Professional Documents
Culture Documents
Di dalam komunikasi selalu ada hambatan yang dapat mengganggu kelancaran jalannya
proses komunikasi. Sehingga informasi dan gagasan yang disampaikan tidak dapat diterima
dan dimengerti dengan jelas oleh penerima pesan atau receiver.
Menurut Ron Ludlow & Fergus Panton, ada hambatan-hambatan yang menyebabkan
komunikasi tidak efektif yaitu adalah :
1. Status effect
Adanya perbedaaan pengaruh status sosial yang dimiliki setiap manusia.Misalnya karyawan
dengan status sosial yang lebih rendah harus tunduk dan patuh apapun perintah yang
diberikan atasan. Maka karyawan tersebut tidak dapat atau takut mengemukakan aspirasinya
atau pendapatnya.
2. Semantic Problems
Faktor semantik menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator sebagai alat untuk
menyalurkan pikiran dan perasaanya kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasi
seorang komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan sematis ini, sebab
kesalahan pengucapan atau kesalahan dalam penulisan dapat menimbulkan salah pengertian
(misunderstanding) atau penafsiran (misinterpretation) yang pada gilirannya bisa
menimbulkan salah komunikasi (miscommunication). Misalnya kesalahan pengucapan
bahasa dan salah penafsiran seperti contoh : pengucapan demonstrasi menjadi demokrasi,
kedelai menjadi keledai dan lain-lain.
3. Perceptual distorsion
Perceptual distorsion dapat disebabkan karena perbedaan cara pandangan yang sempit pada
diri sendiri dan perbedaaan cara berpikir serta cara mengerti yang sempit terhadap orang lain.
Sehingga dalam komunikasi terjadi perbedaan persepsi dan wawasan atau cara pandang
antara satu dengan yang lainnya.
4. Cultural Differences
Hambatan yang terjadi karena disebabkan adanya perbedaan kebudayaan, agama dan
lingkungan sosial. Dalam suatu organisasi terdapat beberapa suku, ras, dan bahasa yang
berbeda. Sehingga ada beberapa kata-kata yang memiliki arti berbeda di tiap suku. Seperti
contoh : kata “jangan” dalam bahasa Indonesia artinya tidak boleh, tetapi orang suku jawa
mengartikan kata tersebut suatu jenis makanan berupa sup.
5. Physical Distractions
Hambatan ini disebabkan oleh gangguan lingkungan fisik terhadap proses berlangsungnya
komunikasi. Contohnya : suara riuh orang-orang atau kebisingan, suara hujan atau petir, dan
cahaya yang kurang jelas.
►Kekuatan kata
Jangan menggunakan kata-kata yang sulit diucapkan dan dihafalkan. Lebih baik anda
menggantinya dengan kata-kata yang lebih mudah dicerna. Tetapi agar kata-kata anda
terkesan kuat, gunakan istilah tertentu untuk memperjelas maksud anda. Untuk itu kuasai
unsur-unsur bahasa, seperti sinonim, antonim, anonim, ungkapan (idiom), dan kata
penghubung. Sehingga anda memiliki kosa kata yang lebih luas dan bernilai tinggi.
►Ragam bahasa
Pahami dan kuasai ragam bahasa, baik yang resmi maupun tidak. Baik bahasa lisan maupun
tulisan. Dan ketahuilah ragam bahasa dalam suatu kalangan kemudian gunakan bahasa
tersebut di kalangan itu, misalnya, bahasa pergaulan di orang-orang perbankan berbeda
dengan bahasa orang-orang penerbitan. Dengan demikian anda bisa lebih fleksibel dalam
berbahasa tergantung situasi dan kondisi yang tengah anda hadapi. Menguasai ragam bahasa
ini termasuk penguasaan anda terhadap bahasa asing. Paling tidak kuasailah bahasa
internasional yang paling umum, yaitu Bahasa Inggris. Ini akan sangat membantu kelancaran
anda dalam berkomunikasi terutama dengan orang-orang asing.
