You are on page 1of 17

HAMBATAN KOMUNIKASI MASSA

Di dalam komunikasi selalu ada hambatan yang dapat mengganggu kelancaran jalannya
proses komunikasi. Sehingga informasi dan gagasan yang disampaikan tidak dapat diterima
dan dimengerti dengan jelas oleh penerima pesan atau receiver.
Menurut Ron Ludlow & Fergus Panton, ada hambatan-hambatan yang menyebabkan
komunikasi tidak efektif yaitu adalah :

1. Status effect
Adanya perbedaaan pengaruh status sosial yang dimiliki setiap manusia.Misalnya karyawan
dengan status sosial yang lebih rendah harus tunduk dan patuh apapun perintah yang
diberikan atasan. Maka karyawan tersebut tidak dapat atau takut mengemukakan aspirasinya
atau pendapatnya.

2. Semantic Problems
Faktor semantik menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator sebagai alat untuk
menyalurkan pikiran dan perasaanya kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasi
seorang komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan sematis ini, sebab
kesalahan pengucapan atau kesalahan dalam penulisan dapat menimbulkan salah pengertian
(misunderstanding) atau penafsiran (misinterpretation) yang pada gilirannya bisa
menimbulkan salah komunikasi (miscommunication). Misalnya kesalahan pengucapan
bahasa dan salah penafsiran seperti contoh : pengucapan demonstrasi menjadi demokrasi,
kedelai menjadi keledai dan lain-lain.

3. Perceptual distorsion
Perceptual distorsion dapat disebabkan karena perbedaan cara pandangan yang sempit pada
diri sendiri dan perbedaaan cara berpikir serta cara mengerti yang sempit terhadap orang lain.
Sehingga dalam komunikasi terjadi perbedaan persepsi dan wawasan atau cara pandang
antara satu dengan yang lainnya.

4. Cultural Differences
Hambatan yang terjadi karena disebabkan adanya perbedaan kebudayaan, agama dan
lingkungan sosial. Dalam suatu organisasi terdapat beberapa suku, ras, dan bahasa yang
berbeda. Sehingga ada beberapa kata-kata yang memiliki arti berbeda di tiap suku. Seperti
contoh : kata “jangan” dalam bahasa Indonesia artinya tidak boleh, tetapi orang suku jawa
mengartikan kata tersebut suatu jenis makanan berupa sup.

5. Physical Distractions
Hambatan ini disebabkan oleh gangguan lingkungan fisik terhadap proses berlangsungnya
komunikasi. Contohnya : suara riuh orang-orang atau kebisingan, suara hujan atau petir, dan
cahaya yang kurang jelas.

6. Poor choice of communication channels


Adalah gangguan yang disebabkan pada media yang dipergunakan dalam melancarkan
komunikasi. Contoh dalam kehidupan sehari-hari misalnya sambungan telephone yang
terputus-putus, suara radio yang hilang dan muncul, gambar yang kabur pada pesawat
televisi, huruf ketikan yang buram pada surat sehingga informasi tidak dapat ditangkap dan
dimengerti dengan jelas.
7. No Feed back
Hambatan tersebut adalah seorang sender mengirimkan pesan kepada receiver tetapi tidak
adanya respon dan tanggapan dari receiver maka yang terjadi adalah komunikasi satu arah
yang sia-sia. Seperti contoh : Seorang manajer menerangkan suatu gagasan yang ditujukan
kepada para karyawan, dalam penerapan gagasan tersebut para karyawan tidak memberikan
tanggapan atau respon dengan kata lain tidak peduli dengan gagasan seorang manajer.

