You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


HELLP syndrome merupakan suatu kondisi yang berbahaya yang
dijumpai pada ibu hamil dengan pre eklamsia. HELLP syndrome terjadi 10-
20% dari kasus pre eklamsia. HELLP syndrome yang merupakan singkatan
dari haemolysis (H), elevatedliver enzymes (EL) dan low platelet counts
(LP). Sindroma HELLP merupakan suatu kondisi pada wanita hamil yang
perlu benar-benar diperhatikan dalam kaitannya dengan proses patologis pada
sistim target maternal dibalik tanda-tanda klasik preeklampsia dan eklampsia.
terdiri dari:
1. Hemolisis (penghancuran sel darah merah)
2. Peningkatan enzim hati (yang menunjukkan adanya kerusakan hati)
3. Penurunan jumlah trombosit
Sindroma ini merupakan kumpulan dari gejala multisistim pada
preeklampsia berat dan eklampsia dengan karakteristik trombositopenia,
hemolisis (anemia hemolisis mikroangiopatik) dan enzym hepar yang
abnormal. Sindroma ini juga dihubungkan dengan keadaan penyakit yang
berat atau akan berkembang menjadi lebih berat serta dengan prognosa
maternal dan luaran perinatal yang lebih jelek, walaupun angka-angka
kematian maternal dan perinatal yang dikemukakan masih sangat bervariasi
mengingat perbedaan kriteria diagnostik yang digunakan serta saat diagnosa
ditegakkan.
Sindroma ini selalu dianggap sebagai varian dari preeklampsia, tetapi
sindroma ini juga dapat berdiri sendiri. Sindroma ini dapat muncul pada
preeklampsia ringan, namun hipertensi akan muncul dan menjadi berat
apabila kehamilannya tidak segera diakhiri. Karena sindroma HELLP
berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin maka diperlukan
diagnosa yang tepat dan penanganan yang cepat untuk sindroma ini.
(Wijayakusuma,2005).

1
HELLP Syndrome atau sindroma HELLP adalah kumpulan gejala
yang mencakup hemolisis, peningkatan enzim liver, dan jumlah platelet yang
kurang dari batas bawah. Bersama dengan preeklampsia, sindroma HELLP
adalah penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi pada ibu hamil di dunia.
HELLP biasanya berkembang secara tiba-tiba dalam kehamilan (Usia
Kehamilan/UK 27-37 minggu) atau pada masa puerperium. Sebagai salah satu
bentuk kriteria dari preeklampsia berat, HELLP memiliki onset yang juga
mengawali proses gangguan pada perkembangan dan fungsi plasenta, dan
iskemia yang memicu stress oksidatif, yang secara akumulatif akan
mengganggu endothelium melalui aktivasi platelet, vasokonstriktor, dan
menyebabkan terganggunya kehamilan normal yang ditunjukkan dengan
abnormalitas relaksasi vaskular.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HELLP Syndrome

2.1.1 Definisi
HELLP Syndrome merupakan suatu kerusakan multisistem dengan
tanda-tanda : hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang
diakibatkan oleh disfungsi endotel sistemik. Keadaan ini merupakan salah
satu komplikasi dari preeklamsia dengan faktor risiko partus preterm,
hambatan pertumbuhan janin .
H : Hemolysis
El : Elevated Liver Enzyme
LP: low Platelet Count
Preeklamsi merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang
spesifik pada kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus preeklamsi juga
didapati pada kelainan perkembangan plasenta (kehamilan mola komplit).
Meskipun patofisiologi preeklamsi kurang dimengerti jelas tanda
perkembangan ini tanpak pada awal kehamilan. Pada 10% pasien dengan
preeklamsia berat dan eklamsia menunjukkan terjadinya HELLP syndrome
yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan
jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak jauh dengan waktu
kelahiran tanpa terjadi peningkatan tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas
hematologi kembali ke normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran
tetapi trombositopenia dapat menetap selama seminggu

2.1.2 Etiologi dan Patogenensis


Etiologi dan patogenesis dari HELLP syndrome ini selalu
dihubungkan dengan preeklampsia, walaupun etiologi dan patogenesis dari
preeklampsia sampai saat ini juga belum dapat diketahui dengan pasti.

