You are on page 1of 12

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

A. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana
pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Suatu penerapan panca indera tanpa ada rangsangan dari luar dan
suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca
indra tanpa stimulus eksteren : persepsi palsu (Prabowo, 2014).
Menurut Dermawan (2013) Halusinasi adalah gerakan
penyerapan (persepsi) panca indera tanpa ada rangsangan dari
luar yang dapat meliputi semua sistem panca indra terjadi pada
saat kesadaran individu penuh / baik.
Menurut Damaiyanti (2012) halusiansi adalah persepsi yang
tanpa ada rangsangan dari luar. Meskipun terlihat seperti “khayal”,
halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan penderita
yang “tersepsi”.

B. Etiologi
Menurut Dermawan (2013) penyebab halusinasi dapat dilihat dari
5 dimensi, yaitu :
1. Dimensi Fisik
Halusinasi meliputi kelima indera, tapi paling sering adalah
halusinasi pendengaran, halusinasi dapat ditimbulkan dari
beberapa kondisi seperti kelelahan yang luar biasa. Pengunaan
obat – obatan demam tinggi sehingga terjadi delirium
intoksikasi, alkohol, dan kesulitan untuk tidur dan dalam waktu
yang lama.
2. Dimensi Emosional
Halusinasi terjadi karena adanya perasaan cemas yang
berlebihan yang tidak dapat diatasi. Isi halusinasi yaitu perintah
memaksa dan menakutkan. Sehingga menyebabkan pasien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3. Dimensi Intelektual
Menunjukkan penurunan fungsi ego. Awalnya halusinasi
merupakan usaha ego sendiri melawan impuls yang menekan
dan kemudian dapat menimbulkan kewaspadaan mengontrol
perilaku dan menagmbil seluruh perhatian pasien.
4. Dimensi Sosial
Halusinasi disebabkan oleh hubungan interpersonal yang tidak
memuaskan sehingga koping yang digunakan untuk
menurunkan kecemasan akibat hilangnya kontrol terhadap diri,
harga diri, maupun interaksi sosial dalam dunia nyata sehingga
pasien cenderung menyendiri dan hanya bertuju pada diri
dendiri.
5. Dimensi Spiritual
Pasien mengalami halusinasi yang merupakan makhluk sosial,
mengalami ketidakharmoniasan berinteraksi. Penurunan
kemampuan untuk menghadapi stress dan kecemasan serta
menurunnya kualitas untuk menilai keadaan sekitarnya. Akibat
ketika halusinasi menguasai dirinya, pasien akan kehilangan
kontrol terhadap kehidupannya.

C. Jenis – Jenis Halusinasi


Menurut Muhith (2015) jenis – jenis halusinasi antara lain :
Jenis halusinasi Karakteristik
Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, suara yang paling
sering didengar yaitu suara orang. suara berbentuk
kebisingan yang tidak keras sampai kata – kata jelas
yang berbicara kepada pasien, bahkan sampai
percakapan antara dua orang atau lebih. Suara yang
didengar pasien memerintah pasien melakukan
sesuatu yang kadang – kadang membahayakan.
Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya,
gambaran geometris, gambar kartun, bayangan
yang rumit dan kompleks. Bayangan bisa
menyenangkan dan menakutkan seperti melihat
monster.
Penghidu Mencium bau – bauan yang tidak menyenangkan
seperti bau darah, urin atau feses. Halusinasi
penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang atau
dimensia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti darah, urin atau
feses.
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa
stimulus yang jelas. Rasa seperti tersengat listrik
yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
Cenesthetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena
atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan
urine.
Kinesthetik Merasakan pergerakan saat berdiri tanpa bergerak.
D. Tanda dan Gejala Halusinasi
Tanda dan gejala halusinasi yaitu bicara sendiri, senyum
sendiri dan tertawa sendiri, menggerakan bibir tanpa suara,
pergerakan mata cepat, respon verbal lambat, tidak dapat
membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata, peningkatan
denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah, perhatian dengan
lingkungan bahkan hanya beberapa detik dan konsentrasi dengan
pengalaman sensori, curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri,
orang lain dan lingkungan), dan takut, sulit berhubungan dengan
orang lain, ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel,
dan marah, tampak tremor dan berkeringat, panik,gelisah,
pergerakan mata cepat, respon verbal lambat, dan tidak dapat
membedakan yang nyata dan yang tidak (Damaiyanti, 2012).

