You are on page 1of 36

BAB I

PENDAHULUAN
Identifikasi forensik adalah suatu usaha atau upaya yang dilakukan dengan
tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Menentukan
identitas perseorangan dengan tepat bersifat sangat penting dalam penyidikan
karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan. Ilmu
kedokteran forensik dalam identifikasi sangat berperan dalam proses identifikasi
terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus
terbakar. Selain itu, identifikasi forensik juga dapat digunakan pada kecelakaan
massa, bencana alam atau huru-hara yang mengakibatkan banyak korban mati,
serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Identifikasi forensik juga berperan
dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi yang tertukar atau bayi
yang tidak diketahui orang tuanya1.
Identifikasi forensik terdiri dari identifikasi primer dan identifikasi
sekunder. Identifikasi primer dapat menggunakan analisa DNA, analisa sidik jari,
dan profil gigi. Identifikasi sekunder menggunakan modalitas berupa perhiasan
atau aksesoris, ciri khusus mayat (bekas luka, tatoo, tindik, dan lainnya), metode
visual, dan pemeriksaan dokumen1.
Identifikasi primer merupakan jenis identifikasi yang ketepatan
identifikasinya dapat dipercaya. Salah satu metode yang digunakan adalah profil
gigi. Gigi dapat digunakan sebagai sampel identifikasi karena gigi dapat bertahan
setelah kematian. Meskipun status gigi seseorang dapat berubah sepanjang hidup
seperti kombinasi gigi yang rusak, hilang, atau tertambal namun hal tersebut dapat
diukur dan terekam. Selain itu, gigi adalah bagian yang paling tahan lama dalam
tubuh dan dapat dipanaskan hingga suhu 1600°C tanpa kehilangan mikrostruktur
yang berarti. Gigi dapat bertahan lebih lama dibandingkan jaringan lunak atau
jaringan kerangka yang dapat hancur oleh pembusukan atau pembakaran2.
Beberapa kasus bencana menggunakan gigi dalam mengidentifikasi
korban. Bencana tsunami pernah terjadi di Samudra Hindia yang didahului oleh
gempa tektonik dengan kekuatan skala richter 9.0 pada 26 Desember 2004.
Identifikasi forensik menggunakan data gigi dilakukan selama 4 bulan pertama
setelah kejadian. Hasil yang diperoleh adalah 46.2% dari 2,894 kasus yang
berhasil diidentifikasi dengan data gigi3. Kasus bom teroris yang terjadi di kota
Oklahoma pada 19 April 1995. Dengan menggunakan gigi sebagai data primer,
tim identifikasi jenazah dapat mengidentifikasi sebaganyak 45 kasus (26,8%) 3.
Kedua contoh bencana sebelumnya menunjukkan bahwa gigi sebagai identifikasi
primer jenazah sangat berguna untuk dilakukan dalam identifikasi forensik.
Ilmu kedokteran gigi forensik atau odontologi forensik merupakan cabang
dari ilmu kedokteran gigi mengenai cara penanganan dan pemeriksaan bukti-bukti
melalui gigi dan evaluasi serta pemaparan hasil-hasil penemuan yang
berhubungan dengan rongga mulut untuk kepentingan pengadilan 4. Refarat ini
akan membahas lebih lanjut mengenai odontologi forensik melingkupi dua hal
yaitu identifikasi berbasis odontology baik personal maupun massal serta
interpretasi bekas gigitan (bite mark)5.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Odontologi Forensik
Ilmu kedokteran gigi forensik merupakan cabang dari ilmu kedokteran
forensik yang sekarang telah menjadi ilmu yang berdiri sendiri. Ilmu
kedokteran gigi forensik atau odontologi forensik merupakan cabang dari
ilmu kedokteran gigi mengenai cara penanganan dan pemeriksaan bukti-bukti
melalui gigi dan evaluasi serta pemaparan hasil-hasil penemuan yang
berhubungan dengan rongga mulut untuk kepentingan pengadilan 4. Definisi
odontologi forensik adalah cabang ilmu dari ilmu kedokteran gigi kehakiman
yang bertujuan untuk menerapkan pengetahuan kedokteran gigi dalam
memecahkan masalah hukum dan kejahatan 4. Sejarah odontologi forensik
telah ada sejak zaman prasejarah, akan tetapi baru mulai mendapat perhatian
pada akhir abad ke-19. Sekitar tahun 1960 ketika program instruksional
formal kedokteran gigi forensik pertama dibuat oleh Armen Force pada tahun
1962 dari Institute of Pathology. Sejak saat itu banyak kasus penerapan
odontologi forensik dilaporkan dalam literatur sehingga nama odontologi
forensik mulai banyak dikenal bukan hanya di kalangan dokter gigi, tetapi
juga di kalangan penegak hukum dan ahli forensik4.
Tujuan odontologi forensik adalah untuk memeriksa bukti-bukti yang
penting bagi hokum melalui gigi dan rongga mulut, seperti analisa bekas
gigitan dan identifikasi forensik. Identifikasi dengan sarana gigi dilakukan
dengan cara membandingkan data gigi yang diperoleh dari pemeriksaan gigi
jenazah yang tidak dikenal (data postmortem) dengan data gigi yang pernah
dibuat sebelumnya dari orang yang diperkirakan (data antemortem).
Identifikasi dengan cara membandingkan data ini akan dapat memberikan
hasil identifikasi sampai tingkat individual, yaitu dapat menunjuk siapa orang
yang diiden-tifikasi. Jadi data gigi berupa rekam medik gigi (dental record)
yang pernah dibuat sebelumnya (data antemortem) merupakan syarat utama
yang harus ada apabila identifikasi dengan cara membandingkan akan
diterapkan5,6.
2.2 Anatomi Gigi
Gigi adalah bagian tubuh yang paling tahan lama dan gigi-geligi
bersifat individual seperti sidik jari. Oleh karena itu, morfologi gigi individu
serta restorasi yang ada pada gigi berguna untuk identifikasi manusia. Gigi
geligi manusia terbagi menjadi dua, yaitu gigi geligi primer (saat anak-anak)
dan gigi geligi permanen atau sekunder (saat dewasa). Gigi geligi terbagi
menjadi dua bagian yaitu bagian maksilla (upper jaw) dan mandibula (lower
jaw). Gigi geligi primer terbentuk sempurna saat usia anak 2 hingga 6 tahun.
Jumlah gigi yaitu 20 buah, 10 buah pada bagian maksilla dan 10 buah pada
bagian mandibula. Gigi geligi primer diklasifikasikan menjadi 3 bagian, yaitu
incisor, caninus, dan molar. Gigi geligi sekunder atau permanen didapatkan
pada orang dewasa. Jumlah gigi yaitu 32 buah, 16 buah pada bagian maksilla
dan 16 buah pada bagian mandibula. Gigi geligi permanen terbagi atas 4
bagian, yaitu incisor, caninus, premolar, dan molar. Perbedaan yang jelas
antara gigi geligi primer dan sekunder dapat dilihat pada gambar 17.
Gambar 1. (a) gigi geligi primer, (b) gigi geligi sekunder