3
HELLP syndrome menyebabkan terjadinya kerusakan endotelial
mikrovaskuler dan aktivasi platelet intravaskuler. Aktivasi platelet akan
menyebabkan pelepasan tromboksan A dan serotonin, dan menyebabkan
terjadinya vasospasme, aglutinasi, agregasi platelet, serta kerusakan
endotelial lebih lanjut. Kaskade ini hanya bisa dihentikan dengan terminasi
kehamilan. Sel - sel darah merah yang mengalami hemolisis yang
didefiniskan sebagai anemia hemolitik mikroangiopati. Sel darah merah
terfragmentasi saat melewati pembuluh darah kecil yang endotelnya rusak
dengan timbunan fibrin. Pada gambaran darah tepi terlihat gambaran
spherocytes, schistocytes, triangular cell dan burr cell. Adanya timbunan
fibrin di sinusoid akan mengakibatkan hambatan aliran darah hepar, akibatnya
enzim hepar akan meningkat. Proses ini terutama terjadi di hati, dan dapat
menyebabkan terjadinya iskemia yang mengarah kepada nekrosis periportal
dan pada kasus berat dapat terjadi perdarahan intrahepati, hematom
subskapular atau ruptur hati.
Ada beberapa kondisi yang diduga sebagai penyebab terjadinya
eklampsia dan pre eklampsia. Salah satunya adalah adanya peningkatan
sintesis bahan vasokonstriktor (angiotensin dan tromboksan A2) dan
sintesis bahan vasodilator yang menurun (prostasiklin), yang mengakibatkan
terjadinya kerusakan endotel yang luas. Manifestasinya adalah vasospasme
arteriol, retensi Na dan air, serta perubahan koagulasi. Penyebab lain
eklampsia diduga terjadi akibat iskemia plasenta, hubungan antara lipoprotein
dengan densitas yang rendah dengan pencegahan keracunan, perubahan
sistem imun, dan perubahan genetik

2.1.3 Faktor Risiko


Preeklamsi sering mengenai perempuan muda dan nulipara,s
edangkan perempuan lebih tua lebih berisiko mengalami hipertensi kronis
yang bertumpang tindih dengan preeklamsia. Faktor risiko sindrom HELLP
berbeda dengan preeklamsia. Pasien sindrom HELPP secara bermakna lebih
tua (rata-rata umur 25 tahun)dibandingkan pasien preeklamsia-eklamsia tanpa

4
sindrom HELLP (rata-rata umur 19 tahun). Insisden sindrom ini lebih tinggi
pada populasi kulit putih dan multipara lain juga mempunyai observasi
serupa.
Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ke tiga, walaupun pada
11% pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu, disana antepartum
pada sekitar 69% pasien dan di masa post partum pada sekitar 31%. Pada
masa post partum saat terjadinya khas, dalam waktu 48 jam pertama post
partum. Faktor risiko preeklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi
menyebabkan kelainan mikrovaskuler, seperti diabetes melitus, hipertensi
kronis dan kelainan vaskuler serta jaringan ikat , sindrom antibodi fosfolipit
dan nefropati.
Berbagai faktor risiko antara lain :
 Faktor yang berhubungan dengan kehamilan
 Faktor spesifik maternal
 Faktor spesifik paternal
1. Faktor risiko preeklamsia yang berhubungan dengan kehamilan
 Kelainan kromososm
 Mola Hidatidosa
 Hydrops fetalis
 Kehamilan multifetus
 Inseminasi donor atau donor oosit
 Kelainan struktur kongenital
2. Faktor-faktor preeklamsia khusus yang berhubungan dengan maternal
 Insiden tinggi pada primigravida muda, meningkat pada
primigravida tua
 Primigravida tua risiko lebih tinggi untuk preeklamsia berat
 Ibu hamil berusia 35 tahun atau diatas 40 tahun
 Ibu hamil dengan kehamilan kembar
 Ibu hamil yang sebelum kehamilannya memiliki penyakit darah
tinggi atau penyakit ginjal.

