You are on page 1of 13

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faktor Penyebab Merokok.

2.1.1 Rokok

Rokok adalah gulungan tembakau (kira-kira sebesar jari kelingking) yang dibungkus

daun atau kertas. Jika diberiawalan Me menjadi merokok yang artinya menghisap rokok

(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002). Merokok adalah menghisap asap tembakau yang

dibakar ke dalam tubuh kemudian menghembuskan kembali keluar (Armstrong, 2000).

Pendapat lain menyatakan bahwa perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang

berupa membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh

orang – orang disekitarnya (Levy,2004). Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus,

termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana

Tabacum,Nicotiana Rostica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin

dan tar dengan atau tanpa tambahan (Pemerintah RI, 2003 dalam Sukendro, 2007).

Rokok berisi daun – daun tembakau yang telah dicacah, ditambah sedikit racikan

seperti ngkeh, saus rokok, serta racikan lainnya. Untuk menikmati sebatang rokok perlu

dilakukan pembakaran pada salah satu ujungnya agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada

ujung yang lain (Triswanto, 2007). Para pakar ilmu politik percaya bahwa sekalipun didapati

banyak batasan mengenai terminologi demokrasi, mereka yakin bahwa doktrin dasarnya

tidak pernah berubah. Doktrin tersebut adalah adanya keikutsertaan anggota masyarakat

menyusun agenda politik yang dijadikan landasan pengambilan keputusan pemerintah (Held

1990). Karena tidak mungkin seluruh lapisan masyarakat ikut serta secara langsung dalam

penyusunan agenda politik, maka diadakan Pemilihan Umum (Imawan 1997).


Rokok dan merokok merupakan masalah yang masih sulit diselesaikan hingga saat

ini. Berbagai dampak dan bahaya merokok sebenarnya sudah dipublikasikan kepada

masyarakat, namun kebiasaan merokok masyarakat masih sulit untuk dihentikan. Dalam

rokok terkandung tidak kurang dari 4000 zat kimia beracun. Ironisnya para perokok

sebenarnya sudah mengetahui akan dampak dan bahaya dari merokok, namun masih tetap

saja melakukan aktivitas tersebut. Berbagai pihak sudah sering mengeluhkan

ketidaknyamanan mereka ketika berdekatan dengan orang yang merokok. Terbukti bahaya

merokok bukan saja milik perokok tetapi juga berdampak pada orang-orang disekelilingnya

(Imasar, 2008).

2.1.2 Faktor penyebab merokok

Dikatakan oleh Leventhal dan Cleary (Cahyani, 1995) bahwa seseorang akan

berperilaku merokok karena sebelumnya ia telah memiliki persepsi tertentu mengenai

merokok Perilaku merokok merupakan perilaku yang kompleks karena merupakan

hasil interaksi kognitif, lingkungan sosial, piskologis, conditioning dan fisiologis.

Menurut Laventhal & Cleary (dalam Oskamp, 1984) menyatakan faktor psikologis

seseorang merokok pada umumnya faktor-faktor tersebut terbagi dalam lima bagian,

yaitu:

a. Kebiasaan

Perilaku merokok menjadi sebuah perilaku yang harus tetap dilakukan tanpa

adanya motif yang bersifat negatif ataupun positif. Seseorang merokok hanya untuk

meneruskan perilakunya tanpa tujuan tertentu.

b. Reaksi emosi yang positif

Merokok digunakan untuk menghasilkan emosi yang positif, misalnya rasa

senang, relaksasi, dan kenikmatan rasa. Merokok juga dapat menunjukkan

kebanggaan diri atau menunjukkan kedewasaan.


c. Reaksi untuk penurunan emosi

Merokok digunakan untuk mengurangi rasa tegang, kecemasan biasa, ataupun

kecemasan yang timbul karena adanya interaksi dengan orang lain

d. Alasan sosial

Merokok ditujukan untuk mengikuti kebiasaan kelompok (umumnya pada

remaja dan anak-anak), identifikasi dengan perokok lain, dan untuk menentukan

image diri seseorang. Merokok pada anak-anak juga dapat disebabkan adanya

paksaan dari teman-temannya.

