You are on page 1of 11

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Mola Hidatidosa


Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa
gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah
anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan.
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka,
vaskularisasi dan edematous, janin biasanya meninggal akan tetapi vilus-vilus yang membesar
dan edematous itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus
sebuah anggur.
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal secara genetic yang muncul dalam bentuk
kelainan perkembangan plasenta. dimana hampir seluruh vili korialisnya mengalami perubahan
hidrofobik. Molahidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan pertumbuhan trofoblas
plasenta atau calon placenta dan disertai dengan degenerasi kistik vili dan perubahan hidropik.
Hamil anggur atau molahidatidosa adalah kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang terjadi
sebagai akibat kegagalan pembentukan “bakal janin“ sehingga terbentuk jaringan permukaan
membran (vili-vili) mirip gerombolan buah anggur.
Sedangkan menurut beberapa ahli pengertian mola hidatidosa adalah sebagai berikut :
1. Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa
gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah
anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar,
Rustam, dkk, 1998 : 23)
.
2. Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka,
vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang
membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah
sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339).

3. Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang
menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan
cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic
gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).

4. Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi kariolisnya
mengalami perubahan hidrofobik. (Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 265).

5. Mola hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai tingkat proliferasi
tropoblast dan edema stroma villi. (Jack A. Pritchard, dkk, 1991 : 514).
6. Mola hidatidosa adalah pembengkakan kistik, hidropik, daripada villi choriales, sdisertai
proliperasi hiperplastik dan anaplastik epitel chorion. Tidak terbentuk fetus ( Soekojo, Saleh,
1973 : 325).

7. Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang
menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan
cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic
gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).

B. Etiologi Mola Hidatidosa


Penyebab molahidatidosa belum diketahui secara pasti, namun ada faktor-faktor
penyebabnya adalah :
1. Faktor ovum
Pembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel
sperma.

2. Imunoselektif dari trofoblas


Perkembangan molahidatidosa diperkirakan disebabkan oleh kesalahan respon imun ibu
terhadap invasi oleh trofoblas. Akibatnya vili mengalami distensi kaya nutrient. Pembuluh
darah primitive di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio ‘ kelaparan’,
mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu
mengadakan invasi kejaringan ibu

3. Usia
Faktor usia yang dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat terjadi kehamilan mola.
Prekuensi molahidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada awal atau akhir usia subur
relatif tinggi. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pada usia berapa pun dalam usia subur
dapat terjadi kehamilan mola.
4. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial
ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang
sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.

5. Paritas tinggi
Pada ibu yang berparitas tinggi, cenderung beresiko terjadi kehamilan molahidatidosa
karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetik yang dapat
diidentifikasikan dengan penggunaan stimulandrulasi seperti klomifen atau menotropiris
(pergonal). Namun juga tidak dapat dipungkiri pada primipara pun dapat terjadi kehamilan
molahidatidosa.

6. Defisiensi protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan dengan
pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim dan buah dada ibu, keperluan akan zat protein
pada waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan
mengakibatkan pertumbuhan pada janin tidak sempurna.

7. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas


Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya
mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu menimbulkan penyakit ( desease ). Hal ini
sangat tergantung dari jumlah mikroba ( kuman atau virus ) yang termasuk virulensinya
seta daya tahan tubuh.

8. Riwayat kehamilan mola sebelumnya


Kekambuhan molahidatidosa dijumpai pada sekitar 1-2% kasus. Dalam suatu kejadian
terhadap 12 penelitian yang total mencangkup hampir 5000 Kelahiran, frekwensi mola
adalah 1,3%. Dalam suatu ulasan tentang molahidatidosa berulang tapi pasangan yang
berbeda bisa disimpulkan bahwa mungkin terdapat “ masalah oosit primer “.

C. Patofisiologi Mola Hidatidosa


Setelah ovum dibuahi,terjadi pembagian dari sel tersebut.Tidak lama kemudian terbentuk
biastokista yang mempunyai lumen dan dinding luar.Dinding ini terjadi atas sel-sel ekstoderm
yang kemudian menjadi tropoblash. Sebagian vili berubah menjadi gelembung berisi cairan
jernih,biasa tidak ada janin.Gelembung-gelambung atau tesikel ukurannya bervariasi mulai dari
yang mudah dilihat,sampai beberapa sentimeter,bergantung dalam beberapa kelompok dari
tangkai yang tipis.Masa tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga memenuhi cavum
uteri.Pembesaran uterus sering tidak sesuai dan melebihi usia kehamilan.
Pada beberapa khusus, sebagian pertumbuhan dan perkembangan villi korealis berjalan
normal sehingga janin dapat tumbuh dan berkembang bahkan sampai aterm.Keadaan ini disebut
mola parsial. Ada beberapa kasus pertumbuhan dan perkembangan villi korealis berjalan normal
sehingga janin dapat tumbuh dan berkembang.
1. Teori Missed Abortion
Mudigan mati pada kehamilan tiga sampai lima minggu,karena terjadi gangguan peredaran
darah,sehingga terjadi penemuan cairan dalam jaringan masenkim dari villi dan akhirnya
terbentuk gelembung-gelembung.
2. Teori Neoplasma dari park
Bahwa yang normal adalah sel trofoblast yang mempunyai fungsi abnormal pula,dimana
terjadi cairan yang berlebihan dalam villi sehingga timbul gelembung,hal ini menyebabkan
peredaran gangguan peredaran darah dan kematian mudigan.

Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :


1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.

Villi korion berubah menjadi massa vesikel dengan ukuran bervariasi dari sulit terlihat
sehingga diameter beberapa centimeter.
Histologinya memiliki karakteristik yaitu :
- Tidak ada pembuluh pada vili yang membengkak
- Prolifersi dari epitel trofoblas dengan bermacam-macam ukuran
- Tidak adanya janin atau amnion

Secara kasat mata jaringan mola hidatidosa komplit tampak seperti seonggok buah
anggur. Mola hidatidosa merupakan hasil pembuahan dari sel telur ( Ovum ) yang
kehilangan intinya atau intinya tidak aktif. Fertilisasi terjadi oleh satu sperma yang
mempunyai kromosom 23 X,yang kemudian setelah masing masing kromosom
membelah terbentuklah sel dengan kromosom 46 XX,dengan demikian sebagian besar
mola komplit sifatnya androgenik , homozigot dan berjenis kelamin wanita.

Walaupun lebih jarang dapat pula fertilisasi terjadi oleh 2 sperma, yang menghasilkan sel
anak 46 XX atau 46 XY. Pada kedua kejadian di atas konseptus adalah keturunan
pathenogenome paternal yang seluruhnya meru-pakan allograft. Jaringan mola komplita
secara histologis tidak menampakkan pertumbuhan villi dan pembuluh pembuluh darah;
bahkan terjadi pembentukancisterna villosa, disertai hiperplasia baik dari sel sel
sinsisiotrofoblas maupun dari sel sel sitotrofoblas. Tidak tampak embryo karena sudah
mengalami kematian pada masa dini akibat tidak terbentuknya sirkulasi plasenta.

Percobaan pada tikus yang secara immunologis defisien menunjukkanbahwa berbeda


dengan korio-karsinoma; mola hidatidosa komplit dan mola invasiv sifatnya tidak
ganas.Namun molahidatidosa komplit mempunyai potensi yang lebih besar untuk
berkembang menjadi koriokarsinoma dibandingkan dengan kehamilan normal. Pernah
dilaporkan pula adanya kehamilan kembar yang salah satunya mola komplit (46 XX) dan
yang lain berupa janin yang normal (46 XY) . Janin dapat mengalami abortus namun
kadang kadang berkembang sampai aterm.Bila ada kehamilan kembar yang salah
satunya adalah mola penting sekali untuk membedakannya apakah itu suatu mola komplit
atau mola parsial ; karena prognosis kearah terjadinya keganasan lebih kecil pada mola
parsial.
2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.

Masih tampak gelembung yang disertai janin atau bagian dari janin. Umumnya janin masih
hidup dalam bulan pertama. Tetapi ada juga yang hidup sampai aterm. Pada pemeriksaan
histopatologik tampak di beberapa tempat villi yang edema dengan sel trofoblas yang
tidak begitu berproliferasi, sedangkan tempat lain masih banyak yang normal.
Pada suatu penelitian ditemukan bahwa gambaran karyotipi dari mola parsialis bisa
normal ,triploidi atau trisomi seringkali 69 ,XXX atau 69 XXY. Ditemukan juga adanya fetus
dan pembengkakan pada villi yang sifatnya tidak menyeluruh. Penelitian berikutnya
secara sitogenetik menunjukkan bahwa hiperplasia trofoblas`dan pembentukan sisterna
pada mola parsialis hanya ditemukan pada konseptus yang triploid.Secara biokimiawi dan
sitogenetik ditemukan adanya gen maternal pada mola parsialis sehingga terjadinya
adalahdiandri (terdiri atas satu set kromosom maternal dan dua set kromosom paternal).
Gambaran histologisd yang khas pada mola parsialis adalah adanya crinkling atau
scalloping dan ditemukannya stromal trophoblastic inclusionHiperplasia trofoblas
umumnya terjadi pada sinsisiotrofoblas dan jarang terjadi pada sitotrofo-blas.Walaupun
ada janin , umumnya mengalami kematian pada trimester pertama. Koriokarsinoma lebih
jarang terjadi pasca mola parsialis dibandingkan dengan pasca mola komplit.