►Kekuatan suara
Bagaimana anda bisa berkomunikasi tanpa suara yang jelas? Maka perhatikan kualitas suara
dalam komunikasi verbal. Gunakan intonasi dan nada suara, tempo, jeda, dinamika, dan
ekspresi suara dengan baik dan benar. Ketika berkomunikasi, usahakan suara nafas tidak
terdengar. Kontrol kualitas suara anda dengan baik. Jangan bicara dalam nada yang terlalu
cepat tapi juga jangan terlalu lambat. Gunakan kecepatan suara sedang, sehingga anda tidak
kesulitan memenggal kalimat tanpa kehilangan maknanya. Dengan ekspresi suara yang jelas,
kalimat-kalimat yang anda ucapkan menjadi lebih jelas dan mudah dipahami.
Dengan ciri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatan
baik atau buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan para filosof barat mengenai
perbuatan baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari
hasil berfikir. Dengan demikian etika sifatnya humanistis dan antroposentris yakni bersifat
pada pemikiran manusia dan diarahkan pada manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan
atau pola tingkah laku yang dihasulkan oleh akal manusia.
Tugas etika, tidak lain berusaha untuk mengetahui hal yang baik dan yang dikatakan buruk.
Sedangkan tujuan etika, adalah agar setiap manusia mengetahui dan menjalankan perilaku,
sebab perilaku yang baik itu bukan saja penting bagi dirinya saja, tapi juga penting bagi orang
lain, bagi masyarakat, bagi bangsa dan Negara, dan yang terpenting bagi Allah swt.
Setelah menjelajahi etimologi kata “etika”, mari kita berusaha menyingkap arti etika secara
lebih konprehensif.
Pertama, secara konprehensif kata “etika” dapat dimaknai dalam arti nilai-nilai dan norma-
norma moral yang menjadi pegangan moral bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya.
Kedua, “etika” juga dapat diartikan sebagai kumpulan asas atau nilai moral, yang sering
disebut sebagai kode etik, seperti kode etik periklanan yang Indonesia yang dikeluarkan oleh
Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, kode etik jurnalistik yang berasal dari berbagai
organisasi jurnalis, kode etik kehumasan, kode etik penyiaran dan sebagainya.
Ketiga, kata “etika” dapat berarti pula sebagai ilmu yang mempelajari mengenai hal yang
baik dan buruk dalam masyarakat.
2. Sistematika Etika
Secara umum, menurut A. Sonny Kreaf (1993: 41), etika dapat dibagi menjadi dua bagian.
Pertama, Etika Umum yang membahas kondisi dasar bagaimana manusia bertindak etis,
dalam mengambil keputusan etis, dan teori etika serta mengacu pada prinsip moral dasar
yang menjadi pegangan dalam bertindak dan tolok ukur atau pedoman untuk menilai baik
atau buruknya suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang.
Kedua, Etika Khusus yaitu penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang khusus, yaitu
bagaimana mengambil keputusan dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari pada proses dan
fungsional dari suatu organisasi. Etika khusus dibagi menjadi dua bagian yaitu, Etika
individual menyangkut kewajiban dan perilaku manusia terhadap dirinya sendiri. Etika sosial
berbicara mengenai kewajiban, sikap, dan perilaku sebagai anggota masyarakat yang
berkaitan dengan nilai-nilai sopan santun, tata karma dan saling menghormati.
Kata yang sering dianggap serupa maknanya dengan kata “etika” adalah kata “etiket”.
Mungkin karena intonasinya yang serupa kemudian keduanya dengan mudahnya
dipercampuradukkan, padahal keduanya memilliki makna yang berbeda. Etika disini
dipahami sebagai moral, sedangkan etiket hanya dikaitkan dengan sopan santun.
