You are on page 1of 73

PERBEDAAN USIA KRONOLOGIS DAN USIA DENTAL DENGAN

MENGGUNAKAN METODE DEMIRJIAN BERDASARKAN KAJIAN

RADIOLOGI MENGGUNAKAN RADIOGRAFI PANORAMIK

DI RSGM UNHAS

SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat

mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi

OLEH :

Yulia Wardhani

J111 12 137

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

i
ii
KATA PENGANTAR

Tak ada kata yang indah selain kata syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada

Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia serta petunjuk-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Perbedaan Usia

Kronologis dan Usia Dental menggunakan Metode Demirjian berdasarkan Kajian

Radiologi menggunakan Radiografi Panoramik di RSGM Unhas” Penulisan skripsi

ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Kedokteran

Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. Selain itu skripsi ini

diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan peneliti lainnya untuk

menambah pengetahuan dalam bidang ilmu kedokteran gigi masyarakat.

Dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak hambatan yang penulis hadapi, namun

berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga akhirnya penulisan skripsi

ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan segala

kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. drg. Bahruddin Thalib, M. Kes, Sp. Pros, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.

2. Prof. Dr. drg. Hj. Barunawaty Yunus, M. Kes, Sp. RKG(K), selaku dosen

pembimbing penulisan skripsi ini dan juga selaku dosen favorit penulis, yang telah

banyak meluangkan waktu untuk memberikan ilmu yang bermanfaat, arahan,

pengalaman, petunjuk, serta membimbing penulis dengan penuh kasih sayang mulai

dari awal penulisan skripsi ini sampai selesai.

Terima kasih banyak prof.

iii
3. Prof. Dr. drg. Muhammad Hendra Chandha, M.S., sebagai penasehat

akademik yang senantiasa memberikan dukungan, nasihat, dan motivasi, sehingga

penulis berhasil menyelesaikan jenjang perkuliahan dengan baik.

4. Seluruh Dosen Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin yang telah bersedia

memberikan ilmu kepada penulis selama menjalani masa pre-klinik, terkhusus kepada

drg. Ardiansyah S Pawinru, Sp. Ort yang telah membantu dan mensupport penulis

untuk ikutserta dalam Seminar yang bertaraf Nasional yaitu Makassar Scientific

Meeting 2015.

5. Seluruh dokter Alumni HmI komisariat Kedokteran Gigi Unhas, terkhusus yang

selama ini menjadi motivasi penulis, drg. Nursyamsi, M.Kes yang selalu

mengaktualisasikan semangat jiwa muda yang tinggi.

6. Seluruh staf karyawan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin,

terkhusus pada kak Tri, kak Ipul, kak Cia, kak Edha dan Pak Amir yang telah

membantu kelancaran penelitian.

7. Untuk orang yang terkasih karena Allah, Adrian Rustam yang selalu memberikan

semangat, dukungan dan menjadi motivasi penulis dalam menyelesaikan skripsiini

setelah kedua orangtua dan Allah SWT. Terimakasih telah sabar membimbing dari

awal pembuatan judul, selalu mengawal atau menemani penulis selama penelitian dan

menyusun skripsi ini sampai akhir penantian. Terimakasih sudah mau diajak dan mau

mengajak penulis untuk susah bersama, karena keyakinan kita bahwa Allah adalah

Tuhan kita Yang Maha Adil. Ketika kita ikhlas dalam kesusahan, maka Niscaya

Allah akan memberikan balasan dengan keadilan-Nya yaitu memberikan

kebahagiaan-Nya kepada kami. Amin Ya Robb..

iv
8. Untuk temanku yang sama pembimbing dan sama bagian. Yang seperjuangan selalu

peduli dan saling membantu, terima kasih banyak kepada Rezky Amalia dan Wiwik

Widya Praja.

9. Untuk teman-teman sehati sepenanggungan MASTIKASI2012, terkhusus kepada

Fadlianur, Renny Indrijani, Filia Bustam, Irmayuli Kantja, Wahyuni Ishaq,

Zulfitri Jahili, Siti Nurwahida SL, Andi Izham, Taufik Abdullah, Ardiansyah

Syamsuddin, Muhammad Faried Ma’ruf yang selalu setia dan selalu menolong

penulis tanpa pamrih.

10.Teman-teman seperjuangan di Komisariat Kedokteran Gigi Himpunan Mahasiswa

Islam dan teman-teman kepengurusan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Gigi Unhas Periode 2014-2015, terkhusus kepada Tum Ammar

Abdullah dan Sekumnya Andi Syamsul Alam.

11.Kanda-kanda KPMW-Sengkang (Keluarga Pelajar Mahasiswa Wajo-Sengkang),

terkhusus kanda Tri Novriyandi, S.KG, kanda Dedy Ariwansa, S.KG, dan kanda

Anugerah Yanuar Azis, S.KG yang masih setia mengawal dengan berbagi ilmu dan

pengalaman dan selalu memberikan semangat kepada penulis serta selalu membuat

penulis ceria jika bersama kanda-kanda diatas.

12.Kanda-kanda dan teman-teman pengurus Insan Cita Dental Klinik, terkhusus

kepada teman jaga klinik di hari sabtu yang selalu berbagi ilmu dan pengalaman

kepada kanda Hariadi Putranto, S.KG, kanda Abd. Rahman, S.KG, kanda

Rahmat Setiawan, S.KG dan dinda Rifki Ardiansyah.

13.Untuk sahabat-sahabatku Nurul Hidayati, Putri Kamelia, Anggreni Widya

Lestari, Nirsyawati Salu, Septianto Dwi Valen, dan Andi Muhammad Ghalib

v
yang selama ini selalu mendorong penulis untuk maju, selalu memberikan

semangat ketika penulis mulai jenuh, dan masih setia hingga saat ini.

14.Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini yang

namanya tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Akhirnya penulis persembahkan skripsi ini kepada orang tua tercinta Ayahandaku

H. Muhammad Yunus, SH dan Ibundaku Hj. Hasnidar Tjoni, AMG, serta Kakak Ipar

dan saudaraku yang kusayangi Zainal Baddu, Amd. Rad, Sri Kasyuni Lestari,

Amd.Keb, dan Muhammad Akhyar serta keponakan yang paling kusayangi Haura

Farah Ramadhani. Rasa syukur yang sangat dalam penulis panjatkan kepada Allah

SWT karena masih memberikan umur panjang kepada keluarga besar kami dan

menjadikan keluarga kami orang-orang yang kuat dalam mengahadapi segala cobaan

yang Engkau berikan. Semoga segala cobaan-Mu membuahkan hikmah untuk kami ya

Allah. Terima kasih dan penghargaan terdalam dari lubuk hati, penulis berikan kepada

mereka yang senantiasa telah memberikan doa, dukungan, bantuan, didikan, nasihat,

perhatian, semangat, motivasi, dan cinta kasih yang tiada henti. Tak ada kata atau

kalimat yang mampu mengekspresikan besarnya rasa terima kasihku. Kalian adalah

segalanya bagiku. Sekali lagi penulis ucapkan banyak terima kasih.

vi
Penulis berharap kiranya Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan dari segala

pihak yang telah bersedia membantu penulis. Akhirnya dengan segenap kerendahan hati,

penulis mengharapkan agar kiranya tulisan ini dapat menjadi salah satu bahan

pembelajaran dan peningkatan kualitas pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi

kedepannya. Amin Ya Allah.

Makassar, September 2015

Yulia Wardhani

vii
Perbedaan Usia Kronologis dan Usia Dental dengan Menggunakan Metode

Demirjian berdasarkan Kajian Radiologi menggunakan Radiografi Panoramik di

RSGM Unhas

Yulia Wardhani

Mahasiswa Program Pendidikan Dokter Gigi


Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
Makassar, Indonesia

ABSTRAK
Latar Belakang.Usia kronologis adalah usia berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun
kelahiran. Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa usia kronologis mungkin tidak
dapat memberikan informasi yang cukup tentang pertumbuhan seseorang secara tepat.
Usia kronologis saja adakalanya tidak dapat digunakan untuk menilai tingkat
perkembangan dan maturasi seorang pasien, sehingga perlu ditentukan usia dentalnya.
Usia dental adalah perhitungan usia yang dihitung dengan menilai pertumbuhan dan
perkembangan manusia. Estimasi usia memiliki peran penting dalam bidang kesehatan,
khususnya dalam bidang kedokteran gigi. Estimasi usia juga berperan penting karena
dapat menunjang diagnosis, rencana perawatan, serta prognosis suatu kasus.
Pengamatan erupsi gigi menurut metode Demirjian merupakan metode estimasi usia
yang melihat proses pertumbuhan dan perkembangan gigi dengan menggunakan foto
panoramik. Tujuan. Mengetahui adanya perbedaan Usia Kronologis dan Usia Dental
dengan menggunakan metode Demirjian berdasarkan kajian Radiologi menggunakan
Radiografi Panoramik. Metode. Jenis penelitian ini adalah Observasional Analitik
dengan metode Cross-Sectional Study, data yang diobservasi hanya pada satu saat.
Dalam penelitian ini, jumlah sampel sebanyak 30 sampai sampel terpenuhi, umur 4-9
tahun. Sampel dipilih sesuai populasi target yang memenuhi kriteria sampel pada
pasien anak yang dirujuk ke Bagian Radiologi RSGM Unhas untuk mengambil foto
panoramik. Semua hasil foto radiografi dicetak oleh salah satu pemeriksa dan
menggunakan metode Demirjian untuk mendapatkan usia dental. Skor selanjutnya
dianalisa untuk melihat perbedaan antara usia kronologis dan usia dental. Hasil.
Dalam penelitian ini berdasarkan hasil uji Wilcoxon, ditemukan nilai p:0.011 (p<0.05),
yang berarti bahwa terdapat perbedaan usia kronologis dan usia dental yang signifika.
Simpulan. Dalam melihat adanya perbedaan antara usia kronologis dan usia dental
dapat dianalisa dari hasil foto radiografi panoramik untuk menentukan usia dental
menggunakan Metode Demirjian.
Kata kunci : Usia Dental, Usia Kronologis, Metode Demirjian, Radiografi
Panoramik.
viii
Difference between Chronological Age and Dental Age using Demirjian Method
Based on Radiology Analysis of Panoramic Radiography
in RSGM Unhas

