You are on page 1of 23

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... Error! Bookmark not defined.


DAFTAR ISI..................................................................................................................................................... 1
DAFTAR TABEL......................................................................................................................................... 2
BAB I ............................................................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 3
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 5
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 5
BAB II........................................................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................................... 6
2.1 Ketahanan Pangan ......................................................................................................................... 6
2.2 Program Desa Mandiri Pangan ..................................................................................................... 7
2.3 Program Desa Mandiri Pangan terhadap ketahanan pangan dan kemiskinan di Kabupaten Aceh
Timur
BAB III ....................................................................................................................................................... 10
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 10
3.1 Dinamika Ketersediaan Pangan .................................................................................................. 13
3.2 Dinamika Tingkat Kemiskinan ................................................................................................... 14
3.3 Dinamika Indikator Kemiskinan Perdesaan ................................................................................ 16
3.4 Eksistensi dan Dampak Kelembagaan Demapan ........................................................................ 16
BAB IV ....................................................................................................................................................... 17
PENUTUP .................................................................................................................................................. 17
4.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 17
4.2 Saran ........................................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 18
DAFTAR TABEL

Table 1. Pendidikan Keluarga Miskin di Dua Desa Mandiri Pangan Kabupaten Aceh Timur .... 10
Table 2. Proporsi Rumah Tangga Miskin yang Memiliki Lahan Pertanian Menuntut Kelompok
Afinitas dan Kelompok Bukan Afinitas ........................................................................................ 11
Table 3. Pemilihan Ternak Keluarga Miskin di Desa Seunebok Simpang dan Gaseh Sayang,
Kabupaten Aceh Timur. Tahun 2012............................................................................................ 12
Table 4. Kecukupan Pangan Rumah Tangga Kelompok Afinitas dan Bukan Afinitas di
Kabupaten Aceh Timur ................................................................................................................. 14
Table 5. Proporsi Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Kelompok Afinitas (RT-KA) dan
Kelompok Buksns Afinitas per Desa Demapan Mandiri sebelum dan setelah Program Demapan
di Kabupaten Aceh Timur ............................................................................................................. 15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia mengingat pangan
adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat secara
bersama-sama seperti diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan, yang menyatakan juga bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang
pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat, dalam undang-undang tersebut juga disebutkan
pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan,
sementara masyarakat menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan,
distribusi serta berperan sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang cukup dalam
jumlah dan mutu, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli mereka.
Kecukupan pangan yang baik mendukung tercapainya status gizi yang baik sehingga akan
menghasilkan generasi muda yang berkualitas.

Disamping itu, untuk meningkatkan ketahanan pangan dilakukan diversivikasi pangan


dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal melalui peningkatan
teknologi pengolahan dan produk pangan dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk
mengonsumsi anekaragam pangan dengan gizi seimbang. Peraturan Pemerintah tentang
ketahanan pangan juga menggarisbawahi untuk mewujudkan ketahanan pangan dilakukan
pengembangan sumberdaya manusia yang meliputi pendidikan dan pelatihan dibidang pangan,
penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang pangan. Disamping itu, kerjasama
internasional juga dilakukan dalam bidang produksi, perdagangan dan distribusi pangan,
cadangan pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan serta riset dan teknologi
pangan. Dari uraian diatas terlihat ketahanan pangan berdimensi sangat luas dan melibatkan
banyak sector pembangunan. Keberhasilan pembangunan ketahanan pangan sangat ditentukan
tidak hanya oleh performa salah satu sektor saja tetapi juga oleh sektor lainnya. Dengan
demikian sinergi antar sektor, sinergi pemerintah dan masyarakat (termasuk dunia usaha)
merupakan kunci keberhasilan pembangunan ketahanan pangan.
Masalah pangan dan gizi merupakan masalah pokok yang mendasari seluruh kehidupan dan
pembangunan bangsa. Ketahanan pangan dan gizi bukan hanya mengenai jumlah bahan makanan
yang tersedia, tapi juga kandungan gizi di dalamnya. Memperhatikan ketahanan pangan artinya
mengubah pola pikir dalam melihat definisi hidup yang sehat dan seimbang. Hal ini senada
dengan pendapat banyak ahli bahwa nutrisi perlu diposisikan dalam sisi demand, dan ketahanan
pangan dalam sisi supply, agar kekurangan gizi dapat diatasi secara komprehensif.

Gizi merupakan pondasi yang sangat penting dan memiliki peran besar dalam bebagai aspek
yang pada akhirnya memberikan kontribusi terhadap pembangunan suatu bangsa, diantaranya: 1)
Investasi gizi pada remaja perempuan dapat meningkatkan statusnya kelak saat menjadi ibu dan
bermanfaat bagi keluarga kecilnya sebagai cikal bakal pencetakan sumber daya manusia; 2)
Perhatian khusus pada gizi berdampak langsung pada keuntungan di bidang pertanian dengan
peningkatan produksi untuk penyediaan kebutuhan pangan bagi masyarakat, dan menjaga
keseimbangan lingkungan dengan mempertahankan makan berbasis pangan lokal; 3) Perbaikan
gizi merupakan langkah awal dalam pengembangan SDM dan penurunan kemiskinan; 4) Gizi
yang cukup dapat memperbaiki kondisi pasca konflik; 5) Program perbaikan gizi merupakan
sebuah proses partisipasi yang mengedepankan HAM; dan 6) Gizi yang cukup meningkatkan
imunitas dan berperan pada pencegahan penyakit tidak menular

