You are on page 1of 14

PROPOSAL PENELITIAN

Pengaruh Jenis Kanopi Tajuk Terhadap Penyaluran Curah Hujan dan Efektifitas
Pengisian Air Tanah di Desa Kuwaderan, Kabupaten Magelang

OLEH:
Vaya Noorrachmi .S.
15/375751/PN/14446

DEPARTEMEN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Pengaruh Jenis Kanopi Tajuk Terhadap Penyaluran Curah Hujan dan Efektifitas
Pengisian Air Tanah di Desa Kuwaderan, Kabupaten Magelang

Oleh:
Vaya Noorrachmi .S.
15/375751/PN/14446

Disetujui untuk dilaksanakan

Pembimbing Utama Tanda Tangan Tanggal

Prof. Dr. rer. nat. Junun Sartohadi, M.Sc. .................. .................


.

Pembimbing Pendamping

Nur Ainun H.J. Pulungan, S.Si., M.Sc., Ph.D .................. .................

Mengetahui,
Ketua Program Studi

Prof. Dr. rer. nat. Junun Sartohadi, M.Sc.


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air merupakan salahsatu komponen pengisi ruang/pori dalam tanah yang sangat
penting keberadaannnya untuk mahluk hidup dan lingkungan. Tumbuhan memerlukan
air tersebut untuk berfotosintesis serta melangsungkan berbagai metabolisme,
sedangkan manusia dapat memanfaatkan air dari tanah untuk keperluan sehari hari.
Ketersediaan air dalam tanah ini secara alami diperoleh dari curah hujan yang jatuh ke
tanah kemudian diserap kedalam, lalu sebagian akan disimpan dan sebagian lagi
bergerak menuju lapisan tanah lebih dalam untuk kemudian menjadi air tanah dalam
aliran antara (interflow) dan aliran tanah dalam (groundwater) yang akan mengalir
kembali ke sungai.
Ketersediaan air dalam tanah perlu mendapat perhatian karena pergerakannya
sangatlah dinamis, melalui berbagai mekanisme diantaranya: perkolasi, evaporasi,
evapotranspirasi, irigasi, presipitasi, dan limpasan permukaan. Meskipun demikian,
jumlah air di dunia ini selalu tetap karena air mengalami siklus hidrologi yang
menyebabkan air terisi kembali setelah mengalami kehilangan dari suatu tempat baik
akibat air mengalir kembali ke sungai, maupun akibat evapotranspirasi. Keberadaan
vegetasi dapat membantu meningkatkan pengisian/infiltrasi air kedalam tanah dan
kemudian meningkatkan jumlah air yang tersimpan, sehingga vegetasi ini berperan
penting dalam kelastarian sumberdaya air.
Pengisian air kedalam tanah melalui proses yang disebut sebagai infiltrasi.
Infiltrasi merupakan proses masuknya air hujan ataupun air permukaan ke dalam tanah
melalui celah ataupun ruang pori tanah atau batuan. Faktor yang mempengaruhi
inlfiltrasi diataranya: kelembaban awal, karakteristik hujan (suhu, kualitas air, dan lain
lain), kondisi permukaan tanah, tetesan air hujan maupun faktor lain yang dapat
memadatkan permukaan tanah dan mengurangi infiltrasi, penyumbatan pori tanah,
pengolahan tanah, penutupan permukaan tanah, dan transmibilitas tanah. Laju
maksimal gerakan air kedalam tanah disebut sebagai kapasitas infiltrasi, yang akan
menurun seiring dengan terisinya pori tanah oleh air.
Kemampuan tanah dalam menginfiltrasi air dipengaruhi oleh sifat fisik tanah
dan karakteristik vegetasi yang berada diatasnya. Sifat fisik tanah berhubungan dengan
kondisi dan pergerakan benda serta aliran energi dalam tanah yang dibentuk oleh empat
komponen utama tanah yaitu: partikel-partikel mineral, bahan organik, air dan udara.
Sifat fisik tanah mempengaruhi sifat-sifat tanah lain dalam hubungannya untuk
menginfiltrasi dan menyimpan air. Selain sifat fisik tanah, keberadaan vegetasi juga
berperan dalam meningkatkan laju infiltrasi dengan adanya celah yang dibuat oleh akar
sebagai jalan masuknya air menuju lapisan tanah yang lebih dalam, serta tajuk vegetasi
dapat membantu menyalurkan curah hujan ke permukaan tanah, sehingga semakin
banyak vegetasi pada suatu lahan, maka pengisian/infiltrasi dan simpanan air tanah
akan meningkat.
Curah hujan yang jatuh pada permukaan vegetasi akan disalurkan ke permukaan
tanah melalui 2 cara yakni lolosan tajuk (stemflow) dan aliran batang (throughfall),
sedangkan untuk curah hujan yang tertahan pada tajuk akan terevaporasi kembali ke
atmosfer dan disebut sebagai intersepsi. Perbedaan bentuk kanopi tajuk diasumsikan
menyebabkan perbedaan kapasitas penyaluran air hujan ke permukaan tanah yang lebih
lanjut akan mempengaruhi efektivitas pengisian air tanah, untuk itu penelitian ini akan
mengamati hubungan jenis kanopi tajuk terhadap penyaluran dan efektiviats pengisian
air hujan kedalam tanah.