Gigi tersusun dari 4 lapis jaringan yaitu enamel/email, dentin,


sementum, dan pulp. Email, dentin, dan sementum adalah bagian yang keras
dari gigi karena tersusun oleh kalsium. Bagian yang dapat dilihat secara
langsung pada gigi yang intak adalah email dan sementum7.
Email atau enamel adalah bagian gigi yang putih dan melindungi
bagian mahkota terluar. Email juga merupakan bagian terkeras dari gigi.
Email tersusun dari 95% kalsium hidroksiapatit dan 5% air serta jaringan ikat
enamel lainnya. Sementum adalah lapisan luar berwarna kuning pudar pada
akar gigi yang terdiri dari 65% kalsium hidroksiapatit, 35% serat kolagen,
dan 12% air. Dentin adalah jaringan berwarna kekuningan, bersifat keras
yang mendasari email dan sementum serta membentuk sebagian besar bagian
dalam mahkota dan akar gigi. Dentin terdiri dari 70% kalsium hidroksiapatit,
18% serat kolagen, 12% air, komposisi inilah yang membuat dentin lebih
keras daripada sementum, tetapi lebih lunak dan lebih rapuh dari pada
enamel. Pulp adalah jaringan lunak di rongga atau ruang di tengah mahkota
dan akar yang disebut rongga pulpa. Rongga pulpa memiliki bagian koronal
(ruang pulpa) dan bagian akar (saluran akar). Rongga pulpa dikelilingi oleh
dentin, kecuali pada lubang di dekat ujung akar (apeks) yang disebut apikal.
saraf dan pembuluh darah memasuki pulpa melalui foramina apikal (gambar
2)7.

Gambar 2. Lapisan gigi

Gigi juga dapat diidentifikasi melalui permukaannya. Permukaan


gigi dapat dsebut sesuai dengan posisi gigi (anterior atau posterior) dan
sisi gigi itu sendiri (sisi bibir atau labia, sisi pipi atau buccal, dan lainnya).
Mengidentifikasi permukaan gigi dapat memudahkan dalam menganalisa
bekas gigitan5. Ilustrasi mengenai penamaan permukaan gigi dapat dilihat
pada gambar 37.
Gambar 3. Permukaan gigi

2.3 Ruang Lingkup Odontologi Forensik


Odontologi forensic memiliki 5 ruang lingkup, yaitu7 :
a. Identifikasi gigi manusia
Identifikasi korban menggunakan modalitas gigi dapat dilakukan pada
personal maupun massal. Hal yang perlu diperhatikan pada identifikasi
gigi manusia adalah (a) jumlah, kelas, dan jenis gigi, (b) rotasi gigi, jarak,
dan malposisi, (c) anomali dan morfologi umum, (d) restorasi, (e) prostesis
dan peralatan, (f) karies dan patologi lainnya, (g) perawatan endodontik,
(h) perbaikan implan dan bedah, (i) pola trabekular tulang, oklusi, dan
erosi. Adanya data antemortem seperti rekam medis gigi akan sangat
membantu dalam proses identifikasi gigi ini.
b. Identifikasi gigi manusia pada saat bencana massal
Bencana sering kali terjadi di dunia dan mengakibatkan banyak korban.
Identifikasi korban melalui data gigi cukup sering dilakukan di lapangan
karena sifat gigi yang tahan terhadap lingkungan yang ekstrim. Identifikasi
korban bencana dengan modalitas gigi memerlukan data ante mortem
(rekam medis gigi) dan data post mortem (identifikasi gigi yang ada dan
hilang, perkembangan dan erupsi gigi, perkiraan usia gigi, oklusi dan
susunan gigi, struktur mahkota gigi, struktur akar gigi, anatomi pulpa,
perubahan patologi, peralatan tambahan pada gigi, dll). Setelah itu, aka
dilakukan rekonsiliasi yaitu mencocokkan data ante mortem dan post
mortem kenudian dilanjutkan dengan evaluasi. Beberapa bencana yang
pernah melibatkan identifikasi gigi ini adalah Tsunami di Aceh tahun
2004, kecelakaan pesawat Tawau di Malaysia tahun 1995, dan bom world
trade center di Amerika Serikat tahun 20013.
c. Bekas gigitan (bite mark)
Bekas gigitan didefinisikan sebagai luka berpola. Pola tersebutlah yang
dapat menjadi suatu petunjuk dalam mengidentifikasi pelaku suatu
perkara. Dokter yang menganalisa bekas gigitan harus paham dengan baik
mengenai anatomi gigi, pola gigi, model permukaan gigi, karakteristik
arkus gigi, dan fungsi rahang secara fisiologis.
d. Penyiksaan manusia (human abuse and neglect)
Ruang lingkup ini memiliki kemiripan dengan bekas gigitan. Selain itu,
dari pemeriksaan gigi secara menyeluruh, hal-hal yang berkaitan dengan
penyiksaan misalnya pemberian makanan yang dicampurkan dengan
benda asing (kaca, kulit kerrang, dll), pemukulan, atau malpraktik dari
dokter gigi yang tidak memberikan terapi yang sebenarnya.
e. Forensik antropologi
Komponen lainnya pada odontologi forensik adalah mengidentifikasi usia,
ras, dan jenis kelamin seseorang melalui giginya. Usia dapat diperkirakan
melalui erupsi gigi dan tampakan gigi geligi primer atau campuran. Ras
dapat diidentifikasi melalui bentuk atau ciri khusus dari gigi tersebut. Ras
asia atau Mongolia memiliki incisor berbentuk sekop (shovel-shaped
incisor). Ras kaukasia memiliki gambaran khusus berupa cusp of
carabelli. Ras Negro memiliki diastema.

2.4 Identifikasi Gigi Secara Personal


2.4.1 Penentuan Umur dari Gigi-Geligi
1. Perkembangan dan Erupsi Gigi-Geligi sebagai Teori Dasar dalam
Perkiraan Usia
Sebagian besar ahli setuju bahwa data perkembangan dan erupsi
gigi-geligi merupakan alat bantu yang paling akurat dalam perkiraan
usia. Pada kenyataannya gigi mempunyai ketahanan yang tinggi
terhadap faktor-faktor fisik seperti air dan api juga mempunyai
struktur yang sangat kompleks dan khas pada setiap individu sehingga
pola perkembangan erupsi gigi-geligi dijadikan sebagai metoda
pilihan untuk memperkirakan usia dalam bidang forensik.8
Perkiraan usia dilakukan dengan membandingkan status
perkembangan gigi-geligi dari individu yang tidak diketahui
identitasnya dengan teori perkembangan dan erupsi gigi-geligi yang
telah dipublikasikan berdasarkan survey dari para ahli.8
a. Perkembangan dan Erupsi Gigi-geligi Decidui
Mahkota gigi-geligi decidui mulai berkalsifikasi pada usia 3-
4 bulan intra uteri. Kalsifikasi ini terus berlanjut selama usia
prenatal sampai mendekati periode neo-natal. Akar gigi-geligi
decidui biasanya terbentuk pada usia 1,5 sampai 3 tahun setelah
lahir. Pada umur 2 sampai 2,5 tahun, semua gigi decidui telah
erupsi di mulut dan fungsi pengunyahnya sudah baik. Gigi-geligi
decidui lengkap berada di mulut dan fungsi penguyahannya sudah
baik. Gigi geligi decidui lengkap berada di mulut tanpa mengalami
banyak perubahan berlangsung pada usia 2,5 sampai 5 tahun. Pada
umur sekitar 3 tahun semua akar gigi-geligi decidui telah sempurna
terbentuk.8
Urutan erupsi gigi-geligi decidui adalah sebagai berikut.
Insisivus sentralis-insisivus lateralis-molar pertama-caninus-molar
kedua. Pedoman yang harus dingat adalah bahwa gigi mandibula
biasanya erupsi lebih awal daripada gigi maksila dan gigi di kedua
rahang erupsi secara berpasangan, satu di kiri dan satu di kanan.8