D. Diferensial Diagnosis Mola Hidatidosa


Diagnosa banding dari kehamilanmola hidatidosa antara lain:
- Kehamilan ganda
- Hidramnion
- Abortus
- Kehamilan dengan mioma.

E. Diagnosis :

1. Anamnesa / keluhan :
- terdapat gejala hamil muda
- kadang kala ada tanda toxemia gravidarum
- terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur warna merah tua atau
kecoklatan.
- Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dari usia kehamilan seharusnya.
- Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan ( tidak selalu ada).

2. Pemeriksaan Fisik

i. Inspeksi:
- Muka dan kadang – kadang badan kelihatan pucat kekuning – kuningan yang
disebut muka mola (mola face) atau muka terlihat pucat.
- Bila gelembung mola keluar dapat dilihat jelas.
ii. Palpasi
- Uterus membesar tidak seuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek.
- Tidak teraba bagian – bagian janin dan ballotemen, juga gerakan janin.
- Adanya fenomena harmonica: darah dan gelembung mola keluar dan fundus
uteri turun lalu naik karena terkumpulnya darah baru.
- Adanya pembesaran kelenjar tiroid, menunjukan adanya komplikasi
tiroktoksikosis

iii. Auskultasi
- Tidak terdengar DJJ
- Terdengar bising dan bunyi khas

iv. Periksa Dalam


Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian janin, terdapat
perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, seerta evaluasi
keadaan servik.
v. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Kadar HCG yang jauh lebih tinggi dari kehamilan biasa. Pada
kehamilan biasa kadar HCG darah paling tinggi 100.000 IU/L, sedangkan pada
molahidatidosa bisa mencapai 5.000.000 IU/L.

vi. Uji Sonde


Sonde dimasukan secara pelan – pelan dan hati – hati kedalam serviks kanalis
dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, kemungkinan mola.
vii. Foto Rontgen
Tidak terlihat tulang – tulang janin pada kehamilan 3 – 4 bulan.

viii. USG
Akan terlihat bayangan badai salju dan tidak terlihat janin, dan seperti sarang
tawon.

F. Penanganan Mola Hidatidosa

Karena molahidatidosa adalah suatu kehamilan patologi dan tidak jarang disertai penyulit
yang membahayakan jiwa, pada prinsipnya harus segera dikeluarkan .Terapi mola
hidatidosa terdiri dari tiga tahap, yaitu :

1. Perbaikan Keadaan Umum


Perbaikan keadaan umum pada pasien molahidatidosa, yaitu :
a) Koreksi dehidrasi.
b) Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr% atau kurang), juga untuk memperbaiki
syok.
c) Bila ada gejala preeklamsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai protocol
penanganannya.
d) Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis dikonsul ke bagian penyakit dalam.

2. Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan histerektomi


a) Kuretase (suction curetase)
Kuretase adalah pembersihan sisa-sisa jaringan yang ada dalam rahim .

Faktor Resiko :
- Usia ibu yang lanjut
- Riwayat obstetri/ginekologi yang kurang baik .
- Riwayat infertilitas
- Adanya kelainan/penyakit yang menyertai kehamilan
- Berbagai macam infeksi
- Paparan dengan berbagai macam zat kimia
- Trauma abdomen/pelvis pada trimester pertama
- Kelainan kromosom
Teknik Pengeluaran Jaringan
Pengeluaran jaringan yaitu setelah serviks terbuka (primer maupun dengan
dilatasi), jaringan konsepsi dapat dikeluarkan secara manual, dilanjutkan dengan
kuretase.
- Sondage, menentukan posisi ukuran uterus.
- Masukan tang abortus sepanjang besar uterus, buka dan putar 900 untuk
melepaskan jaringan, kemudian tutup dan keluarkan jaringan tersebut.
- Sisa abortus dikeluarkan dengan tumpul, gunakan sendok terbesar yang bisa
masuk.
- Pastikan sisa konsepsi telah keluar semua, dengan eksplorasi jari maupun
kuret.
Risiko Yang Mungkin Terjadi :
- Perdarahan
- Pengerokan yang terlalu dalam akan meninggalkan cerukan atau lubang di
dinding rahim.
- Gangguan haid
- Infeksi

Persiapan Sebelum Oprasi:


- Informed consend
- Puasa
- Cek darah, darah harus tersedia dan sudah dilakukan crossmatching.
Kuretase Pada Pasien Molahidatidosa :
- Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin,
kadar beta Hcg dan foto toraks) keculai bila jaringan mola sudah keluar
spontan .
- Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria
stift (LS) dan dilakukan kuretase 24 jam kemudian
- .Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang infus
dengan tetesan infus oksitosin 10 IU dalam 500 cc dextrose 5 % .
- Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval waktu minimal 1 minggu .
- Seluruh jaringan mola hasil kerokan dikirim ke labolatorium PA.

