You are on page 1of 22

(2) Realisasi anggaran untuk pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang

CSR dilaksanakan oleh Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan sebagai
biaya Perseroan.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG
TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERSEROAN TERBATAS Pasal 6 Pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dimuat dalam laporan tahunan
Perseroan dan dipertanggungjawabkan kepada RUPS.
Pasal 1
Pasal 7 Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang tidak melaksanakan tanggung
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: jawab sosial dan lingkungan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
1. Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha Pasal 8 (1) Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tidak
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang menghalangi Perseroan berperan serta melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan
ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. (2) Perseroan yang telah berperan serta melaksanakan
peraturan pelaksanaannya. 2. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan
adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau penghargaan oleh instansi yang berwenang.
Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas dan/atau anggaran dasar. 3. Direksi adalah organ Perseroan yang Pasal 9 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di
PENJELASANI. UMUM
dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 4. Dewan
Komisaris adalah organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum Peraturan Pemerintah ini melaksanakan ketentuan Pasal 74 UndangUndang Nomor 40 Tahun
dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai tanggung
jawab sosial dan lingkungan yang bertujuan mewujudkan pembangunan ekonomi
Pasal 2 Setiap Perseroan selaku subjek hukum mempunyai tanggung jawab sosial dan
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi
lingkungan.
komunitas setempat dan masyarakat pada umumnya maupun Perseroan itu sendiri dalam
Pasal 3 (1) Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 rangka terjalinnya hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan,
menjadi kewajiban bagi Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
berkaitan dengan sumber daya alam berdasarkan Undang-Undang. (2) Kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan baik di dalam maupun di luar lingkungan
Perseroan.

Pasal 4 (1) Tanggung jawab sosial dan lingkungan dilaksanakan oleh Direksi berdasarkan
rencana kerja tahunan Perseroan setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau RUPS
sesuai dengan anggaran dasar Perseroan, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-
undangan. (2) Rencana kerja tahunan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
rencana kegiatan dan anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tanggung jawab sosial dan
lingkungan.

Pasal 5 (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam, dalam menyusun dan menetapkan rencana kegiatan dan anggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) harus memperhatikan kepatutan dan
kewajaran.

1
d. menjaga keselamatan pelayaran; dan
ASR e. optimalisasi penggunaan barang milik negara.
PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: 01 TAHUN 2011 Pasal4
TENTANG
PEDOMAN TEKNIS PEMBONGKARAN I NSTALASI LEPAS PANTAI MINYAK DAN GAS BUMI Pembongkaran instalasi lepas pantai wajib dilaksanakan dengan menggunakan teknologi yang
sesuai dengan standar nasional Indonesia atau standar regional atau standar internasional dan
BABI KETENTUAN UMUM kaidah keteknikan yang baik serta memenuhi aspek keselamatan ke~a dan kesehatan kerja
serta lindungan lingkungan.
Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
PasalS
1. Minyak dan Gas Bumi, Eksplorasi, Eksploitasi, Wilayah Kerja, Menteri, Badan Pelaksana,
adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan pembongkaran instalasi lepas pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
Minyak dan Gas Bumi. dilakukan oleh Kontraktor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Instalasi lepas pantai adalah instalasi minyak dan gas bumi yang didirikan di lepaspantai BAB PERENCANAAN PEMBONGKARAN
untuk melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
Pasal6
3. Pembongkaran adalah pekerjaan pemotongan sebagian atau keseluruhan instalasi dan
pemindahan/pengangkutan hasil pembongkaran ke lokasi yang telah ditentukan. (1) Pembongkaran instalasi lepas pantai dilaksanakan oleh Kontraktor setelah mendapatkan
persetujuan pembongkaran instalasi lepas pantai dari Direktur Jenderal.
4. Lepas pantai adalah daerah yang meliputi perairan Indonesia dan land as kontinen
Indonesia. (2) Untuk mendapatkan persetujuan pembongkaran instalasi Ie pas pantai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Kontraktor mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal
5. Garis lumpur (mudline) adalah garis batas permukaan tanah yang dapat berubah akibat melalui Badan Pelaksana dengan melengkapi dokumen perencanaan pembongkaran instalasi
pergerakan arus laut. lepas pantai.
6. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang bidang tugas dan tanggung jawabnya (3) Dokumen perencanaan pembongkaran instatasi lepas pantai sebagaimana dimaksud pada
meliputi Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi. ayat (2) meliputi:
7. Kontraktor adalah Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang ditetapkan untuk a. daftar peralatan pada instalasi tepas pantai yang akan dilakukan pembongkaran; b. peta
melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan Kontrak Ke~a terbaru tokasi instalasi Ie pas pantai dengan kegiatan lain;
Sama.
c. dokumen lingkungan yang dimiliki; d. surat pernyataan bahwa semua fasilitas yang
Pasal 2 terhubung dengan platfonn telah terputus dengan instalasi yang terkait;
Pembongkaran instalasi lepas pantai dilakukan dalam .hal instalasi lepa~ pantai sudah tidak e. desain awal atau analisis rekualifikasi dan modifikasi yang pernah dilakukan;
dipergunakan lagi atau akan dlgunakan kembal~ untuk kegiatan eksplorasi dan/atau
eksploitasi minyak dan gas buml pada tempat lain. f. catatan sejarah operasi serta hasil inspeksi tahunan dan/atau khusus;

Pasal3 g. alternatif teknologi pembongkaran yang dipilih;

Pengaturan pedoman teknis pembongkaran instalasi lepas pantai bertujuan untuk : a. h. prosedur penutupan sumur (Plug and abandonment);
menjamin keselamatan minyak dan gas bumi;
i. prosedur pembongkaran, pemindahan dan/atau pengangkutan;
b. menjamin terlaksananya pengelolaan lingkungan hid up;
j. analisa risiko dalam pelaksanaan pembongkaran, pemindahan dan pengangkutan;
c. menjaga kondisi instalasi lepas pantai sebagai barang milik negara;
2
k. prosedur keselamatan dan kesehatan kerja serta Iindungan Iingkungan dalam pelaksanaan (1) Berdasarkan persetujuan pembongkaran instalasi lepas pantai sebagaimana dimaksud
pembongkaran, pemindahan dan pengangkutan; dalam Pasal 7, Kontraktor wajib segera mempersiapkan pelaksanaan pembongkaran instalasi
lepas pantai.
I. jadwal pelaksanaan;
(2) Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum pelaksanaan pembongkaran
m. rencana tanggap darurat; instalasi lepas pantai, Kontraktor wajib memberitahukan kepada Direktur Jenderal.
n. rencana pengamanan fasilitas yang tersisa dan/atau terkait pasca pembongkaran; (3) Pelaksanaan pembongkaran instalasi lepas pantai wajib menggunakan peralatan yang telah
o. lokasi pemindahan dan/atau penyimpanan hasil pembongkaran instalasi lepas pantai. memenuhi syarat keselamatan ke~a sesuai dengan standar dan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Pasal7
Pasal10
(1) Direktur Jenderal melakukan evaluasi dokumen perencanaan pembongkaran instalasi lepas
pantai dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari ke~a setelah dokumen Kontraktor dalam melaksanakan pembongkaran instalasi lepas pantai sebagaimana dimaksud
perencanaan pembongkaran instalasi lepas pantai diterima dengan lengkap. dalam Pasal 9, wajib menggunakan tenaga pelaksana pembongkaran dengan kompetensi dan
kualifikasi yang sesuai atau memanfaatkan jasa perusahaan nasional yang telah mendapat
(2) Dalam rangka evaluasi dan klarifikasi terhadap dokumen perencanaan pembongkaran Surat Keterangan Terdaftar dari Direktur Jenderal.
instalasi lepas pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor wajib
mempresentasikan dokumen perencanaan pembongkaran. Pasal11

(3) Dalam hal hasil evaluasi dan klarifikasi dokumen perencanaan pembongkaran instalasi Kontraktor sebelum melakukan pembongkaran instalasi lepas pantai wajib:
lepas pantai dinyatakan lengkap dan benar, dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) a. melaksanakan sosialisasi rencana kegiatan pembongkaran, pemindahan dan pengangkutan
hari kerja Direktur Jenderal memberikan persetujuan pembongkaran instalasi lepas pantai. kepada masyarakat dan instansi yang terkait;
(4) Persetujuan pembongkaran instalasi lepas pantai diberikan dengan masa berlaku paling b. memasang rambu-rambu navigasi di sekeliling lokasi pembongkaran; c. memastikan bahwa
lama 3 (tiga) tahun. semua sumur telah ditutup permanen sesuai dengan Standar Nasional Indonesia atau standar
-5(5) Persetujuan pembongkaran sebagaimana dimaksud pad a ayat (~) tidak berlaku apabila regional atau Standar Internasional dan kaidah keteknikan yang baik;
terjadi perubahan perencanaan atau apablla lebih dari 3 (tiga) tahun pembongkaran instalasi d. memastikan bahwa semua infrastruktur yang terhubung dengan instalasi lepas pantai telah
lepas pantai tidak dilaksanakan. terputus; e. memastikan bahwa semua sistem perpipaan dan peralatan lain bebas dari bahan
(6) Setelah mendapatkan persetujuan pembongkaran instalasi lepas pantai sebagaimana berbahaya dan beracun; f. memastikan bahwa instalasi lepas pantai bebas dari limbah bahan
dimaksud pada ayat (4), Kontraktor bertanggung jawab atas keberadaan instalasi Ie pas pantai berbahaya dan beracun.
tersebut. Pasal 12
Pasal8 (1) Kontraktor dalam melaksanakan pembongkaran wajib:
Kontraktor dalam menyusun dokumen perencanaan pembongkaran instalasi Ie pas pantai a. memotong konduktor 5 (lima) meter di bawah garis lumpur (mud/ina) atau sejajar dengan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, wajib memiliki tenaga pelaksana perencanaan dengan dasar laut dalam hal jarak antara garis lumpur (mud/ina) dan dasar laut kurang dari 5 (lima)
kompetensi dan kualifikasi yang sesuai atau memanfaatkan jasa perusahaan nasional yang meter;
telah mendapat Surat Keterangan Terdaftar dari Direktur Jenderal.
b. memotong konduktor menjadi segmen-segmen sepanjang maksimum 12 (dua belas) meter;
BAB '" PELAKSANAANPEMBONGKARAN
c. membongkar instalasi atas permukaan (top side facility) dengan memotong sambungan las
Pasal9 antara tiang pancang dengan kaki dack;

3
d. memotong tiang pancang dan dudukannya 5 (lima) meter di bawah garis lumpur (mud/ine) KETENTUAN PERAUHAN
atau sejajar dengan dasar laut dalam hal jarak antara garis lumpur (mudlina) dan dasar laut
kurang dari 5 (lima) meter; Pasal 15

e. memotQng pipa penyalur di atas titik riser bend dan pada jarak 3 (tiga) meter dari dasar kaki Terhadap Kontraktor yang telah melaksanakan kegiatan pembongkaran instalasi lepas pantai
instalasi; sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini wajib melaporkan kegiatannya kepada Direktur
Jenderal melalui Badan Pelaksana dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun setelah
f. menyumbat pipa penyalur yang ditinggalkan dan ujungnya dipendam sedalam 1 (satu) meter ditetapkannya Peraturan Menteri ini untuk dilakukan evaluasi dalam rangka penerbitan site
atau dilindungi dengan material pengaman; clearance certificate (surat keterangan pemulihan lokasi).

g. memotong pipa penyalur yang akan dipindahkan, menjadi bagian-bagian kecil sepanjang 9 Bedanya CSR dan CD ( community Development)
(sembilan) meter sampai dengan 12 (dua bel as) meter.
Keberhasilan CSR diukur dari Community Development . CD adalah pengembangan
(2) Kontraktor wajib menempatkan hasil pembongkaran di lokasi penyimpanan yang telah masyarakat disekitar kegiatan migas
disetujui.

(3) Kontraktor wajib melakukan pembersihan dasar laut dari sisa pekerjaan pembongkaran
atau yang berasal dari aktivitas produksi masa laJu dengan batas minimum cakupan wi/ayah
pembersihan sesuai daerah terlarang dengan radius 500 (lima ratus) meter.

(4) Kontraktor wajib memastikan kebersihan dasar laut dari sisa peke~aan pembongkaran
menggunakan site scan sonar system dan/atau test trawling.

Pasal 13

Kontraktor wajib menjamin keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan
pada saat dilakukannya pembongkaran, pemindahanlpengangkutan dan penyimpanan hasil
pembongkaran instalasi lepas pantaL

BABIV

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal14

(1) Direktur Jenderal melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan pembongkaran
instalasi lepas pantai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Kontraktor wajib menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal melaJui Badan
Pelaksana mengenai pelaksanaan pembongkaran instalasi lepas pantai dalam jangka waktu
paling lambat 14 (empat bel as) hari setelah kegiatan pembongkaran selesai.

(3) Apabila berdasarkan evaluasi teknis laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diterima, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari ke~a setelah laporan diterima,
Direktur Jenderal menerbitkan site clearance certificate (surat keterangan pemulihan lokasi).