Tabel 1. Perkembangan dan Erupsi Gigi-geligi decidui


Gigi-Geligi Kalsifikasi Mahkota Erupsi Akar
Pertama Lengkap lengkap
Rahang I Sentralis 3-4 bln IU 4 bln 7 ½ bln 1 ½ - 2 thn
Atas I lateralis 4,5 bln IU 5 bln 8 bln 1 ½ -2 thn
Caninus 5 ¼ bln IU 9 bln 16-20 bln 2 ½ - 3 thn
Molar I 5 bln IU 6 bln 12-16 bln 2-2 ½ thn
Molar II 6 bln IU 10-12 bln 20-30 bln 3 thn
Rahang I Sentralis 4 ½ bln IU 4 bln 6 ½ bln 1 ½ - 2 thn
Bawah I lateralis 4 ½ bln IU 4 ½ bln 7 bln 1 ½ -2 thn
Caninus 5 bln IU 9 bln 16-20 bln 2 ½ - 3 thn
Molar I 5 bln IU 6 bln 12-16 bln 2-2 ½ thn
Molar II 6 bln IU 10-12 bln 20-30 bln 3 thn

b. Perkembangan dan Erupsi Gigi-geligi Permanen


Perkembangan dan erupsi gigi-geligi permanen berlangsung
dari saat kelahiran sampai umur sekitar 14 tahun. Molar permanen
pertama mulai berkalsifikasi pada saat kelahiran dan kalsifikasi gigi
permanen lainnya berlangsung sampai umur 9 tahun, kecuali gigi
molar ketiga tidak mengalami pembentukan jaringan keras sampai
umur 8-9 tahun.8
Dan umur 14 sampai 23 tahun, perkembangan molar kedua
dan molar ketiga mempunyai arti penting dalam perkiraan usia. Hal
ini disebabkan pada usia ini terjadi perkembangan yang lebih lanjut
dari akar molar kedua, juga terjadi penutupan foramen apikal dari
molar ketiga. Urutan erupsi pada gigi permanen adalah sebagai
berikut: Molar pertama-insisivus sentralis dan lateralis mandibula-
insisivus sentralis maksila-insisivus lateralis maksila-caninus
mandibula-premolar pertama-premolar kedua-caninus maksila-
molar kedua-molar ketiga.8

Tabel 2. Perkembangan dan Erupsi Gigi-geligi Permanen


Gigi-Geligi Kalsifikasi Mahkota Erupsi Akar
Pertama Lengkap lengkap
Rahang I Sentralis 3-4 bln 4-5 thn 7-8 thn 10 thn
Atas I lateralis 10 bln 4-5 thn 8-9 thn 11 thn
Caninus 4-5 bln 6-7 thn 11-12 thn 13-15 thn
Premolar I 1½-1¾ thn 5-6 thn 10-11 thn 12-13 thn
Premolar II 2-2 ½ thn 6-7 thn 10-12 thn 12-14 thn
Molar I Waktu lahir 2 ½ - 3 thn 6-7thn 9-10 thn
Molar II 2 ½ - 3 thn 7-8 thn 12-13 thn 14-16 thn
Molar III 7-9 thn 12-16 thn 17-21 thn 18-25 thn
Rahang I Sentralis 3-4 bln 4-5 thn 6-7thn 9 thn
Bawah I lateralis 10 bln 4-5 thn 7-8 thn 10 thn
Caninus 4-5 bln 6-7 thn 9-10 thn 12-14 thn
Premolar I 1 1/4 -2 thn 5-6 thn 10-12 thn 12-13 thn
Premolar II 2¼- 2½ thn 6-7 thn 11-12 thn 13-14 thn
Molar I Waktu lahir 2 ½ -3 thn 6-7 thn 9-10 thn
Molar II 2 ½ - 3 thn 7-8 thn 11-13 thn 15 thn
Molar III 8-10 thn 12-16 thn 17-21 thn 18-25 thn

Perkembangan dan erupsi gigi-geligi hanyalah sebagai alat


bantu dalam perkiraan usia, karena tidak ada dua individu yang
sama persis dalam hal perkembangan. Proses perkembangan gigi
antara lain dipengaruhi oleh jenis kelamin dimana pada perempuan
biasanya perkembangannya lebih cepat daripada laki-laki. Juga
dipengaruhi oleh faktor nutrisi dimana pada kasus malnutrisi yang
hebat perkembangan giginya akan lebih lambat.8

2. Metode Penentuan Umur Berdasarkan Ciri Gigi-Geligi


Aspek penting untuk mendapatkan perkiraaan usia gigi yang
tepat adalah menggunakan lebih dari satu metode, melakukan
pengukuran dan kalkulasi berulang-ulang.9
a. Metode Morfologis
Metode morfologis merupakan metode estimasi umur yang
membutuhkan ekstraksi gigi dan preparasi jaringan serta
pemeriksaan miskroskopik yang mendetail. Pemeriksaan
miskroskopik ini bertujuan untuk menentukan tahapan
perkembangan gigi geligi . Metode ini lebih cocok digunakan pada
kasus post-mortem karena pada individu yang masih hidup metode
ini kemungkinan tidak diterima dengan alasan etis, agama, budaya
atau pendekatan ilmiah.9
1. Metode Gustafson10
Merupakan metode penentuan usia berdasarkan perubahan
struktural gigi geligi berdasarkan histologisnya. Skala nilai
adalah 0,1,2,3 . Gustafson membagi menjadi 6 tahapan yaitu:
a. Derajat atrisi
b. Jumlah dentin sekunder
c. Posisi perlekatan ginggiva
d. Derajat resorpsi akar
e. Transparansi dentin akar
f. Ketebalan sementum

Gambar 4.
Gambaran perubahan jaringan keras gigi menurut Gustafson10

Keenam skor tersebut dijumlahkan dan dimasukkan ke


dalam rumus Y= 11.43 + 4.56X dimana X adalah total skor dan
Y merupakan estimasi umur. Kekurangan dari metode ini adalah
tidak dapat digunakan pada individu yang masih hidup.
Metode Gustafson sering digunakan untuk penentuan
usia individu dewasa melalui pemeriksaan histologis dengan
melihat perubahan struktur gigi. Metode ini diyakini terpercaya,
meskipun penggunaan metode ini oleh beberapa peneliti lain
menghasilkan standar error hingga 7,03 tahun. Meskipun
demikian, prinsip evaluasi histologi perubahan gigi yang
diperkenalkan oleh Gustafson menjadi dasar bagi peneliti-
peneliti lain untuk meningkatkan keakuratan metode penentuan
usia.

