Professional Documents
Culture Documents
i
2.2 Kerangka Teori ............................................................................................................ 18
2.3 Kerangka Konsep ......................................................................................................... 19
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................................................... 20
3.1 Jenis/Rancangan Penelitian............................................................................................... 20
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................................. 20
3.2.1 Lokasi Penelitian ......................................................................................................... 20
3.2.2 Waktu Penelitian ........................................................................................................ 20
3.3 Populasi,sampel,besar sampel dan teknik pengambilan sampel ...................................... 20
3.3.1 Populasi ...................................................................................................................... 20
3.3.2 Sampel ........................................................................................................................ 20
3.3.3 Besar Sampel .............................................................................................................. 22
3.4 Variabel Penelitian ............................................................................................................ 22
3.4.1 Variabel Penelitian ..................................................................................................... 22
3.4.2 Definisi Operasional ................................................................................................... 23
3.5 Bahan Penelitian ............................................................................................................... 23
3.6 Instrumen Penelitian ......................................................................................................... 24
3.7 Prosedur pengambilan atau pengumpulan data .............................................................. 24
3.8 Alur Penelitian ................................................................................................................... 25
3.9 Cara Pengolahan dan Analisis Data ................................................................................... 25
3.9.1 Pengolahan data......................................................................................................... 25
3.9.2 Analisis data ............................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 26
ii
DAFTAR TABEL
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix
vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering
pada anak-anak maupun dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah
emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja.(1)
Satu dari tujuh orang berisiko mengalami apendisitis akut. Insidensi
apendisitis akut adalah 90-100 per 100.000 jiwa per tahun di negara
berkembang.(2)
Individu memiliki risiko sekitar 7% untuk apendisitis selama hidup
mereka. Insidensi apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di
negara berkembang. Walaupun alasan untuk perbedaan ini tidak diketahui,
faktor risiko yang potensial adalah diet rendah serat dan tinggi gula, riwayat
keluarga, serta infeksi(3)
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Banyak hal dapat
sebagai faktor pencetusnya,diantaranya sumbatan lumen apendiks,
hiperplasia jaringan limfe, fekalit (faex = tinja, lithos = batu), tumor
apendiks, dan berupa erosi mukosa oleh cacing askaris dan E.histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makanan rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
menaikkan tekanan intrasekal, menyebabkan sumbatan fungsional
apendiks, dan meningkatkan pertumbuhan flora kolon. Semuanya ini akan
mempermudah timbulnya apendisitis akut.(4)
Meskipun akurasi metode diagnosis terus dikembangkan, tingkat
kesalahan diagnositik masih sekitar 20-30%. Selain itu, pada wanita usia
12-40 tahun ditemukan persentase tindakan laparotomi yang tidak perlu
dilakukan mencapai 45,6%. Pada beberapa kasus, ketika dilakukan operasi
ditemukan tumor sekum, kista ovarium terpuntir atau kehamilan ektopik.
Selain tindakan operasi yang tidak perlu dilakukan, pasien juga berisiko
1
2
mengalami infeksi luka operasi, mengalami hernia atau ileus mekanik, yang
biasanya terjadi akibat adhesi setelah apendektomi. (5)
Untuk membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut,
terdapat beberapa sistem skoring yang telah diajukan dan hingga kini yang
paling banyak digunakan adalah sistem skoring Alvarado. Skor Alvarado
ditemukan tahun 1989 oleh Alvarado dengan total skor 10. Skor ini dinilai
berdasarkan gejala, tanda dan diagnostik. Pada buku ajar bedah Bailey and
love’s dijelaskan bahwa skor Alvarado skor 7 atau lebih dapat memprediksi
apendisitis secara tepat. Pada skor 5-6 dilakukan pemeriksaan penunjang
berupa abdominal CT Scan dan ultrasonografi abdomen. Pada skor
Alvarado 7 atau lebih dilakukan tindakan apendektomi.(6)
Penelitian yang didapatkan oleh Maria Meildi (2015), bahwa uji
diagnostik untuk menilai skor Alvarado pada penderita Apendisitis akut,
dengan pengambilan 52 sampel dilakukan dari bulan Agustus-Desember
2015 di IGD RSUD Zainoel Abidin dan RSUD Meuraxa Banda Aceh. Dari
penelitian tersebut mendapatkan dari total 52 pasien masuk terdapat jumlah
laki-laki 27 orang dan perempuan 25 orang. Skor Alvarado diatas 7 dengan
konfirmasi hasil patologi anatomi suatu apendisitis akut didapatkan 32/35
pasien, skor kurang dari 7 yang diagnosa apendisitis akut yang dikonfirmasi
dengan patologi anatomi dengan suatu apendisitis akut didapat 6/17 pasien.