►Komunikasi yang Efektif


Ada lima komponen atau unsur penting dalam komunikasi yang harus kita perhatikan, yaitu
pengirim pesan (sender), pesan yang dikirimkan (message), bagaimana pesan tersebut
dikirimkan (delivery channel atau media), penerima pesan (receiver), dan umpan balik
(feedback). Kelima hal inilah yang diuraikan dengan sangat menarik melalui penggalan-
penggalan frase dari karya-karya Shakespeare. Seperti penggalan syair berikut yang
diucapkan oleh tokoh karakter Ulysses yang diambil dari karya Shakespeare yang berjudul
Troilus and Cressida yang berbunyi: “No man is the lord of anything, Though in and of him
there be much consisting, Till he communicate his parts to others.”
Di sinilah letak pentingnya kemampuan mengembangkan komunikasi yang efektif yang
merupakan salah satu ketrampilan yang sangat diperlukan dalam rangka pengembangan diri
kita baik secara personal maupun profesional. Paling tidak kita harus menguasai empat jenis
ketrampilan dasar dalam berkomunikasi, yaitu menulis–membaca (bahasa tulisan) dan
mendengar–berbicara (bahasa lisan). Bayangkan betapa waktu-waktu kita setiap detik setiap
saat kita habiskan untuk mengerjakan setidaknya salah satu dari keempat hal itu. Oleh
karenanya kemampuan untuk mengerjakan ketrampilan dasar komunikasi tersebut dengan
baik mutlak diperlukan demi efektifitas dan keberhasilan kita.
Menurut Stephen Covey, justru komunikasi merupakan ketrampilan yang paling penting
dalam hidup kita. Kita menghabiskan sebagian besar jam di saat kita sadar dan bangun untuk
berkomunikasi. Sama halnya dengan pernafasan, komunikasi kita anggap sebagai hal yang
otomatis terjadi begitu saja, sehingga kita tidak memiliki kesadaran untuk melakukannya
dengan efektif. Kita tidak pernah dengan secara khusus mempelajari bagaimana menulis
dengan efektif, bagaimana membaca dengan cepat dan efektif, bagaimana berbicara secara
efektif, apalagi bagaimana menjadi pendengar yang baik. Bahkan untuk yang terakhir, yaitu
ketrampilan untuk mendengar tidak pernah diajarkan atau kita pelajari dalam proses
pembelajaran yang kita lakukan baik di sekolah formal maupun pendidikan informal lainnya.
Bahkan menurut Covey, hanya sedikit orang yang pernah mengikuti pelatihan mendengar.
Dan sebagian besar pelatihan tersebut adalah teknik Etika Kepribadian, yang terpotong dari
dasar karakter dan dasar hubungan yang mutlak vital bagi pemahaman kita terhadap
keberadaan orang lain.
Stephen Covey menekankan konsep kesalingtergantungan (interdependency) untuk
menjelaskan hubungan antar manusia. Unsur yang paling penting dalam komunikasi bukan
sekedar pada apa yang kita tulis atau kita katakan, tetapi pada karakter kita dan bagaimana
kita menyampaikan pesan kepada penerima pesan. Jika kata-kata ataupun tulisan kita
dibangun dari teknik hubungan manusia yang dangkal (etika kepribadian), bukan dari diri
kita yang paling dalam (etika karakter), orang lain akan melihat atau membaca sikap kita.
Jadi, syarat utama dalam komunikasi efektif adalah karakter yang kokoh yang dibangun dari
fondasi integritas pribadi yang kuat.
Kita bisa menggunakan analogi sistem bekerjanya sebuah bank. Jika kita mendeposito-kan
kepercayaan (trust) kita, ini akan tergambar dalam perasaan aman yang kita miliki ketika kita
berhubungan dengan orang lain. Jika saya membuat deposito di dalam rekening bank emosi
dengan Anda melalui integritas, yaitu sopan santun, kebaikan hati, kejujuran, dan memenuhi
setiap komitmen saya, berarti saya menambah cadangan kepercayaan Anda terhadap saya.
Kepercayaan Anda menjadi lebih tinggi, dan dalam kondisi tertentu, jika saya melakukan
kesalahan, anda masih dapat memahami dan memaafkan saya, karena anda mempercayai
saya. Ketika kepecayaan semakin tinggi, komunikasi pun mudah, cepat, dan efektif.
Covey mengusulkan deposito utama yang dapat menambah rekening bank emos dalam
hubungan kita dengan sesama :
1. Berusaha benar-benar mengerti orang lain. Ini adalah dasar dari apa yang disebut
emphatetic communication- komunikasi empatik. Ketika kita berkomunikasi dengan orang
lain, kita biasanya ”berkomunikasi” dalam salah satu dari empat tingkat. Kita mungkin
mengabaikan orang itu dengan tidak serius membangun hubungan yang baik. Kita mungkin
berpura-pura. Kita mungkin secara selektif berkomunikasi pada saat kita memerlukannya,
atau kita membangun komunikasi yang atentif (penuh perhatian) tetapi tidak benar-benar
berasal dari dalam diri kita.
2. Bentuk komunikasi tertinggi adalah komunikasi empatik, yaitu melakukan komunikasi
untuk terlebih dahulu mengerti orang lain–memahami karakter dan maksud/tujuan atau peran
orang lain. Kebaikan dan sopan santun yang kecil-kecil begitu penting dalam suatu
hubungan–hal-hal yang kecil adalah hal-hal yang besar. Memenuhi komitmen atau janji
adalah deposito besar; melanggar janji adalah penarikan yang besar.
3. Menjelaskan harapan. Penyebab dari hampir semua kesulitan dalam hubungan berakar di
dalam harapan yang bertentangan atau berbeda sekitar peran dan tujuan. Harapan harus
dinyatakan secara eksplisit. Meminta maaf dengan tulus ketika Anda membuat penarikan.
Memperlihatkan integritas pribadi. Integritas pribadi menghasilkan kepercayaan dan
merupakan dasar dari banyak jenis deposito yang berbeda.
4. Integritas merupakan fondasi utama dalam membangun komunikasi yang efektif. Karena
tidak ada persahabatan atau teamwork tanpa ada kepercayaan (trust), dan tidak akan ada
kepercayaan tanpa ada integritas. Integritas mencakup hal-hal yang lebih dari sekadar
kejujuran (honesty). Kejujuran mengatakan kebenaran atau menyesuaikan kata-kata kita
dengan realitas. Integritas adalah menyesuaikan realitas dengan kata-kata kita. Integritas
bersifat aktif, sedangkan kejujuran bersifat pasif.
Setelah kita memiliki fondasi utama dalam membangun komunikasi yang efektif, maka hal
berikut adalah kita perlu memperhatikan 5 Hukum Komunikasi Yang Efektif The 5 Inevitable
Laws of Efffective Communication yang kami kembangkan dan rangkum dalam satu kata
yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri, yaitu REACH, yang berarti
merengkuh atau meraih. Karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya
bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun
respon positif dari orang lain.
5. Respect. Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap
menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan. Rasa hormat
dan saling menghargai merupakan hukum yang pertama dalam kita berkomunikasi dengan
orang lain. Ingatlah bahwa pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting.
Jika kita bahkan harus mengkritik atau memarahi seseorang, lakukan dengan penuh respek
terhadap harga diri dan kebanggaaan seseorang. Jika kita membangun komunikasi dengan
rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama
yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai
individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim.
Bahkan menurut guru komunikasi Dale Carnegie dalam bukunya How to Win Friends and
Influence People, rahasia terbesar yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam berurusan
dengan manusia adalah dengan memberikan penghargaan yang jujur dan tulus. Seorang ahli
psikologi yang sangat terkenal William James juga mengatakan bahwa ”Prinsip paling
dalam pada sifat dasar manusia adalah kebutuhan untuk dihargai.” Dia mengatakan ini
sebagai suatu kebutuhan (bukan harapan ataupun keinginan yang bisa ditunda atau tidak
harus dipenuhi), yang harus dipenuhi. Ini adalah suatu rasa lapar manusia yang tak terperikan
dan tak tergoyahkan. Lebih jauh Carnegie mengatakan bahwa setiap individu yang dapat
memuaskan kelaparan hati ini akan menggenggam orang dalam telapak tangannya.
Charles Schwabb, salah satu orang pertama dalam sejarah perusahaan Amerika yang
mendapat gaji lebih dari satu juta dolar setahun, mengatakan bahwa aset paling besar yang
dia miliki adalah kemampuannya dalam membangkitkan antusiasme pada orang lain. Dan
cara untuk membangkitkan antusiasme dan mendorong orang lain melakukan hal-hal terbaik
adalah dengan memberi penghargaan yang tulus. Hal ini pula yang menjadi satu dari tiga
rahasia manajer satu menit dalam buku Ken Blanchard dan Spencer Johnson, The One
Minute Manager.
6. Empathy Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau
kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap
empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum
didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Secara khusus Covey menaruh kemampuan
untuk mendengarkan sebagai salah satu dari 7 kebiasaan manusia yang sangat efektif, yaitu
kebiasaan untuk mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti Seek First to Understand–
understand then be understood to build the skills of empathetic listening that inspires
openness and trust. Inilah yang disebutnya dengan Komunikasi Empatik. Dengan memahami
dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan
kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain.
Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan message dengan cara
dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan receiver menerimanya. Oleh karena itu,
dalam ilmu pemasaran marketing memahami perilaku konsumen consumer’s behavior
merupakan keharusan. Dengan memahami perilaku konsumen, maka kita dapat empati
dengan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, minat, harapan dan kesenangan dari
konsumen. Demikian halnya dengan bentuk komunikasi lainnya, misalnya komunikasi dalam
membangun kerjasama tim. Kita perlu saling memahami dan mengerti keberadaan orang lain
dalam tim kita. Rasa empati akan menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa respek
akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam membangun teamwork.
Jadi, sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan
memahami dengan empati calon penerima pesan kita, sehingga nantinya pesan kita akan
dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima. Empati bisa
juga berarti kemampuan untuk mendengar dan bersikap perseptif atau siap menerima
masukan ataupun umpan balik apapun dengan sikap yang positif. Banyak sekali dari kita
yang tidak mau mendengarkan saran, masukan apalagi kritik dari orang lain. Padahal esensi
dari komunikasi adalah aliran dua arah. Komunikasi satu arah tidak akan efektif manakala
tidak ada umpan balik feedback yang merupakan arus balik dari penerima pesan. Oleh karena
itu, dalam kegiatan komunikasi pemasaran above the lines (mass media advertising)
diperlukan kemampuan untuk mendengar dan menangkap umpan balik dari audiensi atau
penerima pesan.
7. Audible Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika
empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik
dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima
pesan. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery
channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini
mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan
atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat
diterima dengan baik. Dalam komunikasi personal hal ini berarti bahwa pesan disampaikan
dengan cara atau sikap yang dapat diterima oleh penerima pesan.
8. Clarity selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum ke empat yang
terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi
interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Clarity dapat pula berarti keterbukaan
dan transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada
yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari
penerima pesan atau anggota tim kita. Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling
curiga dan pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau tim
kita.
9. Humble Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah
hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa
menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Sikap
Rendah Hati pada intinya, antara lain. Sikap yang penuh melayani (dalam bahasa pemasaran
Customer First Attitude), sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak
sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan,
lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih
besar.
Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok komunikasi yang
efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang handal dan pada gilirannya
dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain yang penuh dengan penghargaan
(respect), karena inilah yang dapat membangun hubungan jangka panjang yang saling
menguntungkan dan saling menguatkan.