B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis kanopi tajuk
terhadap penyaluran curah hujan dan efektivitas pengisian air tanah di Kebun Campur
Desa Kuwaderan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Siklus hidrologi dibagian hulu sungai terjadi baik diatas pemukaan maupun dibawah
permukaan tanah, disamping itu, pergerakan air terjadi pada kondisi jenuh dan kondisi air tak
jenuh, sehingga dengan demikian pergerakan air lebih banyak dipengaruhi oleh panjang dan
kelas lereng. Selama berlangsungnya siklus hidrologi, yakni sepanjang air dari permukaan
laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang terus menerus
bersirkulasi, penguapan, presipitasi, dan pengaliran keluar. Air menguap ke udara dari
permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan
kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut, sungai, atau daratan. Sebelum
tiba ke permukaan bumi, tidak semua bagian hujan yang jatuh ke bumi sampai ke permukaan
tanah, sebagian akan tertahan oleh tumbuh tumbuhan dimana sebagian akan menguap
kembali ke atmosfer sebagai intersepsi dan sebagian akan jatuh mengalir melalui dahan
dahan menuju permukaan tanah.
Sebagian air hujan yang tiba di permukaan tanah akan masuk kedalam tanah
(infiltrasi), bagian lain yang merupakan kelebihan akan mengisi lekukan lekukan permukaan
tanah, kemudian mengalir ke daerah daerah rendah, masuk ke sungai dan akhirnya sampai di
laut. Tidak semua butir air akan sampai di laut. Dalam perjalanannya ke laut, sebagian akan
kembali menguap ke udara, sebagian masuk dalam tanah sebelum menjadi air bawah tanah
yang akan keluar kembali ke sungai sebagai aliran bawah permukaan (interflow), tetapi
sebagian besar akan tersimpan sebagai air bawah tanah (groundwater) yang akan keluar
sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama ke sungai sebagai aliran air bawah tanah
(groundwater flow).
Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi,
karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) ini yang dialihragamkan menjadi aliran di
sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, sub
surface flow) maupun sebagai aliran air tanah (groundwater flow) (Agustianto, 2014).
Vegetasi mempengaruhi modifikasi spasial dari komponen siklus hidrologi. Kanopi vegetasi
mampu mengkonsentrasikan dan menyalurkan air maupun nutrisi menuju zona perakaran
yang berpusat pada batang utama. Zona perakaran maupun kanopi pada vegetasi secara
spasial mendistribusikan aliran air menuju jalur yang berbeda, yang akan berpengaruh pada
komposisi dan konsentrasi kimianya. Sebagai hasil dari penyaluran air secara berganda
(kanopi dan zona perakaran) ini kondisi tanah disekitar zona perakaran ditingkatkan secara
biologis (Johnson, 2006).
Air hujan yang jatuh ke vegetasi dapat terdistribusi dengan 3 cara, yakni aliran batang
(stemflow), lolosan tajuk (throughfall) dan intersepsi. Aliran batang merupakan bagian dari
curah hujan yang jatuh ke tajuk kemudian mengalir ke bawah melalui batang, dahan dan
ranting, lolosan tajuk merupakan curah hujan yang jatuh ke tanah melalui sela sela tajuk,
sedangkan intersepsi merupakan curah hujan yang berada pada tajuk dan tidak jatuh ke tanah
melainkan akan segera menguap melalui proses evaporasi (Munandar et al, 2016). Faktor
ilkim yang berpengaruh terhadap intersepsi adalah volume dan intensitas hujan, durasi hujan,
