You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN OSTEOSARKOMA


Thatiana Dwi Arifah, 1206244346

A. Definisi
Osteosarkoma adalah tumor tulang primer dan diduga berasal dari sel-sel pembentuk
tulang mesenkimal yang menimbulkan jaringan osteoid ganas (Hockenberry & Wilson,
2014). Sebagian besar lokasi tumor primer berada di wilayah diametaphyseal (bagian yang
lebih luas dari poros, berdekatan dengan lempeng pertumbuhan epifisis) tulang panjang,
terutama di ekstremitas bawah. Lebih dari setengah terjadi di tulang paha, terutama bagian
distal, dengan sisanya melibatkan humerus, tibia, panggul, rahang, dan falang.

B. Klasifikasi Osteosarcoma

C. Etiologi dan Faktor Risiko


Sebagian besar kasus osteosarcoma adalah idiopatik (tidak diketahui penyebabnya).
Namun terdapat beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kasus tersebut,
diantaranya:
1. Pertumbuhan tulang: perkembangan osteosarcoma berkorelasi dengan pertumbuhan tulang
linier seperti yang disarankan oleh
 Insiden puncak terjadi selama percepatan pertumbuhan pubertas. Puncak usia pada anak
perempuan adalah 12 tahun dan 16 tahun pada anak laki-laki, berhubungan dengan
perbedaan usia rata-rata untuk perkembangan pubertas
 Sebagian besar penelitian menunjukkan pasien dengan osteosarcoma memiliki TB yang
lebih tinggi daripada rata-rata
 Tempat yang paling umum adalah metafisis tulang yang paling cepat tumbuh (femur
distal, humerus proksimal, tibia proksimal)
 Gigi taring besar dan gigi taring yang tidak kecil, mengembangkan osteosarcoma secara
genetik, histologis dan klinis analog dengan penyakit manusia
2. Faktor Genetik: Osteosarcoma adalah tumor yang secara genetik kompleks dengan kariotipe
yang abnormal, banyak kelainan genetik dan kurangnya translokasi kromosom berulang.
Osteosarcoma bisa turun-temurun dalam beberapa kasus langka. Human predisposition
syndrome, model murine, analisis genetik spesimen tumor osteosarcoma dan faktor
lingkungan dapat membantu untuk memahami patogenesis penyakit ini.
 Human predisposition syndrome
o Retinoblastoma - Pada pasien dengan retinoblastoma bilateral onset dini, yang
kemungkinan memiliki perubahan germline pada gen Rb, perkembangan
osteosarcoma sekunder tidak bergantung pada modalitas terapeutik atau medan radiasi
yang digunakan dalam pengobatan retinoblastoma. Sekitar 40% pasien akan
mengembangkan keganasan sekunder ini pada usia 40 tahun
o P53 - Osteosarcoma sering terlihat pada keluarga dengan sindrom Li-Fraumeni, di
mana anggota keluarga yang terkena kanker payudara, tumor otak, sarkoma jaringan
lunak, leukemia, karsinoma adrenokortikal dan osteosarcoma, terkait dengan mutasi
germinal p53, penekan onkogen
o Sindrom lain seperti sindrom Rothmund – Thomson (sindrom Rothmund – Thomson
adalah kelainan resesif autosomal yang diturunkan yang terdiri dari kelainan skeletal,
perawakan pendek, tulang lengan bawah atau jempol kaki yang kurang berkembang
atau hilang, katarak, kelainan gigi dan kuku, rambut tipis dan merah, bengkak di kulit)
dan sindrom Werner (sindrom Werner [juga dikenal sebagai progeria adultorum]
adalah genetik Gangguan yang terdiri dari penuaan dini yang terdiri dari skleroderma-
seperti, kulit tipis, keriput, hilangnya lemak subkutan, memutih dan kehilangan
rambut, perjumpaan bilateral, hipogonadisme dan menopause dini) berhubungan
dengan peningkatan insiden osteosarcoma di antara keganasan lainnya.
 Murine model yang menghasilkan osteosarcoma termasuk perubahan pada jalur p53,
jalur Rb, MYC, FOS serta paparan hormon paratiroid kronis
D. Patofisiologis
Sel induk darah di sumsum tulang menghasilkan tiga jenis sel darah, yaitu sel darah
merah, trombosit, dan sel darah putih. Sel darah merah membawa oksigen ke seluruh
tubuh, trombosit membantu pembekuan darah untuk memperlambat atau menghentikan
perdarahan, dan sel darah putih membantu melawan infeksi. Sel darah akan mati dan sel
induk darah akan menghasilkan sel darah baru ketika sel darah menjadi tua atau rusak.
(NCI, 2013).
Sel induk darah menghasilkan sel myeloid dan sel lymphoid. Sel myeloid dapat
menghasilkan sel darah merah dan trombosit. Selain itu, sel myeloid juga dapat
menghasilkan myeloblast yang menghasilkan beberapa jenis sel darah putih yang dikenal
sebagai granulosit (neutrofil, eosinofil, dan basofil). Sel lymphoid dapat menghasilkan
limfoblas yang menghasilkan beberapa jenis sel darah putih yang berbeda dari granulosit
(Batchelor & DeAngelis, 2004; NCI, 2013).
Sel induk sumsum tulang normalnya akan berkembang dan tumbuh menjadi sel
darah dewasa, kemudian meninggalkan sumsum tulang dan beredar di dalam darah perifer.
Sedangkan pada individu dengan leukemia, ada pertumbuhan yang tidak normal pada sel
darah putih di sumsum tulang dan darah perifer yang mengakibatkan peningkatan jumlah
sel darah putih yang imatur dalam jaringan tubuh. Sel-sel imatur yang terus berproliferasi
menekan produksi unsur-unsur darah sel normal dan merampas unsur gizi untuk
metabolisme (Wong, 2008). Manifestasi klinis leukemia disesuaikan dengan lokasi
invasinya.

