You are on page 1of 62

TUGAS BESAR

EKPLORASI BATUBARA DI
PT. BINA INSAN MAKMUR SENTOSA
KECAMATAN GUNUNG BINTANG AWAI
KABUPATEN BARITO SELATAN
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Diajukan Oleh:
FAKHRI AFIF RIFA’I
Nim: 16080024

PRODI D3 TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018

1
HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdullah, Segala puji bagi ALLAH SWT, kita memuji –Nya, dan meminta
pertolongan ,permohonan serta petunjuk dari-Nya. Kita berlindung kepada ALLAH SWT.
dari kejahatan diri kita dan kejahatan yang ada disekitar kita. Barang siapa yang mendapat
petunjuk dari ALLAHSWT. maka tidak ada satupun yang dapat menyesatkannya dan barang
siapa yang sedang dalam keadaan tersesat makan akan kembali kejalan-Nya. Aku bersaksi
tiada tuhan selain ALLAH SWT. dan aku bersaksi nabi Muhammad SAW. adalah utusan
ALLAH SWT.

Persembahan tugas besar ini dan rasa terimakasih aku ucapkan untuk:
1. Keluargaku tercinta, kedua orang tuaku beserta kakak dan adikku yang telah
mendoakan serta memberi dukungan secara moril dan materil agar dapat menjadi
orang yang berbagia dunia dan akhirat.
2. Dosen- dosenku yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat agar aku bisa
menyelesaikan tugas besar ini.
3. Sahabat –sahabatku, Evan Jonea, Dinda Lestari dan Wina partiwi yang telah memberi
semangat disaat motivasi belajarku berkurang.
4. Teman- teman seperjuangan yang telah membantuku dalam memahami pelajaran yang
tidak aku mengerti.

2
ABSTRAK

Coal or coal is one of the fossil fuels. The general sense is that burning sedimentary
rocks, formed from organic sediments, are primarily plant debris and formed through the
process of maturation. The main elements consist of carbon, hydrogen and oxygen. Coal is
also an organic rock that has complex physical and chemical properties that can be
encountered in various forms. The elemental analysis gives formulas of empirical formulas
such as C137H97O9NS for bituminous and C240H90O4NS for anthracite.
Coal quality is the physical and chemical properties of coal that affect its potential
usefulness. The quality of coal is determined by its mineral and mineral matter, and by the
degree of coalification (rank). Generally, to determine the quality of coal is done chemical
analysis on coal which is in the form of proximate analysis (Proximate Analysis) and ultimate
analysis (Ultimate Analysis).

Batu bara atau batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah
batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa
tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon,
hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia
yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisis unsur memberikan rumus formula
empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminous dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang mempengaruhi
potensi kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh maseral dan mineral matter
penyusunnya, serta oleh derajat coalification (rank). Umumnya, untuk menentukan kualitas
batubara dilakukan analisa kimia pada batubara yang diantaranya berupa analisis proksimat
(Proximate Analysis) dan analisis ultimat (Ultimate Analysis).

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, Mei 2018

Penyusun

4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................................ii
ABSTRAK..............................................................................................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
DAFTAR TABEL.................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................ix
BAB I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah..........................................................................10
I.2 Maksud dan Tujuan.................................................................................11
I.3 Lokasi Daerah Penyelidika......................................................................14
I.4 Keadaan Lingkungan...............................................................................14
I.4.1 Morfologi.........................................................................................14
I.4.2 Tata Guna Lahan..............................................................................16
I.4.3 Iklim dan Curah Hujan....................................................................16
I.4.4 Penduduk, Sosial, Ekonomi, dan Budaya........................................17

I.5 Waktu......................................................................................................18
I.6 Metode dan Peralatan..............................................................................19
I.7 Pelaksanaan.............................................................................................20
BAB II. GEOLOGI
A. GEOLOGI
Geologi Umum
Geotektonik kalimantan
Stratigrafi Regional
Struktur Geologi Regional
B. Landasan Teori
Pengertian batubara
Proses ekplorasi batubara
BAB III. KEGIATAN PENYELIDIKAN
III. Kegiatan Penyelidikan............................................................................60
III.1. Kegiatan sebelum lapangan
III.2. Kegiatan dilapangan
III.2.1. Pemetaan Geologi
III.2.2. Pemboran
III.3. Penyelidikan Laboratorium .................................................................76
III.3.1. Pengambilan sampel
III.3.2. Analisis kimia
III.3.3. Analisis fisika
III.4. Pengolahan Data ................................................................................86
BAB IV. PEMBAHASAN

5
BAB V. PENUTUP
Kesimpulan .............................................................................................166
Saran ........................................................................................................167
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

TABEL 1.1 Daftar IUP Eksplorasi PT. BIMS......................................1


TABEL 1.3 Waktu Pelaksanaan Eksaplorasi.......................................4
TABEL 2.1 Kolom Stratigrafi Wilayah IUP PT.BIMS.......................5
TABEL 3.1 Daftar Koordinat Blok Prospek Batubara Wilayah IUP...6
TABEL 3.2 Daftar Sampel Dan Hasil Analisa ....................................7
TABEL 4.1 Bore Hole..........................................................................8
TABEL 5.1 Daftar Sampel Hasil Pemboran.........................................9
TABEL 6.1 Perhitungan Sumber Daya Terukur Kedalaman 50m......10
TABEL 6.1 Perhitungan Sumber Daya Terukur Kedalaman 100m....11

6
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1.1 Peta Lokasi dan Kesampaian Daerah Peninjauan


GAMBAR 1.2 Moerfologi daerah Peninjauan PT.BIMS
GAMBAR 1.3 Satuan Geomorfologi Perbukitan
GAMBAR 1.4 Satuan Geomorfologi Pendataran
GAMBAR 1.5 Hutan Kayu Jati Dan Karet Didaerah IUP
GAMBAR 1.6 Jalur Logging PT. Sindo Lumber Di wilayah IUP
GAMBAR 2.1 Simplifikasi Peta Kalimantan
GAMBAR 2.2 Penampang Cekungan Barito
GAMBAR 3.1 Proses Pemboran
GAMBAR 3.2 Proses Pemboran
GAMBAR 3.3 Proses Pemboran
GAMBAR 4.1 Singkapan Batu Gamping
GAMBAR 4.2 Singkapan Batubara
GAMBAR 4.3 Singkapan Batubara
GAMBAR 4.4 Singkapan Barubara
GAMBAR 4.5 Singkapan Batubara
GAMBAR 4.6 Singkapan Batubara
GAMBAR 4.7 Singkapan Batubara
GAMBAR 4.8 Singkapan Batubara
GAMBAR 4.9 Singkapan Batubara
GAMBAR 4.10 Singkapan Batubara
GAMBAR 4.11 Singkapan Batubara
GAMBAR 4.12 Singkapan Batubara
GAMBAR 4.13 Singkapan Batubara
GAMBAR 4.14 Singkapan Batubara
GAMBAR 4.15 Singkapan Batubara
GAMBAR 4.16 Singkapan Batubara
GAMBAR 5.1 Klasifikasi Perhitungan Sumberdaya Batubara
GAMBAR 5.2 Sketsa Perhitungan Sumberdaya Batubara

7
DAFTAR LAMPIRAN

8
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Bergejolaknya harga minyak mentah dunia yang terus meningkat, yang dipicu
oleh memanasnya konflik politik di negara - negara penghasil minyak bumi, diperparah
dengan krisis ekonomi global yang menimpa negara adikuasa seperti Amerika dan
beberapa negara di Eropa yang notabene sebagai operator produsen migas, sehingga
perlu dicarikan sumber energi alternatif lain selain migas untuk menunjang ketahanan
energi nasional.
Batubara adalah bagian dari sumber energi nasional yang potensial untuk
memenuhi kebutuhan energi saat ini dan masa depan.Sebagai komplemen BBM
sebagian besar batubara di dalam negeri digunakan sebagai bahan bakar untuk
pembangkit tenaga listrik, sedangkan untuk industri umumnya dipakai untuk pabrik
semen dan sebagian kecil bahan bakar boiler pada pabrik tekstil.
Kalimantan Tengah termasuk salah satu daerah di Indonesia yang memiliki
potensi sumber daya alam yang melimpah. Beberapa sumber daya pembangunan,
seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, industri dan
pariwisata, termasuk sektor pertambangan, telah dimanfaatkan dan akan terus
dikembangkan seiring dengan program pembangunan yang berkesinambungan.
Menurut laporan penyelidikan terdahulu bahwa di daerah Barito Selatan sudah
diketahui adanya keterdapatan kandungan bahan galian batubara dengan batuan
penyusunnya terdiri dari Formasi Berai, Formasi Warukin dan Formasi Montalat yang
merupakan formasi pembawa batubara (coal bearing formation).

Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Barito Selatan Nomor : 156 Tahun 2010
tentang Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi kepada PT. Bina Insan

9
Makmur Sentosa, tertanggal 26 Maret 2010. Atas dasar hal tersebut di atas maka telah
dilakukan kegiatan eksplorasi pengamatan geologi batubara di daerah Kecamatan Gunung
Bintang Awai, Kabupaten Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah.
I.2. Maksud dan Tujuan
Kegiatan eksplorasi pengamatan geologi batubara ini dimaksudkan untuk
mengetahui pola sebaran lapisan batubara di permukaan dengan cara pengumpulan data
semaksimal mungkin meliputi; ketebalan lapisan batubara dan batuan lain sebagai
pengapitnya, sifat fisik, arah jurus dan kemiringan perlapisan serta ketepatan lokasi
singkapan yang diukur dengan alat Global Positioning System (GPS). Data-data tersebut
akan ditafsirkan guna mengetahui pola sebaran lapisan batubara secara lateral yang
kemudian akan dideterminasi dengan melakukan pemboran di beberapa titik.
Adapun tujuan yang akan dicapai antara lain : agar dapat dijadikan sebagai dasar
pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk kegiatan lebih lanjut dalam rangka
usaha pertambangan batubara di wilayah IUP Eksplorasi. PT. Bina Insan Makmur Sentosa
(BIMS).
Secara administratif lokasi wilayah Ijin Usaha Pertambangan Eksplorasi PT. Bina Insan
Makmur Sentosan (BIMS) termasuk Kecamatan Dusun Utara dan Kecamatan Gunung
Bintang Awai, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah, dengan luas sekitar
5.000 hektar.
Sedangkan secara geografis lokasinya dibatasi oleh koordinat-koordinat sebagai berikut :
(lihat Tabel 1. 1)

Tabel 1.1. Daftar Koordinat IUP Eksplorasi PT. Bina Insan Makmur Sentosa

BUJUR
TITIK TIMUR LINTANG SELATAN
° ‘ “ ° ‘ “

1 115 09 00 01 23 00

2 115 14 27 01 23 00

10
3 115 14 27 01 20 19.68

4 115 15 00 01 20 19.68

5 115 15 00 01 26 18

6 115 12 00 01 26 18

7 115 12 00 01 24 9.5

8 115 10 52 01 24 9.5

9 115 10 52 01 24 00

10 115 09 00 01 24 00
Gambar 1.1. Peta Lokasi dan Kesampaian Daerah Peninjauan
I.4.Keadaan Lingkungan
I.4.1.Morfologi
Daerah eksplorasi pengamatan geologi batubara adalah bagian dari Provinsi
Kalimantan Tengah, secara geografi merupakan perbukitan bergelombang dengan
ketinggian antara 55 m sampai dengan 100 m di atas permukaan air laut dengan
kemiringan lereng antara 15o sampai dengan 400, seperti yang terlihat dalam Gambar
1.2. di bawah ini.
Gambar 1.2 : Morfologi Daerah Peninjauan PT. Bina Insan Makmur Sentosa

11
Morfologi daerah eksplorasi terdiri dari dua satuan yaitu satuan perbukitan sedimen
denudasional dan satuan pedataran karst.
Morfologi satuan perbukitan sedimen denudasional menempati bagian barat dari

daerah eksplorasi dihuni oleh batuan sedimen seperti batulanau dengan sisipan batubara,
batupasir kuarsa berbutir halus, membentuk perbukitan bergelombang (Foto 1.1.)

Foto 1.3. Satuan Geomorfologi Perbukitan Sedimen Denudasional. Foto


diambil dari arah Selatan Belingo kearah Utara.