e. Kecanduan atau ketagihan

Seseorang merokok karena mengaku telah mengalami kecanduan. Kecanduan

terjadi karena adanya nikotin yang terkandung di dalam rokok. Awalnya hanya

mencoba-coba rokok, akhirnya tidak dapat menghentikan perilaku tersebut karena

kebutuhan tubuh akan nikotin. Sosial dalam artian perokok merokok karena adanya

orang lain atau demi pergaulan. Psikologis karena banyak perokok melakukan

perilaku merokok karena ingin mengurangi tegangan. Conditioning karena adanya

akibat yang menyenangkan setelah merokok, sehingga ingin mengulang perilaku

merokoknya dan fisiologis karena adanya bukti bahwa merokok dapat menyebabkan

tubuh tergantung pada nikotin (Prabandari, 1994).

Brigham (Cahyani, 1995) mengemukakan tiga faktor utama yang mempengaruhi

seseorang untuk merokok, yaitu: sikap dan kepercayaan terhadap merokok, pengaruh proses

sosial, proses konsep diri. Adanya kepuasan terhadap kebutuhan kebutuhan psikologis yang

dapat dipenuhi melalui merokok merupakan motivator kuat seseorang untuk terus merokok

(D’Hondt dalam Cahyani, 1995).


Menurut Grinder (Aritonang, 1997) ketika para remaja ditanya mengapa mereka

merokok, keingintahuan adalah jawaban yang paling sering diberikan. Para remaja seringkali

tertarik untuk turut serta berbagi kenikmatan, karena melihat perilaku merokok pada orang

tua, saudara yang lebih tua, teman-teman dan public figure. Kemudian mereka merokok

beberapa batang rokok dan memutuskan apakah mereka akan meneruskan perilaku tersebut

atau tidak. Mereka memberikan alasan keputusannya meneruskan untuk merokok dengan

mengatakan bahwa mereka menyukai rasa dan bau dari rokok, merokok adalah pengalaman

yang menyenangkan, merokok untuk santai atau merokok memberikan satu pekerjaan bagi

tangan mereka.

Merokok juga dijadikan satu alternatif pemecahan untuk keluar dari masalah masalah

sehari-hari yang dirasakan sebagai sesuatu yang berat dan menegangkan. Efek santai adalah

suatu hal yang dicari dari rokok ketika dalam keadaan tegang. Rokok menjadi teman yang

baik menurut para perokok, untuk berbagai ketegangan ataupun emosi-emosi negatif lainnya.

Epstein dan Perkins (Suhariyono, 1993) mengatakan bahwa merokok mempengaruhi

performansi dalam pengaturan stress psikologis. Nikotin dapat berperan dalam meningkatkan

performansi dan sebagai simultan ketika menghadapi stress.

Anak-anak muda mulai merokok karena kamauan sendiri, melihat teman, dan diajari

atau dipaksa merokok oleh teman-temannya. Merokok pada anak-anak dengan kemauan

sendiri disebabkan ingin menunjukkan bahwa ia telah dewasa. Umumnya bermula pada

perokok pasif lantas menjadi perokok aktif. Semula hanya mencoba-coba kemudian menjadi

ketagihan akibat adanya nikotin di dalam rokok

Ada beberapa macam motivasi orang untuk merokok, yaitu : ingin mengetahui rasa

rokok, agar dapat diterima dilingkungannya, sebagai ekspresi rasa bebas atau rasa

permusuhan, untuk mendapat pengalaman baru, untuk mendapat ketenangan dan untuk

menghindar serta melarikan diri dari suatu masalah yang sedang dihadapi.
Menurut Smet (1994) ada tiga tipe perokok yang diklasifikasi menurut banyaknya

rokok yang dihisap:

a. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari.

b. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.

c. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari.