Yulia Wardhani

Student of Dentistry
Faculty of Dentistry, Hasanuddin University
Makassar, Indonesia

ABSTRACK
Background. Choronological age is assessed by the date, month, and year of birth.
Several researches suggested that Chronological age may not be able to provide
sufficient information regarding on human growth precisely. Chronological age, on the
other hand, could not be used to assess Maturity development rate of a patient, so it is
necessary to assess the dental age. Dental age is age assessment method by measuring
human growth and development. Age estimation has important role in health field,
Particularly in dentistry as it will be beneficial in making appropriate diagnosis,
Treatment plan, and prognosis. Tooth eruption estimation according to Demirjian
Method conducted by assessing growth and development process of tooth using
panoramic radiography. Purpose. Determine the difference between Chronological Age
and Dental Age Using Demirjian Method Based on Radiology Analysis of Panoramic
Radiography. Method. This study was an observational analytic using Cross-sectional
study, all data are observed once at the time. In this study, the amount of sample
reviewed were 30 samples, consisted of 4 – 9 years old children. Panoramic
radiography were collected based on target population which fulfill Sample Criteria
from reconciled patient of radiology department RSGM Unhas. The results were
obtained by estimating the score of dental age using Demirjian Method. After that, the
Dental age and chronological age were analayzed to obtain the mean difference. Result.
Based on wilcoxon test, mean value was obtain p:0.011 (p<0.05), this result shows that
there is significant difference between chronological age and dental age yang berarti
Conclusion. Chronological age and dental age can be assessed by reviewing the
panoramic radiography using Demirjian Method

Keywords : Dental age, Chronological age, Demirjian method, Panoramic


Radiography

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL………………………………………………………..……..i

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………..……..ii

KATA PENGANTAR……………………………………………………………...iii

ABSTRAK… ………………………………………………………………….......viii

DAFRAR ISI………………………………………………………………………...x

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….......xiii

DAFTAR TABEL…………………………………………………………………xiv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………1

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………...........3

1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………............3

1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………………..3

1.3.1 Manfaat Ilmiah……………………………………………………..3

1.3.2 Manfaat Praktis…………………………………………………….4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Indikator Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi….……………………...5

2.1.1 Tahap Perkembangan Gigi..…………………………………….5

2.1.2 Tahap Kalsifikasi Gigi………………………………………….9

2.1.3 Tahap Erupsi Gigi………………………………………............9

x
2.2 Usia Dental………………………………………………………………10

2.2.1 Maturitas Skeletal………………………………………...........11

2.2.2 Maturitas Seksual………………………………………...........12

2.2.3 Maturitas Gigi…………………………………………………12

2.3 Metode Demirjian……………………………………………………….13

2.3.1 Cara Menggunakan Metode Demirjian……………….……….14

2.4 Usia Kronologis.…………………………………………………............15

2.5 Hubungan Maturitas Gigi dengan Usia Kronologis……………………..17

2.6 Radiografi Dental………………………………………………………..17

2.6.1 Definisi…………………………………………………...........17

2.6.2 Klasifikasi………………………………………………..........18

2.7 Radiografi Panoramik…………………………………………………...19

2.7.1 Definisi…………………………………………………..........19

2.7.2 Jenis Radiografi Panoramik…………………………………...20

2.7.3 Indikasi dan Kontraindikasi…………………………………...21

2.7.4 Keuntungan dan Kerugian…………………………………….22

2.8 Teknik dan Posisi Pengambilan Gambar Panoramik……………………22

2.8.1 Persiapan Alat…………………………………………………23

2.8.2 Persiapan Pasien……………………………………………….24

2.8.3 Persiapan Operator…………………………………………….25

2.8.4 Persiapan Lingkungan terhadap Proteksi Radiasi………..........26

BAB 3 KERANGKA KONSEP……………………………………………..........27

xi
BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian…………………………………………………………..28

4.2 Variabel Penelitian………………………………………………………28

4.2.1 Variabel Menurut Fungsinya………………………………….28

4.2.2 Variabel Menurut Skala Pengukurannya……………………...29

4.3 Definisi Operasional Variabel..………………………………………….30

4.4 Lokasi Penelitian………………………………………………………...31

4.5 Waktu Penelitian..……………………………………………………….31

4.6 Populasi dan Sampel Penelitian.………………………………………...31

4.6.1 Populasi…………………………………………………..........31

4.6.2 Sampel…………………………………………………………31

4.7 Kriteria Sampel………………………………………………………….31

4.7.1 Kriteria Inklusi…………………………………………...........31

4.7.2 Kriteria Eksklusi………………………………………………32

4.8 Besar Sampel….………………………………………………………...32

4.9 Instrumen Penelitian…..………………………………………………...32

4.9.1 Alat……………………………………………………………32

4.9.2 Bahan………………………………………………………….32

4.10 Prosedur Penelitian...……………………………………………..........33

BAB 5 HASIL PENELITIAN…………………………………………………….35

BAB 6 PEMBAHASAN…………………………………………………………...41

xii
BAB 7 PENUTUP

7.1 Kesimpulan……………………………………………………………...49

7.2 Saran…………………………………………………………………….50

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...51

LAMPIRAN-LAMPIRAN………………………………………………………...53

xiii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 2.1 Siklus hidup gigi 6

Gambar 2.2 Inisisasi dan proliferasi 7

Gambar 2.3 Histodiferensiasi 8

Gambar 2.4 Radiografi pergelangan tangan 11

Gambar 2.5 Tahap kalsifikasi gigi permanen menurut

Demirjian dkk 14

Gambar 2.6 Contoh gambaran radiografi panoramik 20

Gambar 2.7 Pesawat panoramik 23

Gambar 2.8 Teknik radiografi panoramik 25

Gambar 6.1 Hasil foto panoramik 43

Gambar 6.2 Foto hasil penapakan 43

Gambar 6.3 Tahap kalsifikasi menurut metode demirjian 44

Gambar 6.4 Konversi tahap kalsifikasi gigi berdasarkan jenis kelamin 45

Gambar 6.5 Konversi total skor jenis kelamin laki-laki 46

xiv
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 2. 1 Perkembangan kronologis pada gigi permanen 16

Tabel 5. 1 Distribusi karakteristik sampel penelitian 36

Tabel 5. 2 Distribusi hasil pengamatan tahapan Demirjian

gigi-gigi permanen sampel penelitian 37

Tabel 5. 3 Distribusi rata-ratausia kronologis dan usia dental

(tahun) berdasarkan jenis kelamin, kategori usia

kronologis dan kategori usia dental 38

Tabel 5. 4 Distribusi kategori usia kronologis dan usia dental

berdasarkan jenis kelamin 39

Tabel 5. 5 Perbedaan usia kronologis dan usia dental keseluruhan 40

Table 6.1 Tabel pengaplikasian metode demirjian 47

xv
xvi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Proses erupsi gigi adalah suatu proses fisiologis berupa proses pergerakan gigi

yang dimulai dari tempat pembentukan gigi di dalam tulang alveolar kemudian gigi

menembus gingival sampai akhirnya mencapai dataran oklusal.1,2 Pada manusia

terdapat 20 gigi susu dan 32 gigi permanen. Benih gigi mulai dibentuk sejak janin

berusia 7 minggu dan berasal dari lapisan ektodermal serta mesodermal. Lapisan

ektodermal berfungsi membentuk email dan odontoblast, sedangkan mesodermal

membentuk dentin, pulpa, sementum, membran periodontal, dan tulang alveolar.3

Pertumbuhan gigi meliputi mineralisasi, kemunculan (erupsi), dan pelepasan

(eksfoliasi).4

Usia dental adalah perhitungan usia yang dihitung dengan menilai pertumbuhan dan

perkembangan manusia. Usia dental dipakai untuk menunjukkan pertumbuhan

seseorang sudah mencapai suatu tahapan tertentu. Terdapat tiga bentuk usia biologis

yaitu berdasarkan perkembangan tulang (skeletal age), perkembangan seksual (sexual

age), dan gigi geligi (dental age).2

Menurut Demirjian (1978) maturitas gigi dapat dinilai berdasarkan fase erupsi gigi

atau kalsifikasi gigi.2 Kalsifikasi gigi lebih diutamakan daripada erupsi gigi karena

1
proses erupsi gigi bersifat lebih cepat dan waktunya sangat sulit ditentukan sedangkan

kalsifikasi gigi bersifat terus-menerus dan dapat dinilai dengan menggunakan foto

radiografi.5

Penelitian Cheraskin (1972), Malayola (1989), Jaegar (1990), dan Carvalho (1990),

menemukan bahwa usia kronologis dan usia dental menunjukkan hubungan yang

signifikan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini didukung oleh penelitian Hedge R.J

dan Sood P.B (2002) yang menemukan bahwa maturitas gigi dapat digunakan sebagai

indikator penentuan usia kronologis.5

Usia kronologis adalah usia berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun kelahiran.6 Pada

umumnya perkembangan somatik berhubungan dengan usia kronologis seperti pada

pengukuran maturitas somatik, misalnya usia tulang, menstruasi dan tinggi badan.

Maturitas somatik dapat digunakan untuk memperkirakan usia lain yang akurat.7,8 Usia

kronologis sering tidak cukup pada penilaian tahapan pertumbuhan dan maturitas

somatik dari pasien, sehingga dibutuhkan penentuan usia biologis.9

Estimasi usia memiliki peran penting dalam bidang kesehatan, khususnya dalam

bidang kedokteran gigi estimasi usia juga berperan penting karena dapat menunjang

suatu diagnosis, rencana perawatan, serta prognosis suatu kasus. Pengamatan erupsi

gigi menurut metode demirjian merupakan metode estimasi usia yang melihat proses

pertumbuhan dan perkembangan gigi. Dan juga metode ini adalah metode estimasi usia

yang memiliki tingkat pengamatan serta kategorisasi yang paling mudah digunakan.3

Dari beberapa penelitian mengindikasikan bahwa usia kronologis tidak dapat

memberikan informasi yang cukup tentang pertumbuhan seseorang secara tepat. Usia

2
kronologis saja adakalanya tidak dapat digunakan untuk menilai tingkat perkembangan

dan maturasi seorang pasien, sehingga perlu ditentukan usia biologisnya (usia dental).

