Professional Documents
Culture Documents
Nah, sungai-sungai memiliki peran penting asal mula Bumi Lancang Kuning diberi nama Riau.
Menurut sastrawan Hasan Junus yang merupakan keturunan langsung dari Raja Ali Haji mengatakan
bahwa ada tiga kemungkinan asal usul penyebutannya Riau. Pertama, toponomi Riau berasal dari
penamaan orang Portugis Rio yang berarti sungai.
Kedua, tokoh Sinbad al-Bahar dalam kitab Alfu Laila Wa Laila menyebut ''Riahi'' untuk suatu tempat di
Pulau Bintan, seperti yang pernah dikemukakan oleh almarhum Oemar Amin Hoesin dalam pidatonya
ketika terbentuknya Provinsi Riau.
Ketiga, diambil dari kata "Rioh atau Riuh" yang berarti hiruk-pikuk, ramai orang bekerja. Dari ketiga
kemungkinan di atas, kata "Rioh atau Riuh" merupakan hal yang paling sangat mendasar penyebutan
nama Riau.
Nama Riau yang berpangkal dari ucapan rakyat setempat, konon berasal dari suatu peristiwa ketika
didirikannya negeri baru di sungai Carang untuk jadikan pusat kerajaan. Hulu sungai itulah yang
kemudian bernama Ulu Riau.
Tatkala perahu-perahu dagang yang semula pergi ke Makam Tauhid (ibukota Kerajaan Johor)
diperintahkan membawa barang dagangannya ke sungai Carang di pulau Bintan (suatu tempat sedang
didirikan negeri baru) di muara sungai itu mereka kehilangan amh. Bila ditanyakan kepada awak-awak
perahu yang hilir, "di mana tempat orang-orang raja mendirikan negeri" mendapat jawaban "di sana di
tempat yang Rioh" sambil mengisyaratkan ke hulu sungai. Menjelang sampai ke tempat yang dimaksud,
jika ditanya ke mana maksud mereka, selalu mereka jawab, "Mau ke Rioh".
Gerakan ini dipelopori beberapa pemuka masyarakat Riau yang menginginkan daerah otonomi sendiri.
Gerakan ini ditandai dengan diadakanya Kongres Pemuda Riau (KRR) I, 17 Oktober 1954 di Pekanbaru.
Selanjutnya kongres membentuk Badan Kongres Pemuda Riau (BKPR), 27 Desember 1954, dengan
mengirim utusan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) di Jakarta. Keinginan rakyat Riau untuk
memiliki daerah otonomi sendiri didukung tekad pemuda dan Rakyat Riau secara serentak.
Konferensi Pemuda dan Pelajar Riau se-Sumatera Barat, 23 Oktober 1954, di BukittInggi, sangat
menentukan dan penting. Lalu diperkuat lagi oleh Kongres Pemuda Riau Komisariat Indragiri di Rengat.
Kemudian diselenggarakan Kongres Komisariat Pemuda Riau dan Kepulauan, 22 Maret 1955. Pada
sidang pleno DPRDS Bengkalis, 25 Februari 1955, dirumuskan bahan-bahan untuk konferensi
Desentralisasi/DPRDS/DPDS se-Indonesia, di Bandung, pada 10-14 Maret 1955.
Keputusannya, Riau mutlak dijadikan satu provinsi tersendiri. Ini diterima kabupaten lainnya di
Keresidenan Riau, lewat pertemuan Ketua DPRDS I antar empat kabupaten dalam keresidenan Riau di
Bengkalis, 7 Agustus 1957.
Pada 1-9 September 1957, delegasi DPRDS empat kabupaten itu lalu mengadakan pertemuan dengan
pemuka-pemuka masyarakat Riau menghadap Menteri Dalam Negeri, Mr. R. Soenaryo. Pertemuan ini
menghasilkan keterangan Nomor De/44/12/13/7, ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri.
Isinya: Persoalan itu akan diberi perhatian sperlunyadan pembagian wilayah RI dalam daerah yang
baru sedang direncanakan. Saat itu di Jakarta juga dibentuk Badan Penghubung Persiapan Provinsi Riau
dengan Wan Ghalib sebagai tokoh sentralmya.
Perkembangan berikutnya dilangsungkan Kongres Rakyat Riau (KRR), 31 Januari hingga 2 Februari
1958. Hasil Kongres Rakyat Riau I memberikan beberapa keputusan penting, yaitu:
1. Menuntut supaya Daerah Riau yang meliputi Kabupaten Kampar, Bengkalis, Indragiri dan Kepulauan
Riau, segera dijadikan daerah otonomi tingkat satu Riau (Provinsi).
2. Menyatakan bahwa yang dimaksud rakyat Riau adalah bangsa Indonesia tinggal dan mencari nafkah di
sini tanpa memandang suku.
· Kongres menugaskan kepada panitia persiapan Provinsi untuk membuat nota penjelasan mengenai
keputusan tersebut.
· Kongres menugaskan kepada Panitia Persiapan Provinsi untuk menyelenggarakan dan melaksanakan
segala pekerjaan guna mencapai tujuan tersebut.
