You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Cairan Serebrospinal
Sirkulasi cairan serebro spinal (CSS) terdiri dari pleksus koroideus,
ventrikulus, ruang subaraknoid dan vili araknoidea.

Gambar. Sirkulasi Cairan Cerebro Spinal (CSS)

1. Pleksus koroideus

Pleksus koroideus terletak pada ventrikulus lateralis, tertius dan

quartus.Pada saat embrio, pleksus ini berkembang dari invaginasi

mesenkim pada daerah mielensefalon selama minggu keenam intra-

uterin. Pada usia minggu ke-7 sampai ke-9, pleksus koroideus mulai

kehilangan jaringan mesenkimal dan ditutupi oleh sel-sel

ependimal.
2. Sistem ventrikulus

a. Ventrikulus Lateralis

Ventrikulus lateral berjumlah dua buah dan berbentuk huruf C,

secara anatomi, ventrikel ini dibagi menjadi beberapa bagian

yaitu bagian kornu anterior, korpus dan kornu posterior. Corpus

dari ventrikulus lateralis menjadi dasar dari septum pelusida.

b. Ventrikulus Tertius

Ventrikulus tertius berada diantara dua thalami dan dibatasi oleh

hypothalamus di bagian inferior.Bagian anterior dari ventrikulus

tertius berhubungan dengan lamina teminalis dan foramen

interventrikularis atau foramen Monroe. Sedangkan bagian

posteriornya berhubungan dengan ventrikulus quartus melalui

aquaduktus cerebri Sylvii.

c. Ventrikulus Quartus

Ventrikulus quartus terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian

superior (bagian dari isthmus rhombensefalon), intermedius

(bagian metensefalon) dan inferior (bagain mielensefalon).

Dinding dari ventrikel ini dibatasi oleh sel-sel ependim,

berlanjut ke bawah oleh canalis sentralis dari medulla dan

bagian superior oleh aquaduktus cerebri Sylvii dan melebar ke

foramen lateralis/foramen Luschka.

3. Spatium/Ruang Subaraknoid

Otak dan medulla spinalis dibungkus oleh menings yang terdiri dari

tiga lapisan. Dari luar ke dalam dimulai dari duramater, araknoid


dan piamater. Duramater merupakan lapisan paling superfisial dan

melekat pada calvaria cranii, kemudian lapisan kedua adalah

araknoid.Dan selaput otak (menings) yang langsung melekat pada

girus otak adalah piamater.Antara araknoid dan piamater terdapat

spatium subaraknoid.Spatium subaraknoid diisi oleh CSS dan arteri-

arteri utama yang memperdarahi otak.Pada bagian tertentu spatium

subaraknoid melebar dan membentuk suatu cisterna. Antara

medulla dan cerebellum terdapat cisterna magna.

4. Granulatio dan vili araknoidea

Granulatio dan vili araknoidea sangat berperan penting dalam

mengatur aliran CSS ke sistem venosus pada tubuh manusia.