►Keterampilan Komunikasi Verbal


Belakangan ini ketrampilan berkomunikasi semakin diperlukan untuk meniti tangga karier.
Walaupun seseorang sudah memiliki keahlian dan kemampuan dalam suatu bidang,
ketrampilan komunikasi tetap tidak bisa diabaikan. Apapun keahlian anda harus dibalut oleh
kepiawaian berkomunikasi. Bukti-bukti menunjukkan bahwa banyak karyawan yang pandai,
mengalami keterlambatan karier karena kurang mahir dalam komunikasi.
Sedangkan orang yang kepandaiannya hanya rata-rata bisa mencapai karier yang baik karena
kemahirannya dalam komunikasi. Memang, apa pun pekerjaan dan profesi anda, anda tidak
bisa menghindar dari komunikasi. Ketrampilan komunikasi secara personal sangat
dibutuhkan dalam memuluskan tugas-tugas anda, seperti mengungkapkan ide, negosiasi,
presentasi, lobbying, maupun networking. Nah, berikut ini adalah tips melakukan komunikasi
verbal untuk menunjang karier anda:

►Kekuatan kata
Jangan menggunakan kata-kata yang sulit diucapkan dan dihafalkan. Lebih baik anda
menggantinya dengan kata-kata yang lebih mudah dicerna. Tetapi agar kata-kata anda
terkesan kuat, gunakan istilah tertentu untuk memperjelas maksud anda. Untuk itu kuasai
unsur-unsur bahasa, seperti sinonim, antonim, anonim, ungkapan (idiom), dan kata
penghubung. Sehingga anda memiliki kosa kata yang lebih luas dan bernilai tinggi.
►Ragam bahasa
Pahami dan kuasai ragam bahasa, baik yang resmi maupun tidak. Baik bahasa lisan maupun
tulisan. Dan ketahuilah ragam bahasa dalam suatu kalangan kemudian gunakan bahasa
tersebut di kalangan itu, misalnya, bahasa pergaulan di orang-orang perbankan berbeda
dengan bahasa orang-orang penerbitan. Dengan demikian anda bisa lebih fleksibel dalam
berbahasa tergantung situasi dan kondisi yang tengah anda hadapi. Menguasai ragam bahasa
ini termasuk penguasaan anda terhadap bahasa asing. Paling tidak kuasailah bahasa
internasional yang paling umum, yaitu Bahasa Inggris. Ini akan sangat membantu kelancaran
anda dalam berkomunikasi terutama dengan orang-orang asing.

►Kekuatan suara
Bagaimana anda bisa berkomunikasi tanpa suara yang jelas? Maka perhatikan kualitas suara
dalam komunikasi verbal. Gunakan intonasi dan nada suara, tempo, jeda, dinamika, dan
ekspresi suara dengan baik dan benar. Ketika berkomunikasi, usahakan suara nafas tidak
terdengar. Kontrol kualitas suara anda dengan baik. Jangan bicara dalam nada yang terlalu
cepat tapi juga jangan terlalu lambat. Gunakan kecepatan suara sedang, sehingga anda tidak
kesulitan memenggal kalimat tanpa kehilangan maknanya. Dengan ekspresi suara yang jelas,
kalimat-kalimat yang anda ucapkan menjadi lebih jelas dan mudah dipahami.