Gambar 5. Konversi Total Skor Maturitas Gigi


2. Metode Johanson
Metode Johanson merupakan modifikasi dari metode Gustafson.
Metode ini juga menggunakan 6 kategori yang sama seperti
pada metode Gustafson, hanya saja berbeda dalam pembagian
skoring yaitu 0, 0.5, 1, 1.5, 2, 2.5, dan 3 yang merupakan
perubahan umur berdasarkan 7 tahapan yang berbeda. Rumus
metode Johanson yaitu;
Umur = 11.02 + (5.14 x A) + (2.3 x S) + (4.14 x P) + (3.71 x C) +
(5.57 x R) + (8.89 x T)
2. Metode Biokimiawi9
Metode biokimiawi merupakan metode yang berbasis pada
rasemisasi asam amino. Rasemisasi asam amino ini merupakan
reaksi perintah awal yang dapat pulih dan relatif cepat dalam
jaringan hidup pada metabolisme yang lambat. Asam aspartat
merupakan asam yang memiliki tingkat rasemisasi tertinggi dari
seluruh asam amino dan tersimpan selama bertambahnya umur.
Metode biokimiawi ini hanya dapat digunakan apabila gigi dapat
diekstraksi atau pada individu yang telah mati. Beberapa contoh
metode biokimiawi:
a. Metode Helfman dan Bada
Metode Helfman dan Bada ini merupakan metode yang
dapat digunakan pada kelompok umur anak sampai remaja
apabila gigi diekstraksi baik individu hidup maupun mati.
Metode ini mengukur rasio asam aspartat D/L pada gigi.
Struktur gigi yang diperiksa adalah dentin, enamel dan
sementum gigi. Cara pengaplikasiannya yaitu dengan
menggunakan teknik kromatografi gas (GC) maupun high
performance liquid chromatography (HPLC). Rasio D/L diukur
dalam tiga fraksi yaitu TAA (totol amino acid), SP (soluble
peptide), dan IC (insoluble collagen).
b. Metode Ritz dkk.
Metode Ritz dkk. ini merupakan metode yang sedikit
berbeda dari metode Helfman dan Bada, karena metode ini
dapat diaplikasikan pada individu yang masih hidup tanpa
adanya tindakan ekstraksi. Metode ini muncul karena kebutuhan
akan metode yang mampu mengestimasi umur dengan
keunggulan tersebut. Penerapan metode ini ialah dengan
menggunakan rasemisasi pada spesimen biopsi dentin.
3. Metode Radiografis
Metode radiografik ini memiliki keunggulan karena dapat
diaplikasikan pada individu yang masih hidup dengan memberikan
detail pengukuran gigi yang mudah untuk dianalisis. Metode
radiografik dapat menggunakan foto panoramik ataupun periapikal.
Radiografik panoramik sendiri memiliki karakteristik yang unik
yang membuat metode ini cocok untuk digunakan pada banyak
bentuk investigasi . Kekurangan dari metode radiografik ini adalah
karena adanya proyeksi dua dimensi yang subjeknya dapat
mengalami kegagalan seperti distrorsi dan pembesaran.9
a. Metode Demirjian11
Metode ini didasarkan pada tahapan perkembangan 7 gigi
permanen rahang bawah kiri melalui foto rontgen panoramik,
didasarkan pada kriteria bentuk dan nilai relative, dan bukan
pada panjang mutlak gigi.

Gambar 6.
Tahap kalsifikasi gigi permanen menurut Demirjian, et al.
Metode ini didasarkan pada estimasi usia kronologis yang
disederhanakan dengan membatasi jumlah tahapan
perkembangan gigi menjadi delapan tahapan dan memberinya
skor mulai dari A hingga H. Delapan tahapan tersebut
mewakili kalsifikasi masing-masing gigi mulai dari kalsifkasi
mahkota dan akar hingga penutupan apeks gigi. Pemberian skor
setiap gigi dan setiap tahap perkembangan berasal dari metode
Tanner yang menggambarkan maturasi tulang. Pemberian skor
terbatas pada tujuh gigi permanen pertama kuadran kiri bawah
dan dibandingkan dengan representasi grafis tahap
perkembangan. Setiap tahap perkembangan memiliki kriteria
khusus dan satu, dua, atau tiga kriteria tertulis. Jika hanya
terdapat satu kriteria, harus dipenuhi untuk mencapai tahap
tertentu, jika terdapat dua kriteria maka dianggap terpenuhi jika
yang pertama telah ditemukan, jika terdapat tiga kriteria maka
dua yang pertama harus ditemukan agar dianggap terpenuhi.
Analisis statistik skor maturasi digunakan untuk masing-masing
gigi dari tujuh gigi dari tiap-tiap tahap dari 8 tahap
perkembangan. Standar penghitungan anak laki-laki dan
perempuan dipisah.
Demirjian menggunakan penilaian gigi yang diubah ke
dalam skor dengan menggunakan tabel untuk anak laki-laki dan
anak perempuan secara sendiri-sendiri. Semua skor untuk
masing-masing gigi dijumlah dan skor maturasi dihitung. Skor
maturasi kemudian dikonversi langsung ke dalam usia gigi
dengan menggunakan tabel konversi. Metode Demirjian
merupakan penilaian kualitatif mengenai bentuk dan ukuran
sebuah gigi. Metode ini telah luas digunakan sejak tahun 1973
karena mudah, hanya melibatkan 7 gigi permanen bawah, yaitu
insisivus 1-2, kaninus premolar 1-2, dan geraham 1-2. Metode
ini dapat menentukan usia antara 3-16 tahun. Masalah yang
sering menjadi kendala metode ini adalah subjektivitas
interpretasi gambaran rontgen dan penggunaannya di populasi
berbeda.
Demirjian telah berupaya meminimal kan masalah tersebut
dengan penjelasan lebih detail definisi tiap tahapan
perkembangan gigi dan memberikan contoh gambaran
radiografinya tetapi hal tersebut masih tergantung kesepahaman
antar peneliti.
b. Metode Nolla
Metode Nolla membagi periode kalsifikasi gigi permanen
menjadi 10 tahapan dimulai dari terbentuknya benih gigi
sampai dengan penutupan foramen apikal gigi. Pembentukan
crypte hingga penutupan apeks akar gigi yang dapat dilihat pada
foto radiografi disebut tingkat 1, dan selanjutnya sampai
penutupan apeks akar gigi adalah tingkat 10. Masing-masing
tahapan juga diberi nilai skor. Dengan foto panoramik, cukup
menggunakan satu sisi dengan mengabaikan geraham 3, gigi
permanen rahang atas dan rahang bawah dianalisis, dicocokkan
tahapannya dan diberi skor. Skor masing-masing tahapan ditotal.
Metode Nolla juga menggunakan tabel konversi.
Gambar 7. Tahap kalsifikasi gigi menurut Nolla