Peneliti ingin mengetahui ada atau tidaknya perbedaan usia kronologis dan usia

dental pasien yang diamati melalui radiografi panoramik sesuai dengan metode yang

ditetapkan oleh Demirjian.

1.2. Rumusan masalah

Dari latar belakang tersebut maka dapat dibuat rumusan masalah, yaitu apakah ada

perbedaan usia kronologis dan usia dental dengan menggunakan metode demirjian

berdasarkan kajian radiologi menggunakan radiografi panoramik di RSGM Unhas.

1.3. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Perbedaan Usia Kronologis dan

Usia Dental menggunakan Metode Demirjian berdasarkan Kajian Radiologi

menggunakan Radiografi Panoramik di RSGM Unhas.

1.4. Manfaat penelitian

1.4.1. Manfaat ilmiah

1. Memberikan informasi ilmiah mengenai Perbedaan Usia Dental dan Usia

Kronologis menggunakan Metode Demirjian berdasarkan Kajian Radiologi

menggunakan Radiografi Panoramik di RSGM Unhas.

3
2. Memberikan informasi mengenai dampak adanya Perbedaan Usia Kronologis dan

Usia Dental menggunakan Metode Demirjian berdasarkan Kajian Radiologi

menggunakan Radiografi Panoramik terhadap perawatan yang akan diberikan.

1.4.2. Manfaat praktis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

pengambilan kebijakan pengembangan Bagian Radiologi RSGM Unhas.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat diterapkan dalam menyusun rencana perawatan.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Indikator Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

Benih gigi mulai dibentuk sejak janin berusia 7 minggu dan berasal dari lapisan

ektodermal serta mesodermal. Lapisan ektodermal berfungsi membentuk email dan

odontoblast, sedangkan mesodermal membentuk dentin, pulpa, sementum, membran

periodontal, dan tulang alveolar. Proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan

dan perkembangan adalah maturitas. Adapun pertumbuhan dan perkembangan gigi

dibagi dalam tiga tahap, yaitu tahap perkembangan gigi, tahap kalsifikasi gigi, dan tahap

erupsi gigi.2

2.1.1. Tahap Perkembangan Gigi

Tahap perkembangan adalah sebagai berikut10:

1. Inisiasi (bud stage)

Merupakan permulaan terbentuknya benih gigi dari epitel mulut. Sel-sel tertentu

pada lapisan basal dari epitel mulut berproliferasi lebih cepat daripada sel sekitarnya.

Hasilnya adalah lapisan epitel yang menebal di regio bukal lengkung gigi dan meluas

sampai seluruh bagian maksila dan mandibula.10

5
Gambar 1. Siklus hidup gigi. (A–D)Tahap perkembangan gigi. (A)Inisiasi (bud stage),
(B)Proliferasi (cap stage), (C)Histodiferensiasi, Morfodiferensiasi (bell stage),
(D)Aposisi dan dilanjut dengan tahap kalsifikasi, (E)Sebelum erupsi, (F)Setelah erupsi,
(G dan H) Atrisi, (I) Resesi gingiva dan kehilangan jaringan pendukung sehingga
terjadinya eksfoliasi. Modified from Schour and Massler.22
(sumber: Chiego D.J. 2006. Oral Histology. Available at http://crse.dent.umich.edu.

6
2. Proliferasi (cap stage)

Lapisan sel-sel mesenkim yang berada pada lapisan dalam mengalami proliferasi,

memadat dan bervaskularisasi membentuk papila gigi yang kemudian membentuk dentin

dan pulpa pada tahap ini. Sel-sel mesenkim yang berada di sekeliling organ gigi dan

papila gigi memadat dan fibrous, disebut kantong gigi yang akan menjadi sementum,

membran periodontal, dan tulang alveolar.10

I II

Gambar 2 (I) - Inisiasi (bud stage), (II) - Proliferasi (cap stage)10,11


(sumber : Sofia, E. 1991. Tinjauan Tentang Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi. Bandung : Bidang
Studi Pedodonsia Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Universitas Padjajaran. Chiego D.J. 2006.
Oral Histology. Available at http://crse.dent.umich.edu)

3. Histodiferensiasi (bell stage)

Terjadi diferensiasi seluler pada tahap ini. Sel-sel epitel email dalam (inner email

epithelium) menjadi semakin panjang dan silindris, disebut sebagai ameloblas yang akan

berdiferensiasi menjadi email dan sel-sel bagian tepi dari papila gigi menjadi odontoblas

yang akan berdiferensiasi menjadi dentin.10

7
III

Gambar 3. (III) – Histodiferensiasi10,11


(sumber : Sofia, E. 1991. Tinjauan Tentang Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi. Bandung : Bidang
Studi Pedodonsia Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Universitas Padjajaran. Chiego D.J. 2006.
Oral Histology. Available at http://crse.dent.umich.edu)

4. Morfodiferensiasi

Proses ini terjadi sebelum deposisi matriks dimulai. Morfologi gigi dapat ditentukan

bila epitel email bagian dalam tersusun sedemikian rupa sehingga batas antara epitel

email dan odontoblas merupakan gambaran dentinoenamel junction yang akan

terbentuk.10

5. Aposisi

Terjadi pembentukan matriks keras gigi baik pada email, dentin, dan sementum.

Matriks email terbentuk dari sel-sel ameloblas yang bergerak ke arah tepi dan telah

terjadi proses kalsifikasi sekitar 25%-30%.10

8
2.1.2. Tahap Kalsifikasi Gigi

Tahap kalsifikasi adalah suatu tahap pengendapan matriks dan garam-garam

kalsium. Kalsifikasi akan dimulai di dalam matriks yang sebelumnya telah mengalami

deposisi dengan jalan presipitasi dari satu bagian ke bagian lainnya dengan penambahan

lapis demi lapis.3,12

Gangguan pada tahap ini dapat menyebabkan kelainan pada kekerasan gigi seperti

Hipokalsifikasi. Tahap ini tidak sama pada setiap individu, dipengaruhi oleh faktor

genetik atau keturunan sehingga mempengaruhi pola kalsifikasi, bentuk mahkota dan

komposisi mineralisasi.12

2.1.3. Tahap Erupsi Gigi

Erupsi gigi merupakan suatu proses yang berkesinambungan dimulai dari awal

pembentukan melalui beberapa tahap sampai gigi muncul ke arah oklusi dan kontak

dengan gigi antagonisnya.1,12 Ada dua fase yang penting dalam proses erupsi gigi, yaitu

erupsi aktif dan pasif. Erupsi aktif adalah pergerakan gigi yang didominasi oleh gerakan

ke arah vertikal, sejak mahkota gigi bergerak dari tempat pembentukannya di dalam

rahang sampai mencapai oklusi fungsional dalam rongga mulut, sedangkan erupsi pasif

adalah pergerakan gusi ke arah apeks yang menyebabkan mahkota klinis bertambah

panjang dan akar klinis bertambah pendek sebagai akibat adanya perubahan pada

perlekatan epitel di daerah apikal.1,3

Gigi desidui yang juga dikenal dengan gigi primer jumlahnya 20 di rongga mulut,

yang terdiri dari insisivus sentralis, insisivus lateralis, kaninus, molar satu, dan molar

dua dimana terdapat sepasang pada maksila dan mandibula masing-masing1.

9
Pada usia 6 bulan setelah kelahiran, gigi insisivus sentralis mandibula yang

merupakan gigi yang pertama muncul di rongga mulut, dan berakhir dengan erupsinya

gigi molar dua maksila.3 Erupsi gigi permanen pada umumnya terjadi antara usia 5

sampai 13 tahun kecuali gigi permanen molar tiga (erupsi antara 17 sampai 21 tahun),

juga seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan pubertas. Waktu erupsi gigi

permanen dapat dilihat pada Tabel 1.3

2.2. Usia Dental

Usia dental atau yang biasa juga disebut dengan usia biologis adalah perhitungan

usia yang dihitung dengan menilai pertumbuhan dan perkembangan manusia. Usia

dental dipakai untuk menunjukkan pertumbuhan seseorang sudah mencapai suatu

tahapan tertentu. Usia dental dapat diprediksi dengan menggunakan dua metode yaitu

waktu erupsi gigi di dalam mulut dan maturasi gigi.15 erupsi gigi geligi adalah gerakan

gigi menuju ke dataran oklusal, dimulai sejak pembentukan akar gigi. Waktu erupsi

merupakan indeks maturasi klinis. Terdapat tiga bentuk usia biologis yaitu berdasarkan

perkembangan tulang (skeletal age), perkembangan seksual (sexual age), dan gigi geligi

(dental age).2

2.2.1. Maturitas Skeletal

Maturitas skeletal ditentukan dengan cara membuat gambaran radiografi dari daerah

yang terdapat banyak tulang dan diskus epifiseal seperti tulang pergelangan tangan dari

10
setiap usia anak yang spesifik normal, dipakai sebagai standar untuk membandingkan

kasus seseorang yang diperiksa. Gambaran standar yang dipakai tersebut adalah

radiografi carpal index (Gambar 1). Penggunaan radiografi pergelangan tangan dapat

mengetahui status maturitas skeletal seseorang yang digunakan untuk memproduksi

waktu pubertal growth spurt. Selain itu dapat juga untuk mengetahui status maturitas

skeletal pada pasien dengan perawatan maloklusi skeletal seperti maloklusi skeletal Klas

II dan Klas III yang memerlukan hubungan maksilomandibular.2

Gambar 4. Radiografi Pergelangan Tangan2


(Sumber: Mokhtar M. Dasar-Dasar Ortodonti : Pertumbuhan dan Perkembangan Kraniofasial. Medan:
Bina Insani Pustaka 2002; 2: 45-224.