Masalah gizi di Indonesia dipengaruhi banyak faktor, diantaranya kemiskinan, kesehatan,


pangan, pendidikan, air bersih, keluarga berencana, sanitasi dan faktor lainnya. Oleh karena itu
permasalahan perbaikan gizi masyarakat merupakan upaya dari berbagai sektor yang
membutuhkan sinergi dan harus terkoordinasi. Rencana Aksi Pangan dan Gizi Kabupaten
Simeulue Tahun 2016- 2022 disusun dengan mengedepankan partisipasi multisektor dan
diharapkan integrasi yang baik antar program, keleluasaan dalam penganggaran, dan kapasitas
kelembagaan yang kuat dapat menjawab tantangan dalam upaya pencapaian ketahanan pangan
dan nutrisi. Penyusunan dokumen Rencana Aksi Pangan dan Gizi Kabupaten Simeulue Tahun
2016-2022 melibatkan berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) maupun instansi yaitu
Dinas Kesehatan; Dinas Pendidikan; Dinas Pekerjaan Umum; Dinas Pertanian dan Tanaman
Pangan ; Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan; Dinas Kelautan dan Perikanan; Badan
Ketahanan Pangan dan Penyuluhan; Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Sejahtera;
Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Badan Pemberdayaan Masyarakat; Dinas
Kehutanan dan Perkebunan; Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM; Dinas
Syariat Islam, Dinas Perhubungan, Komunikasi, Informasi dan Telekomunikasi serta Majelis
Pernusyawaratan Ulama Kabupaten perlu terus memastikan agar pembangunan gizi tetap
menjadi titik sentral dalam program-program pembangunan mendatang baik dalam Agenda
Pembangunan Global Pasca-2015 (SDG’s) maupun dalam agenda pembangunan nasional.
Kekurangan gizi yang tidak ditangani secara mendasar dan komprehensif lambat laun akan
menggerus capaian pembangunan yang diperoleh dengan susah payah. Demikian pula, upaya
kita untuk dapat bersaing dengan bangsa -bangsa yang maju akan sulit diwujudkan tanpa
menjadikan gizi sebagai fokus sentral dalam pembangunan kita (Kemenkes, 2015). Apabila
semua penduduk suatu bangsa memperoleh gizi yang cukup sehingga dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal maka akan terlahir penduduk yang memiliki kualitas yang baik, dan
sumber daya manusia yang berkualitas merupakan unsur utama dalam pembangunan suatu
bangsa.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian ketahanan pangan?
2. Apa program desa mandiri pangan?
3. Bagaimana dampak program desa mandiri pangan terhadap ketahanan pangan dan
kemiskinan di Kabupaten Aceh Timur?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui ketahanan pangan.
2. Untuk mengetahui program desa mandiri pangan.
3. Untuk mengetahui dampak program desa mandiri pangan terhadap ketahanan pangan di
Kabupaten Aceh Timur.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketahanan Pangan


Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap
orang pada setiap saat dan setiap individu yang mempunyai akses untuk memperolehnya, baik
secara fisik maupun ekonomi. Fokus ketahanan pangan tidak hanya pada penyediaan pangan
tingkat wilayah tetapi juga ketersediaan dan konsumsi pangan tingkat daerah dan rumah tangga,
dan bahkan bagi individu dalam memenuhi kebutuhan gizinya. Kebijakan pemerintah dalam
ketahanan pangan ini dapat dianalisis dari diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa
ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu, aman, merata, dan terjangkau. Hal
itu diperkuat dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun
2006 tentang Pembentukan Dewan Ketahanan Pangan.
Perkembangan terbaru dalam sistem hukum menunjukkan bahwa Undang-Undang No. 18
Tahun 2012 mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi negara
sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan
dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif
secara berkelanjutan. Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa ketahanan pangan merupakan
salah satu isu penting yang harus segera diwujudkan bagi segenap pihak (Arlius, Sudargo dan
Subejo, 2017).
Pentingnya ketahanan pangan di antaranya dikarenakan ketahanan pangan mempengaruhi
status gizi masyarakat itu sendiri. Jika ketahanan pangan kurang maka status gizi otomatis
menjadi kurang dan menyebabkan turunnya derajat kesehatan. Dengan demikian maka
ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan aspek gizi dan kesehatan. Apabila ketahanan
pangan yang selalu kurang dari kecukupan dalam jangka waktu tertentu dapat mengakibatkan
kurang gizi walaupun tidak menderita penyakit. Akan tetapi, ketahanan pangan yang cukup,
namun masyarakat terjangkit penyakit, dapat menyebabkan kurang gizi (Mahfi, 2012).
Status gizi sangat erat hubungannya dengan ketahanan pangan dimana keluarga yang
ketahanan pangannya mencukupi, rata-rata memiliki status gizi baik namun status gizi juga
dilihat dari berapa besar rata-rata pengeluaran anggaran biaya untuk pangan suatu keluarga.
Pengeluaran rata-rata per kapita adalah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota
rumah tangga (keluarga) selama sebulan dibagi dengan banyaknya anggota keluarga. Konsumsi
rumah tangga dibedakan atas konsumsi makanan dan bukan makanan tanpa memperhatikan asal
barang dan terbatas pada pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga saja, tidak termasuk
konsumsi/pengeluaran untuk keperluan usaha atau yang diberikan kepada pihak lain.
Pengeluaran untuk konsumsi makanan dihitung selama seminggu terakhir, sedangkan konsumsi
bukan makanan dihitung sebulan dan tiga bulan terakhir. Baik konsumsi makanan maupun bukan
makanan selanjutnya dikonversikan ke dalam pengeluaran rata-rata sebulan. (Arlius, Sudargo
dan Subejo, 2017).

