You are on page 1of 17

PANDUAN

PERLINDUNGAN TERHADAP KERAHASIAAN INFORMASI


PASIEN

TIM HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DAN KELUARGA


RS HERMANA LEMBEAN
BAB I
DEFINISI

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 36 tahun 2012 tentang


rahasia kedokteran yang dimaksud “rahasia kedokteran” adalah data dan informasi
tentang kesehatan seseorang yang diperoleh tenaga kesehatan pada waktu
menjalankan pekerjaan atau profesinya.2
Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Bagian Kedua Pengelolaan Klinik Pasal 38, yang dimaksud dengan “rahasia
kedokteran” adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang ditemukan
oleh dokter dan dokter gigi dalam rangka pengobatan dan dicatat dalam rekam medis
yang dimiliki pasien dan bersifat rahasia.3
Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib
Simpan Rahasia Kedokteran Pasal 1, yang dimaksud dengan “rahasia kedokteran”
ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada
waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.1
Rahasia kedokteran ini meliputi 2 hal yaitu :
1. Rahasia pekerjaan : Adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan
berdasarkan lafal sumpah yang diucapkan pada waktu menerima gelar seorang
dokter.
2. Rahasia jabatan : Adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan
berdasarkan lafal sumpah yang diucapkan pada waktu diangkat sebagai pegawai
negeri, yang berbunyi : “Bahwa saya akan memegang rahasia sesuai menurut sifat
atau menurut perintah harus saya rahasiakan”.
BAB II
RUANG LINGKUP

HAL-HAL YANG DIRAHASIAKAN


Rahasia kedokteran mencakup data dan informasi mengenai:
(1) a. identitas pasien;
b. kesehatan pasien meliputi hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, penegakan diagnosis, pengobatan dan/atau tindakan
kedokteran;
c. hal lain yang berkenaan dengan pasien.
(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari
pasien, keluarga pasien, pengantar pasien, surat keterangan konsultasi atau
rujukan, atau sumber lainnya.2

Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit


Bagian Keempat Hak Pasien Pasal 32 menyatakan setiap pasien mempunyai hak:
mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya.3
Dengan kata-kata "segala sesuatu yang diketahui", dalam Peraturan
Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran
Pasal 1 dimaksud : Segala fakta yang didapat dalam pemeriksaan penderita,
interpretasinya untuk menegakkan diagnosa dan melakukan pengobatan: dari
anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran dan
sebagainya. Juga termasuk fakta yang dikumpulkan oleh hal lain yang membantu
untuk menegakkan sebuah diagnosa medis. Seorang ahli obat dan mereka yang
bekerja dalam apotek harus pula merahasiakan obat dan khasiatnya yang diberikan
dokter kepada pasiennya. Merahasiakan resep dokter adalah sesuatu yang penting
dari etik pejabat yang bekerja dalam Apotek.1
Selain itu, peraturan yang mengatur tentang wajib simpan rahasia kedokteran,
diantaranya : 4
1. PP No. 26 tahun 1960 tentang lafal sumpah dokter
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan merahasiakan segala sesuatu yang
saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter”.
2. Pasal 16 dalam KODEKI
“Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Berdasarkan Permenkes RI No.269/Menkes/Per/III/2008 bab IV Penyimpanan,
Pemusnahan, dan Kerahasiaan, Pasal 10 ayat (1) menyatakan informasi tentang
identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan
pasien harus dijaga kerahasiannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu,
petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.5

PIHAK-PIHAK YANG WAJIB MENJAGA KERAHASIAN MEDIS


Pada waktu menerima ijazah seorang dokter bersumpah: "Saya akan
merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena
keilmuan saya sebagai dokter".1
Dan sebagai pemangku suatu jabatan ia wajib merahasiakan apa yang
diketahuinya karena jabatannya, menurut pasal 322 KUHP yang berbunyi:

"Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang ia wajib


menyimpan oleh karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang
maupun yang dahulu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya
sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam ratus rupiah".1
"Jika kejahatan ini dilakukan terhadap seseorang yang tertentu maka ini hanya
dituntut atas pengaduan orang itu".1

Peraturan Pemerintah ini diperlukan untuk mereka yang melakukan perbuatan-


perbuatan pelanggaran rahasia kedokteran yang tidak dapat dipidana menurut pasal
322 KUHP tersebut atau pasal 112 KUHP tentang pengrahasiaan sesuatu yang
bersifat umum.1
Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran Pasal 2 menyatakan pengetahuan tersebut pasal 1 harus
dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu
peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada Peraturan Pemerintah ini
menentukan lain. Berdasarkan pasal ini orang selain dari pada tenaga kesehatan yang
dalam pekerjaannya berurusan dengan orang sakit atau mengetahui keadaan si sakit,
baik yang tidak maupun yang belum mengucapkan sumpah jabatan, berkewajiban
menjunjung tinggi rahasia mengenai keadaan si sakit. Dengan demikian para
mahasiswa kedokteran "kedokteran gigi, ahli farmasi, ahli laboratorium, ahli sinar,
bidan, para pegawai, murid para medis dan sebagainya termasuk dalam golongan
yang diwajibkan menyimpan rahasia. Menteri Kesehatan dapat menetapkan, baik
secara umum, maupun secara insidental, orang-orang lain yang wajib menyimpan
rahasia kedokteran, misalnya pegawai tata usaha pada rumah-rumah sakit dan
laboratorium-laboratorium.1
Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran Pasal 3 menyatakan yang diwajibkan menyimpan rahasia yang
dimaksud dalam pasal 1 ialah:
a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara tahun 1963 No. 79).
b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,
pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan.1

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 36 tahun 2012 Bab III


Kewajiban Menyimpan Rahasia Kedokteran pada Pasal 4, menyatakan :2
(1) Semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kedokteran dan/atau menggunakan
data dan informasi tentang pasien wajib menyimpan rahasia kedokteran.
(2) Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. dokter dan dokter gigi serta tenaga kesehatan lain yang memiliki akses
terhadap data dan informasi kesehatan pasien;
b. pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan;
c. tenaga yang berkaitan dengan pembiayaan pelayanan kesehatan;
d. tenaga lainnya yang memiliki akses terhadap data dan informasi
kesehatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan;
e. badan hukum/korporasi dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan; dan
f. mahasiswa/siswa yang bertugas dalam pemeriksaan, pengobatan,
perawatan, dan/atau manajemen informasi di fasilitas pelayanan
kesehatan.

Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran berlaku selamanya, walaupun


pasien telah meninggal dunia. Menurut Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004
tentang Rahasia Kedokteran Paragraf 3 Rekam Medis Pasal 47 : 6
(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan
milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi
rekam medis merupakan milik pasien.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan
kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Menurut Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Paragraf 4 tentang


Rahasia Kedokteran Pasal 48 ayat (1) setiap dokter atau dokter gigi dalam
melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.6
Dalam Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Paragraf 6 tentang Hak
dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi Pasal 51 menyebutkan dokter atau dokter
gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban : merahasiakan
segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia.6
Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan pada Bab II Jenis tenaga Kesehatan Pasal 2 merupakan; 7
(1) Tenaga kesehatan terdiri dari :
a. tenaga medis;
b. tenaga keperawatan;
c. tenaga kefarmasian;
d. tenaga kesehatan masyarakat;
e. tenaga gizi;
f. tenaga keterapian fisik;
g. tenaga keteknisian medis.
(2) Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.
(3) Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
(4) Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.
(5) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog
kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator
kesehatan dan sanitarian.
(6) Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.
(7) Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis
wicara.
(8) Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi,
teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik,
teknisi transfusi dan perekam medis.