BABV

4
PEDOMAN DAN TATACARA PEMERIKSAAN KESELAMATAN KERJA ATAS (3) Setalah selesainya jangka waktu sebagaimanadimaksud pada ayat (2), terhadap Instalasi danPeralatan wajib
dilakukan pemeriksaanKeselamatan Kerja sebagaimana dimaksud dalamPasal 2.
TNSTALASI, PERALATAN DAN TEKNIK Pasal 6
Setelah dilaksanakan evaluasi terhadap teknik yangakan dipergunakan sebagaimana termaksud dalamLampiran I
Segala definisi atau pengertian yang dipergunakandalam Keputusan ini adalah definisi atau pengertiansebagaimana huruf C, Direktur Jenderal Cq. Direktur memberikan pengesahan.
dimaksud dalam Pasal 1 KeputusanMenteri Pertambangan dan Energi Nomor 06P/0746/M.PE/1991 tanggal 19 Pasal 7
Nopembner 1991(2) Besarnya biaya pemeriksaan Keselamatan Kerja atasInstalasi dan Peralatan yang dilaksanakan olehPerusahaan
Jasa ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar tenaga kerja bidang minyak dan gas bumi.
Selain sebagaimana telah ditetapkan pada ayat (1),dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : Pasal 8
a. Sertifikat Kelayakan Penggunaan, adalah persetujuan yang diberikan Direktur Jenderalatas operasi atau Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak berlakunyaKeputusan ini, Perusaan yang telah beroperasi atautelah
penggunaan Instalasi danPeralatan setelah dilakukan pemeriksaanKeselamatan Kerja, yang berupa menggunakan Instalasi dan Peralatan dan belummelakukan ketentuan dan Keputusan ini wajibmengajukan
SertifikatKelayakan Penggunaan Instalasi (SKPI) danSertifikat Kelayakan Penggunaan Peralatan(SKPP); permohonan pemeriksaan KeselamatanKerja atas Instalasi, Peralatan dan Teknik yangdipergunakan kepada
b. Direktorat Jenderal, adalah Direktorat JenderalMinyak dan Gas Bumi; Direktorat Jenderal cq.Direktorat Teknik.
c. Direktur, adalah Direktur Teknik PertambanganMinyak dan Gas Bumi; Pasal 9
d. Direktorat Teknik, adalah Direktorat Teknik Pertambangan Minyak dan Gas Bumi; Apabila terdapat kekurangan-kekurangan padaInstalasi atau Peralatan setelah diadakan pemeriksaanKeselamatan
e. Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang, adalahKepala Inspeksi Tambang Minyak dan GasBumi; Kerja, maka dalam waktu yangditetapkan oleh Direktur, Perusahaan wajibmengadakan perbaikan atau perubahan
f. Pelaksana Inspeksi Tambang, adalah pejabatDirektorat Jenderal yang diangkat oleh Direktur Jenderalg. sehinggaInstalasi dan Peralatan tersebut memenuhi hal-hal yangdisyaratkan oleh peraturan perundang-undangan
Perusahaan, adalah Pertamina, Kontraktor Kontrak Production Sharing, TechnicalAssistance, Joint Operating yang berlaku.
Body, dan mitrakerja Pertamina lainnya dalam operasi Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor Kontrak
OperasiBersama Pengusahaan Sumberdaya Panasbumi; INSTALASI DAN PERALATAN YANG WAJIBDILAKSANAKAN PEMERIKSAANKESELAMATAN KERJAA.
h. Perusahaan Jasa adalah Perusahaan JasaInspeksi Teknik dalam bidang pertambanganminyak dan gas bumi dan
pengusahaansumberdaya panasbumi yang telah mendapatkan penunjukan Direktur Jenderal. Instalasi
Pasal 2 1. Instalasi Ekplorasi dan Eksploitasi :
(1) Terhadap Instalasi dan Peralatan dalam operasi pertambangan minyak dan gas bumi wajibdilaksanakan a. Instalasi pemboran;
pemeriksaan Keselamatan Kerja. b. Instalasi produksi;
(2) Pemeriksaan Keselamatan Kerja sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadapInstalasi dan c. Instalasi pengumpulan
Peralatan yang : d. Instalasi lainnya yang terkait dengankegiatan Eskplorasi dan Eksploitasi
a. akan dipasang atau didirikan; 2. Instalasi Pemurnian dan Pengolahan :
b. sedang dipasang atau didirikan; a. Instalasi Pemurnian dan Pengolahan;
c. telah dipasang atau didirikan. b. Pembongkaran dan Pemuatan;
d. (3) c. Instalasi lainnya yang terkait dengankegiatan Pemurnian dan Pengolahan baik langsung maupun
e. tidak langsung berhubungan dengan kegiatan termaksud.
f. Terhadap peralatan yang dibuat berdasarkan pesanan dan bukan merupakan produksi 3. Instalasi Penimbunan dan Pemasaran yangdimaksud adalah :
masal, pemeriksaan Keselamatan Kerja dapat dilakukanditempat pembuatan peralatan. a. Instalasi Seafed Depot;
Pasal 3 b. Instalasi Inland Depot;
Instalasi dan Peralatan yang wajib dilaksanakan pemeriksaan Keselamatan Kerja adalah sebagaimanatermasksud c. Instalasi Depot Pengisian Pesawat Udara(DPPU);
dalam Lampiran I Keputusan ini. d. Instalasi Transit Terminal;
Pasal 4 e. Instalasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan Stasiun PengisianBahan Bakar Gas
(1) Pemeriksaan Keselamatan Kerja atas Instalasi danPeralatan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 2dilaksanakan (SPBG);
oleh Pelaksana Inspeksi Tambang danatau oleh Perusahaan Jasa. f. Instalasi lainnya yang terkait dengankegiatan penimbunan dan pemasaran
(2) Tatacara Pemeriksaan Keselamatan Kerja atasInstalasi dan Peralatan adalah sebagaimanatermaksud dalam Peralatan
Lampiran II Keputusan ini. 1. Katup Pengaman yaitu peralatan yang berguna untuk melindungi peralatan danfasilitas yang terkait
Pasal 5 meliputi :
(1) Terhadap Instalasi dan Peralatan yang telahdilaksanakan pemeriksaan Keselamatan Kerjadiberikan Sertifikat a. Safety Vale;
Kelayakan PenggunaanInstalasi (SKPI) dan Sertifikat KelayakanPenggunaan Peralatan (SKPP) oleh b. Relief Valve;
Direktur Jenderal c. Safety Relief Valve;
(2) Sertifikat Kelayakan Penggunaan Instalasi (SKPI)dan Sertifikat Kelayakan Penggunaan Peralatan(SKPP) d. Thermal Relief Valve;
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama jangka waktu 5 (lima) tahun untuk SKPI dan 3 (tiga) e. Pilot Operated Safety Valve;
tahun untuk SKPP, atau kurangdari jangka waktu tersebut di atas apabila Instalasidan Peralatan tersebut f. Vacuum Relief Valve.
mengalami perubahan ataudiragukan kemampuannya.

5
Bejana Tekan dan sejenisnya yaitu peralatanyang bekerja dengan tekanan kerja didalam peralatan melebihi ½ Atm B. Pemeriksaan fisik.
tekanan lebih(gauge), atau bejana vakum dengan tekanankerja didalam peralatan kurang dari 1 Atmabsolut.3. Pemeriksaan fisik meliputi :1.
Pesawat Angkat yaitu peralatan untuk memindahkan, mengangkat barang secaravertikal dan atau horizontal Pemeriksaan Instalasi untuk memastikansesuai tidaknya Instalasi dengan perencanaan,spesifikasi, prosedur
dalam jarak,antara lain meliputi :a. pembuatan dan pemasangan.
Pesawat Angkat Bergerak; b. 2. Memeriksa Kelengkapan Mutu Peralatan,Teknik Keselamatan Kerja dan LindunganLingkungan meliputi :a.
Pesawat Angkat Tetap;c. Alat Pemadam kebakaran; b.
Alat deteksi api, panas, asap dan gas berbahaya;c.
Pesawat Angkat di atas kepala.4. Alat perlengkapan penyelamatan dan pelindung perorangan;d.
Peralatan Listrik yaitu peralatan yangmembangkit, mendistribusi danmengendalikan sistem Sistem komunikasi;e.
tenaga listrik meliputi :a. Sistem kontrol dan penghentian darurat(emergency shutdown system);f.
Unit Power Generator; b. Pemeriksaan tangga, lampu, bordes danhandrail;g.
Unit Power Transformer;c. Flaring;h.
Unit Switcher;d. Rock muffler i.
Unit Motor Control Center.5. Peralatan pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan; j.
Peralatan Putar yaitu peralatan yang berfungsimemindahkan atau memampatkan minyak,gas Sistem untuk meniadakan bahaya listrik statis dan arus listrik lainnya;k.
serta panasbumi meliputi :a. Tanda-tanda keselamatan kerja, antaralain; tanda peringatan, larangan, kodemerah dan tanda lainnya.3.
Unit Kompresor; b. Memeriksa Kelengkapan Sertifikat KelayakanPenggunaan Peralatan, Sertifikat KelayakanKonstruksi Platform serta
Unit Pompa.6. Ijin Penggunaan dariInstansi teknis terkait antara lain :a.
Pipa Penyalur yaitu bentang pipa berikutfasilitas-fasilitas terkait yang digunakan Katup pengaman; b.
untuk mengalirkan dan menyalurkan minyak dangas bumi serta panasbumi. Bejana Tekan dan peralatan lainsejenisnya;c.
C. Teknik Yang Dipergunakan Peralatan Berputar (unit pompa dan unitkompresor);d.
Teknik yang dipergunakan yaitu tata cara atau prosedur yang akan dipergunakan dalam Peralatan Listrik;e.
operasi pertambangan minyak dan gas bumi antara lainmeliputi :1. Pesawat Angkatf.
Spesifikasi Prosedur Las (WPS) dan RekamanKualifikasi Prosedur (PQR);2. Pipa Penyalur g.
Catatan Unjuk Kerja (Sertifikat) Juru Las /Operator Las;3. Struktur Anjungan Lepas Pantai;h.
Prosedur Uji Tekan Pipa Penyalur;4. Ketel Uap, Bejana Uap, Alat bantu Navigasi, Alat Ukur & Metering, AlatTimbang, Helideck, Zat Radio Aktif,Bahan
Prosedur Uji Beban Pesawat Angkat;5. Peledak, dan lain-lain;i.
Prosedur Reparasi, Modifikasi dan Alterasi. Peralatan penyelamatan dan perlindungan perorangan4.
Khusus Instalasi pemboran wajib dilakukan pemeriksaan berkala sesuai dengan PedomanPelaksanaan Operasi
A. Pemeriksaan Keselamatan Kerja Instalasimeliputi penilaian perencanaan denganmelaksanakan Pemboran Darat danLepas Pantai Yang Aman di Indonesia (KK-01-DMJ).5.
penelaahan terhadap data : Pemeriksaan Pre–Commissioning,Commissioning dan Pengujian.
a.Peralatan proses, utilitas dan pengolahanlimbah; b. C. Pelaporan
Alat ukur dan metering;c. Menyusun seluruh hasil pemeriksaan teknis berbentuk dokumen untuk diserahkan ke Direktur Direktorat Teknik
Sistem perpipaan;d. Pertambangan Minyak dan GasBumi sebagai bahan evaluasi untuk penerbitanSertifikat Kelayakan Penggunaan
Sistem intrumentasi;e. Instalasi.
Piranti pengaman;f.
Tangki timbun;g.
Sistem pencegahan dan penanggulangankebakaran;h.
Sistem pencegahan dan pemantauan pencemaran lingkungan;i.
Peralatan lain; j.
Diagram alir proses dan diagram pipa &instrumen;k.
Gambar tata letak peralatan;l.
Pekerjaan sipil;m.
Klasifikasi daerah berbahaya (hazardous areaclassification);n.
Electrical one line diagram;o.
Gambar tata letak pentanahan (grounding lay-out); p.
Diagram cause & effect / SAFE Chart;q.
Prosedur kerja pengoperasian peralatan;r.
Prosedur evakuasi darurat;s.
Surat persetujuan atau rekomendasi dariinstansi yang berwenang untuk programPengolahan dan Pemantauan
LindunganLingkungan.
6
Amdal di luar Lampiran I. (2) Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
AMDAL ditetapkan oleh Menteri berdasarkan: a. pertimbangan ilmiah mengenai daya dukung dan daya tampung
lingkungan; dan b. tipologi ekosistem setempat diperkirakan berdampak penting terhadap lingkungan hidup. (3)
Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan secara tertulis kepada
Menteri, oleh: a. kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian; b. gubernur; c. bupati/walikota;
PerMen LH no 5 tahun 2012 dan/atau d. masyarakat. (4) Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 diusulkan setelah dilakukan telaahan sesuai kriteria sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Lingkungan Hidup Republik Indonesia tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup; Pasal 5 (1) Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal dapat ditetapkan menjadi rencana
Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak wajib memiliki Amdal, apabila: a. dampak dari rencana Usaha dan/atau
Mengingat : Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kegiatan tersebut dapat ditanggulangi berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan/atau b.
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA TENTANG JENIS RENCANA USAHA berdasarkan pertimbangan ilmiah, ,tidak menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup. (2) Jenis
DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB MEMILIKI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP. rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. (3) Jenis rencana
Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan secara tertulis kepada Menteri, oleh: a.
1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian; b. gubernur; c. bupati/walikota; dan/atau
penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses 4
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 2. Usaha dan/atau Kegiatan adalah
segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan d. masyarakat. (4) Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki
dampak terhadap lingkungan hidup. 3. Dampak Penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat UKL-UPL atau surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup sesuai dengan
mendasar yang diakibatkan oleh suatu Usaha dan/atau Kegiatan. 4. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan peraturan perundangundangan mengenai jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki UKL-UPL
upaya pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan atau surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan. 5. Menteri adalah LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2012
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. TENTANG JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB MEMILIKI ANALISIS MENGENAI DAMPAK
LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 2 (1) Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki
Amdal. (2) Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (3) Untuk DAFTAR JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB MEMILIKI ANALISIS MENGENAI DAMPAK
menentukan rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemrakarsa melakukan LINGKUNGAN HIDUP
penapisan sesuai dengan tata cara penapisan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (4) Terhadap hasil penapisan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), I. Pendahuluan
instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota menelaah dan menentukan wajib tidaknya rencana
Usaha dan/atau Kegiatan memiliki Amdal. Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal)
ditetapkan berdasarkan: a. Potensi dampak penting Potensi dampak penting bagi setiap jenis usaha dan/atau
Pasal 3 (1) Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang dilakukan: a. di dalam kawasan lindung; dan/atau b. berbatasan kegiatan tersebut ditetapkan berdasarkan: 1) besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana
langsung dengan kawasan lindung, wajib memiliki Amdal. (2) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat usaha dan/atau kegiatan; 2) luas wilayah penyebaran dampak; 3) intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
(1) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (3) Jenis 4) banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak; 5) sifat kumulatif dampak; 6) berbalik
rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang berbatasan langsung dengan kawasan lindung sebagaimana dimaksud atau tidak berbaliknya dampak; dan 7) kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
pada ayat (1) huruf b, meliputi rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang: a. batas tapak proyek bersinggungan teknologi; dan/atau 8) referensi internasional yang diterapkan oleh beberapa negara sebagai landasan kebijakan
dengan batas kawasan lindung; dan/atau b. dampak potensial dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan diperkirakan tentang Amdal.
mempengaruhi kawasan lindung terdekat. (4) Kewajiban memiliki Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dikecualikan bagi rencana Usaha dan/atau Kegiatan: a. eksplorasi pertambangan, minyak dan gas bumi, dan panas b. Ketidakpastian kemampuan teknologi yang tersedia untuk menanggulangi dampak penting negatif yang akan
bumi; b. penelitian dan pengembangan di bidang ilmu pengetahuan; c. yang menunjang pelestarian kawasan timbul.
lindung; d. yang terkait kepentingan pertahanan dan keamanan negara yang tidak berdampak penting terhadap No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus.
lingkungan hidup; e. budidaya yang secara nyata tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup; dan

Pasal 4 (1) Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang: a. memiliki skala/besaran lebih kecil daripada yang
tercantum dalam Lampiran I; dan/atau b. tidak tercantum dalam Lampiran I tetapi mempunyai dampak penting
terhadap lingkungan hidup, dapat ditetapkan menjadi jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki

