Professional Documents
Culture Documents
Disusun untuk memenuhi tugas laporan akhir system thinking mata kuliah
Bahan Tambahan Pangan semester ganjil
Disusun Oleh:
Kelompok 4
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan akhir sistem thinking
mata kuliah Bahan Tambahan Pangan ”Bahan Pewarna Berbahaya”. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
serta dukungannya dalam pembuatan dan penyusunan laporan ini. Laporan akhir
ini berisikan laporan akhir dari perkuliahan System Thinking yang telah
dilaksanakan.
Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan dalam
pembuatan laporan akhir yang lebih baik. Akhir kata, semoga Allah SWT
senantiasa melimpahkan karunia-Nya dan membalas segala amal budi serta
kebaikan pihak-pihak yang mebantu penulisan dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... vi
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Identifikasi Maslah ..................................................................... 2
1.3 Tujuan ......................................................................................... 2
II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Bahan Tambahan Pangan............................................................ 3
2.2 Contoh untuk kajian hukum dan UU BTP .................................. 9
2.3 Penjelasan-penjelasan lainnya .................................................... 16
III PEMBAHASAN
3.1 Hasil ............................................................................................ 21
3.2 Penentuan Parameter................................................................... 21
3.3 Penentuan Leverage Point .......................................................... 22
3.4 Solusi Permasalahan ................................................................... 24
IV KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan ................................................................................. 25
LAMPIRAN .......................................................................................... 28
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
1
BAB I
PENDAHULUAN
3
4
terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi
gejala akut keracunan Rhodamin B (Yuliarti, 2007) dalam Yamlean (2011). Agus
dkk. (2007) dalam (Mamoto dan Citraningtyas, 2013) menambahkan bahwa
penggunaan Rhodamin B tentunya berbahaya bagi kesehatan. Penumpukkan
rhodamin B dilemak dalam jangka waktu yang lama jumlahnya terus menerus
bertambah di dalam tubuh dan dapat menimbulkan kerusakan pada organ tubuh
sampai mengakibatkan kematian. Terasi merupakan salah satu produk perikanan
yang pembuatannya dilakukan dengan proses fermentasi.
Terasi umumnya berbahan dasar utama udang kecil yang sering disebut juga
dengan udang rebon. Selain udang rebon, bahan baku dalam pembuatan terasi
berasal dari ikan. Terasi berbahan baku udang rebon ataupun ikan memiliki potensi
sebagai bahan pengganti penyedap rasa gurih “umami” karena adanya kandungan
asam glutamat yang dihasilkan (Karim, dkk., 2014).
2.1.2 Pewarna Alami
Pewarna alami merupakan zat warna yang berasal dari ekstrak tumbuhan
(seperti bagian daun, bunga, biji), hewan dan mineral yang telah digunakan sejak
dahulu sehingga sudah diakui bahwa aman jika masuk kedalam tubuh. Pewarna
alami yang berasal dari tumbuhan mempunyai berbagai macam warna yang
dihasilkan, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis tumbuhan, umur
tanaman, tanah, waktu pemanenan dan faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu, Food
and Drugs Administration (FDA) Amerika Serikat menggolongkan zat warna alami
ke dalam golongan zat pewarna yang tidak perlu mendapat sertifikasi atau dianggap
masih aman. Jenis-jenis zat pewarna alami yang banyak digunakan dalam industri
pangan antara lain ialah zat pewarna asal tanaman, seperti karotenoid, antosianin,
klorofil dan curcumin.
Berdasarkan sumbernya, zat pewarna alami dibagi atas:
1. Zat pewarna alami yang berasal dari tanaman, seperti: antosianin,
karotenoid, betalains, klorofil, dan kurkumin.
2. Zat pewarna alami yang berasal dari aktivitas mikrobial, seperti: zat
pewarna dari aktivitas Monascus sp, yaitu pewarna angkak dan zat
pewarna dari aktivitas ganggang.
7
arsen tidak boleh lebih dari 0,00014 persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001
persen, sedangkan logam berat lainnnya tidak boleh ada minimnya pengetahuan
produsen mengenai zat pewarna untuk bahan pangan, menimbulkan
penyalahguanaan dalam penggunaan zat pewarna sintetik yang seharusnya untuk
bahan non pangan digunakan pada bahan pangan.
Hal ini diperparah lagi dengan banyaknya keuntungan yang diperoleh oleh
produsen yang menggunakan zat pewarna sintetik (harga pewarna sintetik lebih
murah dibandingkan dengan pewarna alami ). Ini sungguh membahayakan
kesehatan konsumen, terutama anak-anak yang sangat menyukai bahan pangan
yang berwarna-warni.
