You are on page 1of 4

Stress strain curve

Kurva yang menggambarkan hubungan tekanan dan regangan (stress dan strain) suatu material (logam,
tulang, dsb).
 Stress
o Gaya yang berkerja pada permukaan suatu material.
o Stress = daya / luas penampang.
o satuan (N/m2)
 Strain
o Elongasi per satuan panjang yang disebabkan oleh stres
o Strain = perubahan pada panjang suatu object/ panjang origial suatu object
o satuan (sec-1)
 Elastic zone
o Zona dimana material akan kembali pada bentuk semula (reversible) untuk sejumlah
beban yang diberikan.
 Plastic zone
o zona dimana material tidak akan kembali ke bentuk aslinya (irreversible) untuk
sejumlah beban tertentu.
 Yield point
o Titik transisi antara deformasi elastic dan plastic
 Ultimate strength
o kekuatan maksimum dari material tersebut.
 Breaking point
o titik dimana objek gagal dan rusak (patah)
 Hooke's law
o Ketika sebuah material dimuat di zona elastis, tekanannya sebanding dengan regangan.
 Young's modulus of elasticity (E)
o Nilai dari kekakuan suaru material atau kemapuan untuk menahan deformasi pada saat
tekanan dan regangan diberikan.
o dihitung dengan membagi tekanan pada saat patah (the ultimate stress) dengan regangan
pada saat patah (the ultimate strain)
o modulus young (E) memiliki nilai yang berbeda pada masing masing material.
o modulus young (E) yang lebih tinggi menunjukkan bahan yang lebih keras yang bisa
menahan tahanan lebih besar juga.

Penanganan fraktur terbuka (Salter)


1. Cleansing the Wound.
Cuci bersih benda-benda dan kotoran yang teradapat pada luka dengan cara irigasi mengunakan larutan
steril atau larutan isotonik. Kemudian ambil kotoran yang tersisa pada luka secara hati-hati.
2. Debridement.
Seluruh jaringanyang telah mati seperti kulit, lemak subkutan, otot, dan fragment fragment tulang harus
dieksisi dan dibuang karena dapat menghambat proses penyembuhan dan dapat menimbulkan inefksi.
3. Treatment of the Fracture.
Bila luka terbuka kecil, maka fraktur dapat ditangani secara tertutup setelah luka dibersihkan dan
dilakukan debridement.
Namun bila luka sangat luas maka pada fraktur perlu dilakukan traksi skeletal atau open reduksi dengan
skeletal fixation. External fixation biasanya lebih suka digunakan, namun umumnya internal fixation
juga dapat digunakan asalkan pemasangannya tidak menimbulkan trauma yang lebih luas dan merusak
lebih banyak jaringan serta meningkatkan resiko infeksi.
4. Closure o the Wound.
Sekalipun fraktur terbuka harus ditangani dalam “golden period” 6 atau 7 jam pertama dan kontaminasi
luka tidak terlalu luas, namun penutupan luka primer segera (immediate primary closure of the wound)
adalah kontraindikasi. “Leave open fracture open”. Setelah 4 sampai 7 hari tidak ditemukan adanya
infeksi, penutupan luka primer tertunda (delayed primary closure of the wound) dapat dilakukan.
5. Antibaterial drugs.
Untuk mencegah infeksi maka obat-obat antibakteri diberikan dalam dosis besar sebelum, selama, da
setelah penanganan luka. Tak ada jaminan bahwa pemberian antibiotik dapat mencegah infeksi
dikarenakan banyak bakteri yang telah resisten terhadap antibiotik dan juga pemberian antibiotik
intravena tidak akan efektif pada luka yang telah kehilangan suply pembuluh darahnya. Pada akhirnya,
perawatan bedah luka memegang peranan lebih penting daripada pemberian antibiotik.
6. Prevention o Tetanus.
Seluruh pasien dengan fraktur terbuka membutuhkan pencegahan terhadap komplikasi tetanus. Dapat
diberikan TT (sebagai booster) atau 250 unit tetanus immune globulin (human).

Treatment Open Fracture (Apleys)


1. Antibiotic prophylaxis
Co-amoxiclav or cefuroxime is given ASAP. The antibiotics provide prophylaxis against the majority of
Gram-positive and Gram-negative bacteria that may have entered the wound at the time of injury. The
co- amoxiclav or cefuroxime (or clindamycin) is continued until wound debridement.
2. Urgent wound and fracture debridement.
Wounds of Gustilo type I and II fractures can be closed primarily at the time of debridement. With Gustilo
type IIIA fractures, some surgeons prefer to delay closure until after a ‘second look’ procedure. Delayed
cover is also usually practised in most cases of type IIIB and IIIC injuries.
The aims to render the wound free from foreign material and of dead tissue (for example, avascular bone
fragments), leaving a clean surgical field and tissues with a good blood supply throughout.
The folowing principles must be observed.
◦ Wound excision
◦ Wound extension
◦ Delivery of the fracture
◦ Removal of devitalized tissue (3C: color, consistency, contractility)
◦ Wound cleansing
◦ Nerves and tendons repair.
3. Early definitive wound cover.
A small, uncontaminated wound in a type I or II fracture may be sutured (after debridement), provided
this can be done without tension. In more severe injuries, immediate fracture stabilization and wound
cover using split-skin grafts, local or distant flaps are ideal.
Return to surgery for a ‘second look’ should have definitive fracture fixation and wound coverage as an
objective. It should be done within 48–72 hours, and not later than 5 days.
4. Stabilization of the fracture.
Stabilizing the fracture is important in reducing the likelihood of infection and assisting recovery of the
soft tissues. The method of fixation selected depends on the degree of contamination, time from injury
to operation and amount of soft-tissue damage.
If wound cover is delayed, external fixation can be used as a temporary measure. The external fixator
may be exchanged for internal fixation at the time of definitive wound cover as long as:
(1) the delay to wound cover is less than 7 days;
(2)wound contamination is not visible; and
(3) internal fixation can control the fracture as well as the external fixator.

You might also like