12
Morfologi satuan pedataran karst menempati bagian timur dan selatan daerah
eksplorasi dihuni oleh satuan batugamping yang membentuk gua-gua kars dan aliran
sungai bawah tanah.
Pola aliran sungai yang berkembang berupa pola anastomatik dengan sungai utama
adalah Sungai Balingo dan Sungai Ngurit, kedua sungai tersebut bermuara di sungai Ayuh
di sebelah selatan Blok IUP PT. Bina Insan makmur sentosa

Foto 1.4. Satuan Geomorfologi Pedataran Karst. Foto diambil dari daerah
Belingo kearah tenggara.

I.4.2. Tata Guna Lahan


Daerah eksplorasi pemetaan geologi batubara sebagian besar merupakan bekas hutan
produksi dari PT Sindo Lumber dan sebagiuan kecil hutan sekunder, sering dimanfaatkan sebagai
lahan kebun karet, coklat dan hutan kayu jati meskipun ada sebagian daerah yang dimanfaatkan
sebagai lahan perladangan padi darat dan lahan pemukiman tempat tinggal penduduk.

Foto 1.5. Hutan kayu jati dan kebun karet di wilayah IUP Eksplorasi
PT.BIMS

I.4.3. Iklim dan Curah Hujan

Iklim daerah penyelidikan adalah tropis dicirikan dengan terdapatnya hutan kayu
yang berukuran cukup besar dan tinggi. Curah hujan berpatokan kepada dua musim yaitu

13
musim kemarau dan musim penghujan. Musim penghujan biasanya terjadi antara bulan
September sampai dengan bulan Pebruari sedangkan musim kemarau biasanya terjadi
mulai bulan Maret sampai dengan Agustus meskipun diantara bulan tersebut kadang-
kadang turun hujan tapi tidak merata.

I.4.4. Penduduk, Sosial, Ekonomi dan Budaya


Wilayah IUP. PT. Bina Insan Makmur Sentosa (BIMS) termasuk Kecamatan Gunung
Bintang Awai, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah, meliputi Desa Ngurit
dan Desa Malungai Raya.Mata pencaharian penduduk di daerah ini umumnya berkebun
karet, kebun jati, coklat, padi darat dan ada juga yang bekerja sebagai pedagang.
Suku Dayak merupakan suku asli penduduk setempat sedangkan suku Banjar, suku
Jawa adalah sebagai pendatang. Bahasa yang digunakan yaitu bahasa dayak, banjar, jawa dan
bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.Penduduk daerah ini hampir seimbang antara
menganut agama Kristen Protestan, Katolik dengan agama islam.
Sarana keperluan umum seperti pasar tradisional yang ramainya hanya sekali dalam satu
minggu, sarana pendidikan mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan Sekolah
Menengah Atas, mesjid dan gereja sudah tersedia di Desa Baturaya yang terletak disebelah
timurlaut daerah peninjauan. Di Desa Baturaya telah dibangun sebuah Tower Telekomunikasi
oleh INDOSAT. Daerah peninjauan ini dilalui oleh jalan raya provinsi di bagian tepi barat
yang menghubungkan Muarateweh dengan Ampah.dan jalan logging perusahan kayu PT.
Sindo Lumber mulai dari bagian barat sampai dengan timurluat daerah peninjauan.
Foto 1.6. Jalan Logging PT. Sindo Lumber melintasi wilayah IUP Eksplorasi PT. Bina Insan
Makmur Sentosa (BIMS)

14
I.6.Metoda dan Peralatan
Metode pelaksanaan kegiatan eksplorasi meliputi pemetaan geologi permukaan
dengan mengamati singkapan – singkapan batuan yang dijumpai, deskripsi batuan
meliputi : jenis batuan, kedudukan batuan, struktur batuan, warna, ukuran butir, bentuk
butir, dll. Selain itu juga mengamati struktur geologi yang berkembang pada daerah
tersebut.
Pada beberapa lokasi yang terdapat singkapan batubara dilakukan pengambilan
conto untuk kemudian dibawa kelaboratorium untuk dianalisa.
Setelah semua data diplotkan kedalam peta geologi, barulah kemudian ditentukan titik – titik
pemboran untuk mendeterminasi keakuratan dari penarikan kemenerusan batuan di permukaan dan
membuat model rekonstruksi bawah permukaan khususnya geometri batubara.

Adapun peralatan yangdigunakan antara lain :


- Alat tulis - Pita Ukur / meteran
- Cangkul - Palu Geologi
- GPS - Printer & Scanner
- Kamera - Plastik sampel
- Kendaraan Operasional - Peta Topografi skala 1 : 50.000
- Kompas geologi - Peralatan logistik lainnya
- Laptop - Ransel
Mesin pemboran (Jacro
- Linggis 175)
-
Peta Geologi Lembar Buntok skala 1:250.000, (Soetrisno, dkk., 1994), P3G Bandung

15
I.7.Pelaksana
PT. Bina Insan Makmur Sentosa bekerja sama dengan suatu perusahaan jasa survey PT. Mahameru
Jaya untuk melakukan kegiatan eksplorasi tersebut dengan tenaga pelaksana sebagai berikut :

1. Maruli Tua J.F, ST : Penangung jawab kegiatan


2. Endang Suganda, Dipl.EG. : Geologist
3. Didi Cahyadi, ST : Geologist
4. Allan Munggar, ST : Geologist
5. Thomson Tumanggor : Logistik
6. Gindo : Mekanik
7. Bambang Widianto : Pengemudi

28
BAB II
GEOLOGI

A. GEOLOGI
II.1. Geologi Umum
Secara geologi regional endapan batubara ditemukan dalam suatu cekungan sedimen
melalui proses pembatubaraan (coalification). Endapan batubara biasanya hanya ditemukan
dalam cekungan – cekungan yang pada saat pengendapan material sedimen muncul di
permukaan danau, delta, rawa dan bisa juga laut pada suatu sistem geologi tertentu. Sistem
geologi tertentu tersebut meliputi daerah yang sangat luas (regional) dengan beberapa
unsurnya seperti gunung, lautan, sungai, jalur sesar, gempa, dimana semua unsur tersebut
dapat saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, Pulau Kalimantan memiliki sejarah geologi
yang cukup panjang (sekitar 65 juta tahun yang lalu) dan proses pembentukan batubara
dimulai pada awal Zaman Tersier tepatnya pada Kala Eosen Tengah (sekitar 45 juta tahun
yang lalu).
Pemahaman geologi regional dimaksudkan untuk dapat menguraikan proses-proses
geologi yang berpengaruh terhadap keterdapatan batubara di daerah penelitian sehingga dapat
membantu analisis-analisis dalam eksplorasi awal sampai eksplorasi rinci, antara lain :
1. Mendapatkan gambaran variasi dan susunan umur batuan
2. Mendapatkan gambaran pola geometri (struktur geologi) tubuh lapisan
batubara
3. Dasar pemikiran untuk korelasi lapisan batubara, baik lateral maupun vertikal,
kemana arah menipis atau menebal lapisan batubara.

II.2. Geotektonik Kalimantan


Faktor letak geotektonik sangat memegang peran penting dalam hubungannya dengan
pembentukan cekungan pengendapan batubara. Dengan memahami latak geotektonik suatu
cekungan maka akan terlihat topografi purba dimana batubara terbentuk sehingga bisa
diketahui atau diperkirakan adanya daerah tepi daratan, arah pengendapan dan sumber
material sedimen di suatu cekungan.

Elemen tektonik di Kalimantan terdiri dari tinggian – tinggian seperti terlihat pada gambar 3,
yaitu :

1. Pegunungan Schwaner di sebelah barat


2. Pegunungan Meratus, Tinggian Paternoster dan Patahan Adang di sebelah timur
3. Punggungan Mangkalihat, Kuching dan Samporna di sebelah utara.

29
Selain tinggian – tinggian tersebut di atas terdapat pula beberapa cekungan – cekungan Tersier
diantara elemen struktur mayor (tinggian-tinggian), yaitu:
- Cekungan Melawi dan Ketungau di sebelah barat
- Cekungan Barito, Kutai dan Tarakan di sebelah timur

Daerah penelitian termasuk ke dalam Cekungan Barito, cekungan ini meliputi daerah
seluas 70.000 km2, terletak di antara dua elemen Pra-Tersier (Mesozoikum), (Gambar 2.1.)
berumur sekitar 65 juta tahun yang lalu yaitu :

Pegunungan Schwaner yang merupakan bagian Paparan Sunda di sebelah barat terdiri
dari batu granit (batuan kerak benua) dan batuan metamorf. Pegunungan Schwaner telah stabil
menjadi daratan sepanjang Zaman Tersier hingga saat ini, dan terbentuk sejak akhir Zaman
Kapur. Pegunungan ini juga berperan sebagai sumber utama material sedimen klastik di
Cekungan Barito pada Zaman Tersier. (R. Haryanto dan Baharuddin, 1995).

Gambar 2.1. : Simplifikasi peta geologi Kalimantan


Pegunungan Meratus yang merupakan suatu jalur mélange dan ofiolit (batuan
metamorf), di sebelah timur, muncul menjadi daratan sejak akhir Kala Miosen dan menjadi
sumber material sedimen pada Kala Pliosen di Cekungan Barito. (R. Haryanto dan
Baharuddin, 1995).
Tinggian melintang paternoster atau Patahan Mendatar Adang merupakan elemen
struktur besar yang memiliki sifat gerak mengiri (sinistral) yang memisahkan Cekungan

30
Barito dan Cekungan Kutai. Patahan ini juga mendeformasi batuan sepanjang batas antara
Cekungan Barito dan Kutai. (A.W. Satyana, 1997).
Simplifikasi peta geologi Kalimantan, menunjukkan elemen-elemen struktur mayor cekungan-
cekungan, ketebalan sedimentasi Masa Koneozoikum, endapan gambut-batubara dan akumulasi minyak
bumi. Modifikasi dari Wilson dan Moss, 1998. (diambil dari Steve J. Moss dan John L.C. Chambers

dalam Prosiding Indonesian Petroleum Association 1999, halaman 188).

Gambar 2.2. Penampang Cekungan Barito (Sumber : Schlumberger – Formation Evaluation


Conference Indonesia, 1986)

Suatu penampang melintang melalui Cekungan Barito menunjuk-kan gambaran


asimetrik (Gambar 3.2) disebabkan adanya gerak naik dan gerak ke arah barat dari
Pegunungan Meratus. Sedimen-sedimen Neogen ditemukan paling tebal sepanjang bagian
timur Cekungan Barito lalu menipis ke arah barat terhadap batuan dasar dari Paparan Sunda/
Pegunungan Schwaner.

II.3. Stratigrafi Regional

Secara regional daerah penelitian termasuk ke dalam peta geologi.Lembar Buntok skala
1:250.000, (S. Supriatna, dkk. 1994).Urutan stratigrafi regional dari tua ke muda adalah :

1. Formasi Berai
Formasi ini terdiri dari batugamping dengan sisipan batulempung, napal dan batubara,
sebagian tersilikakan dan mengandung limonit. Batugamping berfosil foram besar. Formasi
ini diendapkan di laut dangkal menempati perbukitan Kars yang terjal.

2. Formasi Montalat
Formasi Montalat terdiri dari batupasir kuarsa putih berstruktur silang siur, bersisipan
batulanau/serpih dan batubara. Formasi ini merupakan formasi pembawa batubara, diendapkan

31
di laut dangkal terbuka dan mempunyai hubungan menjemari dengan Formasi Berai yang
berumur Oligosen sampai Miosen Awal.

3. Formasi Warukin
Formasi ini terdiri dari batupasir kasar-sedang, sebagian konglome-ratan, batulanau dan
serpih sebagai sisipan, setengah padat,berlapis dan berstuktur silang siur. Struktur lipatan
terbuka dengan kemiringan lapisan sekitar 100. Formasi ini berumur Miosen Tengah – Miosen
Atas, dengan tebal bisa mencapai 500 m, dan diendapkan di daerah transisi. Formasi Warukin
berada selaras di atas Formasi Berai dan Montalat. Formasi ini menempati daerah dataran
menggelombang landai, di luar blok wilayah PT. Bina Insan Makmur Sentosan (BIMS).