Mu’tadin, (2002) mengemukakan alasan remaja merokok antara lain :

1. Pengaruh orang tua

Menurut Baer & Corado, remaja perokok adalah anak-anak yang berasal dari

keluarga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-

anaknya. Lebih kuat lagi apabila orang tua menjadi figur perokok berat,

maka\anak-anaknya mungkin sekali untuk mencontohnya.

2. Pengaruh teman

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka

semakin banyak pula kemungkinan temannya adalah perokok juga, dan demikian

sebaliknya.

3. Faktor kepribadian

Orang mencoba merokok karena alasan ingin tau atau rasa ingin melepaskan diri

dari kebosanan. Pendapat ini di dukung Atkinson (1999) yang menyatakan bahwa

orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih

menjadi perokok dibandingan dengan orang yang memiliki skor rendah.

4. Pengaruh iklan

Melihat iklan di media masa dan elektronik yang menampilkan bahwa merokok

merupakan simbol kejantanan, membuat remaja terpicu untuk mengikuti perilaku

seperti iklan tersebut.


Pendapat lain dikemukakan oleh Hansen (Sarafino, 1994) tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku merokok, yaitu :

1. Faktor biologis

Banyak penelitian menunjukkan bahwa nikotin dalam rokok merupakan salah

satu bahan kimia yang berperan penting pada ketergantungan merokok.

2. Faktor psikologis

Merokok dapat bermakna meningkatkan konsentrasi, menghalu rasa kantuk,

meningkatkan suasana, juga dapat memberikan kesan modern dan berwibawa,

sehingga bagi individu yang bergaul dengan banyak orang perilaku merokok ini

sulit untuk di hindari.

3. Faktor lingkungan sosial

Lingkungan sosial berpengaruh pada sikap, kepercayaan, dan perhatian individu

pada perokok. Seseorang akan berperilaku merokok dengan memperhatikan

lingkungan sekitarnya.

4. Faktor demografis

Faktor ini meliputi umur dan jenis kelamin. Orang yang merokok pada usia

dewasa semakin banyak (Smet,1994) akan tetapi pengaruh jenis kelamin zaman

sekarang tidak mempengaruhi, karena baik laki-laki maupun perempuan sekarang

sudah merokok.

5. Faktor sosial kultural

Kebiasaan budaya, kelas sosial, pendidikan, penghasilan dan gengsi pekerjaan

akan mempengaruhi individu untuk melakukan kebiasaan merokok (Smet, 1994).


6. Faktor sosial politik

Menambahkan kesadaran yang berakibat pada langkah-langkah politik yang

bersifat melindungi bagi orang-orang yang tidak merokok dan usaha melakukan

kampanye promosi kesehatan untuk mengurangi perilaku merokok (Smet, 1994).

2.2 Kebiasaan Merokok Pada Remaja

2.2.1 Definisi kebiasaan merokok

kebiasaan merokok pada umumnya adalah memasukkan bahan yang

berasal dari dedaunan (tembakau) yang mengandung zat tertentu (khususnya nikotin)

sebagai tindakan untuk memperoleh kenikmatan (Suharyono, 1993). Sedangkan

tingkah laku merokok adalah tingkah laku yang membahayakan kesehatan, baik bagi

perokok sendiri maupun bagi orang lain yang kebetulan menghisap rokok tersebut mj

(Pribadi, 1990.

Menurut Ogawa ( dalam Triyanti, 2006) dahulu perilaku merokok disebut suatu

kebiasaan atau ketagihan. Tetapi dewasa ini merokok disebut juga sebagai tobacco

dependency yang dapat di definisikan sebagai perilaku penggunaan tembakau yang menetap.

Perilaku merokok juga didefinisikan sebagai aktivitas subjek yang berhubungan dengan

perilaku merokoknya, yang diukur melalui intensitas merokok, waktu merokok, dan fungsi

merokok dalam kehidupan sehari-hari (Komalasari & Helmi, 2000).