B. Fisiologi Cairan Serebrospinal


CSS merupakan cairan jernih yang fungsinya untuk menyediakan nutrien
namun mengandung sedikit protein, kadar glukosa lebih kurang 2/3 kadar
glukosa darah dan konsentrasi ion yang berbeda dengan darah. CSS
diproduksi rata - rata 450-750 ml per hari (0,3 - 0,35 ml/ menit) terutama oleh
pleksus koroideus ventrikel lateral dan ventrikel IV, selanjutnya keluar sistem
ventrikel dan masuk ruang subarachnoid mengelilingi medulla spinalis dan
otak untuk jadi bantalan dan memberi nutrien bagi otak. Selanjutnya CSS
akan diabsorpsi ke sistem vena melalui granul-granul arachnoid, terutama
granul-granul yang menonjol ke sinus sagital superior dan lakuna lateral,
yang bertindak sebagai suatu katup satu arah. Untuk terjadinya aliran CSS
melalui granul ini memerlukan perbedaan tekanan 1,5-7 cm H2O. Pada
perbedaan tekanan yang rendah granul akan menutup dan aliran retrograde
(balik) dicegah. Total volume CSS pada dewasa lebih kurang 90-150 ml.
Aliran cairan CSS terutama diproduksi pada pleksus koroid di ventrikel
lateralis. Cairan ini mengalir melalui foramina interventrikularis masuk ke
ventrikel III, dan masuk ke ventrikel IV melalui aquaductus. CSS kemudian
bersirkulasi melalui foramen luscha dan magendi menuju ruang subaraknoid
dan vili araknoid dari sinus duramater dan masuk kedalam sinus venosus.
Aliran CSS dapat diperlambat atau dihambat pada setiap struktur, hal ini
menyebabkan bendungan CSS dibelakang (hidrosefalus) dengan tekanan
yang meningkat.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi Hidrocephalus
Hydrocephalus adalah keadaan patologi otak yang mengakibatkan
bertambahnya Cairan Serebrospinalis (CSS) dengan tekanan intrakarnial yang
meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS.
Hydrocephalus Kongenital umumnya terjadi sekunder akibat malformasi
susunan saraf pusat atau stenosis aquaduktus. Hydrocephalus biasanya timbul
selama periode neonatus atau pada awal masa bayi. Harus dibedakan dengan
pengumpulan cairan lokal tanpa tekanan intrakarnial yang meninggi seperti
pada kista porensefali atau pelebaran ruangan CSS akibat tertimbunnya CSS
yang menempati ruangan, sesudah terjadinya atrofi otak. Hydrocephalus yang
tampak jelas dengan tanda – tanda klinis yang khas disebut hydrocephalus
yang manifes. Sementara itu, hydrocephalus dengan ukuran kepala yang
normal disebut sebagai hydrocephalus yang tersembunyi. Dikenal
Hydrocephalus Kongenital dan Hydrocephalus Akuisita.

B. Etiologi
Kasus hydrocephalus terjadi 2 per 1.000 kelahiran. Kondisi ini bisa
dideteksi sejak masih dalam kandungan (Congenital Hydrocephalus)
sehingga tindakan lanjut dari kondisi ini sudah bisa disiapkan sejak sebelum
persalinan.
Hydrocephalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah
satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan
tempat absorpsi dalam ruang subarachnoid. Akibat penyumbatan terjadi
dilatasi ruangan CSS di atasnya. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang
sering terdapat pada bayi dan anak ialah:
1. Kelainan bawaan
a. Stenosis aquaduktus sylvii
Adalah penyumbatan aliran CSS pada tingkat saluran air dari sylvii
(antara ventrikel ketiga dan keempat di otak). Merupakan penyebab
yang terbanyak pada hydrocephalus bayi dan anak (60-90%).
Akuaduktus dapat merupakan saluran buntu sama sekali atau
abnormal lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hydrocephalus
terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan
pertama setelah lahir. Stenosis aquaduktus juga merupakan penyebab
yang sangat umum dari hydrocephalus kongenital. Dengan kejadian
hydrocephalus 5 sampai 10 per 10.000 kelahiran hidup, stenosis
aquaduktus menyumbang sekitar 20% dari kasus hydrocephalus.
b. Spina bifida dan kranium bifida
Hydrocephalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan
sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan
medula oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi
foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
Kasus hydrocephalus karena spina bifida terjadi pada 20 – 50 per
10.000 kelahiran hidup.
c. Sindrom Dandy-Walker
Dandy-Walker juga merupakan penyebab penting Hydrocephalus
Kongenital, meskipun terjadi lebih jarang. Merupakan atresia
kongenital foramen Luschka dan Magendie dengan akibat
Hydrocephalus Obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama
ventrikel IV yang dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu
kista yang besar di daerah fosa posterior. Sindrom tersebut terjadi
pada sekitar 1 per 30.000 kelahiran hidup. Meskipun cacat yang hadir
pada saat lahir, hydrocephalus tidak selalu hadir dalam periode
neonatal. Sekitar 80% dari semua Dandy-Walker akan di diagnosis
pada usia satu tahun, meskipun beberapa diagnosa mungkin tertunda
hingga remaja atau dewasa.
d. Kista araknoid
Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma
sekunder suatu hematoma.13
e. Anomali Pembuluh Darah
Dalam kepustakaan dilaporkan terjadinya hydrocephalus akibat
aneurisma arterio-vena yang mengenai arteria serebralis posterior
dengan vena Galeni atau sinus transversus dengan akibat obstruksi
akuaduktus.
2. Infeksi
Infeksi pada selaput meningen dapat menimbulkan perlekatan meningen
sehingga dapat terjadi obliterasi ruang subarachnoid. Pelebaran ventrikel
pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh
obstruksi mekanik eksudat purulenta di aquaduktus silvii sisterna basalis.
Selain itu, ibu hamil sering menderita beberapa infeksi, infeksi ini dapat
berpengaruh pada perkembangan normal otak bayi. Seperti:
a. CMV (Cytomegalovirus)
Merupakan virus yang menginfeksi lebih dari 50% orang dewasa
Amerika pada saat mereka berusia 40 tahun. Juga dikenal sebagai
virus yang paling sering ditularkan ke anak sebelum kelahiran. Virus
ini bertanggung jawab untuk demam kelenjar.
b. Campak Jerman (rubella)
Merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus
rubella. Virus ditularkan dari orang ke orang melalui udara yang
ditularkan ketika orang terinfeksi batuk atau bersin, virus juga dapat
ditemukan dalam air seni, kotoran dan pada kulit. Ciri gejala dari
beberapa rubella merupakan suhu tubuh tinggi dan ruam merah muda.
c. Mumps
Merupakan sebuah virus (jangka pendek) infeksi akut di mana
kelenjar ludah, terutama kelenjar parotis (yang terbesar dari tiga
kelenjar ludah utama) membengkak.
d. Sifilis
Merupakan PMS (Penyakit Menular Seksual) yang disebabkan oleh
bakteri Treponema pallidum.
e. Toksoplasmosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh parasit
bersel-tunggal yaitu Toxoplasma gondii.
3. Neoplasma
Hydrocephalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat
aliran CSS. Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan
apabila tumor tidak mungkin dioperasi, maka dapat dilakukan tindakan
paliatif dengan mengalirkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada
anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau
akuaduktus sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari
serebelum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya
disebabkan suatu kraniofaringioma.
4. Perdarahan
Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir
dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada
daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari
darah itu sendiri.
Meskipun banyak ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya
hydrocephalus juga bisa terjadi pada dewasa. Hanya saja, pada bayi gejala
klinisnya tampak lebih jelas, sehingga lebih mudah dideteksi dan
didiagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi ubun-ubunnya masih terbuka,
sehingga adanya penumpukan cairan otak dapat dikompensasi dengan
melebarnya tulang-tulang tengkorak. Terlihat pembesaran diameter kepala
yang makin lama makin membesar seiring bertambahnya tumpukan CSS.
Sedangkan pada orang dewasa, tulang tengkorak tidak lagi mampu
melebar. Akibatnya berapapun banyaknya CSS yang tertumpuk, tidak
akan mampu menambah besar diameter kepala.