II.4. Struktur Geologi Regional


Pemahaman struktur geologi secara regional di daerah pengamatan akan sangat membantu
dalam memperkirakan pola sebaran batubara di bawah permukaan.
Berdasarkan peta geologi regional lembar Buntok skala 1:250.000 yang disusun oleh S.
Supriatna, dkk, 1994, (PPPG Bandung), diketahui bahwa di atas batuan dasar (basemant),
batuan sedimen Pra-Tersier telah mengalami struktur deformasi dan membentuk lipatan
antiklin, sinklin dan sesar.
Kemiringan sayap lipatan sangat bervariasi mulai dari 100 sampai 450. Sumbu lipatan
umumnya berarah utara selatan ada pula yang utaratimurlaut – selatanbaratdaya. Antiklin
umumnya tidak simetris, sayap antiklin di bagian timur lebih tajam dari pada sayap di sebelah
barat. Sesar yang ada umumnya sesar normal dan sesar normal geser.
Pada akhir Miosen Tengah kegiatan blok Meratus mengakibatkan Cekungan Barito
menjadi terisolir dari laut terbuka ke arah timur.
B. LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN BATUBARA
Batubara adalah suatu jenis bahan bakar yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan purba dan
terbentuk dalam suasana basa selama jutaan tahun. Adapun fungsi dan kegunaan batubara adalah
sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan bahan bakar untuk industri. Terdapat 3
macam bahan bakar yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan purba adalah antara lain seperti gambut, batubara
muda dan batubara.

Teori terbentuknya batubara dialam


Terdapat 2 kemungkinan terbentuknya batubara dialam yakni antara lain kemungkinan teori insitu
dan teori drift, berikut penjelasan lebih lengkapnya :

32
1. Teori insitu
Kemungkinan dengan teori insitu adalah jika batubara terbentuk di lokasi pengendapan tumbuh-
tumbuhan tanpa transportasi ketempat lain. Sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati tidak mengalami
proses pemindahan dan langsung tertutup oleh lapisan sedimen serta mengalami proses pembentukan
lapisan batubara.

2. Teori drift
Adapun kemungkinan dengan teori drift adalah jika bahan-bahan pembentuk lapisan batubara
berada ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan asal hidup dan berkembang. Sisa-sisa
tumbuhan dapat terangkut oleh air dan terkumpul disuatu tempat, tumbuhan ini kemudian tertutup oleh
batuan sedimen dan mengalami proses pembentukan batubara.

B. EKSPLORASI

Tahapan eksplorasi batubara sebagaimana tercantum dalam Standar Nasional Indonesia,


Amandemen 1 – SNI – 13-50141998, tentang Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan
Indonesia, umumnya dilaksanakan dalam beberapa tahap:

1. Survey Tinjau
Survey tinjau merupakan tahap eksplorasi batubara yang paling awal dengan tujuan untuk
mengidentifikasi daerah-daerah yang mengandung endapan batubara yang prospek untuk
diselidiki lebih lanjut. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi studi geologi regional,
interpretasi potret udara, geofisika, dan peninjauan lapangan pendahuluan. Sebelum dilakukan
kegiatan survey tinjau, perlu dilakukan:
- Studi Literatur, sebelum memilih lokasi-lokasi eksplorasi dilakukan studi terhadap
data dan peta-peta yang sudah ada (dari survei-survei terdahulu), catatan-catatan lama, laporan-
laporan temuan dll, lalu dipilih daerah yang akan disurvei. Setelah pemilihan lokasi ditentukan
langkah berikutnya, studi faktor-faktor geologi regional dan provinsi metalografi dari peta
geologi regional sangat penting untuk memilih daerah eksplorasi, karena pembentukan endapan
bahan galian dipengaruhi dan tergantung pada proses-proses geologi yang pernah terjadi, dan
tanda-tandanya dapat dilihat di lapangan.
- Survey dan Pemetaan, jika peta dasar (peta topografi) dari daerah eksplorasi sudah
tersedia, maka survei dan pemetaan singkapan (outcrop) atau gejala geologi lainnya sudah dapat
dimulai (peta skala 1 : 200.000 sampai 1 : 50.000). Tetapi jika belum ada, maka perlu dilakukan
pemetaan topografi lebih dahulu. Kalau di daerah tersebut sudah ada peta geologi, maka hal ini
sangat menguntungkan, karena survei bisa langsung ditujukan untuk mencari tanda-tanda
endapan yang dicari (singkapan), melengkapi peta geologi dan mengambil conto dari singkapan-
singkapan yang penting

2. Prospeksi
Pada tahap ini, dilakukan pemilihan lokasi daerah yang mengandung endapan batubara
yang potensial untuk dikembangkan dengan tujuan untuk mengidentifikasi sebaran dan potensi
endapan batubara yang akan menjadi target eksplorasi selanjutnya. Pemboran uji pada tahap ini
bertujuan untuk mempelajari stratigrafi regional atau litologi, khususnya di daerah yang

33
mempunyai indikasi adanya endapan batubara. Jarak antar titik bor berkisar dari 1000 sampai
3000 meter. Pada tahap ini peta yang dipakai mulai dari 1:50.000 sampai 1:25.000

3. Eksplorasi Pendahuluan
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperoleh gambaran awal tentang endapan
batubara yang meliputi jarak titik pengamatan, ketebalan, kemiringan lapisan, bentuk, korelasi
lapisan, sebaran, struktur geologi dan sedimen, kuantitas dan kualitasnya. Jarak antar titik bor
berkisar 500 – 1000 meter, skala peta yang digunakan mulai dari 1: 25.000 sampai 1:10.000.
Sesuai dengan Keputusan Direktur Jendral Pertambangan Umum No. 661.K/201/DDJP/1996
tentang Pemberian Kuasa Pertambangan, Laporan Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum
perlu dilampiri dengan beberapa peta:
- Peta lokasi/situasi
- Peta geologi lintasan dan singkapan (skala 1:25.000)
- Peta kegiatan penyelidikan umum, termasuk lokasi sumur uji, parit uji, pengambilan
contoh batubara (skala 1:10.000)
- Peta anomali geofisika, bila dilakukan (skala 1:10.000)
- Peta penyebaran endapan batubara dan daerah prospek (skala 1:10.000)
- Peta wilayah rencana peningkatan Kuasa Pertambangan
- Penampang sumur uji
- Penampang parit uji
- Penampang lubang bor
Dari kegiatan ini akan dihasilkan model geologi, model penyebaran endapan, gambaran
mengenai cadangan geologi, kadar awal, dll. dipakai untuk menetapkan apakah daerah survei
yang bersangkutan memberikan harapan baik (prospek) atau tidak. Kalau daerah tersebut
mempunyai prospek yang baik maka dapat diteruskan dengan tahap eksplorasi selanjutnya.

4. Eksplorasi Rinci
Setelah tahapan eksplorasi pendahuluan diketahui bahwa cadangan yang ada mempunyai
prospek yang baik, maka diteruskan dengan tahap eksplorasi detail (White, 1997). Kegiatan
utama dalam tahap ini adalah sampling dengan jarak yang lebih dekat (jarak antar titik bor 200
meter), yaitu dengan memperbanyak sumur uji atau lubang bor untuk mendapatkan data yang
lebih teliti mengenai penyebaran dan ketebalan cadangan (volume cadangan), penyebaran
kadar/kualitas secara mendatar maupun tegak. Dari sampling yang rapat tersebut dihasilkan
cadangan terhitung dengan klasifikasi terukur, dengan kesalahan yang kecil (<20%). Sebelum
dilakukan kegiatan ini, dilakukan terlebih dahulu studi kelayakan dan amdal, geoteknik,
sertageohidrologi. Skala peta yang digunakan adalah 1:2.000 sampai 1:500. Pengetahuan atau
data yang lebih akurat mengenai kedalaman, ketebalan, kemiringan, dan penyebaran cadangan
secara 3-Dimensi (panjang-lebar-tebal) serta data mengenai kekuatan batuan sampling, kondisi
air tanah, dan penyebaran struktur (kalau ada) akan sangat memudahkan perencanaan kemajuan
tambang, lebar/ukuran bahwa bukaan atau kemiringan lereng tambang. Juga penting untuk
merencanakan produksi bulanan/tahunan dan pemilihan peralatan tambang maupun prioritas
bantu lainnya. Sesuai dengan Keputusan Direktur Jendral Pertambangan Umum No.
661.K/201/DDJP/1996 tentang Pemberian Kuasa Pertambangan, Laporan Kuasa Pertambangan
Eksplorasi perlu dilampiri dengan ebberapa peta:
- Peta lokasi/situasi
- Peta topografi (skala 1:500 sampai 1:2.000)
- Peta kegiatan eksplorasi, meliputi lokasi singkapan batubara, sumur uji, parit uji,
pemboran, dan pengambilan contoh batubara (skala 1:2.000 sampai 1:10.000)
- Peta geologi daerah (skala 1:500 sampai 1:2.000)

34
- Peta penyebaran endapan batubara (skala 1:500 sampai 1:2.000)
- Peta perhitungan 2 dimensi batubara (skala 1:500 sampai 1:2.000)
- Peta penyebaran kualitas, antara lain nilai kalori, kandungan abu, dan kandungan
sulphur (skala 1:500 sampai 1:2.000)
- Peta isopach tanah penutup (skala 1:500 sampai 1:2.000)
- Peta isopach ketebalan lapisan batubara (skala 1:500 sampai 1:2.000)
- Peta kontur struktur (skala 1:500 sampai 1:2.000)
- Penampang geologi
- Penampang bor
- Penampang/sketsa singkapan batubara
- Penampang perhitungan cadangan batubara
- Fotokopi hasil analisis contoh batubara dari laboratorium
- Peta wilayah rencana peningkatan dan atau penciutan Kuasa Pertambangan

Dari uraian tentang tahapan kegiatan eksplorasi diatas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan
penyelidikan lapangan bertujuan untuk mendapatkan data tentang sifat fisik-mekanik batuan,
struktur geologi dan kondisi air tanah sampai dengan kedalaman rencana penambangan. Secara
spesifik harus dibuat laporan struktur geologi meliputi litologi, geometri dan kemiringan dari
formasi lapisan batubara, geometri dan komposisi struktur major seperti patahan, serta domain
dan orientasi dari bidang-bidang diskontinuitas. Demikian juga dengan data geoteknik terutama
sifat fisik dan mekanik dari over burden, interburden, lapisan batubara dan batuan alas.
Gambaran tentang data level air tanah, permeabelitas dan aliran air tanah artesis yang diperoleh
pada waktu kegiatan pengeboran dan pemasangan piezometer perlu juga dibuat dalam laporan
tertulis.

1.1. Kegitan Eksplorasi Awal


Pada tahapan eksplorasi awal, ada beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu:
a. Pemetaan Geologi dan Topografi
Untuk kegiatan eksplorasi awal, digunakan peta yang memiliki skala 1: 25000 untuk peta
geologi lintasan dan singkapan serta peta dengan skala 1:10000 untuk kegiatan penyelidikan
umum.

b. Membuat penampang sumur uji


Test pit (sumur uji) merupakan salah satu cara dalam pencarian endapan atau pemastian
kemenerusan lapisan dalam arah vertikal. Pembuatan sumur uji ini dilakukan jika dibutuhkan
kedalaman yang lebih (> 2,5 m). Pada umumnya suatu deretan (series) sumur uji dibuat searah
jurus, sehingga pola endapan dapat dikorelasikan dalam arah vertikal dan horisontal.

Sumur uji ini umum dilakukan pada eksplorasi endapan-endapan yang berhubungan
dengan pelapukan dan endapan-endapan berlapis.
• Pada endapan berlapis, pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan
kemenerusan lapisan dalam arah kemiringan, variasi litologi atap dan lantai, ketebalan lapisan,
dan karakteristik variasi endapan secara vertikal, serta dapat digunakan sebagai lokasi sampling.
Biasanya sumur uji dibuat dengan kedalaman sampai menembus keseluruhan lapisan endapan
yang dicari, misalnya batubara dan mineralisasi berupa urat (vein).