2.2.2. Maturitas Seksual `

Pertumbuhan adalah proses biofisis dari makhluk yang menyebabkan makhluk

bertambah besar. Perkembangan adalah kejadian yang bertahap dari pembuahan ovum

(fertilisasi sel telur) sampai keadaan dewasa. Perkembangan termasuk proses

11
pembuahan sel telur oleh sel sperma sampai terdapat bermacam-macam sel yang

berbeda fungsi dan macamnya.2

Perubahan karakteristik seks sekunder, perkembangan payudara dan menstruasi

pada perempuan, perkembangan penis, testis (alat kelamin) dan perubahan suara laki-

laki serta rambut kemaluan pada kedua jenis kelamin merupakan tanda maturitas

seksual.13,14 Ada hubungan kuat antara maturitas seksual, somatik, dan skeletal,

meskipun terdapat beberapa perempuan yang maturitasnya jauh lebih awal atau lebih

lambat dari sesamanya. Pada klinik ortodonti, tidak digunakan maturitas seksual karena

hal tersebut memerlukan pemeriksaan fisik.13

2.2.3. Maturitas Gigi

Maturitas gigi dapat ditentukan oleh tahap erupsi dan kalsifikasi gigi. Erupsi gigi

adalah gerakan gigi menuju ke dataran oklusal, dimulai sejak pembentukan akar gigi.

Waktu erupsi merupakan indeks maturasi klinis. Metode waktu erupsi gigi memiliki

kekurangan antara lain : sulit menentukan waktu erupsi yang sebenarnya karena

kejadiannya berlangsung cepat, penilaiannya secara klinis dan dipengaruhi faktor lokal,

penyakit sistemik serta pola makan sehingga reliabilitasnya masih dipertanyakan. Tahap

kalsifikasi gigi dipakai sebagai kriteria yang lebih reliabilitas untuk menentukan tahap

maturasi gigi. Kalsifikasi gigi merupakan gambaran yang sangat jelas dalam

menentukan maturasi gigi geligi. Gambaran kalsifikasi gigi dapat diobservasi melalui

radiografi. Cara ini akan memberikan estimasi usia gigi geligi yang lebih akurat tanpa

harus menggunakan sebuah radiografi pergelangan tangan.15

12
2.3. Metode Demirjian

Tahap mineralisasi menurut metode Demirjian adalah proses kalsifikasi benih gigi

tetap dari benih gigi tanpa kalsifikasi sampai selesainya pembentukan akar gigi

(Gambar.2) yaitu9,18 :

1. Tahap A: Kalsifikasi titik oklusal; tanpa disertai fusi dari kalsifikasi bagian lain

2. Tahap B: Fusi dari titik mineralisasi; kontur permukaan oklusal sudah terlihat

3. Tahap C: Kalsifikasi mahkota gigi telah selesai dan dimulai proses disposisi

dentin

4. Tahap D: Pembentukan mahkota sudah selesai

5. Tahap E: Panjang akar gigi lebih pendek daripada tinggi mahkotanya

6. Tahap F: Panjang akar gigi melebihi tinggi mahkota

7. Tahap G: Pembentukan akar sudah selesai, tetapi foramen apikalnya masih

terbuka

8. Tahap H: Foramen apikal sudah tertutup.9,18

13
Gambar 5. Tahap Kalsifikasi Gigi Permanen menurut Demirjian, dkk. Berakar Tunggal
(atas) dan Berakar Ganda (bawah).9,18
(Sumber: Rakosi T, Jonas I, Graber TM. Orthodontic Diagnosis : Color Atlas of Dental Medicine Thieme
1992; I: 98-107)

2.3.1. Cara Menggunakan Metode Demirjian

Beberapa metode telah digunakan untuk menentukan kalsifikasi gigi geligi.

Diantara metode tersebut, salah satu yang secara luas digunakan adalah metode delapan

tahap yang diperkenalkan oleh Demirjian et al. pada metode ini, tahap perkembangan

akar dan mahkota dari tujuh gigi permanen kiri rahang bawah (kecuali gigi molar

ketiga) diamati melalui radiografi panoramik dan diklasifikasikan sesuai dengan

parameter penilaian tahap kalsifikasi gigi geligi berdasarkan metode demirjian.

Masing-masing tahapan kalsifikasi gigi mempunyai skor yang telah ditentukan.

Skor tersebut dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Setelah pengklasifikasian dan

penentuan skor tiap gigi selesai, maka semua skor akan dijumlahkan dan dikonversikan

ke dalam tabel konversi maturasi gigi geligi yang telah ditetapkan oleh Demirjian.12

14
Celikoglu, et al dalam penelitiannya mengukur Usia Dental pada anak-anak di Turki

dan menemukan adanya peningkatan rata-rata usia dental dalam hal usia kronologis

yang bervariasi berdasarkan grup usia antara 0.2-1.9 tahun pada anak perempuan dan

0.4-1.3 tahun pada anak laki-laki.19 Masih ada metode lain yang dapat digunakan untuk

mengukur usia dental seperti Metode Star namun metode ini membutuhkan pengamatan

melalui radiografi CBCT.20

Metode demirjian dipilih pada penelitian ini karena kriteria tiap tahapnya jelas

berdasarkan bentuk dan proporsi panjang akar, menggunakan nilai relatif terhadap tinggi

mahkota daripada panjang sebenarnya. Elongasi tidak akan mempengaruhi reliabilitas

pemeriksaan.

2.4. Usia Kronologis

Usia kronologis adalah usia berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun kelahiran.6 Pada

umumnya perkembangan somatik berhubungan dengan usia kronologis seperti pada

pengukuran maturitas somatik, misalnya usia tulang, menstruasi, dan tinggi badan.

Maturitas somatik dapat digunakan untuk memperkirakan usia kronologis bila tidak ada

data usia lain yang akurat.7,8 Informasi ini penting dalam praktek medis dan dokter gigi

untuk mengevaluasi perkembangan pasien. Usia kronologis sering tidak cukup pada

penilaian tahapan pertumbuhan dan maturitas somatik dari pasien, sehingga dibutuhkan

penentuan usia biologis.9

15
Tabel 1. Perkembangan kronologis pada gigi permanen. Slightly modified by

McCall and Schour.3

Gigi Kalsifikasi Enamel terbentuk Erupsi


Dimulai
Insisivus sentralis 3 - 4 bulan 4 – 5 tahun 7 – 8 tahun

Insisivus lateralis 10 - 12 bulan 4 – 5 tahun 8 – 9 tahun

Kaninus 4 - 5 bulan 6 – 7 tahun 11 – 12 tahun

Premolar pertama 1½ - 1¾ tahun 5 – 6 tahun 10 – 11 tahun

Premolar kedua 2 - 2¼ tahun 6 – 7 tahun 10 – 12 tahun

Molar pertama Pada lahir 2½ - 3 tahun 6 – 7 tahun

Molar kedua 2½ - 3 tahun 7 – 8 tahun 12 – 13 tahun

Molar ketiga 7 – 10 tahun 12- 16 tahun 16 – 21 tahun

Insisivus sentralis 3 – 4 bulan 4 – 5 tahun 6 – 7 tahun

Insisivus lateralis 3 – 4 bulan 4 – 5 tahun 7 – 8 tahun

Kanninus 4 – 5 bulan 6 – 7 tahun 9 – 10 tahun

Premolar pertama 1¾ - 2 tahun 5 – 6 tahun 10 – 12 tahun

Premolar kedua 2¼ - 2½ tahun 6 – 7 tahun 11 – 12 tahun

Molar pertama Pada lahir 2½ - 3 tahun 6 – 7 tahun

Molar kedua 2½ - 3 tahun 7 – 8 tahun 11 - 13 tahun

Molar ketiga 7 – 10 tahun 12 – 16 tahun 16 – 21 tahun

(Sumber: David Sugihartana. Perbandingan Usia Kronologis Berdasarkan Gambaran Radiografis Dari
Tahapan Erupsi Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah dengan Metode Olze Antara Pasien Laki-laki dan
Perempuan di RSGM Prof. Soedomo Tahun 2008-2013. Yogyakarta: Universitas gadjah Mada. Electronic
Theses & Dissertations (ETD) 2013)

16
2.5. Hubungan Maturitas Gigi dengan Usia Kronologis

Menurut Gustafson dan Koch (1974) maturitas gigi dinyatakan sebagai usia gigi

karena secara klinis lebih mudah diketahui.16 Usia gigi berhubungan erat dengan usia

kronologis dalam hal perkembangan anak. Perkembangan gigi lebih erat kaitannya

dengan usia kronologis daripada maturitas skeletal, somatik, dan seksual. Kalsifikasi

gigi lebih banyak digunakan daripada erupsi gigi untuk menilai maturitas gigi karena

merupakan proses yang berkesinambungan dan progresif serta dengan panduan

radiografi dapat mengevaluasi gigi pada setiap pemeriksaan.17 Adapun metode

penelitian kalsifikasi gigi yang dapat memudahkan kita dalam melihat tahap

pertumbuhan dan perkembangan gigi, yaitu metode Demirjian.

2.6. Radiografi Dental

2.6.1. Definisi Radiografi Dental

Radiografi dental adalah alat yang membantu dalam diagnosa dan rencana

pengobatan penyakit mulut seperti karies, periodontal penyakit dan patologi oral.

Radiologi ini merupakan langkah awal pendeteksi keparahan penyakit. Dalam tindakan

perawatan gigi sangat baik jika dilakukan radiologi dental sebagai penunjang dari

pemeriksaan klinis sehingga tahapan atau langkah dalam pengobatan bisa sebaik

mungkin.21

Dibidang kedokteran gigi, pemeriksaan radiografi mempunyai peranan yang sangat

penting. Hampir semua perawatan gigi dan mulut membutuhkan data dukungan

pemeriksaan radiografi agar perawatan yang dilakukan mencapai hasil yang optimal.

17
2.6.2. Klasifikasi Radiografi Dental

Radiografi di kedokteran gigi ada 2 macam, yaitu :21

1. Radiografi intra oral (film diletakkan dalam mulut)

Merupakan radiografi yang memperlihatkan gigi dan struktur disekitarnya. Pemeriksaan

intra oral adalah pokok dari dental radiografi.

a. Periapikal radiografi

b. Interproksimal radiografi

c. Oklusal radiografi

2. Radiografi ekstra oral (film berada di luar mulut)

Merupakan pemeriksaan radiografi yang lebih luas dari kepala dan rahang.

