 120/80 mmHg RR: 18x/m Farmakalogis
N: 82x/m - R/ partus per vaginam
- Pematangan serviks
PL: FUT 2 jari bawah prosesus xifoideus (25 Misoprostol 25 mcg / 6
cm), memanjang, punggung kiri, presentasi jam
kepala, his (-) DJJ (-), TBJ : 1860 gram

VT: porsio lunak, posterior, eff 0 25%, Ø


kuncup ketuban dan penunjuk belum dapat
dinilai
13

A/ G2P1A0 hamil 31 minggu belum inpartu


JTM preskep dengan suspek anensefali

11/10/2018 S/ Hamil kurang bulan dengan kelainan P/


00.00 kongenital dan janin tidak bergerak lagi - Observasi TVI, his
O/ - IVFD RL gtt XX/menit
Sens: CM T:36,7°C - Th/ sesuai Instruksi
TD : 120/80 mmHg RR: 18x/m Farmakalogis
N: 82x/m - R/ partus per vaginam
- Pematangan serviks
PL: FUT 2 jari bawah prosesus xifoideus (25 Misoprostol 25 mcg / 6
cm), memanjang, punggung kiri, presentasi jam
kepala, his (-), DJJ (-), TBJ : 1860 gram

VT: porsio lunak, posterior, eff 25 %, Ø


kuncup ketuban dan penunjuk belum dapat
dinilai

A/ G2P1A0 hamil 31 minggu inpartu kala 1


fase laten JTM preskep dengan suspek
anensefali
14

S/ Hamil kurang bulan dengan kelainan


11/10/2018 kongenital dan janin tidak bergerak lagi P/
04.00 O/ - Observasi TVI, his
Sens: CM T:36,7°C - IVFD RL gtt XX/menit
TD : 120/80 mmHg RR: 18x/m - Th/ sesuai Instruksi
N: 82x/m Farmakalogis
- R/ partus per vaginam
PL: FUT 2 jari bawah prosesus xifoideus (25 - Pematangan serviks
cm), memanjang, punggung kiri, presentasi Misoprostol 25 mcg / 6
kepala, his (-), DJJ (-), TBJ : 1860 gram jam

VT: porsio lunak, posterior, eff 50 %, Ø


kuncup ketuban dan penunjuk belum dapat
dinilai

A/ G2P1A0 hamil 31 minggu belum inpartu


JTM preskep dengan suspek anensefali

S/ Hamil kurang bulan dengan kelainan


11/10/2018 kongenital dan janin tidak bergerak lagi P/
08.00 O/ - Observasi TVI, his
Sens: CM T:36,7°C - IVFD RL gtt XX/menit
TD : 120/80 mmHg RR: 18x/m - Th/ sesuai Instruksi
N: 82x/m Farmakalogis
- R/ partus per vaginam
PL: FUT 2 jari bawah prosesus xifoideus (25 - Pematangan serviks
cm), memanjang, punggung kiri, presentasi Misoprostol 25 mcg / 6
kepala, his (-), DJJ (-), TBJ : 1860 gram jam
15

VT: porsio lunak, posterior, eff 50 %, Ø


kuncup ketuban dan penunjuk belum dapat
dinilai

A/ G2P1A0 hamil 31 minggu belum inpartu


JTM preskep dengan suspek anensefali

12/10/2018 S/ Hamil kurang bulan dengan kelainan


12.00 kongenital dan janin tidak bergerak lagi P/
Bishop O/ - Observasi TVI, his
score 8 Sens: CM T:36,7°C - IVFD RL + Oksitosin
TD : 120/80 mmHg RR: 18x/m 5IU drip definitif
N: 82x/m - Th/ sesuai instruksi
farmakologis
PL: FUT 2 jari bawah prosesus xifoideus (25 - R/ partus per vaginam
cm), memanjang, punggung kiri, presentasi
kepala, his 2x/10’/20’’, DJJ (-), TBJ : 1860
gram