35
• Pada endapan yang berhubungan dengan pelapukan (lateritik atau residual),
pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan batas-batas zona lapisan (zona tanah, zona
residual, zona lateritik), ketebalan masing- masing zona, variasi vertikal masing-masing zona,
serta pada deretan sumur uji dapat dilakukan pemodelan bentuk endapan.
Apabila sumur uji telah dibuat, maka kita harus mencatat data litologi dari satu sumur uji
dengan yang lain, kemudian dikorelasikan dengan menggunakan software.

c. Membuat penampang parit uji


Trenching (pembuatan paritan) merupakan salah satu cara dalam
observasi singkapan atau dalam pencarian sumber (badan) bijih/endapan.
• Pada pengamatan (observasi) singkapan, paritan uji dilakukan dengan cara menggali
tanah penutup dengan arah relatif tegak lurus bidang perlapisan (terutama pada endapan
berlapis). Informasi yang diperoleh antara lain ; jurus bidang perlapisan, kemiringan lapisan,
ketebalan lapisan, karakteristik perlapisan (adasplit atau sisipan), serta dapat sebagai lokasi
sampling.
• Sedangkan pada pencarian sumber (badan) bijih, parit uji dibuat berupa series
dengan arah paritan relatif tegak lurus terhadap jurus zona badan bijih, sehingga batas zona
bijih tersebut dapat diketahui. Informasi yang dapat diperoleh antara lain; adanya zona alterasi,
zona mineralisasi, arah relatif (umum) jurus dan kemiringan, serta dapat sebagai lokasi
sampling. Dengan mengkorelasikan series paritan uji tersebut diharapkan zona
bijih/minerasisasi/badan endapan dapat diketahui.

d. Membuat penampang lubang bor dengan metode logging


Metode logging pada dasarnya adalah suatu operasi yang bertujuan untuk
mendapatkan sifat-sifat fisik batuan reservoir sebagai fungsi kedalaman lubang bor yang
dinyatakan dalam bentuk grafik. Operasi ini menggunakan suatu instrument khusus (sonde)
yang diturunkan kedalam lubang bor menggunakan kabel (wire line) pada saat lubang bor terisi
fluida pemboran.
Tujuan logging adalah menentukan besaran-besaran fisik dari batuan reservoir yang
didasarkan pada sifat fisik batuan reservoir itu sendiri. Di dalam pemilihan kombinasi logging,
log dibagi menjadi Lithologi tool, resistivity tool, dan porosity tool.

1.2. Kegiatan Eksplorasi Rinci


Untuk kegiatan eksplorasi rinci, beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu:
a) Untuk kegiatan pada eksplorasi rinci, digunakan peta dengan skala 1:500 hingga
1:2000.
b) Pemboran, merupakan kegiatan lanjutan. Membuat lubang bor untuk mendapatkan
data yang lebih teliti mengenai penyebaran dan ketebalan cadangan (volume cadangan),
penyebaran kadar/kualitas secara mendatar maupun tegak. Dari sampling yang rapat tersebut
dihasilkan cadangan terhitung dengan klasifikasi terukur, dengan kesalahan yang kecil (<20%).
Sebelum dilakukan kegiatan ini, dilakukan terlebih dahulu studi
kelayakan dan amdal,geoteknik, serta geohidrologi.
c) Percontoan, merupakan kegiatan lanjutan dari ekplorasi terdahulu. Yakni
pembuatan sumur uji/trenching guna mendapatkan data-data yang lebih teliti.
d) Penampangan (logging), merupakan kegiatan perekaman data-data hasil dari
pemboran. Data tersebut merupakan data sifat-sifat batuan di bawah permukaan.

1.3. Metode Eksplorasi


a. Konvensional

36
Pemetaan (geologi) permukaan dan bawah permukaan: pengamatan secara langsung
terhadap objek penyelidikan.Untuk pemetaan pada eksplorasi pendahuluan skala 1:10.000 dan
untuk pemetaan eksplorasi rinci 1:2.000. Metode ini juga biasa disebut dengan metode geologi
(tak langsung).
Metode ini dapat dilakukan dengan survei indrajauh, baik dari ruang angkasa seperti
analisa citra satelit dengan berbagai band dan dari udara yaknik analisa foto udara, citra radar
dan sebagainya. Selain itu, dilakukan dengan melakukan survei geologi permukaan seperti
survei geologi tinjau dan survei geologi singkapan.

b. Geofisika
Di interpretasikan berkaitan dengan pola geologi dan pada umumnya digunakan pada
tahap eksplorasi pendahuluan. Bekerja berdasarkan kondisi atau sifat fisik bawah
permukaan. Metode yang sering digunakan untuk eksplorasi bahan galian : elektromagnetik,
geolistrik, magnetik-gravitasi dan seismik. Berdasarkan kontras dan sifat fisik dari batuan,
mineral dan bijih endapan yang diukur.

c. Geokimia
Metode yang menggunakan pola dispersi mekanis diterapkan pada mineral yang relatif
stabil pada kondisi permukaan bumi, cocok digunakan didaerah yang kondisi iklimnya
membatasi pelapukan kimiawi. Metode yang didasarkan pada pengenalan pola dispersi
kimiawi. Dapat diperoleh baik pada endapan bijih yang tererosi ataupun yang tidak tererosi, baik
yang lapuk ataupun yang tidak lapuk.

37
BAB III
KEGIATAN PENYELIDIKAN

III. KEGIATAN PENYELIDIKAN

III.1. Penyelidikan Sebelum Lapangan

Tahap persiapan dilakukan di kantor seperti, pengumpulan data sekunder, persiapan peta kerja,
dan perlengkapan survei lainnya. Peta dasar yang digunakan sebagai acuan daerah penelitian
adalah :

- Peta topografi skala 1 : 50.000 (sumber BAKOSURTANAL)

- Peta Geologi Lembar Buntok skala 1:250.000, (Soetrisno, dkk., 1994), P3G Bandung

III.2.Penyelidikan Lapangan

III.2.1. Pemetaan Geologi


Pemetaan geologi batubara dilakukan dengan cara menyusuri aliran sungai untuk
mencari singkapan batubara dan batuan lainnya di daerah yang termasuk wilayah kerja yang
sudah ditentukan batas koordinatnya sesuai Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan
oleh Bupati Barito Selatan. Semua data yang didapat direkam dalam bentuk data digital yang
bisa diolah dengan menggunakan alat bantu computer.
Singkapan batubara di daerah penyelidikan secara umum keadaannya cukup baik,
sifat fisiknya hitam, keras, mengandung resin, sedikit pyrite,ketebalan lapisannya berkisar antara
0,10 meter sampai dengan 1,75 meter , sebarannya secara umum berarah Timur Laut – Barat
Daya. Batubara yang diambil contohnya adalah lapisan yang mempunyai ketebalan lebih besar
dari 0,40 m, singkapan yang didapat sebanyak 96 lokasi pengamatan dengan jumlah contoh
batubara sebanyak 34 kantong.
Metode Pengambilan contoh batubara dilakukan dengan metode chanel sampling.
Penentuan blok prospek batubara di daerah penyelidikan pada dasarnya ditentukan oleh ; potensi
sumberdaya batubara baik secara “Kuantitas” maupun “Kualitas”, kondisi geologi dan
penyebaran seam batubara, kondisi umum daerah yang bersangkutan terutama yang menyangkut
kondisi infrastruktur / alternatif sarana transportasi batubara, serta tingkat kelayakan-nya untuk
dikembangkan ke tahap Eksplorasi lanjut dan kemudian Eksploitasi, hal ini tentunya dengan
mengacu kepada “Orientasi” serta “Skala Penambangan” yang diinginkan / direncanakan oleh
Perusahaan terkait.
Dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tersebut di atas, maka berdasarkan data-
data hasil kegiatan penyelidikan lapangan (Juli – Agustus 2011) dapat dilokalisir : 1 (satu)
“BLOK PROSPEK BATUBARA” dengan luas areal 1.000 Ha, dari luas wilayah IUP eksplorasi
5.000 Ha. (lihat Lampiran 5) Peta Blok Prospek Batubara.

Tabel 3.1 : Daftar Koordinat Blok Prospek Batubara Wilayah IUP PT.BIMS

38
TITIK BUJUR TIMUR LINTANG SELATAN

° ‘ “ ° ‘ “
1 115 09 00 01 23 00
2 115 12 00 01 23 00
3 115 12 00 01 24 9.5
4 115 10 52 01 24 9.5
5 115 10 52 01 24 00
6 115 09 00 01 24 00
III.2.2. Pemboran
Kegiatan pemboran dilakukan masih secara acak (Random) dengan jarak lebih kurang
500 meter.Penentuan titik-titik pemboran dilakukan dengan cara membuat penampang drilling
line dengan mengacu pada singkapan batubara yang dikenal. Hasil pembuatan penampang di
lapangan digambar dalam software AutoCad dan MapInfo, kemudian ditentukan lokasi titik
pemboran dan kedalaman target lapisan batubara yang direncanakan untuk dibor.
Pemboran dilakukan dengan metoda touch core. Metoda touch core, yaitu merupakan
gabungan antara metoda open hole dan metoda coring. Metoda open hole dilakukan pada batuan
non coal, dan metoda coring dilakukan pada saat 0.2 meter menjelang dan sesudah seam/lapisan
batubara yang ditargetkan.
Litologi hasil coring diletakan pada pipa paralon dan dilakukan perhitungan core
recovery, kemudian dideskripsi oleh wellsite geologist. Selanjutnya dimasukan ke dalam core
box berdasarkan urutan kedalaman dan diberi kode mengenai lokasi atau nomor lubang
pemboran, interval kedalaman, nomor core box dan hal-hal lain yang perlu dicatat pada core box
tersebut. Setelah itu core box diangkut ke tempat penyimpanannya.
Sampel batubara hasil pemboran diambil untuk dianalisa dengan kriteria sebagai berikut
:
Sampel batubara untuk keperluan analisa kualitas di laboratorium diambil dari
lapisan batubara dengan ketebalan ≥ 0.50 meter.Bila lapisan batubara dengan ketebalan > 1
meter diambil untuk setiap selang 1 meter dan apabila terdapat sisa, maka sisa dari batubara
tersebut menjadi 1 sampel tersendiri.

Parting yang berukuran <10 cm disertakan dalam sampel, sedangkan parting


berukuran ≥10 cm dipisahkan.Sampel batubara yang terambil untuk dianalisa dipreparasi
dengan kantong plastik dan diberi label untuk selanjutnya dikirim ke laboratorum.
Peralatan pemboran yang digunakan pada awal kegiatan (08 Oktober s/d 29 November
2011) antara lain:

- 2 (satu) unit mesin bor berjenis Jacro 100 yang dilengkapi dengan peralatan
pendukung lainnya. Kemampuan kedalaman maksimum 100 meter. Ukuran Core Barrel
NQ, pipa ukuran NQ.

Peralatan pemboran yang digunakan pada tanggal 22 Agustus s/d 14 Desember 2010 ,
antara lain:

39
- 1 (satu) unit mesin bor berjenis Jacro 200 yang dilengkapi dengan peralatan
pendukung lainnya. Kemampuan kedalaman maksimum 200 meter. Ukuran Core Barrel
NQ, casing ukuran HQ, pipa ukuran NQ.

- 1 (satu) unit mesin bor berjenis Jacro 75 yang dilengkapi dengan peralatan
pendukung lainnya. Kemampuan kedalaman maksimum 75 meter. Ukuran Core Barrel NQ,
pipa ukuran AW

40
Foto 3.1 Jekro 200

Foto 3.2 Jekro 175

Foto 3.3 Jekro 175


III.3. Penyelidikan Laboratorium

III.3.1 Pengambilan sampel


Conto / sampel batubara yang telah diambil dari singkapan kemudian dikemas dalam
kantong plastik kedap udara dan diberi kode penomoran. Sampel - sampel tersebut
kemudian dikirim ke laboratorium untuk diuji.
PT. Bina Insan Makmur Sentosa menggunakan jasa suatu perusahaan yang memiliki
laboratorium terakreditasi untuk menganalisa sampel batubara, dengan identitas sebagai
berikut :

- Nama Laboratorium : Laboratorium Sucofindo Banjarmasin –


PT. Sucofindo
- Alamat : Jl. A. Yani Km. 7,8 No. 21 A, Banjarmasin
Kalimantan Selatan 70654
Telp. (0511) 271080 - 85
Faks. (0511) 258111; 264355

41
Daftar sampel dan hasil analisa dilampirkan dalam tabel 3.2.

III.3.2. Analisis Kimia


Metode analisis kimia dapat dilihat dalam table sebagai berikut :
Bidang Bahan Jenis pengujian Spesifikasi, Metode Keterangan
Pengujian atau atau sifat-sifat pengujian, Teknik
produk yang diukur yang digunakan
yang diuji
Kimia Batubara Total moisture ISO 589 - 1981;
ASTM D 3302 -
1999;
BS 1016.1 - 1989
Moisture in the ASTM D 3172 -
1999; BS
analysis sample 1016.104.1 - 1991
Ash content ISO 1171 - 1997;
ASTM D 3174 -
2000;
BS 1016.104.4 -
1991

Volatile matter ISO 562 - 1998;


ASTM D 3175 -
2000;
BS 1016.104.3 -
1991
Calorific value ISO 1928 - 1995;
ASTM D 1989 -
2000;
BS 1016.105 -
1992
Total sulfur ISO 351 - 1984;
ASTM D 4239 -
2000;
BS 1016.6 - 1994

III.3.2. Analisis Fisika


Metode analisis fisika dapat dilihat dalam table sebagai berikut
:
Bidang Bahan Jenis pengujian Spesifikasi, Metode Keterangan
Pengujian atau atau sifat-sifat pengujian, Teknik
produk yang diukur yang digunakan
yang

42
diuji
Fisika Batubara Hardgrove ISO 5074 - 1994;
ASTM D 409 -
2000;
grindability index
BS 1016.112 - 1995

III.4 Pengolahan Data


III.4.1. Pengolahan Data Geologi Permukaan
Data geologi yang terekam dari lapangan, berupa deskripsi
batuan, kedudukan lapisan batuan, kemudian diplot kedalam
peta topografi digital untuk kemudian ditarik kemenerusan
dan
batas – batas litologinya, proses tersebut dilakukan dengan
menggunakan computer dengan menggunakan software
pembantu berupa CAD Drawing.
Data – data visual singkapan dari kamera digital kemudian
digabungkan dengan data deskripsi batuan untuk kemudian
dijadikan data log singkapan.

