Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Bepriyana Yunitaningrum G99172005
Astari Febyane Putri G99172049
Handy Nugraha Putra G99172084
Pembimbing
dr. Risono, Sp.S(K)
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Nogosari, Boyolali
Nomor Rekam Medis : 01431XXX
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Masuk Bangsal : 4 September 2018
Tanggal Pemeriksaan : 7 September 2018
B. Data Dasar
1. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Dr Moewardi dengan keluhan kelemahan anggota gerak
kana sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai dengan bicara pelo,
kesemutan dan rasa tebal di anggota gerak kanan. Keluarga pasien mengatakan saat pasien
bangun tidur pasien mengeluhkan lemah anggota gerak kanan, jalan diseret dan kemudian
terjatuh. Pasien tidak merasakan nyeri kepala, mual, muntah, dan demam. Saat tiba di IGD,
pasien tetap sadar dan tidak ada penurunan kesadaran. Kejang, riwayat trauma, riwayat
stroke, dan demam semuanya disangkal. Pasien tidak mengalami gangguan penglihatan dan
gangguan pendengaran. Pasien juga masih dapat makan dan minum dengan baik. Buang air
kecil dan buang air besar dalam batas normal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa : Disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : (+) sejak 1 tahun; minum obat kalau merasa pusing saja
Riwayat diabetes mellitus : (+) sejak 2 tahun; terkontrol
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat alergi : Disangkal
Riwayat stroke : Disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa : Disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal
Riwayat diabetes mellitus : Disangkal
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat alergi : Disangkal
Riwayat stroke : Disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
Riwayat makan : Makan 3 kali sehari
Riwayat minum obat bebas : Disangkal
Riwayat minum jamu : Disangkal
Riwayat minum alkohol : Disangkal
Riwayat merokok : Disangkal
Riwayat olahraga : Jarang
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang perempuan umur 50 tahun yang kesehariannya bekerja berjualan di
pasar. Pasien berobat menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan.
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 7 September 2018
1. Status Generalis
a. Kondisi umum : Sakit sedang, GCS E4V5M6, kesan gizi cukup
b. Tanda vital
Tekanan darah : 200/90 mmHg
Denyut nadi : 84 kali/menit
Frekuensi napas :18 kali/menit
Suhu tubuh : 36,7°C
Kanan Kiri
Hoffman : - -
Trommer : - -
Babinski : + -
Chaddock : - -
Oppenheim : - -
Schaeffer : - -
Rossolimo : - -
Mendel B : - -
Patrick : (-)
k. Skor Siriraj
= (2,5 Kesadaran) + (2 Muntah) + (2 Nyeri kepala) + (0,1 Diastole) – (3
Atheroma) – 12
= 0 + 0 + 0 + 9 – 3 – 12
= -4 (Stroke Non hemorrhagic)
A. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah
a. Tanggal 4 September 2018
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi Rutin
Hematokrit 32 % 33 – 45
Index Eritrosit
PDW 16 % 25 – 65
Hitung Jenis
Hemostasis
Kimia Klinik
Elektrolit
Serologi
Kesimpulan:
Kardiomegali
Kesimpulan:
Lacunar infark di corona radiata kiri dan nukleus caudatus kiri
Sinusitis maksilaris kanan
c. Assessment
Klinis : Hemiparese dextra, parese N. VII dan N. XII dextra, disatria, Refleks
patologi (+) babinsky
d. Plan
1. Head up 30o
2. Oksigen 3 lpm nasal canul k/p
3. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
4. Injeksi citicolin 250 gram/12 jam (iv)
5. Injeksi ranitidine 50 gram/12 jam (iv)
6. Mondok bangsal unit stroke, bila penuh mondok bangsal biasa sesuai kelas
7. Cek lab lengkap
8. Foto polos thorax dan CT Scan Kepala polos
9. EKG
Fungsi motorik :
Kekuatan Tonus
111 555
N N
111 555 N N
R.Fisiologi R. Patologi
+2/+2 +2/+2 - -
+2/+2 +2/+2 + -
A:
Klinis : Hemiparese dextra, parese N. VII dan N. XII dextra,
disatria, Refleks patologi (+) babinsky
Topis : Subkorteks sinistra
Etiologi: Stroke susp non hemoragik (infark trombotik) dd
hemoragik
P:
1. Infus NaCL 0,9% 20 tpm .
2. O2 3 lpm bila saturasi <95%
3. Inj. Citicoline 250 mg /12 jam
4. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
5. Inj Mecobalamin 500 mg / 12 jam
6. Amlodipin 1x10 mg PO
7. Aspilet 1 x 80 mg PO
8. Konsul interna
9. Konsul RM
10. Cek lab puasa
Fungsi motorik :
Kekuatan Tonus
111 555
N N
111 555 N N
R.Fisiologi R. Patologi
+2/+2 +2/+2 - -
+2/+2 +2/+2 + -
A:
Klinis : Hemiparese dextra, parese N. VII dan N. XII dextra,
disatria, Refleks patologi (+) babinsky
Topis : Subkorteks sinistra
Etiologi: Stroke infark trombotik
P:
1. Infus NaCL 0,9% 20 tpm .
2. O2 3 lpm bila saturasi <95%
3. Inj. Citicoline 250 mg /12 jam
4. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
5. Inj Mecobalamin 500 mg / 12 jam
6. Amlodipin 1x10 mg PO
7. Aspilet 1 x 80 mg PO
8. Atrovastatin 1 tab/24 jam
9. Candesartan 16mg/24 jam
Plan : Lewat fase akut
7 / 9 / 2018 S : kelemahan anggota gerak kanan
07.00 O:
DPH – 3 Kesadaran : GCS E4V5M6
Vital sign:
HR= 172/87 mmHg HR=86x/menit RR=20x/menit, t: 36,50C
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : (-)
Nn. Craniales
N. II, N.III = pupil isokor 3mm/3mm, RCL (+/+)
N. III, N. IV, N. VI = gerak bola mata dbn
N. VII, N. XII = parese N. VII N.XII dextra UMN
Fungsi motorik :
Kekuatan Tonus
111 555
N N
111 555 N N
R.Fisiologi R. Patologi
+2/+2 +2/+2 - -
+2/+2 +2/+2 + -
A:
Klinis : Hemiparese dextra, parese N. VII dan N. XII dextra,
disatria, Refleks patologi (+) babinsky
Topis : Subkorteks sinistra
Etiologi: Stroke infark trombotik
P:
1. Infus NaCL 0,9% 20 tpm .
2. O2 3 lpm bila saturasi <95%
3. Inj. Citicoline 250 mg /12 jam
4. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
5. Inj Mecobalamin 500 mg / 12 jam
6. Amlodipin 1x10 mg PO
7. Aspilet 1 x 80 mg PO
8. Atrovastatin 1 tab/24 jam
9. Candesartan 16mg/24 jam
Fungsi motorik :
Kekuatan Tonus
111 555
N N
111 555 N N
R.Fisiologi R. Patologi
+2/+2 +2/+2 - -
+2/+2 +2/+2 + -
A:
Klinis : Hemiparese dextra, parese N. VII dan N. XII dextra,
disatria, Refleks patologi (+) babinsky
Topis : Subkorteks sinistra
Etiologi: Stroke infark trombotik
P:
1. Infus NaCL 0,9% 20 tpm .
2. O2 3 lpm bila saturasi <95%
3. Inj. Citicoline 250 mg /12 jam
4. Inj Mecobalamin 500 mg / 12 jam
5. Aspilet 1 x 80 mg PO
6. Atrovastatin 1 tab/24 jam
7. Candesartan 16mg/24 jam
8. Sucralfat syr 3xCI
9 / 9 / 2018 S : kelemahan anggota gerak kanan
07.00 O:
DPH – 5 Kesadaran : GCS E4V5M6
Vital sign:
HR= 168/91 mmHg HR=80x/menit RR=20x/menit, t: 36,40C
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : (-)
Nn. Craniales
N. II, N.III = pupil isokor 3mm/3mm, RCL (+/+)
N. III, N. IV, N. VI = gerak bola mata dbn
N. VII, N. XII = parese N. VII N.XII dextra UMN
Fungsi motorik :
Kekuatan Tonus
111 555
N N
111 555 N N
R.Fisiologi R. Patologi
+2/+2 +2/+2 - -
+2/+2 +2/+2 + -
A:
Klinis : Hemiparese dextra, parese N. VII dan N. XII dextra,
disatria, Refleks patologi (+) babinsky
Topis : Subkorteks sinistra
Etiologi: Stroke infark trombotik
P:
1. Infus NaCL 0,9% 20 tpm .
2. O2 3 lpm bila saturasi <95%
3. Inj. Citicoline 250 mg /12 jam
4. Inj Mecobalamin 500 mg / 12 jam
5. Aspilet 1 x 80 mg PO
6. Atrovastatin 1 tab/24 jam
7. Candesartan 16mg/24 jam
8. Sucralfat syr 3xCI
10 / 9 / 2018 S : kelemahan anggota gerak kanan
07.00 O:
DPH – 6 Kesadaran : GCS E4V5M6
Vital sign:
HR= 172/84 mmHg HR=91x/menit RR=20x/menit, t: 36,50C
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : (-)
Nn. Craniales
N. II, N.III = pupil isokor 3mm/3mm, RCL (+/+)
N. III, N. IV, N. VI = gerak bola mata dbn
N. VII, N. XII = parese N. VII N.XII dextra UMN
Fungsi motorik :
Kekuatan Tonus
111 555
N N
111 555 N N
R.Fisiologi R. Patologi
+2/+2 +2/+2 - -
+2/+2 +2/+2 + -
A:
Klinis : Hemiparese dextra, parese N. VII dan N. XII dextra,
disatria, Refleks patologi (+) babinsky
Topis : Subkorteks sinistra
Etiologi: Stroke infark trombotik
P:
1. Infus NaCL 0,9% 20 tpm .
2. O2 3 lpm bila saturasi <95%
3. Inj. Citicoline 250 mg /12 jam
4. Inj Mecobalamin 500 mg / 12 jam
5. Aspilet 1 x 80 mg PO
6. Atrovastatin 1 tab/24 jam
7. Candesartan 16mg/24 jam
8. Sucralfat syr 3xCI
11 / 9 / 2018 S : kelemahan anggota gerak kanan
07.00 O:
DPH – 7 Kesadaran : GCS E4V5M6
Vital sign:
HR= 177/89 mmHg HR=80x/menit RR=20x/menit, t: 36,40C
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : (-)
Nn. Craniales
N. II, N.III = pupil isokor 3mm/3mm, RCL (+/+)
N. III, N. IV, N. VI = gerak bola mata dbn
N. VII, N. XII = parese N. VII N.XII dextra UMN
Fungsi motorik :
Kekuatan Tonus
111 555
N N
111 555 N N
R.Fisiologi R. Patologi
+2/+2 +2/+2 - -
+2/+2 +2/+2 + -
A:
Klinis : Hemiparese dextra, parese N. VII dan N. XII dextra,
disatria, Refleks patologi (+) babinsky
Topis : Subkorteks sinistra
Etiologi: Stroke infark trombotik
P:
1. Infus NaCL 0,9% 20 tpm .
2. O2 3 lpm bila saturasi <95%
3. Inj. Citicoline 250 mg /12 jam
4. Inj Mecobalamin 500 mg / 12 jam
5. Aspilet 1 x 80 mg PO
6. Atrovastatin 1 tab/24 jam
7. Candesartan 16mg/24 jam
8. Sucralfat syr 3xCI
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-
mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.4
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan
cacat atau kematian.5
Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di
satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan
oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau
pembuluh atau organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.6
B. Epidemiologi
Di dunia barat, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah
penyakit jantung dan kanker, serta merupakan 10% kematian di dunia. Sama
halnya dengan di Indonesia, stroke terdapat di urutan ke tiga setelah penyakit
jantung dan kanker. Pada tahun 2004, stroke merupakan penyebab kematian
terbanyak di rumah sakit pemerintah di seluruh penjuru Indonesia.1
Di Indonesia diperkirakan 500.000 penduduk terkena stroke. Dari jumlah
tersebut sepertiga dapat pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan
fungsional ringan sampai sedang, dan sepertiga sisanya mengalami gangguan berat
hingga mengharuskan penderita terus menerus di tempat tidur.1
Insidensi stroke cenderung meningkat ketika melewati umur 30 tahun. 95%
penderita stroke di atas umur 45 tahun, dan dua per tiga penderita stroke berumur
di atas 65 tahun. Stroke terjadi lebih banyak pada pria daripada wanita, namun 60%
kematian terjadi pada wanita. Hal ini terjadi karena wanita hidup lebih lama
daripada pria, sehingga kejadian stroke terjadi pada usia yang sudah tua dan
banyak menyebabkan kematian pada wanita.1
C. Anatomi Vaskularisasi Otak
Otak memperoleh darah melalui dua sistem, yakni sistem karotis dan sistem
vertebral.