Metode Nolla menggunakan 10 tahapan perkembangan


gigi mulai pembentukan benih gigi hingga pembentukan akar
gigi. Metode ini mudah karena hanya mencocokkan gambaran
gigi di foto rontgen dengan gambaran 10 tahapan yang sudah
dipublikasikan. Kendala penggunaan metode ini adalah
subjektivitas interpretasi gambaran rontgen khususnya pada 1/3
pembentukan akar dan penggunaannya di populasi berbeda.
Gambar 8. Contoh Gambaran Radiografi Panoramik

2.4.2. Identifikasi Ras


Pada awalnya ras di dunia terdiri dari 3 ras utama yaitu ras kaukasoid,
mongoloid, dan negroid. Namun seiring terjadinya perang dunia I dan II
terjadi perkawinan antar ras sehingga terbentuklah ras baru yaitu ras
khusus dan ras australoid (aborigin) dan ras kecil di kepulauan pasifik.
Masing-masing ras memiliki ciri khusus yang dapat digunakan sebagai alat
identifikasi, perbedaan tersebut menurut Hoebel disebabkan karena :8
- Pengaruh komponen masyarakat setempat
- Pengaruh komponen perkawinan/garis keturunan
- Pengaruh komponen genetik
- Pengaruh komponen ciri fisik, gigi, dan mulut
a. Identifikasi ras korban melalui ciri gigi geligi8
Ciri-ciri ras tersebut ditinjau dari :
- Cingulum gigi insisif
- Jarak mesiodistal dan bucopalatal/bucolingual gigi premolar
- Pit dan adanya cusp of carabelli gigi molar
1) Ras kaukasoid
o Permukaan lingual gigi insisif rata (1.1, 1.2, 2.1, 2.2)
o Susunan gigi geligi sering berjejal
o Gigi M1 rahang bawah cenderung lebih panjang dan berbentuk
tappered
o Pada gigi P2 atas lebar bukopalatal < mesiodistal
o Sering terdapat cusp of carabelli pada gigi M1 rahang atas pada
bagian palatal
o Lengkung rahangnya cenderung sempit

Gambar 9. Cusp of Carabelli11


2) Ras mongoloid
 Gigi incisivus mempunyai perkembangan penuh pada
permukaan palatal bahan lingual sehingga shovel shaped
incisor cingulum jelas dominan (pada gigi 1.1 1.2, 2.1 2.2).
Shovel shape merupakan bentukan yang terdapat pada palatal
incisivus yang disebabkan karena adanya peninggian pada
marginal ridge.
 Fissure-fissure gigi molar
 Bentuk gigi molar → segiempat dominan
Gambar 10. Shovel-shape incisor11

Gambar 11. Peninggian pada marginal lingual ridge (insicivus atas


dan bawah)11
3) Ras negroid
o Gigi kecil dengan spasi, disertai midline diastema.
o Akar gigi premolar (14, 15, 24, 25) cenderung membelah dan
terdapat 3 akar
o Profil dental cenderung bimaxillary protrusion
o Sering ditemukan molar ke-4
o Gigi P1 rahang bawah memiliki 2/3 cusp
o Gigi molar berbentuk segiempat membulat
o Fisur gigi M1 berbentuk seperti sarang laba-laba

Gambar 12. (a)Memperlihatkan fissura gigi molar pertama seperti


sarang laba-laba. (b) Memperlihatkan gigi incisivus tidak terdapat
cingulum hanya lekuk sedikit saja
4. Ras australoid
o Terdiri dari suku amborigin dan suku di kepulauan kecil di pasifik
o Gigi molar (geraham) cenderung besar daripada ras yang lainnya.
o Shovel-shaped incisors dan cusp of Carabelli arang ditemukan.
b. Identifikasi ras korban melalui lengkung gigi8
Terdapat 5 macam jenis lengkung gigi dalam identifikasi ras, yaitu :
1) Bentuk ellipsoid  Ras Mongoloid

2) Bentuk U  Ras Negroid

3) Bentuk paraboloid  Ras kaukasoid

4) Bentuk paraboloid dengan gigi insisif berukuran besar  Ras


australoid
5) Bentuk U dengan gigi insisif berukuran kecil  Ras khusus

2.4.3. Penentuan Jenis Kelamin10


Bila kondisi korban sudah tidak dapat dikenali, maka penentuan
jenis kelamin dapat dilakukan dengan pemeriksaan odontologi
forensik. Penentuan jenis kelamin dengan metode morfologi dan
laboratorium. Metode morfologi mendekatkan dengan bentuk dan
ukuran gigi yang dibedakan antara korban laki-laki dan perempuan.
Terutama pada gigi seri bagian atas. Perbedaan yang lain ada pada
bentuk rahang antara laki-laki dan perempuan.