E. Proses Terjadi Halusinasi


1. Faktor Predisposisi
Menurut Prabowo (2014) fakor predisposisi yang
menyebabkan halusinasi adalah :
a) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu, contohnya
rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga mengakibatkan
pasien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi,
hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b) Faktor Sosiokultural
Merasa tidak diterima dilingkungannya dari bayi sehingga
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
c) Faktor Biokimia
Memiliki pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Stress
yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh
dihasilkan suatu zat yang bersifat halusinogenik neurokimia.
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivisinya
neurotransmitter otak.
d) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif sehingga
berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya,. Klien lebih
memilih kesenangan sesat dan lari dari alam nyata ke alam
hayal.
e) Faktor Genetik dan pola asuh
Peneliti menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orang tua skhizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.
Dari hasil studi menjelaskan bahwa faktor keluarga
berpengaruh pada penyakit.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Prabowo (2014) faktor presipitasi terjadinya
gangguan halusinasi adalah :
a) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada
mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
c) Sumber koping
Sumber koping dapat mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stress.

F. Rentang Respon Halusinasi

Respon Adaptif Respon mal Adaptif

1. Pikiran logis 1. Distorsi ilusi 1. Gangguan


2. Persepsi 2. Reaksi emosi pikir/delusi
akurat berlebihan 2. Halusinasi
3. Emosi 3. Perilaku aneh 3. Sulit merespon
konsisten 4. Menarik diri emosi
dengan 4. Perilaku
pengalaman disogranisasi
4. Perilaku 5. Isolasi sosial
sesuai
5. Berhubungan
sosial

(Muhith , 2015)
G. Pohon Masalah

Resiko periaku kekerasan

Effect

Gangguan sensori persepsi : Halusinasi

Core Problem

Isolasi sosial : Menarik diri

Causa

(Prabowo, 2014)

H. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa Tujuan Intervensi
keperawatan
Gangguan persepsi Setelah dilakukan SP pada pasien
sensori halusinasi SP I
tindakan keperawatan
(lihat, dengar, raba, 1. bina hubungan
kecap, bau) selama x 24 jam, saling percaya
2. identifikasi jenis
klien tidak
halusinasi
mendengar bisikan 3. identifikasi isi
halusinasi
Kriteria hasil :
4. Identifikasi waktu
1. Klien dapat halusinasi
5. identifikasi
membina
frekuensi
hubungan saling halusinasi
6. identifikasi situasi
percaya
yang menimbulkan
2. Klien dapat halusinasi
7. identrifikasi respon
mengenal
klien terhadap
halusinasinya halusinasi
8. latih klien cara
3. Klien dapat
mengontrol
mengontrol halusinasi
halusinasinya
SP II
4. Klien dapat 1. bina hubungan
saling percaya
dukungan dari 2. identifikasi
masalah dan
keluarga untuk
latihan sebelumnya
mengontrol 3. latih klien cara
mengontrol
halusinasinya
halusinasi dengan
5. Klien dapat cara bercakap-
cakap dengan
memanfaatkan
orang lain
obat dengan benar 4. anjurkan klien
memasukan dalam
jadwal kegiatan
harian

SP III
1. bina hubungan
saling percaya
2. identifikasi
masalah dan
latihan sebelumnya
3. latih klien cara
mengontrol
halusinasi dengan
kegiatan yang
biasa dilakukan
klien di rumah
sehari-hari
4. membimbing klien
memasukan jadwal
kegiatan

SP IV
1. bina hubungan
saling percaya
2. identifikasi
masalah dan
latihan sebelumnya
3. jelaskan cara
mengontrol
halusinasi dengan
minum obat teratur
4. evaluasi dari
tindakan yang
dilakukan

SP Keluraga
SP 1
1. diskusikan masalah
yang dirasakan
keluarga dalam
merawat klien.
2. jelaskan
pengertian,tanda
dan gejala
halusinasi.
3. jelaskan cara”
merawat pasien
halusinasi.

SP II
1. latih keluarga cara
mempraktikan
merawat pasien
dengan halusinasi
2. latih keluarga
melakukan cara
merawat langsung
kepada pasien
halusinasi.

