Professional Documents
Culture Documents
“ORCHITIS”
LAPORAN INDIVIDU
Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Surgical di RS Tk.II dr.
Soepraoen (RST) Malang
Oleh :
Fitri Dyah Anggraini
170070301111128
1. Definisi
Orchitis adalah suatu inflamasi testis (kongesti testikular), biasanya disebabkan oleh
faktor-faktor piogenik, virus, spiroseta, parasit, traumatis, kimia atau faktor yag tidak
diketahui ( Smeltzer, 2012).
Orchitis adalah peradangan testis yang jika bersama dengan epididimitis menjadi
epididimoorkitis dan merupakan komplikasi yang serius dari epididimitis (Price, 2013).
Orchitis merupakan peradangan satu atau kedua testis, ditandai dengan pembengkakan
dan nyeri. Keadaan ini sering disebabkan oleh parotitis, sifilis, atau tuberculosis
(Hartanto, 2014).
2. Epidemiologi
Epidimologi menurut Ulfiyah, 2012 adalah:
A. Kejadian diperkirakan 1 diantara 1.000 laki-laki
B. Dalam orchitis gondong, 4 dari 5 kasus terjadi pada laki-laki prepubertal (lebih
muda dari 10 tahun)
C. Dalam orchitis bakteri, sebagian besar kasus berhubungan dengan epididimitis
(epididimo-orchitis), dan mereka terjadi pada laki-laki yang aktif secara seksual
lebih tua dari 15 tahun atau pada pria lebih tua dari 50 tahun dengan hipertrofi
prostat jinak (BPH)
D. Di Amerika Serikat sekitar 20% dari pasien prepubertal dengan gondong
berkembang orchitis. Kondisi ini jarang terjadi pada laki-laki postpubertal dengan
gondong.
3. Faktor Resiko
Menurut Ulfiyah, 2012 faktor resiko pada orchitis ada dua yaitu:
A. Faktor resiko untuk orchitis yang tidak berhubungan dengan penyakit menular
seksual adalah :
a. Imunisasi gondongan yang tidak adekuat
b. Usia lanjut (lebih dari 45 tahun)
c. Infeksi saluran berkemih berulang
d. Kelainan saluran kemih
B. Faktor resiko untuk orkitis yang berhubungan dengan penyakit menular seksual
adalah:
a. Berganti-ganti pasangan
b. Riwayat penyakit menular seksual pada pasangan
c. Riwayat gonore atau penyakit menular seksual lainnya
4. Etiologi
Penyebab orchitis bisa piogenik bakteria, gonokokokus, basil tuberkal, atau virus
seperti paramiksovirus, penyebab dari gondongan (parotitis). Sekitar 20% dari orchitis
timbul sebagai komplikasi dari gondongan (parotitis) setelah pubertas (Baradero, 2016)
Menurut Price, 2013 virus adalah penyebab orchitis yang paling sering. Orchitis
parotiditis adalah infeksi virus yang paling sering terlihat, walaupun imunisasi untuk
mencegah parotiditis pada masa anak-anak telah menurunkan insiden. 20-30% kasus
parotiditis pada orang dewasa terjadi bersamaan dengan orchitis, terjadi bilateral pada
sekitar 15% pria dengan orkitis parotiditis. Pada laki-laki pubertas atau dewasa,
biasanya terdapat kerusakan tubulus seminiferus dengan resiko infertilitas, dan pada
beberapa kasus, terdapat kerusakan sel-sel leydig yang mengakibatkan hipogonadisme
difesiensi testosterone. Orchitis paroditisis jarang terjadi pada laki-laki prapubertas,
namun bila ada, dapat diharapkan kesembuhan yang sempurna tanpa disfungsi
testiskular sesudahnya. Virus lain yang dapat menyababkan orchitis dan memberikan
gambaran klinis yang sama adalah : virus Coxsakie B, Varisela, dan mononukleosis.
Orchitis bakterial piogenik disebabkan oleh bakteri (Escherichia coli, Klebsiella
pneumonia, Pseudmonas aeruginosa) dan infeksi parasitik (malaria, filariasis,
skistosomiasis, amebiasis) atau kadang-kadang infeksi riketsia yang ditularkan pada
epididimitis. Seseorang dengan orchitis parotiditis terlihat sakit akut dengan demam
tinggi, edema, peradangan hidrokel akut, dan terdapat nyeri skrotum yang menyebar ke
kanalisis inguinalis. Komplikasinya termasuk infark testis, abses, dan terdapatnya pus
dalam skrotum.
Orchitis granulomaktosa dapat disebabkan oleh sifilis, penyakit mikrobakterial,
aktinomikosis, penyakit jamur, mycobacterium tuberculosis, dan mycobacterium leprae.