Dari hasil pengolahan data geologi permukaan menghasilkan


produk berupa :
-Peta Singkapan dan Perencanaan Titik Pemboran
-Peta Geologi Permukaan
-Peta Blok Area Prospek
-Sumber Daya Hipotetik Batubara

III.4.2. Pengolahan Data Pemboran


Penentuan titik-titik pemboran dilakukan dengan cara membuat penampang drilling line dengan
mengacu pada singkapan batubara yang dikenal. Hasil pembuatan penampang di lapangan digambar
dalam software AutoCad dan MapInfo, kemudian ditentukan lokasi titik pemboran dan kedalaman target
lapisan batubara yang direncanakan untuk dibor.
Data – data hasil pemboran kemudian dikombinasikan dengan data geologi
permukaan untuk kemudian dijadikan dasar untuk merekontruksi geologi bawah
permukaan.
Produk hasil pengolahan data pemboran berupa :
- Log litologi pemboran
- Korelasi Seam batubara antar titik bor
- Peta Coal Bottom Contour

43
- Verifikasi Sumber Daya Batubara
BAB VI

PEMBAHASAN
IV.1. Geologi
Geologi daerah eksplorasi didominasi oleh satuan batuan yang termasuk Formasi Berai dan
sebagian kecil satuan batuan dari Formasi Montalat.

IV.1.1. Stratigrafi
Secara stratigrafi daerah eksplorasi mempunyai satuan batuan paling tua adalah
Formasi Berai yang terdiri dari batugamping dengan sisipan napal. Batugamping berwarna
putih terang – putih kotor dan berlapis, mengandung fosil foraminifera besar, sebagian
dolomitan, seperti yang tersingkap di daerah Malungai Raya. (Foto 4.1.)

Foto 4.1. Singkapan batugamping di daerah Malungai Raya

Formasi Montalat terdiri dari batupasir kuarsa sebagian bersifat gampingan dengan sisipan
batulempung dan batubara. Formasi ini merupakan formasi pembawa batubara. Formasi ini
mempunyai hubungan menjemari dengan Formasi Berai yang berumur Oligosen sampai Miosen.

44
Selama pengamatan di lapangan singkapan batubara dijumpai sebanyak 96 lokasi (Lampiran
2). Lapisan yang paling tebal terdapat di lokasi BM AM 04 yaitu 1,70 m di daerah Balingo,
koordinat 297671.17 E, 9846694.95 S. (Foto 4.2.). Lapisan batubara yang paling tipis antara
lain di lokasi BM DC 34 yaitu 0,10 m di daerah Balingo, koordinat : 298370.36 E, 9845643.50
S.

Foto 4.2. Singkapan batubara tebal 1,70 m, di lokasi BM AM 04,


koordinat 297671.17 E, 9846694.95 S.

Singkapan batubara yang terdiri dari 5 (lima) lapisan adalah di lokasi BM DC 08, koordinat :
297583.27 E, 9846050.19 S di daerah Balingo, ketebalan lapisannya dari atas ke bawah adalah
0,60 m, 0,10 m, 0,55m, 0,70 m, 0,40 m. (Foto 4.3)

45
Foto 4.3. Singkapan batubara mempunyai 5 lapisan di lokasi
BM DC 08,Koordinat; 297583.27 E, 9846050.19 S

Secara rinci setiap singkapan batubara direkam dalam lembaran Log Outcrop Batubara dan
dalam laporan ini disajikan sebagai lampiran.

IV.1.2. Struktur Geologi


Sepanjang pengamatan geologi dan struktur di lapangan daerah eksplorasi IUP PT.
Bina Insan Makmur Sentosa secara setempat tidak banyak dipengaruhi oleh kegiatan struktur
geologi seperti sesar dan lipatan.

IV.1.3. Singkapan Endapan Batubara


Daerah yang berpotensi batubara terdapat pada batuan dari Formasi Montalat tersebar
di daerah Balingo dengan cakupan luas sekitar 1.000 hektar dari wilayah IUP Eksplorasi PT.
Bina Insan Makmur Sentosa seluas 5.000 ha. Hasil rekontruksi data

46
singkapan batubara dapat diasumsikan bahwa pada daerah seluas 1.000 ha ada 10 (sepuluh)
seam yaitu mulai dari Seam A sampai dengan Seam J.

Seam A
Seam berada di bagan timur daerah peninjauan dan secara stratigrafi merupakan
lapisan tertua. Jumlah singkapan ditemukan sebanyak 4 lokasi yaitu ; BM AM39, BM AM40,
BM AM41 dan BM DC60 dengan ketebalan masing-masing 0,50 m, 0,35 m, 0,35m dan
>0,15m.

Foto 4.4. Singkapan batubara lokasi BM AM39, tebal 0,50 m

Seam B
Seam B ini masih berada di bagan timur daerah peninjauan dan secara stratigrafi
merupakan lapisan lebih muda dari seam A. Jumlah singkapan ditemukan sebanyak 7 lokasi
yaitu ; BM AM39, BM AM40, BM AM41 dan BM DC49, BM DC50, BM DC52, BM DC54,
BM DC61 dan BM DC63, dengan ketebalan berkisar antara 0,10 sampai dengan 0,50 m.

47
Foto 4.5. Singkapan batubara lokasi BM DC54, tebal 0,50 m

Singkapan BM DC54, (Foto 4.5) di S. Balingo, koordinat S 010 23’ 12,8”, E 1150 11’ 35,4”
mempunyai arah jurus N2000E kemiringan 190 batubara warna hitam, gores coklat, kilap
terang
– pekat, subconchoidal, keras – agak keras, mengandung resin, cleat memotong, di bagian
bawah ada parting batulempung karbonan 0,03 m, batuan pengapitnya adalah batulempung
abu-abu, lunak di bagian bawah, sedangkan di bagian atasnya adalah soil coklat kekuningan,
lunak.

Seam C
Seam C mempunyai titik pengamatan contoh batubara sebanyak 11 lokasi yaitu; BM
DC30, BM DC31, BM DC32, BM DC33, BM DC34, BM DC40, BM DC46, BM DC47, BM
DC48 dan BM DC64. Ketebalan berkisar antara >0,10 m sampai dengan 1,42 m, sedangkan
BM DC31 di S. Karamo mempunyai 3 lapisan, dari bawah ke atas 0,15 m, 0,20 m dan 0,30
m, (Foto 4.6)

48
Foto 4.6. Singkapan batubara lokasi BM DC31, mempunyai 3
lapisan, Koordinat S 010 23’ 47,1”, E 1150 11’ 08,6”

Seam D
Seam D mempunyai titik pengamatan contoh batubara sebanyak 5 lokasi yaitu; BM
DC26, BM DC28, BM DC43, BM DC44 dan BM AM32. Ketebalan berkisar antara >0,20 m
sampai dengan 0,37 m, sedangkan BM DC28 di S. Karamo mempunyai 2 lapisan, dari bawah
ke atas 0,37 m, dan 0,30 m, (Foto 4.7)

49
Foto 4.7. Singkapan batubara lokasi BM DC28, mempunyai
2 lapisan, Koordinat S 010 23’ 45,5”, E 1150 11’ 04,2”

Seam E
Seam E mempunyai titik pengamatan contoh batubara sebanyak 9 lokasi yaitu; BM
DC02, BM DC03, BM DC04, BM DC05, BM DC06, BM DC37, BM DC38, BM DC65 dan
BM AM37. Ketebalan berkisar antara 0,30 m sampai dengan 1,43 m, sedangkan BM DC37
mempunyai 2 lapisan, dari bawah ke atas 0,70 m, dan 0,35 m. Singkapan batubara dengan
ketebalan 1,43 terdapat di S. Balingo lokasi BM DC65 pada koordinat S 010 23’ 08,0”, E 1150
11’ 30,5”, arah jurus dan kemiringannya adalah N1900E/140, batubara warna hitam, gores
hitam, kilap terang – pekat, subconchoidal, keras, mengandung resin, cleat sejajar. Batuan
pengapitnya di bagian bawah batulempung abu-abu tua, lunak sedangkan di bagian atas adalah
soil coklat kekuningan, lunak. (Foto 4.8)

50
Foto 4.8. Singkapan batubara lokasi BM DC65, mempunyai ketebalan 1,43 m, di S.Balingo

Seam F
Seam F mempunyai titik pengamatan contoh batubara sebanyak 11 lokasi yaitu; BM
DC01, BM DC09, BM DC35, BM DC36, BM DC55, BM DC56, BM DC57, BM DC66 BM
AM35, BM AM36 dan BM AM38. Ketebalan berkisar antara 0,30 m sampai dengan 1,0 m.
Singkapan batubara dengan ketebalan 1,0 terdapat di S. Karamo II lokasi BM DC57 pada
koordinat S 010 23’ 12,6”, E 1150 11’ 09,2”, arah jurus dan kemiringannya adalah N1830E/120,
batubara warna hitam kecoklatan, gores, coklat, kilap pekat – pudar, subconchoidal, keras,
mengandung resin, cleat memotong. Batuan pengapitnya di bagian bawah batulempung
karbonan hitam lunak, sedangkan di bagian atas adalah soil coklat tua, lunak. (Foto 4.9)

51
Foto 4.9. Singkapan batubara lokasi BM DC57, mempunyai ketebalan 1,0 m, di S.Karamo II

Seam G
Seam G mempunyai titik pengamatan contoh batubara sebanyak 13 lokasi yaitu; BM
DC08, BM DC10, BM DC11, BM DC12, BM DC14, BM AM05, BM AM03, BM AM02, BM
AM09, BM AM08, BM AM33, BM AM34 dan BM AM01. Ketebalan berkisar antara 0,55 m
sampai dengan >1,75 m. sedangkan BM DC08 mempunyai 4 lapisan, dari bawah ke atas 0,40
m, 0,70 m, 0,65 m dan 0,60 m. Singkapan batubara dengan ketebalan >1,75 terdapat di anak
S. Karamo BM AM08 pada koordinat S 010 23’ 16,9”, E 1150 10’ 51,2”, arah jurus dan
kemiringannya adalah N2080E/190, batubara warna hitam, gores coklat, kilap agak terang,
subconchoidal, keras, mengandung resin, cleat memotong. Battom tidak tersingkap. (Foto
4.10)

52
Foto 4.10. Singkapan batubara lokasi BM AM08, mempunyai ketebalan >1,75 m, di anak
S.Karamo

Seam H
Seam H mempunyai titik pengamatan contoh batubara sebanyak 8 lokasi yaitu; BM
DC16, BM DC58, BM AM07, BM AM06, BM AM13, BM AM24, BM AM04, dan BM
AM010. Ketebalan berkisar antara 0,55 m sampai dengan >1,70 m. sedangkan BM AM10
mempunyai 2 lapisan, dari bawah ke atas >1,55 m, dan >1,10 m. Singkapan batubara dengan
ketebalan >1,70 terdapat di anak S. Karamo BM AM04 pada koordinat S 010 23’ 10,7”, E
1150 10’ 52,3”, arah jurus dan kemiringannya adalah N2150E/200, batubara warna hitam
kecoklatan, gores coklat, kilap pudar bintik terang, subconchoidal, keras, mengandung resin,
cleat memotong. Battom tidak tersingkap. (Foto 4.11)