C. Patofisiologi
Pembentukan cairan serebrospinal terutama dibentuk di dalam sistem
ventrikel. Kebanyakan cairan tersebut dibentuk oleh pleksus koroidalis di
ventrikel lateral, yaitu kurang lebih sebanyak 80% dari total cairan
serebrospinalis. Kecepatan pembentukan cairan serebrospinalis lebih kurang
0,35- 0,40 ml/menit atau 500 ml/hari, kecepatan pembentukan cairan tersebut
sama pada orang dewasa maupun anak-anak. Dengan jalur aliran yang
dimulai dari ventrikel lateral menuju ke foramen monro kemudian ke
ventrikel 3, selanjutnya mengalir ke akuaduktus sylvii, lalu ke ventrikel 4 dan
menuju ke foramen luska dan magendi, hingga akhirnya ke ruang
subarakhnoid dan kanalis spinalis.
Secara teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu:
1. Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab
paling jarang dari kasus hidrosefalus, hampir semua keadaan ini
disebabkan oleh adanya tumor pleksus koroid (papiloma atau
karsinoma), namun ada pula yang terjadi akibat dari hipervitaminosis
vitamin A.
2. Gangguan aliran likuor yang merupakan awal kebanyakan kasus
hidrosefalus. Kondisi ini merupakan akibat dari obstruksi atau
tersumbatnya sirkulasi cairan serebrospinalis yang dapat terjadi di
ventrikel maupun vili arakhnoid. Secara umum terdapat tiga penyebab
terjadinya keadaan patologis ini, yaitu:
a. Malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran likuor,
misalnya stenosis akuaduktus sylvii dan malformasi Arnold
Chiari.
b. Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupun
ekstrinsik saluran likuor, misalnya tumor intraventrikel, tumor
para ventrikel, kista arakhnoid, dan hematom.
c. Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti
mukopolisakaridosis, termasuk reaksi ependimal, fibrosis
leptomeningeal, dan obliterasi vili arakhnoid.
3. Gangguan penyerapan cairan serebrospinal. Suatu kondisi seperti
sindrom vena cava dan trombosis sinus dapat mempengaruhi
penyerapan cairan serebrospinal. Kondisi jenis ini termasuk
hidrosefalus tekanan normal atau pseudotumor serebri.
Dari penjelasan di atas maka hidrosefalus dapat diklasifikasikan
dalam beberapa sebutan diagnosis. Hidrosefalus interna menunjukkan
adanya dilatasi ventrikel, sedangkan hidrosefalus eksterna
menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas
permukaan korteks. Hidrosefalus komunikans adalah keadaan di mana
ada hubungan antara sistem ventrikel dengan rongga subarakhnoid
otak dan spinal, sedangkan hidrosefalus non- komunikans yaitu suatu
keadaan dimana terdapat blok dalam sistem ventrikel atau salurannya
ke rongga subarakhnoid. Hidrosefalus obstruktif adalah jenis yang
paling banyak ditemui dimana aliran likuor mengalami obstruksi.
Terdapat pula beberapa klasifikasi lain yang dilihat berdasarkan
waktu onsetnya, yaitu akut (beberapa hari), subakut (meninggi), dan
kronis (berbulan-bulan). Terdapat dua pembagian hidrosefalus
berdasarkan gejalanya yaitu hidrosefalus simtomatik dan hidrosefalus
asimtomatik.