Gambar 13 Rahang pria


Rahang pria (Os Mandibula) memiliki dagu yang lebih persegi atau
dasarnya mendatar (square chin). Sudut rahang juga tampak lebih
lancip (acute angle of jaw) dan proccesus mastoideus lebih menonjol
Gambar 14. Rahang Wanita
Rahang wanita (os mandibular) memiliki dagu yang lebih lancip
atau dasarnya mendatar (square chin). Sudut rahang tampak lebih
lebar (wider angle of jaw) dan processus mastoideus lebih tumpul atau
tidak menonjol. Pada ukuran gigi, didapatkan gigi insisivus dan
caninus central maxilla pada pria lebih besar dibanding wanita.
Tentunya merujuk pada setiap ras tertentu. Tetapi secara global
ukurannya lebih besar pada pria dibanding wanita.
Metode laboratorium melalui identifikasi DNA dari sel jaringan
pulpa gigi untuk pemeriksaan DNA genomic dan mitokondrial, serta
juga kimiawi. Odontologis dapat memaksimalkan perolehan DNA
melalui teknik konservatif preservasi gigi secara keseluruhan. Metode
sampling yang baik dan tanpa terkontaminasi tidak akan
mempengaruhi hasil analisis. Gigi yang didapatkan harus
didekontaminasi, misalnya dengan larutan sodium hipoklorit 5.25%
selama 20 menit untuk menghindari kontaminasi DNA asing,
degradator DNA ataupun penghambat PCR seperti heme. Kemudian
dibersihkan kembali dengan etanol 95%.
Beberapa tahapan dalam pengambilan sampling DNA dari
dental evidence. Antara lain penghancuran gigi untuk memperoleh sel-
sel pulpa, akses endodontic konvensioal, split vertical, dan
pemotongan horizontal. Penentuan jenis kelamin dilakukan melalui
metode PCR. Pada DNA genomic dapat ditentukan jenis kelaminnya.
Pemeriksaan DNA mitokondrial dapat memeriksa jalur maternalitas
korban.
2.5 Odontologi Bencana
Bencana massal umumnya terjadi secara tiba-tiba, tidak terduga, tanpa
pandang bulu dan hilangnya nyawa atau cedera yang signifikan yang
biasanya menghasilkan lebih banyak kematian daripada yang bisa ditangani
menggunakan sumber daya lokal.12
Bencana massal dapat terjadi secara alami seperti gempa bumi, banjir,
tsunami dan tornado. Bencana tidak disengaja seperti kecelakaan pesawat
terbang, kecelakaan dan tergelincirnya kereta serta kebakaran atau tindakan
terorisme yang berupa serangan langsung yang signifikan pada tujuan, dan
pemboman daerah berpenduduk, serangan bunuh diri dan penyebaran bahan
kimia maupun senjata biologis.12
Beberapa bencana massal membutuhkan identifikasi postmortem
sebagai hasil potongan tubuh mayat. Identifikasi ini membandingkan ratusan
bahkan terkadang ribuan data ante dan postmortem. Identifikasi forensik dari
korban dalam bencana massalsangat penting, tidak hanya untuk alasan
kemanusiaan, tetapi juga untuk kebutuhan sipil atau kebutuhan investigasi
kriminal, dan dasarnya didasarkan pada antropologi forensik, sidik jari,
odontologi forensik, radiologi dan DNA.
Proses dari identifikasi tubuh adalah ilmu yang pasti, dan odontologi
forensik merupakan salah satu metode ilmiah paling andal digunakan di
bencana massal. Bencana massal mewakili salah satu aspek menantang dalam
kedokteran gigi forensik. Beberapa kendala yang biasanya ditemukan yaitu;
1) sebagian besar mayat sudah terfragmentasi, berdampingan, dan sisa-sisa
tubuh yang terbakar; 2) kesulitan dalam menentukan korban yang terlibat
dalam bencana; 3) kesulitan mendapatkan data medis, catatan dan radiografi
gigi yang diperlukan; 4)legalitas, yurisdiksi, organisasi, dan isu-isu politik;
5)dokumentasi internal dan eksternal dan masalah komunikasi; 6)Penerapan
kode identifikasi forensik manusia secara universal. Kesulitan yang dihadapi
dapat bervariasi, tergantung pada jenis bencana massal.
Gambar 15. Material Gigi12
Pemeriksaan pertama dan yang paling sering adalah pemeriksaan
perbandingan yang digunakan untuk menetapkan tingkat kecocokan sisa
mayat dan korban yang diwakili oleh catatan gigi antemortem merupakan
orang yang sama. Penyelidikan kedua adalah kasus tanpa adanya data
antemortem sebelumnya dan tidak adanya petunjuk identitas yang positif.
Berikut ini, profil gigi forensic yang disarankan oleh dokter gigi forensic
untuk karakteristik individu dan bahan antemortem. Dengan adanya
perangkat lunak analitik canggih, pencocokan biometric gigi seperti
pencocokan radiografi antemortem dan radiografi postmortem untuk
identifikasi manusia menjadi pemeriksaan unggul jika gambaran sidik jari
atau wajah tidak dapat dikenali.13
Masalah utama dalam identifikasi gigi komparatif adalah sisa gigi
postmortem yang dapat dibandingkan dengan catatan gigi antemortem seperti
catatan tertulis, gips dan radiografi gigi untuk memastikan identitas korban.
Individu dengan banyak perbaikan gigi seringkali lebih mudah diidentifikasi
daripada yang sedikit ataupun tidak ada sama sekali perawatan perbaikan
gigi. Dokter gigi forensic membuat catatan post mortem berdasarkan
gambaran dan deskripsi struktur gigi dan radiografi mayat. Dapat juga diikuti
dengan struktur gigi dan sekitarnya seperti tonjolan tulang dan cacat bawaan
yang telah mengalami perbaikan.13
American Board of Forensic Odontologist merekomendasikan empat
kesimpulan saat melaporkan identifikasi gigi:
1. Identifikasi positif: catatan antemortem dan postmortem cocok tanpa
perbedaan yang tidak dapat dijelaskan.
2. Identifikasi yang mungkin: data ante mortem dan postmortem
memiliki gambaran yang komsisten tetapi karena kualitas buruk,
identitas tidak bisa postif.
3. Bukti tidak cukup: informasi yang tersedia tidak cukup untuk
membentuk dasar suatu kesimpulan
4. Eksklusi: data ante mortem dan postmortem jelas tidak konsisten
Tidak ada poin minimum untuk menentukan identifikasi positif. Satu
gigi yang mempunyai gambaran yang unik dapat digunakan sebagai
identifikasi dibandingkan dengan radiografi mulut yang mungkin tidak
mengungkapkan detail yang cukup untuk menentukan kesimpulan yang
positif, Scandinavian Forensic Oral Pathology Assesment merincikan detail
data post mortem dan antemortem:13
Data post mortem:
- Lokasi kecelakaan (mobil, kapal, rumah, pesawat, kabin)
- Tingkat keparahan cedera
Grade 0: tidak ada cedera
Grade 1: cedera pada gigi anterior (satu atau kedua rahang)
Grade 2: cedera pada gigi anterior dan posterior secara unilateral ( satu
atau kedua rahang)
Grade 3: Cedera pada gigi anterior dan posterior secara bilateral (satu
atau kedua rahang)
Grade 4: fragmen kedua rahang termasuk gigi dan atau akar gigi
Grade 5: tidak ada sisa gigi
- Registrasi gigi:
 Utuh/tambalan (spesifik bahan tambalan)
 Prostetis: tetap atau yang dapat dilepas
 Gangguan perkembangan: hipo dan hyperdontia, transposisi
ektopik atau gigi yang masih bertahan
 Maloklusi
 Bukti perubahan patologis: fraktur rahang, tumor, infeksi seperti
sinusitis atau osteomielitis.
Data antemortem:13
Grade 0: - Tidak ada informasi.
Kelas 1: - Informasi tanpa catatan tertulis.
Grade 2: - Catatan tertulis saja.
Grade 3: - Rekam dikombinasikan dengan radiografi tidak sistematis
Grade 4: - Rekam dikombinasikan dengan bitewings.
Grade 5: - Rekam dikombinasikan dengan survei mulut penuh atau
ortopanthomograph
Profiling post mortem dental adalah proses dimana dokter gigi forensic
membatasi kemungkinan populasi mayat dengan tidak adanya catatan gigi
antemortem. Profil gigi post mortem akan memberikan informasi usia, latar
belakang, jenis kelamin dan status social ekonomi.13
Usia anak-anak (termasuk janin dan neonatus) bisa ditentukan dengan
analisis perkembangan gigi dan perbandingan selanjutnya dengan grafik
perkembangan. Perkembangan penyakit periodontal, pemakaian berlebihan
dan beberapa restorasi, ekstraksi, patologi tulang dan pekerjaan restoratif
yang kompleks dapat menunjukkan individu yang lebih tua.13
Jenis kelamin dan keturunan dinilai dari bentuk dan bentuk tengkorak.
Seorang dokter gigi forensik dapat menentukan ras dengan tiga kelompok
utama (Kaukasoid, mongoloid dan negroid) dari penampilan tengkorak dan
fitur gigi seperti puncak dari Carrabelle, gigi seri berbentuk sekop dan multi
cusped premolar. Pemeriksaan mikroskopis gigi bisa mengkonfirmasi lebih
lanjut jenis kelamin dengan ada atau tidak adanya y chromatin dan analisis
DNA juga dapat mengungkapkan jenis kelamin.13
Informasi lain tentang status sosial ekonomi termasuk pekerjaan,
kebiasaan diet, dan perilaku kebiasaan, penyakit gigi atau sistemik. Adanya