5
 Riwayat preeklamsia pada keluarga yaitu ibunya atau saudara
perempuan pernah mengalami preeklamsia. Jika riwayat
preeklamsia pada ibu/ nenek penderita, faktor risiko meningkat
sampai 25%
 Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya

2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan jumlah kelainan
Dalam sistem ini, pasien diklasidikasikan sebagai sindrom HELLP parsial
(mempunyai satu atau dua kelainan) atau sindrom HELLP total (ketiga
kelainan ada). Wanita dengan ketiga kelainan lebih berisiko menderita
komplikasi seperti DIC, dibandingkan dengan wanita sindrom HELLP
parsial. Konsekuensinya pasien sindrom HELLP total seharusnya
dipertimbangkan untuk bersalin dalam 48 jam sebaliknya yang parsial dapat
diterima konservatif.
Klasifikasi berdasarkan jumlah trombosit
Berdasarkan kadar trombosit darah, maka sindrom HELLP diklasifikasikan
dengan nama “Klasifikasi Misissippi “
 Kelas 1
 Kadar trombosit ≤ 50.000/ml
 LDH ≥ 600 IU/I
 AST dan atau ALT ≥ 40 IU/I
 Kelas II
 Kadar trombosit > 50.000 ≤ 100.000/ml
 LDH ≥ 600 IU/I
 AST dan atau ALT ≥ 40 IU/I
 Kelas III
 Kadar trombosit > 100.000 ≤ 150.000/ml
 LDH ≥ 600 IU/I
 AST dan atau ALT ≥ 40 IU/I
Klasifikasi ini telah digunakan dalam memprediksi kecepatan
pemulihan penyakit pada post partum, keluaran maternal dan perinatal.
Sindrom HELLP kelas hipertensi berat (sistolik 160mmHg diatolic
110mmHg) tidak selalu ditemukan. Walaupun 66% dari 112 pasien pada
penelitian Sibai dkk (1968) mempunyai tekanan darah diastolic 110 mmHg
14,5 % bertekanan darah diatolic 90 mmHg

6
2.1.5 Manifestasi Klinis
Pasien sindrom HELLP dapat mempunyai gejala dan tanda yang
sangat bervariasi dari yang bernilai diagnostik sampai semua gejala dan tanda
pada pasien preeklamsia –eklamsia yang tidak menderita sindrom HELLP.
Sibai (1990) menyatakan bahwa pasien biasanya muncul dengan
keluhan nyeri episgastrium atau nyeri perut kanan atas (90%), beberapa
mengeluh mual dan muntah (50%) yang lain bergejala seperti infeksi virus.
Sebagian besar pasien (90%) mempunyai riwayat malaise selama beberapa
hari sebelum timbul tanda lain.
Dalam laporan Weinstein mual dan muntah dan nyeri epigastrium
diperkirakan akibat obstruksi aliran darah di sinusoid hati, yang dihambat
oleh deposit fibrin intravaskuler. Pasien sindrom HELLP biasanya
menunjukkan peningkatan berat badan yang bermakna dengan oedem
menyeluruh. Hal yang penting adalah bahwa hipertensi berat (sistolik
160mmHg, diastolik 110 mmHg) tidak selalu ditemukan.
Perlemakan hati akut jarang (AFLP) terjadi tapi potensial menjadi
komplikasi yang fatal pada kehamilan trimseter ke tiga. Pada awalnya
perlemakan hati akut dalam kehamilan sukar dibedakan dengan sindrom
HELLP. Pasien AFLP mempunyai gejala khas berupa : mual, muntah, nyeri
abdomen , dan ikterus. Sindrom HELLP dan AFLP keduanya ditandai dengan
peningkatan tes fungsi hati tapi pada sindrom HELLP peningkatannya
cenderung lebih besar. PT dan PTT biasanya memanjang pada AFLP tapi
normal pada sindrom HELLP. Pemeriksaan mikroskopik hati merupakan tes
diagnosis untuk menentukan AFLP. Panlobular microvesicular fatty change
difus derajat rendah merupakan gambaran patognomik AFLP. Penanganan
AFLP meliputi pengakhiran kehamilan segera atas hiperglikemi atau
koagulopati bila timbul