D. Epidemiologi
1. Distribusi dan Frekuensi
a. Orang
Hydrocephalus internus atau penumpukan cairan serebrospinalis
yang berlebihan dalam ventrikel otak dengan akibat pembesaran
kranium, terjadi pada satu diantara 2.000 janin dan merupakan 12%
diantara malformasi berat yang ditemukan pada waktu lahir. Cacat
yang sering terjadi bersamaan adalah spina bifida yang ditemukan
pada sepertiga kasus. Seringkali lingkaran kepala melampaui 50 cm,
dan terkadang mencapai 80 cm. Volume cairan biasanya antara 500
dan 1500 ml, tetapi dapat mencapai 5 liter. Presentasi sungsang
ditemukan pada sepertiga kasus. Apapun presentasinya, biasanya akan
terjadi disproporsi sephalopelvik, dan biasanya mengakibatkan
distosia yang berat.
Pada umumnya, kejadian hydrocephalus sama pada laki-laki dan
perempuan. Insiden hydrocephalus menyajikan kurva usia bimodal.
Satu puncak terjadi pada masa bayi dan terkait dengan berbagai
bentuk cacat bawaan. Dipuncak lain terjadi di masa dewasa yaitu
mewakili sekitar 40% dari total kasus hydrocephalus.
Dalam sebuah penelitian (1968 - 1976) yang berbasis rumah sakit
di Amerika Serikat dengan total 174.000 kelahiran, peneliti
menemukan kejadian hydrocephalus bawaan sebesar 6,6 kasus per
10.000 kelahiran. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam insiden
antara kulit putih dan kulit hitam.
b. Tempat dan Waktu
Hydrocephalus dapat mempengaruhi kesehatan baik pasien anak
dan dewasa. Menurut situs NIH pada tahun 2008, diperkirakan
700.000 anak-anak dan orang dewasa yang hidup dengan
hydrocephalus. Hydrocephalus Pediatric mempengaruhi satu di setiap
500 kelahiran hidup, membuatnya menjadi salah satu yang paling
umum cacat perkembangan , lebih umum dari sindrom Down atau
tuli. Ini adalah penyebab utama operasi otak untuk anak-anak di
Amerika Serikat. Ada lebih dari 180 penyebab yang berbeda kondisi
tersebut, salah satu etiologi diperoleh paling umum adalah perdarahan
otak yang berhubungan dengan kelahiran prematur. Hydrocephalus
dapat terdeteksi selama pemeriksaan USG.
Raveley (1973) dan Cit Yasa (1983) di Inggris melaporkan bahwa
insidensi Hydrocephalus Kongenital sebesar 5-10,8 pada setiap
10.000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus
serebri. Menurut Harsoso (1996), Hydrocephalus Infantil ditemukan
46% diantaranya adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50%
karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4%
akibat tumor fossa posterior.
Insiden Hydrocephalus Kongenital bervariasi pada populasi
berbeda, terutama hydrocephalus dengan meningomielokel, pada
tahun 1992 yaitu antara 4 per 1.000 kelahiran di beberapa bagian
Wales dan Irlandia Utara dan sekitar 2 per 10.000 kelahiran di Jepang.
Insidens bentuk hydrocephalus lainnya sekitar 1 per 1.000 kelahiran
hidup. Sedangkan di Indonesia mencapai 10 per 1.000 kelahiran.