serta kondisi setelah hujan berakhir seperti kecepatan angin, suhu udara, dan kelembaban.
Perbedaan dalam partisi curah hujan berdampak pada proses fisika, kimia, dan biologi pada
ekosistem seperti: kelembaban tanah, konsentrasi larutan dalam tanah, pelapukan seresah
dedaunan, serta distribusi ukuran perakara (Macinnings et al, 2012) .
Lolosan tajuk dan aliran batang bergabung menjadi curah hujan bersih (nett) akan
menjadi limpasan permukaan (run off) setelah tanah menemui kapasitas infiltrasinya (Ahmed
et al, 2018). Air berasal dari stemflow ini akan meningkatkan kandungan lengas tanah.
Banyaknya air yang menjadi stemflow dipengaruhi oleh bentuk batang dan daun tanaman
serta bentuk/ arsitektur percabangan dari tanaman. Secara umum, tanaman daun lebar mampu
menghasilkan stemflow lebih banyak dibanding tanaman daun jarum (konifer). Throughfall
menjelaskan proses dari air hujan yang jatuh menerobos tajuk tanaman. Proses ini
dipengaruhi berbagai faktor, antara lain kerapatan batang dan daun tanaman, jenis hujan,
intensitas hujan dan lama kejadian hujan.
Jumlah air yang menjadi throughfall bervariasi tergantung jenis vegetasi tanaman
(Chanpaga & Watchirajutipong, 2000 cit. Supangat et al, 2012). Curah hujan yang sampai ke
tanah kemudian dapat mengalami proses infiltrasi atau teratuskan bergantung pada kapasitas
infiltrasi suatu tanah. Umumnya, kapasitas infiltrasi pada tanah tanah hutan atau daerah yang
belum mengalami pengolahan intensif memiliki kapasitas infiltrasi yang lebih besar
dibandingkan pada tanah yang sudah mengalami pengolahan oleh manusia, pada tanah yang
sudah mengalami pengolahan intensif, tutupan permukaannya sudah minim disertai dengan
kondisi tanah yang mampat/kompak sehingga menyulitkan air hujan untuk terinfiltrasi
kedalam lapisan tanah.
Infiltrasi dipahami sebagai proses masuk atau meresapnya air kedalam tanah baik
secara vertikal maupun horizontal melalui permukaan tanah atau rekahan-rekahan pada tanah
yang tentunya juga dipengaruhi oleh beberapa faktor sifat fisik tanah yang secara langsung
ikut berperan dalam menentukan tinggi rendahnya laju infiltrasi. Infiltrasi erat kaitannya
dengan intensitas hujan, kapasitas infiltrasi, serta aliran permukaan (run off) dan erosi. Jika
intensitas hujan lebih besar dibandingkan kapasitas infiltrasi, maka akan terjadi aliran
permukaan. Aliran permukaan yang berlebih akan menimbulkan erosi. Laju infiltrasi
ditentukan oleh besarnya kapasitas infiltrasi dan laju penyediaan air (Intensitas hujan).
Selama intensitas hujan lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan
intensitas hujan. Jika intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi, maka terjadilah
genangan di atas permukaan atau aliran permukaan. Dengan demikian laju infiltrasi berubah-
ubah sesuai dengan variasi intensitas curah hujan.
Laju infiltrasi ini akan mempengaruhi besarnya kapasitas tampungan tanah tersebut.
Besarnya kapasitas tampungan tanah dapat dilihat dari air yang menginfiltrasi itu pertama-
tama diserap untuk meningkatkan kelembaban tanah, selebihnya akan turun kepermukaan
tanah. Menurut Asdak (2010), mekanisme infiltrasi melibatkan tiga proses yang tidak saling
mempengaruhi yakni:
a. Proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah
b. Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah
c. Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping dan atas).