►Hindari aksen daerah


Hindari komunikasi yang menunjukkan aksen atau logat daerah yang terlalu kental. Memang
sih jika anda berasal dari daerah tertentu cukup sulit untuk menghilangkan aksennya. Tapi
usahakan agar tidak terlalu dominan. Tunjukkan karakter suara yang tegas namun dengan
tutur kata yang teratur serta intonasi suara yang tepat.

►Menjadi pendengar aktif


Komunikasi yang efektif dapat terwujud karena adanya keseimbangan antara pembicara dan
pendengar. Anda bukan hanya bisa berbicara tetapi juga harus bisa menjadi pendengar yang
baik. Tentu saja menjadi pendengar yang aktif. Simak ucapan lawan bicara dengan seksama
dan dengarkan dengan sensitifitas yang tinggi. Beri respon positif terhadap pembicaraan
tersebut dan ungkapkan pendapat anda. Ketahui kapan anda harus berbicara dan interupsi.
Jangan lupa pertahankan kontak mata. Kontak mata yang baik menunjukkan empati dan
simpati anda terhadap lawan bicara.
Dengan ketrampilan komunikasi yang anda miliki, jalan untuk menuju sukses akan semakin
terbuka lebar. Mulai sekarang pelajari dan tingkatkan ketrampilan komunikasi anda. Lagi
pula dengan keahlian komunikasi, anda akan mudah diterima di manapun anda berada.
Demikian pembahasan masalah berkomunikasi ini secara singkat. Semoga apa yang
disampaikan dapat bermanfaat bagi semuanya. Tentunya masih banyak lagi, hal mengenai
permasalahan komunikasi yang dapat dibahas pada kesempatan yang lain.
ETIKA DALAM KOMUNIKASI MASSA
1. Pengertian Etika
Kata “etika” berasal dari Bahasa Yunani Kuno yaitu ethos, yang dalam bentuk jamak berubah
menjadi ta etha,yang berarti adat istiadat. Arti inilah yang menjadi latar belakang bagi
terbentuknya studi mengenai etika yang diawali oleh Aristoteles (384-322 SM). Sehingga jika
kita mengartikan etika hanya dari sisi etimologis, maka defennisi yang mencuat atas kata
“etika” adalah ilmu tentang adat kebiasaan.
Kata yang berdekatan dengan kata “etika” adalah kata “moral” yang juga berasal dari bahasa
yunani kuno yaitu mos yang dalam bentuk jamak berubah bunyi menjadi mores. Arti dari
kata ini adalah kebiasaan, adapt. Wajar jika kedua kata ini berdampingan dalam
penggunaannya, karena memang secara etimologis keduanya memiliki makna yang serupa.
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti
watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu
pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak (moral) atau etika adalah ilmu tentang apa yang baik
dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral atau akhlak. Dari pengertian
kebahsaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku
manusia.
Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang
berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut ahmad amin mengartikan etika
adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.
Berikutnya, dalam encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi
yang sitematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah,
dan sebagainya.
Dari definisi etika tersebut diatas, dapat segera diketahui bahwa etika berhubungan dengan
empat hal sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya
membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Kedua dilihat dari segi sumbernya, etika
bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat
mutlak, absolute dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan,
kelebihan dan sebagainya. Selain itu, etika juga memanfaatkan berbagai ilmu yang
memebahas perilaku manusia seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu
ekonomi dan sebagainya. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai,
penentu dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah
perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan
demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang
dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang
ada. Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah
sesuai dengan tuntutan zaman.
Etika adalah cabang dari aksiologi, yaitu ilmu tentang nilai, yang menitikberatkan pada
pencarian salah dan benar atau dalam pengertian lain tentang moral dan immoral. Etika dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Etika sebagai ilmu, yang merupakan kumpulan tentang kebajikan, tentang penilaina dari
perbuatan seseorang.
2. Etika dalam arti perbuatan, yaitu perbuatan kebajikan, Misalnya seseorang dikatakan etis
apabila orang itu telah berbuat kebajikan.
3. Etika sebagai filsafat, yang mempelajari pandangan-pandangan, persoalan-persoalan yang
berhubungan dengan masalah kesusilaan.

Dengan ciri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatan
baik atau buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan para filosof barat mengenai
perbuatan baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari
hasil berfikir. Dengan demikian etika sifatnya humanistis dan antroposentris yakni bersifat
pada pemikiran manusia dan diarahkan pada manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan
atau pola tingkah laku yang dihasulkan oleh akal manusia.
Tugas etika, tidak lain berusaha untuk mengetahui hal yang baik dan yang dikatakan buruk.
Sedangkan tujuan etika, adalah agar setiap manusia mengetahui dan menjalankan perilaku,
sebab perilaku yang baik itu bukan saja penting bagi dirinya saja, tapi juga penting bagi orang
lain, bagi masyarakat, bagi bangsa dan Negara, dan yang terpenting bagi Allah swt.
Setelah menjelajahi etimologi kata “etika”, mari kita berusaha menyingkap arti etika secara
lebih konprehensif.
 Pertama, secara konprehensif kata “etika” dapat dimaknai dalam arti nilai-nilai dan norma-
norma moral yang menjadi pegangan moral bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya.
 Kedua, “etika” juga dapat diartikan sebagai kumpulan asas atau nilai moral, yang sering
disebut sebagai kode etik, seperti kode etik periklanan yang Indonesia yang dikeluarkan oleh
Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, kode etik jurnalistik yang berasal dari berbagai
organisasi jurnalis, kode etik kehumasan, kode etik penyiaran dan sebagainya.
Ketiga, kata “etika” dapat berarti pula sebagai ilmu yang mempelajari mengenai hal yang
baik dan buruk dalam masyarakat.