E. Faktor-faktor yang mempengaruhi


Berikut ini adalah hal – hal yang mempengaruhi terjadinya hydrocephalus:
1. Lahir prematur, bayi yang lahir prematur memiliki risiko yang lebih tinggi
perdarahan intraventricular (perdarahan dalam ventrikel otak), yang dapat
menyebabkan hydrocephalus.
2. Masalah selama kehamilan infeksi pada rahim selama kehamilan dapat
meningkatkan risiko hydrocephalus pada bayi berkembang. Akibat infeksi
dapat timbul perlekatan meningen. secara patologis terlihat penebalan
jaringan piameter dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain,
penyebab infeksi adalah toksoplasmosis.
3. Masalah dengan perkembangan janin seperti penutupan yang tidak lengkap
dari kolom tulang belakang. Beberapa cacat bawaan mungkin tidak
terdeteksi saat lahir, tetapi peningkatan risiko hydrocephalus akan tampak
saat usia bayi lebih tua (masih masa anak - anak).
4. Lesi dan tumor sumsum tulang belakang atau otak. Pada anak yang
menyebabkan penyumbatan ventrikel IV / akuaduktus sylvii bagian
terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari cerebelum, penyumbatan
bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma. Hydrocephalus
Infantil, 4% adalah karena tumor fossa fosterior.
5. Infeksi pada sistem saraf.
6. Perdarahan di otak. Hydrocephalus Infantil, 50% adalah karena perdarahan
dan meningitis.
7. Memiliki cedera kepala berat.

F. Klasifikasi Hydrocephalus
Terdapat berbagai macam klasifikasi hydrocephalus yang bergantung pada
faktor yang terkait. Klasifikasi hydrocephalus berdasarkan :
1. Gambaran Klinis
a. Hydrocephalus yang manifes (overt hydrocephalus) merupakan
hydrocephalus yang tampak jelas dengan tanda – tanda klinis yang
khas.
b. Hydrocephalus yang tersembunyi (occult hydrocephalus) merupakan
hydrocephalus dengan ukuran kepala yang normal.8
2. Waktu pembentukan
a. Hydrocephalus Kongenital merupakan hydrocephalus yang terjadi
pada neonatus atau yang berkembang selama intrauterine.
b. Hydrocephalus Infantil merupakan hydrocephalus yang terjadi karena
cedera kepala selama proses kelahiran.
c. Hydrocephalus Akuisita merupakan hydrocephalus yang terjadi
selama masa neonatus atau disebabkan oleh faktor – faktor lain
setelah masa neonatus.
3. Proses terbentuknya
a. Hydrocephalus Akut adalah hydrocephalus yang terjadi secara
mendadak sebagai akibat obstruksi atau gangguan absorbsi CSS.
b. Hydrocephalus Kronik adalah hydrocephalus yang terjadi setelah
aliran serebrospinal mengalami obstruksi beberapa minggu atau bulan
atau tahun.
c. Hydrocephalus Subakut adalah hydrocephalus yang terjadi diantara
waktu hydrocephalus akut dan kronik.
4. Sirkulasi cairan serebrospinal
a. Hydrocephalus Komunikans adalah hydrocephalus yang
memperlihatkan adanya hubungan antara CSS system ventrikulus dan
CSS dari ruang subaraknoid.
b. Hydrocephalus non - Komunikans berarti terdapat hambatan sirkulasi
cairan serebrospinal dalam sistem ventrikel sendiri.