Meskipun tidak saling mempengaruhi secara langsung, ketiga proses tersebut saling terkait.
terjadinya infiltrasi bermula ketika air hujan pada permukaan tanah kering, permukaan tanah
tersebut menjadi basah sedangkan bagian bawahnya relatif kering maka dengan demikian
terjadilah gaya kapiler dan terjadi perbedaan antara gaya kapiler permukaan atas dengan yang
ada dibawahnya.
Infiltrasi berubah-ubah sesuai dengan intensitas curah hujan, akan tetapi setelah
mencapai batasnya banyaknya infiltrasi akan berlansung sesuai dengan faktor yang
mempengaruhinya (Arsyad, 2010). Laju infiltrasi akan berkurang seiring dengan lamanya
waktu infiltrasi. Wibowo (2010) menyatakan bahwa pengaruh waktu terhadap infiltrasi besar
sekali makin lama waktu infiltrasi maka makin kecil laju infiltrasi. Hal ini disebabkan karena
tanah makin jenuh dan sebagian rongga tanah sudah terisi oleh tanah tanah yang lembut,
sehingga air makin kurang ruang geraknya.
Infiltrasi yang terjadi pada suatu tempat berbeda-beda dengan tempat yang lain dan
waktu yang lain, salah satunya ditentukan oleh tipe penggunaan lahan (Sudarman, 2007 cit.
Yunagardasari et al, 2017). Infiltrasi dapat diperbesar dengan mempengaruhi salah satu dari
faktor-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi yaitu, (Arsyad, 2006) meningkatkan
banyaknya air yang masuk kedalam tanah dengan meningkatkan simpanan depresi yang
ditimbulkan oleh pengolahan tanah, pembuatan galengan atau pengolahan lahan menurut
kontur, mengurangi besarnya evaporasi, dengan pemberian mulsa misalnya juga
memperbesar jumlah air yang masuk kedalam tanah, pemupukan dengan pupuk organik,
penutupan tanah dengan vegetasi atau sisa-sisa tanaman dan menjaga ekosistem flora dalam
tanah karena lubang atau celah-celah pada tanah yang ditimbulkan oleh binatang-binatang
tanah, seperti cacing dan serangga dapat memperbesar jumlah air yang meresap ke dalam
tanah (Budianto et al, 2015). Penetapan infiltrasi sering dilakukan pada luasan yang sangat
kecil dengan menggunakan suatu alat yang dinamai infiltrometer. Ada dua bentuk ring
infiltrometer, yaitu single ring infiltrometer dan double atau concentricring infiltrometer
(Yunagardasari et al, 2017).
Perubahan iklim global dapat berdampak pada perubahan curah hujan dan regim suhu,
meningkatkan frekuensi cuaca ekstrim, mengubah tipe fungsional tanaman yang nantinya
dapat berdampak pada intersepsi, infiltrasi, evapotranspirasi, aliran bawah permukaan, dan
pengsian air tanah (Acharya, 2018). Menurut studi mengenai air tanah, “recharge” atau
pengisian merupakan infiltrasi bersih, drainasi, perkolasi, dan flux residu yang
menggambarkan pergerakan air kebawah dibawah zona perakaran. Pengisian langsung
merupakan curah hujan yang bergerak vertikal kebawah secara perkolasi melewati zona yang
tidak jenuh, sedangkan pengisian tak langsung merupakan pengisian air tanah melalui air
yang telah terkonsentrasi di permukaan, dapat berupa cekungan (seperti depresi permukaan)
sehingga kondisi permukaan jenuh (Acharya, 2018).
Kemampuan sistem lahan meretensi air hujan sangat tergantung pada karakteristik
sistem tajuk dan perakaran vegetasi penutupnya. Sistem tataguna lahan dengan vegetasi
penutup bertipe pohon disertai adanya tumbuhan penutup tanah adalah sistem lahan yang
mempunyai kemampuan meretensi air hujan lebih baik daripada sistem lahan semai atau