Tipe radiografi ekstra oral :

a. Panoramik

b. Lateral jaw

c. Lateral cephalometrik

d. Postero-anterior

e. Submentovertec, waters

f. dll

18
2.7. Radiografi Panoramik

2.7.1. Definisi Radiografi Panoramik

Radiografi panoramik merupakan salah satu radiografi ekstraoral yang paling sering

digunakan di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan

maksilofasial.10 Gambaran panoramik adalah sebuah teknik untuk menghasilkan sebuah

gambaran tomografi yang memperlihatkan struktur fasial mencakup rahang maksila dan

mandibula beserta struktur pendukungnya dengan distorsi dan overlap minimal dari

detail anatomi pada sisi kontralateral. Radiografi panoramik adalah sebuah teknik

dimana gambaran seluruh jaringan gigi ditemukan dalam satu film. Foto panoramik

dikenal juga dengan panorex atau orthopantomogram dan menjadi sangat popular di

kedokteran gigi karena teknik yang simpel, gambaran mencakup seluruh gigi dan rahang

dengan dosis radiasi yang rendah.10

Dari hasil foto panoramik bisa membantu dalam melihat sampai mana tahap erupsi

gigi dalam proses pertumbuhan dan perkembangan gigi sehingga kita dapat menentukan

usia dental seseorang.

19
Gambar 6. Contoh Gambaran Radiografi Panoramik.10
(Sumber: Whaites, Eric. Essential of Dental Radiography and Radiology. Third edition. Churgical
Livingstone. Einburg London Newyork Oxford. 2002

2.7.2. Jenis Radiografi Panoramik

Radiografi panoramik terdiri dari dua jenis yaitu :10,22

a. Radiografi Panoramik Konvensional

Jenis radiografi panoramik yang dalam proses pembuatan foto masih menggunakan

proses kimiawi berupa cairan fixer dan developer.

b. Radiografi Panoramik Digital

Jenis radiografi panoramik yang dalam proses pembuatan tidak memerlukan proses

kimiawi, hasil foto ditampilkan dalam beberapa detik, memberikan kemudahan

penyimpanan dokumen dan dapat dikirim kemanapun dengan jaringan internet.10,22\

20
2.7.3. Indikasi dan Kontraindikasi Radiografi Panoramik

Indikasi penggunaan radiografi panoramik adalah sebagai berikut :21

1. Penilaian gambar meliputi gigi keseluruhan untuk mencatat pertumbuhan dan

posisi dari perkembangan gigi permanen.

2. Untuk pemeriksaan lesi seperti kista, tumor dan anomali pada korpus dan ramus

mandibula untuk menentukan letak dan ukuran.

3. Fraktur pada bagian mandibula kecuali bagian anterior.

4. Pemeriksaan kualitas permukaan kepala, kondilus pada cedera TMJ, khususnya

digunakan jika pasien tidak dapat membuka mulut.

5. Melihat penyebaran penyakit gigi, untuk mengetahui keseluruhan level tulang

alveolar.

6. Penilaian terhadap pertumbuhan dan posisi gigi anomali.

7. Penilaian terhadap keadaaan rongga mulut sebelum pemasangan gigi tiruan.

8. Mengevaluasi tinggi tulang alveolar sebelum melakukan osseointegrated

implant.

Kontraindikasi penggunaan radiografi panoramik adalah sebagai berikut :21

1. Untuk melihat lesi karies yang kecil.

2. Untuk melihat lesi periapikal.

3. Untuk melihat jaringan periodontal.

21
2.7.4. Keuntungan dan Kerugian Radiografi Panoramik

Keuntungan radiografi panoramik adalah sebagai berikut :

1. Gambaran meliputi tulang wajah dan gigi.

2. Dosis radiasi kecil.

3. Nyaman untuk pasien.

4. Cocok untuk pasien yang susah membuka mulut.

5. Waktu yang digunakan pendek biasanya 3-4 menit.

6. Sangat membantu dalam menegakkan diagnosis yang meliputi tulang rahang

umum dan evaluasi terhadap trauma, perkembangan gigi geligi pada fase

bercampur.

Kerugian radiografi panoramik adalah sebagai berikut :

1. Detail gambar yang tampil tidak sebaik periapikal intraoral.

2. Tidak dapat digunakan untuk melihat karies yang kecil.

3. Pergerakan pasien selama penyinaran akan menyulitkan dalam interpretasi.

2.8. Teknik dan Posisi Pengambilan Gambar Panoramik

Teknik dan posisi yang tepat adalah bervariasi pada satu alat dengan alat lainnya.

Tetapi, ada beberapa pedoman umum yang sama yang dimiliki semua alat dan dapat

dirangkum meliputi:10,22

22
2.8.1. Persiapan Alat :

1. Siapkan kaset yang telah diisi film atau sensor digital telah dimasukkan kedalam

tempatnya.

2. Collimation harus diatur sesuai ukuran yang diinginkan.

3. Besarnya tembakan sinar antara 70-100 kV dan 4-12 mA.

4. Hidupkan alat untuk melihat bahwa alat dapat bekerja, naik atau turunkan tempat

kepala dan sesuaikan posisi kepala sehingga pasien dapat diposisikan.

5. Sebelum memposisikan pasien, sebaiknya persiapan alat telah dilakukan.

Gambar 7. Pesawat Panoramik.22


(Sumber: Pasler, Friedrich A. Color Atlas of Dental Medicine. Radiology. Thieme. 2006.)

23
2.8.2. Persiapan pasien

1. Pasien diminta untuk melepaskan seluruh perhiasan seperti anting, aksesoris

rambut, gigi palsu dan alat orthodonti yang dipakainya.

2. Prosedur dan pergerakan alat harus dijelaskan untuk menenangkan pasien dan

jika perlu lakukan percobaan untuk menunjukkan bahwa alat bergerak.

3. Pakaikan pelindung apron pada pasien, pastikan pada bagian leher tidak ada yang

menghalangi pergerakan alat saat mengelilingi kepala.

4. Pasien harus diposisikan dalam unit dengan tegak dan diperintahkan untuk

memegang handel agar tetap seimbang.

5. Pasien diminta memposisikan gigi edge to edge dengan dagu mereka

bersentuhan pada tempat dagu.

6. Kepala tidak boleh bergerak dibantu dengan penahan kepala.

7. Pasien diinstruksikan untuk menutup bibir mereka dan menekan lidah ke palatum

dan jangan bergerak sampai alat berhenti berputar.

8. Jelaskan pada pasien untuk bernafas normal dan tidak bernafas terlalu dalam saat

penyinaran.10

24
Gambar 8. Teknik Radoigrafi Panoramik.22
(sumber: Pasler, Friedrich A. Color Atlas of Dental Medicine. Radiology. Thieme. 2006.)

2.8.3. Persiapan Operator

1. Operator memakai pakaian pelindung.

2. Operator berdiri di belakang dengan mengambil jarak menjauh dari sumber x-ray

ketika waktu penyinaran.

3. Lihat dan perhatikan pasien selama waktu penyinaran untuk memastikan tidak ada

pergerakan.

25
4. Matikan alat setelah selesai digunakan dan kembalikan letak posisi kepala pada

tempatnya.

5. Ambil kaset pada tempatnya dan kaset siap untuk diproses.10

2.8.4. Persiapan Lingkungan terhadap Proteksi Radiasi

1. Pastikan perangkat sinar x digunakan dengan teknik yang baik dan parameter

secara fisika terhadap berkas radiasi ditetapkan dengan benar.

2. Hindari kemungkinan kebocoran dengan menggunakan kepala tabung harus

radiopaque.

3. Filtrasi dari berkas sinar x dengan mengatur ketebalan filter. Ketebalan filter

bergantung pada tegangan operasi dari peralatan sinar x. Tegangan mencapai 70

kVp ketebalan filter setara dengan ketebalan alumunium 2,5 mm untuk kekuatan

tabung sinar x antara 70-100kVp.10

26
BAB III

KERANGKA KONSEP

27
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Desain Penelitian yang digunakan dalam Penelitian ini adalah Observasional

Analitik dengan desain Cross Sectional, yaitu observasi dan pengukuran variabel yang

dilakukan pada saat tertentu dan tidak dilakukan tindak lanjut terhadap hasil

pengukuran.

4.2. Variabel Penelitian

4.2.1. Variabel menurut fungsinya

1). Variabel sebab/independen :

a. Variabel bebas : Usia dental dan Usia kronologis

b. Variabel moderator : Kajian radiologi

c. Variabel random : Lokasi tempat pengambilan foto panoramik

dan usia

d. Variabel kendali : 1. Usia 4 – 9 Tahun

2. Jenis Kelamin.

28
3.Tidak ada gigi permanen yang dicabut

dan anomali.

4. Tidak menderita Penyakit Sistemik.

5.Pasien dalam tahapan pertumbuhan dan

perkembangan gigi.

2). Variabel akibat/dependen : Kajian Radiologi menggunakan Radiografi

Panoramik

3). Variabel antara : Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

4). Variabel perancu : Tahap perkembangan gigi, Tahap kalsifikasi

gigi, Tahap erupsi gigi, Maturitas skeletal,

Maturitas seksual.

4.2.2. Variabel menurut skala pengukurannya

Menggunakan skala nominal untuk mengukur perbedaan usia kronologis dan usia

dental.

29
4.3. Definisi Operasional Variabel

NO. VARIABEL DEFINISI OPERASIONAL

1. Usia Dental perhitungan usia yang dihitung dengan menilai

(Biologis) pertumbuhan dan perkembangan manusia. Usia

dental dipakai untuk menunjukkan pertumbuhan

seseorang sudah mencapai suatu tahapan tertentu

dengan melihat maturitas gigi geligi dalam

Metode Demirjian.

2. Usia Kronologis usia pertumbuhan gigi / erupsi gigi yang dilihat

berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun kelahiran

pasien.

3. Metode metode yang digunakan untuk mengetahui proses

Dermijian kalsifikasi benih gigi tetap dari benih gigi tanpa

kalsifikasi sampai selesainya pembentukan akar

gigi.

4. Kajian Radiologi proses pemeriksaan radiologi yang digunakan

untuk melihat proses pertumbuhan gigi geligi

permanen dalam menentukan usia dental dengan

mengambil foto rontgen pasien.

30
4.4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bagian Radiologi Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM)

Universitas Hasanuddin Jl. Kandea, Makassar.