ETIKA KERAHASIAAN MEDIS DAN DASAR HUKUMNYA


Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Bagian
Keenam Perlindungan Hukum Rumah Sakit Pasal 44 : 3
(1) Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala informasi kepada publik
yang berkaitan dengan rahasia kedokteran.
(2) Pasien dan/atau keluarga yang menuntut Rumah Sakit dan menginformasikannya
melalui media massa, dianggap telah melepaskan hak rahasia kedokterannya
kepada umum.
(3) Penginformasian kepada media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memberikan kewenangan kepada Rumah Sakit untuk mengungkapkan rahasia
kedokteran pasien sebagai hak jawab Rumah Sakit.
Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran Pasal 4 menyebutkan terhadap pelanggaran ketentuan mengenai:
wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal
322 atau pasal 112 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Menteri Kesehatan dapat
melakukan tindakan administratif berdasarkan pasal 11 Undang-undang tentang
Tenaga Kesehatan. Berdasarkan pasal 322 KUHP, maka membocorkan rahasia
jabatan, dalam hal ini rahasia kedokteran, adalah suatu tindak pidana yang dituntut
atas pengaduan (klachdelict), apabila kejahatan itu ditujukan pada seseorang tertentu.
Demi kepentingan umum Menteri Kesehatan dapat bertindak terhadap pembocoran
rahasia kedokteran, meskipun tidak ada suatu pengaduan. Sebagai contoh : Seorang
pejabat kedokteran berulang kali mengobrolkan di depan orang banyak tentang
keadaan dan tingkah laku pasien yang diobatinya.Dengan demikian ia merendahkan
martabat jabatan kedokteran dan mengurangi kepercayaan orang kepada penjabat-
penjabat kedokteran.1
SITUASI YANG BOLEH DIBUKA KERAHASIAAN MEDIS
Seperti yang telah dibicarakan diatas, bahwa pada dasarnya kewajiban
menyimpan rahasia kedokteran sesungguhnya berlaku bagi setiap dokter yang
menjalankan tugas dan profesinya. Seorang dokter yang melanggar kewajiban
menyimpan rahasia kedokteran tanpa alasan-alasan yang dapat dibenarkan dapat
dituntut baik secara perdata maupun pidana dan tak ketinggalan pula akan mndapat
sanksi administrasi.
Namun terhadap kewajibannya ini sifatnya tidak mutlak. Artinya dalam
situasi-situasi tertentu seorang dokter dapat memberitahukan atau membeberkan
tentang rahasia kedokteran yang diketahuinya.
Menurut Herkutanto sebagai mana disitir oleh J.Guwandi ada beberapa
keadaan dimana dokter dapat membuka rahasia kedoktera tersebut tanpa sanksi
hukum. Keadaan tersebut dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu : 8
1. Adanya kerelaan atau izin pasien
2. Pembukaan rahasia kedokteran atas dasar KUHP pasal 48, 50, dan 51
 KUHP pasal 48
Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa (overmacht),
tidak dipidana.11
 KUHP Pasal 50
Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan kepentingan
Undang-undang, tidak dipidana.
Ketentuan ini terutama berkaitan dengan kewajiban seorang dokter
melaporkan peristiwa kelahiran, kematian dan penyakit menular. 11
 KUHP Pasal 51
(1) Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan
yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
(2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana,
kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah
diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam
lingkungan pekerjaannya.
Ketentuan ini menyangkut dokter militer dan dokter majelis penguji
kesehatan, misalnya : melaksanakan tes kesehatan untuk penerimaan
anggota TNI.

Sementara itu, Eck mengemukakan 4 justifikasi untuk pengecualian


pengungkapan rahasia kedokteran yaitu : 11
1. Ijin dari yang pasien
2. Keadaan yang mendesak atau terpaksa
3. Peraturan perundang-undangan
4. Perintah jabatan yang sah

Pendapat lainnya dikemukakan oleh Fred Amelin yang mengatakan bahwa ada
6 hal yang memungkinkan seorang dokter untuk membuka rahasia kedokteran, yaitu: 9
1. Diatur oleh undang-undang
2. Pasien membahayakan umum atau membahayakan orang lain.
3. Pasien dapat memperoleh hak khusus
4. Pasien secara sadar dan jelas memberikan izin.
5. Pasien menginginkan untuk ditemani seorang pendamping saat memasuki ruang
periksa dokter.