2.1.6 Diagnosis

7
Diagnosis sindrom HELLP secara obyektif lebih berdasarkan hasil
laboratorium, sedangkan manifestasi klini bersifat subyektif kecuali jika
keadaan sindrom HELLP semakin berat. Berdasarkan hasil laboratorium
dapat ditemukan anemia hemolisis, disfungsi hepar, dan trombositopenia.
Didahului tanda dan gejala tidak khas malaise, lemah. Nyeri kepala,
mual, muntah,. Ada tanda dan gejala preeklamsia sampai saat ini diagnosa
sindrom HELLP lebih berdasarkan parameter laboratorium dan parameter
yang digunanakan selama ini lebih mengarah pada keadaan sindrom hellp
lanjut dimana morbiditas dan mortalitas ibu maupun janin cukup tinggi.
Sindrom HELLP ditandai :
1. Hemolisis
Tanda hemolisis dapat dilihat dari ptekie, ekimosis, hematuria dan secara
laboratorium adanya Burr cells pada haousan darah tepi
2. Elevated liver enzymes
Dengan meningkatnya SGOT, SGPT (>70 iu) dan LDH (>600iu) maka
merupakan tanda degenerasi akibat vasospasme luas. LDH >1400 iu,
merupakan tanda spesifik akan kelainan klinik.
3. Low platelets
Jumlah trombosit < 100.000/mm3 merupakan tanda koagulasi
intravaskuler. Tiga kelainan utama pada sindrom HELLP berupa hemolisis,
peningkatan kadar enzim hati dan jumlah trombosit yang rendah.
Temuan patologis
 Eritrosit : Terjadi kerusakan eritrosit mengalami fragmentasi dapat dilihat
pada darah tepi
 Trombosit
Umur trombosit normal : 8-10 hari pada preeklamsia umur trombosit
menjadi 5-8 hari
Pada sindrom HELLP umur trombosit makin memendek, disertai
peningkatan kerusakan trombosit dan agregasi trombosit pada lapisan
sel endotel

8
Keusakan trombosit akan menghasilkan tromboxane, vasokonstriktor
kuat
 Gangguan ginjal
Sindrom HELLP dapat menimbulkan gangguan ginjal. Kerusakan
ginjal bervariasi dari sekedar kreatinin serum sampai terjadi gagal
ginjal akut yang reversible maupun yang ireversibel
Perubahan ginjal pada HELLP sindrom adalah pembesaran
glomelurus adanya butir-butir fibrin pada lapisan epitel dan
pembengkakan sel endotel sehingga terjadi penyempitan kapiler
glomelurus

2.1.7 Diagnosa Banding


HELLP syndrome pada pasien dapat menunjukkan tanda dan gejala
yang sangat bervariasi yang tidak bernilai diagnostik pada preeklampsi berat,
akibatnya sering terjadi salah diagnosis, diikuti dengan kesalahan
pemberian obat dan pembedahan
Diagnosa Banding sindrom HELLP meliputi
1. Penyakit yang berhubungan dengan kehamilan
 Benign trombositopenia dalam kehamilan
 Akut Fatty Liver of Pregnancy
2. Penyakit infeksi dan inflamasi tidak berhubungan dengan kehamilan
 Hepangitis
 Kolangitis
 Kolesistitis
 Gastritis
 Ulkus Gaster
2.1.8 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan
penyulit pre eklampsia penatalaksanaan pre eklampsia antara lain
1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah

9
2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan
janin terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
4. Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera
mungkin setelah matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau
ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.
Sindroma HELLP merupakan salah satu keadaan preeklampsia yang
memburuk yang dapat didiagnosis dengan parameter laboratorium,
sementara proses kerusakan endotel juga terjadi diseluruh sistem tubuh,
karenanya diperlukan suatu parameter yang lebih dini dimana preeklampsia
belum sampai menjadi perburukan, dan dapat ditatalaksana lebih awal yang
akan menurunkan terutama morbiditas dan mortalitas ibu, dan mendapatkan
janin se-viable mungkin. Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat
pelayanan kesehatan tersier dan pada penanganan awal harus diterapi sama
seperti pasien preeklampsi. Prioritas pertama adalah menilai dan
menstabilkan kondisi ibu, khususnya kelainan pembekuan darah.
Pada pemeriksaan darah tepi terdapat bukti-bukti hemolisis dengan
adanya kerusakan sel eritrosit, antara lain burr cells, helmet cells. Hemolisis
ini mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin dan lactate dehydrogenase
(LDH). Disfungsi hepar di¬refleksikan dari peningkatan enzim hepar yaitu
Aspartate transaminase (AST/GOT), Alanin Transaminase (ALT/GPT), dan
juga peningkatan LDH. Semakin lanjut proses kerusakan yang
terjadi, terdapat gangguan koagulasi dan hemostasis darah dengan ketidak
normalan protrombin time, partial tromboplastin time, fibrinogen, bila
keadaan semakin parah dimana trombosit sampai dibawah 50.000 /ml
biasanya akan didapatkan hasil-hasil degradasi fibrin dan aktivasi antitrombin
III yang mengarah terjadinya Disseminated Intravascular Coagulopathy
(DIC). Insidens DIC pada sindroma hellp 4-38%.

Terapi Medikamentosa

10
Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklampsia dengan
melakukan monitoring kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit
<50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus
diperiksa waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan fibrinogen.
Pemberian dexamethasone rescue, pada antepartum diberikan dalam bentuk
double strength dexamethasone (double dose) Jika didapatkan kadar
trombosit <100.000/ml atau trombosit 100.000-150.000/ml dengan disertai
tanda-tanda, eklampsia, hipertensi berat, nyeri epigastrium, maka
diberikan dexamethasone 10 mg IV tiap 12 jam. Pada post partum
dexamethasone diberikan 10 mg IV tiap 12 jam 2 kali, kemudian diikuti 5 mg
IV tiap 12 jam 2 kali. Terapi dexamethasone dihentikan, bila terjadi perbaikan
laboratorium, yaitu trombosit >100.000/ml dan penurunan LDH serta
perbaikan tanda dan gejala-gejala klinik preeklampsia-eklampsia.
Dapat dipertimbangkan pemberian transfusi trombosit, bila kada trombosit
<50.000/ml dan antioksidan.
Penatalaksanaan sindrom HELLP pada umur kehamilan < 35
minggu (stabilisasi kondisi ibu) (Akhiri persalinan pada pasien
sindrorn HELLP dengan umur kehamilan 35 minggu).
1. Menilai dan menstabilakn kondisi ibu
 Jika ada DIC atasi koagulopati
 Profilaksis anti kejang dengan MgSO4
 Terapi hipertensi berat
 Rujuk ke pusat kesehatan tersier
 CT Scan atau USG jika dicurigai hematoma subkapsular
hati
2. Evaluasi kesejahteraan janin
 Non stress tes/ tes tanpa kontraksi
 Profil biofisik
 USG
3. Evaluasi kematangan paru janin jika umur kehamilan <35
minggu

11
 Jika matur segera akhiri kehamilan
 Jika imatur beri kortikosteroid lalu akhiri kehamilan

Pemberian obat anti kejang (MgSO4 )


Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin
pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi
neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada
sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser
kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition
antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam
darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai
saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeklampsia
atau eklampsia . Cara pemberian MgSO4
 Loading dose : initial dose 4 gram MgSO 4 : intravena, (40 % dalam 10 cc)
selama 15 menit
 Maintenance dose : Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam;
atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan
4 gram im tiap 4-6 jam
Syarat-syarat pemberian MgSO4
 Harus tersedia antidotum MgSO4 ,bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium
glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit
 Refleks patella (+) kuat
 Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
 Dosis terapeutik : 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl
 Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter atau 12 mg/dl
 Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl
 Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl
Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau
setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.

12
Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan
didapatkan 50 % dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas).

Diuretikum
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada
edema paru-paru, payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum
yang dipakai ialah furosemida. Pemberian diuretikum dapat merugikan,
yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta,
meningkatkan hemokonsentrasi, memnimbulkan dehidrasi pada janin,
dan menurunkan berat janin.

