Professional Documents
Culture Documents
30
25
18.8
20
15 11.9 Diare
9.9
10 7.9
4 5.9 Tidak Diare
5 3
1 1
0
15-29 30-44 45-59 60-74 75-90
Usia (tahun)
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, persentase tertinggi kejadian diare di Dusun
Sendang Anyar dan Dusun Tambakrame yakni pada rentang usia 45-59 tahun sebesar 11,9%,
sedangkan persentase terendah adalah pada rentang usia 15-29 tahun sebesar 1%.
20
13.9
15 10.9 9.9 Hipertensi
10 7.9
4 4 Tidak Hipertensi
5 1 0
0
15-29 30-44 45-59 60-74 75-90
Umur
Persentase (%)
40
Persentase(%)
Kejadian hipertensi di Dusun Sendang Anyar dan Dusun Tambakrame berdasarkan jenis
kelamin yakni sebesar 16,8% pada laki-laki, dan sebesar 31,7% pada perempuan, sedangkan untuk
kejadian diare sebesar 11,9% dan sebesar 17,8% pada perempuan.
50
40
Diare
30 23.8
20 Tidak Diare
10 5.9
2
0
Baik Buruk
Sikap
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji chi-square dengan =5% diperoleh hasil
yang signifikan (p=0.008) perbedaan proporsi kejadian diare berdasarkan sikap responden. Pada
grafik, terdapat 68.3% responden yang memiliki sikap yang baik dan tidak mengalami diare. Hasil
penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Novie dan Eka (2008) yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap ibu terhadap kejadian diare pada balita.
Sikap merupakan pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai
dengan sikap terhadap objek tertentu dan menjadi faktor predisposisi dalam perilaku seseorang.
Terbentuknya sikap dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang
berpengaruh, media massa, serta faktor emosi dalam diri individu.
Perbedaan Proporsi Diare Berdasarkan Kondisi Saluran
Pembuangan Kotoran
45
39
40
35
Persentase (%)
30 27
25
20 16 Diare
15
8 Tidak Diare
10 5
5 3
1 1 0 0
0
A B C D E
Kondisi Saluran Pembuangan
Keterangan:
A. Tidak ada jamban
B. Ada jamban, hanya memiliki bangunan dengan atap
C. Ada jamban, bangunan dengan atap, dudukan jamban aman
D. Ada jamban, bangunan dengan atap, dudukan jamban aman, tidak menimbulkan bau
E. Ada jamban, bangunan dengan atap, dudukan jamban aman, tidak menimbulkan bau,
terdapat penutup dudukan jamban
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji chi-square dengan =5% diperoleh hasil
yang signifikan (p=0.031) perbedaan proporsi kejadian hipertensi berdasarkan kondisi sarana
pembuangan kotoran. Pada grafik, terdapat 39% responden yang memiliki jamban dengan
kategori D dan tidak mengalami diare. Kondisi jamban dengan kategori D merupakan kondisi yang
cukup baik karena hampir memenuhi syarat jamban sehat menurut Depkes RI (2009) yaitu tidak
mencemari tanah sekitarnya, mudah dibersihkan dan aman digunakan, serta dilengkapi dinding
dan atap pelindung. Kondisi jamban yang baik akan memperpendek rantai penularan penyakit
diare. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ramadhani dkk (2010) menunjukkan hasil bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara faktor risiko kondisi sarana jamban dan SPAL dengan
kejadian diare.
Perbedaan Proporsi Diare Berdasarkan Perilaku Cuci
Tangan
70 66.3
60
Persentase(%) 50
40
27.7
30 Diare
20 Tidak Diare
10 2 4
0
Cuci Tangan Tidak Cuci Tangan
Perilaku
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji chi-square dengan α=5% diperoleh hasil
yang tidak signifikan (p=1.00) perbedaan proporsi kejadian diare berdasarkan perilaku cuci
tangan sebelum makan dan sesudah BAB. Pada grafik tersebut, terdapat 66,3% responden yang
tergolong terbiasa mencuci tangan dan tidak mengalami diare serta terdapat 27,7% responden
yang mencuci tangan tetapi mengalami diare. Meskipun hasil analisis data menggunakan uji chi-
square tidak signifikan, namun pada penelitian yang dilakukan oleh Sutanto (2017) menunjukkan
hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku cuci tangan sebelum makan dan
sesudah BAB dengan kejadian diare.