7
8
Semua bangunan dan instalasi yang didirikan di dalam daerah yang mempunyai kemungkinan besar bagi timbulnya
UNDANG-UNDANG PP NO 11 1979: PEMURNIAN DAN PENGOLAHAN bahaya kebakaran, harus dibuat dari bahan-bahan yang tidak mudah terbakar.
(4) Semua bangunan dan instalasi harus dilengkapi dengan sistim telekomunikasi yang baik.
a. Pemurnian dan Pengolahan adalah usaha memproses minyak dan gas bumi di daratan atau di daerah lepas
pantai dengan cara mempergunakan proses fisika dan kimia guna memperoleh dan mempertinggi mutu hasil-hasil (5) Instalasi unit proses pemurnian dan pengolahan dan instalasi lainnya harus ditempatkan pada lokasi yang tidak
minyak dan gas bumi yang dapat digunakan; mudah menimbulkan pelbagai bahaya dan kerusakan terhadap sekitarnya.
b. Tempat pemurnian dan pengolahan adalah tempat penyelengaraan pemurnian dan pengolahan minyak dan gas (6) Instalasi-instalasi unit proses yang berlainan fungsinya harus diatur penempatannya sesuai dengan sifat bahan-
bumi, termasuk di dalamnya peralatan, bangunan dan instalasi yang secara langsung dan tidak langsung bahan yang diolah dan dihasilkan, dengan maksud untuk mengurangi atau membatasi menjalarnya kerusakan
(penunjang) berhubungan dengan proses pemurnian dan pengolahan; apabila terjadi kecelakaan dan atau kebakaran.
c. Perusahaan adalah perusahaan yang melakukan usaha pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi; . (7) Semua peralatan, bangunan dan instalasi yang dapat menimbulkan kemungkinan terjadinya arus listrik yang
d. Pengusaha adalah pimpinan Perusahaan; diakibatkan oleh petir, arus liar, muatan statis dan sebagainya, harus dilengkapi dengan suatu sistim untuk
e. Kepala Teknik Pemurnian dan Pengolahan adalah Penanggungjawab dari suatu pemurnian dan pengolahan meniadakannya.
minyak dan gas bumi yang selanjutnya disebut Kepala Teknik; -JALAN DAN TEMPAT KERJA
f. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang pertambangan minyak dan gas bumi; Pasal 7
g. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang lapangan tugasnya meliputi urusan pertambangan minyak dan (1) Jalan dalam tempat pemurnian dan pengolahan harus baik dan cukup lebar, sehingga setiap tempat dapat
gas bumi; dicapai dengan mudah dan cepat oleh orang maupun kendaraan serta harus dipelihara dengan baik, diberi
h. Direktur adalah Direktur Direktorat yang lapangan tugasnya meliputi urusan keselamatan kerja pertambangan penerangan yang cukup dan dimana perlu dilengkapi dengan rambu-rambu lalu-lintas.
minyak dan gas bumi; i. Kepala Inspeksi adalah Kepala Inspeksi Tambang Minyak dan Gas Bumi; (2) Apabila di dalam tempat dari pengolahan terdapat jalan kereta api, maka jalan tersebut harus dibuat sesuai
j. Pelaksana Inspeksi Tambang adalah Pelaksana Inspeksi Tambang Minyak dan Gas Bumi. dengan keadaan tanah, beban jalan serta kecepatan kereta api.
Pasal 2 (3) Sepanjang jembatan, sekeliling lubang yang membahayakan dan pinggir tebing yang terbuka harus diberi pagar
(1) Tatausaha dan pengawasan keselamatan kerja atas pekerjaanpekerjaan serta pelaksanaan pemurnian dan yang cukup kuat.
pengolahan minyak dan gas bumi berada dalam wewenang dan tanggungjawab Menteri. (4) Setiap instalasi unit proses pemurnian dan pengolahan harus mempunyai tempat kerja dan tempat lalu-lintas
(2) Menteri melimpahkan wewenangnya untuk mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan yang baik, aman dan harus selalu dalam keadaan bersih.
Pemerintah ini kepada Direktur Jenderal dengan hak substitusi. (5) Lantai terbuka, selokan dan penggalian di tempat kerja harus diberi tanda yang jelas dan dapat dilihat dengan
(3) Pelaksanaan tugas dan pekerjaan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) dilakukan oleh Kepala Inspeksi mudah, baik pada siang maupun malam hari.
dibantu oleh Pelaksana Inspeksi Tambang. -POMPA
(4) Kepala Inspeksi memimpin dan bertanggungjawab mengenai pengawasan ditaatinya ketentuan-ketentuan Pasal 12 :(1) Pemasangan dan penggunaan pompa beserta perlengkapannya, baik untuk bagian-bagian cair
dalam Peraturan Pemerintah ini dan mempunyai wewenang sebagai Pelaksana Inspeksi Tambang. ataupun gas, termasuk yang bertekanan tinggi dan bersuhu tinggi ataupun bersuhu rendah sekali harus memenuhi
(5) Pelaksana Inspeksi Tambang melaksanakan pengawasan ditaatinya ketentuan-ketentuan Peraturan syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain
Pemerintah ini. dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
Pasal 3 (2) Tekanan kerja di dalam pompa beserta perlengkapannya tidak boleh melebihi batas tekanan kerja aman yang
(1) Pengusaha bertanggungjawab penuh atas ditaatinya ketentuan- ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini telah ditentukan untuk pompa itu. Untuk keperluan tersebut harus dipasang alat-alat pengamannya yang selalu
dan kebiasaan yang baik dalam teknik pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi. dapat bekerja dengan baik di atas batas tekanan kerja aman yang telah ditentukan.
(2) Dalam hal Pengusaha menjalankan sendiri pimpinan dan pengawasan di tempat pemurnian dan pengolahan, (3) Pompa harus diperiksa secara berkala dan diuji kemampuannya menurut tata-cara yang ditentukan oleh Kepala
ia menjabat sebagai Kepala Teknik dan mendapat pengesahan dari Kepala Inspeksi. Inspeksi.
(3) Dalam hal Pengusaha tidak menjalankan sendiri pimpinan dan pengawasan di tempat pemurnian dan (4) Apabila terjadi kebocoran pada pompa, aliran zat cair atau gas di dalamnya harus dapat dihentikan dengan
pengolahan, ia diwajibkan menunjuk seorang sebagai Kepala Teknik yang menjalankan pimpinan dan pengawasan segera dari tempat yang aman.
pada pemurnian dan pengolahan, yang harus disahkan terlebih dahulu oleh Kepala Inspeksi sebelum yang (5) Apabila terjadi perubahan, penambahan atau pemindahan terhadap suatu pompa dan perlengkapannya, maka
bersangkutan melakukan pekerjaannya. kemampuan pompa tersebut harus diuji kembali. Syarat-syarat pemakaian yang diperbolehkan dan jangka waktu
-BANGUNAN pemakaian sebelum inspeksi berikutnya akan ditentukan kembali.
Pasal 4 Pasal 13
(1) Selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum mulai membangun atau mengadakan perubahan dan atau (1) Jika pada suatu baterai pompa, sebuah pompa atau lebih dibersihkan atau diperbaiki, sedangkan yang lainnya
perluasan tempat pemurnian dan pengolahan, Pengusaha diwajibkan menyampaikan secara tertulis kepada masih digunakan, maka semua saluran pipa dari dan ke pompa tersebut harus dilepaskan dan ditutup dengan flens
Kepala Inspeksi mengenai hal-hal : mati.
a. lokasi geografis; b. denah bangunan dan instalasi-pemurnian dan pengolahan; (2) Semua saluran pipa yang bersuhu tinggi atau bersuhu rendah sekali harus disalut dengan baik di tempat-tempat
c. bahan baku, bahan penolong beserta hasil pemunian dan pengolahannya; yang dapat menimbulkan bahaya terhadap orang dan peralatan di sekitarnya.
d. proses diagram; e. instalasi pencegah kebakaran yang bersifat permanen, baik dengan air maupun bahan kimia; -KOMPRESOR, POMPA VAKUM, BEJANA TEKAN DAN BEJANA VAKUM
f. jumlah dan perincian tenaga kerja dan atau tambahannya; g. hal-hal lain yang dianggap perlu oleh Kepala Pasal 14
Inspeksi. (1) Kompresor dan bejana tekan adalah peralatan yang bekerja dengan tekanan kerja di dalam peralatan melebihi
1/2(seperdua) atmosfir tekanan lebih.

9
(2) Pompa vakum dan bejana vakum adalah peralatan yang bekerja dengan tekanan kerja di dalam peralatan (1) Pada tempat yang ditentukan dalam tempat pemurnian dan pengolahan harus tersedia petugas dan tempat
kurang dari 1 (satu) atmosfir absolut. yang memenuhi syarat untuk keperluan pertolongan pertama pada kecelakaan, dilengkapi dengan obat dan
Pasal 15 peralatan yang cukup termasuk mobil ambulans yang berada dalam keadaan siap digunakan.
(2) Bejana tekan atau bejana vakum, apabila diisi dengan zat cair atau gas bertekanan tinggi atau di bawah atmosfir (2) Pada tempat-tempat tertentu harus disediakan alat-alat dan obat untuk memberikan pertolongan pertama
ataupun dicairkan, yang dapat menimbulkan bahaya ledakan harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. (3) pada kecelakaan termasuk alat untuk mengangkut korban kecelakaan.
Kompresor, pompa vakum dan bejana tekan atau bejana vakum harus diperiksa secara berkala dan diuji Pasal 42
kemampuannya menurut tatacara yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi. (1) Kepala Teknik diwajibkan memberikan pengetahuan mengenai pertolongan pertama pada kecelakaan kepada
sebanyak mungkin pekerja bawahannya, sehingga para pekerja tersebut mampu memberikan pertolongan
(4) Pada kompresor, pompa vakum dan bejana tekan atau bejana vakum harus dipasang alat-alat pertama pada kecelakaan.
pengaman yang selalu dapat bekerja dengan baik diatas batas tekanan kerja aman yang telah (2) Pada tempat-tempat tertentu harus dipasang petunjuk-petunjuk yang singkat dan jelas tentang tindakan
ditentukan untuk peralatan tersebut. pertama yang harus dilakukan apabila terjadi kecelakaan.
-PIPA PENYALUR BAB XXIV SYARAT-SYARAT PEKERJA, KESEHATAN DAN KEBERSIHAN
Pasal 22 Pasal 44
(1) Pemasangan dan penggunaan pipa penyalur beserta perlengkapannya keculai pipa penyalur uap air yang (1) Kepala Teknik wajib :
bergaris tengah lebih dari 450 (empat ratus lima puluh) milimeter, harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana a. melaksanakan ketentuan umum tentang kesehatan kerja;
tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah b. memperhatikan kebersihan seluruh tempat pemurnian dan pengolahan;
ini atau oleh Kepala Inspeksi. c. memperhatikan kesehatan para pekerjanya.
(2) Tekanan kerja di dalam pipa penyalur beserta perlengkapannya tidak boleh melebihi batas tekanan kerja aman (2) Kepala Teknik wajib menyediakan air minum yang memenuhi syaratsyarat kesehatan serta tempat-tempat
yang telah ditentukan dan untuk keperluan tersebut harus dipasang alat-alat pengaman yang selalu dapat bekerja untuk berganti pakaian dan membersihkan badan bagi para pekerja dalam jumlah yang cukup, bersih, dan
dengan baik di atas batas tekanan kerja aman yang telah ditentukan. memenuhi syarat kesopanan.
(3) Letak pipa penyalur di atas permukaan tanah atau di udara harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak (3) Kepala Teknik wajib mengambil langkah-langkah tertentu untuk mencegah timbulnya penyakit jabatan pada
mengganggu lalu-lintas orang dan kendaraan. para pekerjanya yang dipekerjakan di tempat-tempat atau dengan bahan-bahan yang membayakan kesehatan.
-TEMPAT PENIMBUNAN BAB XXV KEWAJIBAN UMUM PENGUSAHA,KEPALA TEKNIK DAN PEKERJA BAWAHANNYA
1)Tempat penimbunan yang berbentuk tangki untuk bahan cair harus dikelilingi dengan tanggul yang dapat Pasal 46
menampung sejumlah bahan cair yang ditentukan. Tinggi tanggul tidak boleh melebihi 150 (seratus lima puluh) (1) Kepala Teknik atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya wajib mendampingi Pelaksana Inspeksi Tambang
sentimeter dan permukaan tanah di bagian luar tempat yang ditanggul. Setiap tempat yang ditanggul harus pada saat Pelaksana Inspeksi Tambang melaksanakan pemeriksaan di tempat pemurnian dan pengolahan.
dilengkapi dengan sistim saluran untuk pengeringan yang dapat ditutup apabila diperlukan. (2) Pengusaha, Kepala Teknik dan setiap pekerja yang berada di tempat pekerjaan wajib memberikan keterangan
(4) Kapasitas tempat penimbunan tersebut harus dinyatakan dengan jelas pada masing-masing tempat dan yang benar yang diminta oleh Pelaksana Inspeksi Tambang mengenai hal-hal yang diperlukan.
dilarang mengisi tempat penimbunan melebihi kapasitas yang telah ditentukan. (3) Pengusaha diwajibkan menyediakan fasilitas pengangkutan, komunikasi, akomodasi, dan fasilitas lainnya yang
BAB XX LARANGAN DAN PENCEGAHAN UMUM DALAM TEMPAT PEMURNIAN DAN PENGOLAHAN layak yang diperlukan Pelaksana Inspeksi Tambang dalam melaksanakan pemeriksaan dan penyidikannya.
Pasal 36 Pasal 47
(1) Pengusaha harus mengambil tindakan pengamanan terhadap tempat pemurnian dan pengolahan termasuk (1) Kepala Teknik wajib membuat dan menyimpan di tepat pekerjaan daftar kecelakaan pemurnian dan
pemagaran sekelilingnya. pengolahan yang disusun menurut bentuk yang ditetapkan oleh Kepala lnspeksi.
(2) Orang-orang yang tidak berkepentingan dilarang memasuki tempat pemurnian dan pengolahan, kecuali (2) Kepala Teknik wajib memberitahukan secara tertulis setiap kecelakaan yang menimpa seseorang di tempat
dengan izin Kepala Teknik. pekerjaan yang bersangkutan dalam jangka waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam setelah kecelakaan
(3) Dilarang membawa atau menyalakan api terbuka, membawa barang pijar atau sumber yang dapat tersebut terjadi atau setelah diketahui akibat dari kecelakaan tersebut kepada Kepala Inspeksi dan Kepala
menimbulkan percikan api di dalam tempat pemurnian dan pengolahan, kecuali di tempat-tempat yang Pemerintah Daerah setempat. Pemberitahuan tersebut harus dibuat menurut bentuk yang ditetapkan oleh Kepala
ditentukan atau dengan izin Kepala Teknik. Untuk keperluan tersebut Kepala Teknik wajib menunjuk Inspeksi.
petugaspetugas yang berhak memeriksa setiap orang. Petugas-petugas tersebut harus dicatat dalam Buku (3) Pemberitahuan harus disampaikan dengan segera kepada Kepala Inspeksi antara lain dengan tilpon, telex,
Pemurnian dan Pengolahan. tilgram dalam hal terjadi kecelakaan yang menimbulkan luka-luka berat atau kematian seseorang atau lebih.
(4) Pengusaha wajib menentukan pembagian daerah dalam tempat pemurnian dan pengolahan sesuai dengan Apabila dikemudian hari terjadi kematian seseorang akibat luka-luka pada kecelakaan sebelumnya, kematian
tingkat bahayanya dengan cara memasang rambu-rambu peringatan di tempat-tempat yang mudah terlihat. tersebut wajib diberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Kepala Inspeksi.
(5) Pada tempat-tempat tertentu dimana terdapat atau diperkirakan terdapat akumulasi bahan-bahan yang (4) Kepala Teknik wajb memberitahukan dengan segera kecelakaan yang menimbulkan kerugian materiil yang
mudah meledak dan atau mudah terbakar harus diambil tindakan-tindakan pencegahan khusus untuk mencegah besar kepada Kepala Inspeksi dengan menyebut sifat serta besarnya kerugian tersebut.
timbulnya kecelakaan, ledakan atau kekabaran. (5) Apabila oleh Kepala Inspeksi dianggap perlu, sehubungan dengan kemungkinan dapat hadirnya Pelaksana
(6) Pada tempat-tempat tertentu yang dianggap perlu dan dimana dapat timbul bahaya harus dipasang papan Inspeksi Tambang dalam waktu singkat di tempat kecelakaan, sejauh hal tersebut tidak mengganggu jalannya
peringatan atau larangan yang jelas dan mudah terlihat. tindakan-tindakan penyelamatan dan tidak membahayakan, maka segala sesuatu di tempat tersebut harus dalam
BAB XXIII PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN keadaan tidak berubah sampai selesainya penyidikan oleh Pelaksana Inspeksi Tambang.
Pasal 41

10
(6) Selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah selesainya tiap triwulan, Kepala Teknik wajib menyampaikan q. Menteri, adalah Menteri Pertambangan dan Energi;
kepada Kepala Inspeksi laporan kecelakaan pemurnian dan pengolahan yang terjadi dalam triwulan tersebut Pasal 3
menurut bentuk yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi.
(7) Setiap akhir tahun takwim, Kepala Teknik wajib menyampaikan kepada Kepala Inspeksi daftar jumlah tenaga (1) Pengusaha bertanggungjawab penuh atas ditaatinya ketentuan dalam Keputusan Menteri ini
kerja rata-rata dalam setahun menurut bentuk yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi.
Pasal 48 (2) Pengusaha yang menjalankan sendiri pimpinan dan pengawasan keselamatan Kerja Pipa Penyalur menjabat
(1) Untuk keperluan pemberitahuan termaksud dalam Pasal 47 ayat-ayat (2)dan (3) kecelakaan pemurnian dan sebagai Kepala Teknik
pengolahan dibagi dalam 4 (empat) golongan yaitu :
a. ringan, kecelakaan yang tidak menimbulkan kehilangan hari kerja; (3) Dalam hal pengusaha tidak menjalankan sendiri pimpinan dan pengawasan keselamatan kerja pipa Penyalur
b. sedang, kecelakaan yang menimbulkan kehilangan hari kerja dan diduga tidak akan menimbulkan cacat jasmani wajib menunjuk wakilnya sebagai Kepala Teknik
dan atau rokhani yang akan menggangu tugas pekerjaannya;
c. berat, kecelakaan yang menimbulkan kehilangan hari kerja dan diduga akan menimbulkan cacat jasmani dan (4) Kepala Teknik dapat dibantu oleh seseorang atau lebih wakil Kepala teknik sesuai kebutuhan
atau rokhani yang akan menggangu tugas pekerjaannya.
d. mati, kecelakaan yang menimbulkan kematian segera atau dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam . (5) Kepala Teknik wajib menunjuk seorang dri wakilnya sebgai penggantinya, apabila ia berhalangan atau tidak
setelah terjadinya kecelakaan. nerada di tempat selama maksimum 3(tiga) bulan berturut-turut, kecuali pabila ditentukan lain oleh Kepala
(2) Untuk keperluan laporan kecelakaan pemurnian dan pengolahan termaksud dalam Pasal 47 ayat (6) digunakan Pelaksana Inspeksi Tambang (6) Kepala teknik dan para wakil Kepala teknik sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
penggolongan kecelakaan termaksud pada ayat (1) yang didasarkan pada keadaan nyata akibat kecelakaan (3) dan (4) harus memenuhi syarat yang ditetapkan dan mendapat pengesahaan dari Kepala pelaksana Inspeksi
terhadap pekerja yang mendapat kecelakaan. Tambang.