Intensitas merokok sebagai wujud dari perilaku merokok menurut (Bustan, N. M.,

2000) rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari isapan perokok. Dapat ditarik

kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung menghisap

rokoknya serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun lingkungan

sekitar. Sedangkan perokok pasif adalah asap rokok yang di hirup oleh seseorang yang tidak

merokok. Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya.
Menurut (Mu’tadin,2002) intensitas kebiasaan merokok membagi jumlah rokok yang

dihisapnya setiap hari, yaitu :

a. Perokok sangat berat adalah perokok yang mengkonsumsi rokok sangat sering yaitu

merokok lebih dari 31 batang per hari dengan selang merokok lima menit setelah

bangun tidur di pagi hari.

b. Perokok berat adalah perokok yang mengkonsumsi 21-30 batang rokok setiap hari

dengan selang waktu merokok berkisar antara 6-30 menit setelah bangun tidur di pagi

hari.

c. Perokok sedang adalah perokok yang mengkonsumsi rokok cukup yaitu 11-21 batang

per hari dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun tidur di pagi hari.

d. Perokok ringan adalah perokok yang mengkonsumsi rokok jarang yaitu sekitar 10

batang per hari dengan selang waktu 60 menit setelah bangun tidur di pagi hari.

2.2.2 Faktor pembentuk perilaku

Perilaku seseorang atau subjek dipengaruhi atau di tentukan oleh faktor-faktor baik

dari dalam maupun dari luar subjek. Faktor yang menentukan ini disebut determinan

(Notoatmodjo, 2010) ada 3 teori yang sering menjadi acuan dalam penelitian-penelitian

kesehatan, yaitu :

a. Teori Lawrence Green

1. Faktor presdiposisi

Faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain

pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan

sebagainya.

2. Faktor pemungkin
Faktor yang memungkinkan perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan

faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya

perilaku kesehatan.

3. Faktor penguat

Faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Meskipun

seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak

melakukannya.

b. Teori Snehandu B. Karr

1. Adanya niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau

stimulus di luar dirinya.

2. Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (Social Support). Perilaku

tersebut cenderung memerlukan legitimasi dari masyarat di sekitarnya.

Apabila perilaku tersebut tidak memperoleh dukungan dari masyarakat, maka

ia akan merasa kurang atau tidak nyaman.

3. Terjangkaunya informasi adalah tersedianya informasi-informasi terkait

dengan tindakan yang akan diambil oleh seseorang.

4. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi untuk mengambil keputusan.

5. Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkn.

c. Teori WHO

1. Pemikiran dan perasaan

Hasil pemikiran-pemikiran dan perasaan seseorang atau lebih tepat diartikan

pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus, merupakan

modal awal untuk bertindak atau berperilaku.

2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercaya
Di dalam masyarakat dimana sikap paternalistik masih kuat, maka perubahan

perilaku masyarakat tergantung dari perilaku acuan (referensi) yang pada

umumnya adalah para tokoh masyarakat.

3. Sumber daya yang tersedia

Merupakan suatu pendukung untuk terjadinya perilaku seseorang atau

masyarakat.

4. Sosio budaya

Faktor sosio-budaya merupakan faktor eksternal untuk terbentuknya perilaku

seseorang. Hal ini dapat kita lihat dari perilaku tiap-tiap etnis di Indonesia

yang berbeda-beda, karena memang masing-masing etnis mempunyai budaya

yang khas.

2.2.3 Definisi remaja

Remaja dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai mulai dewasa,

sudah sampai umur untuk kawin. Weinner (1975) membagi masa remaja menjadi tiga

kelompok umur yaitu: remaja muda (10-14 tahun), remaja pertengahan (15-17 tahun), dan

remaja menjelang dewasa (18-20 tahun). Menurut Hurlock (1988) ada dua istilah yang

seringkali dipakai dalam pembahasan masalah remaja, yaitu Pubertas dan Adolescen.