VT: porsio lunak, medial, eff 75%, Ø 1 cm,


ketuban (+), penunjuk belum dapat dinilai

A/ G2P1A0 hamil 31 minggu inpartu kala 1


fase laten JTM preskep dengan suspek
anensefali
16

S/ mau melahirkan dengan hamil kurang


12/10/2018 bulan, kelainan kongenital dan janin tidak P/
15.00 WIB bergerak lagi - Observasi TVI, his
O/ - IVFD RL + Oksitosin
Sens: CM T:36,3°C 5IU drip definitif
TD : 120/80 mmHg RR: 18x/m - Th/ sesuai instruksi
N: 82x/m farmakologis
- R/ partus per vaginam
PL: FUT 2 jari bawah prosesus xifoideus (25
cm), memanjang, punggung kiri, presentasi
kepala, his 3x/10’/30’’, DJJ (-), TBJ : 1860
gram

VT: porsio lunak, anterior, eff 100%, Ø 4


cm, ketuban (+), penunjuk sulit dinilai

A/ G2P1A0 hamil 31 minggu inpartu kala 1


fase aktif JTM preskep dengan suspek
anensefali

12/10/2018 S/ mau melahirkan dengan hamil kurang


16.30 WIB bulan, kelainan kongenital dan janin tidak Pimpin persalinan
bergerak lagi
O/
Sens: CM T:36,3°C
TD : 120/80 mmHg RR: 18x/m
17

N: 82x/m

PL: FUT 2 jari bawah prosesus xifoideus (25


cm), memanjang, punggung kiri, presentasi
kepala, his 4x/10’/30’’, DJJ (-), TBJ : 1860
gram

VT: porsio lunak, anterior, eff 100%, Ø


lengkap, ketuban (-), penunjuk sulit dinilai

A/ G2P1A0 hamil 31 minggu inpartu kala II


fase JTM preskep dengan suspek anensefali
12/10/2018 Lahir neonatus mati laki laki, BB 1400 gr,
16.45 WIB PB 40 cm.

12/10/2018 S/ Selesai melahirkan


17.00 WIB O/ P/
Sens: CM T:36,7°C - Obs. TVI, kontraksi,
TD : 120/80 mmHg RR: 20x/m perdarahan
N: 78x/m - IVFD RL+ 20 IU
oksitosin gtt xx/menit
PL: FUT 3 jari bawah umbilikus, kontraksi - Cek lab DR, r/
baik, perdarahan aktif (-) transfusi jika Hb<8
gr/dL
A/ P2A0 post partum spontan preterm - Mobilisasi dini
- Diet nasi biasa
- Vulva hygiene
- Bebat payudara
18

- Th/ lain sesuai


instruksi farmakologis
19

II.PERMASALAHAN
1. Bagaimana penegakkan diagnosis pada pasien ini?
2. Mengapa anensefali dapat terjadi pada kasus ini?
3. Bagaimana penatalaksanaan dan manajemen pada kasus ini?

III.ANALISIS KASUS
1. Bagaimana penegakkan diagnosis pada pasien ini?

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


Anensefali terlihat pada saat kelahiran karena tidak adanya kalvaria dan bagian dari
cerebrum dan cerebellum. Struktur wajah tetap ada dan terlihat relatif normal. Lesi
kranial mungkin dapat tertutup kulit mungkin pula tidak. Skrining prenatal maternal
serum alpha-feto protein (MSAFP) tidak efektif jika lesi tertutup kulit. Sering terjadi
stillbirth dan abortus spontan selama kehamilan sehingga pasien mengatakan tidak
merasakan gerakan janin. Meskipun secara fisik anensefali sangat jelas terlihat,
pemeriksaan fisik untuk anomali lain yang tidak berhubungan langsung dengan
anensefali diindikasikan untuk kemungkinan perlunya studi sitogenetik. Saat terjadi
malformasi tambahan lainnya, kemungkinan abnormalitas sitogenetik bertambah.1

Pemeriksaan Laboratorium
Skrining MSAFP selama trimester ke 2 kehamilan adalah alat skrining yang efektif
untuk mengidentifikasi mayoritas kasus anensefali pada wanita hamil dengan atau
tanpa adanya riwayat keluarga atau faktor risiko lain untuk terjadinya NTD.1,3
Uji amniotic alpha-fetoprotein (AFAFP) selama trimester akhir dan trimester kedua
kehamilan adalah tes biokimia diagnostik untuk anensefali. Positif palsu dari AFAFP
dapat dieksklusikan berdasarkan hasil tes terhadap acethylcholineesterase (ACHE)
yang mana hasilnya harus positif untuk anensefali terbuka.1,3
20

Uji laboratorium tidak dilakukan post natal dalam banyak kasus anensefali isolated. Uji
sitogenetik dapat menyingkirkan trisomi 13 ataupun abnormalitas kromosom
lainnya.1,3

Pemeriksaan Imaging
USG 2 dimensi prenatal telah banyak berkembang selama beberapa tahun terakhir dan
telah banyak menggantikan pengukuran MSAFP sebagai alat skrining. Osifikasi
tempurung kepala belum lengkap sebelum 12 minggu kehamilan, sehingga diagnosis
anensefali dengan menggunakan USG tidak boleh dilakukan sebelum waktu
tersebut.1,3,4
USG adalah metode pencitraan yang ideal untuk deteksi dini anomali janin
mengingat kapasitas diagnostiknya yang tinggi, non-invasif, deteksi cepat, biaya
rendah, dan ketersediaannya mudah. Dalam mendiagnosis anencephaly janin
menggunakan Point-of-Care Ultrasound (POCUS) , temuan yang sangat penting
adalah tidak adanya dari calvarium janin. Dua tanda diagnostik untuk membantu dalam
diagnosis antara lain tanda "Mickey Mouse" dan tanda "frog eye". Tanda "Mickey
Mouse" menggambarkan korteks janin yang mengambang di cairan amniotik tanpa
struktur tengkorak di atasnya, memberikannya tampilan telinga Mickey Mouse. Tanda
"frog eye" menggambarkan struktur orbital yang menonjol terkait dengan anomali
perkembangan dari korteks. Temuan lain mungkin termasuk partikel echogenic dalam
cairan ketuban yang konsisten dengan korteks yang terfragmentasi yang terjadi selama
transisi dari acrania ke anencephaly, polihidramnion, dan crown rump length jatuh di
bawah persentil kelima.5
21

Gambar 1. Gambaran USG pada kasus anensefali5

Diambil dari Hall JW,et all5

Pada trimester pertama, tidak adanya kalvaria, berkurangnya crown-rump length,


tidak adanya atau tereksposnya jaringan neural dengan gambaran lobular
(exencephaly), dan absennya kontur geometri kepala yang normal dengan jalur terbatas
pada bagian atas wajah berhubungan dengan anensefali. Nantinya, polihidramnion
dapat terjadi karena berkurangnya cairan ketuban yang ditelan.1,3,4,5
Temuan MRI post natal didapatkan tidak adanya tempurung kepala, struktur
supratentorial, dan cerebelum.1,3

Metode Diagnosis Invasif Prenatal


Amniosintesis
AFP dari yolk sac janin dan hati janin serta AchE spesifik terhadap jaringan neural
janin normalnya tidak didapatkan di cairan ketuban, meskipun AFP dapat ditemukan
dalam darah ibu. Peningkatan kadar AFAFP dan AFAChE didapatkan pada janin
dengan NTD tipe terbuka dan dapat dengan mudah diidentifikasi dalam cairan ketuban.
Amniosentesis paling sering dilakukan untuk mendeteksi aneuploidi kromosom atau
mutasi genetic, namun amniosentesis juga dapat dilakukan untuk pendeteksian NTD.3
22

Pada kasus ini, pasien mengatakan tidak merasakan gerakan janin lagi, dari
pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan pada tanda vital ibu, kepala, leher, paru
maupun jantung, pada pemeriksaan abdomen untuk pemeriksaan luar didapatkan tinggi
fundus uteri 2 jari bawah processus xyphoideus (25 cm), memanjang, presentasi kepala,
punggung kiri, DJJ (-), his (-), TBJ 1860 gram, dan pemeriksaan dalam didapatkan
portio lunak, posterior, eff 0 %, pembukaan kuncup, ketuban dan penunjuk belum dapat
dinilai. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium tidak
didapatkan kelainan yang signifikan, dari pemeriksaan USG tampak adanya frog eye
sign dengan kesan G2P1A0 hamil 31 minggu janin tunggal mati presentasi kepala
dengan suspek anensefali, sehingga pasien ini didiagnosis dengan G2P1A0 hamil 31
minggu belum inpartu janin tunggal mati presentasi kepala dengan suspek anensefali.