4.5. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan April – Mei 2015.

4.6. Populasi dan Sampel Penelitian

4.6.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian yang digunakan adalah :

Anak usia 4 – 9 Tahun. Yang datang di Bagian Radiologi Rumah Sakit Gigi dan

Mulut Universitas Hasanuddin.

4.6.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian yang digunakan adalah foto rontgenologi panoramik dan usia

kronologis pasien yang diperoleh dari identitas pasien yang datang di Bagian Radiologi

Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Hasanuddin.

4.7. Kriteria Sampel

4.7.1 Kriteria Inklusi

1. Bersedia menjadi subjek penelitian

2. Berusia 4 – 9 Tahun

3. Pasien yang dalam tahapan pertumbuhan dan perkembangan gigi

31
4. Tidak ada gigi permanen yang dicabut

5. Tidak adanya agenese gigi I, C, P, M Kiri rahang bawah

4.7.2 Kriteria Eksklusi

1. Kualitas foto rontgen yang tidak baik

2. Adanya anomali gigi geligi

4.8. Besar Sampel

Besar sampel pada penelitian ini adalah 30 orang yang terdiri dari : 30 orang anak

usia antara 4 – 9 Tahun.

4.9. Instrumen Penelitian

4.9.1. Alat

a. Cranex-D (alat rontgen panoramik)

b. Apron

c. Monitor Computer

d. Alat tulis menulis

4.9.2. Bahan

a. Air Mineral

b. Hasil Foto Panoramik

c. Kertas Acetat Tracing (tebal 0,003 inci, 8 x 10 inci)

32
4.10. Prosedur Penelitian

a. Dari populasi pasien yang datang ke Bagian Radiologi Rumah Sakit Gigi dan

Mulut Universitas Hasanuddin, diambil sampel sebanyak 30 orang secara

Purposive sampling.

b. Umur kronologis pasien diidentifikasi dari rekam medis dan akte kelahiran

pasien. Umur kronologis ditentukan berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun

kelahiran pasien.

c. Rekam foto panoramik pasien yang datang ke Bagian Radiologi Rumah Sakit

Gigi dan Mulut diambil, kemudian dianalisis berdasarkan kriteria inklusi dan

eksklusi.

d. Foto panoramik sampel diberikan kode untuk mempermudah setiap

pemeriksaan dengan kriteria : a) Laki-laki : kode A dan dibuat penomoran,

seperti A1,A2,A3 dan seterusnya. b) Perempuan : kode B dan dibuat

penomoran, seperti B1,B2,B3 dan seterusnya.

e. Penapakan dilakukan oleh 1 peneliti terhadap foto panoramik dengan

menjiplak hasil foto panoramik menggunakan kertas acetat tracing pada Gigi

Insisivus sentralis, Insisivus lateralis, Caninus, Premolar pertama dan kedua,

Molar pertama dan kedua kiri permanen rahang bawah. Penapakan dilakukan

sebanyak 5 sampel dalam satu hari.

f. Penapakan ulang dilakukan setelah 2-3 hari.

g. Dilakukan uji interoperator untuk melihat tidak ada perbedaan dari hasil

penapakan pada sampel.

33
h. Maturasi gigi dan Usia dental ditentukan berdasarkan metode Demirjian.

i. Dari hasil penapakan, Skor Maturasi masing-masing gigi ditentukan sesuai

dengan delapan tahapan kalsifikasi gigi yang dibedakan berdasarkan jenis

kelamin.

j. Setelah penentuan skor tiap gigi selesai, maka semua skor dari tiap gigi

dijumlahkan untuk mendapatkan total skor.

k. Total skor selanjutnya dikonversikan ke dalam tabel konversi maturasi gigi

geligi yang telah ditetapkan oleh Demirjian untuk menentukan usia dental

sampel.

34
BAB V

HASIL PENELITIAN

Telah dilakukan penelitian mengenai perbedaan usia kronologis dan usia dental

menggunakan metode Demirjian yang dikaji melalui pemeriksaan radiologi

menggunakan radiografi panoramik. Penelitian observasional analitik ini dilakukan di

Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Universitas Hasanuddin (Unhas) pada bulan

April–Mei 2015. Sampel pada penelitian ini adalah anak-anak yang berusia empat

hingga sembilan tahun yang datang melakukan pemeriksaan radiografi di Bagian

Radiologi RSGM Unhas dan telah memenuhi kriteria seleksi sampel. Jumlah sampel

dalam penelitian ini sebesar 30 sampel.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan usia kronologis dan usia dental. Usia

kronologis diidentifikasi dari data rekam medis, sedangkan usia dental diukur melalui

metode Demirjian. Metode Demirjian melibatkan pemeriksaan foto panoramik, sehingga

seluruh sampel harus difoto panoramik. Selanjutnya hasil foto ditracing untuk

menentukan maturasi gigi berdasarkan tahapan metode Demirjian. Tahapan Demirjian

dikonversikan menjadi skor, yang selanjutnya dikonversi ke dalam tabel konversi

maturasi gigi untuk menentukan usia dental. Seluruh hasil penelitian dikumpulkan dan

35
dilakukan analisis data dengan menggunakan program SPSS 18.0 (SPSS Inc., Chicago,

IL, USA). Hasil penelitian ditampilkan dalam tabel distribusi sebagai berikut.

Tabel 1. Distribusi karakteristik sampel penelitian


Karakteristik sampel penelitian Frekuensi (n) Persen (%) Mean ± SD
Jenis kelamin
Laki-laki 12 40
Perempuan 18 60
Usia kronologis 6.91 ± 1.40
4 – 5 tahun 6 20
6 – 7 tahun 12 40
8 – 9 tahun 12 40
Usia dental 7.20 ± 1.26
4 – 5 tahun 7 23.3
6 – 7 tahun 14 46.7
8 – 9 tahun 9 30
Total 30 100

Tabel 1 memperlihatkan distribusi karakteristik sampel yang secara keseluruhan

berjumlah 30 sampel (100%). Pada penelitian ini, jumlah perempuan lebih banyak

dibandingkan laki-laki, yaitu dengan jumlah 18 perempuan (60%) dan 12 laki-laki

(40%). Adapun rata-rata usia kronologis sampel penelitian mencapai hampir 7 tahun

atau 6 tahun lebih , sedangkan rata-rata usia dental yang diperoleh melalui metode

Demirjian mencapai 7 tahun lebih. Berdasarkan kategori usia kronologis, terlihat jumlah

sampel terbanyak ditemukan pada kategori usia 6 – 7 tahun dan 8 – 9 tahun, masing-

masing berjumlah 12 sampel (40%). Adapun hanya 6 orang sampel pada penelitian ini

dengan usia kronologis 4 -5 tahun. Sebaliknya, berdasarkan kategori usia dental, terlihat

kategori usia 6 – 7 tahun yang memiliki jumlah sampel terbanyak, yaitu berjumlah 14

sampel (46.7%), sedangkan kategori usia 8 – 9 tahun berada di urutan kedua dengan

36
jumlah 9 sampel (30%). Kategori usia dental 4 – 5 tahun memiliki jumlah sampel paling

sedikit, yaitu berjumlah 7 sampel (23.3%).

Tabel 2. Distribusi hasil pengamatan tahapan Demirjian gigi-gigi permanen sampel


penelitian
Unsur Hasil Pengamatan Tahap Demirjian
Tahap B Tahap C Tahap D Tahap E Tahap F Tahap G Tahap H
Permanen
n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%)
Gigi I1 0 (0%) 1 (3.3%) 2 (6.7%) 9 (30%) 4 (13.3%) 12 (40%) 2 (6.7%)
Gigi I2 0 (0%) 0 (0%) 4 (13.3%) 12 (40%) 8 (26.7%) 5 (16.7%) 1 (3.3%)
Gigi C 0 (0%) 2 (6.7%) 6 (20%) 11 (36.7%) 11 (36.7%) 0 (0%) 0 (0%)
Gigi P1 1 (3.3%) 7 (23.3%) 8 (26.7%) 12 (40%) 2 (6.7%) 0 (0%) 0 (0%)
Gigi P2 3 (10%) 6 (20%) 10 (33.3%) 8 (26.7%) 3 (10%) 0 (0%) 0 (0%)
Gigi M1 0 (0%) 0 (0%) 1 (3.3%) 8 (26.7%) 3 (10%) 15 (50%) 3 (10%)
Gigi M2 6 (20%) 6 (20%) 15 (50%) 1 (3.3%) 1 (3.3%) 0 (0%) 1 (3.3%)

Keterangan :
I1 = Insisivus centralis
I2 = Insisivus lateralis
C = Caninus
P1 = Premolar 1
P2 = Premolar 2
M1 = Molar 1
M2 = Molar 2

Tabel 2 memperlihatkan distribusi hasil pengamatan tahapan Demirjian gigi-gigi

permanen sampel penelitian. Hasil penelitian memperlihatkan dari 30 gigi I1 yang

diperiksa, terdapat 12 gigi I1 (40%) yang telah mencapai tahap G dan hanya terdapat 1

gigi I1 (3.3%) yang masih dalam tahap C. Selain itu terdapat 2 gigi yang telah masuk

dalam tahap H. Tabel 2 juga memperlihatkan terdapat 12 gigi I2 (40%) yang mencapai

tahap E dan hanya 1 gigi I2 (3.3%) yang telah mencapai tahap H. Pada unsur gigi C,

terdapat 11 gigi (36.7%) yang telah mencapai tahap E dan F, namun tidak ada gigi yang

telah mencapai tahap G ataupun H. Hasil pengamatan lainnya memperlihatkan bahwa

37
terdapat 12 (40%) gigi P1 yang telah mencapai tahap E, namun masih terdapat satu gigi

P1 yang dalam tahap B. Pada gigi P2, tahap D merupakan tahap dengan jumlah gigi

terbanyak, yaitu 10 gigi P2 (33.3%) dan hanya 3 gigi P2 yang mencapai tahap F. Selain

itu, dari 30 gigi M1 yang diamati, terdapat 3 gigi M1 yang telah mencapai tahap H dan

masih ada 1 gigi yang berada pada tahap D. Sebaliknya, pada gigi M2, hanya 1 gigi M2

yang mencapai tahap H dan masih ada 6 gigi (20%) yang berada pada tahap B.