2.2 Program Desa Mandiri Pangan


Pembangunan ketahanan pangan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia
yang memberikan manfaat secara adil dan merata berdasarkan kemandirian, dan tidak
bertentangan dengan keyakinan masyarakat. Upaya pembangunan ketahanan pangan dilakukan
secara bertahap melalui proses pemberdayaan masyarakat untuk mengenali potensi dan
kemampuannya, mencari alternatif peluang dan pemecahan masalah, serta mampu untuk
mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam secara efektif, efisien, dan berkelanjutan.
Perwujudan pemberdayaan masyarakat dalam rangka kemandirian pangan, dilakukan melalui
pemberdayaan masyarakat miskin dan rawan pangan di perdesaan. Strategi yang digunakan
untuk pemberdayaan masyarakat miskin dilakukan melalui jalur ganda/twin track strategy, yaitu:
(1) membangun ekonomi berbasis pertanian dan perdesaan untuk menyediakan lapangan kerja
dan pendapatan; dan (2) memenuhi pangan bagi kelompok masyarakat miskin di daerah rawan
pangan melalui pemberdayaan dan pemberian bantuan langsung (Qoriah dan Sumarti, 2008).

Sejak tahun 2006, Badan Ketahanan Pangan melaksanakan kedua strategi tersebut melalui
Kegiatan Desa Mandiri Pangan (Demapan). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat desa dalam pengembangan usaha produktif berbasis sumber daya lokal,
peningkatan ketersediaan pangan, peningkatan daya beli dan akses pangan rumah tangga,
sehingga dapat memenuhi kecukupan gizi rumah tangga, yang akhirnya berdampak terhadap
penurunan kerawanan pangan dan gizi masyarakat miskin di perdesaan, sejalan dengan salah
satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs), yaitu untuk mengurangi angka kemiskinan
dan kelaparan di dunia sampai setengahnya di tahun 2015 (Krisnadi, 2012).

Program desa mandiri pangan adalah desa yang masyarakatnya mempunyai kemampuan
untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi melalui pengembangan subsistem ketersediaan,
subsistem distribusi, dan subsistem konsumsi dengan memanfaatkan sumberdaya setempat
secara berkelanjutan. Melalui program ini diharapkan masyarakat desa memiliki kemampuan
untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi sehingga dapat menjalani hidup sehat dan
produktif setiap harinya. Upaya tersebut dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat untuk
mengenali potensi dan kemampuannya, mencari alternatif peluang dan pemecahan masalah serta
mampu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya alam secara efisien dan
akhirnya tercapai kemandirian.

Program desa mandiri pangan bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat


miskin perdesaan dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara
optimal. Upaya tersebut dilakukan untuk mencapai kemandirian pangan rumah tangga dan
masyarakat khususnya bagi desa dengan tingkat kemiskinan tinggi. Desa mandiri pangan dalam
pemberdayaannya para masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan ketersediaan,
distribusi dan konsumsi pangan dari waktu ke waktu dengan memanfaatkan kelembagaan sosial
ekonomi (Baihaqi, 2013).

Berdasarkan hasil evaluasi Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian sejak


diluncurkannya program Demapan tahun 2006 telah terdapat 825 desa dengan katagori Desa
Mandiri. Saat ini, dinilai tepat untuk mengetahui dampak program Demapan terhadap tingkat
kemiskinan di pedesaan. Seperti diketahui salah satu kriteria pemilihan desa Demapan adalah
desa dengan tingkat kemiskinan tinggi (lebih besar dari 30%). Tingkat kemiskinan pada
hakekatnya tidak dapat dipisahkan dengan tingkat ketahanan pangan/rawan pangan. Dalam
konteks pembangunan pertanian dan pedesaan, keduanya (ketahanan pangan dan kemiskinan)
tidak dapat dipisahkan (Baihaqi, 2013).
2.3 Program Desa Mandiri Pangan terhadap ketahanan pangan dan kemiskinan di
Kabupaten Aceh Timur
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Aceh Timur, penentuan lokasi dilakukan secara
sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan lokasi yang dipilih merupakan Kecamatan
dan Desa Mandiri Pangan yang memperoleh bantuan tahun 2008. Lokasi yang dipilih adalah
Kecamatan Banda Alam Desa Seunebok Simpang dan Kecamatan Darul Aman Desa Gaseh
Sayang. Objek dalam penelitian adalah penerima program Demapan (kelompok afinitas) dan
bukan penerima program (non afinitas). Ruang lingkup penelitian menganalisis dampak program
Demapan terhadap ketahanan pangan dan kemiskinan di tingkat rumah-tangga (miskin) pada
rumah-tangga peserta dan bukan peserta program di tingkat desa lokasi Demapan (Baihaqi,
2013).

Program Desa Mandiri Pangan di Provinsi Aceh sudah dimulai sejak tahun 2006, Kabupaten
Aceh Timur merupakan salah satu daerah yang melaksanakan Program Demapan. Program
pemerintah ini dilaksanakan di desa rawan pangan dengan fokus kegiatan pemberdayaan
masyarakat melalui empat tahap, yaitu tahap persiapan, tahap penumbuhan, tahap pengembangan
dan tahap kemandirian. Melalui program tersebut diharapkan masyarakat desa rawan pangan
akan kembali mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi, sehingga
dapat menjalani hidup sehat dan produktif setiap harinya. Upaya tersebut dilakukan melalui
pemberdayaan masyarakat untuk mengenali potensi dan kemampuannya, mencari alternatif
peluang dan pemecahan masalah serta mampu mengambil keputusan untuk memanfaatkan
sumberdaya alam secara efisien dan berkelanjutan, serta tercapainya kemandirian masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan masalah sejauhmana efektivitas pelaksanaan
dari program desa mandiri pangan yang sudah dilaksanakan di Provinsi Gorontalo. Berdasarkan
pada latar belakang, sejauhmana efektivitas pelaksanaan dari program desa mandiri pangan yang
sudah dilaksanakan di Kabupaten Aceh Timur (Baihaqi, 2013).
BAB III