2. Sistematika Etika
Secara umum, menurut A. Sonny Kreaf (1993: 41), etika dapat dibagi menjadi dua bagian.
Pertama, Etika Umum yang membahas kondisi dasar bagaimana manusia bertindak etis,
dalam mengambil keputusan etis, dan teori etika serta mengacu pada prinsip moral dasar
yang menjadi pegangan dalam bertindak dan tolok ukur atau pedoman untuk menilai baik
atau buruknya suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang.
Kedua, Etika Khusus yaitu penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang khusus, yaitu
bagaimana mengambil keputusan dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari pada proses dan
fungsional dari suatu organisasi. Etika khusus dibagi menjadi dua bagian yaitu, Etika
individual menyangkut kewajiban dan perilaku manusia terhadap dirinya sendiri. Etika sosial
berbicara mengenai kewajiban, sikap, dan perilaku sebagai anggota masyarakat yang
berkaitan dengan nilai-nilai sopan santun, tata karma dan saling menghormati.
Kata yang sering dianggap serupa maknanya dengan kata “etika” adalah kata “etiket”.
Mungkin karena intonasinya yang serupa kemudian keduanya dengan mudahnya
dipercampuradukkan, padahal keduanya memilliki makna yang berbeda. Etika disini
dipahami sebagai moral, sedangkan etiket hanya dikaitkan dengan sopan santun.
Perbedaan diantara keduanya dapat oleh K.Bertens digambarkan sebagai berikut :
No Etiket Etika
1 Menyangkut cara sesuatu
yang dilakukan oleh
manusia. Etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan, namun etika juga
mencakup pemberian norma terhadap perbuatan itu sendiri
2 Etiket hanya berlaku dipergaulan, jika tidak ada orang yang menjadi saksi maka etikat tidak
berlaku. Etika berlaku tidak tergantung pada hadir tidaknya orang.
3 Etiket bersifat relatif. Etika bersifat jauh lebih absolute dibanding etiket
4 Etiket hanya memandang manusia dari sisi lahiriah semata. Etika menyangkut sisi lahir
maupun batin manusia.
5 Etiket menetapkan cara untuk melakukan perbuatan benar sesuai dengan yang diharapkan.
Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai dengan akibatnya.
6 Etiket adalah formalitas (lahiriah), tampak dari sikap luarnya penuh dengan sopan santun
dan kebaikan. Etika adalah nurani (batiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang
timbul dari kesadaran dirinya.

3. Macam-macam Etika
a. Etika Deskriptif
Etika deskriptif sebagai sebuah pendekatan dalam etika berusaha melukiskan tingkah laku
moral dalam arti luas, seperti adapt kebiasaan, anggapan-anggapan tentang mana yang baik
dan mana yang buruk, tindakan apa yang diperbolehkan dan tindakan yang dilarang. Etika
deskriptif lebih menekankan pada usaha untuk mempelajari mengenai moralitas yang terdapat
dalam individu-individu tertentu, dalam kebudayaan-kebudayaan serta subkultur-subkultur
(subcultures) tertentu dalam periode sejaran tertentu pula.sesuai kata “deskritif” yang melekat
pada istilah etika deskriptif, maka pendekatan pada bidang etika ini hanya memberi gambaran
atau melukiskan semata tanpa memberi penilaian. Misalnya, etika deskriptif yang
menggambarkan mengenai adapt mengayau kepala manusia pada masyarakat yang ada
disuku-suku pedalaman, tanpa memberi penilaian apakah adat seperti itu harus diterima atau
ditolak.

b. Etika Normatif
Etika normatif bukan sekedar menggambarkan norma-norma dimasyarakat namun juga
memberi penilaian mengenai baik atau tidaknya norma tersebut. Sehingga bisa kita
simpulkan bahwa etika normatif menanggalkan sikap netral yang dianut oleh sikap etika
deskriptif. Lebih jauh etika normatif bukan lagi deskptif melainkan preskriptif
(memerintahkan) dan menentukan baik atau tidaknya adat, nilai, norma, dan perilaku. Etika
normatif terbagi dalam dua ranah kajian yaitu etika umum dan etika khusus. Etika umum
mengkaji tema-tema umum dalam etika seperti: apa itu noma etis ? jika banyak norma etis,
bagaimana relasinya dengan kita sebagai manusia ?.sedangkan etika khusus lebih mengkaji
tema yang berhubungan dengan penerapan prinsip-prinsip etis yang umum dengan perilaku
manusia. Dengan redaksional yang lain, dalam etika khusus itu prinsip normatif dikaitkan
dengan premis faktual untuk sampai pada kesimpulan etis yang bersifat normatif juga.