Dalam pasal 5 sampai pasal 14 bab IV Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor


36 tahun 2012 juga menjelaskan tentang pembukaan kerahasiaan kedokteran. Rahasia
kedokteran dapat dibuka hanya untuk :2
1. Kepentingan kesehatan pasien,
a. kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan, penyembuhan, dan
perawatan pasien
b. keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan pembiayaan
kesehatan.
2. Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum
dalam proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan sidang pengadilan.
3. Permintaan pasien sendiri baik secara lisan maupun tertulis, atau
4. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilakukan tanpa
persetujuan pasien dalam rangka kepentingan penegakan etik atau disiplin, serta
kepentingan umum dari Majelis Kehormatan Etik Profesi atau Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Pembukaan kerahasiaan dilakukan
tanpa membuka identitas pasien namun identitas pasien dapat dibuka kepada
institusi atau pihak yang berwenang untuk melakukan tindak lanjut sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pembukaan rahasia kedokteran dapat dilakukan dengan persetujuan dari pasien


baik secara tertulis maupun sistem informasi elektronik. Dalam hal pasien tidak
cakap untuk memberikan persetujuan , persetujuan dapat diberikan oleh keluarga
terdekat atau pengampunya. Pembukaan rahasia kedokteran dapat melalui
pemberian data dan informasi berupa visum et repertum, keterangan ahli, keterangan
saksi, dan/atau ringkasan medis. Dalam hal pembukaan rahasia kedokteran
dilakukan atas dasar perintah pengadilan atau dalam sidang pengadilan, maka rekam
medis seluruhnya dapat diberikan. Penanggung jawab pelayanan pasien atau
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dapat menolak membuka rahasia kedokteran
apabila permintaan tersebut bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. 2

Berdasarkan Permenkes RI No.269/Menkes/Per/III/2008 bab IV penyimpanan,


pemusnahan, dan kerahasiaan, Pasal 10 ayat (2) menyatakan informasi tentang
identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan
dapat dibuka dalam hal : 5
a. Untuk kepentingan kesehatan pasien;
b. Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan
hukum atas perintah pengadilan;
c. Permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;
d. Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan
e. Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak
menyebutkan identitas pasien.

Permenkes RI No.269/Menkes/Per/III/2008 bab IV penyimpanan,


pemusnahan, dan kerahasiaan, Pasal 10 ayat (3) menyebutkan permintaan rekam
medis untuk tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan secara
tertulis kepada pimpinan sarana pelayanan kesehatan.5
Menurut Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Paragraf 4 tentang
Rahasia Kedokteran Pasal 48 ayat (2) menyebutkan rahasia kedokteran dapat
dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur
penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau
berdasarkan ketentuan perundang-undangan.6

SANKSI MEMBUKA KERAHASIAAN MEDIS


Seorang dokter di Indonesia tanpa kecuali, dianggap sudah mengetahui
peraturan-peraturn hukum yang berlaku terutama yang berhubungan dengan ilmu
kedokteran pada umumnya dan rahasia kedokteran pada khususnya. Apabila terjadi
pembocoran rahasia jabatan, si pelaku dapat dikenai sanksi sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku. Sanksi-sanksi tersebut adalah : 8

1. Sanksi pidana, diatur dalam :


KUHP Pasal 112
“Barangsiapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau
keterangan-keterangan yang diketahuinya bahwa harus dirahasiakan untuk
kepentingan negara atau dengan sengaja memberitahukan atau memberikannya
kepada negara asing, kepada seorang raja atau suku bangsa, diancam dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun”.