Contoh-contoh zat pewarna sintesis yang digunakan antara lain indigoten,
allura red, fast green, tartrazine.
Kelarutan pewarna sintetik ada dua macam yaitu:
1. Dyes
Merupakan zat warna yang larut air dan diperjual belikan dalam bentuk
granula, cairan, campuran warna dan pasta. Biasanya digunakan untuk mewarnai
minuman berkarbonat, minuman ringan, roti, kue-kue produk susu, pembungkus
sosis, dan lain-lain.
2. Lakes
Merupakan pigmen yang dibuat melalui proses pengendapan dari
penyerapan dye pada bahan dasar, biasa digunakan pada pelapisan tablet, campuran
adonan kue, cake dan donat.
2.1.4 Perbedaan antara pewarna alami dan pewarna buatan.
Bahan pewarna alami maupun buatan digunakan untuk memberi warna
yang lebih menarik pada makanan. Biasanya orang menggunakan bahan pewarna
alami karena lebih aman dikonsumsi daripada bahan pewarna buatan. Bahan alami
tidak memiliki efek samping atau akibat negatif dalam jangka panjang. Adapun
pewarna buatan dipilih karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan
zat pewarna alami. Tabel berikut ini menunjukkan perbedaan kedua jenis pewarna
tersebut.
9
menyeluruh tampak pada produk jadinya/ merupakan bagian terbesar dari bentuk
barang.
FDA atau Food and Drug Administration yaitu badan yang bertugas
mengatur makanan, suplemen makanan, obat-obatan, produk biofarmasi, tranfusi
darah, peranti medis, peranti untuk terapi dengan radiasi, produk kedokteran hewan,
dan kosmetik di Amerika Serikat, atau secara umum dapat dikatakan sebagai
BPOM-nya Amerika Serikat (Wikipedia 2018).
FSANZ atau Food Standard Autralian New Zealand kurang lebih tujuannya
hampir sama seperti BPOM di Indonesia dan FDA di Amerika Serikat, di mana
FSANZ sendiri bertugas untuk melindungi keamanan pangan dan keselamatan
konsumen di wilayah Australia dan Selandia Baru.
BPOM atau Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan badan atau
lembaga pemerintahan yang bertugas untuk mengawasi peredaran obat-obatan dan
makanan di Indonesia.
FSA atau Food Standards Agency adalah badan yang mengawasi makanan
seperti halnya BPOM di Indonesia yang berada di kawasan Inggris.
EFSA atau European Food Safety Authority merupakan lemabaga yang
dibentuk oleh negara-negara Uni Eropa yang berwenang penuh mengawasi
masuknya produk pangan ke kawasan tersebut (Bappenas 2003).
2.2.4 Manfaat dari adanya undang-undang yang diterapkan baik oleh lembaga
internasional dan nasional
Sebagai panduan atau referensi untuk mengetahui dan mewaspadai
peredaran dari penggunaan bahan pangan tambahan yang berbahaya bagi kesehatan
dan keselamatan konsumen.
tanpa menimbulkan efek samping yang berbahaya, namun akan berbahaya apabila
melebihi ADI itu sendiri.
RDA atau Recommended Dietary Allowances atau dikenal juga Angka
Kecukupan Gizi (AKG) merupakan kecukupan rata-rata zat gizi sehari bagi hampir
semua orang sehat menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktifitas
fisik, genetik dan keadaan fisiologis untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimal. Alasannya untuk mengetahui berapa kecukupan zat gizi optimal yang
didapatkan dari suatu produk yang dikonsumsi.
PTDI atau Provisional Tolerable Daily Intake merupakan asupan harian
sementara yang dapat ditoleransi oleh tubuh. Jumlah maksimum sementara suatu
zat atau bahan dalam miligram per kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi
dalam sehari tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan. Sifatnya
sementara saja, tidak sama dengan ADI yang dapat dikonsumsi setiap hari.
Batas maksimum merupakan jumlah maksimum bahan tambahan pangan
yang diizinkan terdapat pada pangan dalam satuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan batas maksimum secukupnya adalah jumlah bahan tambahan pangan
yang diizinkan terdapat pada pangan dalam jumlah secukuonya yang diperlukan
untuk menghasilkan efek yang diinginkan.
2.2.7 BTP-BTP yang diatur dalam perundangan tersebut, terutama di bidang hasil
olahan perikanan
Tabel 2. Pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia.
Bahan Pewarna Nomor Indeks Warna (C.I.No.)