Tabel 3. Distribusi rata-rata usia kronologis dan usia dental (tahun)


berdasarkan jenis kelamin, kategori usia kronologis dan
kategori usia dental
Usia Kronologis Usia Dental
Karakteristik sampel
Mean ± SD Mean ± SD
Jenis kelamin
Laki-laki 6.942 ± 1.343 7.433 ± 1.026
Perempuan 6.889 ± 1.490 7.044 ± 1.407
Usia kronologis
4 – 5 tahun 4.883 ± 0.449 5.383 ± 0.591
6 – 7 tahun 6.500 ± 0.522 7.017 ± 0.868
8 – 9 tahun 8.333 ± 0.492 8.292 ± 0.405
Usia dental
4 – 5 tahun 5.143 ± 0.690 5.257 ± 0.403
6 – 7 tahun 6.807 ± 0.848 7.371 ± 0.529
8 – 9 tahun 8.444 ± 0.527 8.444 ± 0.346
Total 6.910 ± 1.409 7.200 ± 1.264

Tabel 3 menunjukkan distribusi rata-rata usia kronologis dan usia dental dalam

tahun berdasarkan jenis kelamin, kategori usia kronologis, dan kategori usia dental.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa usia kronologis dan usia dental laki-laki cukup

jauh, yaitu terdapat selisih sebesar 0.491, sedangkan pada perempuan, usia kronologis

dan dentalnya hanya berbeda 0.155. Berdasarkan kategori usia kronologis, terlihat pada

kategori usia 4 – 5 tahun, usia kronologis mencapai 4.8 tahun, namun usia dental

38
mencapai 5.38 tahun. Adapun, pada kategori usia 6 – 7 tahun, usia dental juga lebih

tinggi dibandingkan dengan usia kronologisnya. Namun, hal yang berbanding terbalik

terlihat pada kategori usia kronologis 8 – 9 tahun, dimana usia kronologisnya lebih

tinggi daripada usia dental. Berdasarkan kategori usia dental, terlihat pada kategori usia

dental 4 – 5 tahun, usia kronologis mencapai 5.14 tahun, sedangkan usia dental hanya

5.25 tahun. Pada kategori usia dental 8 – 9 tahun, terlihat rata-rata usia kronologis dan

dental yang sama.

Tabel 4. Distribusi kategori usia kronologis dan usia dental


berdasarkan jenis kelamin
Usia Kronologis Jenis Kelamin
Total
dan Usia Dental Laki-laki Perempuan
Usia kronologis
4 – 5 tahun 2 (6.7%) 4 (13.3%) 6 (20%)
6 – 7 tahun 6 (20%) 6 (20%) 12 (40%)
8 – 9 tahun 4 (13.3%) 8 (26.7%) 12 (40%)
Usia dental
4 – 5 tahun 1 (3.3%) 6 (20%) 7 (23.3%)
6 – 7 tahun 8 (26.7%) 6 (20%) 14 (46.7%)
8 – 9 tahun 3 (10%) 6 (20%) 9 (30%)
Total 12 (40%) 18 (60%) 30 (100%)

Tabel 4 memperlihatkan distribusi kategori usia kronologis dan usia dental

berdasarkan jenis kelamin. Hasil penelitian memperlihatkan pada usia kronologis dan

dental 4 – 5 tahun, jumlah laki-laki lebih banyak pada kategori usia kronologis,

sedangkan jumlah perempuan lebih banyak pada kategori usia dental. Pada kategori usia

kronologis dan dental 6 – 7 tahun, jumlah laki-laki lebih banyak pada usia dental

dibandingkan pada kategori usia kronologis, namun jumlah perempuan kedua kategori

39
sama banyak. Adapun pada kategori usia dental dan kronologis 8 – 9 tahun, jumlah laki-

laki maupun perempuan pada kategori usia kronologis lebih banyak daripada usia dental.

Tabel 5. Perbedaan usia kronologis dan usia dental keseluruhan


Usia Kronologis Usia Dental
n (%) p-value
Mean ± SD Mean ± SD
30 (100%) 6.910 ± 1.409a 7.200 ± 1.264 0.011*
a
Normality test; Shapiro-Wilk test: p>0.05; distribusi data normal
*Wilcoxon Sign Rank test: p<0.05; significant

Tabel 5 memperlihatkan perbedaan usia kronologis dan usia dental yang diperoleh

dari metode Demirjian secara keseluruhan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa usia

kronologis hanya mencapai 6.910 tahun, sedangkan usia dental yang diperoleh dari

metode Demirjian mencapai 7.200 tahun. Pada tabel 5 juga memperlihatkan hasil uji

normalitas untuk menentukan uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil uji

normalitas Shapiro Wilk menunjukkan p>0.05 hanya pada kelompok data usia

kronologis. Hal ini berarti bahwa hanya kelompok data usia kronologis yang

berdistribusi normal, sedangkan kelompok data usia dental yang diperoleh dari metode

Demirjian tidak berdistribusi normal. Hal ini tidak memenuhi syarat uji parametrik yang

mengharuskan seluruh data berdistribusi normal, dengan demikian uji non-parametrik

digunakan dalam penelitian ini, yaitu Wilcoxon Sign Rank test. Berdasarkan hasil uji

Wilcoxon, ditemukan nilai p:0.011 (p<0.05), yang berarti bahwa terdapat perbedaan usia

kronologis dan usia dental yang signifikan.

40
BAB VI

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan usia kronologis dan usia

dental yang dianalisa dari hasil foto radiografi panoramik dan diukur menggunakan

metode Demirjian. Usia kronologis didapatkan dari usia pertumbuhan gigi / erupsi gigi

yang dilihat berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun kelahiran pasien. Usia dental

didapatkan dengan melihat pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi pasien

menggunakan delapan tahap yang ditetapkan oleh Metode Demirjian.

Maturitas gigi dapat ditentukan oleh tahap erupsi dan kalsifikasi gigi. Erupsi gigi

adalah gerakan gigi menuju ke dataran oklusal, dimulai sejak pembentukan akar gigi.

Waktu erupsi merupakan indeks maturasi klinis. Metode waktu erupsi gigi memiliki

kekurangan antara lain : sulit menentukan waktu erupsi yang sebenarnya karena

kejadiannya berlangsung cepat, penilaiannya secara klinis dan dipengaruhi faktor lokal,

penyakit sistemik serta pola makan sehingga reliabilitasnya masih dipertanyakan.

Sedangkan tahap kalsifikasi gigi dipakai sebagai kriteria yang lebih reliabilitas untuk

menentukan tahap maturasi gigi. Kalsifikasi gigi merupakan gambaran yang sangat jelas

dalam menentukan maturasi gigi geligi.15

41
Menurut Gustafson dan Koch (1974) maturitas gigi dinyatakan sebagai usia gigi

karena secara klinis lebih mudah diketahui.16 Dalam menentukan maturasi gigi, tahap

kalsifikasi gigi lebih banyak digunakan daripada erupsi gigi.17 Pada penelitian ini juga

menggunakan pengamatan tahap kalsifikasi gigi yang juga digunakan oleh Demirjian et

al. pada pengamatan delapan tahap kalsifikasi gigi yang ditetapkan dalam metode

Demirjian. Untuk menilai proses kalsifikasi gigi dapat digunakan panduan radiografi

panoramik untuk mengevaluasi gigi pada setiap pemeriksaan.

Radiografi panoramik merupakan salah satu radiografi ekstraoral yang paling sering

digunakan di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan

maksilofasial.10 Pada penelitian ini dibutuhkan hasil rontgen foto radiografi panoramik

untuk menganalisa tahap kalsifikasi gigi sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Metode

Demirjian, yaitu (Gambar. 5) :9,18

1. Tahap A: Kalsifikasi titik oklusal; tanpa disertai fusi dari kalsifikasi bagian lain

2. Tahap B: Fusi dari titik mineralisasi; kontur permukaan oklusal sudah terlihat

3. Tahap C: Kalsifikasi mahkota gigi telah selesai dan dimulai proses disposisi

dentin

4. Tahap D: Pembentukan mahkota sudah selesai

5. Tahap E: Panjang akar gigi lebih pendek daripada tinggi mahkotanya

6. Tahap F: Panjang akar gigi melebihi tinggi mahkota

7. Tahap G: Pembentukan akar sudah selesai, tetapi foramen apikalnya masih

terbuka

42
8. Tahap H: Foramen apikal sudah tertutup.9,18

Tahap Pengaplikasian Metode Demirjian

1. Ada hasil foto Panoramik (digital).

Gambar 1. Hasil Foto Panoramik


Anak Laki-laki Usia 5 Tahun

2. Lakukan penapakan gambar, 7 gigi rahang bawah regio kiri mulai dari Insisivus
centralis sampai Molar kedua.

Gambar 2. Foto Hasil Penapakan


3. Setelah didapatkan hasil penapakan, kemudian analisa tahap perkembangan akar

dan mahkota dari tujuh gigi permanen kiri rahang bawah (kecuali gigi molar

ketiga) diamati melalui radiografi panoramik dan diklasifikasikan sesuai dengan

parameter penilaian tahap kalsifikasi gigi geligi berdasarkan Metode Demirjian.

43
Gambar 3. Tahap Kalsifikasi menurut Metode Demirjian.23
(Sumber: Demirjian A, Goldstein H, Tanner J.M. A New System of Dental Age Assessment. Human
Biology, 45:2 (1973:May). P.211.

4. Masing-masing tahapan kalsifikasi gigi mempunyai skor yang telah ditentukan.

Skor tersebut dibedakan berdasarkan jenis kelamin.

44
Gambar 4. Konversi Tahap Kalsifikasi Gigi berdasarkan Jenis Kelamin.23
(Sumber: Demirjian A, Goldstein H, Tanner J.M. A New System of Dental Age Assessment. Human
Biology, 45:2 (1973:May). P.211.

5. Setelah pengklasifikasian dan penentuan skor tiap gigi selesai, maka selanjutnya

dijumlahkan semua skor tahapan perkembangan mahkota dan akar gigi Insisivus

sentralis, insisivus lateralis, caninus, premolar pertama dan kedua, molar pertama

dan kedua yang telah ditentukan oleh Demirjian et al.