Antihipertensi
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah
hidralazin (apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator
langsung pada arteriole yang menimbulkan reflex takikardia, peningkatan
cardiac output, sehingga memperbaiki perfusi uteroplasenta. Obat
antihipertensi lain adalah labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta
bloker. Obat-obat antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di
Indonesia ialah clonidin catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc.
Klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faal atau larutan air
untuk suntikan.
Antihipertensi lini pertama
 Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120
mg dalam 24 jam
Antihipertensi lini kedua
 Sodium nitroprussida : 0,25µg iv/kg/menit, infuse ditingkatkan 0,25µg
iv/kg/5 menit.
 Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10 mg/menit/dititrasi

Kortikosteroid
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik
(payah jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non

13
kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah paru). Prognosis
preeclampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai oligouria.
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.
Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga diberikan
pada sindrom HELLP. Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan
bayi dengan menggunakan tes tanpa tekanan, atau profil biofisik, biometri
USG untuk menilai pertumbuhan janin terhambat.
Terakhir, harus diputuskan apakah perlu segera mengakhiri
kehamilan. Beberapa penulis menganggap sindrom ini merupakan indikasi
untuk segera mengakhiri kehamilan dengan seksio sesarea, namun yang
lain merekomendasikan pendekatan lebih konservatif untuk
memperpanjang kehamilan pada kasus janin masih immatur. Perpanjangan
kehamilan akan memperpendek masa perawatan bayi di NICU (Neonatal
Intensive Care Unit), menurunkan insiden nekrosis enterokolitis, sindrom
gangguan pernafasan. Beberapa bentuk terapi sindrom HELLP yang diuraikan
dalam literatur sebagian besar mirip dengan penanganan preeklampsi berat.

Sikap terhadap kehamilannya


Berdasar William obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala- gejala preeclampsia berat selama perawatan, maka
sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan
pemberian medikamentosa.
2. Konservatif (ekspektatif): berartI kehamilan tetap dipertahankan
bersamaan dengan pemberian medikamentosa

2.1.9 Komplikasi
Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 1,1%; 1-25%
berkomplikasi serius seperti DIC, solusio plasenta, adult respiratory distress
syndrome, kegagalan hepatorenal, oedem paru, hematom subkapsular, dan

14
rupture hati.Terhadap janin komplikasi yang dapat terjadi yaitu kematian janin
dalam rahim, kematian neonatus, lahir prematur dan nilai apgar yang rendah.
Risiko untuk terjadinya sindroam HELLP pada kehamilan berikutnya ±
14-27 % sedangkan risiko untuk penderita PEB pada kehamilan berikutnya ±
43%. Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan oleh solusio
plasenta, hipoksi intrauterin, dan prematur. Pengaruh sindrom HELLP pada
janin berupa pertumbuhan janin terhambat (IUGR) sebanyak 30% dan
sindrom gangguan pernapasan (RDS). Kematian ibu bersalin cukup tinggi
yaitu 24 %. Penyebab kematian dapat berupa : kegagalan kardiopulmuner ,
gangguan pembuluh darah, perdarahan otak, rupture hepar, kegagalan organ
multiple. Kematian perinatal cukup tinggi, terutama disebabkan oleh persalinan
preterm.
Angka kejadian DIC pada sindroma HELLP sekitar 15%. Hellegren
dkk menggunakan sistem skoring untuk mendiagnosis DIC sbb :
1. Jumlah trombosit < 100 000
2. Pemanjangan waktu protrombin (14 det) dan tromboplastin parsial (40 det)
3. Kadar fibrinogen £ 300 mg/dl
4. Fibrin split product + (>40 mg/L) atau D-Dimer (40 mg/L)
5. Aktivitas anti-trombin III < 80 %
Bila didapat 3 kelainan tersebut adalah merupakan diagnosis DIC
manifest dan jika ditemukan 2 kelainan dicurigai suatu dugaan DIC. Menurut
Sibai diagnosis DIC jika didapatkan trombositopeni, fibrinogen < 300, FDP >
40 ug/dl. (Peningkatan trhombin time).
2.1.10 Prognosis

Prognosis kehamilan dengan komplikasi HELLP syndrome


tergantung pada diagnosis dini dan pendekatan terapi awal. Kematian perinatal
infantil sekitar 70% disebabkan oleh pelepasan prematur pada plasenta,
asfiksia intrauterin, prematur, 60% dari janin mati intrauterinely, 30%
menunjukkan retardasi pertumbuhan intrauterin, dan 25% trombositopenia.
Kematian ibu bervariasi antara 1% sampai 24% dan disebabkan oleh gangguan