erosi gigi bisa menjadi tanda penyalahgunaan alkohol atau zat, gangguan
makan sementara noda dapat mengindikasikan merokok, penggunaan
tetrasiklin atau mengunyah sirih. Pertumbuhan gigi yang tidak biasa hasil aus
dari batang pipa, pemegang rokok, jepit rambut, paku payung karpet atau
pengobatan ortodontik sebelumnya. Kualitas, kuantitas, ada atau tidaknya
perawatan gigi dapat memberikan indikasi status sosial ekonomi atau negara
tempat tinggal.13
Metode yang digunakan dalam biometrik gigi adalah mencocokan data
post-mortem tanpa label radiografi terhadap ante-mortem berlabel radiografi.
Jika gambaran radiografi gigi post-mortem cukup cocok dengan radiografi
gigi antemortem, identitas mayat di radiografi post-mortem diperoleh. Ada
dua tahap untuk biometrik gigi adalah ekstraksi gambaran gigi dan
pencocokan. Identifikasi diperoleh dalam tiga langkah; pencocokan pada
tingkat gigi, pencocokan pada tingkat kontekstual dan pencocokan di tingkat
subjek.13
Langkah pertama yaitu pencocokan bentuk kontur gigi dan gigi
sekitarnya Langkah kedua adalah mencocokkan di tingkat kontekstual;
langkah ini mengurangi cakupan pencarian dan meningkatkan akurasi
pencocokan. Langkah terakhir adalah pencocokan di tingkat subjek, setiap
subjek tidak dikenal memiliki beberapa gambaran post-mortem dan setiap
gambaran ante-mortem database milik subjek. Pencocokan di tingkat subjek
adalah untuk mendapatkan identitas dari sekelompok gambaran post-mortem.
DNA dalam identifikasi gigi: - jaringan gigi resisten terhadap
pembakaran, pencelupan, trauma, mutilasi dan dekomposisi sehingga
merupakan reservoir yang sangat baik untuk bahan DNA. Ketika metode
identifikasi gagal, bahan biologis seperti DNA dapat memberikan bukti yang
diperlukan untuk menetapkan identitas. Sidik jari genetik, pengujian DNA,
pengetikan DNA atau Profiling DNA adalah teknik yang digunakan untuk
membedakan antara individu dari spesies yang sama hanya menggunakan
sampel DNA mereka.13
Perbandingan DNA dari gigi, rahang dan bagian lain dari individu yang
tidak dikenal dengan sampel ante mortem dari pakaian, darah yang disimpan,
rambut kuas, apusan serviks atau spesimen biopsi. Selain DNA genom, sel
juga mengandung DNA mitokondria (mtDNA) dengan keuntungan jumlah
salinan tinggi karena jumlah tinggi mitokondria hadir di sebagian besar sel
sehingga dalam kasus dengan degradasi tinggi di mana DNA genom tidak
memadai, jumlah mtDNA cukup untuk diperiksa. Pemeriksaan ini sangat
berguna di mana sampel ante mortem kurang untuk perbandingan.13
2.6. Bite Mark
2.6.1 Defenisi
Bitemark didefinisikan sebagai bentuk akhir fisik dari
serangkaian peristiwa kompleks yang terjadi ketika gigi manusia atau
hewan tercetak pada kulit atau bahan makanan14. Pada bitemark
analisis, keunikan gigi manusia jadikan sebagai asumsi dasar.Bekas
gigitan dapat didefinisikan sebagai tanda yang dibuat oleh gigi
sajaatau dalam kombinasi dengan bagian mulut lainnya. Bekas gigitan
adalah bentuk pola cedera yang berarti konfigurasi disebabkan oleh
objek tertentu. Kadang-kadang, bekas gigitan diperoleh dari berbagai
jenis zat makanan, coklat, permen karet, buah-buahan, sayuran.
Seperti sidik jari, kertas tanda yang dibuat oleh gigi manusia dapat
menjadi alat untuk identifikasi karena ini unik di setiap individu.
Bekas gigitan dapat dibuat cetakan gigi individu. Dalam beberapa
kasus, bekas gigitan mungkin memungkinkan identifikasi penggigit
atau terduga pelaku. Menggigit dianggap menjadi jenis serangan
primitif dan hasil ketika gigidigunakan sebagai senjata dalam tindakan
dominasi atau putus asa.Akibatnya, bekas gigitan biasanya terkait
dengan kejahatan seks,perkelahian kekerasan, dan pelecehan anak.
Karenanya, cocok dengan tanda gigitanke gigi seorang tersangka
dapat memungkinkan petugas investigasiuntuk menghubungkan
tersangka dengan kejahatan dan tidak termasuk yang tidak bersalah15.
Tanda gigitan dapat secara luas diklasifikasikan sebagai non-
manusia (bekas gigitan hewan) dan yang disebabkan oleh manusia.
Berdasarkan cara sebab-akibat, tanda gigitan dapat berupa non-
kriminalserta pidana yang selanjutnya dapat diklasifikasikan menjadi
tanda gigitan ofensif (pada korban oleh penyerang) dan defensif (atas
penyerang oleh korban)16.
2.6.2 Metode Analisis Bite Mark
Analisa luka bekas gigitan pada manusia dibagi ke dalam dua
langkah, yang pertama pengumpulan bukti bekas gigitan dari korban,
dan yang kedua pengumpulan bukti dari terduga.Ada tujuh jenis bekas
gigitan, Haemorrhage, Abrasi, Contusion, Laserasi, Insisi Avulsion
(pengangkatan kulit), dan Artefak (potongan tubuh yang tergigit)14.
a.Teknik pengumpulan bukti bitemark14
Ada beberapa teknik untuk mengumpulkan bukti luka bekas gigitan:
1. Swab saliva
Penggunaan bitemark sebagai bukti biologis adalah metode
objektif dalam odontologi forensik. Fokusnya adalah pada
kandungan saliva pada bitemark yang dapat membantu
mengidentifikasi tersangka. Mungkin dengan teknik fotografi
canggih untuk menemukan noda air liur. Bitemarks dianggap
sebagai sumber bukti DNA potensial.
Keunikan molekul DNA memiliki potensi tinggi untuk
mengidentifikasi tersangka.Salah satu teknik yang paling banyak
digunakan dalam swabbing adalah metode double swab,
menggunakankapassterilbasah dan kering. Penyiraman air liur
dilakukan sebelum fotografi. DNAsampel juga dikumpulkan dari
korban untuk menganalisis interpretasi kemungkinan campuran.
Bahan sampel harus dianalisis sesegera mungkin, atau
penyimpanan beku dantransportasi dingin dianjurkan.
2. Fotografi
Fotografi adalah hal yang pertama dari teknik non-invasif dan
mungkin satu-satunya kesempatan bagi penyidikuntuk
mendokumentasikan bitemark. Aspek paling penting dari
manajemendari kebanyakan kasus odontologi forensik saat mereka
bergerak maju untuk menjadi bagian darihukum masa
depanmelanjutkan adalah pengumpulan bukti menggunakan
fotografi.
Gambar 16 Foto bitemark
Teknik pengambilan gambar dibedakan menjadi :
1) Visible light fotografi
Penggunaan peralatan kamera konvensional yang
diproduksi untuk spektrum cahaya tampak adalah metode
paling umum dari mendokumentasikan bitemarks. Gambar
direkam seperti yang terlihat oleh mata manusia pada saat
gambar diambil. Dalam fotografi warna konvensional,
cahaya tampak yang mengenai kulit menunjukkan empat
fenomena: refleksi, penyerapan, fluoresensi dan difusi. Apa
yang muncul dalam foto-foto bitemark adalah kombinasi
dari semua ini fenomena. Membuat foto dalam kondisi
normal relatif mudah. Berbagai jenis skala fotografi
digunakan dalam forensik fotografi, ABFO skala itu
dirancang oleh Hyzer dan Krauss yang paling banyak
digunakan untuk fotografi bitemark14.
2) Non visible light fotografi
Pada Teknik ini, menggunakan cara dan sinar khusus untuk
mengenali dan menganalisis luka seperti sinar infrared,
ultraviolet, alternate light imaging dan full sepktrum
fotografi14.
3. Cetakan luka bekas gigitan
Berbagai jenis materi cetakan digunakan untuk melihatbentuk
bitemark. Yang paling banyak digunakan adalah plester Paris,
alginat, silikon, pengecoran batu. Dalam protokol bitemark,fotografi
dan swabbing saliva untuk mendahului kesan pengambilan DNA.
Pada pembuatancetakan tubuh harus bebas dari kontaminan,karena
materi cetakan memiliki masa simpan terbatas, nomor batch
dantanggal kadaluwarsa materi harus dipantau dan didaftarkan dan
diperhatikan14.
4. 3 D scan luka bekas gigitan
Scan 3D mengumpulkan data geometris dari permukaan suatu
objek dan membantu rekonstruksi bentuk objek. Dua jenis pemindai
3D yang digunakan dalam analisis gigi adalah scan kontak dan laser.
Scan 3D (point to point atau linear) menganalisis permukaan objek
dengan bantuan probe dengan baja keras atau ujung safir. Posisi
spasial dari probe ditentukan oleh serangkaian sensor internal yang
pada gilirannya menghasilkan rekonstruksi objek. Sedangkan Scan
laser 3D, sinar laser dipancarkan dan mendeteksi kembalinyasinar
untuk merekam geometri objek.Untuk mengumpulkan data dari
semua sisi dan merekonstruksi objek, beberapa pemotretan dibuat
dari posisi yang berbeda. Sistem referensi digunakan untuk
mengoordinasikan semua pemotretan danuntuk membuat model
yang lengkap dengan menyatukan masing-masing pemindaian.
Gambar 17