tiang. Sehingga , vegetasi tingkat pohon mempunyai fungsi lebih baik untuk meningkatkan
kapasitas simpan air tanah (Suharto, 2006). Adanya keterkaitan antara tanaman dengan tanah
berperan penting terhadap proses infiltrasi dan simpanan air tanah sesuai dengan pendapat
Stocking (1988) yang menyatakan bahwa proses interaksi antara tanaman dan tanah dapat
memperbaiki infiltrasi, struktur tanah dan kapasitas memegang air, pengurangan laju aliran
permukaan oleh seresah maupun batang tanaman, dan keterkaitan fisik tanah dengan akar
tanaman.
Fungsi vegetasi secara efektif dapat mencerminkan kemampuan tanah dalam
mengabsorpsi air hujan, mempertahankan atau meningkatkan laju infiltrasi dan menunjukkan
kemampuan dalam menahan air atau kapasitas retensi air (KRA) (Schwab 1997).
Ketersediaan air dalam tanah dipengaruhi oleh tipe vegetasi dan jenis tanah, dimana beda
jenis vegetasi dan tanah, akan berpengaruh terhadap perbedaan kapasitas infiltrasi.
Pemahaman tentang keterkaitan antara vegetasi, tanah, dan air merupakan kunci dari
manajemen lingkungan untuk meningkatkan ketersediaan air terutama pada lingkungan yang
ketersedian terbatas (Zhao et al, 2013).
III. METODOLOGI
Penelitian “Pengaruh jenis kanopi tajuk terhadap penyaluran curah hujan dan
efektifitas pengisian air tanah di Desa Kuwaderan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah”
terdiri dari 2 rangkaian penelitian yakni pengamatan langsung di lapangan dan pengujian
laboratorium. Pengamatan langsung di lapangan dilakukan di Desa Kuwaderan, Kabupaten
Magelang, Jawa Tengah, sedangkan pengujian laboratorium dilaksanakan di Laboratorium
Fisika Tanah, Laboratorium Tanah Umum, dan Laboratorium Kuningan, Departemen Tanah,
Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang diperlukan dalam
kegiatan pangamatan lapangan adalah: selang, lem silikon, jerigen, gelas ukur dan 20 buah
ember, untuk pengukuran stemflow dan throughfall. Pengukuran curah hujan menggunakan
ombrometer tipe manual dan gelas ukur. Kemudian bor tanah, ring sampel, belati, plastik,
karet dan spidol untuk keperluan pengambilan sampel tanah, serta infiltrometer single ring,
papan, palu, dan ember untuk pengujian infiltrasi. Sedangkan untuk pengujian laboratorium
menggunakan seperangkat alat dan bahan untuk menguji tekstur, berat volum, berat jenis,
bahan organik tanah, dan kelembaban tanah.
Langkah kerja dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 tahapan, yakni pengamatan
langsung di lapangan serta pengujian di laboratorium. Pengamatan langsung dilapangan
untuk mengamati curah hujan harian, stemflow, throughfall, kapasitas infiltrasi serta
pengambilan sampel tanah. Pengamatan stemflow dan throughfall pada 2 jenis vegetasi
dengan bentuk kanopi yang berbeda yang ada di kebun campur, yakni kelapa dan mahoni.
Setiap jenis vegeasi memiliki 4 ulangan dengan memilih ukuran pohon yang hampir sama
dan tajuknya tidak ternaungi oleh vegetasi lain, sehingga total terdapat 8 unit pohon sampel.
Pengujian stemflow dengan memasang selang di keliling batang pada masing masing pohon
kemudian melekatkannya pada permukaan batang menggunakan lem silikon dengan posisi
ujung selang tersebut terhubung dengan mulut jerigen untuk menampung air hujan, supaya
memudahkan pengaliran air hujan kedalam jerigen, maka ujung selang yang menuju jerigen
berada pada posisi paling rendah.
Pengamatan Throughfall dengan meletakkan ember dibawah naungan tajuk untuk