Perbedaan diantara keduanya dapat oleh K.Bertens digambarkan sebagai berikut :
No Etiket Etika
1 Menyangkut cara sesuatu
yang dilakukan oleh
manusia. Etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan, namun etika juga
mencakup pemberian norma terhadap perbuatan itu sendiri
2 Etiket hanya berlaku dipergaulan, jika tidak ada orang yang menjadi saksi maka etikat tidak
berlaku. Etika berlaku tidak tergantung pada hadir tidaknya orang.
3 Etiket bersifat relatif. Etika bersifat jauh lebih absolute dibanding etiket
4 Etiket hanya memandang manusia dari sisi lahiriah semata. Etika menyangkut sisi lahir
maupun batin manusia.
5 Etiket menetapkan cara untuk melakukan perbuatan benar sesuai dengan yang diharapkan.
Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai dengan akibatnya.
6 Etiket adalah formalitas (lahiriah), tampak dari sikap luarnya penuh dengan sopan santun
dan kebaikan. Etika adalah nurani (batiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang
timbul dari kesadaran dirinya.
3. Macam-macam Etika
a. Etika Deskriptif
Etika deskriptif sebagai sebuah pendekatan dalam etika berusaha melukiskan tingkah laku
moral dalam arti luas, seperti adapt kebiasaan, anggapan-anggapan tentang mana yang baik
dan mana yang buruk, tindakan apa yang diperbolehkan dan tindakan yang dilarang. Etika
deskriptif lebih menekankan pada usaha untuk mempelajari mengenai moralitas yang terdapat
dalam individu-individu tertentu, dalam kebudayaan-kebudayaan serta subkultur-subkultur
(subcultures) tertentu dalam periode sejaran tertentu pula.sesuai kata “deskritif” yang melekat
pada istilah etika deskriptif, maka pendekatan pada bidang etika ini hanya memberi gambaran
atau melukiskan semata tanpa memberi penilaian. Misalnya, etika deskriptif yang
menggambarkan mengenai adapt mengayau kepala manusia pada masyarakat yang ada
disuku-suku pedalaman, tanpa memberi penilaian apakah adat seperti itu harus diterima atau
ditolak.
b. Etika Normatif
Etika normatif bukan sekedar menggambarkan norma-norma dimasyarakat namun juga
memberi penilaian mengenai baik atau tidaknya norma tersebut. Sehingga bisa kita
simpulkan bahwa etika normatif menanggalkan sikap netral yang dianut oleh sikap etika
deskriptif. Lebih jauh etika normatif bukan lagi deskptif melainkan preskriptif
(memerintahkan) dan menentukan baik atau tidaknya adat, nilai, norma, dan perilaku. Etika
normatif terbagi dalam dua ranah kajian yaitu etika umum dan etika khusus. Etika umum
mengkaji tema-tema umum dalam etika seperti: apa itu noma etis ? jika banyak norma etis,
bagaimana relasinya dengan kita sebagai manusia ?.sedangkan etika khusus lebih mengkaji
tema yang berhubungan dengan penerapan prinsip-prinsip etis yang umum dengan perilaku
manusia. Dengan redaksional yang lain, dalam etika khusus itu prinsip normatif dikaitkan
dengan premis faktual untuk sampai pada kesimpulan etis yang bersifat normatif juga.
c. Metaetika
Kata “meta”dalam bahasa Yunani berarti melebihi atau melampaui. Terminologi disini
bukanlah moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan kita dibidang moralitas.
Metaetika sendiri oleh para filsuf dimasukkan dalam filsafat analitis, suatu aliran yang
penting dalam filsafat yang berkembang pesat diabad 20 M dengan dipelopori oleh George
Moore, seorang filsuf dari Inggris (Bertens, 2005:19). Jika etika normatif hanya mempelajari
mengenai perilaku moral dan memberi penilaian, maka metaetika lebih menekankan pada
refleksi mengenai terminologi dan bahasa yang kita gunakan saat beragumentasi.