6. Hasil dari penjumlahan skor 7 gigi kemudian dikonversikan ke dalam tabel

konversi maturasi gigi geligi yang telah ditetapkan oleh Demirjian untuk

menentukan Usia Dental pasien.

45
Gambar 5. Konversi Total Skor Jenis Kelamin Laki-laki.23
(Sumber: Demirjian A, Goldstein H, Tanner J.M. A New System of Dental Age Assessment. Human
Biology, 45:2 (1973:May). P.211.

46
Tabel 1. Tabel Pengaplikasian Metode Demirjian.

TAHAP SKOR

2nd Molar B 3,5

1st Molar D 8,0

2nd Premolar B 3,1

1st Premolar C 3,4

Canine D 3,5

Lateral Incicor E 5,2

Central Incicor E 1,9

TOTAL SKOR 28,5

USIA DENTAL 5,4 Tahun

USIA KRONOLOGIS 5 Tahun

Berdasarkan hasil penelitian, setelah dilakukan penapakan dan penjumlahan skor

lalu penentuan usia dental seluruh sampel, maka didapatkan bahwa usia kronologis dan

dental laki-laki cukup jauh, yaitu terdapat selisih sebesar 0.491, sedangkan pada

perempuan, usia kronologis dan dentalnya hanya berbeda 0.155. Berdasarkan kategori

usia kronologis, terlihat pada kategori usia 4 – 5 tahun, usia kronologis mencapai 4.8

47
tahun, namun usia dental mencapai 5.38 tahun. Adapun, pada kategori usia 6 – 7 tahun,

usia dental juga lebih tinggi dibandingkan dengan usia kronologisnya. Namun, hal yang

berbanding terbalik terlihat pada kategori usia kronologis 8 – 9 tahun, di mana usia

kronologisnya lebih tinggi daripada usia dental. Berdasarkan kategori usia dental,

terlihat pada kategori usia dental 4 – 5 tahun, usia kronologis mencapai 5.14 tahun,

sedangkan usia dental hanya 5.25 tahun. Pada kategori usia dental 8 – 9 tahun, terlihat

rata-rata usia kronologis dan dental yang sama (Tabel. 3). Dengan adanya perbedaan

selisih besar, kecil ataupun sama antara usia kronologis dan usia dental dikarenakan

beberapa faktor yang di jelaskan dalam penelitian Ali Bagherian dan Mostafa Sadeghi

(2011) di Iran memperlihatkan bahwa tingginya usia dental dibanding usia kronologis

pasien ataupun sebaliknya dikarenakan beberapa faktor, yaitu variasi etnik, genetik, dan

faktor lingkungan seperti status sosial ekonomi, gizi, nutrisi dan gaya hidup.19

Penelitian Cheraskin (1972), Malayola (1989), Jaegar (1990), dan Carvalho (1990),

menemukan bahwa usia kronologis dan usia dental menunjukkan hubungan yang

signifikan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini didukung oleh penelitian Hedge R.J

dan Sood P.B (2002) yang menemukan bahwa maturitas gigi dapat digunakan sebagai

indikator penentuan usia kronologis.5

Berdasarkan hasil penelitian, hasil uji normalitas didapatkan bahwa data

berdistribusi normal hanya pada kelompok data usia kronologis sedangkan kelompok

data usia dental tidak berdistribusi normal. Hal ini membuktikan bahwa hasil penelitian

ini berdasarkan uji Wilcoxon, ditemukan nilai p:0.011 (p<0.05) yang berarti terdapat

perbedaan usia kronologis dan usia dental yang signifikan.

48
BAB VII

PENUTUP

7.1. Kesimpulan

Usia kronologis adalah usia berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun kelahiran. Usia

dental adalah perhitungan usia yang dihitung dengan menilai pertumbuhan dan

perkembangan manusia. Usia dental dipakai untuk menunjukkan pertumbuhan seseorang

sudah mencapai suatu tahapan tertentu. Usia dental dapat ditentukan dari tahapan erupsi

dan kalsifikasi gigi. Tetapi pada penelitian ini yang dipakai yaitu dengan menilai tahap

kalsifikasi gigi karena tahap ini dianggap lebih reliabilitas dibanding tahapan erupsi gigi.

Gambaran kalsifikasi gigi dapat diobservasi melalui radiografi panoramik, dimana

radiografi panoramik merupakan salah satu radiografi ekstraoral yang paling sering

digunakan di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan

maksilofasial. Tahapan kalsifikasi gigi dapat digunakan sebagai alat bantu diagnostik

untuk memperkirakan waktu awal pertumbuhan.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa tinggi atau rendahnya

usia dental dibanding usia kronologis anak dapat dipengaruhi oleh cepat atau lambatnya

pertumbuhan gigi anak.

49
7.2. Saran

Dalam melakukan teknik radiografi panoramik, seorang operator harus benar-

benar menguasai teknik foto dan cara-cara pendekatan terhadap pasien anak yang

kadang tidak kooperatif. Dan juga seorang dokter gigi diharapkan untuk mengerti

dan bisa mengaplikasikan metode demirjian ini untuk menentukan usia dental pasien

sebelum menentukan rencana perawatan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Indriyanti R, Pertiwi AS, Sasmita IS. Pola Erupsi Gigi Permanen Ditinjau
dari Usia Kronologis pada Anak Usia 6 sampai 12 Tahun. Laporan Penelitian
FKG UNPAD 2006: 1-25.

2. Mokhtar M. Dasar-dasar Orthodonti: Pertumbuhan dan Perkembangan


Kraniofasial. Medan : Bina Insani Pustaka 2002; 2: 45-224.

3. David Sugihartana. Perbandingan Usia Kronologis Berdasarkan Gambaran


Radiografis Dari Tahapan Erupsi Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah dengan
Metode Olze Antara Pasien Laki-laki dan Perempuan di RSGM Prof.
Soedomo Tahun 2008-2013. Yogyakarta: Universitas gadjah Mada.
Electronic Theses & Dissertations (ETD) 2013.

4. Behrman, Kliegman, Arvin, Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Penerbit
Buku Kedokteran. Jakarta:EGC. 1999: 83.

5. R.J Hegde, P.B Sood. Dental Maturity as an indicator of chronological age :


Radiographic evaluation of Dental age in 6 to 13 years children of Belgaum
using Demirjian Methods. J Indian Soc Pedo Prev Dent 2002; 4: 132-37.

6. Tamba S. Waktu Erupsi Gigi Permanen ditinjau dari Usia Kronologis pada
anak usia 6 sampai 12 tahun di SD ST ANTONIUS V MEDAN. Skripsi.
FKG USU 2010: 6-50.

7. Rai B, Anand S.C. Tooth Development: An Accuracy of Age Estimation of


Radiographic Methods. World Journal of Medical Sciences 2006; 2: 130-2.

8. McKenna CJ, James H, Taylor JA, Townsend GC. Tooth development


standards for South Australia. Aus Dental J 2002; 3: 223-7.

9. Rakosi T, Jonas I, Greber TM. Orthodontic Diagnosis : Color Atlas Dental


Medicine Thieme 1992; 1: 98-107.

10. Bosmans, N., Ann, P., Medhat, A. and Willems, G. The Aplication of Kvaal’s
Dental Age Calculation Technique On Panoramic Dental Radiographs.
Forensic Science International,2005.

11. Chiego D.J. Oral Histology. Available at http://crse.dent.umich.edu. 2006.

12. Kurita LM, Menezes AV, Casanova MS, Haiter-neto F. Dental Maturity as an
Indicator of Chronological Age: Radiograph Assesment of Dental Age in a
Brazilian Population. J Appl Oral Sci 2007; 2: 99-104.

13. Nassar AS. The Relationships Between Cervical Vertebral Maturation and
Dental Calcification among Malays. Thesis. Malaysia: Master of Science
USM. 2008: 1-24.
14. Flores C, Nebbe B, Major PW. Use of Skeletal Maturation Based on Hand-
Wrist Radiographic Analysis as a Predictor of Facial Growth: A Systemic
Review. Angle Ortho 2004; 74: 118-24.

15. Uysal T, Sari Z, Ramoglu SI, Basciftci FA. Relationships Between Dental
and Skeletal Maturity in Turkish Subjects. Angle Orthod 2004; 5: 657-64.

16. Janson GR. A Review of The Most Commonly Used Dental Age Estimation
Techniques. Odon Forensic J 2001; 19: 9-17.

17. Siswanto F, Sjahruddin L. Correlation Between Mandible Length and Dental


Calcification on Deutro Malay children aged 8-16 Years. Procedings Fakultas
Kedokteran Gigi Trisakti 2009 : 198-200.

18. Willems G, Van Otmen A, Spiessens B, carels C. Dental Age Estimation in


Belgian Children: Dermijian’s Technique Revisited. J Forensic Sci
2001;464(4):893-895.

19. Bagherian A, Sadeghi M. Assessment of Dental Maturity of Children Ages


3.5 to 13.5 years Using the Demirjian Method in Iranian Population. Journal
of oral Science vol. 53(1);2011: 37-42.

20. Yan jin, Lou Xi. Assessment of dental age of children aged 3.5 to 16.9 years
using demirjian’s method ; a Meta Analysis based on 26 studies. Plos one
;8;2013:pp. 1-7

21. Whaites, Eric. Essential of Dental Radiography and Radiology. Third edition.
Churgical Livingstone. Einburg London Newyork Oxford.2002.

22. Pasler, Friedrich A. Color Atlas of Dental Medicine. Radiology. Thieme.


2006.

23. Demirjian A, Goldstein H, Tanner J.M. A New System of Dental Age


Assessment. Human Biology, 45:2 (1973:May). P.211.
Lampiran-lampiran
Dokumentasi Penelitian

1. Pasien 1 : Laki-laki Usia 9 Tahun

2. Pasien 2 : Perempuan Usia 4,8 Tahun

3. Alat Radiografi Panoramik


4. Apron / Pelindung Badan
5. Posisi Pasien
6. Posisi Operator Saat Memencet Tombol

7. Hasil Foto Panoramik dilihat Melalui Komputer

8. Pencetakan Hasil Foto Panoramik Digital

You might also like