PEMBAHASAN

Karakteristik rumah tangga miskin di dua desa lokasi Desa Mandiri Pangan ini akan
diwakilkan oleh responden yang termasuk dalam kelompok afinitas dan bukan afinitas. Dimensi
karakteristik rumah tangga miskin yang dikelompokkan pada variable umur, jenis kelamin, status
dalam kelompok, status perkawinan, pekerjaan utama, dan pendidikan. Hasil FGD dapat
diperoleh informasi bahwa jumlah rumah tangga yang termasuk katagori sangat miskin, dan
miskin di desa Seunebok Simpang sebanyak 39 KK, dan di Desa Gaseh Sayang 44 KK.
Karakteristik rumah tangga miskin ini sangat bervariasi. Berdasarkan kelompok umur responden
maka kelompok umur kepala keluarga rumah tangga miskin dominan masih tergolong produktif
dengan umur antara 35 sampai 55 tahun.
Dari segi umur seharusnya keluarga pada usia produktif tidak tergolong pada rumah tangga
miskin. Akan tetapi di dua Desa (Seunebok Simpang dan Gaseh Sayang) rumah tangga yang
miskin sebagian besar adalah masih mampu bekerja keras, terutama pada sektor tanaman pangan.
Berdasarkan keikutsertaannya pada kelompok, maka keluarga miskin dalam kelompok bukan
afinitas lebih realistis. Ternyata sebagian usia kepala keluarga miskin termasuk kelompok usia
produktif. Pendidikan keluarga miskin di dua desa tersebut sebagian besar berpendidikan tidak
tamat Sekolah SD. Atau dengan kata lain kepala keluarga miskin di daerah ini belum
menamatkan pendidikan dasar. Hanya sebagian kecil dari keluarga miskin yang berpendidikan
Sekolah Menengah Atas.
Lebih jelasnya kondisi pendidikan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Table 1. Pendidikan Keluarga Miskin di Dua Desa Mandiri Pangan Kabupaten Aceh Timur

Kelompok Afinitas Kelompok Bukan Afinitas


Tingkat Pendidikan Seunebok Gaseh Sayang Seunebok Gaseh
Simpang Simpang Sayang
Awal 2012 Awal 2012 2012 2012
Tidak pernah 53,3 53,3 40 40 80 13,34
sekolah/tidak tamat
Tamat SD 26,7 26,7 33,4 33,4 - 53,33
Tidak tamat - - - - - -
SMP/SLTP
Tamat SMP/SLTP 20 20 13,3 13,3 13,33 33,33
Tidak tamat - - 13.3 13.3 - -
SMA/SLTA
Tamat SMA/SLTA - - - - - -

Tidak tamat - - - - 6,67 -


Diploma/Universitas
Tamat - - - - - -
Diploma/Universitas
Sumber: Data Primer, (2012).

Seperti yang dilansir oleh World Bank Tahun 2009, bahwa salah satu faktor pemiskinan
masyarakat adalah penguasaan aset untuk tujuan produksi dan konsumsi. Oleh karena itu pada
evaluasi ini juga dikaji penguasaan aset bagi keluarga miskin di desa madiri pangan. Penguasaan
aset rumahtangga miskin dapat dikelompokkan atas (a) lahan, (b) ternak, dan (c) aset rumah
tangga lainnya. Keluarga miskin di pedesaan masih mengandalkan aset lahan pertanian sebagai
salah satu aset utama. Lahan pertanian yang dikuasai petani dapat menggambarkan kesempatan
berproduksi dan meningkatkan penghasilan keluarga. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa
hanya sebagian kecil dari keluarga miskin yang memiliki lahan pertanian baik dalam bentuk
sawah, kebun, pekarangan dan tambak, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Table 2. Proporsi Rumah Tangga Miskin yang Memiliki Lahan Pertanian Menuntut Kelompok
Afinitas dan Kelompok Bukan Afinitas

Kepemilikan Kelompok Afinitas Kelompok Bukan


Lahan Awal 2012 Awal 2012 Seunebok Gaseh sayang
simpang
Sawah 13,3 33,3 13,3 46,7 13,3 13,3
Tegalan+lahan 46,7 66,7 53,3 93,3 46,7 26,7
Kering+kebun
Pekarangan 33,3 73,3 53,3 60 93,3 33,3
Tambak - - - - - 6,7
Sumber: Data Primer Diolah (2012).

Selanjutnya pemilikan aset juga dapat dilihat dari pemilikan ternak. Seperti kita pahami
bahwa ternak adalah salah satu jenis asset petani yang dapat berfungsi sebagai tabungan atau
investasi dan juga sebagai tenaga kerja untuk pengolahan lahannya. Hasil survei menunjukkan
bahwa pemilikan ternak dominan di dua desa mandiri pangan adalah ternak unggas dan sapi.
Perkembangan jumlah ternak kerbau di Desa Seunebok Simpang dan Gaseh Sayang meningkat.
Bila pada awal program jumlah sapi hanya 7 ekor dan pada tahun 2012 saat survei dilakukan
telah meningkat menjadi 36 ekor, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6. Tidak demikian halnya
bagi kelompok bukan afinitas kepemilikin ternak besar masih sangat kecil, saat ini didomunisai
unggas.

Table 3. Pemilihan Ternak Keluarga Miskin di Desa Seunebok Simpang dan Gaseh Sayang,
Kabupaten Aceh Timur. Tahun 2012.