c. Metaetika
Kata “meta”dalam bahasa Yunani berarti melebihi atau melampaui. Terminologi disini
bukanlah moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan kita dibidang moralitas.
Metaetika sendiri oleh para filsuf dimasukkan dalam filsafat analitis, suatu aliran yang
penting dalam filsafat yang berkembang pesat diabad 20 M dengan dipelopori oleh George
Moore, seorang filsuf dari Inggris (Bertens, 2005:19). Jika etika normatif hanya mempelajari
mengenai perilaku moral dan memberi penilaian, maka metaetika lebih menekankan pada
refleksi mengenai terminologi dan bahasa yang kita gunakan saat beragumentasi.
Etika didefenisikan sebagai studi tentang sifat umum moral dan pilihan-pilihan moral spesifik
yang harus dibuat seseorang. Etika menyangkut pilihan-pilihan komunikasi sehingga, dengan
memeriksa dan lebih menyadari nilai-nilai kita sendiri, kita lebih bertanggung jawab atas
konsekuensi tindakan kita.
Kita semua munkin telah menjadi korban perilaku rindakan etis. Meskipun demikian, kita
agaknya lebih peka ketika kita menjadi sasaran komunikasi tidak etis daripada ketika kita
menjadi pelakunya. Kadang-kadang kita sekedar merasa bersikap lugas, padahal orang lain
merasa “dimanfaatkan”. Bowie berpendapat bahwa yang menjadi pokok masalahnya adalah
“suatu prinsip moral yang mendasar, prinsip penghormatan terhadap orang-orang lain”.
Prinsip-prinsip utama etika yang dikemukakan para pemikir barat dan kemudian menelaah
beberapa isu yang muncul dalam banyak konteks komunikasi yang berlainan.
1. Prinsip-Prinsip.
a) Pertengahan emas
Prinsip ini dikemukakan oleh Aristoteles, yang mana menurut dia, moralitas harus dibangun
dalam moderasi. Ia menganggap setiap kebajikan sebagai pertengahan, jalan tengah antara
dua ekstrem, kelebihan dan kekurangan.
Kebenaran adalah pertengahan antara kerendahatian yang palsu dan kesombongan; keadilan
adalah pertengahan antara penyaluran barang (atau hukuman) yang terlalu sedikit dan terlalu
banyak. Tujuan etika menurut Aristoteles adalah kebahagiaan individu.
b) Imperative Kategoris
Prinsip ini dikemukakan oleh Kant, yang berangggapan suatu perintah atau kewajiban untuk
bertindak (suatu “imperatif”) yang mutlak (“kategoris”), tanpa pengecualian atau syarat.
Bagi kant moralitas di ukur oleh niat untuk mematuhi hukum-hukum universal moralitas
ketimbang oleh konsekuensi atau hasil tindakan-tindakan kita, sekalipun konsekuensi atau
hasil tersebut akan menyelamatkan perasaan seseorang atau melindungi keselamatannya.
c) Utilitarianisme
Filosof inggris Jeremi Bentham dan John Stuart Mill meletakkan nilai primer bukan pada niat
moral kita, melainkan pada hasil atau konsekuensi tindakan kita.
Utilitarianisme tumbuh dari keprihatinan untuk melakukan reformasi politik dan sosial,
karenanya tekanannya pada manfaat apa yang akan diperoleh sebanyak-banyaknya manusia,
dan bertanggung jawab atas reformasi. Menurut pandangan ini, tuntutan dan kesejahteraan
perseorangan atau kelompok kecil harus disubordinasikan kepada tuntutan sejumlah besar
orang.
d) Keadilan dan Tabir Kebodohan
Prinsip ini dikemukakan oleh Rawls, bahwa suatu prinsip keadilan harus meliputi
perlindungan bagi mereka yang posisinya dalam masyarakat adalah yang terlemah, apakah
karena usia, penyakit, status, atau penghasilan dan bahwa apa yang bermoral adalah yang adil
bagi semua.

2. Isu-Isu
Diantara isu-isu penting dalam etika diantaranya; masalah berbohong dan alasan-alasan yang
sering diberikan untuk berbohong. Misalnya, berbohong untuk menghindari bahaya atau
untuk melindungi orang lain. Lalu kita membahas persoalan-persoalan mengenai etika
kerahasiaan, penyingkapan, dan hak atas privasi, dalam kehidupan public dan kehidupan
pribadi. Akhirnya kita juga membahas isu-isu rumit menenai pembocoran rahasia yang
dilakukan seorang anggota kelompok dengan membuat tuduhan mengenai adanya
pelanggaran standar etika dalam kelompok itu sendiri.
B. MORAL DALAM KOMUNIKASI MASSA
Moral berasal dari bahasa Latin mores, jamak kata mos yang berarti adat kebiasaaan.
Moralitas adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan
yang mempunyai nilai positif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Moral artinya ajaran
tentang baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti,
akhlak. Moral adalah istilah yang digunakan untuk menetukan batas-batas suatu sifat,
perangai, kekehndak, pendapat atau perbuatan yang layak dikatakan benar, salah, baik, buruk.
Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak
memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus
dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses
sosialisasi individu, tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi.
Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradap.
Moralisasi, berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik.
Demoralisasi berarti kerusakan moral.
Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang
mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar
yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin
dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat
secara utuh.
Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan
batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat
dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Moral dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Moral murni, adalah moral yang terdapat pada setiap manusia sebagai suatu
pengejawantahan dari pancaran ilahi. Moral murni disebut juga hati nurani.
2. Moral terapan, adalah moral yang didapat dari ajaran pelbagai ajaran filosofis, agama, adat
yang menguasai pemutaran manusia.
Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang
digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan)
baik atau buruk, benar atau salah.
Kesadaran moral erat pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asing disebut
conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab disebut dengan qalb, fu'ad.
Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal. Pertama, perasaan wajib atau keharusan untuk
melakukan tindakan yang bermoral. Kedua, kesadaran moral dapat juga berwujud rasional
dan objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umumk dapat diterima oleh masyarakat,
sebagai hal yang objektif dan dapat diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui
berlaku pada setiap waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang
sejenis. Ketiga, kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan.
Berdasarkan pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral lebih
mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh
masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan
memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang
berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai
tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran
moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu
perbuatan tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar.

B. AKHLAK DALAM KOMUNIKASI MASSA


1. Pengertian Akhlak
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan
secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Akhlak merupakan bentuk jamak
dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan
bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan
perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Dalam kepustakaan, akhlak
diartikan juga sikap yang melahirkan perbuatan (perilaku, tingakah laku) mungkin baik,
mungkin buruk.
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan
linguistic (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan).
Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitif)
dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid af'ala, yuf'ilu
if'alan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-thobi'ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat
(kebiasaan, kelaziman), al-maru'ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).
Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagai mana tersebut diatas tampaknya kurang pas,
sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak, tetapi ikhlak. Berkenaan dengan ini, maka
timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistic, akhlak merupakan isim jamid atau
isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang
sudah demikian adanya.
Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada berbagai
pendapat para pakar di bidang ini. Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya
dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat
mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) yang selanjutnya dikenal sebagai hujjatul
Islam (pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai paham
yang dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, mengatakan akhlak
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan
gambling dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Definisi-definisi akhlak tersebut secara subtansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita
dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu; pertama, perbuatan
akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah
menjadi kepribadiaannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang
bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. Ketiga, bahwa
perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya,
tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan
atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Keempat, bahwa perbuatan
akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena
bersandiwara. Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat perbuatan akhlak (khususnya akhlak
yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan
karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Pentingnya kedudukan akhlak, dapat dari berabgai sunnah qauliyah (sunnah dalam bentuk
perkataan) Rasulullah. Diantaranya adalah, “Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak” (H.R. Rawahu Ahmad). “Mukmin yang paling sempurna imannya
adalah orang yang paling baik akhlaknya” (H.R. Tarmizi).