15
koagulasi, komplikasi hemoragik, kardiopulmonari, sistem saraf pusat, hati dan
gangguan pencernaan.
Keadaan kritis pasien akan membaik setelah induksi persalinan.
Konseling pasien mengenai risiko kekambuhan HELLP syndrome untuk
kehamilan berikutnya adalah wajib, meskipun risiko lebih tinggi untuk
mengembangkan preeklamsia (43%) atau komplikasi lain pada kehamilan baru.
Pasien dengan bentuk atipikal preeklamsia atau HELLP syndrome harus
diselidiki untuk antibodi antifosfolipid. Pengakuan awal HELLP syndrome
dan inisiasi terapi awal yang diperlukan untuk memastikan evolusi
menguntungkan ibu dan janin.

BAB III
KESIMPULAN

HELLP ( Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelets Count )


syndrome merupakan suatu variasi dari preeklamsi berat yang disertai
trombositopenia, hemolisis dan gangguan fungsi hepar. Faktor risiko HELLP
syndrome berbeda dengan preeklamsi, pasien HELLP syndrome secara

16
bermakna lebih tua (rata-rata usia 25 tahun) dibandingkan pasien preeklamsia
dan eklamsia tanpa HELLP syndrome.
Gambaran klinis HELLP syndrome bervariasi, oleh sebab itu
diperlukan pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis HELLP syndrome.
Pasien-pasien dengan faktor risiko diharapkan melakukan pemeriksaan
kehamilan (ANC) secara teratur. Diagnosis dini sangat penting mengingat
penyakit yang mirip dengan HELLP syndrome. Diagnosis Sindroma
hellp lebih berdasarkan parameter laboratorium, dan
parameter yang digunakan selama ini lebih mengarah pada
keadaan sindroma hellp lanjut, dimanan morbiditas dan
mortalitas ibu mau pun janin cukup tinggi.
Pengobatan HELLP syndrome juga harus memperhatikan cara- cara
perawatan dan pengobatan pada preeklamsia dan eklamsia.
Prioritas pertama penangan sindrom adalah menilai dan
menstabilkan kondisi ibu, khususnya kelainan pembekuan darah. Pasien
sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO4 untuk mencegah kejang,
baik dengan atau tanpa hipertensi. Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi
kesejahteraan bayi dengan menggunakan tes tanpa tekanan, atau profil
biofisik, biometri USG untuk menilai pertumbuhan janin terhambat. Terakhir
harus diputuskan apakah perlu segera mengakhiri kehamilan.

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, Leveno,Bloom, Hauth, Hipertensi dalam kehamilan. Dalam


Obstetri Williams. Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran.2013 : 754-756.

17
Habli, M., Sibai, B.M. 2008. Hypertensive Disorders of Pregnancy. In:
Danforth’s obstetrics and gynecology. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins, 2008: 258-266
Hemant S , Chabi S, Frey D. Hellp syndrome. J Obstet Gynecol India Vol.
59, No. 1 : Januari 2009 pg 30-40
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta ; PT Bina
Pustaka; 2009. Hal. 530-50.
Roberts, J.M., Hubel, C.A. 2004. Oxidative Stress in Preeclampsia.
American Journal of Obstetrics and Gynecology, 190:1177– 8.
Saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T., Winknjosastro, G.H., editors. Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi ke-4. Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Hal. 532-535.
Sibai, Baha. A practical plan to detect and manage HELLP syndrome.
Journal Obg Management.
Sibai. Diagnosis, Controversies, and Management of the Syndrome of
Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, and Low Platelet Count. The
American College of Obstetricians and Gynecologists. Journal. Vol. 103, No. 5,
Part 1, May 2004
T. Gupta, Gupta N, dkk. 2013.Maternal And Perinatal Outcome In
Patients With Severe Preeclampsia/ Eclampsia With And Without Hellp
Syndrome. Journal of Universal College of Medical Sciences Vol.1 No.04
Wijayakusuma. (2005). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

18

You might also like