Kepemilikan Kelompok Afinitas Kelompok Bukan Afinitas


Ternak (Ekor) Seunebok Gaseh sayang Seunebok Gaseh sayang
simpang simpang
Awal 2012 Awal 2012 2012 2012
Sapi 3 11 4 25 3 2
Kerbau - - - 2 - -
Kambing/domba 11 19 2 5 9 10
Ayam 69 127 67 184 106 67
Bebek+Entok 11 58 5 31 20 34
Lainnya - - - - - -
Sumber: Data Primer Diolah (2012).
3.1 Dinamika Ketersediaan Pangan
Bagi rumah tangga yang belum terpenuhi kebutuhan konsumsi keluarga, mereka menempuh
berbagai cara yang antara lain: (a) menerima bantuan dari pemerintah, meminjam dalam
kelompok afinitas baik dalam bentuk natura maupun dalam bentuk pinjaman uang dan
mengurangi konsumsi keluarga. Ini artinya bahwa sebagian keluarga miskin di daerah ini
menempuh cara mengurangi konsumsi keluarga, yang berada di bawah standar konsumsi per
kapita. Dari proporsinya terlihat bahwa sebagian besar anggota (16,67%) kelompok afinitas
menerima bantuan dari pemerintah dalam bentuk BLM (bantuan langsung masyarakat) dan
program-program sektoral lainnya

Bagi anggota yang terpenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangganya, bahkan memiliki
cadangan pangan satu bulan kedepan. Berdasarkan proporsinya kelompok afinitas di lokasi
sampel 30 persen telah memiliki cadangan pangan sebulan ke depan tahun 2012 dan pada awal
program tidak memiliki cadangan pangan.. Sebaliknya untuk kelompok bukan afinitas, tidak
terdapat cadangan pangan untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya. Hal ini dapat dipahami
bahwa sebagian masyarakat miskin di Kabupaten Aceh Timur ini belum termasuk kelompok
afinitas, karena berdasarkan kriteria penerima bantuan tidak memenuhi syarat. Persyaratan yang
didasarkan pada pemilikan aset dan sumber mata pencaharian mereka. Terdapat masyarakat yang
memiliki matapencaharian sebagai sebagai tukang, buruh dan sektor jasa lainnya yang berkerja
diluar desadan tidak termasuk dalam kelompok bukan afinitas.

Dinamika rawan pangan dilihat berdasarkan penyebab kekurangan pangan; kasus malnutrisi,
dan pelayanan kesehatan menanggulangi malnutrisi tersebut. Tiga dimensi ini dapat
menggambarkan dinamika kerawanan pangan di desa Demapan. Pada awal program, keluarga
miskisn di desa sampel sebagian besar 83,33 persen pernah mengalami kekurangan pangan. Pada
tahun 2012 turun tidak signifikan menjadi 62,07 persen yang pernah mengalami kekurangan
pangan. Kekurangan bahan pangan pokok terjadi bila gagal panen dan akses terhadap bahan
pangan tersebut sangat sulit dilakukan. Akibat kekurangan bahan pangan pokok ini tentu saja
terdapat kasus malnutrisi di walaupun tidak signifikan yaitu sebesar 10 – 17,24 persen, tidak
signifikannya malnutrisi disisi lain dikarenakan terdapat program posyandu yang aktif
dijalankan, seperti yang situnjukkan pada Tabel 4 berikut.
Table 4. Kecukupan Pangan Rumah Tangga Kelompok Afinitas dan Bukan Afinitas di
Kabupaten Aceh Timur

No Produksi dan Cadangan Pangan Anggota KA Bukan KA


Awal program 2012 (2012)
1 Status produksi pangan pokok
Produksi ˂ Rata-rata produksi KA 63,33 40,00 76,67
Produksi = Rata-rata produksi KA 36,67 40,00 10,00
Produksi ˃ Rata-rata produksi KA - 20,00 13,33
2 Status kecukupan pangan rumah tangga
Ketersediaan pangan RT ˂ kebutuhan 66,67 40,00 76,67
konsumsi RT
Ketersediaan pangan RT = kebutuhan 33,33 50,00 10,00
konsumsi RT
Ketersediaan pangan RT ˃ kebutuhan - 10,00 13,33
konsumsi RT
3 Cara memenuhi kekurangan kebutuhan pangan
Bantuan pemerintah 16,67 13,33 46,67
Meminjam natura ke KA 3,33 - -
Meminjam uang ke KA 20,00 40,00 -
Meminjam natura ke lumbung desa 3,33 - -
Lainnya 56,67 46,67 53,33
Sumber : Data Primer (2012).

3.2 Dinamika Tingkat Kemiskinan


Hasil evaluasi menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok afinitas tergolong sangat
miskin dan miskin. Bila didasarkan pada kondisi awal program Demapan, kemiskinan responden
berubah setelah tahun 2012. Sejumlah responden yang pada awal program tergolong sangat
miskin, maka pada tahun 2012 telah meningkat menjadi kelompok miskin.
Responden kelompok afinitas di Desa Gaseh Sayang pada awal program tidak seluruhnya
tergolong pada katagori miskin. Pada tahun 2012 kelompok afinitas ini 60 persen telah berada
pada katagori sejahtera, 13,33 persen kurang sejahtera dan hanya 26,67 persen yang masuk
katagori miskin. Ini artinya Demapan di desa Gaseh Sayang ini telah memperbaiki keadaan
kesejahteraan sebagian anggota kelompok afinitas. Demikian juga responden di Desa Seunebok
Simpang yang pada awal program sebenarnya 60 persen termasuk dalam katagori kurang
sejahtera, dan 40 persen diantaranya termasuk pada katagori sejahtera, seperti yang ditunujukkan
pada Tabel 5 berikut.