1. Sistem karotis
Arteri karotis interna merupakan hasil percabangan dari a. Karotis komunis
dextra dan A. Karotis komunis sinistra. A. Karotis komunis dextra berasal dari
percabangan A. Subklavia dextra, sedangkan A. Karotis komunis sinistra
berasal dari arkus aorta.
Arteri komunis interna setelah memisahkan diri dari a.carotis komunis, naik
dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam
sinus kavernosus, mempercabangkan A. opthalmika untuk nervus opticus dan
retina, akhirnya bercabang dua : A. serebri anterior dan A. serebri media.
Untuk otak sistem ini memberi aliran darah ke lobus frontalis, parietalis dan
beberapa bagian lobus temporalis.2
2. Sistem vertebralis
Sistem vertebral dibentuk oleh A. Vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di A. Subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui
foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang A.
serebelli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu
menjadi A. basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri,
pada tingkat mesensefalon, A. basilaris berakhir sebagai sepasang cabang A.
serebri posterior, yang melayani daerah lobus oksipital dan bagian medial
lobus temporalis.
Ke 3 pasang arteri cerebri ini (A. serebri anterior, A. serebri media, dan A.
serebri posterior) bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan
beranastomosis satu dengan yang lainnya. Cabang-cabangnya yang lebih kecil
menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan
cabang-cabang a.serebri lainnya. Untuk menjamin pemberian darah ke otak,
ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan vetebral,
yaitu:
1. Sirkulus Willlisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh
a.serebri media kanan dan kiri, a. komunikans anterior (yang
menghubungkan kedua a. serebri anterior), sepasang a. serebri posterior,
dan a. komunikans posterior (yang menghubungkan a. serebri media dan
posterior) kanan dan kiri.
2. Anastomosis antara a. serebri interna dan a. karotis eksterna di daerah
orbita, masing-masing melaui a.optalmika dan a. fasialis ke a. maksilaris
eksterna.
3. Hubungan antara sistem vetebral dengan a. karotis eksterna.
Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna,
yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok
vena eksterna yang yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan
mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis,
dan seterusnya melalui vena-vena jugularis, dicurahkan menuju jantung.2
D. Klasifikasi
Stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Stroke Hemoragik
2. Stroke Non Hemoragik
Stroke Hemoragik
Merupakan stroke karena perdarahan. Dapat dibagi :
a. Perdarahan intraserebral ( PIS )
Perdarahan intraserebral disebut juga perdarahan intraparenkim atau
hematoma intrakranial yang bukan disebabkan oleh trauma. Stroke jenis ini
terjadi karena pecahnya arteri otak. Hal ini menyebabkan darah bocor ke otak
dan menekan bangunan-bangunan di otak. Peningkatan tekanan secara tiba-
tiba menyebabkan kerusakan sel-sel otak di sekitar genangan darah. Jika
jumlah darah yang bocor meningkat dengan cepat, maka tekanan otak
meningkat drastis. Hal ini menyebabkan hilangnya kesadaran bahkan dapat
menyebabkan kematian. Penyebab perdarahan intraserebral yang paling sering
adalah hipertensi dan aterosklerosis serebral karena perubahan degeneratif
yang disebabkan oleh penyakit ini biasanya dapat menyebabkan ruptur
pembuluh darah. 3
b. Perdarahan subarakhnoid (PSA)
Perdarahan subarakhnoid terjadi ketika pembuluh darah di luar otak
mengalami ruptur dan masuk ke dalam ruangan subarachoid. Hal ini
menyebabkan daerah di antara tulang tengkorak dan otak dengan cepat terisi
darah. Seorang dengan perdarahan dapat mengalami nyeri kepala yang muncul
secara tiba-tiba dan berat, sakit pada leher, serta mual dan muntah.
Peningkatan tekanan yang mendadak di luar otak dapat menyebabkan
hilangnya kesadaran dengan cepat bahkan kematian.
E. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan
oleh emboli ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non
hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan
seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan
timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan
infark serebri.7
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan
tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.8
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat
berasal dari plaque athersclerotique yang berulserasi atau dari trombus
yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1) Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis;
3) Fibralisi atrium;
4) Infarksio kordis akut;
5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis;
6) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik;
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau
2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di parubronkiektasis.
3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit caisson).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-
sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis,
katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi,
kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3
persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen
diantaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.7
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari
arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya
turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus
aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet.7
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisitemia, anemia sickle sel,
defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses
yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).7
F. Klasifikasi
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular
serebral, dapat dibagi dalam:
1. Stroke non hemoragik yang mencakup8
a. TIA (Transient Ischemic Attack)
b. Stroke in-evolution
c. Stroke trombotik
d. Stroke embolik
e. Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti
tumor, abses, granuloma.
2. Berdasarkan subtipe penyebab6
a. Stroke lakunar
b. Stroke trombotik pembuluh besar
c. Stroke embolik
d. Stroke kriptogenik
G. Faktor Risiko
Terdapat beberapa faktor risiko stroke non hemoragik, yakni:7,8
1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)
2. Hipertensi
3. Merokok
4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan
fibrilasi atrium kiri)
5. Hiperkolesterolemia
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler
H. Patofisiologi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai selglia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara
berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar
2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20%
oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal
darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60ml per 100 gram jaringan otak per
menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840 ml/menit,
dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna yang terdiri dari
arteri karotis dekstra dan sinistra, yang menyalurkan darah ke bagian depan otak
disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah
vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai
sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior
bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus
Willisi.4,8
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri
yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila
aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu
menyebabkan infark di daerah otak yang di perdarahi oleh arteri tersebut
dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah
tersebut.Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di
dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak diantaranya dapat berupa:6
1. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis
dan thrombosis.
2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah.
3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh ekstrakranium.
Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan
terjadinya kelainan-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak
mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjadi kelainan di sistem motorik,
sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana yang
terkena.
I. Gejala Klinis
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
diotak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi
tempat gangguan peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami
penurunan, menurut penelitian Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-1991 stroke non
hemoragik tidak terdapat hubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran,
kesadaran seseorang dapat dinilai dengan menggunakan skala koma Glasgow yaitu
:4
Buka mata Respon motorik Respon verbal
(E) (M) (V)
1. Tidak 1. Tidak ada 1. Tidak ada
ada respons gerakan suara
6. Mengikuti
perintah
Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana penderita
stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan
mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebelah kanan, dan begitu pula
sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks, penderita stroke non
hemoragik yang mengalami hemiparese dupleks akan mengakibatkan terjadinya
kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai
mengakibatkan kelumpuhan.10
Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke otak
mungkin berkaitan dengan pengelompokan gejala dan tanda berikut yang
tercantum dan disebut sindrom neurovaskular:6
1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior: gejala biasanya unilateral)
a. Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria karotis yang terkena, akibat
insufisiensi arteri retinalis
b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena
insufisiensi arteria serebri media
c. Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media atau
arteria serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas dan
mungkin mengenai wajah. Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi
afasia ekspresif karena keterlibatan daerah bicara motorik Broca.
2. Arteri serebri media (tersering).
a. Hemiparese atau monoparese kontralateral (biasanya mengenai lengan)
b. Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral
c. Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua
fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi
d. Disfasia
3. Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)
a. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai
b. Defisit sensorik kontralateral
c. Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis
4. Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya bilateral)
a. Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas
b. Meningkatnya reflek tendon
c. Ataksia
d. Tanda Babinski bilateral
e. Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo
f. Disfagia
g. Disartria
h. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
i. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi
j. Gangguan penglihatan dan pendengaran
5. Arteri serebri posterior
a. Koma
b. Hemiparese kontralateral
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)
d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis.
J. Diagnosis
1. Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat
kesadaran.Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke
hemoragik dan non hemoragik meskipun gejala seperti mualmuntah, sakit
kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke
hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi
hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan
monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau
penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat
muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan
waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan
perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat
mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:7
a. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
b. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
c. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
d. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti
kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis,
dan hiponatremia.
2. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai
stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami.
Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk
mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan terhadap
faktor kardiovaskuler penyebab stroke membutuhkan pemeriksaan fundus
okuler (retinopati, emboli, perdarahan), jantung (ritmik ireguler, bising),
dan vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan femoralis). Pasien
dengan gangguan kesadaran harus dipastikan mampu untuk menjaga jalan
napasnya sendiri.7
3. Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala
stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala
seperti stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui
keberhasilan terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi
mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan
nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan
refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus
diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya
kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di
mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu
mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.7
4. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan
mungkin pula menunjukkan faktor risikostroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat
menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti
anemia.11
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan
yang memiliki gejala seperti stroke (hipoglikemia, hiponatremia) atau
dapat pula menunjukkan penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes,
gangguan ginjal).11
Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati
pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan
terapi trombolitik dan antikoagulan.11
Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke
dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan
adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasih yang
buruk dari stroke.11
5. Gambaran Radiologi
a. CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non
hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi
anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).7
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus
dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense
regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam
terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan
pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain
terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya
perberdaan gray-white matter.7
b. CT perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan
melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region
otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya
iskemik di daerah tersebut.7
c. CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek
pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari
pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat
memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami
hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.7
d. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi
lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan
pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta
waktu pemeriksaan yang agak panjang.7
Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut.
MR T1 dan T2 standar dapat dikombinasikan dengan protokol lain
seperti diffusion-weighted imaging (DWI) dan perfussion-weighted
imaging (PWI) untuk meningkatkan sensitivitas agar dapat
mendeteksi stroke non hemoragik akut. DWI dapat mendeteksi
iskemik lebih cepat daripada CT scan dan MRI. Selain itu, DWI juga
dapat mendeteksi iskemik pada daerah kecil. PWI dapat mengukur
langsung perfusi daerah di otak dengan cara yang serupa dengan CT
perfusion. Kontras dimasukkan dan beberapa gambar dinilai dari
waktu ke waktu serta dibandingkan.7
e. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai
stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan
dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi
anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA,
arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan
ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke
non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik.
Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta
thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk
mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga
berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto
thoraks.7
K. Penatalaksanaan
L. Komplikasi
Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi
edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.13
1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik 41ntr terjadi
meskipun agak jarang (10-20%)
2. Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah
41ntracran independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan.
Manitol dan terapi lain untuk mengurangi tekanan 41ntracranial dapat
dimanfaatkan dalam situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam
pembengkakan sekunder stroke iskemik lebih lanjut belum diketahui.
Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik pada infark mereka.
Hal ini diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit,
tanpa adanya trombolitik. Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan
dengan penurunan neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai
perdarahan hematoma yang memerlukan evakuasi.
3. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-
stroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien
yang mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure
disorders. Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola dengan cara
yang sama seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat
neurologis injury.
M. Pencegahan
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres
mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan
amfetamin, kokain dan sejenisnya. Mengurangi kolesterol dan lemak dalam
makanan. Mengendalikan hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
penyakit vaskular aterosklerotik lainya. Perbanyak konsumsi gizi seimbang
dan olahraga teratur.4
Pencegahan skunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko
seperti hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus
dengan diet dan obat hipoglikemik oral atau insulin, penyakit jantung dengan
antikoagulan oral, dislipidemia dengan diet rendah lemak dan obat
antidislipidemia, berhenti merokok, hindari kegemukan dan kurang gerak.4
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan
cacat atau kematian.
Stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli ekstrakranial atau
trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan
oleh penurunan aliran serebral.
Terdapat beberapa faktor risiko stroke non hemoragik, yakni: usia lanjut,
hipertensi, merokok, penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi
ventrikel kiri, dan fibrilasi atrium kiri), hiperkolesterolemia, dan riwayat
mengalami penyakit serebrovaskuler.
Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana penderita
stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan
mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebelah kanan, dan begitu pula
sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks, penderita stroke non
hemoragik yang mengalami hemiparese dupleks akan mengakibatkan terjadinya
kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai
mengakibatkan kelumpuhan.
Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik
yang diperlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya
3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar
dalam menentukan hasil akhir pengobatan.
Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi edema
serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.
DAFTAR PUSTAKA