menampung air hujan yang jatuh melalui sela sela tajuk. Terdapat 3 buah ember secara
menyebar dibawah tajuk vegetasi kelapa dan 2 buah ember dibawah tajuk vegetasi mahoni,
pertimbangan jumlah ember pada jenis vegetasi tersebut adalah bedasarkan taksiran kasar
luas proyeksi tajuknya. Pengamatan curah hujan dilakukan menggunakan ombrometer tipe
manual. Volume curah hujan, throughfall, dan stemflow diukur menggunakan gelas ukur
setiap hari hujan pada jam 7 pagi, dan dihitung sebagai hari hujan sebelumnya.
Pengamatan terhadap curah hujan, stemflow dan throughfall ini selama 15 kali hari
hujan. Selanjutnya adalah menguji infiltrasi yang dilakukan sebanyak 3 kali pengambilan
data, yakni di awal pengamatan, pertengahan, dan akhir pengamatan di musim hujan dengan
menggunakan infiltrometer single ring. Sebelum mengukur infiltrasi, selalu diawali dengan
mengambil sampel tanah segar untuk menguji kelembabannya menggunakan metode
gravimetri, kemudian memasangan infiltrometer single ring di bawah tajuk setiap vegetasi
dengan ketentuan peletakan ring pada titik yang sama atau berdekatan dengan peletakan
ember penampung throughfall yakni dibawah vegetasi mahoni sebanyak 2 titik infiltrasi,
sedangkan untuk pemasangan dibawah pohon kelapa sebanyak 3 titik infiltrasi. Setelah
infiltrometer terpasang, selanjutnya mengisi air pada infiltrometer hingga penuh, kemudian
menghitung ketinggian air setiap 1 menit, 2 menit, 5 menit, 10 menit, dan 15 menit (masing
masing sebanyak 5 kali ulangan) dengan cara mengamati penurunan air yang tertera pada
penggaris dan mencatatnya, pengulangan ini dilakukan hingga tinggi muka air dalam
infiltrometer konstan, jika dalam kurun waktu lebih dari 1 jam belum konstan maka dapat
melakukan penambahan waktu pengamatan lagi.
Tahapan selanjutnya adalah analisis sifat fisik dan biologis tanah. Pertama
mengambil sampel tanah dibawah setiap tajuk vegetasi, untuk pohon mahoni terdapat 2 titik
pengambilan sampel, sedangkan untuk pohon kelapa terdapat 3 titik dan total terdapat 20 titik
pengambilan sampel. Terdapat 2 jenis sampel tanah yang diambil, yakni untuk menguji
tekstur, berat jenis, bahan organik, serta lengas tanah dengan menggunakan bor tanah (tanah
terusik), sedangkan untuk menguji berat volum menggunakan ring sampel (tanah tidak
terusik). Selanjutnya memasukkan Sampel tanah yang sudah diambil kedalam plastik,
kemudian mengikatnya menggunakan karet dan memberinya tanda. Setelah mengambil
sampel, kemudian melakukan preparasi sampel tanah terusik untuk analisis tekstur, berat
jenis, bahan organik dan kadar lengas dengan mengeringkan sampel tanah tersebut dalam
oven pada suhu 40°C selama 4 hari.
Setelah sampel tanah kering, maka selanjutnya mengayak tanah tersebut dengan
ayakan ukuran 2 mm untuk pengujian tekstur, berat jenis, dan kadar lengas serta ayakan
ukuran 0,5 mm untuk pengujian bahan organik dan kadar lengas tanah, kemudian
menyimpannya dalam plastik klip. Setelah sampel tanah siap, selanjutnya adalah menguji
bahan organik tanah menggunakan metode walkley and black, tekstur tanah dengan cara
kualitatif metode sedimentasi, berat jenis menggunakan metode piknometer, dan kadar lengas
dengan metode gravimetri, sedangkan untuk menguji berat volum menggunakan metode ring
sampel menggunakan sampel tanah asli dari ring tersebut tanpa dilakukan pengovenan pada