Infeksi dapat menyebar melalui funikulus spermatikus menuju testis. Penyebaran
selanjutnya melibatkan epididimis dan testis, kandung kemih, dan ginjal.
5. Manifestasi Klinis
Menurut Price, 2013 tanda dan gejala orchitis berkisar dari ketidaknyamanan ringan
pada testikular dan edema hingga nyeri testicular yang parah dan terbentuknya edema
dalam waktu sekitar 4 hingga 6 hari setelah awitan penyakit dengan demam tinggi,
mual, dan muntah.
Gejala yang dirasakan meliputi nyeri pada testis hingga ke pangkal paha,
pembengkakan dan kemerahan pada testis, menggigil, dan demam yang dapat bilateral
atau unilateral, mual, muntah, nyeri saat buang air kecil dan nyeri saat hubungan
seksual, darah pada semen. Keadaan ini dapat berakibat steril atau impotensi. Terapi
terhadap inflamasi ini dengan istirahat di tempat tidur, kompres panas atau hangat, dan
antibiotik (bila perlu).
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Ulfiyah, 2012 pemeriksaan diagnostic pada pasien orchitis:
A. Pemeriksaan urin kultur
B. Urethral smear (tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoe)
C. Pemeriksaan darah CBC (complete blood count)
D. Dopller ultrasound, untuk mengetahui kondisi testis, menentukan diagnosa dan
mendeteksi adanya abses pada skrotum
E. Testicular scan
F. Analisa air kemih
G. Pemeriksaan kimia darah
7. Komplikasi
Menurut Price, 2013 komplikasi dari orchitis dapat berupa:
A. Testis yang mengecil (Atrofi)
B. Abses (Nanah) pada kantong testis
C. Infertilitas (Sulit memiliki keturunan), terutama jika orkhitis terjadi pada kedua testis.
Menurut Ulfiyah, 2012 komplikasi dari orchitis adalah :
A. Sampai dengan 60% dari testis yang terkena menunjukkan beberapa derajat atrofi
testis.
B. Gangguan kesuburan dilaporkan 7-13%.
C. Kemandulan jarang dalam kasus-kasus orchitis unilateral.
D. Hidrokel communican atau pyocele mungkin memerlukan drainase bedah untuk
mengurangi tekanan dari tunika.
E. Abscess scrotalis
F. Infark testis
G. Rekurensi
H. Epididimitis kronis
I. Impotensi tidak umum setelah epididimitis akut, walaupun kejadian sebenarnya yang
didokumentsikan tidak diketahui. Gangguan dalam kualitas sperma biasanya hanya
sementara.
J. Yang lebih penting adalah azoospermia yang jauh lebih tidak umum, yang
disebabkan oleh gangguan saluran epididimal yang diamati pada laki-laki penderita
epididimitis yang tidak diobati dan yang diobati tidak tepat. Kejadian kondisi ini masih
belum diketahui.
8. Penatalaksanaan
Menurut Baradero, 2016 manajemen asuhan keperawatan pada orchitis ada dua:
A. Kolaboratif
Pria dewasa atau anak pasca-pubertas perlu diberi gamma globulin apabila
ada kemungkinan kontak dengan penderita gondongan kecuali apabila ia pernah
mengalami gondongan atau sudah menerima vaksin untuk gondongan. Apabila
ada keraguan, gamma globulin harus diberikan. Gamma globulin tidak akan
mencegah gondongan tetapi bisa membuat serangan gondongan menjadi lebih
ringan dan komplikasi dapat dicegah.
Apabila ada hidrokel, cairan bisa diaspirasi untuk mengurangi tekanan pada
testis. Antibiotika spektrum luas dapat diberikan. Obat anti-inflamasi nonsteroid
dapat diberikan untuk mengurangi pembengkaakan dan rasa nyeri.
B. Mandiri
Penyuluhan pasien, fokus dari pendidikan kesehatan adalah mengurangi rasa
nyeri, pembengkakan, dan gejala sistemis. Selama ada pembengkakan scrotum,
pasien diberi tirah baring, dan scrotum dapat ditinggikan dengan handuk.
D.Diagnosa keperawatan
1. Hipertermi b.d proses inflamasi
2. Nyeri b.d infeksi pada saluran kemih
3. Perubahan pola eliminasi urin b.d gangguan pada sistem urinaria
4. Gg pemenuhan kebutuhan seksual b.d nyeri pada saat hubungan seksual
5. Gg harga diri rendah b.d infertilitas
Intervensi Rasional
1. Monitor suhu tubuh,
1. Suhu diatas 37,5C
tekanan darah, nadi, dan menunjukkan proses
respirasi secara berkala penyakit infeksius akut.