PIPA PENYALUR: KEP MENTAMBEN 300 1997 BAB II PENGGELARAN PIPA PENYALUR
Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan: a. Pipa penyalur, adalah pipa minyak dan atau gas
bumi yang meliputi Pipa Alir Sumur, Pipa Transmisi Minyak. Pipa Transmisi Gas, Pipa Induk, dan Pipa Servis; Pasal 6
b. Pipa alir Sumur, adalah pipa untuk menyalurkan minyak dan gas bumi dari kepala sumur ke stasiun pengumpul;
c. Pipa Transmisi Minyak, adalah pipa untuk menylurkan minyak dari stasiun pengumpul ke tempat pengolahan, (1) Selambat-lambatnya 2 (dua) sebelum dimulainya penggelaran, perubahan dan atau perluasan Pipa Penyalur.
dan dari tempat pengolahan ke depot, dan dari depot atau dari depot ke pelabuhan dan atau sebaliknya; Pengusaha wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang mengenai : a.
d. Pipa Transmisi Gas, adalah pipa untuk menyalurkan gas bumi dari stasiun pengumpul ke sistem meter pengukur lokasi geografis b. denah penggelaran Pipa Penyalur; c. proses diagram d. jumlah princian tenaga kerja dan
dan pengatur tekanan, dan atau ke pelanggan besar; perubahannnya; e. hal-hal yang dianggap perlu oleh Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang
e. Pipa Induk, adalah pipa untuk menyalurkan gas bumi dari sistem meter pengukur dan pengatur tekanan sampai
Pipa Servis; Pasal 7
f. Pipa Servis, adalah pipa yang dipasang dalam persil pelanggan yang menghubungkan Pipa Induk sampai dengan (1) Penggelaran Pipa Penyalur baik di darat maupun di laut dapat dilakukan dengan car ditanam atau diletakkan
inlet pengatur tekanan atau meter pelanggan; di permukaan tanah.
g. Jarak Minimum , adalah ruang terbuka antara Pipa Penyalur dengan bangunan atau hunian tetap sekitarnya (2) Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk yang digelar di daratan wajib ditanam, dengan kedalaman minimum 1 (satu)
yang dihitung dari sisi terluar pipa ke kiri dan kanan; meter dari permukaan tanah.
h. Hak Lintas Pipa (Ringht Of Way), adalah hak yang diperoleh Perusahaan untuk memanfaatkan tanah dalam (3) Desain, konstruksi dan klasifikasi lokasi penggelaran Pipa Penyalur wajib memenuhi Standard Petambangan
menggelar, mengoperasikan, dan memelihara Perusahaan adalah perusahaan yang melakukan kegiatan Migas (SPM) yang ditetapkan Menteri.
penggelaran, pengoiperasian dan pemeliharaan Pipa Penyalur. (4) Klasifikasi lokasi penggelaran Pipa Transmisi Minyak, Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk ditetapkan sebgaimana
i. Perusahaan adalah perusahaan yang melakukan kegiatan penggelaran, pengoiperasian dan pemeliharaan Pipa tercantum pada Lampiran I Keputusan Menteri ini.
Penyalur; (5) Penggelaran Pipa Air Sumur wajib memenuhi ketentuan Jarak Minimum sekurang-kurangnya 4 (empat) meter.
j. Pengusaha, adalah Pemimpin Perusahaan;
k. Kepala Teknik, adalah penganggungjawab dari suatu kegiatan penggelaran, pengoperasian dan pemeliharaan Pasal 8
Pipa Penyalur; (1) Pengusaha wajib menyediakan tanah untuk tempat digelarnya Pipa Penyalur dan ruang untuk Hak Lintas Pipa
l. Pelakanaa Inspeksi Tambang, adalah pejabat Direktorat Jenderal yang diangkat Direktur Jenderal untuk (Right Of Way) serta memenuhi ketentuan Jarak Minimum. (2) Penyediaan tanah sebagaimana dimaksud pada
mengawasi pelaksanaan keselamatan kerja minyak dan gas bumi; ayat (1) dapat dilakukan pengusaha dengan cara membeli, membebaskan, menyewa atau mendapatkan izin dari
m. Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang adalah pejabat Direktorat Jenderal yang diangkat Direktur Jenderal untuk instansi pemerintah, badan hukum atau perorangan. (3) Pemegang hak atas tanah yang telah memberikan Hak
memimpin Pelaksana Inspeksi Tambang Lintas Pipa (Right Of Way) dilarang menghalang-halangi Pengusaha dalam pelaksanaaan penggelaran,
n. Direktur, adalah Direktur yang diserahi tugas membina dan mengawasi keselamatn kerja pertambangan minyak pengoperasian dan pemeliharaan Pipa Penyalur.
dan gas bumi;
o. Direktur Jenderal, adalah Direktur Jenderal yang bertanggung jawab dalam bidang pertambangan minyak dan Pasal 9
gas bumi; (1) Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk yang digelar di daratan ttttekanan lebih dari 16 (enam belas) bar, harus
p. Direktorat Jenderal, adalah Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi dirancang sesuai ketentuan klasifikasi lokasi kelas2 (dua) sertu memenuhi ketentuan pasal 7 dengan Jarak
Minimum ditetapkan sekurang-kurangnya 9 (sembilan) meter.
11
(2) Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk yang digelar di daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat (2) Pipa Penyalur yang digelar melintasi daerh rawa-rawa wajib ditanam dengan kedalaman sekurang-kurangnya1
dirancang dengan ketentuan klasifikasi lokasi kelas 1 (satu) dalam hal data perencanaan lingkungan jangka panjang (satu) meter di bawah dasar rawa serta dilengkapi dengan sistem pemberat sedemikian rupa sehingga pipa tidak
yang ditetapkan Pemerintah Daerah setempat menjamin klasifikasi lokais tidak berubah, dengan ketentuan Jarak akan bergeser maupun berpindah, atau disanggah dengan pipa pancang.
Minimum ditetapkan 9 (sembilan) meter.
(3) Dalam hal ketentuan jarak minimum sebgaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak dapat dipenuhi desain (3) Pipa Penyalur yang digelar di laut wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. dalam hal kedalaman dasar
konstruksi dan klasifikasi lokasi ditetapkan minimal satu kelas lebih tinggi dari kelas dan Jarak Minimum yang laut kurang dari 13 meter maka pipa harus ditanam sekurangkurangnya 2 (dua) meter di bawah dasar laut (sea
ditatapkan dengan menggunakan tabel sebagaimana tercantum dalam lampiran II. bed), serta dilengkapi dengan sistem pemberat agar pipa tidak tergeser atau berpindah, atau disanggah dengan
(4) Dalam hal ketentuan Jarak Minimum pada ayat (1) dan (2) tiak dapat dipenuhi, Jarak Minimum tersebut dapat pipa pancang. b. Dalam hal kealaman dasar laut 13 (tigabelas) meter atau lebih maka pipa dapat diletakkan di
diperpendek menjadi minimum (3) meter dengan syarat : a. untuk pipa dengan diameter lebih kecil dari 8 dasar laut, serta dilengkapi dengan sistem pemberat agar pipa tidak tergeser atau berpindah.
(delapan), faktor desain lebih dari 0,4 (tempat per sepuluh); b. untuk pipa dengan diameter 8 (delapan) inci sampai
12 (duabelas) inci, faktor desain tidak lebih dari 0,3 (tiga per sepuluh) c. untuk pipa dengan diameter lebih besar BAB III PENGOPERASIAN DAN PEMELIHARAAN PIPA PENYALUR
dari 12 (duabelas) inci faktor desain 0,3 (tiga per sepuluh) dan ketebalan pipa minimum 11,9 (sebelas dan sembila
per sepuluh) mm atau 0,468 (empat ratus enam puluh delapan per seribu)inci. Pasal 18 :Pengoperasian dan pemeliharaan Pipa Penyalur wajib memenuhi Standar Pertambangan Migas (SPM)
(5) dalam hal persyaratan ketebalan pipa pada ayat (4) tidak dapat dipenuhi, Jarak Minimum ditetapkan 3 (tiga) yang ditetapkan Menteri.
meter, dengan ketentuan faktor desain sebagaima dimaksud pada ayat 4 (empat) wajib dipenuhi dan harus
dilengkapi dengan sarana pengaman tambahan atau ketentuan lain yang ditetapkan oleh Kepala Pelaksana Pasal 19 :Pengusaha wajib membuat prosedur tertulis tentang pengoperasian dn pemeliharaan Pipa Penyalur
Inspeksi Tambang. sebgai berikut : a. Prosedur pengoperasian dalam keadaan operasi normal dan dalam keadaan reparasi; b.
Program penanganan khusus dan atau luar biasa terhadap fasilitas yang diperkirkirakan sangat berbahaya. c.
Pasal 10 Program khusus operasi dalam perubahan tekanan; d. Program persyaratan inspeksi berkala dalam operasi; e.
(1) Pengggelaran Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk yang dioperasikan pada tekanan dari 4 (empat) dengan Program pengawasan Pipa Penyalur secara Periodek f. Program pengawasan Pipa Penyalur akibat penggalian g.
ketentuan Jarak Minimum ditetapkan 2 (dua) meter sebagaimana tercantum dalam lampiran II. Prosedur keadaan darurat dan analisia kecelakaan dan atau kegagalan operasi; h. Prosedur pencegahan dan
(2) Di dalam Jarak Minimum 2(dua) meter sebagimana ditetapkan pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi, dan penanggulangan kebakaran serta pencemaran lingkungan.
memenuhi klasifikasi lokasi kelas 4 (empat) dan faktor desain tidak lebih dari 0,3 (tiga per sepuluh) dan dilengkapi
dengan pengalaman tambahan atau dengan ketentuan lain yang ditetapkan oleh kepala Pelaksana Inspeksi Pasal 20 :(1) Pengusaha wajib melakukan penghitungan Tekanan Operasi maksimum Boleh (TOMB), secara
Tambang. periodik. (2) Pengusaha dilarang mengoperasikan Pipa Penyalur pada tekanan melebihi Tekanan Operasi
Maksimum Boleh (TOMB).
Pasal 11 Pasal 22 : (2) Pengusaha wajib melaporkan kepada Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang secara periodic selambat-
(1) Pipa Transmisi Minyak di daratan yang dioperasikan dengan tekanan yang dapat menimbulkan tegangan lambatnya setiap 6(enam) bulan, atas hal-hal sebagai berikut : a. Perbaikan dan atau penggantian Pipa Penyalur
melingkar (hoop stress) lebih besar dari 20% (duapuluh persen) Kuat Ulur minimum Spesifikasi (KUMS) wajib dan atau peralatan pendukungnya b. Perubahan dan atau penyimpangan fungsi Jarak Minimum dan atau ruang
ditanam sekurang-kurangnya sedalam 1 (satu) meter dari permukaan tanah dan mempunyai jarak minimum terbuka disekitar Pipa Penyalur c. Kerusakan, kebocoran, kegagalan, pengkaratan dan gangguan operasi lainnya d.
sekuran-kurangnya 3(tiga) meter. Perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan jalur Pipa Penyalur
(2) Pipa Transmisi Minyak di daratan yang diperasikan dengan tekanan yang dapat menimbulkan tegangan (3) Pengusaha wajib menyimpan, data dan informasi yang berkaitan dengan kebocoran, perbaikan, survey
melingkar lebih kecil dari dari 20% (duapuluh persen) KUMS, wajib disediakan jarak yang cukup untuk kepentingan kebocoran,data inpeksi dan atu patroli atas Pipa Penyalur, kondisi pipa pecah dan data lain yang diperlukan
pemeliharaan pipa. Pasal 23 :(1) Pengusaha wajib mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi dan atau menjaga
(3) Pengusahaan wajib membuat konstruksi khusus pada perlintasan Pipa Transmisi Minyak dengan jalan raya, rel keselamatan orang dan atu barang, dalam hal terjadi kebocoran, kebakaran dan atau ledakan, yang
kereta api dan sungai serta wajib menyediakan peralatan pencegah pencemaran lingkungan. mengakibatkan tumpahan minyak atau gas bumi
Pasal 12 (2) Keadaan sebagaimana termaksud pada ayat (1) yang dapat menimbulkan bahaya atau mengakibatkan
(1) Peralatan pendukung yang dipasang pada Pipa Penyalur antara lain meliputi keterangan utama atau cabang, kehilangan jiwa dan harta, wajib dilaporkan kepada Kepala Pelaksana Inpeksi Tambang dan Pemerintah Daerah
stasiumn pengirim atau penerima pig, stasiun pengatur aliran atau tekanan, stasiun penghubung atau pembagi setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sejak diketahuinya keadaan
aliran dan stasiun kompresor atau pompa, wajib dilengkapi dengan pelindung dan tau pagar pengaman. dimaksud.
(2) Pada peralatan pendukung Pipa transm,isi Gas yang bertekanan lebih dari 16 (enam belas) bar, dilarang BAB IV TINDAKAN PENCEGAHAN BAHAYA
mendirikan bangunan, meletakkan barang-barang ataupun menanam tanaman kerasas dalam jarak sekurang-
kurangnya 20 (duapuluh) meter dari sisi luar peralatan. Pasal 24: (1) Pengusaha wajib memasang dan memelihara marka dan rambu, peringatan dan atau tanda batas
(3) Pada peralatan pendukung Pipa Induk yang bertekanan sampai 16 (enam belas) bar, dilarang mendirikan yang jelas dan mudah dilihat.
bangunan, meletakkan barang-barang, menanam tanaman keras dalam jarak sekurang-kurangnya 6 (enam) meter (2) Marka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipasang pada tiap jarak 100 (seratus) meter dan rambu dipasang
dari sisi luar peralan. setiap 500 ((lima ratus) meter.
Pasal 13 (3) Pada daerah yang terdapat atau padat hunian atau lalu lintas orang dan atau barang, jarak sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat diperpendek sesuai kebutuhan.
(1) Pipa Penyalur yang digelar melintasi sungai atau saluran irigasi wajib ditanam dengan kedalaman sekurang-
kurangnya 2 (dua) meter di bawah dasar normalisasi sungai atau saluran irigasi.