suhu ruangan. Setelah semua data didapatkan, maka melakukan pengolahan dan analisis
untuk mengetahui pengaruh dari parameter yang dikaji.
DAFTAR PUSTAKA
Acharya, B. Sharma., G.Kharel., C.B. Zou., B.P.Wilcox., and T.Halihan. 2018. Woody plant
encroachment impacts on groundwater recharge: A review. Water 10: 1-12.
Agustianto, D. A . 2014. Model hubungan hujan dan run off. Jurnal Teknik Sipil dan
Lingkungan 2: 215-224.
Ahmed, Arkam., J.M.S.Tomar., H.Mehta., R.Kaushal.,D.Deb., O.P.Chaturvedi., and
P.K.Mishra. 2018. Throughfall, stemflow and interception loss in Grewia optiva and
Morus alba in north west Himalayas. Tropical Ecology 58: 507-514.
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB (IPB Press): Bandung.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Jurusan Ilmu Tanah IPB.
Asdak, Chay .2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press:Yogyakarta.
Budianto, P.T.H., R.Wirosoedarmo., B.Suharto . 2015. Perbedaan laju infiltrasi pada lahan
hutan tanaman industri pinus, jati, dan mahoni. Jurnal Sumberdaya Alam dan
Lingkungan : 15-24.
Chanpaga, U. dan Watchirajutipong, T. 2000. Interception, throughfall and stemflow of
mixed deciduous with teak forest dalam. Supangat, A.B., P.Sudira., H.Supriyo., dan
E.Poedjirahadjoe. 2012. Studi intersepsi hujan pada hutan tanaman Eucalyptus pellita
di Riau. Agritech 32: 318-324.
Johnson, M.S. 2006. Double-funneling of trees: Stemflow and root-induced preferential
flow. Ecoscience 13: 324-333.
Macinnings, Cate., L.Schwendenmann., E.E.F.De Gracia . 2012. Rainfall partitioning into
throughfall and stemflow and associated nutrient fluxes: Land use impacts in a lower
montane tropical region of Panama. Biogeochemistry 111: 661-676.
Munandar, Risky., D.S.Jayanti., dan Mustafril .2016. Pemodelan intersepsi untuk pendugaan
aliran permukaan. Agrotechno 1: 62-69.
Schwab . 1997. Centre For Land and Water Management Studies.Sriwijaya University :
Palembang.
Stocking, M.A. 1988. Assesing vegetative Cover And Management Effects in: Soil Erosion
Research Methode. Soil Water and Conservation Society: Ankey, Iowa.
Sudarman, G. G., 2007. Laju Infiltrasi pada Lahan Sawah di Mikro DAS Cibojong,
Sukabumi. Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, Bogor dalam. Yunagardasari, C.,
A.K.Paloloang., dan A.Monde . 2017. Model infiltrasi pada berbagai penggunaan
lahan di Desa Tulo Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi. Jurnal Agroteknis 3: 315-323.
Suharto, Edi . 2006. Kapasitas simpanan air tanah pada sistem tataguna lahan LPP Tahura
Raja Lelo Bengkulu. Jurnal Ilmu Ilmu Pertanian Indonesia 8: 44-49.
Wibowo, H .2010. Laju infiltrasi pada lahan gambut yang dipengaruhi air tanah (study kasus
Sei Raya Dalam Kecamatan Sei Raya Kabupaten Kubu Raya). Jurnal Belian 1: 90-
103 dalam. Putra, A.Eka.,Sumono., N.Ichwan., dan E.Susanto . 2013. Kajian laju
infiltrasi tanah pada berbagai penggunaan lahan di Desa Tongkoh Kecamatan Dolat
Rayat Kabupaten Karo. J.Rekayasa Pangan dan Pertanian 1:38-44.
Yunagardasari, C., A.K.Paloloang., dan A.Monde . 2017. Model infiltrasi pada berbagai
penggunaan lahan di Desa Tulo Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi. Jurnal Agroteknis
3: 315-323.
Zhao, Chuanyan., Y.Wang., X.Su., and H.Peng. 2013. Effect of vegetation on soil water
retention and storage in a semi-arid alpine forest catchment. Journal of Arid Land
5:207-219.

You might also like