53
Foto 4.11. Singkapan batubara lokasi BM AM04, mempunyai ketebalan >1,70 m, di
S.Karamo

Seam H1
Seam H1 mempunyai titik pengamatan contoh batubara sebanyak 3 lokasi yaitu; BM
DC17, BM DC18, dan BM AM23. Ketebalan berkisar antara >0,20 m sampai dengan >0,40
m. Singkapan batubara dengan ketebalan >0,40 terdapat di S. Karamo BM AM23 pada
koordinat S 010 23’ 20,0”, E 1150 10’ 39,9”, arah jurus dan kemiringannya adalah N1950E/250,
batubara warna hitam kecoklatan, gores coklat, kilap pudar agak terang, subconchoidal, keras,
mengandung resin, cleat memotong. Battom tidak tersingkap. (Foto 4.12)

54
Foto 4.12. Singkapan batubara lokasi BM AM23, mempunyai ketebalan 0,40 m, di
S.Karamo

Seam I
Seam I mempunyai titik pengamatan contoh batubara sebanyak 12 lokasi yaitu; BM
DC19, BM DC20, BM DC21, BM AM15, BM AM14, BM AM22, BM AM21, BM AM20,
BM AM19, BM AM18, BM AM17 dan BM AM016. Ketebalan berkisar antara >0,15 m
sampai dengan >1,0 m. sedangkan BM AM15 mempunyai 2 lapisan, dari bawah ke atas >0,50
m, dan >1,0 m. Singkapan batubara dengan ketebalan >1,2 terdapat di S. Karamo BM AM14
pada koordinat S 010 23’ 17,6”, E 1150 10’ 37,2”, arah jurus dan kemiringannya adalah
N2000E/160, batubara warna hitam kecoklatan, gores coklat, kilap agak pudar, subconchoidal,
keras, mengandung resin, cleat memotong. Batuan pengapitnya di bagian bawah batulempung
abu-abu kompak, plastis, lunak sedangkan di bagian atas adalah batulempung karbonan, lunak.
(Foto 4.13)

55
Foto 4.13. Singkapan batubara lokasi BM AM14, mempunyai ketebalan 1,20 m, di
S.Karamo

Seam J
Seam J mempunyai titik pengamatan contoh batubara sebanyak 9 lokasi yaitu; BM
DC23, BM DC24, BM DC25, BM AM25, BM AM27, BM AM26, BM AM29, BM AM30,
dan BM AM31. Ketebalan berkisar antara 0,30 m sampai dengan 0,8 m. Singkapan batubara
dengan ketebalan 0,80 m terdapat di S. Karamo BM AM26 pada koordinat S 010 23’ 41,5”, E
1150 10’ 06,6”, arah jurus dan kemiringannya adalah N630E/250, batubara warna hitam
kecoklatan, gores coklat, kilap agak pudar, subconchoidal, keras, mengandung resin, cleat
memotong. Battom tidak tersingkap (Foto 4.14)

56
Foto 4.14. Singkapan batubara lokasi BM AM26, mempunyai
ketebalan >0,80 m, di S. Pantak Jatuh

IV.1.4. Singkapan Non Batubara


Daerah penelitian singkapan non batubara didominasi oleh batugamping terubu dan
sedkit batugamping klastik. Batugamping, berwarna putih keabuan, sangkeras, massive,
mengandung foraminifera dan sebagian terkersikan, ini banyak tersingkap di daerah Malungai
Raya sampai perbatasan dengan Balingo di bagian utara dan Baturaya dan Bulu di bagian
timurlaut.

Foto 4.15. Singkapan batugamping di daerah Malungai Raya mempunyai stalaktit sangat
indah

57
Di daerah batugamping ini dicirikan dengan adanya sungai di bawah tanah dan morfologi
karst, dengan vegetasi hutan jati dan pohon coklat. Singkapan non batubara di bagian barat
daerah penelitian ditemukan pula singkapan batupasir kuarsa, Batupasir kuarsa, abu-abu
kecoklatan, menyudut, kemas terbuka, agak keras, massive dan lempung karbonan hitam,
lunak.

Foto 4.16. Singkapan batupasir di daerah Balingo

Rekapitulasi singkapan non batubara dapat dilihat pada tabel dan dalam laporan ini disajikan
sebagai lampiran.

58
IV.2. Pemboran
Kegiatan pemboran dilaksanakan pada tanggal 8 oktober 2011 dan berakhir pada
tanggal 1 januari 2012, dengan rincian dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 4.1 Bore hole

DRILL GPS
DATE
HOLE SITE COORDINATE Elev.
E S ASL
START FINISH NO. NO
(m) (m) (m)
8 Okt 2011 12 Okt 2011 BH08 BH08 1150 10' 53.9'' 10 23' 14.4'' 91
0 0
8 Okt 2011 16 Okt 2011 BH03 BH03 115 10' 46.5'' 1 23' 36.6'' 93
14 Okt 2011 16 Okt 2011 BH07 BH07 1150 10' 51.2'' 1 0
23' 09.8'' 83
17 Okt 2011 19 Okt 2011 BH09 BH09 1150 10' 49.9'' 10 23' 15.2'' 76
0 0
17 Okt 2011 20 Okt 2011 BH04 BH04 115 10' 44.7'' 1 23' 40.9'' 92
21 Okt 2011 23 Okt 2011 BH10 BH10 1150 10' 41.8'' 1 0
23' 20.3'' 97
22 Okt 2011 30 Okt 2011 BH05 BH05 1150 10' 52.9'' 10 23' 45.5'' 85
0
31 Okt 2011 8-Nov-11 BH17 BH17 115 11' 02.5'' 10 23' 44.9'' 80
7-Nov-11 12-Nov-11 BH12 BH12 1150 10' 34.4'' 10 23' 17.1'' 90
9-Nov-11 13-Nov-11 BH15 BH15 1150 11' 08.3'' 10 23' 46.1'' 90
0
14-Nov-11 20-Nov-11 BH01 BH01 115 11' 03.7'' 10 23' 21.0'' 98
14-Nov-11 23-Nov-11 BH06 BH06 1150 10' 59.9'' 10 23' 03.8'' 64
0
22-Nov-11 25-Nov-11 BH02 BH02 115 11' 7.62'' 10 23' 12.5'' 92
7-Dec-11 8-Dec-11 BH13 BH13 1150 10' 14.1'' 10 23' 39.9'' 129
13-Dec-11 18-Dec-11 BH19 BH19 1150 10' 37.3'' 10 23' 51.2'' 132
0 0
16-Dec-11 18-Dec-11 BH11 BH11 115 11' 30.3'' 1 23' 01.8'' 82
0 0
22-Dec-11 27-Dec-11 BH14 BH14 115 11' 28.7'' 1 23' 17.3'' 91
22-Dec-11 24-Dec-11 BH20 BH20 1150 11' 15.0'' 10 23' 25.9'' 132
25-Dec-11 1-Jan-12 BH18 BH18 1150 11' 21.5'' 10 23' 29.1'' 90

Berdasarkan hasil interpretasi dan korelasi dari setiap ketebalan batubara data hasil
pemboran yang ditemukan di daerah eksplorasi, dengan memperhatikan kesamaan ciri fisik
dan posisi stratigrafi lapisan batubara, lapisan pengapit dan batuan lain antar lapisan, maka
dapat disimpulkan bahwa di daerah pemboran setidaknya terdapat 10 (sepuluh) lapisan
batubara (coal seam) utama, dan 9 (Sembilan) lapisan batubara (coal seam) acssecories.
Lapisan – lapisan tersebut

59
diurutkan dari lapisan paling atas ke bawah adalah sebagai berikut:

1. Seam A
Seam A memiliki ketebalan > 0.34 m, belum di bor.

2. Seam B
Seam B memiliki ketebalan > 0.31 , belum di bor.

3. Seam C
Lapisan batubara ini didapatkan pada titik bor BH-11, BH-15 dan BH-18, dengan
ketebalan yang bervariasi yaitu dari ketebalan BH-11 (0.71 m), BH-15 (0.73 m) dan BH-
18 (0.92 m) dengan (ketebalan rata-rata 0.79 meter). Secara megaskopis batubara pada
lapisan ini berwarna hitam kecoklatan, kilap terang 40-60%, kekerasan keras. Batuan
pengapit lapisan ini adalah batupasir untuk BH-11 dan BH-15 sebagai atap (roof) dan untuk
BH-18 batulempung sebagai batuan atap dan batupasir sebagai batuan dasar (floor). Acuan
penempatan titik bor mengacu pada autcrop BM AM 44, BM DC 65, BM DC 33, BM DC
32, BM DC 31, BM DC 30.

4. Seam C1
Lapisan batubara ini didapatkan pada titik bor BH-14 dan BH-18, dengan ketebalan
yang bervariasi yaitu dari ketebalan BH-14 (0.36 m) dan BH-18 (0.27 m) dengan (ketebalan
rata-rata 0.32 meter). Secara megaskopis batubara pada lapisan ini berwarna hitam
kecoklatan, kilap terang 40-60%, kekerasan keras. Batuan pengapit lapisan ini adalah. Atap
(roof) dan dasar (floor) adalah batuan lempung. Seam ini merupakan pecahan dari seam C
penarikan penyebaran batubara pada kegiatan mapping, penarikan seam ini mengacu dari
outcrop BM DC 47, BM DC 54.

60
5. Seam D
Lapisan Batubara (coal seam) D didapatkan pada titik bor BH-17 dan BH-20, dengan
ketebalan 0.87 dan 1.75 m dengan (ketebalan rata-rata 1.31). Secara megaskopis batubara
pada lapisan ini berwarna hitam kecoklatan, kilap terang 40-60%, kekerasan keras dan pada
lapisan batubbara terdapat parting 10-13 cm. Batuan pengapit lapisan ini adalah batupasir
pada Atap (roof) dan batulempung pada dasar (floor). Acuan penempatan titik bor ini
adalah BM DC 26, 28, 44.

6. Seam E
Seam ini didapatkan pada titik bor BH-2 dan BH-5, dengan ketebalan 0.87 m dan 0.92
m dengan (ketebalan rata-rata 0.83 m). Secara megaskopis batubara pada lapisan ini
berwarna hitam kecoklatan, kilap terang 40-60%, kekerasan keras. Batuan pengapit lapisan
ini adalah mudstone sebagai batuan atap (roof) dan batuan mudstone untuk BH-5 dan batu
pasir untuk BH-2 lapisan dasar (floor). Penariakan seam ini acuan dari outcrop BM DC 3,
4, 5, 6, 38 dan BM DC 66.

7. Seam E1
Seam ini didapatkan pada titik bor BH-1, BH-2 dan BH-5, dengan ketebalan 1.1 m,
0.59 dan 0.8 m dengan (ketebalan rata-rata 0.83 m). Secara megaskopis batubara pada
lapisan ini berwarna hitam kecoklatan, kilap terang 40-60%, kekerasan keras. Batuan
pengapit lapisan ini adalah mudstone sebagai batuan atap (roof) dan lapisan dasar (floor).
Penarikan seam ini dipengaruhi oleh outcrop yang BM DC 55, 56, 57, 35, 1, 2, 3, 4.

8. Seam E2
Seam ini didapatkan pada titik bor BH-1, BH-2 dan BH-5, dengan ketebalan 0.78 m,
0.68 dan 0.5 m dengan (ketebalan rata-rata 0.65 m). Secara megaskopis batubara pada
lapisan ini berwarna hitam kecoklatan, kilap terang 40-60%, kekerasan keras. Batuan
pengapit lapisan ini adalah batupasir pada BH-1 dan BH-2dan pada BH-5 adalah
batulempung sebagai batuan atap (roof) dan mudstone pada lapisan dasar (floor).

61
9. Seam E3
Seam ini didapatkan pada titik bor BH-1dan BH-2 dengan ketebalan 0.4 m dan 0.15
dengan (ketebalan rata-rata 0.28 m). Secara megaskopis batubara pada lapisan ini berwarna
hitam kecoklatan, kilap terang 40-60%, kekerasan keras. Batuan pengapit lapisan ini adalah
batupasir pada BH-1 dan BH-2dan pada BH-5 adalah batulempung sebagai batuan atap
(roof) dan lapisan dasar (floor). Penempatan titik pada seam ini mengacu pada outcrop BM
DC 3, BM DC 37.