E. Manifestasi Klinis Leukimia


Gejala leukemia biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan dapat dibedakan menjadi
tiga tipe:
1. Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifestasi keluhan yang paling umum.
Leukemia menekan fungsi sumsum tulang, menyebabkan kombinasi dari anemia,
leucopenia (jumlah sel darah putih rendah), dan trombositopenia (jumlah trombosit
rendah). Gejala yang tipikal adalah lelah dan sesak napas (akibat anemia), infeksi
bakteri (akibat leucopenia), dan perdarahan (akibat trombositopenia dan terkadang
akibat koagulasi intravascular diseminata (DIC). Pada pemeriksaan fisis ditemukan
kulit yang pucat, beberapa memar, dan perdarahan. Demam menunjukkan adanya
infeksi, walaupun pada beberapa kasus, demam dapat disebabkan oleh leukemia itu
sendiri. Namun, cukup berbahaya apabila kita menganggap bahwa demam yang terjadi
merupakan akibat leukemia itu sendiri.
2. Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat, dan anoreksia
cukup sering terjadi.
3. Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda infiltrasi leukemia di
kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin, 2009)

Tanda dan Gejala Menurut Klasifikasi :


a. Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan kegagalan sumsum
tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi, pusing, sesak,
nyeri dada), infeksi dan perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang
dan sendi, hipermetabolisme.Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada sternum, tibia
dan femur.
b. Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh
sindrom kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura
atau petekia. Penderita LMA dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100
ribu/mm) biasanya mengalami gangguan kesadaran, sesak napas, nyeri dada dan
priapismus. Selain itu juga menimbulkan gangguan metabolisme yaitu hiperurisemia
dan hipoglikemia.
c. Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang
mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan berat
badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya nafsu makan dan penurunan
kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi semakin parah
sejalan dengan perjalanan penyakitnya.
d. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas. Pada fase
kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat desakan limpa dan
lambung. Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase
akselerasi ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis dan
demam yang disertai infeksi.

Tanda dan gejala menurut organ atau jaringan yang diinvasi:


F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia dan
trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya berkurang dan jumlah
sel darah putih total dapat rendah, normal, atau meningkat. Apabila normal atau
meningkat, sebagian besar selnya adalah sel darah putih primitif (blas). (Patrick, 2005)
a. Leukemia limfoblastik akut
Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi 10.000/mm3
pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi 50.000/mm3.Neutropenia
(jumlah neutrofil absolut kurang dari 500/mm3 [normalnya 1500/mm3] sering
dijumpai.Limfoblas dapat ditemukan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang tidak
berpengalaman dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik.
(William, 2004)
b. Leukemia nonlimfositik akut
Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan adanya neutropenia, anemia,
da trombositopenia.Jumlah leukosit bervariasi, walaupun pada saat didiagnosis
kira-kira 25% anak memiliki jumlah leukosit melebihi 100.000/mm3.Pada darah
perifer dapat ditemukan sel blas.Diagnosis pasti ditegakkan dengan dilakukan
pemeriksaan aspirat sumsum tulang, yang menunjukkan adanya sel blas lebih dari
25%.Seperti pada leukemia limfoblastik akut, cairan spinal juga harus diperiksa
untuk menemukan bukti adanya leukemia.Mencapai 15% pasien memiliki bukti sel
blas pada cairan spinal pada saat didiagnosis. (William, 2004)
c. Leukemia mielositik kronis
Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis nyata,
trombositosis, dan anemia ringan.Sumsum tulang hiperselular tetapi disertai
maturasi mieloid yang normal.Sel blas tidak banyak dijumpai. Pada kira-kira 90%
kasus, tanda sitogenik yang khas pada leukemia mielositik kronis yang terlihat
adalah: kromosom Philadelphia. (William, 2004)
2. Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal, hipokalemia, dan
peningkatan kadar bilirubin. (Patrick, 2005)
3. Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu tromboplastin parsial
teraktivasi (APPT) yang memanjang karena sering terjadi DIC (disseminated
intravaskular coagulation). (Patrick, 2005)
4. Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi. (Patrick, 2005)
5. Foto toraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia) jalur sel T sering
memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat pada foto toraks. (Patrick, 2005)
6. Pemeriksaan penunjang diagnosis spesifik termasuk aspirasi sumsum tulang yang
memperlihatkan limfoblas lebih dari 25%, biopsi trephine, penanda sel, serta
pemeriksaan sitogenetik untuk membedakan ALL (akut limfoblastik leukemia)
dengan AML (akut mieloblastik leukemia) secara akurat. Auer rod di sitoplasma sel
blas merupakan tanda patognomonik pada AML, namun hanya ditemukan pada 30%
kasus. Pemeriksaan penanda sel dapat membantu membedakan ALL jalur sel B atau
sel T dan juga membedakan subtipe AML yang berbeda-beda. Ini berguna bagi
hematolog untuk merancang terapi dan memperkirakan prognosis. Analisis kromosom
sel leukemia berguna untuk membedakan ALL dan AML, dan yang penting adalah
dapat memberikan informasi prognosis. (Patrick, 2005)
7. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan tempat
persembunyian penyakit ekstramedular. (Patrick, 2005)

G. PATHWAY
Faktor genetik
Sinar radioaktif
Virus
leukemia

Poliferasi sel darah putih tanpa


terkendali atau leukosit abnormal

Peningkatan jumlah
leukosit imatur/abnormal

Masuk sumsum tulang belakang Masuk ke organ tubuh

Menghambat semua sel darah Pembesaran limfa Nyeri


lain di sumsum tulang belakang dan hati tulang/persendian

Jika sudah kronis


Gagal atau terganggunya
produksi sel

Sel darah merah Trombosit Sel darah putih Nyeri


menurun menurun normal
menurun

Anemia Terjadi
gangguan Kekebalan tubuh
pembekuan menurun
Pucat, lemah, lemas darah

Resiko injury Resiko infeksi


Kelemahan

G. Penatalaksanaan Medis pada Leukimia


1. Kemoterapi
Terapi definitive leukemia akut adalah dengan kemoterapi sitotoksik
menggunakan kombinasi obat multiple.Obat sitotoksik bekerja dengan berbagai
mekanisme namun semuanya dapat menghancurkan sel leukemia.Tetapi dengan
metode ini beberapa sel normal juga ikut rusak dan ini menyebabkan efek samping
seperti kerontokan rambut, mual, muntah, nyeri pada mulut (akibat kerusakan pada
mukosa mulut), dan kegagalan sumsum tulang akibat matinya sel sumsum tulan.Salah
satu konsekuensi mayor dari neutropenia akibat kemoterapi adalah infeksi berat.Pasien
harus diterapi selama berbulan-bulan (AML) atau selama 2-3 tahun (ALL).
Menurut Suriadi (2006) dan Yuliani (2006), fase penatalakasanaan kemoterapi
meliputi tiga fase yaitu fase induksi, fase proflaksis, fase konsolidasi.

a. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnose ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi
kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L asparaginase.Fase induksi dinyatakan
berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum
tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis
Sistem saraf pusat, pada terapi ini diberikan metotreksat, cytarabine dan
hydrocortisone melalui intrathecal untuk mencegah invasi sel leukemia ke
otak.Terapi irradiasi cranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami
gangguan system saraf pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisi dan
mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh.Secara berkala,
mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon
sumsum tulang terhadap pengobatan.Jika terjadi surpresi sumsum tulang, maka
pengobatan dihentikan sementra atau dosis obat dikurangi.
d. Terapi rumatan
Terapi rumatan dimulai setelah terapi induksi dan konsolidasi selesai dan berhasil
dengan baik mempertahankan remisi. Terapi obat yang diberikan selama terapi
rumatan meliputi merkaptopurin setiap hari, metotreksat seminggu sekali, dan
terapi intratekal secara periodik. Terapi ini diberikan selama dua tahun kemudian.
Pemeriksaan hitung darah lengkap harus dilakukan selama terapi rumatan untuk
mengevaluasi respon sumsum tulang terhadap obat-obatan yang digunakan.
Penatalaksanaan medis dalam pemberian kemoterapi dan radioterapi:
1. Prednison untuk efek antiinflamasi
2. Vinkristin (oncovin) untuk antineoplastik yang menghambat pembelahan sel
selama metaphase
3. Asparaginase untuk menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk pertumbuhan
tumor)
4. Metotreksat sebagai antimetabolik untuk menghalangi metabolism asam folat
sebagai zat untuk sintesis nucleoprotein yang diperlukan yang diperlukan sel-sel
yang cepat membelah
5. Sitarabin untuk menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia granulositik yang
menekan sumsum tulang yang kuat.
6. Alopurinol sebagai penghambat produksi asam urat dengan menghambat reaksi
biokimia.
7. Siklofosfamid sebagai antitumor kuat.
8. Daurnorubisin sebagai penghambat pembelahan sel selama pengobatan leukemia
akut
(Hidayat, Aziz. 2008)

2. Transplantasi sumsum tulang


Ini merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi dosis tinggi dan radioterapi
pada beberapa pasien leukemia akut. Transplantasi dapat bersifat autolog, yaitu el
sumsum tulang diambil sebelum pasien meneraima terapi dosis tinggi, disimpan, dan
kemudian diinfusikan kembali.Selain itu, dapat jug bersifat alogenik, yaitu sumsum
tulang berasal dari donor yang cocok HLA-nya. Kemoterapi dengan dosis sangat tinggi
akan membunuh sumsum tulang penderita dan hal tersebut tidak dapat pulih kembali.
Sumsum tulang pasien yang diinfusikan kembali akan mengembalikan fungsi sumsum
tulang pasien tersebut. Pasien yang menerima transplantasi alogenik memiliki risiko
rekurensi yag lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima transplantasi
autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada
transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi yang lebih rendah dibandingkan
dengan pasien yang menerima transplantsi autolog, karena sel tumor yang terinfusi
kembali dapat menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik, terdapat bukti kuat
yang menunjukan bahwa sumsum yang ditransplantasikan akan berefek antitumor yang
kuat karena limfosit T yang tertransplantasi. Penelitian-penelitian baru menunjukan
bahwa transplantasi alogenik menggunakan terapi dosis rendah dapat dilakukan dan
memiliki kemungkinan sembuh akibat mechanism imunologis.

3. Resusitasi
Pasien yang baru didiagnosis leukemia akut biasanya berada dalam keadaan
sakit berat dan renta terhadap infeksi berat dan atau perdarahan. Prioritas utamanya
adalah resusitasi mengguakan antibiotic dosis tinggi intravena untuk melawan infeksi,
transfusi trombosit atau plasma beku segar (fresh frozen plasma) utuk mengatasi anmia.
Penggunaan antibiotic dalam situasi ini adalah tindakan yang tepat walaupun demam
yang terjadi ternyata merupakan akibat dari penyakit itu sendiri dan bukan akibat
infeksi.Lebih mudah menghentikan pemberian antibiotic daripada menyelamatkan
pasien dengan syok dan septicemia yang telah diberikan tanpa terapi antibiotik.
(Patrick. 2005)

H. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya
b. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal
kembar (monozigot)
c. Kaji adanya tanda – tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit kepala,
anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat
d. Kaji adanya tanda – tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi pernafasan
atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan atau hiotam tanpa pus
e. Kaji adanya tanda – tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan membran
mukosa, pembentukan hematoma, kaji adanya tanda – tanda invasi ekstra medulla;
limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.
f. Kaji adanya pembesaran testis, hematuria, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi di
sekitar rektal dan nyeri.

2. Analisa Data Keperawatan


a. Data Subjektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai berikut
:
 Lelah
 Letargi
 Pusing
 Sesak
 Nyeri dada
 Napas sesak
 Priapismus
 Hilangnya nafsu makan
 Demam
 Nyeri Tulang dan Persendian.
b. Data Objektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai berikut
:
 Pembengkakan Kelenjar Lympa
 Anemia
 Perdarahan
 Gusi berdarah
 Adanya benjolan tiap lipatan
 Ditemukan sel – sel muda