Citrus red (Food N0 2) 12156
Ponceau 3 R (Red G) 16155
Ponceau SX (Food Red N0. 1) 14700
Rhodamine B (Food Red N0. 5) 45170
Guinea Green B (Acid Green No. 3) 42085
Magenta (Basic Violet No.14) 42510
Chrysoidine (Basic Orange No.2) 11270
Butter yellow (Solveent Yellow No.2) 11020
Sudan I (Food Yellow No. 2) 12055
Methanil Yellow (Food Yellow No. 14) 13065
Auramine (Ext. D & C Yellow No.1) 41000
Oil Oranges SS (Basic Yellow No.2) 12100
Oil Oranges XO (Solvent Oranes No 7) 12140
Oil Yellow AB (Solvent Oranes No 5) 11380
Oil Yellow OB (Solvent Oranes No 6) 11390
Sumber: (Menkes RI, No. 722/Menkes/Per/IX/88)
Secara umum bahan tambahan pangan seperti pewarna sintetis yang
dilarang penggunaannya di Indonesia, khususnya dibidang perikanan ada beberapa,
seperti: methanil yellow dan rhodamin B.
Mataram dan Polres Bima yang melakukan operasi gabungan di Daerah Bima.
Hasil pengujian yang dilakukan oleh petugas BPOM terhadap air rebusan mie basah
tersebut positif mengandung formalin dan hal tersebut diakui juga oleh pelaku.
Sebelumnya AB pernah diberi peringatan oleh petugas BPOM terkait larangan
penggunaan formalin sebagai pengawet produknya dan pernah berhenti
menggunakan formalin tersebut, namun dikarenakan mengalami kerugian akibat
daya simpan yang rendah maka AB kembali menggunakan formalin untuk
produknya. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, petugas menyita satu buah jerigen yang
berisi cairan formalin, satu botol air rebusan mie yang mengandung formalin, dan
mie basah kemasan plastik sebanyak 12 Kg.
Berdasarkan laporan hasil pengujian pangan dan bahan berbahaya BPOM
RI Nomor 3/M-KASUS/U/MTRT/2013 tanggal 12 september 2013, Nomor 4/M-
KASUS/U/MTRT/2013 tanggal 12 september 2013, Nomor 5/M-
KASUS/U/MTRT/2013 tanggal 12 september 2013, diperoleh kesimpulan bahwa
barang bukti yang telah dilakukan pengujian tersebut positif mengandung formalin.
Berdasarkan surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tanggal 10 Februari
2014, AB (terdakwa) terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana
menggunakan bahan yang dilarang penggunaannya sebagai BTP sebagaimana yang
dimaksud dan diancam dalam pasal 136 huruf b UU No. 18 Tahun 2012 tentang
Pangan. Dalam surat tuntutan JPU tersebut juga disebutkan bahwa hakim
Pengadilan Negeri Raba Riba diminta untuk menjatuhkan hukuman pidana penjara
selama 7 (tujuh) bulan dikurangi masa tahanan sebelumnya. Pada tanggal 20
Februari 2014, berdasarkan surat putusan No.: 450/PID.B/2013/PN.RBI hakim
Pengadilan Negeri Raba Bima memutuskan menjatuhkan hukuman kepada
terdakwa dengan pidana penjara selama 3 bulan 15 hari. Setelah hasil keputusan
pengadilan negeri tersebut ditetapkan, terdakwa melakukan banding di Pengadilan
Tinggi Mataram dan hasil keputusan hakim di Pengadilan Tinggi Mataran tersebut
menetapkan bahwa hukuman pidana yang telah dijatuhkan hakim Pengadilan
Negeri Raba Bima relatif ringan jika dihubungkan dengan akibat yang telah
dilakukan oleh terdakwa sehingga hakim memutuskan untuk menjatuhi hukuman
pidana 6 (enam) bulan penjara kepada terdakwa.
16
3.1 Hasil
Berdasarkan hasil diskusi kelompok didapatkan beberapa parameter yang
penting dan dapat dijadikan acuan tentang bahaya penggunaan zat pewarna
berbahaya pada produk perikanan. Parameter-parameter tersebut adalah sebagai
berikut :
Menurut Praja (2015), Zat pewarna merupakan zat yang bersifat aditif
dimana efeknya terhadap kesehatan timbul dalam jangka waktu yang lama, hal
tersebut dapat menyebabkan timbulnya penyakit seperti kanker, kerusakan ginjal
dan lain-lain.
Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas
makanan antara lain; warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia
21
22
dalam makanan. Oleh karena itu, warna menimbulkan banyak pengaruh terhadap
konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan minuman sehingga produsen
makanan sering menambahkan pewarna dalam produknya. Pada awalnya, makanan
diwarnai dengan zat warna alami yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau
mineral, akan tetapi zat warna tersebut tidak stabil oleh panas dan cahaya serta
harganya mahal (Utami & Suhendi, 2009).
Beberapa alasan para produsen lebih memilih menggunakan zat pewarna
sintetis daripada zat pewarna alami diantaranya warna yang dihasilkan pewarna
sintetis lebih cerah dan lebih homogen, sedangkan zat pewarna alami lebih pudar
dan tidak homogen; pewarna sintetis memiliki banyak variasi warna, sedangkan
pewarna alami sedikit; zat pewarna sintetis harganya lebih murah sedangkan zat
pewarna alami lebih mahal; ketersediaan zat pewarna sintetis tidak terbatas,
sedangkan zat pewarna alami terbatas; zat pewarna sintetis bersifat stabil sedangkan
pewarna alami kurang stabil (Putri, et. al., 2012).
Di Indonesia, undang-undang penggunaan zat pewarna belum
memasyarakat sehingga terdapat kecendrungan penyimpangan pemakaian zat
pewarna untuk berbagai bahan pangan oleh produsen, misalnya pemakaian zat
pewarna tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai makanan. Timbulnya
penyimpangan penggunaan zat pewarna disebabkan karena tidak adanya penjelasan
dalam label yang melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan.
Haltersebut disebabkan bea masuk zat pewarna untuk makanan jauh lebih mahal
dari zat pewarna non-pangan (Winarno, 1994).
zat pewarna yang diberikan izin dalam penggunaannya maka dampak dari
penggunaan zat pewarna tentu akan berkurang.
Jumlah zat pewarna yang digunakan mempengaruhi 3 faktor yang sangat
penting yaitu :
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Bahan Tambahan Pangan (BTP) menurut PERMENKES RI No.
1168/MENKES/PER/X/1999 adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai
makanan dan bukan merupakan ingredient khas makanan; mempuyai atau tidak
mempunyai nilai gizi; dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk
maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan,
penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau
pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan
(langsung atau tidak langsung) suatu komponan yang mempengaruhi sifat khas
makanan.Menurut Praja (2015), Zat pewarna merupakan zat yang bersifat aditif
dimana efeknya terhadap kesehatan timbul dalam jangka waktu yang lama, hal
tersebut dapat menyebabkan timbulnya penyakit seperti kanker, kerusakan ginjal
dan lain-lain. Timbulnya penyimpangan penggunaan zat pewarna disebabkan
karena tidak adanya penjelasan dalam label yang melarang penggunaan senyawa
tersebut untuk bahan pangan. Haltersebut disebabkan bea masuk zat pewarna untuk
makanan jauh lebih mahal dari zat pewarna non-pangan (Winarno, 1994)
33
DAFTAR PUSTAKA
33
34
Mahdi, C. 2016. Mengenal berbagai Produk Reagen Kit Tester untuk Uji
Formalin, Borak, Zat Pewarna Berbahaya dan Kandungan Yodium pada
Garam Beryodium. Malang . Laboratorium Biokimia Universitas
Brawijaya.
Mahdi, C. Nursinah Amir. 2017. Evaluasi Pengguaan Rhodamin B pada Produk
Teras yan Dipasarkan di Kota Makassar. Program studi Kimia, Fakultas
Mateatika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Brawijaya. Malang.
Mamoto, L. V. dan F. G. Citraningtyas. 2013. Analisis Rhodamin B Pada Lipstik
Yang Beredar Di Pasar Kota Manado . Jurnal Ilmiah Farmasi 2(2): 61-66
Nugraha, P.S. 2008. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Dlaam
Perencanaan Produksi. Skripsi. Fakultas Ekonomi. Universitas Sanatha
Dharma. Yogyakarta.
Permatasari, L. 2016. Analisis Kuantitatif Rhodamin B Pada Terasi Produksi
Daerah Puger Secara Klt Densitometri . Online
http://repository.unej.ac.id/handle/ 123456789/15176
Yamlean, P. V. Y. 2011. Identifikasi Dan Penetapan Kada r Rhodam in B Pada
Jajanan Kue Berwarna Merah Muda Yang Beredar Di Kota Manado .
Jurnal Ilmiah sains 11 (2):289-295
LAMPIRAN
34
35
Presentasi
Penjelasan CLD
35