2. Mengapa anensefali dapat terjadi pada kasus ini?

Pembentukan neural tube dimulai dari sebuah lembaran pipih sel-sel neuroepitel (yang
dikenal sebagai neural plate). Neural plate ini, yang berbatasan dengan sel-sel yang
akan menjadi epidermis, menggulung dan ujungnya menutup untuk membentuk suatu
struktur berbentuk tabung yang kita kenal dengan neural tube yang dilapisi dengan
sebuah lapisan ektoderm permukaan. Proses penutupan ini terjadi secara progresif,
awalnya terjadi pada bagian servikal kemudian meluas ke arah kranial dan kaudal.
Proses ini terjadi di minggu ketiga hingga keempat setelah fertilisasi, sebuah waktu
dimana beberapa wanita belum menyadari bahwa mereka telah hamil,6,7
23

Gambar 2. Skema Proses Pembentukan Neural Tube.7

Diambil dari Jonathan JW, et all7

Namun proses penutupan ini sangatlah kompleks, dan seperti pada kebanyakan
mamalia terjadi secara terputus-putus. Secara sederhana, kegagalan penutupan neural
tube pada ujung kranial akan mengakibatkan anensefali, sedangkan kegagalan
penutupan pada ujung kaudal akan menyebabkan mielomeningokel atau spina bifida.
Proses penutupan neural tube melibatkan sejumlah proses seluler dan molekular yang
secara ketat diregulasi dan dimonitor. Mutasi pada salah satu gen terkait proses ini akan
berakibat pada gangguan penutupan neural tube.6
24

Tabel 1. Jenis-jenis Defek Neural Tube dan Malformasi Terkait.6


Defek Neural Tube Malformasi
Kranial
Anensefali Kegagalan fusi bagian sefalik lipatan neural;
tidak adanya seluruh atau sebagian otak, tulang
tengkorak dan kulit.
Eksensefali Kegagalan formasi scalp dan tengkorak;
eksteriorisasi otak yang terbentuk secara
abnormal.
Ensefalokel Kegagalan formasi tengkorak yang sempurna;
ekstrusi jaringan otak ke dalam sakus
membranosa.
Inensefali Defek pada vertebra servikal dan torakal bagian
atas; formasi jaringan otak abnormal dan
retrofleksi ekstrim tulang belakang bagian atas.
Spinal
Spina Bifida Kegagalan fusi bagian kaudal neural tube,
biasanya melibatkan 3-5 vertebra berturut-turut;
saraf tulang belakang atau meningen atau
keduanya terpapar cairan amnion.
Meningokel Kegagalan fusi bagian kaudal neural tube;
meningen terpapar keluar.
Mielomeningokel Kegagalan fusi bagian kaudal neural tube;
meningen dan jaringan saraf terpapar keluar.
Mieloskisis Kegagalan fusi bagian kaudal neural tube;
massa pipih jaringan saraf terpapar keluar.
Holorakiskisis Kegagalan fusi arkus vertebra; seluruh saraf
tulang belakang terpapar keluar.
Kraniorakiskisis Keadaan dimana terdapat anensefali dan defek
terbuka neural tube, biasanya pada bagian
servikotorakal.
Diambil dari The American College of Obstetricians and Gynecologists. ACOG Practice
25