Table 5. Proporsi Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Kelompok Afinitas (RT-KA) dan
Kelompok Buksns Afinitas per Desa Demapan Mandiri sebelum dan setelah Program Demapan di
Kabupaten Aceh Timur

Kelompok di Desa Sangat Miskin Kurang Sejahtera


Miskin Sejahtera
A. Kelompok Afinitas
Awal Program Demapan
a. Gaseh Sayang 0% 26,67% 53,33% 20,00%
b. Seunebok Simpang 0% 0% 60,00% 40,00%
Tahun 2012
a. Gaseh Sayang 0% 26,67% 13,33% 60,00%
b. Seunebok Simpang 0% 13,33% 33,33% 53,33%
B. Bukan Kelompok Afinitas
a. Gaseh Sayang 0% 60,00% 6,67% 33,33%
b. Seunebok Simpang 0% 40,00% 26,67% 33,33%
Sumber: Data Primer Diolah (2012).

Tahun 2012 keadaan di desa ini dengan program yang ada belum mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, hal ini dilihat bahawa dari 0 persen yang termasuk keluarga miskin
pada awal program kenyataannya tahun 2012 telah bertambah 13,33 persen. Kondisi ini sangat
tidak memuaskan karena keluarga yang sebelumnya berada pada katagori kurang sejahtera telah
beralih kepada keluarga miskin, disisi lain keluarga yang sebelumnya sejahtera meningkat 13,33
persen. Dengan demikian kondisi kemiskinan responden di Kabupaten Aceh Timur terdapat
perubahan namun tidak signifikan mengangkat kesejahteraan masyarakat. Kondisi ini diperoleh
karena pola pikir yang telah baik tidak dibarengi dengan penerapan (praktek) dalam kehidupan
sehari-hari.
3.3 Dinamika Indikator Kemiskinan Perdesaan
Dinamika indikator kemiskinan yang sebagian telah digambarkan pada bagian sebelumnya,
menunjukkan bahwa Desa Seunebok Simpang dan Desa Gaseh Sayang sebelum program
termasuk katagori desa miskin. Sebagian masyarakatnya menjadi target penerima beras raskin.
Setelah lima tahun program Demapan dilaksanakan pengurangan keluarga miskin belum terlihat
siginifikan. Proporsi keluarga miskin dan sangat miskin di Desa Seunebok Simpang dan Gaseh
Sayang berkurang antara 12 sampai 33 persen.
Kelompok afinitas di Desa Gaseh Sayang pada awal program seluruhnya tergolong pada
katagori sangat miskin. Pada tahun 2012 kelompok afinitas ini 33 persen telah berada pada
katagori miskin dan 7 persen pada katagori kurang sejahtera. Ini artinya Demapan di desa Gaseh
Sayang ini telah memperbaiki keadaan kesejahteraan sebagian anggota kelompok afinitas.
Demikian juga responden di Desa Seunebok Simpang yang pada awal program 80 persen
termasuk dalam katagori sangat miskin, 13 persen diantaranya telah meningkat dan termasuk
pada katagori miskin.

3.4 Eksistensi dan Dampak Kelembagaan Demapan


Eksistensi dan dampak kelembagaan Demapan di dua desa tersebut hampir sama. Lembaga
yang telah dibentuk pada program Demapan mulai dari kelompok afinitas, lembaga keuangan
desa, dan lembaga-lembaga pendukung lain masih berjalan di dua desa tersebut. Hanya saja
terdapat pergantian beberapa pengurus yang disebabkan beberapa hal, antara lain: (a) pengurus
lama pindah domisili, (b) pergantian secara periodik berdasarkan musyawarah kelompok, dan (c)
hal lain yang tidak dijelaskan oleh responden.
Dampak kelembagaan Desa Mandiri Pangan bagi ketahanan pangan masyarakat desa terlihat
dari perannya memfasilitasi ketersediaan bahan pangan pokok masyarakat, menata sistem
distribusi dan pemasaran, serta penyuluhan pola makan sehat, bergizi dan berimbang. Lembaga
ini juga berperan dalam mensosialisasikan bahan pangan pokok alternatif yang tersedia di Aceh
Timure seperti : sagu dan pisang. Kelembagaan Demapan juga berperan lintas sektoral di dua
desa (Seunebok Simpang dan Gaseh Sayang).
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi di atas maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Program Demapan di Kabupaten Aceh Timur telah dilaksanakan di lima desa, dua desa
(Seunebok Simpang dan Gaseh Sayang) merupakan program Demapan pusat yang dievaluasi.
2. Program Demapan telah dilakukan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang disosialisasikan
pada awal program, dengan sasaran keluarga miskin di Kecamatan Aceh Timur.
3. Kelompok afinitas telah menggunakan modal usaha untuk kegiatan yang mendukung
ketahanan pangan, mulai dari kegiatan produksi tanaman pangan dan peternakan.
4. Program Demapan telah memberikan pengaruh posistif terhadap substansi kegiatan afinitas,
dan ketahanan pangan masyarakat miskin di daerah ini.
5. Program Demapan turut memberikan pengaruh positif terhadap pengurangan keluarga miskin
di dua desa sasaran selain program pemerintah lainnya.
6. Program demapan perlu dilanjutkan dengan program lain dengan pendampingan yang intensif
telah memberikan dampak nyata pada ketahanan pangan keluarga miskin, perubahan
pemahaman dan pola pikir.
7. Program Demapan belum memberikan dampak nyata terhadap kemandirian ekonomi di dua
desa (Seunebok Simpang dan Gaseh Sayang), karena tidak dilakukan secara berkelanjutan.