Nilai uji diagnostik skor Alvarado pada penelitian ini didapatkan nilai duga
positif 91,43%, nilai duga negatif 64,71% dan senstivitas 84,21%. Skor
Alvarado memiliki tingkat nilai prediksi positif, nilai duga negatif, dan
sensitivitas yang tinggi untuk mendiagnosis suatu apendisitis akut di Banda
Aceh.(7)
Oleh karena itu pada penelitian ini akan melakukan uji diagnostik
skor Alvarado untuk mendiagnosis suatu apendisitis di Rumah Sakit Cut
Meutia Aceh Utara.
3
Variable Score
Symptoms Migration of pain from central abdomen to right iliac fossa 1
Anorexia 1
Nausea-vomiting 1
Signs Tenderness in right lower quadrant 2
Rebound pain 1
Elevation of temperature >37.3 ºC 1
Laboratory Leukocytosis 2
Shift to the left >75% 1
Total 10
5
6
2.1.2 Apendisitis
2.1.2.1 Pengertian
2.1.2.2 Anatomi
Persarafan sekum dan apendiks vermiformis berasal dari saraf simpatis dan
parasimpatis dari pleksus mesenterica superior. Serabut saraf simpatis berasal dari
medula spinalis torakal bagian kaudal, dan serabut parasimpatis berasal dari kedua
nervus vagus. Serabut saraf aferen dari apendiks vermiformis mengiringi saraf
simpatis ke segmen medula spinalis thorakal 10(14)
2.1.2.3 Epidemiologi
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat
setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendicitis lebih
banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2
(1). Sedangkan di negara Asia dan Afrika, kejadian apendisitis akut lebih rendah
karena letak geografinya dan penduduknya yang memiliki kebiasaan untuk
memakan makanan berserat. Di Indonesia, apendisitis menempati urutan tertinggi
di antara kasus kegawatan abdomen lainnya.(16)
Hasil studi Ivan di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2009 melaporkan
bahwa distribusi usia kejadian apendisitis akut terbanyak ada pada kelompok usia
21-30 tahun yaitu sebanyak 21 orang dari 60 sampel (35%), sedangkan untuk
distribusi kejadian apendisitis akut terendah ada pada kelompok usia diatas 61 tahun
yaitu sebanyak 2 orang (3.3%) (17).
2.1.2.4 Klasifikasi
1. Apendisitis Akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut
ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah
epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah
dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke titik Mc.Burney. (18)
Apendisitis akut dibagi menjadi :
a. Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa
disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen
appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang
mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks menebal, edema, dan
9
e. Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi
nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum,
retrosekal, subsekal dan pelvikal
f. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren
yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi
10
2.1.2.5 Etiologi
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi di :
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.coli & Streptococcus.
3. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun
( remaja dewasa ). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limfoid pada
masa tersebut.
2.1.2.6 Patofisiologi
Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan
pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan serat
dalam makanan yang rendah (22)
Menurut Wijaya.A.N dan Yessie ( 2013 ) tanda dan gejala apendisitis adalah :
1. Nyeri pindah ke kanan bawah ( yang akan menetap dan di perberat bila berjalan
atau batuk ) dan menunjukan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik
Mc.Burney : nyeri tekan,nyeri lepas, defans muskuler.
3. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan (Rovsing sign).
5. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk,
mengedan.
Gejala - gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak
enak sekitar umbilicus diikuti oleh anoreksia, nausea dan muntah, gejala ini
umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser
ke kuadran kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan sekitar Mc.Burney,
kemudian dapat timbul spasme otot dan nyeri lepas. Biasanya ditemukan demam
ringan dan leukosit meningkat bila rupture apendiks terjadi nyeri sering sekali
hilang secara dramatis untuk sementara. (26)
2.1.2.8 Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik harus diarahkan untuk mendiagnosis
apendisitis dan mengeksklusi diagnosis alternatif seperti gastroenteritis viral,
konstipasi, infeksi saluran kemih, sindrom hemolitik-uremik, Henoch-Schőnlein
purpura, adenitis mesenterik, osteomielitis pelvis, abses psoas, dan penyakit tubo-
ovarian ( kehamilan ektopik, kista ovarium, pelvic inflammatory disease, ovarian
torsion (27)
13
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi di dapat penderita berjalan
membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi
perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler
abses. Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi
dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari
tempat yang jauh dari lokasi nyeri.
Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah adalah :
1. Nyeri tekan (+) Mc. Burney.
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc.
Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
2. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum.
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen
kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya
dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.
3. Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.
4. Rovsing sign (+) adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila
dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan
oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi
yang berlawanan.