5. Gips( cast )
Gips dibuat dari cetakan bitemark, gips berguna untuk
mengidentifikasi dan menyimpan model gigi sebagai barang bukti
dengan aman dan bertahan lama.Gips gigi tersangka juga dibuat dan
dicatat untuk perbandingan langsung atau tidak langsung.

Gambar 18
b. Teknik analisis bitemark14
1. Perbandingan langsung
Setelah mengidentifikasi gips gigi dari terduga, maka
digunakan untuk perbandingan langsung dengan lekukan gigi
pada kulit . Foto, yang merupakan representasi dua dimensi
dariobjek tiga dimensi adalah satu-satunya bukti yang
dikumpulkan dalam banyak kasus bitemark. Dibahwa kasus
model tiga dimensi gigi tersangka dibandingkan dengan
fotografi bukti. Dimungkinkan juga untuk melakukan
perbandingan langsung dari gigitan tersangka baik untuk
dikeluarkan jaringan atau kesan bitemark.
2. Overlay
Overlay digunakan untuk membandingkan tepi gigitan
gigi yang dicurigai menggigit dengan bitemarkfotografi.
Lembar asetat transparan yang tidak berwarna digunakan
untuk mentransfer informasi darigips gigi. Tepi gigi ditandai
pada lembaran transparan. Ada yang berbedajenis overlay.
Dalam overlay volume berlubang, hanya bagian tepinya yang
diuraikan sedangkan dalam isianvolume overlay ujung-
ujungnya dapat diisi dan dalam compound overlay, gambar
gigi yang sebenarnya adalah ditangkap dalam garis besar.
Pendekatan yang paling umum dalam analisis bitemark
adalahperbandingan foto-foto bitemark dengan overlay dari
gigi tersangka.
3. Perbandingandengan 3 D scan
Teknologi tiga dimensi digunakan untuk menganalisis
dampak gigitan. Untuk analisis tiga dimensi, semua bahan
studi,gigi dan bitemark harus didigitalkan oleh pemindai 3-D.
Objek dapat dipindai denganlengan probe yang diposisikan
secara manual atau oleh lengan yang sepenuhnya dikendalikan
oleh mesin.Berbagai jenis perangkat lunak komparatif
digunakan dalam analisis 3D. Tiga dimensiperbandingan
dilakukan dengan menggunakan overlay 3D dan analisis
morfometrik geometris.
4. Perbandingan dengan software
Analisis bitemark dengan bantuan teknik berbasis
komputer membutuhkan perangkat lunak. Salah satunya
perangkat lunak yang paling banyak digunakan dalam overlay
perbandingan bitemark adalah perangkat lunak Adobe
Photoshop. Perangkat lunak lain, DentalPrint, dikembangkan
oleh Departemen Kedokteran Forensik danOdontologi Forensik,
Universitas Granada, untuk menghasilkan overlay perbandingan
dari 3D gambar gips gigi tersangka. Martin-de las Heras et.al
melakukan penelitian untuk menentukan nilai reliabilitas intra
dan inter pemeriksa, sensitivitas, spesifisitas dan validitas untuk
perangkat lunak Dental Print dan membandingkannya dengan
perangkat lunak Adobe Photoshop. Pembelajaran menyimpulkan
bahwa pemeriksaan bitemark dengan Dental Print adalah teknik
forensik yang akurat. Dalam studi tersebut, mereka juga
menemukan bahwa hasil terbaik diperoleh ketika perangkat
lunak Dental Print digunakan untuk menghasilkan overlay
perbandingan.

You might also like