20
14.9
15 11.9
10 5.9 5.9 Hipertensi
5
5 1 Tidak Hipertensi
0 1
0
Tidak SD SMP SMA PT
Tamat SD
Tingkat Pendidikan
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji chi-square dengan α=5% diperoleh hasil
yang signifikan (p=0.014) perbedaan proporsi kejadian hipertensi berdasarkan tingkat pendidikan.
Pada grafik tersebut, telah diketahui bahwa sebanyak 14,9% responden yang tidak tamat SD
mengalami hipertensi dan 26.7% responden yang tamat SD mengalami hipertensi. Menurut
Notoadmojo (2010), pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuan dan
pemahaman terhadap suatu permasalahan. Sehingga responden dapat memilah baik buruknya
setiap perilaku terhadap dampak kesehatan. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh David (2010) yang menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat
pendidikan dengan kejadian hipertensi.
18.8
20 16.8 16.8
15 12.9
10 5.9
3 Hipertensi
5
0 0 0 0 1 Tidak Hipertensi
0
30x/bulan
0x/bulan
2x/bulan
8x/bulan
20x/bulan
90x/bulan
Frekuensi konsumsi
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji chi square dengan 𝛼 = 5%, diperoleh hasil
yang signifikan (p=) perbedaan proporsi hipertensi berdasarkan frekuensi konsumsi daun singkong
.Berdasarkan grafik,dapat diketahui bahwa semakin tinggi frekuensi konsumsi daun singkong, maka
semakin rendah angka kejadian hipertensi. Menurut penelitian Loh et al (2011), daun singkong
berpotensi menjadi antihipertensi. Daun singkong merupakan salah satu tanaman tropis yang
memiliki flavonoid ( Asif et al., 2013). Flavonoid merupakan salah satu golongan senyawa fenolik
yang mempunyai aktivitas ACE-1 (Al Shukor et al., 2013). ACE-I menghambat kerja ACE secara
kompetetif (Sendon et al., 2004), sehingga menghambat pembentukan angiostensin II dalam tubuh
(Sweitzer, 2003). Angiotensin II merupakan vasokonstriktor yang mempengaruhi penyempitan
pembuluh darah dan pada akhirnya menyebabkan kenaikan tekanan darah (Chen et al., 2009)
13.9
15
10.9
10 7.9
5.9 5 5 4
3 Hipertensi
5 2 1
Tidak Hipertensi
0
30x/bulan
0x/bulan
2x/bulan
8x/bulan
20x/bulan
90x/bulan
Frekuensi Konsumsi
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji chi-square dengan α=5% diperoleh hasil yang
signifikan (p=0.019) perbedaan proporsi kejadian hipertensi berdasarkan frekuensi konsumsi teh.
Pada grafik, terdapat 23.8% responden yang mengonsumsi teh sebanyak 90 kali dalam sebulan dan
tidak mengalami hipertensi. Hal tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi frekuensi konsumsi teh
maka semakin rendah angka kejadian hipertensi. Berdasarkan penelitian epidemiologi, teh atau
Camellia sinensis sebagai sumber utama flavonoid memiliki pengaruh terhadap penurunan risiko
terjadinya hipertensi. Flavonoid memiliki efek antioksidan serta mampu meningkatkan retensi air dan
natrium yang berguna untuk menurunkan tekanan darah.
25
20 17.8
15.8
Hipertensi
15
10 Tidak Hipertensi
5
0
Olahraga Tidak Olahraga
Perilaku
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji chi square dengan 𝛼 = 5%, diperoleh
hasil yang tidak signifikan (p=) perbedaan proporsi hipertensi berdasarkan perilaku olahraga
.Berdasarkan grafik,dapat diketahui bahwa perilaku olahraga tidak berpengaruh terhadap kejadian
hipertensi. Hal tersebut bertentangan dengan hasil penelitian dari Librianti (2016) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara perilaku olahraga dan status hipertensi. Akan tetapi,
menurut Librianti (2016) hubungan antara perilaku olahraga dan status hipertensi bersifat rendah
atau lemah karena adanya faktor lain yang juga dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi.