You are on page 1of 11

LAPORAN WAWANCARA

TENTANG PEMBAGIAN HARTA


WARISAN
AGAMA ISLAM

KELOMPOK 4
A. MUHAMMAD BANGSAWAN
DEVY LUVITASARI
MUH. FEBY PUTRA
NURUL REZKI RAHMAWATI
SARAH LATIFAH

XII MIPA 1
TP 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala


limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan laporan ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga laporan ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya
dapat lebih baik.

Laporan ini saya akui masih banyak kekurangan karena


pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya
harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Polewali, 10 Februari 2016

XII MIPA 1 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….1

DAFTAR ISI………………………………………………………………………2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………….......3


1.2 TUJUAN…………………………………………………………………....6

BAB II ISI LAPORAN

2.1 TOPIK WAWANCARA…………………………………………………...7

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN…………………………………………………………….9

3.2 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................10

XII MIPA 1 2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Warisan berasal dari bahasa Arab Al-miirats, dalam bahasa arab adalah
bentuk masdar (infinititif) dari kata waritsa- yaritsu- irtsan- miiraatsan. Maknanya
menurut bahasa ialah ‘berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain’.
Atau dari suatu kaum kepada kaum lain.

Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima harta peninggalan


(mewarisi) orang yang meninggal, baik karena hubungan keluarga, pernikahan,
maupun karena memerdekakan hamba sahaya (wala’).

Harta Warisan yang dalam istilah fara’id dinamakan tirkah (peninggalan)


adalah sesuau yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik berupa uang
atau materi lainyayang dibenarkan oleh syariat Islam untuk diwariskan kepada
ahli warisnya.

Pewaris dan Dasar Hukum Mewaris

Pewaris adalah orang yang meninggal dunia, baik laki-laki maupun perempuan
yang meninggalkan sejumlah harta benda maupun hak-hak yang diperoleh selama
hidupnya, baik dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat. Adapun yang
menjadi dasar hak untuk mewaris atau dasar untuk mendapat bagian harta
peninggalan menurut Al-Qur’an yaitu:

 Karena hubungan darah, ini di tentukan secara jelas dalam QS. An-Nisa: 7,
11, 12, 33, dan 176.
 Hubungan pernikahan.
 Hubungan persaudaraan, karena agama yang di tentukan oleh AL- Qur’an
bagiannya tidak lebih dari sepertiga harta pewaris (QS. Al-Ahzab: 6).
 Hubungan kerabat karena sesame hijrah pada permulaan pengembangan
Islam, meskipun tidak ada hubungan darah (QS. Al-Anfal: 75).

Yang disebut harta warisan, adalah sisa dari kekayaan si mati setelah dipotong
untuk:

XII MIPA 1 3
1. menzakati harta yang ditinggalkan si mayat
2. membiayai pengurusan mayat. Yakni mulai dari biaya pengobatan dan
ambulans (jika meninggal dunia di rumah sakit), pembelian kain kafan, nisan,
penggalian kubur, dan lain-lain sampai pemakamannya;
Sabda Muhammad Rosulullah saw. "Kafanilah olehmu mayat dengan dua kain
ihromnya." (HR. Jama'ah ahli hadits)
3. melunasi hutang-hutang si mayat, apabila ia memiliki hutang;
4. memenuhi wasiat si mayat, jika ia berwasiat yang besarnya tidak lebih dari
sepertiga dari harta yang ditinggalkannya. "...(pembasrian harta pusaka itu)
sesudah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar)
hutangnya." (QS. 4/An-Nisa': 11)

Yang berhak mendapat wasiat adalah selain ahli waris, karena ia sudah
mendapat hak warisan. Muhammad Rosulullah saw. bersabda "Sesungguhnya
Allah memberi kepada setiap orang yang berhak atas haknya. Oleh karena itu
tidak ada wasiat bagi ahli waris” .(HR. Lima ahli hadits, kecuali Abu Dawud.
Hadits ini juga disahkan oleh Tirmidzi dari Amr bin Khorijah ra.)

RUKUN DAN DASAR KEWARISAN


Rukun kewarisan ada tiga.
# Al-Muwaris, ialah orang yang meninggal dunia.
# Ahli Waris, ialah orang yang akan mewarisi harta peninggalan si mati.
# Mauruts, adalah harta peninggalan si mati setelah dipotong biaya
pengurusan mayit, melunasi hutangnya, dan melaksanakan wasiatnya yang
tidak lebih dari sepertiga.

Dasar-dasar kewarisan menurut Hukum Islam (ashabul mirots), ada tiga:

1. Kekeluargaan (qorobah), adalah pertalian hubungan darah yang menjadi


dasar utama pewarisan. "Bagi laki-laki ada hak basian dari harta peninggalan
kedua orang tua dan kerabatnya. Dan bagi wanita juga ada hak bagian dari
harta peninggalan kedua orang tua, dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
sesuai ketentuan yang telah ditetapkan." (QS. 4/An-Nisa' : 7) "Orang-orang
yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap
sesamanva (daripada yang bukan kerabat) menurut kitab Allah." (QS. 8/ Al-
Anfal: 75)

XII MIPA 1 4
Pertalian darah ini dikelompokkan dalam tiga bagian:
# ke atas (disebut ushul), ialah ibu-bapak, kakek-nenek, dan seterusnya;
# ke bawah (disebut furu’) ialah anak-cucu keturunan si mati;
# ke samping (disebut hawasyi), ialah saudara, paman, bibi, keponakan dari si
mati.

Ditinjau ciari segi pembagiannya, ahli waris akibat pertalian darah ini dibagi
menjadi tiga (3).
a. Ashhabul Furudinnasabiyyah, ialah golongan ahli-ahli waris yang mendapat
bagian tertentu. Misal: 1/2 (setengah), 1 (sepertiga), dan lain-lainnya.

b. ‘Ashabah Nasabiyyah, ialah golongan ahli waris yang tidak mendapat bagian
tertentu. Mereka mendapat sisa dari golongan pertama. Jika tidak ada
golongan pertarna, golongan kedua ini berhak atas seluruh harta warisan.

c. Dzawil Arham, ialah kerabat yang agak jauh dengan si mati.

2. Semenda (mushoharoh), karena perkawinan yang syah. Sehingga suami istri


berhak untuk saling mewarisi, apabila salah satu di antara mereka meninggal
dunia sewaktu perkawinannya utuh. Ketentuannya, sebagai berikut:

a. Apabila istri yang meninggal dan tidak memiliki anak, suami mewarisi
separoh dari harta peninggalan istrinya. Jika punya anak memperoleh
seperempatnya. “Dan bagimu (suami-suami) tidaklah seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh (istri-istrimu), jika mereka tidak mempunyai anak. Jika
mereka (istri-istrimu) mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat
dari harta yang ditinggalkannya sesudah (dipenuhi wasiat yang mereka buat
atau (dan setelah dibayar) hutangnya." (QS. 4/ An-Nisa': 12).

b. Apabila suami yang meninggal dan tidak memiliki anak, istri mewarisi
seperempat dari peninggalan suaminya. Jika punya anak memperoleh
seperdelapannya. "Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu
tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Apabila kamu mempumyai anak,
maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan
(sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat, atau (dan setelah dibayar) hutang-
hutangmu." (QS. An-Nisa': 12).

XII MIPA 1 5
3. Wala adalah persaudaraan menurut hukum yang timbul karena
membebaskan budak. Sabda Muhammad Rosulullah saw. "Hubungan orang
yang memerdekakan budak dengan budak yang bersangkutan seperti
hubungan turunan dengan turunan, tidak dijual dan tidak diberikan." (HR. Ibnu
Khuzaimah, Rinu Hibban, dan Hakim). "Hak Wala’ itu hanya bagi orang yang
telah membebaskan budak. Wala’ itu adalah suatu kerabat sebagai kerabat
nasab yang tidak boleh dijual atau dihibahkan." (HR. Hakim).

Dengan demikian orang yang memiliki hak wala', berhak mewarisi harta
peninggalan budaknya. Ditegaskan oleh Muhammad Rosulullah saw.
"Sesungguhnya hak itu (mewaris) untuk orang yang memerdekakan," (Sepakat
ahli hadis). Mereka itu disebut ahli waris golongan ‘Ushubah sababiyyah,

4. Hubungan agama. Apabila orang Islam yang meninggal dunia tidak


mempunyai ahli waris, maka harta peninggalannya diserahkan ke Baitui Mal
untuk kepentingan umat Islam. Sabda Muhammad Rosulullah saw. "Saya
menjadi waris orang yang tidak mempunyai waris." (HR. Ahmad dan Abu
Dawud). Tentu saja, Nabi Muhammad Rosulullah saw. menerima harta pusaka
tersebut bukan untuk kepentingan pribadi keluarganya, melainkan untuk
kepentingan umat islam.

Atau sebagiannya diwasiatkan kepada orang sesama muslim" Orang-orang


yang memiliki hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di
dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin,
kecuali kalau kamu hendak berbuat baik kepada saudara-saudaramu
(seagama). Demikian itu adalah tertulis di dalam Kitab Allah." (QS. 33/Al-
Ahzab: 6) Yang dimaksud berbuat baik di sini adalah memberi wasiat yang
tidak lebih dari sepertiga harta.

1.2.TUJUAN

- mengetahui bagaimana cara yang diterapkan oleh masyarakat dalam


pembagian harta warisan,

- apakah dengan menggunakan cara syari’ah sesuai dengan yang telah


ditetapkan ataupun dengan cara lain.

XII MIPA 1 6
BAB II

ISI LAPORAN

2.1.TOPIK WAWANCARA

Cara pembagian Harta Warisan

I. Waktu dan Tempat Kegiatan


Hari, Tanggal : Selasa, 09 Februari 2016
Pukul : 16.00 WITA
Tempat : Manding

II. Laporan Hasil Wawancara


Narasumber : Hj. Ratnawati
Pewawancara : Nurul Rezki Rahmawati
Muh. Feby Putra
Devy Luvitasari
A. Muhammad Bangsawan
Pencatat : Sarah Latifah

III. Transkip Hasil Wawancara

Pewawancara : “ Assalamualaikum wr.wb, selamat sore bu. Mohon izin


untuk meminta waktu ibu untuk bersedia di wawancarai
mengenai Harta Warisan.”

Narasumber : “Waalaikum salam wr.wb,silahkan!”

Pewawancara : “Apakah anda pernah merasakan / mengalami


bagaimana pembagian harta warisan itu?”

Narasumber : “Iya, baru-baru ini di keluarga kami baru melakukan


pembagian harta warisan.”

Pewawancara : “Apakah anda melakukan pembagian harta warisan


sesuai dengan cara yang di ajarkan dalam islam?”

XII MIPA 1 7
Narasumber : “Alhamdulillah iya. Keluarga kami melakukan
pembagian harta warisan sesuai dengan ketentuan dan
hukum islam”

Pewawancara : “Apakah dalam proses pembagian harta warisan


tersebut ada kendala yang dialami oleh keluarga anda?”

Narasumber : “Selama proses pembagian harta warisan tersebut


memang terkadang terjadi kesulitan”

Pewawancara : “Kesulitan apa yang terjadi saat pembagian harta


warisan tersebut?”

Narasumber : “Kesulitannya adalah adanya pihak keluarga yang


merasa kurang setuju dengan hasil bagi harta warisan
itu”

Pewawancara : “Kalau begitu, bagaimana keluarga anda menyikapi hal


tersebut?”

Narasumber : “Kami sekeluarga melakukan musyawarah dengan


kepala dingin dan membagi harta warisan tersebut
dengan rata, sesuai dengan ketetapan pembagian harta
warisan dalam islam”

Pewawancara : “Baiklah. Terima kasih ibu karena telah meluangkan


waktunya untuk menyempatkan diri melakukan
wawancara dengan kami”

Narasumber : “Iya, sama-sama”

XII MIPA 1 8
BAB III

KESIMPULAN

1.3. KESIMPULAN

Hukum waris yaitu segala jenis harta benda atau kepemilikan yang
ditinggalkan pewaris, baik berupa uang, tanah dan sebagainya.

Hukum waris menurut Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 171 (a) adalah hukum
yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah)
pewaris, menentukan siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa
bagiannya masing-masing.

Tata cara pembagian harta warisan dalam Islam telah diatur dengan sebaik-
baiknya. Alquran menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum yang
berkaitan dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang pun.
Pembagian masing-masing ahli waris baik itu laki-laki maupun perempuan telah
ada ketentuannya dalam Alquran.

Firman Allah swt:

ِ‫َصيْبِ ِل ِلر َجا ِل‬


ِ ‫ن ت ََركَِ ِم َّما ن‬ ِِ ‫سآ ِِء َواأل َ ْق َرب ُْونَِ ْال َوا ِل ٰد‬َ ِ‫َصيْبِ َو ِللن‬ ِِ ‫ُُواأل َ ْق َرب ْال َوا ِل ٰد‬
ِ ‫ن ت ََركَِ ِم َّما ن‬ َِّ َ‫ق‬
َ َِ‫ل ِم َّما ون‬
ُ
ُ‫َص ْيبًا اَو َكث َِر ِم ْن ِه‬ ِ ‫ضا ن‬ ً ‫ النساء( َّم ْف ُر ْو‬: 7 )

Artinya:

Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya,
dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan. (An-
Nisa: 7)

Dalam syariat Islam telah ditetapkan bahwa bagian ahli waris laki-laki lebih
banyak dari pada bagian perempuan, yakni ahli waris laki-laki dua kali bagian ahli
waris perempuan.

XII MIPA 1 9
Firman Allah swt:

ِ‫ُوص ْيبُ ُك ُم‬


ِ ‫للاُ ي‬
ِ ‫ي‬ ِْ ِ‫ظ ِللذَّ َك ِرمثل اَوالَ ِد ُك ِْم ف‬ ِِ ‫ االُ ْنثَيَي‬...(‫ النساء‬: 11 )
ِِ ‫ْن َح‬

Artinya:

Allah mensyari’atkan bagi mu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu,


yaitu bahagian seorang anak lelaki sama dengan dua orang anak perempuan…(An-
Nisa: 11)

Allah swt menjanjikan surga bagi orang-orang yang beriman yang mentaati
ketentuan-Nya dalam pembagian harta warisan dan ancaman siksa bagi mereka
yang mengingkari-Nya.

3.2. DAFTAR PUSTAKA

- http://www.pekerjadata.com/2015/04/praktik-pembagian-harta-warisan-
studi.html

XII MIPA 1 10

You might also like