(minimal tiap 2 jam) Menggigil sering mendahului
puncak suhu.
2. Pantau suhu lingkungan,
2. Suhu ruangan/jumlah
batasi penggunaan selimut.
selimut harus diubah untuk
mempertahankan suhu
3. Berikan kompres hangat
mendekati normal.
3. Membuat vasodilatasi
pembuluh darah sehingga
4. Anjurkan klien untuk dapat membantu
mempertahankan asupan mengurangi demam
4. Untuk mencegah dehidrasi
cairan adekuat
akibat penguapan cairan
5. Berikan antipiretik dan
karena suhu tubuh yang
antibiotic sesuai indikasi
tinggi
5. Digunakan untuk
mengurangi demam dengan
aksi sentralnya pada
hipotalamus
Diagnosa 2
2. Nyeri b.d infeksi pada saluran kemih
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
nyeri klien berkurang
Kriteria Hasil:
a. Klien tampak rileks
b. Klien dapat beristirahat
c. Skala nyeri 0-3
d. TTV dalam rentang normal
e. Pasien mengetahui penyebab nyeri
Intervensi Rasional
1. Catat lokasi, lamanya
1. Membantu mengevaluasi tempat
intensitas (skala 0-10) dan dan kemajuan gerakan kalkulus.
penyebaran. Perhatikan tanda Nyeri panggul sering menyebar ke
non verbal, contoh peninggian punggung , lipat paha, genitelia,
TD dan nadi, gelisah, merintih, sehubungan dengan proksimitas
menggelepar. saraf pleksus dan pembuluh
darah yang mencetuskan
ketakutan, gelisah, ansietas berat.
2. Observasi TTV 2. Mengetahui perkembangan lebih
lanjut
3. Memberikan kesempatan untuk
3. Jelaskan penyebab nyeri dan
pemberian analgesic sesuai waktu
pentingnya melaporkan ke
(membantu dalam peningkatan
perawat terhadap perubahan
kemampuan koping pasien dan
kejadian/ karakteristik nyeri.
dapat menurunkan ansietas) dan
mewaspadakan perawat akan
kemungkinan terjadi komplikasi.
4. Meningkatkan relaksasi,
menurunkan tegangan otot, dan
4. Berikan tindakan nyaman meningkatkan koping.
5. Mengarahkan kembali perhatian
dan membantu dalam relaksasi
5. Bantu atau dorong
otot.
penggunaan distraksi dan
6. Untuk mengurangi nyeri dan
aktivitas terapeutik.
rasa tidak nyaman.
Diagnosa 3
3. Perubahan pola eliminasi urin b.d gangguan pada sistem urinaria
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
maslah teratasi
Kriteria Hasil:
a. Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasa
b. Klien akan menunjukan perilaku yang meningkatkan kontrol kandung
kemih.
c. Tidak terdapat bekuan darah sehingga urine lancar lewat kateter.
Intervensi Rasional
1. Kaji kebiasaan pola eliminasi
1. Merupakan nilai dasar untuk
urine klien perbandingan dan menetapkan
tujuan lebih lanjut
2. Berkemih 20-30cc dengan
2. Kaji terhadap tanda dan
teratur dan haluaran kurang dari
gejala retensi urine: jumlah dan
masukan adalah tanda retensi
frekuensi urine, distensi supra
urine
pubis, keluhan tentang
dorongan untuk berkemih dan
ketidak nyamanan
3. Lakukan kateterisasi pada
3. Menetapkan jumlah urine yang
pasien untuk menunjukan tersisa
jumlah urine residu
4. Memberikan informasi tentang
4. Awasi pemasukan,
fungsi ginjal dan adanya
pengeluaran dan karakteristik
komplikasi, contoh infeksi dan
urine.
perdarahan. Perdarahan dapat
mengindikasikan peningkatan
obstruksi / iritasi ureter
5. Menentukan adanya ISK, dari
5. Kolaborasi ambil urine untuk gejala komplikasi.
kultur urine dan sensitivitas.
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary Dkk. 2016. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan System Reproduksi
& Seksualitas. Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Hartanto, Huriawati. 2014. Kamus Saku Mosby: Kedokteran, Keperawatan & Kesehatan.
Edisi 4. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A. 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6 Vol 2.
Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2012. Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2. Jakarta: EGC
Snell, R. A. 2000. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC
Ulfiyah, Hamidatu. 2012. Askep orchitis. http://ulphi09.blogspot.com/2012/10/askep-
orchitis_8890.html.