Defek neural tube (Neural Tube Defect atau disingkat NTD) terisolasi atau non-
sindromik pada umumnya bersifat multifaktorial, atau dikaitkan dengan interaksi
kompleks antara genetik dan faktor-faktor lingkungan. Faktor-faktor spesifik yang
telah diasosiasikan dengan NTD adalah paparan lingkungan utamanya beberapa
medikasi, kondisi medis maternal, asosiasi dengan letak geografis dan etnis tertentu,
genetik dan riwayat keluarga.6
Beberapa faktor-faktor lingkungan telah diasosiasikan dengan NTD. Untuk dapat
menghasilkan defek ini, pengaruh eksternal ini harus ada saat 28 hari pertama
perkembangan embrio ketika pembentukan neural tube sedang terjadi. Beberapa
penelitian telah menghubungkan penggunaan obat-obat anti epilepsi dengan terjadinya
NTD. Beberapa obat anti epilepsi yang diduga memiliki kaitan dengan NTD adalah
karbamazepin, fenitoin dan asam valproat. Obat-obat anti epilepsi telah dipaparkan
meningkatkan risiko NTD lewat aksinya yang dapat mengganggu kadar asam folat.
Karbamazepin dan fenitoin dapat meningkatkan pH traktus gastrointestinal dan
menurunkan aktivitas enzim-enzim intestinal sehingga terjadi gangguan konversi
poliglutamat folat menjadi folat yang pada gilirannya akan mengakibatkan rendahnya
absorpsi folat dari saluran cerna. Kedua obat ini juga meningkatkan aktivitas enzim
mikrosomal hepar sehingga meningkatkan metabolisme folat dan menurunkan
kadarnya dalam tubuh. Khusus untuk fenitoin, obat ini memiliki struktur yang mirip
dengan folat yang mengakibatkan adanya efek antagonistik antara dua zat ini terhadap
reseptor folat di sel-sel mukosa intestinal; efek antagonistik ini akan menurunkan
absorpsi folat. Selain itu, fenitoin juga dapat menurunkan aktivitas enzim pembentuk
folat seperti metilen sintase. Efek teratogenik valproat dihasilkan dari kemampuannya
untuk berikatan dengan high-affinity folate receptor sehingga dapat menyebabkan
kondisi defisiensi folat.6,8,9,10
Folat sangatlah penting peranannya pada kejadian NTD. Folat merupakan sebuah
zat yang berperan di banyak reaksi biokimia tubuh. Dalam plasma, folat kebanyakan
berada dalam bentuk 5-metiltetrahidrofolat (5-metil THFA) dan berikatan lemah
dengan albumin plasma dalam sirkulasi. 5-metil THFA memasuki sel dengan bantuan
26

berbagai transporter folat yang mempunyai afinitas dan mekanisme berbeda-beda. Di


dalam sel, 5-metil THFA didemetilasi menjadi THFA, bentuk aktif folat. THFA
digunakan dalam banyak jalur biokimia, termasuk metilasi homosistein dan senyawa
lainnya dan sintesa nukleotida. THFA berperan penting dalam replikasi DNA dan
produksi serta pemeliharaan sel-sel baru, antara lain pada perkembangan sel darah, sel
saraf dan protein dalam tubuh. Hal ini terutama penting dalam masa pembelahan dan
pertumbuhan sel yang cepat seperti masa bayi dan kehamilan. Metabolisme asam folat
berperan penting dalam pemeliharaan stabilitas genomik, menyediakan gugus metil
untuk konversi urasil menjadi timin dan untuk sintesis S-adenosil-metionin, yang
diperlukan untuk metilasi DNA yang fisiologis pada mamalia. Defisiensi asam folat
akan mengganggu sintesis DNA dan pembelahan sel. Studi in vitro pada sel manusia
menunjukkan bahwa kadar folat dalam serum yang rendah berkaitan dengan
misinkorporasi urasil menjadi DNA dan kerusakan DNA. Defisiensi folat pada embrio
bisa menyebabkan penutupan neural tube yang abnormal. Selain itu, frekuensi
patahnya kromosom atau translokasi kromosom menjadi lebih tinggi pada defisiensi
folat, sehingga menciptakan kariotipe yang abnormal.6,10,11
27

Gambar 3. Jalur Metabolik Asam Folat.11

Diambil dari Veronika MS, Santoso G. Anensefali Fetus pada Ibu dengan Dugaan Defisiensi
Asam Folat.