2. Karakteristik Akhlak dalam Ajaran Islam


Secara sederhana akhlak Islami dapat diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam
atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam hal
menempati posisi sebagai sifat.
Dengan demikian akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja,
mendarah-daging dan sebenarnya yang didasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari segi
sifatnya yang universal, maka akhlak Islami juga bersifat universal. Namun dalam rangka
menjabarkan akhlak islami yang universal ini diperlukan bantuan pemikiran akal manusia
dan kesempatan social yang terkandung dalam ajaran etika dan moral.
Dengan kata lain akhlak Islami adalah akhlak yang disamping mengakui adanya nilai-nilai
universal sebagai dasar bentuk akhlak, juga mengakui nilai-nilai bersifat local dan temporal
sebagai penjabaran atas nilai-nilai yang universal itu. Namun demikian, perlu dipertegas
disini, bahwa akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika atau moral,
walaupun etika dan moral itu diperlukan dalam rangka menjabarkan akhlak yang berdasarkan
agama (akhlak Islami). Hal yang demikian disebabkan karena etika terbatas pada sopan
santun antara sesame manusia saja, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Jadi
ketika etika digunakan untuk menjabarkan akhlak Islami, itu tidak berarti akhlak Islami dapat
dijabarkan sepenuhnya oleh etika atau moral.
Ruang lingkup akhlak Islami adalah sama dengan ruang lingkup ajaran Islam itu sendiri,
khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak diniah (agama/Islam) mencakup
berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesame makhluk
(manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda yang tak bernyawa).
Penutup
Akhirnya dilihat dari fungsi dan peranannya, dapat dikatakan bahwa etika, moral, susila dan
akhlak sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan
manusia untuk ditentukan baik-buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki
terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, dan tentram sehingga
sejahtera batiniah dan lahiriyah.
Dalam berbagai literature tentang ilmu akhlak islami, dijumpai uraian tentang akhlak yang
secara garis besar dapat dibagi dua bagia, yaitu; akhlak yang baik (akhlak al-karimah), dan
akhlak yang buruk (akhlak madzmumah). Berbuat adil, jujur, sabar, pemaaf, dermawan dan
amanah misalnya termasuk dalam akhlak yang baik. Sedangkan berbuat yang dhalim,
berdusta, pemarah, pendendam, kikir dan curang termasuk dalam akhlak yang buruk.
Secara teoritis macam-macam akhlak tersebut berinduk pada tiga perbuatan yang utama,
yaitu hikmah (bijaksana), syaja'ah (perwira/ksatria) dan iffah (menjaga diri dari perbuatan
dosa dan maksiat).
Hukum-hukum akhlak ialah hukum-hukum yang bersangkut paut dengan perbaikan jiwa
(moral); menerangkan sifat-sifat yang terpuji atau keutamaan-keutamaan yang harus
dijadikan perhiasan atau perisai diri seseorang seperti jujur, adil, terpercaya, dan sifat-sifat
yang tercela yang harus dijauhi oleh seseorang seperti bohong, dzalim, khianat. Sifat-sifat
tersebut diterangkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah dan secara Khusus dipelajari dalam
Ilmu Akhlak (etika) dan Ilmu Tasawuf.

D. KETERKAITAN ANTARA ETIKA, MORAL DAN AKHLAK


Jika pengertian etika dan moral dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat mengetakan
bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas tentang
perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.
Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama,
kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk
menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang
digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di
masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam
konsep-konsep, sedangkan etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah
laku yang berkembang di masyarakat.
Hubungan etika dan moral yaitu, Moral adalah kepahaman atau pengertian mengenai hal
yang baik, dan hal yang tidak baik, sedangkan etika adalah tingkah laku manusia, baik mental
maupun fisik mengenai hal-hal yang sesuai dengan moral itu. Etika adalah penyelidikan
filosofis mengenai kewajiban manusia serta hal yang baik dan yang tidak baik. Bidang inilah
yang selanjutnya disebut bidang moral. Objek etika, adalah pernyataaan-pernyataan moral.
Oleh karena itu, etika dapat juga dikatakan sebagai filsafat tentang bidang moral. Etika tidak
mempersoalkan keadaan manusia melainkan bagaimana manusia itu harus bertindak.
Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku
manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat.
Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan.
Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai
untuk pengkajian system nilai yang ada.
Perbedaaan antara etika, moral, dan susila dengan akhlak adalah terletak pada sumber yang
dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian baik buruk
berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang
berlaku umum di masyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan
baik buruk itu adalah al-qur'an dan al-hadis.
Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pula pada sifat dan kawasan
pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoritis, maka pada moral dan susila lebih
banyak bersifat praktis. Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan
moral dan susila bersifat local dan individual. Etika menjelaskan ukuran baik-buruk,
sedangkan moral dan susila menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.
Namun demikian etika, moral, susila dan akhlak tetap saling berhubungan dan membutuhkan.
Uraian tersebut di atas menunjukkan dengan jelas bahwa etika, moral dan susila berasala dari
produk rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan
baik bagi kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni
ketentuan yang berdasarkan petunjuk Al-Qur'an dan Hadis. Dengan kata lain jika etika, moral
dan susila berasal dari manusia sedangkan akhlak berasal dari Tuhan.
Akhlak Islami berbeda dengan moral dan etika. Perbedaannya dapat dilihat terutama dari
sumber yang menentukan mana yang baik mana yang buruk. Yang baik menurut akhlak
adalah segala sesuatu yang berguna, yang sesuai dengan nilai dan norma agama; nilai serta
norma yang terdapat dalam masyarakat, bermanfaat bagi diri sendir serta orang lain. Yang
buruk adalah segala sesuatu yang tidak berguna, tidak sesuai dengan nilai dan norma agama
serta nilai dan norma masyarakat, merugikan masyarakat dan diri sendiri. Yang menetukan
baik atau buruk suatu sikap (akhlak) yang melahirkan perilaku atau perbuatan manusia, di
dalam agama dan ajaran Islam adalah Al-Qur’an yang di jelaskan dan di kembangkan oleh
Rasulullah dengan sunnah beliau yang kini dapat dibaca dalam kitab-kitab hadits. Yang
menentukan perbuatan baik atau buruk dalam moral dan etika adalah adat-istiadat dan pikiran
manusia dalam masyarakat pada suatu tempat di suatu masa. Oleh karena itu, di pandang dari
sumbernya, akhlak Islami bersifat tetap dan berlaku untuk selama-lamanya, sedangkan moral
dan etika berlaku selama masa tertentu di suatu tempat tertentu. Konsekuensinya, akhlak
Islam bersifat mutlak, sedang moral dan etika bersifat relatif (nisbi).
1. Pengertian Komunikasi Efektif