SP III
1. bantu keluarga
membuat jadwal
aktivitas dirumah
dan termasuk
minum obat.
2. jelaskan follow up
pasien setelah
pulang.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)

Masalah Utama : Halusinasi pendengaran


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien:
a) Petugas mengatakan bahwa klien sering menyendiri di kamar
b) Klien sering ketawa dan tersenyum sendiri
c) Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang
membisiki dan isinya tidak jelas serta melihat setan-setan.
2. Diagnosa keperawatan:
Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar

B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
a) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
b) Pasien dapat mengontrol halusinasinya
c) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan


cara-cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien
mengontrol halusinasi dengan cara pertama:
menghardik halusinasi

Tahap Orientasi:
”Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa keperawatan yang akan
merawat bapak Nama Saya ...., senang dipanggil ..... Nama bapak
siapa?Bapak Senang dipanggil apa”
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang
selama ini bapak dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita
duduk? Di ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit”.

Tahap Kerja:
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang
dikatakan suara itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang
paling sering D dengar suara? Berapa kali sehari bapak alami? Pada
keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
” Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan
cara itu suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-
cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?
” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.
Pertama, dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang
sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan
menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung
bapak bilang, pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau
dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak
terdengar lagi. Coba bapak peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba
lagi! Ya bagus bapak D sudah bisa”.

Tahap Terminasi:
”Bagaimana perasaan D setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-
suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu
kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?
(Saudara masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi
untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara
yang kedua? Jam berapa D?Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa
lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa.”

SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara


kedua: bercakap-cakap dengan orang lain

Tahap Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah
suara-suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang
telah kita latih?Berkurangkan suara-suaranya Bagus ! Sesuai janji kita
tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20
menit. Mau di mana? Di sini saja?

Tahap Kerja:
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai
mendengar suara-suara, langsung saja cari teman untuk diajak
ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan bapak Contohnya begini;
… tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya!
Atau kalau ada orang dirumah misalnya istri,anak bapak katakan:
bu, ayo ngobrol dengan bapak sedang dengar suara-suara. Begitu
bapak Coba bapak lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu.
Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya bapak!”
Tahap Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada
berapa cara yang bapak pelajari untuk mencegah suara-suara itu?
Bagus, cobalah kedua cara ini kalau bapak mengalami halusinasi lagi.
Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian
bapak. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan
secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya
akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu
melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau
jam 10.00? Mau di mana/Di sini lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi”

SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara


ketiga: melaksanakan aktivitas terjadwal

Tahap Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah
suara-suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara
yang telah kita latih ? Bagaimana hasilnya ? Bagus ! Sesuai janji kita,
hari ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah halusinasi
yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara? Baik
kita duduk di ruang tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau
30 menit? Baiklah.”

Tahap Kerja:
“Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya,
terus jam berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya
sampai malam). Wah banyak sekali kegiatannya. Mari kita latih dua
kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali bapak bisa
lakukan. Kegiatan ini dapat bapak lakukan untuk mencegah suara
tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari
pagi sampai malam ada kegiatan.

Tahap Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang
ketiga untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3
cara yang telah kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali.
Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak Coba
lakukan sesuai jadwal ya!(Saudara dapat melatih aktivitas yang lain
pada pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi
sampai malam) Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita
membahas cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam
berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan ya!
Sampai jumpa.”
SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

Tahap Orientasi:

“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah


suara-suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara
yang telah kita latih ? Apakah jadwal kegiatannya sudah
dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik. Hari ini kita
akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang bapak minum. Kita
akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu makan siang. Di sini
saja ya bapak?”

Tahap Kerja:
“bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah
suara-suara berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya
suara-suara yang bapak dengar dan mengganggu selama ini tidak
muncul lagi. Berapa macam obat yang bapak minum ? (Perawat
menyiapkan obat pasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari
jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk
menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (THP)3 kali sehari jam nya
sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang merah
jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk pikiran biar
tenang. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh
diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus
obat, bapak akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan
semula. Kalau obat habis bapak bisa minta ke dokter untuk
mendapatkan obat lagi. bapak juga harus teliti saat menggunakan
obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya bapak harus
memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya bapak Jangan
keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama kemasannya.
Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar.
Yaitu diminum sesudah makan dan tepat jamnya bapak juga harus
perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus cukup
minum 10 gelas per hari”

Tahap Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang
obat? Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-
suara? Coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban benar). Mari kita
masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan bapak
Jangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat atau pada
keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah datang. Besok kita
ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang
telah kita bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00.
sampai jumpa.”
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa.


Bandung: PT Refika Aditama.

Dermawan, Deden & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa; Konsep dan


Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Dwi
Sukatno.

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori dan


Aplikasi. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Prabowo, Eko. 2014a. Buku Ajar Keperawaatn Jiwa. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Prabowo, Eko. 2014b. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Nuha Medika.

You might also like