Beberapa kondisi medis maternal juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko
terjadinya NTD, yaitu diabetes pregestasional dan obesitas. Sebuah penelitian pada
tikus yang diinduksi sehingga mengidap DM tipe 2 menunjukkan bahwa diabetes akan
meningkatkan stres oksidatif dan retikulum endoplasmik pada neuroepitelia yang
sedang berkembang. Hal ini menyebabkan formasi NTD. Selain itu, telah ditemukan
juga bahwa penyakit demam maternal yang dialami saat trimester pertama dapat
meningkatkan risiko NTD sebesar tiga kali lipat.6,12,13
Latar belakang ras dan etnis serta lokasi geografis juga telah diasosiasikan dengan
variasi risiko NTD di berbagai populasi. Beberapa studi telah melaporkan bahwa pada
populasi U.S., risiko NTD tertinggi didapatkan pada populasi Hispanik. Sebuah studi
lain melaporkan risiko spina bifida yang lebih rendah pada wanita Afrika Amerika.
Mengenai perbedaan geografis, provinsi Shanxi di Cina memiliki insidensi NTD
tertinggi di dunia bahkan setelah implementasi program pencegahan defek bayi lahir
oleh pemerintah Cina. Perbedaan ras, etnis dan geografis ini kemungkinan besar
28

mencerminkan efek kombinasi dari predisposisi genetik, diet sehari-hari dan paparan
lingkungan yang berbeda pada populasi yang berbeda pula.6
Walaupun kebanyakan NTD memiliki etiologi yang bersifat multifaktorial, peranan
genetik sangat signifikan. Kelainan kromosom seperti trisomi 13, trisomi 18 dan
triploidi telah diasosiasikan dengan kejadian NTD. Beberapa delesi dan duplikasi
kromosom tertentu juga telah ditemukan berkaitan dengan kejadian NTD. Contoh-
contoh tersebut memberikan gambaran bahwa genetik memiliki peranan penting pada
kejadian NTD. Ratusan gen terlibat dalam proses penutupan neural tube murin. Hal
yang sama juga diduga berlaku untuk manusia. Gen-gen yang berperan dalam
penutupan neural tube adalah gen-gen yang memiliki hubungan dengan metabolisme
folat; gen-gen polaritas sel planar, yang terlibat dalam pergerakan sel saat penutupan
neural tube; dan gen-gen yang terlibat dalam perkembangan silia esensial untuk cell
signaling. Kontribusi genetik terhadap NTD juga dapat dilihat pada asosiasi antara
riwayat keluarga dan peningkatan risiko NTD itu sendiri. Peningkatan risiko NTD
untuk saudara dari individual terkait sudah menjadi fakta yang diterima komunitas
medis secara luas dan orang tua yang pernah melahirkan anak dengan NTD memiliki
risiko yang secara signifikan lebih besar untuk memiliki anak selanjutnya dengan defek
yang mirip. Risiko akan melahirkan fetus dengan NTD ketika ada satu saudara dengan
NTD adalah sebesar 3,2%. Risiko meningkat menjadi 10% jika ada dua saudara dengan
NTD.6,7,14

Bagaimana penatalaksanaan dan manajemen pada kasus ini?

Pada kasus-kasus NTD, pencegahan merupakan pilihan terbaik karena defek yang
ditimbulkan NTD sangatlah detrimental. Pencegahan NTD umumnya dilakukan
dengan supplementasi asam folat yang dapat juga didukung dengan diet tinggi folat.
Penutupan neural tube terjadi pada masa-masa dini kehamilan dan setidaknya setengah
kehamilan yang ada tidaklah direncanakan. Oleh karena itu, memulai supplementasi
folat pada saat mens terhenti karena kehamilan tidaklah cukup karena disaat itu formasi
29