4.2 Saran
a. Melakukan pemantauan, bimbingan, pengawasan dan evaluasi program setiap bulan agar
program dapat berjalan baik.
b. Bekerja sama dengan perguruan tinggi dalam pelaksanaan program Desa Mandiri Pangan
(Demapan) dan pengembangan aneka ragam produk pangan lokal.
DAFTAR PUSTAKA

Arlius, A, Sudargo dan Subejo. 2017. Hubungan Ketahanan Pangan Keluarga dengan Status
Gizi Balita (Studi Di Desa Palasari dan Puskesmas Kecamatan Legok, Kabupaten
Tangerang). Jurnal Ketahanan Nasional. Vol 23 (3) : 359-375.

Baihaqi, A. 2013. Dampak Program Desa Mandiri Pangan Terhadap Ketahanan Pangan dan
Kemiskinan Di Kabupaten Aceh Timur. Agrisep. Vol 14 (2) :12-20.

Krisnadi, A. 2012. Partisipasi Stakeholders dalam Capaian Program Desa Mandiri Pangan di
Desa Wukirharjo Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman. Jurnal Pembangunan
Wilayah dan Kota. Vol 8 (3) : 284-294.

Mahfi, T. 2012. Analisis Situasi Pangan dan Gizi Untuk Perumusan Kebijakan Operasional
Ketahanan Pangan dan Gizi Kabupaten Lampung Barat. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol 3
(3) : 233-238.

Qoriah, S.N., dan Sumarti Titik. 2008. Analisis Gender dalam Program Desa Mandiri Pangan.
Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. Vol 2 (2) :: 209-234.
Materi presentasi :

Tujuan dari pembangunan nasional adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh warga


negara Indonesia. Salah satu ukuran dari keberhasilan pembangunan adalah tercapainya status
gizi masyarakat yang optimal sebagai dasar untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
(SDM). Hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik ditentukan
oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Oleh karena itu pemenuhan pangan dan gizi untuk
kesehatan warga negara merupakan investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Pemenuhan hak atas pangan dicerminkan pada definisi ketahanan pangan.

Badan Ketahanan Pangan sebagai institusi yang menangani ketahanan pangan, terus
mendorong upaya pemantapan ketahanan pangan melalui pengembangan berbagai model
pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat memiliki kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan mereka secara mandiri dan berkelanjutan. Langkah pemerintah untuk mewujudkan
ketahanan pangan adalah dengan melaksanakan Program Desa Mandiri Pangan

Untuk memperbaiki kondisi masyarakat pedesaan, maka dibutuhkan kebijakan yang tidak
hanya berorientasi pada peningkatan produktivitas dalam luasan lahan atau melihat ukuran fisik
saja, tetapi juga harus memperhatikan permasalahan sosial budaya masyarakat setempat.
Langkah yang dilakukan pemerintah yaitu Departemen Pertanian adalah dengan melaksanakan
Program Desa Mandiri Pangan mulai tahun 2006 di daerah-daerah yang dinyatakan sebagai
daerah rawan pangan. Melalui Program Desa Mandiri Pangan, diharapkan masyarakat desa
memiliki kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi sehingga dapat menjalani
hidup sehat dan produktif setiap harinya.

Program Desa Mandiri Pangan bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat


miskin perdesaan dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara
optimal. Upaya tersebut dilakukan untuk mencapai kemandirian pangan rumah tangga dan
masyarakat khususnya bagi desa dengan tingkat kemiskinan tinggi. Desa mandiri pangan dalam
pemberdayaannya para masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan ketersediaan,
distribusi dan konsumsi pangan dari waktu ke waktu dengan memanfaatkan kelembagaan sosial
ekonomi.

Program Desa Mandiri Pangan adalah salah satu program dari Departemen Pertanian guna
mengatasi masalah kerawanan pangan dan kemiskinan di pedesaan. Melalui program ini
diharapkan masyarakat desa memiliki kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan
gizi sehingga dapat menjalani hidup sehat dan produktif setiap harinya. Upaya tersebut dilakukan
melalui pemberdayaan masyarakat untuk mengenali potensi dan kemampuannya, mencari
alternatif peluang dan pemecahan masalah serta mampu mengambil keputusan untuk
memanfaatkan sumber daya alam secara efisien dan akhirnya tercapai kemandirian.

Adapun tujuan pelaksanaan Desa Mandiri Pangan adalah tumbuhnya partisipasi masyarakat
terutama kelompok masyarakat miskin rawan pangan dalam usaha perbaikan kehidupannya,
dengan memanfaatkan potensi sumber daya manusia, sumber daya alam, dan budaya lokal yang
ada. Selain itu, adanya fasilitasi dari pihak pemerintah kepada kelompok miskin rawan pangan
dalam pemanfaatan potensi sumber daya manusia, sumber daya alam dan budaya lokal yang ada.
Dengan demikian jumlah penduduk atau rumah tangga yang mengalami kerawanan pangan dan
gizi yang ada di desa menurun.
Sasaran program Desa Mandiri Pangan adalah rumah tangga miskin di desa miskin dan rawan
pangan yang dipilih berdasarkan hasil identifikasi Data Dasar Rumah Tangga (DDRT), Survei
Rumah Tangga (SRT), dan profil desa. Desa rawan pangan adalah desa yang memiliki jumlah
KK miskin lebih dari 30 persen dari jumlah total KK yang ada.