10. Seam E4
Seam ini didapatkan pada titik bor BH-3, BH-4 dan BH-19 dengan ketebalan 1.64 m,
1.6 dan 1.3 dengan (ketebalan rata-rata 1.51 m). Secara megaskopis batubara pada lapisan
ini berwarna hitam kecoklatan, kilap terang 40-60%, kekerasan keras. Batuan pengapit
lapisan ini adalah batupasir pada BH-3, BH-4 dan BH-19 adalah batulempung sebagai
batuan atap (roof) dan lapisan dasar (floor). Penarikan seam ini mengacu pada uotcrop BM
DC 12.
11. Seam F
Lapisan batubara ini didapatkan pada titik bor bor BH-3, BH-4, dengan ketebalan 1.1
m, 1.5 m (ketebalan rata-rata 1.3 meter). ). Secara megaskopis batubara pada lapisan ini
berwarna hitam kecoklatan, kilap terang 40-60%, kekerasan keras. Batuan pengapit lapisan
ini adalah batulempung sebagai batuan atap (roof) dan lapisan dasar (floor). Penempatan
titik ini mengacu pada outcrop BM DC 9, 10, 11.
12. Seam G
Lapisan batubara ini didapatkan pada ketebalan yang bervariasi yaitu dari titik BH-6
dan BH 8, memiliki 1.55 dan 2 meter dengan. (ketebalan rata-rata 1.78 meter). ). Secara
megaskopis batubara pada lapisan ini berwarna hitam kecoklatan, kilap terang 40-60%,
dengan ketebalan 0.6 m dan 1.4 m yang disela lapisan terdapat shalycoal dengan
ketebalan 0.4 m, penjumlahan batubara pada titik ini di satukan menjadi 2 meter karena
loss core. dasar (floor). Untuk BH-8 titik ini mengacu pada singkapan BM AM 03 yang
dimana terdapat singkapan batubara kekerasan keras. Batuan pengapit lapisan ini adalah
batulempung sebagai batuan atap (roof) dan madstone pada lapisan

62
13. Seam G1
Lapisan batubara ini didapatkan pada titik bor bor BH-7, BH-9, dan BH-10 dengan
ketebalan 0.5 m, 1 m dan 0.95 m dengan (ketebalan rata-rata 0.82 meter). Secara
megaskopis batubara pada lapisan ini berwarna hitam kecoklatan, kilap terang 40-60%,
kekerasan keras. Batuan pengapit lapisan ini adalah mudstone sebagai batuan atap (roof)
dan lapisan dasar (floor). Penarikan seam ini mengacu pada outcrop BM AM 5, 7.

14. Seam H
Lapisan ini didapatkan pada lokasi titik bor BH-7, BH-9, dan BH-10, dengan ketebalan
1.75, 1.54 dan 1.7, dengan (ketebalan rata-rata lapisan adalah 1.66 meter). Secara
megaskopis batubara pada lapisan ini berwarna hitam kecoklatan, kilap terang 40-60%,
kekerasan keras. Batuan pengapit lapisan ini adalah mudstone sebagai batuan atap (roof)
dan lapisan dasar (floor). Penariakan seam ini mengacu pada outcrop BM AM 6, 8.

15. Seam H1
Lapisan ini didapatkan pada lokasi titik bor BH-7, BH-9, dan BH-10, dengan ketebalan
0.65, 0.75 dan 0.41, dengan (ketebalan rata-rata lapisan adalah 0.6 meter). Secara
megaskopis batubara pada lapisan ini berwarna hitam kecoklatan, kilap terang 40-60%,
kekerasan keras. Batuan pengapit lapisan ini adalah claystone sebagai batuan atap (roof)
dan mudstone pada lapisan dasar (floor). Acuan penempatan titik ini mengacu pada ada
nya outcrop BM AM 4, 5.
16. Seam H2
Seam B memiliki ketebalan > 0.3, belum di bor.

Seam H3

Lapisan ini didapatkan pada lokasi titik bor BH-12 dan BH-16B, dengan ketebalan 0.1
m, 0.35 m, dengan (ketebalan rata-rata lapisan adalah 0.23 meter). Secara megaskopis
batubara pada lapisan ini berwarna hitam kecoklatan, kilap terang 40-60%, kekerasan
keras. Batuan pengapit lapisan ini adalah mudstone sebagai batuan atap (roof ) pada BH-
12 dan sandstone pada BH-16B dan mudstone pada lapisan dasar (floor). Penrikan seam
ini mengacu pada outcrop BM AM 14, 21.

63
17. Seam I
Lapisan ini didapatkan pada lokasi titik bor BH-12, 16A dan BH-16B, dengan
ketebalan 0.92 m, 0.63 m, dan 0.6 m, dengan (ketebalan rata-rata lapisan adalah 0.72
meter). Secara megaskopis batubara pada lapisan ini berwarna hitam kecoklatan, kilap
terang 40-60%, kekerasan keras. Batuan pengapit lapisan ini adalah claystone sebagai
batuan atap (roof ) pada BH-12, 16A dan sandstone pada BH-16B dan mudstone pada
lapisan dasar (floor). Penentuan titik ini mengacu pada outcrop BM AM 15, 17, 18, 19, 21.

18. Seam J
Lapisan ini didapatkan pada lokasi titik bor BH-13, dengan ketebalan 0.85 m, dengan
(ketebalan rata-rata lapisan adalah 0.85 meter). Secara megaskopis batubara pada lapisan
ini berwarna hitam kecoklatan, kilap terang 40-60%, kekerasan keras. Batuan pengapit
lapisan ini adalah sebagai sa ndstone batuan atap (roof dan pada lapisan dasar (floor).
Acuan dari penempatan titik bor mengacu pada outcrop BH DC 23, 24, 25.
Sampel batubara yang diambil dari hasil coring adalah sebanyak 21 sampel, Sampel-
sampel tersebut berasal dari kegiatan pemboran sbb :

64
Tabel 4.2. Daftar Sampel Hasil Pemboran

Sea Depth
Sample Thickness Sample No. of
m From To DATE
ID (m) Description Bags
(m) (m)
BH01001 14.45 14.60 0.15 Coal 1 Of 1 18-Nov-11
BH01002 24.80 25.58 0.78 Coal 1 Of 1 19-Nov-11
BH01003 39.85 40.58 0.73 Coal 1 Of 1 19-Nov-11
BH01004 40.85 40.95 0.10 Coal 1 Of 1 20-Nov-11
BH02001 10.55 10.95 0.40 Coal 1 Of 1 23-Nov-11
BH02002 22.65 23.00 0.35 Coal 1 Of 1 24-Nov-11
BH02003 25.85 26.68 0.83 Coal 1 Of 1 24-Nov-11
BH02004 42.70 43.29 0.59 Coal 1 Of 1 25-Nov-11
BH02005 46.72 47.01 0.29 Coal 1 Of 1 25-Nov-11
BH03001 23.80 24.30 0.50 Coal 1 Of 1 12-Oct-11
BH03002 24.47 24.90 0.43 Coal 1 Of 1 14-Oct-11
BH03003 25.70 27.30 1.60 Coal 1 Of 1 15-Oct-11
BH03004 41.10 41.90 0.80 Coal 1 Of 1 16-Oct-11
BH04001 19.00 20.45 1.45 Coal 1 Of 1 19-Oct-11
BH04002 20.67 21.20 0.53 Coal 1 Of 1 19-Oct-11
BH04003 21.90 22.31 0.41 Coal 1 Of 1 19-Oct-11
BH04004 24.47 24.67 0.20 Coal 1 Of 1 20-Oct-11
BH05001 9.50 10.00 0.50 Coal 1 Of 1 24-Oct-11
BH05002 19.30 20.10 0.80 Coal 1 Of 1 25-Oct-11
BH05003 30.80 30.89 0.09 Coal 1 Of 1 28-Oct-11
BH05004 35.20 36.12 0.92 Coal 1 Of 1 29-Oct-11
BH06001 1.55 3.10 1.55 Coal 1 Of 1 14-Nov-11
BH06002 5.30 5.67 0.37 Coal 1 Of 1 14-Nov-11
BH06003 18.00 19.00 1.00 Coal 1 Of 1 15-Nov-11
BH07001 23.76 25.46 1.70 Coal 1 Of 1 15-24-2011
BH08001 22.85 23.21 0.36 Coal 1 Of 1 9-Oct-11
BH08002 24.46 24.70 0.24 Coal 1 Of 1 9-Oct-11
BH08003 32.01 32.54 0.53 Coal 1 Of 1 11-Oct-11
BH09001 9.36 9.73 0.37 Coal 1 Of 1 17-Oct-11
Carbonaceous
BH09002 9.73 9.79 0.06 1 Of 1 17-Oct-11
mudstone

65
BH09003 9.79 9.91 0.12 Coal 1 Of 1 17-Oct-11
BH09004 16.81 18.56 1.75 Coal 1 Of 1 18-Oct-11
BH09005 40.61 40.91 0.30 Coal 1 Of 1 19-Oct-11
Carbonaceous
BH09006 40.91 41.03 0.12 1 Of 1 19-Oct-11
mudstone
BH09007 41.03 41.61 0.58 Coal 1 Of 1 19-Oct-11
BH10001 8.30 8.95 0.65 Coal 1 Of 1 21-Oct-11
BH10002 21.25 22.79 1.54 Coal 1 Of 1 22-Oct-11
BH10003 41.10 42.06 0.96 Coal 1 Of 1 22-Oct-11
BH11001 21.30 22.01 0.71 Coal 1 Of 1 16-Dec-11
BH12001 3.20 4.12 0.92 Coal 1 Of 1 8-Nov-11
BH12002 27.80 28.10 0.30 Coal 1 Of 1 11-Nov-11
BH12003 40.75 40.98 0.23 Coal 1 Of 1 12-Nov-11
BH13001 33.90 34.36 0.46 Coal 1 Of 1 8-Dec-11
BH13002 34.60 34.75 0.15 Coal 2 Of 1 8-Dec-11
BH14001 20.40 20.76 0.36 Coal 1 Of 1 23-Dec-11
BH15001 19.60 19.96 0.36 Coal 1 Of 1 9-Nov-11
BH15002 33.30 34.22 0.92 Coal 1 Of 1 11-Nov-11
BH16A001 6.10 6.31 0.21 Coal 1 Of 1 29-Oct-11
Carbonaceous
BH16A002 6.31 6.38 0.07 1 Of 1 29-Oct-11
mudstone
BH16A003 6.38 6.73 0.35 Coal 1 Of 1 29-Oct-11
BH16B001 12.35 12.58 0.23 Coal 1 Of 1 31-Oct-11
Carbonaceous
BH16B002 12.58 12.65 0.07 1 Of 1 31-Oct-11
mudstone
BH16B003 12.65 12.95 0.30 Coal 1 Of 1 31-Oct-11
BH17001 20.60 20.96 0.36 Coal 1 Of 1 31-Oct-11
BH17002 21.09 21.47 0.38 Coal 1 Of 1 31-Oct-11
BH18001 11.10 11.83 0.73 Coal 1 Of 1 28-Dec-11
BH18002 31.26 31.53 0.27 Coal 1 Of 1 30-Dec-11
BH19001 20.32 21.22 0.90 Coal 1 Of 1 14-Dec-11
BH19002 21.22 21.62 0.40 Coal 1 Of 1 14-Dec-11
BH20001 25.69 27.20 1.51 Coal 1 Of 1 23-Dec-11
BH20002 27.30 27.54 0.24 Coal 1 Of 1 23-Dec-11

66
IV.3. Estimasi Sumber Daya/Cadangan
Metode atau sistim yang digunakan dalam perhitungan sumberdaya batubara di daerah
penyelidikan adalah Sistim USGS (System of United States Geological Survey), kemudian
dikombinasi dengan prakiraan nilai “Coal Ratio” / “Stripping Ratio” yang diinginkan, atau
kedalaman penambangan yang direncanakan untuk tambang terbuka (open-pit minning) skala
menengah.
Kriteria-kriteria umum dalam Perhitungan Sumberdaya Batubara dengan
Sistim USGS, adalah sebagai berikut :
Panjang sebaran batubara ke arah jurus bidang lapisan / seam batubara (on-strike) sejauh
yang masih dapat diidentifikasi, dan diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu sebagai
berikut :
1) Kategori Terukur (Measured), sebaran lapisan diasumsikan 2
(0 400) meter.
2) Kategori Terindikasi (Indicated), sebaran lapisan diasumsikan 2
(400 1.200) meter.
3) Kategori Tereka (Inferred), sebaran lapisan diasumsikan 2
(1.200 4.800) meter.
4) Lebar sebaran seam batubara ke arah kemiringan bidang lapisan
(dip), dihitung sampai kedalaman tambang tertentu sesuai dengan “Coal Ratio” / “Stripping
Ratio” yang direncanakan, dengan “slope stability” untuk penambangan terbuka sekitar 45°
atau 100%
(Gambar 4.2.).
- Sebaran seam batubara baik ke arah on-strike maupun ke arah down-dip dianggap menerus,
tanpa terjadi perubahan yang diakibatkan oleh mekanisme sedimentasi, kondisi topografi, atau
gejala alam lainnya (pelapukan dan erosi).
- Penyebaran lapisan / seam batubara ini hanya akan dibatasi oleh ; Batas Daerah Penyelidikan
/ Blok Prospek Batubara, Zona Struktur Geologi, serta Batas Formasi Batuan Pembawa
Batubara yang berada / tersebar di Daerah Penyelidikan.