Pubertas berasal dari kata Pubertiet, yaitu berarti usia kedewasaan, kata ini lebih menunjuk

pada perubahan fisik daripada perubahan perilaku yang terjadi pada saat individu menjadi

matang dan mampu memberikan keturunan. Sedangkan istilah Adolescen berasal dari kata

latin Adolescere yang berarti tumbuh yaitu tumbuh menjadi dewasa.

Piaget (dalam Hurlock, 1999) mengatakan bahwa secara psikologis masa remaja

adalah usia dimana individu berintregasi dengan masyarakat dewasa , usia dimana anak tidak
merasa di bawah tingkat orang yang lebih tua, melainkan berada di tingkatan yang sama

sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Hurlock, 1999 menyatakan bahwa masa remaja

merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dimulai saat anak secara

seksual matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum.

Menurut Sarwono (2005:8), “remaja dalam arti adolescenc (Inggris) berasal dari kata

adolscere yang artinya tumbuh kearah kematangan. Dalam hal ini tidak hanya berarti

kematangan fisik, tetapi terutama kematangan sosial psikologis. Remaja dalam artian

psikologis sangat berkaitan dengan kehidupan dan keadaan masyarakat, seperti masa remaja

yang sangat panjang dan ada yang hamper tidak ada sama sekali. Akan tetapi, untuk tujuan-

tujuan praktis perlu juga ditetapkan suatu batasan tertentu.

Adapun batasan remaja menurut WHO (1979) dalam Sarwono (2005:9),

dikemukakan dalam 3 kreteria yaitu biologis, psikologis dan sosial ekonomi. Maka secara

lengkap definisi tersebut berbunyi remaja adalah:

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda seksual

sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-

kanak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan

yang relatif lebih mandiri.

4. Seseorang laki-laki atau perempuan yang dapat dikatakan sebagai remaja yaitu

berumur 13 sampai dengan 21 tahun.

2.2.2 Karakteristik perkembangan remaja


Karakteristik perkembangan remaja menurut Santrock (2003), masa remaja terbagi

atas:

a. Masa remaja awal (early adolescence) berlangsung di masa sekolah

menengah pertam atau sekolah menengah akhir dan terjadi perubahan

pubertas.

b. Masa remaja akhir (late adolescence) kurang lebih terjadi pada

pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehidupan, kira-kira setelah usia

15 tahun. Minta karir, dan eksplorasi identitas sering kali lebih menonjol

di masa remaja akhir dibandingkan di masa remaja awal.


DAFTAR PUSTAKA

Widiansyah, Muhammad.(2014), Faktor-faktor Penyebab Perilaku Remaja Perokok di Desa

Sidorejo Kabupaten Penajam Paser Utara. eJournal Sosiologi. Vol. 2, Nomor

4. Halaman 1-12.

Liem, Andrian. (2014), Pengaruh Media Massa, Orang tua, dan Teman Terhadap Perilaku

Merokok Remaja di Yogyakarta. Makara Hub-Asia. Vol. 18, No. 1. Halaman

41-52.

Nasution, I, K.Perilaku Merokok Pada Remaja.2007.

Aini, Nurul. Faktor-faktor Psikologis yang Menentukan Perilaku Merokok

Pada Mahasiswi Kedokteran di Universitas Hasanuddin. 2013.

Hasanah, A. U., Sulastri. (2011), Hubungan Antara Dukungan Orang Tua, Teman Sebaya

dan Iklan Rokok Dengan Perilaku Merokok Pada Siswa Laki-laki Madrasah

Aliyah Negeri 2 Boyolali. GASTER. Vol. 8, Nomor 1. Halaman 695-705.

Rizqi, Fathul. Hubungan Presepsi Siswa Tentang Bahaya Merokok dengan Perilaku

Merokok. 2015.

You might also like