Teknik Suction Curetase :


- Dilatasi seviks kanalis dengan busi terbesar yang dapat di masukkan.
- Pilihlah kanula yang paling besar dan dapat dimasukkan kedalam kanalis
servikalis.
- Serviks dipegang dengan tenakulum
- Menjelang dilakukan suction curetase, oksitosin disuntikkan ataun secara drip
sehingga suction akan selalu diikuti dengan makin kecilnya uterus
- Tangan kiri diletakkan pada fundus uteri dengan tujuan untuk mengikuti
turunnya fundus uteri dan merasakan bahwa tidak teerjadi perforasi karena
kanula.
- Setelah suction kuretase, ikuti dengan kuret tajam dan besar sehingga dapat
dijamin kebersihannya.

b) Histerektomi

Syarat melakukan histerektomi adalah:


- Pertimbangan usia yang sudah lanjut, diatas usia 40 tahun dan usia anak
cukup.
- Terjadi perdarahan banyak setelah kuretase untuk menyelamatkan jiwa
penderita
- Resisten teerhadap obat kemoterapi.
- Dugaan perforasi pada mola destruen
- Sejak semula sudah tergolong penyakit trofoblas resiko tinggi
- Dugaan sulitnya melakukan pengawasan ikutan
Histerektomi yang dilakukan dapat dilaksanakan:

- Pada Mola hidatidosa in toto (in situ)


- Segera setelah suction curetase berakhir
- Pada koriokarsinoma dengan pertimbangan khusus
Tekhnik Operasi
Teknik operasi sampai saat ini belum dijumpai secara utuh diberbagai pustaka.
Oleh karena itu,kami menganjurkan teknik operasi sebagai berikut:
- Jangan terlalu banyak melakukan manipulasi uterus sehingga dapat
mengurangi mestastase saat operasi berlangsung.
- Lakukan langkah histerektomi dengan mencari dulu pembuluh darah yang
besar dipotong dan diikat sehingga tidak terlalu banyak menimbulkan
perdarahan.
- Lakukan vaginal alcohol tampon padat sehingga tercecernya sel trofoblas dari
uterus segera mengalami denaturasi dan dapat mengalami kemungkinan
hidup untuk mestastase
- Jika dapat dilakukan, serviks dijahit sehingga kanalis servikalis tertutup dan
mengurangi kemungkinan tercecernya sel trofoblas saat operasi berlangsung.
- Mestastase durante operationum, dapat dilindungi dengan kemoterapi drip
(belum umum diIndonesia) tetapi kami anjurkan dan evaluasi hasilnya.
Filosofi Operasi Pada Histerektomi :
- Trauma yang terjadi haruslah minimal
- Lindungi organ penting pelvis dari trauma, yaitu : ureter, pembuluh darah dan
Vesika urinaria .
- Kurangi komplikasi operasi, infeksi, perdarahan, dan trauma organ pelvis atau
kenali secepatnya bila terjadi trauma untuk segera melakukan rekontruksi
- Hindari terjadinya prolapsus vaginal stump
- Upayakan agar tidak terjadi komplikasi pascaoperasi
Operasi khususnya di Indonesia dengan KU rendah dan anemia, tindakan operasi
dengan hilangnya darah minimal sangat penting karena darah adalah RED (Rare,
Expensive, Dangerous).
Kami anjurkan agar saat melakukan operasi diberikan profilaksis kemoterapi
sehingga dapat memperkecil aktivitas sel-sel trofoblas ganas yang kebetulan
dapat masuk kepembuluh darah atau tercecer pada vagina, untuk tumbuh dan
berkembang.
G. Pemeriksaan tindak lanjut
Tujuan utama tindakan lanjut adalah deteksi dini setiap perubahan yang mengisyaratkan
keganasan. Pemeriksaan tindak lanjut pada pasien molahidatidosa meliputi:
1. Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut, sekurang-kurangnya satu tahun.
2. Ukur kadar β hCG setiap 2 minggu, walaupun sebagian menganjurkan pemeriksaan setiap
minggu, belum terbukti adanya manfaat yang nyata.
3. Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang. Kadar yang meningkat atau
mendatar mengisyaratkan perlunya evaluasi dan biasanya terapi.
4. Setelah kadar normal yaitu setelah mencapai batas bawah pengukuran pemeriksaan
dilakukan setiap 6 bulan, lalu setiap 2 bulan untuk total 1 tahun.
5. Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan setelah 1 tahun.
6. Karena itu, tindak lanjut serta penatalaksanaan saat ini berpusat pada pengukuran serial
kadar β hCG serum untuk mendeteksi tumor trofoblas persisten.

You might also like