Berkomunikasi efektif berarti bahwa komunikator dan komunikan sama-sama memiliki


pengertian yang sama tentang suatu pesan. Apa yang disampaikan oleh komunikator dapat
diterima dan terjadi feedback sesuai yang diinginkan oleh komunikator. Namun komunikasi
efektif dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor internal yang berasal dari kondisi kejiwaan
komunikator dan komunikan, cara penyampaian pesan. Faktor eksternal berasal dari orang
lain dan lingkungan.

Adapun ciri-ciri pesan yang efektif antara lain yaitu :

1. Menyediakan informasi yang praktis

Dengan menerangkan bagaimana mengerjakan sesuatu, menjelaskan mengapa perubahan


dilakukan, menberikan solusi terhadap masalah, mendiskusikan status sebuah proyek, dan
lain-lain.

1. Memberikan fakta dibandingkan kesan


Dengan menggunakan bahasa yang konkrit dan menjelaskan secara detailyang
dimaksud. Informasi harus jelas, meyakinkan, akurat, dan etis.
2. Mengklarifikasi dan menyingkat beberapa informasi
Dengan menggunakan table, bagan, foto maupun diagram yang menjelaskan tentang
pesan yang dimaksud.
3. Masyarakat tanggung jawab secara jelas
Dengan menjelaskan apa yang kita harapkan atas apa yang dapat kita lakukan, karena
pesan kita hanya ditujukan pada orang-orang tertentunsaja.
4. Membujuk dan menyedikaitan rekomendasi
Biasanya pesan yang disampaikan adalah membujuk para pegawai untuk melakukan
sesuatu atau pelanggan untuk memanfaatkan layanan yang kita tawarkan dengan
menjelaskan manfaat yang akan mereka peroleh dengannya.
1. B. Prinsip Komunikasi Efektif

Prinsip berkomunikasi secara efektif adalah antara lain :


1. Menciptakan suasana yang menguntungkan.
2. Menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti.
3. Pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat di pihak komunikan.
4. Pesan dapat menggugah kepentingan dipihak komunikan yang dapat menguntungkannya.
5. Pesan dapat menumbuhkan sesuatu penghargaan atau reward di pihak komunikan.

1. C. Fungsi dan Manfaat Komunikasi Efektif

Dengan berkomunikasi dapat menjalin saling pengertian dengan orang lain karena
komunikasi memiliki beberapa fungsi yang sangat penting, di antaranya adalah:

1. Fungsi informasi
Untuk memberitahukan sesuau (pesan) kepada pihak tertentu, dengan maksud agar
komunikan dapat memahaminya.

1. Fungsi ekspresi.

Sebagai wujud ungkapan perasaan / pikiran komunikator atas apa yang dia pahami terhadap
sesuatu hal atau permasalahan.

1. Fungsi kontrol.

Menghindari terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan, dengan memberi pesan berupa
perintah, peringatan, penilaian dan lain sebagainya.

1. Fungsi sosial.

Untuk keperluan rekreatif dan keakraban hubungan di antara komunikator dan komunikan.

1. Fungsi ekonomi.

Untuk keperluan transaksi usaha (bisnis) yang berkaitan dengan finansial, barang dan jasa.

1. Fungsi da’wah.

Untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan dan perjuangan bersama.

Banyak manfaat yang dapat peroleh dengan berkomunikasi secara baik dan efektif, di
antaranya adalah:

1. Tersampaikannya gagasan atau pemikiran kepada orang lain dengan jelas sesuai
dengan yang dimaksudkan atau tercapainya tujuan dari suatu komunikasi.
2. Adanya saling kesefamanan (satu pengertian) antara komunikator dan komunikan
dalam suatu permasalahan, sehingga terhindar dari salah persepsi.
3. Menjaga hubungan baik dan silaturrahmi dalam suatu persahabatan, komunitas atau
jama’ah.
4. Aktivitas ‘amar ma’ruf nahi munkar di antara sesama umat manusia dapat diwujudkan
dengan lebih persuasif dan penuh kedamaian.
5. Menumbuhkan minat komunikan dalam mengikuti proses komunikasi yang sedang
berlangsung.

1. D. Teknik Komunikasi Efektif dalam dunia pendidikan


1. Harus ada ide yang jelas sebelum berkomunikasi
2. Mengecek kembali apakah cara berkomunikasi yang akan dilakukan dapat
mencapai tujuan pembelajaran
3. Mengetahui kondisi siswa serta kondisi sarana prasarana yang dapat
mendukung jalannya komunikasi
4. Berdiskusi dengan pihak – pihak lain untuk mengetahui metode yang sesuai
untuk berkomunikasi
5. Saat berkomunikasi perhatikan pula intonasi suara
6. Sampaikanlah hal – hal yang bermanfaat bagi siswa
7. Tindakan seorang guru sebagai komunikator harus sesuai dengan hal – hal
yang disampaikan
8. Berikan kesempatan bagi siswa sebagai komunikan untuk menyampaikan
pendapatnya dan jadilah pendengar yang baik.

Dari teknik komunikasi tersebut, diketahui bahwa seorang guru juga harus mengetahui
kondisi siswanya. Di dalam kegiatan belajar mengajar, tidak semua siswa berada dalam
kondisi yang sama. Setiap siswa memiliki tipe belajar yang berbeda–beda. Dan sebagai
komunikator , guru harus dapat memahami tipe belajar masing–masing siswa, yang akan
mempermudah dalam menentukan metode komunikasi dan metode mengajar yang akan
diterapkan.

You might also like