5. Psoas sign (+) terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks.
6. Obturator sign (+) adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal
tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah
hipogastrium
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok pada auskultasi akan terdapat peristaltik
normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata
akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan
diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar
14
bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan
terdapat nyeri pada jam 9-12 (28)
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan
jumlah leukosit (sel darah putih). Urinalisa diperlukan untuk menyingkirkan
penyakit lainnya berupa peradangan saluran kemih. Pada pasien wanita,
pemeriksaan dokter kebidanan dan kandungan diperlukan untuk menyingkirkan
diagnosis kelainan peradangan saluran telur/kista indung telur kanan atau KET
(kehamilan diluar kandungan)
3. Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan
yang tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar rahim disertai
pendarahan menimbulkan nyeri mendadak difus di pelvik dan bisa terjadi syok
hipovolemik.
2.1.1.10 Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer dkk, penatalaksanaan apendisitis terdiri dari:
a. Sebelum operasi
3. Rehidrasi
4. Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena
5. Obat – obatan penurun panas, phenergan sebagai anti mengigil, largaktil untuk
membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai
b. Operasi
1. Apendiktomi
3. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massa mungkin mengecil, atau
abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.
16
c. Pasca Operasi
2. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung
dapat dicegah
4. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selam pasien
dipuasakan
5. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforata, puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.
7. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2x30 menit
8. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke-7 jahitan
dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang
17
2.1.1.11 Prognosis
Angka kematian dipengaruhi oleh usia pasien, keadekuatan persiapan
prabedah, serta stadium penyakit pada waktu intervensi bedah. Apendisitis tak
berkomplikasi membawa mortalitas kurang dari 0,1%, gambaran yang
mencerminkan perawatan prabedah, bedah dan pascabedah yang tersedia saat ini.
Angka kematian pada apendisitis berkomplikasi telah berkurang dramatis menjadi
2 sampai 5 persen, tetapi tetap tinggi dan tak dapat diterima (10-15%) pada anak
kecil dan orang tua. Pengurangan mortalitas lebih lanjut harus dicapai dengan
intervensi bedah lebih dini
2.1.2.12 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,
dan letak usus halus
Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan,
obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan
kematian
Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan
komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intra-
abdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses
residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula tinja
internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks (30)
18
Cacing Askaris
Fekalit
Obstruksi lumen
apendiks E.histolytica
vermiformis
Hiperplasia Limfoid
Tumor apendiks
Apendisitis purulenta
Apendisitis infiltrat
Apendisitis abses
Apendisitis perforasi
19
3.3.1 Populasi
Populasi target pada penelitian ini adalah semua penderita dengan diagnosis
apendisitis yang datang berobat ke ruang emergensi dan dirawat di bagian
lain dan dikonsulkan dengan keluhan yang sama. Data yang diambil
meliputi jenis kelamin, usia, anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
laboratorium.
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini merupakan penderita dengan diagnosis
apendisitis yang datang ke ruang emergensi di RSUD Cut Meutia Aceh
Utara dan memenuhi syarat :
20
21
Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar rekam medis pasien yang
menjalani operasi apendisitis di RS Cut Meutia
24
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu
data yang diperoleh langsung peneliti pada subjek penelitian.
Skor Alvarado
3.9 Cara Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah terkumpul dari subjek penelitian dan kemudian diperiksa,
bertujuan untuk mengecekan apakah data tersebut telah lengkap sehingga dapat
2. Pengkodean (coding)
26
masing- masing yang berupa angka untuk memudahkan dalam pengolahan data.
Pada langkah ini, data yang diperoleh dimasukan kedalam lembar kerja
26
27
14. Musa A. Perbedaan Lama Rawat Inap Dan Biaya Perawatan Antara Terapi
Teknik Konvensional Dan Laparaskopi Pada Pasien Apendisitis Di Rsud Dr
Moewardi Skripsi. Perpustakaan.Uns.Ac.Id Digilib.Uns.Ac.Id. 2011;
17. Dalgleish T, Williams Jmg., Golden A-Mj, Perkins N, Barrett Lf, Barnard
Pj, Et Al. [ No Title ]. J Exp Psychol Gen. 2007;136(1):23–42.
20. 0008038 Wa. Hubungan Antara Usg Appendisitis Akut Dengan Jumlah
Leukosit Skripsi. 2011;
23. Mayasari T. Pemberian Terapi Guided Imagery Dan Iringan Musik Untuk
Meningkatkan Kualitas Tidur Pada Asuhan Keperawatan Nn. Y Dengan Post
Operasi Appendisitis Di Ruang Kantil I Rsud Karanganyar. 2015;
24. K Ih. Identifikasi Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Di Rumah
28
26. Andini Ar. Oral Hygiene Terhadap Jumlah Bakteri Orofaring Pada Penderita
Dengan Ventilator Universitas Diponegoro Tahun 2012. 2012.
30. Rumah Di, Umum S, Radja Sdg. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Lama Hari Rawat Pasien Post Appendectomy. 2013;