Etika didefenisikan sebagai studi tentang sifat umum moral dan pilihan-pilihan moral spesifik
yang harus dibuat seseorang. Etika menyangkut pilihan-pilihan komunikasi sehingga, dengan
memeriksa dan lebih menyadari nilai-nilai kita sendiri, kita lebih bertanggung jawab atas
konsekuensi tindakan kita.
Kita semua munkin telah menjadi korban perilaku rindakan etis. Meskipun demikian, kita
agaknya lebih peka ketika kita menjadi sasaran komunikasi tidak etis daripada ketika kita
menjadi pelakunya. Kadang-kadang kita sekedar merasa bersikap lugas, padahal orang lain
merasa “dimanfaatkan”. Bowie berpendapat bahwa yang menjadi pokok masalahnya adalah
“suatu prinsip moral yang mendasar, prinsip penghormatan terhadap orang-orang lain”.
Prinsip-prinsip utama etika yang dikemukakan para pemikir barat dan kemudian menelaah
beberapa isu yang muncul dalam banyak konteks komunikasi yang berlainan.
1. Prinsip-Prinsip.
a) Pertengahan emas
Prinsip ini dikemukakan oleh Aristoteles, yang mana menurut dia, moralitas harus dibangun
dalam moderasi. Ia menganggap setiap kebajikan sebagai pertengahan, jalan tengah antara
dua ekstrem, kelebihan dan kekurangan.
Kebenaran adalah pertengahan antara kerendahatian yang palsu dan kesombongan; keadilan
adalah pertengahan antara penyaluran barang (atau hukuman) yang terlalu sedikit dan terlalu
banyak. Tujuan etika menurut Aristoteles adalah kebahagiaan individu.
b) Imperative Kategoris
Prinsip ini dikemukakan oleh Kant, yang berangggapan suatu perintah atau kewajiban untuk
bertindak (suatu “imperatif”) yang mutlak (“kategoris”), tanpa pengecualian atau syarat.
Bagi kant moralitas di ukur oleh niat untuk mematuhi hukum-hukum universal moralitas
ketimbang oleh konsekuensi atau hasil tindakan-tindakan kita, sekalipun konsekuensi atau
hasil tersebut akan menyelamatkan perasaan seseorang atau melindungi keselamatannya.
c) Utilitarianisme
Filosof inggris Jeremi Bentham dan John Stuart Mill meletakkan nilai primer bukan pada niat
moral kita, melainkan pada hasil atau konsekuensi tindakan kita.
Utilitarianisme tumbuh dari keprihatinan untuk melakukan reformasi politik dan sosial,
karenanya tekanannya pada manfaat apa yang akan diperoleh sebanyak-banyaknya manusia,
dan bertanggung jawab atas reformasi. Menurut pandangan ini, tuntutan dan kesejahteraan
perseorangan atau kelompok kecil harus disubordinasikan kepada tuntutan sejumlah besar
orang.
d) Keadilan dan Tabir Kebodohan
Prinsip ini dikemukakan oleh Rawls, bahwa suatu prinsip keadilan harus meliputi
perlindungan bagi mereka yang posisinya dalam masyarakat adalah yang terlemah, apakah
karena usia, penyakit, status, atau penghasilan dan bahwa apa yang bermoral adalah yang adil
bagi semua.
2. Isu-Isu
Diantara isu-isu penting dalam etika diantaranya; masalah berbohong dan alasan-alasan yang
sering diberikan untuk berbohong. Misalnya, berbohong untuk menghindari bahaya atau
untuk melindungi orang lain. Lalu kita membahas persoalan-persoalan mengenai etika
kerahasiaan, penyingkapan, dan hak atas privasi, dalam kehidupan public dan kehidupan
pribadi. Akhirnya kita juga membahas isu-isu rumit menenai pembocoran rahasia yang
dilakukan seorang anggota kelompok dengan membuat tuduhan mengenai adanya
pelanggaran standar etika dalam kelompok itu sendiri.
B. MORAL DALAM KOMUNIKASI MASSA
Moral berasal dari bahasa Latin mores, jamak kata mos yang berarti adat kebiasaaan.