4. Tuntutan melalui parlemen, agar pembentukan Provinsi Riau dapat disamakan dengan pembentukan
provinsi-provinsi di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Aceh.
Akhirnya Sidang Kabinet, 1 Juli 1957, menyetujui Riau dan Jambi menjadi provinsi dengan Undang-
undang Darurat No 19 Tahun 1957, dan kemudian ditetapkan dengan Undang-Undang No. 61 Tahun
1958 menjadi Provinsi Riau.
Dalam UU pembentukan daerah swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau, Jo Lembaran
Negara No. 75 Tahun 1957, daerah swantatra Tingkat I Riau meliputi wilayah daerah Swantatra tingkat
II;
1. Bengkalis
2. Kampar
3. Indragiri
4. Kepulauan Riau, termaktub dalam UU No. 12 tahun 1956 (Lem Negara Tahun 1956 No. 25)
5. Kotapraja Pekanbaru, termaktub dalam UU No. 8 Tahun 1956 No. 19
1. Rantai berjumlah 45 buah yang melingkari seluruh lambang. Mata rantai tak terputus ini
melambangkan persatuan bangsa dan tahun Proklamasi Republik Indonesia yaítu tahun 1945.
2. Padi dan kapas berjumlah 17 dan 8. Padi dan kapas íni melambangkan kemakmuran dan mengingatkan
pada tanggal proklamasi RI yaitu tanggal 17 bulan 8 (Agustus).
3. Lancang kuning (perahu layar) dengan taut yang bergelombang lima. Lancang kuning mengandung
arti kebesaran rakyat Provinsi Riau, sedangkan sogok Lancang berkepala ikan melambangkan bahwa
Riau menghasilkan banyak ikan dan mempunyai sumber-sumber penghidupan dari laut. Gelombang lima
lapis melambangkan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.
Keris berhulu kepala burung serindit. Keris ini melambangkan kepahlawanan rakyat Riau berdasarkan
pada kebijaksanaan dan kebenaran. Pada lambang tersebut terdapat tulisan RIAU berwarna merah.
Selain warna merah, lambang Provinsi Riau juga menggunakan warna-warna lain, yaitu hijau, kuning,
putih, dan sedikit warna hitam. Tiap-tiap warna itu memiliki arti dan makna yang berbeda pula.
Sebagai identitas daerah, Provinsi Riau memilih tanaman nibung (Oncosperma tigillarium) dan burung
serindit (Loriculus galgulus) sebagai maskot daerah Provinsi Riau. Keduanya dipilih untuk mewakili
Provinsi Riau karena memiliki kedekatan tersendiri dengan masyarakat Riau.
Tanaman nibung mempunyai nilai manfaat yang tinggi bagi kehidupan masyarakat Riau, sedangkan
untuk burung serindit lekat dengan mitos dan tradisi masyarakat tradisional Provinsi Riau.
Kabupaten Amril
1 Bengkalis 6.975,41 537.142 11 19/136
Bengkalis Mukminin
Kabupaten
2 Tembilahan M. Wardan 12.614,78 616.347 20 39/197
Indragiri Hilir
Kabupaten Yopie
3 Rengat 7.723,80 421.922 14 16/178
Indragiri Hulu Arianto
Kabupaten
4 Bangkinang Azis Zaenal 10.983,47 740.839 21 250
Kampar
Kabupaten
5 Kepulauan Selatpanjang Irwan Nasir 3.707,84 206.611 9 5/96
Meranti
Kabupaten
6 Teluk Kuantan Mursini 5.259,36 326.266 15 11/218
Kuantan Singingi
Kabupaten Pangkalan
7 M. Harris 12.758,45 365.817 12 14/104
Pelalawan Kerinci
Kabupaten Rokan
8 Bagansiapiapi Suyatno 8.881,59 631.238 15 25/159
Hilir
Siak Sri
10 Kabupaten Siak Syamsuar 8.275,18 415.128 14 9/122
Indrapura
[1]
1 Mohammad Amin 5 Maret 1958 6 Januari 1960 1
Kaharuddin
2 1960 1966 2
Nasution
Tidak Ada
[ket.
4 Subrantas Siswanto 1978 1980 1]
2 Oktober 6 Agustus
5 Imam Munandar
1980 1988
6
28 Desember 28 Desember
6 Soeripto
1988 1998 8
28 Desember 21 November
7 Saleh Djasit 9
1998 2003
21 November
8 Rusli Zainal 31 Juli 2008 Wan Abubakar
2003
10
21 November
9 Wan Abubakar 31 Juli 2008 Tidak Ada
2008
[ket.
21 November 12 November
(8) Rusli Zainal 2] Mambang Mit
2008 2013
11
[ket.
Mambang Mit 12 November 21 November
— 3]
(Pelaksana Tugas) 2013 2013
Lowong
[ket.
19 Februari 25 September Arsyadjuliandi
10 Annas Maamun 5]
2014 2014 Rachman
12 [ket.
25 September
— 25 Mei 2016 6] Lowong
2014
Arsyadjuliandi
Rachman Wan Thamrin
11 25 Mei 2016 Petahana Hasyim
(2017–)