67
Klasifikasi tersebut didasarkan pada jarak atau panjang sebaran seam batubara maksimal
dihitung dari titik singkapan ke arah on-strike, dengan tingkat keyakinan yang bersifat
progresif untuk masing-masing kategori (Gambar 4.1).
Ketebalan seam batubara yang dihitung adalah jumlah dari ketebalan setiap lapisan batubara
(ply), apabila terdapat singkapan dengan 2 (dua) buah ply atau lebih.
Berat Jenis Batubara yang dihitung, adalah nilai rata-rata dari beberapa harga berat jenis
batubara yang ada, yaitu sekitar 1,3 gr/cm3.

Selain menggunakan metode / sistim tersebut di atas, perhitungan Jumlah Sumberdaya


Batubara di Daerah Penyelidikan, juga didasarkan pada ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
Perhitungan dilakukan pada setiap Seam Batubara yang telah diidentifikasi secara
menyeluruh, maka untuk harga “ketebalan” dan “dip” untuk setiap Seam Batubara adalah
merupakan “Harga Maksimum” atau “Harga Rata-rata”.
Panjang lateral sebaran lapisan / seam batubara ke arah “on-strike” yang dihitung untuk
setiap kategori adalah berdasarkan keterpengaruhan dari 2 (dua) singkapan / outcrop yang
berada diantaranya, atau antara outcrop batubara dengan “Batas Zona Geologi” tertentu.
Jumlah “Over Burden” untuk masing-masing Seam Batubara belum dapat dihitung dengan
menggunakan “Metode Planimeter Topografi” karena belum ada data pengukuran topografi.
Perhitungan Sumberdaya Batubara dilakukan pada “BLOK PROSPEK BATUBARA” yang
telah dilokalisir berdasarkan hasil Interpretasi data-data lapangan periode Juli – Agustus
2011.

68
Gambar 5.1 Klasifikasi Perhitungan Sumberdaya Batubara untuk masing-masing
Kategori (USGS Circular – 891,1983).

69
Gambar 4.2. Sketsa Perhitungan Sumberdaya Batubara.

Jumlah Sumberdaya Batubara dapat dihitung dengan menggunakan rumus matematika


sederhana, sebagai berikut :

d
SD = -------------- x p x t x β
sin

Keterangan :
SD= Jumlah sumberdaya batubara.
d= Kedalaman penambangan sesuai dengan “Stripping Ratio”.
sin= Kemiringan bidang lapisan (dip) batubara.
p= Panjang sebaran lapisan batubara ke arah jurus (onstrike).
t = Tebal lapisan batubara.
β = Berat jenis rata-rata batubara atau SG (1,3 gr/cm3).

Secara matematis Perhitungan Sumberdaya Batubara di Daerah Penyelidikan dengan


menggunakan metode / rumus tersebut di atas dapat dilihat secara jelas pada Tabel 4.3 dan
Tabel 4.4

70
Tabel 4.3. : Perhitungan Sumberdaya Batubara Terukur dengan kedalaman 50 m

Resources Zone
Sin
Thickness DIP 50/Sin S.G (m2) Measured
Seam Dip
Average Average Dip Inferred Resources
o
(m) (….. ) gr/m3 (m) (ton)
SAEM A
0.34 16 0.28 181.40 1.3 1080 86,592.04
SEAM B
0.31 14 0.24 206.68 1.3 1960 163,251.04
SEAM C 1.3 2077
0.79 16 0.28 181.40 386,935.76
SAEM D 0.28 1.3 1559
1.31 16.5 176.05 467,400.27
SEAM E 0.42 1.3 1900
0.83 25 118.31 242,547.49
SEAM F 0.33 1.3 820
1.3 19.5 149.79 207,575.12
SEAM G 0.29 1.3 1370
1.78 16.7 174.00 551,603.26
SEAM H
1.66 19.7 0.34 148.33 1.3 1370 438,519.96
SAEM I
0.72 23.8 0.40 123.90 1.3 1127 130,700.57
SAEM J
0.85 19 0.33 153.58 1.3 1000 169,703.33
C1 1950
0.32 14 0.24 206.68 1.3 167,657.42
E1 0.36 1.3 1900
0.83 21 139.52 286,032.83
E2 0.33 1.3 1900
0.65 19 153.58 246,568.96
E3 0.33 1900
0.28 19 153.58 1.3 106,214.32
E4 0.34 1.3 1110
1.51 20 146.19 318,538.26
G1
0.82 19 0.33 153.58 1.3 1370 224,287.91
H1 1.3
0.6 13 0.22 222.27 1370 237,518.34
H2
0.3 26 0.44 114.06 1.3 1110 49,375.97
H3
0.23 16 0.28 181.40 1.3 942 51,092.13

TOTAL 4,532,114.97

71
Tabel 4.4. : Perhitungan Sumberdaya Batubara Terukur dengan kedalaman 100 m

Resources Zone
Sin
Thickness DIP 100/Sin S.G (m2) Measured
Seam Dip
Average Average Dip Inferred Resources
(m) (…..o) gr/m3 (m) (ton)
SAEM A
0.34 16 0.28 362.80 1.3 1080 173,184.07
SEAM B 0.31 14 0.24 413.36 1.3 1960 326,502.07
SEAM C 0.79 16 0.28 362.80 1.3 2077 773,871.52
SAEM D 1.31 16.5 0.28 352.09 1.3 1559 934,800.55
SEAM E 0.83 25 0.42 326.62 1.3 1900 485,094.99
SEAM F 1.3 19.5 0.33 299.57 1.3 820 415,150.25
SEAM G 1.78 16.7 0.29 347.99 1.3 1370 1,103,206.52
SEAM H 1.66 19.7 0.34 296.65 1.3 1370 877,039.92
SAEM I 0.72 23.8 0.40 247.80 1.3 1127 261,401.14
SAEM J 0.85 19 0.33 307.16 1.3 1000 339,406.66
C1 0.32 14 0.24 413.36 1.3 1950 335,314.83
E1 0.83 21 0.36 279.04 1.3 1900 572,065.67
E2 0.65 19 0.33 307.16 1.3 1900 493,137.91
E3 0.28 19 0.33 307.16 1.3 1900 212,428.64
E4 1.51 20 0.34 292.38 1.3 1110 637,076.51
G1 0.82 19 0.33 307.16 1.3 1370 448,575.81
H1 0.6 13 0.22 444.54 1.3 1370 457,036.67
H2 0.3 26 0.44 228.12 1.3 1110 98,751.94
H3 0.23 16 0.28 362.80 1.3 942 102,184.26
TOTAL 9,064,229.94

72
BAB V

KESIMPULAN
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. KESIMPULAN

Secara morfologi sebagian besar daerah Peninjauan masuk dalam satuan


morfologi perbukitan sedimen denudasional dengan ketinggian antara 55 -100 m di
atas permukaan laut, dan sebagian yang lain masuk dalam satuan morfologi pedataran
karst.Berdasarkan aspek geologi, maka endapan batubara yang terdapat di daerah
Desa Ngurit, Desa Malungai Raya dan sekitarnya, Kecamatan Gunung Bintang Awai,
Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah seluas 5.000 Ha terdapat pada
Formasi Montalat yang berumur Oligosen - Miosen.
Beradasarkan hasil data mapping Seam batubara pada wilayah IUP terdapat
10 seam Utama dan 1 (satu) Seam Acssecories, dan setelah aktivitas pemboran
jumlah seam batubara berubah menjadi 10 seam utama dan 9 seam acssecories.
Dengan ketebalan rata-rata seam ± 0,28 – 1.78.
Jumlah sumberdaya terukur batubara pada daerah Peninjauan sampai
kedalaman 50 m sebanyak 4,532,114.97 ton, sedangkan untuk kedalaman 100 m
sebanyak 9,064,229.94 ton.
Hasil analisa laboratorium menunjukan kualitas batubara pada daerah PT. BIMS
termasuk ke dalam Sub Bituminus dengan nilai rata - rata total moisture 29.9 %, inherent
moisture 14.6%, Kandungan abu 6.1%, zat terbang 32.4%, kandungan karbon 31.6%,
kandungan belerang 0.73%, kalori 4931 – 6235 Kcal/Kg, dan hgi 51.
Daerah prospek dipilih seluas 1.000 ha pada Formasi Montalat, pemilihan blok
prospek berdasarkan pertimbangan daerahnya memiliki singkapan batubara yang cukup
banyak.
Pada saat penarikan batubara roof dan floor tidak sama karena dipengaruhi oleh
metoda pemboran yaitu touch core, yang dimana mengetahui lithology melalui cutting
hasil pemboran yang dimana cutting yang keluar seringkali terlambat dan batuan bagian
atas yang runtuh, kedua hal tersebut yang mempengaruhi ketidak akuratan diskripsi yang
dilakukan dlapangan.Dari hasil penilitian pemboran tahap awal wilayah IUP PT. Bina
Insan Makmur Sentosa layak untuk dilakukan kegiatan eksplorasi lanjutan.

V.2. SARAN

Sumberdaya batubara daerah ini layak untuk di kembangkan lebih lanjut. Untuk
itu perlu eksplorasi lebih rinci, pemboran, pengukuran topografi dan pengkajian lebih
detil mengenai pemanfaatannya.
Pemboran direncanakan pemboran detail dengan jarak ± 250 meter searah jurus.
Pada daerah prospek direncanakan sebanyak 20 lubang bor dengan kedalaman tiap lubang
rata-rata 50 meter.Pengukuran topografi dilakukan bersamaan dengan pemboran, skala
topografi di rencanakan dengan skala 1 : 1000.Agar data lebih akurat kegiatan Eksplorasi
lanjutan dilakukan full coring dan logging.Perusahaan harus meyakinkan/menunjukan
keseriusan nya untuk meneruskan kegiatan di lokasi wilayah Ijin Usaha Pertambangan
Eksplorasi PT. Bina Insan Makmur Sentosan (BIMS) bahkan sampai kepenambangan.

73
VI. DAFTAR ACUAN

1. Bemmellen ; R,W, Van, 1970; The Geology of Indonesia, Vol 2, pp 78 – 82,


Martinus Nijhoff, The Haque Beureun De Recherdes Geologiques Minieres and
Direktorat Sumberdaya Mineral, Final Report 1979 – 1982; Geological Mapping
and Mineral Exploration in North East Kalimantan.

2. Colin R. Ward., (1984) : Coal Geology and Technology. ; Blackwell Scientific


Publications, Melbourne.

3. Geoservice Report No.10.151, 1980; Recent Development in Indonesia Coal


Geology, (Unpublished).

4. Gordon H. W. Jr., Kenh T.M.,Carter M.D. and Culbertson C.W. (1983) : Coal
Resource, Classification System of the U.S. Geological Survey., USGS Circ. 891.
5. Koesoemadinata, R,P, 1978; Tertiary Coal Basin of Indonesia, United Nations
Escap, CCOP, Technical Bulletin, Vol, 2.

6. Luki samuel, Muchsin S., 1975; Stratigraphy and Sedimentation in The

7. Kutai Basin, Kalimantan, Proceeding Indonesian Petroleum Association, 4th


annual Convention.
8. Rance H.C., (1975) : Coal Quality Parameter and Their Influence in Coal
Utilization. ; Shell International Petroleum Co., Ltd.

9. Soetrisno ; Supriatna S. ; Rustandi E., Sanyoto P. And Hasan K. (1994) ;


Regional Geological Map of The Buntok Quadrangle, Kalimantan., Geological
Research and Development Centre, Bandung.

10. Robertson Research, 1978; Coal Resources of Indonesia.

11. Stefanko R., (1983) : Coal Mining Technology, Theory and Practice. ; Society of
Mining Engeneers, New York.

74

You might also like