KUHP Pasal 322


(1) Barangsiapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang wajib disimpan
karena jabatan atau pekerjaannya yang sekarang maupun yang dahulu,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda
paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Jika kejahatan dilakukan pada seorang tertentu maka perbuatannya itu
hanya dapat dituntut atas pengaduan orang tersebut.

2. Sanksi perdata, diatur dalam : 10


KUH Perdata Pasal 1365
Setiap perbuatan yang melanggar hukum yang berakibat kerugian bagi orang
lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya mengakibatkan kerugian
itu, mengganti kerugia tersebut.
KUH Perdata Pasal 1366
Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan
karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena
kelalaian atau kurang hati-hatinya.

KUH Perdata Pasal 1367


Seseorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan
karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan karena
perbuatan orang-orang yang berada dibawah pengawasannya.

3. Sanksi Administratif.
Diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1963 pasal 11 yang bunyinya
sebagai berikut :
Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam KUHP dan peraturan
perundang-undangan yang lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat
dilakukan tindakan administratif dalam hal sebagai berikut : 11
a. Melalaikan kewajiban,
b. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat seorang tenaga
kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya ataupun sebagai tenaga
kesehatan,
c. Mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan,
d. Melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang ini.

4. Sanksi Sosial
Yaitu sanksi yang datangnya dari masyarakat itu sendiri. 11
Contohnya : Masyarakat enggan berobat ke dokter tersebut.

HAK UNDUR DIRI DOKTER


Hak ini dapat dipakai oleh seorang dokter apabila dia diminta untuk
memberikan kesaksian dipengadilan yang menyangkut rahasia kedokteran.•
Seorang dokter sebagai saksi atau ahli mungkin sekali diharuskan memberikan
keterangan tentang seseorang (misalnya terdakwa) yang sebelumnya telah menjadi
penderita yang ditanganinya. Ini seolah-olah dokter tersebut diharuskan melanggar
rahasia kedokterannya. Kejadian yang bertentangan tersebut diatas dapat
dihindarkan karena adanya hak kuat undur diri, dimana seorang dokter
mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan : 12
 Pasal 120 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik perlu, ia dapat minta pendapat ahli atau orang yang
memiliki keahlian khusus
(2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dimuka penyidik
bahwa ia akan memberikan keterangan menurut pengetahuannya yang
sebaik-baiknya, kecuali bila disebabkan harkat dan martabat pekerjaan
jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia, dapat menolak untuk
memberikan keterangan yang diminta
 Pasal 170 KUHAP
“Mereka yang pekerjaan, harkat, martabat atau jabatannya diwajibkan
menyimpan rahasia, dapat diminta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi
keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepadanya”
(1) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan
manusia tersebut
 Pasal 277 HIR 13
(1) Barangsiapa yang karena martabatnya, pekerjaannya atau jabatannya yang
sah, diwajibkan menyimpan rahasia, boleh minta mengundurkan diri dari
pada memberi kesaksian, akan tetapi hanya dan terutama mengenai hal yang
diketahuinya dan dipercayakan padanya karena martabat, pekerjaan atau
jabatannya
(2) Pertimbangan apakah permintaan untuk mengundurkan diri itu beralasan
atau tidak, diserahkan kepada pengadilan negara atau jika orang yang
dipanggil untuk memberikan kesaksian itu orang asing, maka pertimbangan
itu diserahkan kepada ketua pengadilan Negara
BAB III
TATA LAKSANA

Petugas RS Hermana Lembean menginformasikan tentang kerahasiaan informasi pasien


terhadap pasien dan keluarga dengan cara :
1. Ucapkan salam
2. Perkenalkan diri dan jelaskan tugas dan peran anda
3. Perawat yang diberi wewenang melakukan verifikasi mengenai pelayanan perlindungan
kerahasiaan informasi pasien di RS Hermana Lembean serta membantu mengisikan
formulir penunjukan kewenangan penerima informasi perkembangan pasien
4. Berikan kesempatan pasien dan atau keluarga untuk bertanya dan atau pendapat yang
berkaitan dengan kebutuhan informasi perkembangan pasien.
5. Formulir diarsip di Rekam Medis pasien
6. Pastikan identitas diri pasien dan atau keluarganya
7. Berikan pelayanan perlindungan kerahasiaan informasi perkembangan pasien sesuai
dengan formulir permintaan pasien dan keluarga oleh dokter yang diminta.
8. Tanyakan nomor telepon yang bisa dihubungi jika sewaktu-waktu diperlukan.
9. Ucapkan terima kasih.