Program Desa Mandiri Pangan di Provinsi Aceh sudah dimulai sejak tahun 2006, Kabupaten
Aceh Timur merupakan salah satu daerah yang melaksanakan Program Demapan. Lokasi yang
dipilih adalah Kecamatan Banda Alam Desa Seunebok Simpang dan Kecamatan Darul Aman
Desa Gaseh Sayang. Objek dalam penelitian adalah penerima program Demapan (kelompok
afinitas) dan bukan penerima program (non afinitas). Ruang lingkup penelitian menganalisis
dampak program Demapan terhadap ketahanan pangan dan kemiskinan di tingkat rumah-tangga
(miskin).
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok afinitas tergolong sangat
miskin dan miskin. Bila didasarkan pada kondisi awal program Demapan, kemiskinan responden
berubah setelah tahun 2012. Sejumlah responden yang pada awal program tergolong sangat
miskin, maka pada tahun 2012 telah meningkat menjadi kelompok miskin.
Responden kelompok afinitas di Desa Gaseh Sayang pada awal program tidak seluruhnya
tergolong pada katagori miskin. Pada tahun 2012 kelompok afinitas ini 60 persen telah berada
pada katagori sejahtera, 13,33 persen kurang sejahtera dan hanya 26,67 persen yang masuk
katagori miskin. Ini artinya Demapan di desa Gaseh Sayang ini telah memperbaiki keadaan
kesejahteraan sebagian anggota kelompok afinitas. Demikian juga responden di Desa Seunebok
Simpang yang pada awal program sebenarnya 60 persen termasuk dalam katagori kurang
sejahtera, dan 40 persen diantaranya termasuk pada katagori sejahtera, seperti yang ditunujukkan
pada Tabel 5 berikut.

Table 6. Proporsi Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Kelompok Afinitas (RT-KA) dan
Kelompok Buksns Afinitas per Desa Demapan Mandiri sebelum dan setelah Program Demapan di
Kabupaten Aceh Timur

Kelompok di Desa Sangat Miskin Kurang Sejahtera


Sejahtera
Miskin

C. Kelompok Afinitas
Awal Program Demapan

c. Gaseh Sayang 0% 26,67% 53,33% 20,00%

d. Seunebok Simpang 0% 0% 60,00% 40,00%

Tahun 2012

c. Gaseh Sayang 0% 26,67% 13,33% 60,00%

d. Seunebok Simpang 0% 13,33% 33,33% 53,33%

D. Bukan Kelompok Afinitas


c. Gaseh Sayang 0% 60,00% 6,67% 33,33%

d. Seunebok Simpang 0% 40,00% 26,67% 33,33%

Sumber: Data Primer Diolah (2012).

Tahun 2012 keadaan di desa ini dengan program yang ada belum mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, hal ini dilihat bahwa dari 0 persen yang termasuk keluarga miskin
pada awal program kenyataannya tahun 2012 telah bertambah 13,33 persen. Kondisi ini sangat
tidak memuaskan karena keluarga yang sebelumnya berada pada katagori kurang sejahtera telah
beralih kepada keluarga miskin, disisi lain keluarga yang sebelumnya sejahtera meningkat 13,33
persen. Dengan demikian kondisi kemiskinan responden di Kabupaten Aceh Timur terdapat
perubahan namun tidak signifikan mengangkat kesejahteraan masyarakat. Kondisi ini diperoleh
karena pola pikir yang telah baik tidak dibarengi dengan penerapan (praktek) dalam kehidupan
sehari-hari.

Dinamika Indikator Kemiskinan Perdesaan


Dinamika indikator kemiskinan yang sebagian telah digambarkan pada bagian sebelumnya,
menunjukkan bahwa Desa Seunebok Simpang dan Desa Gaseh Sayang sebelum program
termasuk katagori desa miskin. Sebagian masyarakatnya menjadi target penerima beras raskin.
Setelah lima tahun program Demapan dilaksanakan pengurangan keluarga miskin belum terlihat
siginifikan. Proporsi keluarga miskin dan sangat miskin di Desa Seunebok Simpang dan Gaseh
Sayang berkurang antara 12 sampai 33 persen.
Kelompok afinitas di Desa Gaseh Sayang pada awal program seluruhnya tergolong pada
katagori sangat miskin. Pada tahun 2012 kelompok afinitas ini 33 persen telah berada pada
katagori miskin dan 7 persen pada katagori kurang sejahtera. Ini artinya Demapan di desa Gaseh
Sayang ini telah memperbaiki keadaan kesejahteraan sebagian anggota kelompok afinitas.
Demikian juga responden di Desa Seunebok Simpang yang pada awal program 80 persen
termasuk dalam katagori sangat miskin, 13 persen diantaranya telah meningkat dan termasuk
pada katagori miskin.
3.5 Eksistensi dan Dampak Kelembagaan Demapan
Eksistensi dan dampak kelembagaan Demapan di dua desa tersebut hampir sama. Lembaga
yang telah dibentuk pada program Demapan mulai dari kelompok afinitas, lembaga keuangan
desa, dan lembaga-lembaga pendukung lain masih berjalan di dua desa tersebut. Hanya saja
terdapat pergantian beberapa pengurus yang disebabkan beberapa hal, antara lain: (a) pengurus
lama pindah domisili, (b) pergantian secara periodik berdasarkan musyawarah kelompok, dan (c)
hal lain yang tidak dijelaskan oleh responden.
Dampak kelembagaan Desa Mandiri Pangan bagi ketahanan pangan masyarakat desa terlihat
dari perannya memfasilitasi ketersediaan bahan pangan pokok masyarakat, menata sistem
distribusi dan pemasaran, serta penyuluhan pola makan sehat, bergizi dan berimbang. Lembaga
ini juga berperan dalam mensosialisasikan bahan pangan pokok alternatif yang tersedia di Aceh
Timure seperti : sagu dan pisang. Kelembagaan Demapan juga berperan lintas sektoral di dua
desa (Seunebok Simpang dan Gaseh Sayang).

You might also like