Moralitas adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan
yang mempunyai nilai positif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Moral artinya ajaran
tentang baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti,
akhlak. Moral adalah istilah yang digunakan untuk menetukan batas-batas suatu sifat,
perangai, kekehndak, pendapat atau perbuatan yang layak dikatakan benar, salah, baik, buruk.
Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak
memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus
dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses
sosialisasi individu, tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi.
Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradap.
Moralisasi, berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik.
Demoralisasi berarti kerusakan moral.
Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang
mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar
yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin
dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat
secara utuh.
Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan
batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat
dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Moral dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Moral murni, adalah moral yang terdapat pada setiap manusia sebagai suatu
pengejawantahan dari pancaran ilahi. Moral murni disebut juga hati nurani.
2. Moral terapan, adalah moral yang didapat dari ajaran pelbagai ajaran filosofis, agama, adat
yang menguasai pemutaran manusia.
Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang
digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan)
baik atau buruk, benar atau salah.
Kesadaran moral erat pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asing disebut
conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab disebut dengan qalb, fu'ad.
Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal. Pertama, perasaan wajib atau keharusan untuk
melakukan tindakan yang bermoral. Kedua, kesadaran moral dapat juga berwujud rasional
dan objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umumk dapat diterima oleh masyarakat,
sebagai hal yang objektif dan dapat diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui
berlaku pada setiap waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang
sejenis. Ketiga, kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan.
Berdasarkan pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral lebih
mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh
masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan
memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang
berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai
tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran
moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu
perbuatan tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar.
Dengan berkomunikasi dapat menjalin saling pengertian dengan orang lain karena
komunikasi memiliki beberapa fungsi yang sangat penting, di antaranya adalah:
1. Fungsi informasi
Untuk memberitahukan sesuau (pesan) kepada pihak tertentu, dengan maksud agar
komunikan dapat memahaminya.
1. Fungsi ekspresi.
Sebagai wujud ungkapan perasaan / pikiran komunikator atas apa yang dia pahami terhadap
sesuatu hal atau permasalahan.
1. Fungsi kontrol.
Menghindari terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan, dengan memberi pesan berupa
perintah, peringatan, penilaian dan lain sebagainya.
1. Fungsi sosial.
Untuk keperluan rekreatif dan keakraban hubungan di antara komunikator dan komunikan.
1. Fungsi ekonomi.
Untuk keperluan transaksi usaha (bisnis) yang berkaitan dengan finansial, barang dan jasa.
1. Fungsi da’wah.
Banyak manfaat yang dapat peroleh dengan berkomunikasi secara baik dan efektif, di
antaranya adalah:
1. Tersampaikannya gagasan atau pemikiran kepada orang lain dengan jelas sesuai
dengan yang dimaksudkan atau tercapainya tujuan dari suatu komunikasi.
2. Adanya saling kesefamanan (satu pengertian) antara komunikator dan komunikan
dalam suatu permasalahan, sehingga terhindar dari salah persepsi.
3. Menjaga hubungan baik dan silaturrahmi dalam suatu persahabatan, komunitas atau
jama’ah.
4. Aktivitas ‘amar ma’ruf nahi munkar di antara sesama umat manusia dapat diwujudkan
dengan lebih persuasif dan penuh kedamaian.
5. Menumbuhkan minat komunikan dalam mengikuti proses komunikasi yang sedang
berlangsung.
Dari teknik komunikasi tersebut, diketahui bahwa seorang guru juga harus mengetahui
kondisi siswanya. Di dalam kegiatan belajar mengajar, tidak semua siswa berada dalam
kondisi yang sama. Setiap siswa memiliki tipe belajar yang berbeda–beda. Dan sebagai
komunikator , guru harus dapat memahami tipe belajar masing–masing siswa, yang akan
mempermudah dalam menentukan metode komunikasi dan metode mengajar yang akan
diterapkan.