3. Diagnosa Keperawatan
a. Kelemahan / Keletihan
b. Risiko cidera
c. Risiko infeksi
d. Nyeri
I. Rencana Keperawatan

No. Diagnosa keperawatan Tujuan dan criteria hasil intervensi


1 Kelemahan/keletihan NOC: NIC:
(00093) - Endurance Energy management
- Concentrasion - Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
- Energy conservation aktivitas
- Nutritional status: energy - Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan
Criteria hasil : terhadap keterbatasan
- Memverbalisasikan peningkatan energy untuk - Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
merasa lebih baik - Monitor nutrisi dan sumber energy yang adekuat
- Menjelaskan penggunaan energy untuk - Monitor klien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
mengatasi kelelahan secara berlebihan
- Kecemasan menurun - Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
- Glukosa darah adekuat - Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat klien
- Kualitas hidup meningkat - Dukung klien dan keluarga untuk mengungkapkan
- Istirahat cukup perasaan berhubungan dengan perubahan hidup yang
- Mempertahankan kemampuan untuk disebabkan keletihan
berkonsentrasi - Bantu aktivitas sehari-hari sesuai dengan kebutuhan
- Tingkatkan tirah baring dan pembatasan aktivitas
(tingkatkan periode istirahat)
- Konsultasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan
asupan makanan yang berenergi tinggi
Behavior Management
Activity Terapy
Energy Management
Nutrition Management
2 Risiko cidera NOC: NIC:
- Risk Control Environment management (manajemen lingkungan)
Criteria hasil - Sediakan lingkungan yang aman untuk klien
- Klien terbebas dari cidera - Identifikasi kebutuhan keamanan klien, sesuai kondisi
- Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk fisik dan fungsi kognitifn klien dan riwayat penyakit
mencegah injury/cedera terdahulu klien
- Klien mampu menjelaskan factor resiko dari - Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
lingkungan/perilaku personal (misalnya memindahkan perabotan)
- Mempunyai gaya hidup untuk mencegah - Memasang side rail tempat tidur
injury - Menyediakan tempat tidur nyaman dan bersih
- Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada - Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah
- Mampu mengamati perubahan status dijangkau klien
kesehatan - Membatasi pengunjung
- Menganjurkan keluarga untuk menemani klien
- Mengontrol lingkungan dari kebisingan
- Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
- Berikan penjelasan pada klien dan keluarga atau
pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
3 Resiko infeksi NOC: NIC:
- Immune status Infection control (control infeksi)
- Knowledge : infection control - Bersihkan lingkungan setelah dipakai klien lain
- Risk control - Pertahankan teknik isolasi
Keiteria hasil: - Batasi pengunjung bila perlu
- Klien bebas daru tanda dan gejala infeksi - Instruksikan kepada pengunjung untuk mencuci
- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, tangan sebelum berkunjung dan setelah meninggalkan
factor yang mempengaruhi penularan serta klien.
penatalaksanaannya - Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan
timbulnya infeksi tindakan keperawatan
- Jumlah leukosit dalam batas normal - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Menunjukkan perilaku hidup sehat. - Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan
alat
- Ganti letak IV perifer dan line control dan dressing
sesuai dengan petunjuk umum
- Tingkatkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotic bila perlu
4 Nyeri akut NOC: NIC:
- Pain level Pain management
- Pain control - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
- Comfort level termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Criteria hasil : kualitas dan factor presipitasi
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab - Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
nyeri, mampu menggunakan teknik untuk - Gunakan teknik komunikasi teraupetik untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan) mengetahui pengalaman nyeri klien
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan - Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
menggunakan management nyeri - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, - Evaluasi bersama klien dan tim kesehatan lain tentang
frekuensi dan tanda nyeri) ketidakefektifan control nyeri masa lampau
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri - Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan
berkurang. menemukan dukungan
- Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebingungan
- Kurangi factor presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
non farmakologi dan interpersonal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
- Ajarkan tentang teknik non farmakologis
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan control nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku Edisi 3. Jakarta: EGC.

Davey, Patrick. 2005. At a glance Medicine. Jakarta: EGC.

Handayani, Wiwik & Hariwibowo, Andi Sulistyo. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika .

Herman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Jakarta : EGC.

Hidayat, Aziz Alimut. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta: Salemba Medika

Hidayat, Aziz Alimut. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika.

National Cancer Institute. (2013). What you need to know about leukemia. US: National
Institutes of Health.

Prince of Wales’ Hospital. (2017). Leukemia. Rumah Sakit Prince of Wales: Departemen
Onkologi Klinis.

Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.

Suriadi. Yuliani, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Penebar Swadaya

Wong, D.L., Eaton, M.H., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2008). Buku ajar
keperawatan pediatrik wong; alih bahasa Andry Hartono, Sari Kurnianingsih, Setiawan.
Edisi 6. Jakarta: EGC.

You might also like