neural tube sudah dimulai. Sehingga rekomendasi optimal yang bisa diberikan adalah
supplementasi asam folat harian sebanyak 400 mikrogram untuk semua wanita yang
berencana hamil atau dapat hamil. Supplementasi haruslah dimulai satu bulan sebelum
kehamilan dan dilanjutkan hingga minggu ke-12 kehamilan. Wanita dengan risiko
tinggi NTD haruslah diberikan supplementasi asam folat yang lebih tinggi. Risiko
tinggi yang dimaksudkan disini adalah wanita yang memiliki NTD, wanita yang
memiliki pasangan dengan NTD, atau wanita dengan anak sebelumnya memiliki NTD.
Wanita-wanita yang masuk dalam kriteria ini dianjurkan mengonsumsi asam folat
harian sebanyak 4 mg (4000 mikrogram). Supplementasi ini haruslah dimulai tiga
bulan sebelum kehamilan dan dilanjutkan hingga usia gestasi 12 minggu.6,15
Ketika adanya NTD dicurigai atau dideteksi, pasien harus dirujuk ke bagian
fetomaternal untuk dilakukan diagnosis atau konfirmasi dengan menggunakan
pemeriksaan ultrasound khusus. Hal ini dilakukan untuk menentukan lokasi dan ukuran
lesi NTD, untuk memastikan apakah temuan sekunder lainnya seperti hidrosefalus ada
pada kasus terkait dan untuk menentukan apakah fetus memiliki kelainan struktural
lainnya. Fetal ekokardiografi sangat direkomendasikan.6
Pada kasus NTD, konseling haruslah dilakukan untuk membantu orang tua mengerti
situasi yang mereka hadapi dan membantu mereka melihat dan menentukan pilihan-
pilihan medis yang ada. Pada kasus anensefali ini sendiri, konseling dilakukan agar
pasien beserta keluarga dapat mengerti bahwa anensefali merupakan suatu kasus lethal
dimana bayi akan lahir dalam keadaan tak bernyawa ataupun hanya dapat bertahan
beberapa jam saja. Karena sifat anensefali yang lethal ini, kehamilan dengan anensefali
dapat di terminasi kapan saja sesuai dengan permintaan orang tua.3,6
Manajemen kasus stillbirth dilakukan berdasarkan usia gestasi, etiologi, riwayat
maternal berkaitan dengan adanya bekas luka uterus, dan permintaan maternal. Tabel
berikut ini akan menjabarkan pilihan-pilihan metode persalinan pada kasus stillbirth.16
30

Otopsi direkomendasikan untuk semua kasus defek neural tube setelah terminasi.
Induksi persalinan direkomendasikan agar bisa dilakukan pemeriksaan otopsi yang
lebih komplit dan holistik, khususnya untuk evaluasi sistem saraf pusat fetus. Namun,
bila otopsi ditolak oleh orang tua, MRI fetal harus dipertimbangkan untuk
mengevaluasi secara lebih baik abnormalitas pada fetus tersebut. Jika pemeriksaan
genetik belum dilakukan sebelum terminasi, setidaknya kariotiping kromosom dan/
atau microarray kromosomal harus direkomendasikan. Hal ini perlu dilakukan untuk
mencari informasi lebih lanjut mengenai predisposisi genetik keluarga terkait sehingga
informasi ini bisa dimanfaatkan untuk melakukan konseling genetik. Informasi ini juga
dapat membantu stratifikasi risiko tidak hanya kejadian NTD untuk bayi selanjutnya
namun juga untuk kelainan-kelainan kromosomal lainnya sehingga bisa dilakukan
modifikasi intervensi untuk ke depannya. 3,17
31

I. Kesimpulan
Anensefali merupakan suatu kasus serius yang bersifat lethal pada fetus yang
mengalaminya. Kecurigaan dan/ atau deteksi anensefali dapat dilakukan
dengan pemeriksaan imaging ultrasonografi didukung dengan beberapa
pemeriksaan lainnya seperti uji alfafeto protein dan asetilkolinesterase.
Penyebab terjadinya anensefali termasuk diantaranya paparan lingkungan
utamanya beberapa medikasi seperti agen-agen antiepileptik; kondisi medis
maternal seperti adanya obesitas ataupun diabetes sebelum kehamilan serta
terkenanya penyakit infeksi saat trimester pertama kehamilan; asosiasi dengan
letak geografis dan etnis tertentu; genetik dengan gen-gen yang terlibat dalam
metabolisme folat, migrasi sel-sel saat penutupan neural tube dan pembentukan
silia seluler; serta riwayat keluarga pernah memiliki relatif atau riwayat
melahirkan anak dengan NTD. Karena sifatnya yang lethal, manajemen
anensefali lebih difokuskan kepada memaksimalkan care terhadap keluarga
terkait. Konseling untuk pemberian informasi dan pemahaman yang baik
mengenai kasus anensefali ini merupakan salah satu kunci utama. Terminasi
dapat dilakukan kapan saja selama kehamilan berdasarkan pilihan orang tua.
Manajemen khusus untuk terminasi bayi anensefalik untuk saat ini belum
ditemukan. Paska kelahiran bayi anensefalik, sangat dilukan rekomendasi untuk
dilakukan otopsi atau paling tidak pemeriksaan genetik. Hal ini dilakukan untuk
menilai risiko rekurensi malformasi dan memodifikasi intervensi untuk anak
selanjutnya.
32