12
(4) Marka atau rambu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa tulisan yang jelas dalam hurup capital dan Penyusunan Dokumen Amdal adalah kegiatan menuangkan kajian dampak lingkungan ke dalam dokumen Amdal
berbunyi “DILARANG,PERINGATAN, AWAS, BERBAHAYA, LINTASAN SAALURAN PIPA GAS” dan memuat nama yang dilakukan oleh Pemrakarsa.
perusahaan dengan alamat dan nomor teleepon, diletakkan pada ketinggian yang cukup dan mudah dilihat.

Pasal 25: Gas bumi yang disalurkan melalui pipa Induk, wajib diberi pembau yang khusus dibuat untuk itu, dengan
ketentuan tidak mengurangi mutu gas bumi, tidak merusak pipa dan tidak mencemari lingkungan.

KLASIFIKASI LOKASI PENGGELARAN PIPA TRANSMISI MINYAK, PIPA TRANSMISSI GAS, DAN PIPA INDUK

PENYUSUNAN DOKUMEN AMDAL


Pasal 4: Dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a terdiri atas dokumen: a. Kerangka
Acuan; b. Andal; dan c. RKL-RPL.
Pasal 5: (1) Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a memuat: a. pendahuluan; b.
pelingkupan; c. metode studi; d. daftar pustaka; dan e. lampiran.
Pasal 6 :(1) Andal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b memuat: a. pendahuluan; b. deskripsi rinci rona
lingkungan hidup awal; c. prakiraan dampak penting; d. evaluasi secara holistik terhadap dampak lingkungan; e.
daftar pustaka;dan f. lampiran.
Pasal 7 (1): RKL-RPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c memuat: a. pendahuluan; b. rencana
pengelolaan lingkungan hidup; c. rencana pemantauan lingkungan hidup; d. jumlah dan jenis izin perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup yang dibutuhkan; e. pernyataan komitmen pemrakarsa untuk melaksanakan
ketentuan yang tercantum dalam RKL-RPL; f. daftar pustaka; dan g. lampiran.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Andal adalah telaahan secara cermat dan mendalam
tentang dampak penting suatu rencana Usaha dan/atau kegiatan.
5. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup,yang selanjutnya disebut RKL adalah upaya penanganan dampak
terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan
6. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut RPL adalah upaya pemantauan komponen
lingkungan hidup yang terkena dampak akibat rencana Usaha dan/atau kegiatan

13
manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara; g. dikerjakan
APD bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun, bandar udara dan gudang; h. dilakukan
penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air; i. dilakukan pekerjaan pada ketinggian di atas
permukaan tanah atau perairan; j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda,
NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting; l. dilakukan pekerjaan dalam ruang terbatas tangki, sumur
TENTANG atau lubang; m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, gas, hembusan angin, cuaca,
ALAT PELINDUNG DIRI sinar atau radiasi, suara atau getaran; n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah; o.
dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan telekomunikasi radio, radar, televisi, atau telepon; p.
Menetapkan : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset yang menggunakan alat teknis; q.
Pasal 1 1. Alat Pelindung Diri selanjutnya disingkat APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air; dan r.
melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat diselenggarakan rekreasi yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
kerja. (2) Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan atau Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat mewajibkan
2. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. penggunaan APD di tempat kerja selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3 Pengusaha adalah: a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan Pasal 5 Pengusaha atau Pengurus wajib mengumumkan secara tertulis dan memasang ramburambu mengenai
milik sendiri; kewajiban penggunaan APD di tempat kerja.
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan Pasal 6 (1) Pekerja/buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja wajib memakai atau menggunakan APD
bukan miliknya; sesuai dengan potensi bahaya dan risiko.
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan (2) Pekerja/buruh berhak menyatakan keberatan untuk melakukan pekerjaan apabila APD yang disediakan tidak
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. memenuhi ketentuan dan persyaratan.
4. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang Pasal 7 (1) Pengusaha atau Pengurus wajib melaksanakan manajemen APD di tempat kerja.
berdiri sendiri. (2) Manajemen APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. identifikasi kebutuhan dan syarat APD; b.
5. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, di mana tenaga pemilihan APD yang sesuai dengan jenis bahaya dan kebutuhan/kenyamanan pekerja/buruh; c. pelatihan; d.
kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber penggunaan, perawatan, dan penyimpanan; e. penatalaksanaan pembuangan atau pemusnahan; f. pembinaan; g.
atau sumber-sumber bahaya, termasuk semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan inspeksi; dan h. evaluasi dan pelaporan.
bagian atau berhubungan dengan tempat kerja. Pasal 8 (1) APD yang rusak, retak atau tidak dapat berfungsi dengan baik harus dibuang dan/atau dimusnahkan.
6. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut Pengawas Ketenagakerjaan adalah Pegawai (2) APD yang habis masa pakainya/kadaluarsa serta mengandung bahan berbahaya, harus dimusnahkan sesuai
Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan dalam Jabatan Fungsional Pengawas Ketenagakerjaan sesuai dengan dengan peraturan perundangan-undangan.
ketentuan peraturan perundang-undangan. 7. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah tenaga teknis (3) Pemusnahan APD yang mengandung bahan berbahaya harus dilengkapi dengan berita acara pemusnahan.
berkeahlian khusus dari luar Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang ditunjuk oleh Menteri. Pasal 9 Pengusaha atau pengurus yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 4,
Pasal 2 (1) Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh di tempat kerja. dan Pasal 5 dapat dikenakan sanksi sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970.
(2) APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar Pasal 10 Pengawasan terhadap ditaatinya Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan.
yang berlaku. Pasal 11 Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri ini diundangkan dengan penempatan dalam Berita
(3) APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberikan oleh pengusaha secara cuma-cuma. Negara Republik Indonesia.
Pasal 3 (1) APD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi: a. pelindung kepala; b. pelindung mata dan muka;
c. pelindung telinga; d. pelindung pernapasan beserta perlengkapannya; e. pelindung tangan; dan/atau f.
pelindung kaki.
(2) Selain APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk APD: a. pakaian pelindung; b. alat pelindung jatuh
perorangan; dan/atau c. pelampung.
(3) Jenis dan fungsi APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran Peraturan
Menteri ini.
Pasal 4 (1) APD wajib digunakan di tempat kerja di mana: a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin,
pesawat, alat perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran
atau peledakan; b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau
barang yang dapat meledak, mudah terbakar, korosif, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi atau bersuhu
rendah; c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung
atau bangunan lainnya termasuk bangunan perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya
atau di mana dilakukan pekerjaan persiapan; d. dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan,
pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan; e.
dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan batu-batuan, gas, minyak, panas bumi, atau mineral lainnya, baik
di permukaan, di dalam bumi maupun di dasar perairan; f. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau
14
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR: PER.05/MEN/1996 BAB III PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Pasal 3 (1) Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau
MENTERI TENAGA KERJA mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses bahan produksi yang dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib
MEMUTUSKAN: menerapkan Sistem Manajemen K3.
Menetapkan : PERATURAN MENTERI TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (2) Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaksanakan oleh Pengurus, Pengusaha
dan seluruh tenaga kerja sebagai satu kesatuan.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: Pasal 4 (1) Dalam penerapan Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, Perusahaan wajib
1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut Sistem Manajemen K3 adalah melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung a. Menetapkan kebijaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin komitmen terhadap penerapan
jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, Sistem Manajemen K3. b. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan keselamatan dan
pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka kesehatan kerja;
pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan c. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan mengembangkan kemampuan
produktif; dan mekanisme pendukung yang diperlukan mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan
2. Tempat kerja adalah setiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja. d. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta melakukan
kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber perbaikan dan pencegahan; e. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen K3
atau sumber-sumber bahaya baik di darat, di dalam tanah, permukaan air, di dalam air, di udara yang berada di secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.
dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia; (2) Pedoman penerapan Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud ayat (1) sebagaimana tercantum dalam
3. Audit adalah pemeriksaan secara sistematik dan independen, untuk menentukan suatu kegiatan dan hasil-hasil lampiran I Peraturan Menteri ini.
yang berkaitan sesuai dengan pengaturan yang direncanakan, dan dilaksanakan secara efektif dan cocok untuk
mencapai kebijakan dan tujuan perusahaan; BAB IV AUDIT SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
4. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang mempekerjakan pekerja dengan tujuan mencari laba atau tidak, Pasal 5 (1) Untuk pembuktian penerapan Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud pasal 4 perusahaan dapat
baik milik swasta maupun milik negara; melakukan audit melalui badan audit yang ditunjuk oleh Menteri.
5. Direktur ialah pejabat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1970; (2) Audit Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi unsurunsur sebagai berikut:
6. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan adalah pegawai teknik berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja a. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen; b. Strategi pendokumentasian; c. Peninjauan ulang desain dan
yang ditunjuk oleh Menteri; kontrak; d. Pengendalian dokumen; e. Pembelian; f. Keamanan bekerja berdasarkan Sistem Manajemen K3; g.
7. Pengusaha adalah: Standar Pemantauan; h. Pelaporan dan perbaikan kekurangan; i. Pengelolaan material dan pemindahannya; j.
a. Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu Pengumpulan dan penggunaan data; k. Pemeriksaan sistem manajemen; l. Pengembangan keterampilan dan
mempergunakan tempat kerja; b. Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha kemampuan;
bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja; c. Orang atau badan hukum yang di (3) Perubahan atau penambahan sesuai perkembangan unsur-unsur sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur oleh
Indonesia mewakili orang atau badan hukum bermaksud pada huruf a dan b jikalau yang diwakili berkedudukan Menteri.
di luar Indonesia. (4) Pedoman teknis audit sistem manajemen K3 sebagimana dimasud dalam ayat (2) sebagaimana tercantum
8. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung tempat kerja atau lapangan yang berdiri dalam lampiran II Peraturan Menteri ini.
sendiri;
9. Tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja BAB V KEWENANGAN DIREKTUR
guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat; Pasal 6 Direktur berwenang menetapkan perusahaan yang dinilai wajib untuk diaudit berdasarkan pertimbangan
10. Laporan Audit adalah hasil audit yang dilakukan oleh Badan Audit yang berisi fakta yang ditemukan pada saat tingkat resiko bahaya.
pelaksanaan audit di tempat kerja sebagai dasar untuk menerbitkan sertifikat pencapaian kinerja Sistem
Manajemen K3; BAB VI MEKANISME PELAKSANAAN AUDIT
11. Sertifikat adalah bukti pengakuan tingkat pemenuhan penerapan peraturan perundangan Sistem Manajemen Pasal 7 (1) Audit Sistem Manajemen K3 dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dalam tiga tahun.
K3; (2) Untuk pelaskanaan audit Badan Audit harus:
12. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan. a. Membuat rencana tahunan audit. b. Menyampaikan rencana tahunan audit kepada Menteri atau Pejabat yang
ditunjuk, pengurus tempat kerja yang akan diaudit dan Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat. c.
BAB II TUJUAN DAN SASARAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Mengadakan koordinasi dengan Kantor Wilayah Depatermen Tenaga Kerja setempat.
Pasal 2 Tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3 adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan (3) Pengurus tempat kerja yang akan diaudit wajib menyediakan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk
kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang pelaksanaan audit sistem manajemen K3.
terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Pasal 8 (1) Badan audit wajb menyampaikan laporan audit lengkap kepada Direktur dengan tembusan yang
disampaikan kepada pengurus tempat kerja yang diaudit.

15
(2) Laporan audit lengkap sebagaimana dimaksud ayat (1) menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam e. Meninjau sebab dan akibat kejadian yang membahayakan, kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian
lampiran III Peraturan Mentei ini. sebelumnya yang berkaitan dengan K3. f. Menilai efisiensi dan efektifitas sumberdaya yang disediakan.
(3) Setelah menerima laporan Audit Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud ayat (2), Direktur melakukan Hasil peninjauan awal K3 merupakan bahan masukan dalam perencanaan dan pengembangan SMK3.
evaluasi dan penilaian.
(4) Berdasarkan hasil evaluasi dan penilaian tersebut pada ayat (3) Direktur melakukan halhal sebagai berikut: 1.3. Kebijakan K3
a. Memberikan sertifikat dan bendera penghargaan sesuai dengan tingkat pencapaiannya atau Kebijakan K3 adalah suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh pengusaha dan atau pengurus yang
b. Menginstruksikan kepada Pegawai Pengawas untuk mengambil tindakan apabila berdasarkan hasil audit memuat keseluruhan visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan K3, kerangka dan program
ditemukan adanya pelanggaran atas peraturan perundangan. kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan atau operasional.
Kebijakan K3 dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang kemudian harus
BAB VII SERTIFIKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA dijelaskan dan disebarluaskan kepada semua tenaga kerja, pemasok dan pelanggan. Kebijakan K3 bersifat dinamik
Pasal 9 (1) Sertifikat sebagaimana dimaksud pasal 8 ayat (4) huruf a, ditandatangani oleh Menteri dan berlaku dan selalu ditinjau ulang dalam rangka peningkatan kinerja K3.
untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun.
(2) Jenis sertifikat dan bendera penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagaimana tercantum 2. PERENCANAAN
dalam lampiran IV Peraturan Menteri ini. Perusahaan harus membuat perencanaan yang efektif guna mencapai keberhasilan penerapan dan kegiatan SMK3
dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan harus memuat tujuan, sasaran dan indikator kinerja
BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN yang diterapkan dengan mempertimbangkan identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian resiko
Pasal 10 Pembinaan dan pengawasan terhadap penerapan Sistem Manajemen K3 dilakukan oleh Menteri atau sesuai dengan persyaratan perundangan yang berlaku serta hasil pelaksanaan tinjauan awal terhadap K3.
pejabat yang ditunjuk.
2.1. Perencanaan Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko
BAB IX PEMBIAYAAN Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko dari kegiatan, produk barang dan jasa harus
Pasal 11 Biaya pelaksanaan audit Sistem Manajemen K3 dibebankan kepada perusahaan yang diaudit. dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana untuk memenuhi kebijakan K3. Untuk itu harus ditetapkan dan
dipelihara prosedurnya.
BAB X KETENTUAN PENUTUP
Pasal 12 Peraturan Meneteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. 2.2. Peraturan Perundangan dan Persyaratan Lainnya
Perusahaan harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk inventiarisasi, identifikasi dan pemahaman
peraturan perundangan dan persyaratan lainnya yang berkaitan dengan K3 sesuai dengan kegiatan perusahaan
LAMPIRAN I: PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA Nomor : PER.05/MEN/1996 Tanggal : 12 Desember 1996 yang bersangkutan. Pengurus harus menjelaskan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya kepada setiap
PEDOMAN PENERAPAN DAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA tenaga kerja.