G. Gambaran Klinis
Gambaran klinik hydrocephalus dipengaruhi oleh umur penderita,
penyebab, dan lokasi obstruksi. Gejala – gejala yang menonjol merupakan
refleksi hipertensi intrakranial. Rincian gambaran klinik adalah sebagai
berikut:
1. Neonatus
Gejala hydrocephalus yang paling umum dijumpai pada neonatus
adalah iritabilitas. Sering kali anak tidak mau makan dan minum, kadang
– kadang kesadaran menurun ke arah letargi. Anak kadang – kadang
muntah, jarang yang bersifat proyektil. Pada masa neonatus ini gejala –
gejala lainnya belum tampak, sehingga apabila dijumpai gejala – gejala
seperti tersebut di atas, perlu dicurigai adanya kemungkinan
hydrocephalus. Dengan demikian dapat dilakukan pemantauan secara
teratur dan sistematik.
Pada anak di bawah 6 tahun, termasuk neonatus, akan tampak
pembesaran kepala karena sutura belum menutup secara sempurna.
Pembesaran kepala ini harus dipantau dari waktu ke waktu, dengan
mengukur lingkar kepala. Fontanela anterior tampak menonjol, pada
palpasi terasa tegang dan padat. Pemeriksaan fontanela ini harus dalam
situasi yang santai, tenang, dan penderita dalam posisi berdiri atau duduk
tegak. Tidak ditemukannya fontanela yang menonjol bukan berarti bahwa
tidak ada hydrocephalus. Pada umur 1 tahun, fontanela anterior sudah
menutup atau oleh karena rongga tengkorak yang melebar maka tekanan
intrakranial secara relatif akan mengalami dekompresi.
Vena – vena di kulit kepala dapat sangat menonjol, terutama apabila
bayi menangis. Peningkatan tekanan intrakranial akan mendesak darah
vena dari alur normal di basis otak menuju ke sistem kolateral dan saluran
– saluran yang tidak mempunyai klep. Mata penderita hydrocephalus
memperlihatkan gambaran yang khas, yang disebut sebagai setting-sun
sign, skera yang berwarna putih akan tampak di atas iris. Paralisis nervus
abdusens, yang sebenarnya tidak menunjukkan lokasi lesi, sering
dijumpai pada anak yang berumur lebih tua dan pada dewasa. Kadang –
kadang terlihat adanya nistagmus dan strabismus. Pada hydrocephalus
yang sudah lanjut dapat terjadi edema papil atau atrofi papil. Tidak
adanya pulsasi vena retina merupakan tanda awal hipertensi intrakranial
yang khas.
2. Dewasa
Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri kepala. Sementara
itu, gangguan visus, gangguan motorik/berjalan, dan kejang terjadi pada
1/3 kasus hydrocephalus pada usia dewasa. Pemeriksaan neurologik pada
umumnya tidak menunjukkan kelainan, kecuali adanya edema papil
dan/atau paralisis nervus abdusens.

H. Pemeriksaan penunjang
1. Pengukuran lingkar kepala setiap hari
2. Pertumbuhan/ pembesaran kepala yang cepat
3. CT Scan, MRI, EEG
4. Isotope Venticulogram