Rujukan
1. Best RG, Kao A. Anencephaly: History and Physical Examination, Lab Studies, dan Imaging
Studies. Medscape reference. 2016.
2. Zaganjor I, Sekkarie A,Tsang BL, Williams J,Razzaghi H, Mulinare J, et al. Describing the
Prevalence of Neural Tube Defects Worldwide: A Systematic Literature Review. PLOS ONE.
2016:1-31
3. Wilson RD. Prenatal Screening, Diagnosis, and Pregnancy Management of Fetal Neural Tube
Defects. JOGC. 2014; 314: 927-936.
4. Theofanakis C, Theodora M, Sindos M, Daskalakis G. Prenatal diagnosis of sirenomelia with
anencephaly and craniorachischisis totalis: A case report study. Medicine. 2017;96(50):1-2.
5. Hall JW, Denne N, Minardi JJ, Williams D, Balcik BJ. Check the Head: Emergency Ultrasound
Diagnosis of Fetal Anencephaly. Western Journal of Emergency Medicine. 2017; 17(4): 460-463.
6. The American College of Obstetricians and Gynecologists. ACOG Practice Bulletin: Neural
Tube Defects. 2017.
7. Jonathan JW, Juliette RP, Lee N. Genetic, Epigenetic, and Environmental Contributions to Neural
Tube Closure. Annu Rev Genet. 2014. 48:583–611.
8. Bogdan JW, Ana MP, Timothy MG, Richard HF. Antiepileptic Drugs and Pregnancy Outcomes.
Am J Med Genet Part A. 2012.
9. Hong-Li H, Hao Z, Nuan W, Chun-Yu Y. Effects of Antiepileptic Drugs on the Serum Folate and
Vitamin B12 in Various Epileptic Patients. Biomedical Reports. 2016. 5:413-416.
10. Kristin F, Ana P, Richard HF. Novel Mechanism for Valproate-Induced Teratogenicity. Birth
Defects Res A Clin Mol Teratol. 2014. 100(8): 592–597.
11. Veronika MS, Santoso G. Anensefali Fetus pada Ibu dengan Dugaan Defisiensi Asam Folat.
Damianus Journal of Medicine. 2011. 10(2): 111–116.
12. Yanqing W, Fang W, Mao F, Cheng W, Michael JQ, Peixin Y. Cellular Stress, Excessive
Apoptosis, and the Effect of Metformin in a Mouse Model of Type 2 Diabetic Embryopathy.
Diabetes. 2015. 64:2526–2536.
13. Julie WD, Anne-Marie NA, Gabriele B. Systematic Review and Meta-analyses: Fever in
Pregnancy and Health Impacts in the Offspring. Pediatrics. 2014. 133: e674–e688.
14. Andrew JC, Philip S, Nicholas DEG. Neural tube defects: recent advances, unsolved questions,
and controversies. The Lancet Neurology. 2013. 12(8): 799-810.
15. World Health Organization. Guideline: Optimal Serum and Red Blood Cell Folate
Concentrations in Women of Reproductive Age for Prevention of Neural Tube Defects. 2015.
33

16. Nahida AC, Uma MR. Management of Stillbirth Delivery. Seminars in Perinatology. 2015. 39(6):
501-504.
17. Shalini SN, Anju S, Leslie L, Rajagopal K, Mary M, Prashanth KA, Akhila V, Pratap K, Jyothi
S, Hitesh S, Katta MG. Clinical Utility of Fetal Autopsy and Its Impact on Genetic Counseling.
Prenat Diagn. 2015. 35(7): 685-691.

You might also like