1. KOMITMEN DAN KEBIJAKAN 2.3. Tujuan dan Sasaran


1.1. Kepemimpinan dan Komitmen Tujuan dan sasaran kebijakan K3 yang diterapkan oleh perusahaan sekurang-kurangnya harus memenuhi
Pengurus harus menunjukkan kepemimpinan dan komitmen terhadap K3 dengan menyediakan sumberdaya dan kualifikasi:
memadai. Pengusaha dan pengurus perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap K3 yang diwujudkan a. Dapat diukur b. Satuan/indikator pengukuran c. Sasaran pencapaian d. Jangka waktu pencapaian
dalam: Penetapan tujuan dan sasaran kebijakan K3 harus dikonsultasikan dengan wakil tenaga kerja, Ahli K3, P2K3 dan
a. Menempatkan organisasi K3 pada posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan. b. Menyediakan pihak-pihak lain yang terkait. Tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan ditinjau kembali secara teratur sesuai
anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana lain yang diperlukan di bidang K3. c. Menempatkan dengan perkembangannya.
personel yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan kewajiban yang jelas dalam penanganan K3. d.
Perencanaan K3 yang terkoordinasi. e. Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan K3. 2.4. Indikator Kinerja
Komitmen dan kebijakan tersebut pada butir a sampai dengan e diadakan peninjauan ulang secara teratur. Dalam menetapkan tujuan dan sasaran kebijakan K3 perusahaan harus menggunakan indikator kinerja yang dapat
Setiap tingkat pimpinan dalam perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap K3 sehingga penerpanan diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian
SMK3 berhasil diterapkan dan dikembangkan. SMK3.
Setiap tenaga kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja harus berperan serta dalam menjaga dan
mengendalikan pelaksanaan K3. 2.5. Perencanaan Awal dan Perencanaan Kegiatan yang sedang Berlangsung
Penerapan awal SMK3 yang berhasil memerlukan rencana yang dapat dikembangkan secara berkelanjutan, dan
1.2. Tinjauan Awal K3 (Initial Review) dengan jelas menetapkan tujuan serta sasaran SMK3 yang dapat dicapai dengan:
Peninjauan awal kondisi keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan saat ini dilakukan dengan: a. Menetapkan sistem pertanggungjawaban dalam pencapaian tujuan dan sasaran sesuai dengan fungsi dan
a. Identifikasi kondisi yang ada dibandingkan dengan ketentuan Pedoman ini. b. Identifikasi sumber bahaya yang tingkat manajemen perusahaan yang bersangkutan. b. Menetapkan sasaran dan jangka waktu untuk pencapaian
berkaitan dengan kegiatan perusahaan. c. Penilaian tingkat pengetahuan, pemenuhan peraturan perundangan tujuan dan sasaran.
dan standar keselamatan dan kesehatan kerja. d. Membandingkan penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor
lain yang lebih baik. 3. PENERAPAN

16
Dalam mencapai tujuan K3 perusahaan harus menunjuk personel yang mempunyai kualifikasi yang sesuai dengan Penerapan dan pengembangan SMK3 yang efektif ditentukan oleh kompetensi kerja dan pelatihan dari setiap
sistem yang diterapkan. tenaga kerja di perusahaan. Pelatihan merupakan salah satu alat penting dalam menjamin kompetnsi kerja yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan K3. Prosedur untuk melakukan identifikasi standar kompetensi kerja dan
3.1. Jaminan Kemampuan penerapannya melalui program pelatihan harus tersedia.
3.1.1. Sumberdaya Manusia, Sarana dan Dana Standar kompetensi kerja K3 dapat dikembangkan dengan:
Perusahaan harus menyediakan personel yang memiliki kualifikasi, sarana dan dana yang memadai sesuai SMK3 a. Menggunakan standar kompetensi kerja yang ada b. Memeriksa uraian tugas dan jabatan c. Menganalisa tugas
yang diterapkan. kerja d. Menganalisa hasil inspeksi dan audit e. Meninjau ulang laporan insiden
Dalam menyediakan sumberdaya tersebut perusahaan harus membuat prosedur yang dapat memantau manfaat Setelah penilaian kemampuan gambaran kompetensi kerja yang dibutuhkan dilaksanakan, program pelatihan
yang akan didapat maupun biaya yang harus dikeluarkan. harus dikembangkan sesuai dengan hasil penilaiannya. Prosedur pendokumentasian pelatihan yang telah
Dalam penerapan SMK3 yang efektif perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: dilaksanakan dan dievaluasi efektivitasnya harus ditetapkan. Kompetensi kerja harus diintegrasikan ke dalam
a. Menyediakan sumberdaya yang memadai sesuai dengan ukuran dan kebutuhan. rangkaian kegiatan perusahaan mulai dari penerimaan, seleksi dan penilaian kinerja tenaga kerja serta pelatihan.
b. Melakukan identifikasi kompetensi kerja yang diperlukan pada setiap tingkatan manajemen perusahaan dan
menyelenggarakan setiap pelatihan yang dibutuhkan. c. Membuat ketentuan untuk mengkonsumsikan informasi 3.2. Kegiatan Pendukung
K3 secara efektif. d. Membuat peraturan untuk mendapatkan pendapat dan saran dari para ahli. e. Membuat 3.2.1. Komunikasi
peraturan untuk pelaksanaan konsultasi dan keterlibatan tenaga kerja secara aktif. Komunikasi dua arah yang efektif dan pelaporan rutin merupakan sumber penting dalam penerpan SMK3.
Penyediaan informasi yang sesuai bagi tenaga kerja dan semua pihak yang terkait dapat digunakan untuk
3.1.2. Integrasi memotivasi dan mendorong penerimaan serta pemahaman umum dalam upaya perusahaan untuk meningkatkan
Perusahaan dapat mengintegrasikan SMK3 dalam sistem manajemen perusahaan yang ada. Dalam hal kinerja K3.
pengintegrasian tersebut dapat pertentangan dengan tujuan dan prioritas perusahaan, maka: Perusahaan harus mempunyai prosedur untuk menjamin bahwa informasi K3 terbaru dikomunikasikan ke semua
a. Tujuan dan prioritas SMK3 harus diutamakan. b. Penyatuan SMK3 dengan sistem manajemen perusahaan pihak dalam perusahaan. Ketentuan dalam prosedur tersebut harus dapat menjamin pemenuhan kebutuhan
dilakukan secara selaras dan seimbang. untuk:
a. Mengkomunikasikan hasil dari sistem manajemen, pemantauan, audit dan tinjauan ulang manajemen pada
3.1.3. Tanggung Jawab dan Tanggungj Gugat semua pihak dalam perusahaan yang bertanggungjawab dan memiliki andil dalam kinerja perusahaan. b.
Peningkatan K3 akan efektif apabila semua pihak dalam perusahaan didorong untuk berperan serta dalam Melakukan identifikasi dan menerima informasi K3 yang terkait dari luar perusahaan. c. Menjamin bahwa
penerapan dan pengembangan SMK3 serta memiliki budaya perusahaan yang mendukung dan memberikan informasi yang terkait dikomunikasikan kepada orang-orang di luar perusahaan yang membutuhkannya.
kontribusi bagi SMK3.
Perusahaan harus: 3.2.2. Pelaporan
a. Menentukan, menunjuk, mendokumentasikan dan mengkomunikasikan tanggung jawab dan tanggung gugat Prosedur pelaporan informasi yang terkait dan tepat waktu harus ditetapkan untuk menjamin bahwa SMK3
K3 dan wewenang untuk bertindak dan menjelaskan hubungan pelaporan untuk semua tingkatan manajemen, dipantau dan kinerjanya ditingkatkan.
tenaga kerja, kontraktor dan subkontraktor dan pengunjung. b. Mempunyai prosedur untuk memantau dan Prosedur pelaporan internal perlu ditetapkan untuk menangani:
mengkomunikasikan setiap perubahan tanggung jawab dan tanggung gugat yang berpengaruh terhadap sistem a. Pelaporan terjadinya insiden b. Pelaporan ketidaksesuaian c. Pelaporan kinerja K3 d. Pelaporan identifikasi
dan program K3. c. Dapat memberikan reaksi secara cepat dan tepat terhadap kondisi yang menyimpang atau sumber bahaya
kejadian-kejadian lainnya. Prosedur pelaporan eksternal perlu ditetapkan untuk menangan:
Tanggung jawab pengurus terhadap K3 adalah: a. Pelaporan yang dipersyaratkan peraturan perundangan b. Pelaporan kepada pemegang saham
a. Pimpinan yang ditunjuk untuk bertanggung jawab harus memastikan bahwa SMK3 telah diterapkan dan hasilnya
sesuai dengan yang diharapkan oleh setiap lokasi dan jenis kegiatan dalam perusahaan. b. Pengurus harus 3.2.3 Pendokumentasian
mengenali kemampuan tenaga kerja sebagai sumberdaya yang berharga yang dapat ditunjuk untuk menerima Pendokumentasian merupakan unsur utama dari setiap sistem manajemen dan harus dibuat sesuai dengan
pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dalam menerapkan dan mengembangkan SMK3. kebutuhan perusahaan. Proses dan prosedur kegiatan perusahaan harus ditentukan dan didokumentasikan serta
diperbaharui apabila diperlukan. Perusahaan harus dengan jelas menentukan jenis dokumen dan
3.1.4. Konsultasi, Motivasi dan Kesadaran pengendaliannya yang efektif.
Pengurus harus menunjukkan komitmennya terhadap K3 melalui konsultasi dan dengan melibatkan tenaga kerja Pendokumentasian SMK3 mendukung kesadaran tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan keselamatan dan
maupun pihak lain yang terkait dalam penerapan, pengembangan dan pemeliharaan SMK3, sehingga semua pihak kesehatan kerja dan evaluasi terhadap sistem dan kinerja K3.
merasa ikut memiliki dan merasakan hasilnya. Bobot dan mutu pendokumentasian ditentukan oleh kompleksitas kegiatan perusahaan. Apabila unsur SMK3
Tenaga kerja harus memahami serta mendukung tujuan dan sasaran SMK3, dan perlu disadarkan terhadap bahaya terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan secara menyeluruh, maka pendokumentasian SMK3 harus
fisik, kimia, ergonomik, radiasi, biologis dan psikologis yang mungkin dapat menciderai dan melukai tenaga kerja diintegrasikan dalam keseluruhan dokumentasi yang ada.
pada saat bekerja serta harus memahami sumber bahaya tersebut sehingga dapat mengenali dan mencegah Perusahaan harus mengatur dan memelihara kumpulan ringkasan pendokumentasian untuk:
tindakan yang mengarah terjadinya insiden. a. Menyatukan secara sistematik kebijakan, tujuan dan sasaran K3. b. Menguraikan sarana pencapaian tujuan dan
sasaran K3. c. Mendokumentasikan peranan, tanggung jawab dan prosedur. d. Memberikan arahan mengenai
3.1.5. Pelatihan dan Kompetensi Kerja dokumen yang terkait dan menguraikan unsur-unsur lain dari sistem manajemen perusahaan. e. Menunjukkan
bahwa unsur-unsur SMK3 yang sesuai untuk perusahaan telah diterapkan.

17
3.3.5 Pengendalian Administratif
Prosedur dan instruksi kerja yang terdokumentasi pada saat dibuat harus mempertimbangkan aspek K3 pada
3.2.4. Pengendalian Dokumen setiap tahapan. Rancangan dan tinjauan ulang prosedur hanya dapat dibuat oleh personel yang memeiliki
Perusahaan harus menjamin bahwa: kompetensi kerja dengan melibatkan para pelaksana. Personel harus dilatih agar memiliki kompetensi kerja dalam
a. Dokumen dapat diidentifikasi sesuai dengan uraian tugas dan tanggung jawab diperusahaan. b. Dokumen menggunakan prosedur. Prosedur harus ditinjau ulang secara berkala terutama jika terjadi perubahan peralatan,
ditinjau ulang secara berkala dan, jika diperlukan dapat direvisi. c. Dokumen sebelum diterbitkan harus lebih prosed atau bahan baku yang digunakan.
dahulu disetujui oleh personel yang berwenang. d. Dokumen versi terbaru harus tersedia di tempat kerja yang
dianggap perlu. e. Demua dokumen yang telah usang harus segera disingkirkan. f. Dokumen mudah ditemukan, 3.3.6 Tinjauan Ulang Kontrak
bermanfaat dan mudah dipahami. Pengadaan barang dan jasa melalui kontrak harus ditinjau ulang untuk menjamin kemampuan perusahaan dalam
memenuhi persyaratan K3 yang ditentukan.
3.2.5. Pencatatan dan Manajemen Informasi
Pencatatan merupakan sarana bagi perusahaan untuk menunjukkan kesesuaian penerapan SMK3 dan harus 3.3.7 Pembelian
mencakup: Sistem pembelian barang dan jasa termasuk didalamnya prosedur pemeliharaan barang dan jasa harus
a. Persyaratan eksternal/peraturan perundangan dan internal/indikator kinerja K3. b. Izin kerja. c. Resiko dan terintegrasi dalam strategi penanganan pencegahan resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sistem
sumber bahaya yang meliputi keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat kerja, serta peralatan lainnya bahan- pembelian harus menjamin agar produk barang dan jasa serta mitra kerja perusahaan memenuhi persyaratan K3.
bahan dan sebagainya, lingkungan kerja, sifat pekerjaan, cara kerja dan proses produksi. d. Kegiatan pelatihan K3. Pada saat barang dan jasa diterima di tempat kerja, perusahaan harus menjelaskan kepada semua pihak yang akan
e. Kegiatan inspeksi, kalibrasi dan pemeliharaan. f. Pemantauan data. g. Rincian insiden, keluhan dan tindak lanjut. menggunakan barang dan jasa tersebut mengenai identifikasi, penilaian dan pengendalian resiko kecelakaan dan
h. Identifikasi produk termasuk komposisinya. i. Informasi mengenai pemasok dan kontraktor. j. Audit dan penyakit akibat kerja.
peninjauan ulang SMK3
3.3.8 Prosedur Menghadapi Keadaan Darurat atau Bencana
3.3. Identifikasi Sumber Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko Perusahaan harus memiliki prosedur untuk menghadapi keadaan darurat atau bencana, yang diuji secara berkala
3.3.1. Identifikasi Sumber Bahaya untuk mengetahui keadaan pada saat kejadian yang sebenarnya.
Identifikasi sumber bahaya dilakukan dengan mempertimbangkan: Pengujian prosedur secara berkala tersebut dilakukan oleh personel yang memiliki kompetensi kerja, dan untuk
a. Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya. b. Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja instalasi yang mempunyai bahan besar harus dikoordinaksikan dengan instansi terkait yang berwenang.
yang mungkin dapat terjadi.
3.3.9 Prosedur Menghadapi Insiden
3.3.2. Penilaian Resiko Untuk mengurangi pengaruh yang mungkin timbul akibat insiden perusahaan harus memiliki prosedur yang
Penilaian resiko adalah proses untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat resiko kecelakaan atau meliputi:
penyakit akibat kerja. a. Penyediaan fasilitas P3K dengan jumlah yang cukup dan sesuai sampai mendapatkan pertolongan medik. b.
Proses perawatan lanjutan.

3.3.3. Tindakan Pengendalian 3.3.10 Prosedur Rencana Pemulihan Keadaan Darurat


Perusahaan harus merencanakan manajemen dan pengendalian kegiatan-kegiatan, produk barang dan jasa yang Perusahaan harus membuat prosedur rencana pemulihan keadaan darurat untuk secara cepat mengembalikan
dapat menimbulkan resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan mendokumentasikan dan pada kondisi yang normal dan membantu pemulihan tenaga kerja yang mengalami trauma.
menerapkan kebijakan standar bagi tempat kerja, perancangan pabrik dan bahan, prosedur dan instruksi kerja
untuk mengatur dan mengendalian kegiatan produk barang dan jasa. 4. PENGUKURAN DAN EVALUASI
Pengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan melalui metode: Perusahaan harus memiliki sistem untuk mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja SMK3 dan hasilnya harus
a. Pengendalian, teknis/rekayasa yang meliputi eliminasi, substitusi, isolasi, ventilasi, higiene dan sanitasi. b. dianalisis guna menentukan keberhasilan atau untuk melakukan identifikasi tindakan perbaikan.
Pendidikan dan pelatihan. c. Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus, insentif,
penghargaan dan motivasi diri. d. Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan insiden dan etiologi. e. Penegakan 4.1 Inspeksi dan Pengujian
hukum. Perusahaan harus menetapkan dan memelihara prosedur inspeksi, pengujian dan pemantauan yang berkaitan
dengan tujuan dan sasaran K3. Frekuensi inspeksi dan pengujian harus sesuai dengan obyeknya.
3.3.4. Perancangan (Design) dan Rekayasa Prosedur inspeksi, pengujian dan pemantauan secara umum meliputi:
Pengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dalam proses rekayasa harus dimulai sejak tahap a. Personel yang terlibat harus mempunyai pengalaman dan keahlian yang cukup. b. Catatan inspeksi, pengujian
perancangan dan perencanaan. dan pemantauan yang sedang berlangsung harus dipelihara dan tersedia bagi manajemen, tenaga kerja dan
Setiap tahap dari siklus perancangan meliputi pengembangan, verifikasi tinjauan ulang, validasi dan penyesuaian kontraktor kerja yang terkait. c. Peralatan dan metode pengujian yang memadai harus digunakan untuk menjamin
harus dikaitkan dengan identifikasi sumber bahaya, prosedur penilaian dan pengendalian resiko kecelakaan dan telah dipenuhinya standar K3. d. Tindakan perbaikah harus dilakukan segera pada saat ditemukan ketidaksesuaian
penyakit akibat kerja. Personel yang memiliki kompetensi kerja harus ditentukan dan diberi wewenang dan terhadap persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja dari hasil inspeksi, pengujian dan pemantauan. e.
tanggung jawab yang jelas untuk melakukan verifikasi persyaratan SMK3. Penyelidikan yang memadai harus dilaksanakan untuk menemukan inti permasalahan dari suatu insiden. f. Hasil
temuan harus dianalisis dan ditinjau ulang.