Seluruh staf RS Hermana Lembean menghormati kerahasian pasien dengan tidak


memasang/ memampang informasi rahasia pada pintu kamar pasien, di nurse station dan
tidak membicarakannya di depan umum.
RS Hermana Lembean bertanggung jawab meminta persetujuan pasien untuk pelepasan
informasi rahasia pasien kepada yang terkait second opinion, catatan pribadi, alat bukti di
pengadilan maupun untuk pembiayaan pasian, baik perusahaan yang bertanggung-jawab,
ataupun asuransi yang menanggungnya dengan mengisi Formulir Pelepasan Informasi
(fotocopy Rekam Medis).

Petugas RS Hermana Lembean melindungi kerahasiaan informasi Rekam Medis Pasien


dengan cara :
1. Setiap informasi yang bersifat medis yang dimiliki rumah sakit, tidak boleh
disebarkan oleh pegawai RS Hermana Lembean kecuali bila pimpinan rumah sakit
mengijinkan. Pegawai rumah sakit harus menjaga setiap informasi yang bersifat medis
yang dimiliki rumah sakit.
2. Rumah sakit tidak boleh menggunakan rekam medik yang dapat membahayakan
pasien, kecuali jika RS Hermana Lembean akan menggunakan rekam medik tersebut
bila perlu untuk melindungi atau mewakili dari tuntutan hukum.
3. Para asisten dokter yang bertanggung jawab boleh berkonsultasi dengan bagian rekam
medik dengan catatan yang ada hubungannya dengan pekerjaan.
4. Badan-badan sosial boleh mengetahui isi data sosial dari rekam medik, apabila
mempunyai alasan – alasan yang sah untuk memperoleh informasi, namun untuk data
medisnya tetap diperlukan surat dari persetujuan dari pasien yang bersangkutan dan
dokter yang merawat.
5. Permohonan pasien untuk memperoleh informasi mengenai catatan dirinya diserahkan
kepada dokter yang merawatnya.
6. Permintaan informasi mengenai catatan dirinya secara tertulis / secara lisan sudah
dapat dilayani.
7. Informasi rekam medik hanya dikeluarkan dengan surat kuasa yang ditandatangani
dan diberi tanggal oleh pasien (walinya bila pasien tersebut secara mental tidak
kompeten), atau keluarga terdekat kecuali jika ada ketentuan lain dalam peraturan.
Surat kuasa harus ditandatangani dan diberi tanggal oleh orang yang mengeluarkan
rekam medik dan disimpan dalam dokumen rekam medik tersebut.
BAB IV
DOKUMENTASI

Perlindungan Kerahasiaan Informasi Medis Pasien didokumentasikan dalam :


1. Formulir penunjukan kewenangan penerima informasi kondisi pasien
2. Formulir Pelepasan Informasi (fotocopy Rekam Medis).

Ditetapkan di : Lembean
PadaTanggal :
Direktur RS Hermana Lembean

Dr Simon F.M Pati, SH.MARS


DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1966


2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2012
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
4. Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik
Kedokteran Indonesia. 2012
5. Permenkes RI No.269/Menkes/Per/III/2008
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996
8. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht)
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kuhpidana.htm#b2_17
9. Guswandi, J. Trilogi Rahasia Kedokteran. FKUI. 2005
10. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie)
11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1963
12. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) UU No. 8 Tahun 1981
13. Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R) Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui
(R.I.B)

You might also like