I. Penatalaksanaan
Pada sebagian penderita, pembesaran kepala berhenti sendiri (arrested
hydrocephalus) mungkin oleh rekanalisasi ruang subarachnoid atau
kompensasi pembentukan CSS yang berkurang. Tindakan bedah belum ada
yang memuaskan 100%, kecuali bila penyebabnya ialah tumor yang masih
bisa diangkat. Ada tiga prinsip pengobatan hidrosefalus, yaitu:
1. Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian proksus koroidalis,
dengan tindakan reseksi atau koagulasi, akan tetapi hasilnya tidak
memuaskan.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat
absorbsi yakni menghubungkan ventrikel dengan ruang subarachnoid.
Misalnya, ventrikulo-sisternostomi torkildsen pada stenosis akuaduktus.
Pada anak hasilnya kurang memuaskan, karena sudah ada insufisiensi
fungsi absorbsi.
3. Pengeluaran CSS kedalam organ ekstrakranial
a. Penanganan sementara
Penanganan ini dilakukan untuk mengatasi pembesaran ventrikel dan
dapat diterapkan pada beberapa situasi tertentu seperti pada kasus stadium
akut hidrosefalus paska perdarahan.penanganan sementara yang dapat
dilakukan antara lain:
1. Terapi konservatif medikamentosa, ditunjukkan untuk membatasi
evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dan
pleksus choroid (asetazolamid 100 mg/kbBB/hari, furosemid 1,2
mg/kgBB/hari) atau upaya meningkatkan resorpsinya (isorbid). Terapi
diatas hanya bersifat sementara sebelum dilakukan terapi defenitif
diterapkan atau bila ada harapan kemungkinan pulihnya gangguan
hemodinamik tersebut, sebaliknya terapi ini tidak efektif untuk
pengibatan jang panjang mengingat adanya resiko terjadinya
gangguan metabolik.
2. Drainase liqouor eksternal, dilakukan memasang kateter ventrikular
yang kemudian dihubungkan dengan suatu kantong drain eksternal.
Keadaan ini dilkukan untuk penderita yang berpotensi menjadi
hidrosefalus atau yang sedang mengalami infeksi. Keterbatasan
tindakan ini adalah adanya ancaman kontaminasi liqouor dan
penderita harus selalu dipantau secara ketat. Cara lain yangmirip
dengan metode ini adalah puksi ventrikel yang dilakukan berulang
kali untuk mengatasi pembesaran ventrikel yang terjadi.
b. Operasi pemasangan pintas (shunting)
Sebagia besar pasien hidrosefalus memerlukan shunting, bertujuan
membuat aliran liqouor baru (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas
drainase seperti, peritoneum, atrium kanan dan pleura. Pada anak-anak
lokasi kavitas yang terpilih adalah rongga peritonium, mengingat mampu
menampung kateter yang cukup panjang sehingga dapat menyesuaikan
pertumbuhan anak serta resiko terjadi infeksi relatif lebih kecil dibanding
rongga jantung. Biasanya cairan LCS didrainase ke rongga subarachnoid
lumbar.
Drainase yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi lanjutan
seperti terjadinya efusi kraniosinostosis, lokulasi ventrikel, dan hipotensi
ortostatik.
c. Penanganan alternatif
Tindakan alternatif selain operasi pintas (shunting) diterapkan khususnya
bagi kasus-kasus yang mengalami sumbatan didalam sistem ventrikel
termasuk juga saluran keluar ventrikel IV (misal, stenosis, akuaduktus,
tumor fossa posterior, kista arakhnoid). Dalam hal ini maka tindakan
terapeutik semacam ini perlu dipertimbangkan terlebih dahulu, walaupun
kadang lebih rumit dari pada memasang shunt, mengingat restorasi aliran
liqouor menuju keadaan atau mendeteksi normal selalu lebih dari pada
suatu drainase yang artifisial. Penanganan yang dapat dilakukan antara
lain:
1. Terapi etiologik, penanganan terhadap etiologihidrosefalus merupakan
strategi terbaik, seperti antara lain, pengontrolan kasus yang
mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang
mengganggu aliran liqouor, pembersihan sisa darah dalam liqouor
atau perbaikan suatu malformasi. Pada beberapa kasus diharuskan
melakukanterapi sementara terlebih dahulu sebelum diketahui secara
pasrti lesi penyebab, atau masih memerlukan tindakan operasi
shunting karena kasus yang mempunyai multifaktor atau mengalami
gangguan aliran liqouor sekunder.
2. Penetrasi membrane, penetrasi dasar ventrikel III merupakan suatu
tindakan membuat jalan alternatif melalui rongga subrachnoid bagi
kasus-kasus stenosis akuaduktus atau gangguan aliran pada fossa
posterior. Selain memulihkan fungsi sirkulasi liqouor secara
pseudofisiologi, ventrikulostomi III dapat menciptakan tekanan
hidrostatik yang uniform pada seluruh sistem saraf pusat sehingga
mencegah terjadinya perbedaan tekanan pada struktur garis tengah
yang rentan.

J. Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau
mencegah berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan
patologis, dilakukan pada tahap suseptibel dan induksi penyakit, dengan
tujuan mencegah atau menunda terjadinya kasus baru penyakit. Pada
kasus hydrocephalus pencegahan dapat dilakukan dengan:
a. Pada kehamilan perawatan prenatal yang teratur secara signifikan
dapat mengurangi risiko memiliki bayi prematur, yang mengurangi
risiko bayi mengalami hydrocephalus.
b. Untuk penyakit infeksi, setiap individu hendaknya memiliki semua
vaksinasi dan melakukan pengulangan vaksinasi yang
direkomendasikan.
c. Meningitis merupakan salah satu penyebab terjadinya hydrocephalus.
Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan tentang pentingnya vaksin
meningitis bagi orang – orang yang berisiko menderita meningitis.
Vaksinasi dianjurkan untuk individu yang berpergian ke luar negeri,
orang dengan gangguan sistem imun dan pasien yang menderita
gangguan limpa.
d. Mencegah cedera kepala.
2. Pencegahan Sekunder
a. Diagnosis
Hydrocephalus merupakan salah satu dari kelainan kongenital.
Untuk mewaspadai adanya kelainan kongenital maka diperlukan
pemeriksaan fisik, radiologik, dan laboratorium untuk menegakkan
diagnosa kelainan kongenital setelah bayi lahir. Disamping itu,
dengan kemajuan teknologi kedokteran suatu kelainan kongenital
kemungkinan telah diketahui selama kehidupan janin seperti adanya
diagnosa prenatal atau antenatal.
Pada hydrocephalus, diagnosa biasanya mudah dibuat secara
klinis. Pada anak yang lebih besar kemungkinan hydrocephalus
diduga bila terdapat gejala dan tanda tekanan intrakranial yang
meninggi. Tindakan yang dapat membantu dalam menegakkan
diagnosis ialah transluminasi kepala, ultrasonogafi kepala bila ubun-
ubun besar belum menutup, foto Rontgen kepala dan tomografi
komputer (CT Scan). Pemeriksaan untuk menentukan lokalisasi
penyumbatan ialah dengan menyuntikkan zat warna PSP ke dalam
ventrikel lateralis dan menampung pengeluarannya dari fungsi lumbal
untuk mengetahui penyumbatan ruang subaraknoid. Sebelum
melakukan uji PSP ventrikel ini, dilakukan dahulu uji PSP ginjal
untuk menentukan fungsi ginjal. Ventrikulografi dapat dilakukan
untuk melengkapi pemeriksaan. Namun dengan adanya pemeriksaan
CT Scan kepala, uji PSP ini tidak dikerjakan lagi.

b. Pengobatan
Penanganan hydrocephalus telah semakin baik dalam tahun-tahun
terakhir ini, tetapi terus menghadapi banyak persoalan. Idealnya
bertujuan memulihkan keseimbangan antara produksi dan resorpsi
CSF. Beberapa cara dalam pengobatan hydrocephalus yaitu:
1) Terapi Medikamentosa
Hydrocephalus dengan progresivitas rendah dan tanpa
obstruksi pada umumnya tidak memerlukan tindakan operasi.
Dapat diberi asetazolamid dengan dosis 25-50 mg/kg BB.
Asetazolamid dalam dosis 40-75 mg/kg 24 jam mengurangi
sekitar sepertiga produksi CSF, dan terkadang efektif pada
hydrocephalus ringan yang berkembang lambat. Pada keadaan
akut dapat diberikan manitol. Diuretika dan kortikosteroid dapat
diberikan, meskipun hasilnya kurang memuaskan.
2) Operasi
Operasi berupa upaya menghubungkan ventrikulus otak
dengan rongga peritoneal, yang disebut ventriculo-peritoneal
shunt. Tindakan ini pada umumnya ditujukan untuk hydrocephalus
non-komunikans dan hydrocephalus yang progresif. Setiap
tindakan pemirauan (shunting) memerlukan pemantauan yang
berkesinambungan oleh dokter spesialis bedah saraf.
Pada Hydrocephalus Obstruktif, tempat obstruksi terkadang
dapat dipintas (bypass). Pada operasi Torkildsen dibuat pintas
stenosis akuaduktus menggunakan tabung plastik yang
menghubungkan tabung plastik yang menghubungkan 1 ventrikel
lateralis dengan sistem magna dan ruang subaraknoid medula
spinalis; operasi tidak berhasil pada bayi karena ruangan-ruangan
ini belum berkembang dengan baik.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan progresi penyakit ke
arah berbagai akibat penyakit yang lebih buruk, dengan tujuan
memperbaiki kualitas hidup pasien. Pada penderita hydrocephalus
pencegahan tersier yang dapat dilakukan yaitu dengan pemeliharaan luka
kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi
alat shunt yang dipasang. Tindakan ini dilakukan pada periode pasca
operasi. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi shunt
seperti infeksi, kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional yang
disebabkan oleh jumlah aliran yang tidak adekuat.
Infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual,
lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. Kegagalan mekanis mencakup
komplikasi-komplikasi seperti: oklusi aliran di dalam shunt (proksimal,
katup atau bagian distal), diskoneksi atau putusnya shunt, migrasi dari
tempat semula, tempat pemasangan yang tidak tepat. Kegagalan
fungsional dapat berupa drainase yang berlebihan atau malah kurang
lancarnya drainase. Drainase yang terlalu banyak dapat menimbulkan
komplikasi lanjut seperti terjadinya efusi subdural, kraniosinostosis,
lokulasi ventrikel, hipotensi ortostatik.
K. Pathway Hidrocephalus
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran

You might also like