18
1.2.1 Tanggung jawab dan wewenang untuk mengambil tindakan dan melaporkan kepada semua personil yang
4.2 Audit SMK3 terkait dalam perusahaan yang telah ditetapkan harus disebarluaskan dan didokumentasikan.
Audit SMK3 harus dilakukan secara berkala untuk mengetahui keefektifan penerapan SMK3. Audit harus 1.2.2 Penunjukan penanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja harus sesuai peraturan perundangan.
dilaksanakan secara sistematika dan independen oleh personel yang memiliki kompetensi kerja dengan 1.2.3 Pimpinan unit kerja dalam suatu perusahaan bertanggung jawab atas kinerja keselamatan dan kesehatan
menggunakan metodologi yang sudah ditetapkan. Frekuensi audit harus ditentukan berdasarkan tinjauan ulang kerja pada unit kerjanya.
hasil audit sebelumnya dan bukti sumber bahaya yang didapatkan di tempat kerja. Hasil audit harus digunakan 1.2.4 Perusahaan mendapatkan saran-saran dari ahli dibidang keselamatan dan kesehatan kerja yang berasal dari
oleh pengururs dalam proses tinjauan ulang manajemen. dalam maupun luar perusahaan.
1.2.5 Petugas yang bertanggung jawab menangani keadaan darurat mendapatkan latihan dan diberi tanda
4.3 Tindakan Perbaikan dan Pencegahan pengenal agar diketahui oleh seluruh orang yang ada di perusahaan.
Semua hasil temuan dari pelaksanaan pemantauan, audit dan tinjauan ulang SMK3 harus didokumentasikan dan 1.2.6 Kinerja keselamatan dan kesehatan kerja dimasukkan dalam laporan tahunan perusahaan atau laporan lain
digunakan untuk identifikasi tindakan perbaikan dan pencegahan serta pihak manajemen menjadi pelaksanaannya yang setingkat.
secara sistematik dan efektif. 1.2.7 Pimpinan unit kerja diberi informasi tentang tanggung jawab mereka terhadap tenaga kerja kontraktor dan
orang lain yang memasuki tempat kerja.
5. TINJAUAN ULANG DAN PENINGKATAN OLEH PIHAK MANAJEMEN 1.2.8 Tanggung jawab untuk memelihara dan mendistribusikan informasi terbaru mengenai peraturan
Pimpinan yang ditunjuk harus melaksanakan tinjauan ulang SMK3 secara berkala untuk menjamin kesesuaian dan perundangan keselamatan dan kesehatan kerja telah ditetapkan.
keefektifan yang berkesinambungan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3. 1.2.9 Pengurus bertanggung jawab secara penuh untuk menjamin sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
Ruang lingkup tinjauan ulang SMK3 harus dapat mengatasi implikasi K3 kerja terhadap seluruh kegiatan, produk kerja dilaksanakan.
barang dan jasa termasuk dampaknya terhadap kinerja perusahaan.
Tinjauan ulang SMK3 harus meliputi: 1.3 Tinjauan Ulang dan Evaluasi
a. Evaluasi terhadap penerapan kebijakan K3. 1.3.1 Pengurus harus meninjau ulang pelaksanaan Sistem Manajemen K3 secara berkala untuk menilai kesesuaian
b. Tujuan, sasaran dan kinerja K3. c. Hasil temuan audit SMK3. d. Evaluasi efektifitas penerapan SMK3 dan dan efektifitas Sistem Manajemen K3.
kebutuhan untuk mengubah SMK3 sesuai dengan: 1.3.2 Apabila memungkinkan, hasil tinjauan ulang dimasukkan dalam perencanaan tindakan manajemen.
1). Perubahan peraturan perundang 2). Tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar 3). Perubahan produk dan 1.3.3 Hasil peninjauan ulang dicatat dan didokumentasikan.
kegiatan perusahaan 4). Perubahan struktur organisasi perusahaan 5). Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknolog termasuk epidemologi 6). Pengalaman yang didapat dari insiden K3 7). Pelaporan 8). Umpan balik 1.4 Keterlibatan dan Konsultasi dengan Tenaga Kerja
khususnya dari tenaga kerja 1.4.1 Keterlibatan tenaga kerja dan penjadualan konsultasi dengan wakil perusahaan yang ditunjuk
didokumentasikan.
LAMPIRAN II: PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA Nomor : PER.05/MEN/1996 Tanggal : 12 Desember 1996 1.4.2 Dibuatkan prosedur yang memudahkan konsultasi mengenai perubahan-perubahan yang mempunyai
implikasi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
1.4.3 Sesuai dengan peraturan perundangan perusahaan telah membentuk P2K3.
PEDOMAN TEKNIS AUDIT SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 1.4.4 Ketua P2K3 adalah pengurus atau pimpinan puncak.
1.4.5 Sekretaris P2K3 adalah Ahli K3 sesuai dengan peraturan perundangan.
1. PEMBANGUNAN DAN PEMELIHARAAN KOMITMEN 1.4.6 P2K3 menitikberatkan kegiatan pada pengembangan kebijakan dan prosedur untuk mengendalikan resiko.
1.1 Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja 1.4.7 P2K3 mengadakan pertemuan secara teratur dan hasilnya disebarluaskan di tempat kerja.
1.1.1 Adanya kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja yang tertulis bertanggal dan secara jelas menyatakan 1.4.8 P2K3 melaporkan kegiatan secara teratur sesuai dengan peraturan perundangan.
tujuan-tujuan keselamatan dan kesehatan kerja dan komitmen perusahaan dalam memperbaiki kinerja 1.4.9 Apabila diperlukan, dilakukan pembentukan kelompok-kelompok kerja dan dipilih dari wakil-wakil tenaga
keselamatan dan kesehatan kerja. kerja yang ditunjuk sebagai penanggung jawab keselamatan dan
1.1.2 Kebijakan yang ditandatangani oleh pengusaha dan atau pengurus. kesehatan kerja di tempat kerjanya dan kepadanya diberikan pelatihan yang sesuai dengan peraturan
1.1.3 Kebijakan disusun oleh pengusaha dan atau pengurus setelah melalui proses konsultasi dengan wakil tenaga perundangan yang berlaku.
kerja. 1.4.10 Apabila kelompok-kelompok kerja telah terbentuk, maka tenaga kerja diberi informasi tentang struktur
1.1.4 Perusahaan mengkomunikasikan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja kepada seluruh tenaga kerja, kelompok-kerja tersebut.
tamu, kontraktor, pelanggan dan pemasok dengan tata cara yang tepat.
1.1.5 Apabila diperlukan, kebijakan khusus dibuat untuk masalah keselamatan dan kesehatan kerja yang bersifat 2. STRATEGI PENDOKUMENTASIAN
khusus. 2.1 Perencanaan Rencana Strategi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1.1.6 Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan kebijakan khusus lainnya ditinjau ulang secara berkala untuk 2.1.1 Petugas yang berkompeten telah mengidentifikasi dan menilai potensi bahaya dan resiko keselamatan dan
menjamin bahwa kebijakan tersebut mencerminkan dengan perubahan yang terjadi dalam peraturan kesehatan kerja yang berkaitan dengan operasi.
perundangan. 2.1.2 Perencanaan strategi keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan telah ditetapkan dan diterapkan untuk
mengendalikan potensi bahaya dan resiko keselamatan dan kesehatan kerja yang telah teridentifikasi, yang
1.2 Tanggung jawab dan Wewenang untuk Bertindak berhubungan dengan operasi.
2.1.3 Rencana khusus yang berkaitan dengan produk, proses, proyek atau tempat kerja tertentu telah dibuat.

19
2.1.4 Rencana didasarkan pada potensi bahaya dan insiden, serta catatan keselamatan dan kesehatan kerja
sebelumnya. 4.2 Perubahan dan Modifikasi Dokumen
2.1.5 Rencana tersebut menetapkan tujuan keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan yang dapat diukur, 4.2.1 Terdapat sistem untuk membuat dan menyetujui perubahan terhadap dokumen keselamatan dan kesehatan
menetapkan prioritas dan menyediakan sumberdaya. kerja.
4.2.2 Apabila memungkinkan diberikan alasan terjadinya perubahan dan tertera dalam dokumen atau
2.2 Manual Sistem Manajemen K3 lampirannya.
2.2.1 Manual Sistem Manajemen K3 meliputi kebijakan, tujuan, rencana dan prosedur keselamatan dan kesehatan 4.2.3 Terdapat prosedur pengendalian dokumen atau daftar seluruh dokumen yang mencantumkan status dari
kerja serta menentukan tanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja untuk semua tingkatan dalam setiap dokumen tersebut, dalam upaya mencegah penggunaan dokumen yang usang.
perusahaan.
2.2.2 Apabila diperlukan manual khusus yang berkaitan dengan produk, proses, atau tempat kerja tertentu telah 5. PEMBELIAN
dibuat. 5.1 Spesifikasi dari pembelian barang dan jasa
2.2.3 Manual Sistem Manajemen K3 mudah didapat oleh semua personil dalam perusahaan. 5.1.1 Terdapat prosedur yang terdokumentasi yang dapat menjamin bahwa spesifikasi teknik dan informasi lain
yang relevan dengan keselamatan dan kesehatan kerja telah diperiksa sebelum keputusan untuk membeli.
2.3 Penyebarluasan Informasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja 5.1.2 Spesifikasi pembelian untuk setiap sarana produksi, zat kimia atau jasa harus dilengkapi spesifikasi yang
2.3.1 Informasi tentang kegiatan dan masalah keselamatan dan kesehatan kerja disebarkan secara sistematis sesuai dengan persyaratan peraturan perundangan dan standar keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku.
kepada seluruh tenaga kerja perusahaan. 5.1.3 Konsultasi dengan tenaga kerja yang potensial berpengaruh pada saat keputusan pembelian dilakukan
2.3.2 Catatan-catatan informasi keselamatan dan kesehatan kerja dipelihara dan disediakan untuk seluruh tenaga apabila persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja dicantumkan dalam spesifikasi pembelian.
kerja dan orang lain yang datang ke tempat kerja. 5.1.4 Kebutuhan pelatihan, pasokan alat pelindung diri dan perubahan terhadap prosedur kerja perlu
dipertimbangkan sebelum pembelian, serta ditinjau ulang sebelum pembelian dan pemakaian sarana produksi
3. PENINJAUAN ULANG PERANCANGAN (DESIGN) DAN KONTRAK dan bahan kimia.
3.1 Pengendalian Perancangan
3.1.1 Prosedur yang terdokumentasi mempertimbangkan identifikasi bahaya dan penilaian resiko yang dilakukan 5.2 Sistem Verifikasi untuk Barang dan Jasa yang Dibeli
pada tahap melakukan perencanaan atau perancangan ulang. 5.2.1 Barang dan jasa yang telah dibeli diperiksa kesesuaiannya dengan spesifikasi pembelian.
3.1.2 Prosedur dan instruksi kerja untuk penggunaan produk, pengoperasian sarana produksi dan proses yang
aman disusun selama tahap perencanaan. 5.3 Kontrol Barang dan Jasa yang Dipasok Pelanggan
3.1.3 Petugas yang kompeten telah ditentukan untuk melakukan verifikasi bahwa perancangan memenuhi 5.3.1 Barang dan jasa yang dipasok pelanggan, sebelum digunakan terlebih dahulu diidentifikasi potensi bahaya
persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang ditetapkan. dan dinilai resikonya. Catatan tersebut dipelihara untuk memeriksa prosedur ini.
3.1.4 Semua perubahan dan modifikasi perancangan yang mempunyai implikasi terhadap keselamatan dan 5.3.2 Produk yang disediakan oleh pelanggan dapat diidentifikasikan dengan jelas.
kesehatan kerja diidentifikasikan, didokumentasikan, ditinjau ulang dan disetujui oleh petugas yang berwenang
sebelum pelaksanaan. 6. KEAMANAN BEKERJA BERDASARKAN SISTEM MANAJEMEN K3
6.1 Sistem Kerja
3.2 Peninjauan Ulang Kontrak 6.1.1 Petugas yang berkompeten telah mengidentifikasi bahaya yang potensial dan telah menilai resiko-resiko
3.2.1 Prosedur yang terdokumentasi harus mengidentifikasi dan menilai potensi bahaya keselamatan dan yang timbul dari suatu proses kerja.
kesehatan kerja tenaga kerja, lingkungan dan masyarakat, dimana prosedur tersebut digunakan pada saat 6.1.2 Apabila upaya pengendalian resiko diperlukan maka upaya tersebut ditetapkan melalui tingkat
memasok barang dan jasa dalam suatu kontrak. pengendalian.
3.2.2 Identifikasi bahaya, dan penilaian resiko dilakukan pada tahap tinjauan ulang kontrak oleh personil yang 6.1.3 Terdapat prosedur kerja yang didokumentasikan dan jika diperlukan diterapkan suatu sistem “ijin kerja”
berkompeten. untuk tugas-tugas yang beresiko tinggi.
3.2.3 Kontrak-kontrak ditinjau ulang untuk meninjau bahwa pemasok dapat memenuhi persyaratan keselamatan 6.1.4 Prosedur atau petunjuk kerja untuk mengelola secara aman seluruh resiko yang teridentifikasi
dan kesehatan kerja bagi pelanggan. didokumentasikan.
3.2.4 Catatan tinjauan ulang kontrak dipelihara dan didokumentasikan. 6.1.5 Kepatuhan dengan peraturan, standar dan ketentuan pelaksanaan diperhatikan pada saat pengembangan
atau melakukan modifikasi prosedur atau petunjuk kerja.
4. PENGENDALIAN DOKUMEN 6.1.6 Prosedur kerja dan instruksi kerja dibuat oleh petugas yang berkompeten dengan masukan dari kerja yang
4.1 Persetujuan dan Pengeluaran Dokumen dipersyaratkan untuk melakukan tugas dan prosedur disahkan oleh pejabat yang ditunjuk.
4.1.1 Dokumen keselamatan dan kesehatan kerja mempunyai identifikasi status, wewenang, tanggal pengeluaran 6.1.7 Alat pelindung diri disediakan bila diperlukan dan digunakan secara benar serta dipelihara selalu dalam
dan tanggal modifikasi. kondisi layak pakai.
4.1.2 Penerima distribusi dokumen tercantum dalam dokumen tersebut. 6.1.8 Alat pelindung diri yang digunakan dipastikan telah dinyatakan baik dan dipakai sesuai dengan standar dan
4.1.3 Dokumen keselamatan dan kesehatan kerja edisi terbaru disimpan secara sistematis disimpan pada tempat atau peraturan perundangan yang berlaku.
yang ditentukan. 6.1.9 Upaya pengendalian resiko ditinjau ulang apabila terjadi perubahan pada proses kerja.
4.1.4 Dokumen usang segera disingkirkan dari penggunaannya sedangkan dokumen usang yang disimpan untuk
keperluan tertentu diberi tanda khusus. 6.2 Pengawas

20
6.2.1 Dilakukan pengawasan untuk menjamin bahwa setiap pekerjaan dilaksanakan dengan aman dan mengikuti 6.7.4 Petugas penanganan keadaan darurat diberikan pelatihan khusus.
setiap prosedur dan petunjuk kerja yang telah ditentukan. 6.7.5 Instruksi keadaan darurat dan hubungan keadaan darurat diperlihatkan secara jelas/ mencolok dan diketahui
6.2.2 Setiap orang diawasi dengan tingkat kemampuan mereka dan tingkat resiko tugas. oleh seluruh tenaga kerja perusahaan.
6.2.3 Pengawas ikut serta dalam identifikasi bahaya dan membuat upaya pengendalian. 6.7.6 Alat dan sistem tanda bahaya keadaan darurat diperiksa, diuji dan dipelihara secara berkala.
6.2.4 Pengawas diikutsertakan dalam pelaporan dan penyediaan penyakit akibat kerja dan kecelakaan, dan wajib 6.7.7 Kesesuaian, penempatan dan kemudahan untuk mendapatkan alat keadaan darurat telah dinilai oleh
menyerahkan laporan dan saran-saran kepada pengurus. petugas yang berkompeten.
6.2.5 Pengawas ikut serta dalam proses konsultasi. 6.8 Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
6.3 Seleksi dan Penempatan Personil 6.8.1 Perusahaan telah mengevaluasi alat P3K dan menjamin bahwa sistem P2K3 yang ada memenuhi standar dan
6.3.1 Persyaratan tugas tertentu, termasuk persyaratan kesehatan, diidentifikasi dan dipakai untuk menyeleksi pedoman teknis yang berlaku.
dan penempatan tenaga kerja. 6.8.2 Petugas P3K telah dilatih dan ditunjuk sesuai dengan peraturan perundangan.
6.3.2 Penugasan pekerjaan harus berdasarkan pada kemampuan dan tingkat ketrampilan yang dimiliki oleh 7. STANDAR PEMANTAUAN
masing-masing tenaga kerja. 7.1 Pemeriksaan Bahaya
6.4 Lingkungan Kerja 7.1.1 Inspeksi tempat kerja dan cara kerja dilakukan secara teratur.
6.4.1 Perusahaan melakukan penilaian lingkungan kerja untuk mengetahui daerah-daerah yang memelukan 7.1.2 Inspeksi dilaksanakan bersama oleh wakil pengurus dan wakil tenaga kerja yang telah memperoleh pelatihan
pembatasan ijin masuk. identifikasi potensi bahaya.
6.4.2 Terdapat pengendalian atas tempat-tempat dengan pembatasan ijin masuk. 7.1.3 Inspeksi mencari masukan dari petugas yang melakukan tugas di tempat yang diperiksa.
6.4.3 Fasilitas-fasilitas dan layanan yang tersedia di tempat kerja sesuai dengan standar dan pedoman teknis. 7.1.4 Daftar periksa (check list) tempat kerja telah disusun untuk digunakan pada saat inspeksi.
6.4.4 Rambu-rambu mengenai keselamatan dan tanda pintu darurat harus dipasang sesuai dengan standar dan 7.1.5 Laporan inspeksi diajukan kepada pengurus dan P2K3 sesuai dengan kebutuhan.
pedoman teknis. 7.1.6 Tindakan korektif dipantau untuk menentukan efektifitasnya.
6.5 Pemeliharaan, Perbaikan dan Perubahan Sarana Produksi 7.2 Pemantauan Lingkungan Kerja
6.5.1 Penjadualan pemeriksaan dan pemeliharaan sarana produksi serta peralatan mencakup verifikasi alat-alat 7.2.1 Pemantauan lingkungan kerja dilakukan secara teratur dan hasilnya yang dicatat dipelihara.
pengaman dan persyaratan yang ditetapkan oleh peraturan perundangan, standar dan pedoman teknis. 7.2.2 Pemantauan lingkungan kerja meliputi faktor fisik, kimia, biologis, radiasi dan psikologis.
6.5.2 Semua catatan yang memuat data-data secara rinci dari kegiatan pemeriksaan, pemeliharaan, perbaikan dan
perubahan-perubahan yang dilakukan atas tempat kerja harus disimpan dan dipelihara. 7.3 Peralatan Inspeksi, Pengukuran dan Pengujian
6.5.3 Sarana produksi yang harus terdaftar memiliki sertifikat yang masih berlaku. 7.3.1 Terdapat sistem yang terdokumentasi mengenai identifikasi, kalibrasi, pemeliharaan dan penyimpanan
6.5.4 Perawatan, perbaikan dan setiap perubahan harus dilakukan personel yang berkompeten. untuk alat pemeriksaan, ukur dan uji mengenai kesehatan dan keselamatan.
6.5.5 Apabila memungkinkan, saran produksi yang akan diubah harus sesuai dengan persyaratan peraturan 7.3.2 Alat dipelihara dan dikalibrasikan oleh petugas berkompeten.
perundangan yang berlaku.
6.5.6 Terdapat prosedur permintaan pemeliharaan yang mencakup ketentuan mengenai peralatan-peralatan 7.4 Pemantauan Kesehatan
dengan kondisi keselamatan yang kurang baik dan perlu untuk segera diperbaiki. 7.4.1 Sesuai dengan peraturan perundangan, kesehatan tenaga kerja yang bekerja pada tempat kerja yang
6.5.7 Terdapat suatu sistem penandaan bagi alat yang sudah tidak aman lagi jika digunakan atau yang sudah tidak mengandung bahaya harus dipantau.
digunakan lagi. 7.4.2 Perusahaan telah mengidentifikasi keadaan dimana pemeriksaan kesehatan perlu dilakukan dan telah
6.5.8 Apabila diperlukan, dilakukan penerapan sistem penguncian pergoperasian (lock out system) untuk melaksanakan sistem untuk membantu pemeriksaan ini.
mencegah agar sarana produksi tidak dihidupkan sebelum saatnya. 7.4.3 Pemeriksaan kesehatan dilakukan oleh dokter pemeriksa yang ditunjuk sesuai peraturan perundangan.
6.5.9 Prosedur penandaan status untuk menjamin bahwa peralatan produksi dalam kondisi yang aman untuk 7.4.4 Perusahaan menyediakan pelayanan kesehatan kerja sesuai peraturan perundangan.
dioperasikan. 7.4.5 Catatan mengenai pemantauan kesehatan dibuat sesuai dengan peraturan perundangan.
6.6 Pelayanan
6.6.1 Apabila perusahaan dikontrak untuk menyediakan pelayanan yang tunduk pada standar dan undang-undang 8. PELAPORAN DAN PERBAIKAN KEKURANGAN
keselamatan dan kesehatan kerja, maka perlu disusun prosedur untuk menjamin bahwa pelayanan memenuhi 8.1 Pelaporan Keadaan Darurat
persyaratan. 8.1.1 Terdapat prosedur proses pelaporan sumber bahaya dan personil perlu diberitahukan mengenai proses
6.6.2 Apabila perusahaan diberi pelayanan melalui kontrak, dan pelayanan tunduk pada standar dan perundangan pelaporan sumber bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
keselamatan dan kesehatan kerja, maka perlu disusun prosedur untuk menjamin bahwa pemberian pelayanan
memenuhi persyaratan. 8.2 Laporan Insiden
8.2.1 Terdapat prosedur terdokumentasi yang menjamin bahwa semua kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta
6.7 Kesiapan untuk Menangani Keadaan Darurat insiden ditempat kerja dilaporkan.
6.7.1 Keadaan darurat yang potensial (di dalam atau di luar tempat kerja telah diidentifikasi dan prosedur keadaan 8.2.2 Kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilaporkan sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundangan.
darurat tersebut telah didokumentasikan.
6.7.2 Prosedur keadaan darurat diuji dan ditinjau ulang secara rutin oleh petugas yang berkompeten. 8.3 Penyelidikan Kecelakaan Kerja
6.7.3 Tenaga kerja mendapat instruksi dan pelatihan mengenai prosedur keadaan darurat yang sesuai dengan 8.3.1 Perusahaan mempunyai prosedur penyelidikan kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dilaporkan.
tingkat resiko. 8.3.2 Penyelidikan dan pencegahan kecelakaan kerja dilakukan oleh petugas atau Ahli K3 yang telah dilatih.

21
8.3.3 Laporan penyelidikan berisi saran-saran dan jadual waktu pelaksanaan usaha perbaikan. 10.2.1 Data keselamatan dan kesehatan kerja yang terbaru dikumpulkan dan dianalisa.
8.3.4 Tanggungjawab diberikan kepada petugas yang ditunjuk untuk melaksanakan tindakan perbaikan 10.2.2 Laporan rutin kinerja keselamatan dan kesehatan kerja dibuat dan disebarluaskan di dalam perusahaan.
sehubungan dengan laporan penyelidikan.
8.3.5 Tindakan perbaikan didiskusikan dengan tenaga kerja di tempat terjadinya kecelakaan. 11. AUDIT SISTEM MANAJEMEN K3
8.3.6 Efektifitas tindakan perbaikan dipantau. 11.1 Audit Internal Sistem Manajemen K3
11.1.1 Audit Sistem Manajemen K3 yang terjadual dilaksanakan untuk memeriksa kesesuaian kegiatan
8.4 Penanganan Masalah perencanaan dan untuk menentukan apakah kegiatan tersebut efektif.
8.4.1 Terdapat prosedur untuk menangani masalah keselamatan dan kesehatan kerja yang timbul dan sesuai 11.1.2 Audit internal Sistem Manajemen K3 dilakukan oleh petugas yang berkompeten dan independen di
dengan peraturan perundangan. perusahaan.
8.4.2 Tenaga kerja diberi informasi mengenai prosedur penanganan masalah keselamatan dan kesehatan kerja 11.1.3 Laporan audit didistribusikan kepada manajemen dan petugas lain yang berkepentingan.
dan menerima informasi kemajuan penyelesaiannya. 11.1.4 Kekurangan yang ditemukan pada saat audit diprioritaskan dan dipantau untuk menjamin dilakukannya
tindakan perbaikan.
9. PENGELOLAAN MATERIAL DAN PERPINDAHAN
9.1 Penanganan Secara Manual dan Mekanis 12. PENGEMBANGAN KETRAMPILAN DAN KEMAMPUAN
9.1.1 Terdapat prosedur untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan menilai resiko yang berhubungan dengan 12.1 Strategi Pelatihan
penanganan secara manual dan mekanis. 12.1.1 Analisis kebutuhan pelatihan yang mencakup persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja telah
9.1.2 Identifikasi dan penilaian dilaksanakan oleh petugas yang berkompeten. dilaksanakan.
9.1.3 Perusahaan menerapkan dan meninjau ulang cara pengendalian resiko yang berhubungan dengan 12.1.2 Rencana pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja telah disusun bagi semua tingkatan dalam
penanganan secara manual dan mekanis. perusahaan-perusahaan.
9.1.4 Prosedur untuk penanganan bahan meliputi metode pencegahan terhadap kerusakan, tumpahan dan 12.1.3 Pelatihan harus mempertimbangkan perbedaan tingkat kemampuan dan latar belakang pendidikan.
kebocoran. 12.1.4 Pelatihan dilakukan oleh orang atau badan yang mempunyai kemampuan dan pengalaman yang memadai
serta diakreditasi menurut peraturan perundangan yang berlaku.
9.2 Sistem Pengangkutan, Penyimpanan dan Pembuangan 12.1.5 Terdapat fasilitas dan sumberdaya memadai untuk pelaksanaan pelatihan yang efektif.
9.2.1 Terdapat prosedur yang menjamin bahwa bahan disimpan dan dipindahkan dengan cara yang aman sesuai 12.1.6 Perusahaan mendokumentasikan dan menyimpan catatan seluruh pelatihan.
dengan peraturan perundangan yang berlaku. 12.1.7 Evaluasi dilakukan pada setiap sesi pelatihan untuk menjamin peningkatan secara berkelanjutan.
9.2.2 Terdapat prosedur yang menjelaskan persyaratan pengendalian bahan yang dapat rusak atau kadaluarsa. 12.1.8 Program pelatihan ditinjau ulang secara teratur untuk menjamin agar tetap relevan dan efektif.
9.2.3 Terdapat prosedur menjamin bahwa bahan dibuang dengan cara yang aman sesuai dengan peraturan
perundangan. 12.2 Pelatihan bagi Manajemen dan Supervisor
12.2.1 Anggota manajemen eksekutif dan pengurus berperan serta dalam pelatihan yang mencakup penjelasan
9.3 Bahan-bahan Berbahaya tentang kewajiban hukum dan prinsip-prinsip serta pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja.
9.3.1 Perusahaan telah mendokumentasikan prosedur mengenai penyimpanan, penanganan dan pemindahan 12.2.2 Manajer dan supervisor menerima pelatihan yang sesuai dengan peran dan tanggungjawab mereka.
bahan-bahan berbahaya yang sesuai dengan persyaratan peraturan perundangan, standar dan pedoman teknis.
9.3.2 Lembar Data Keselamatan Bahan dan komprehensif untuk bahan-bahan berbahaya harus mudah didapat. 12.3 Pelatihan bagi Tenaga Kerja
9.3.3 Terdapat sistem untuk mengidentifikasi dan pemberian label pada bahan-bahan berbahaya. 12.3.1 Pelatihan diberikan kepada semua tenaga kerja termasuk tenaga kerja baru dan yang dipindahkan agar
9.3.4 Rambu peringatan bahaya dipampang sesuai dengan persyaratan peraturan perundangan dan standar yang mereka dapat melaksanakan tugasnya secara aman.
berlaku. 12.3.2 Pelatihan diselenggarakan kepada tenaga kerja apabila ditempat kerjanya terjadi perubahan sarana
9.3.5 Terdapat prosedur yang didokumentasikan mengenai penanganan secara aman bahan-bahan berbahaya. produksi dan proses.
9.3.6 Petugas yang menangani bahan-bahan berbahaya diberi pelatihan mengenai cara penanganan yang aman. 12.3.3 Apabila diperlukan diberikan pelatihan penyegaran kepada semua tenaga kerja.

10. PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA 12.4 Pelatihan untuk Pengenalan bagi Pengunjung dan Kontraktor
10.1 Catatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja 12.4.1 Perusahaan mempunyai program pengenalan untuk semua tenaga kerja dengan memasukkan materi
10.1.1 Perusahaan mempunyai prosedur untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, mengarsipkan, memelihara dan kebijakan dan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
menyiapkan catatan keselamatan dan kesehatan kerja. 12.4.2 Terdapat prosedur yang menetapkan persyaratan untuk memberikan teklimat (briefing) kepada
10.1.2 Undang-undang, peraturan, standar dan pedoman teknis yang relevan dipelihara pada tempat mudah pengunjung dan mitra kerja guna menjamin keselamatan dan kesehatan.
didapat.
10.1.3 Terdapat prosedur yang menentukan persyaratan untuk menjaga kerahasiaan catatan, 12.5 Pelatihan Keahlian Khusus
10.1.4 Catatan mengenai peninjauan ulang dan pemeriksaan dipelihara. 12.5.1 Perusahaan mempunyai sistem untuk menjamin kepatuhan terhadap persyaratan lisensi atau kualifikasi
10.1.5 Catatan kompensasi kecelakaan kerja dan rehabilitasi kesehatan dipelihara. sesuai dengan peraturan perundangan untuk melaksanakan tugas khusus, melaksanakan pekerjaan atau
mengoperasikan peralatan.
10.2 Data dan Laporan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

22

You might also like