Professional Documents
Culture Documents
INDENTITAS KASUS
1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. AM
Kelamin : Perempuan
RM : 462343
Alamat :Bugis
Telp :-
Ruang perawatan : Lontara 1 RS Wahidin Sudirohusodo
Lahir tanggal : 13-11-1975
Umur : 39 tahun
Agama : Islam
1.2. Anamnesis
Keluhan Utama: Kesadaran menurun
Anamnesis Terpimpin:
Penurunan kesadaran dialami sejak 8 hari yang lalu perlahan-lahan, pasien
tampak lemah dan selalu mengantuk. Sebelumnya pasien pernah dirawat di RS Faisal
selama 2 minggu dengan demam tifoid, pasien sudah tidak demam sejak 3 hari yang
lau, mual (+), muntah (+), sesak (+).
BAB : Lancar
BAK : Lancar via kateter
1.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit berat, gizi cukup
Kesadaran : GCS 12
Tanda Vital :
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 64 x/menit
1
Pernapasan : 28 x/menit
Suhu : 36,5oC
Status Generalis :
Mata : Pucat (-), ikterus (-), Isokor diameter 2,5 mm
THT : Epistaksis (-), perdarahan telinga (-), perdarahan gusi (-)
Tonsil T1 – T1, hiperemis (-), Faring (-), lidah kotor (-)
Leher :Pembesaran kelenjar limfe (-), kaku kuduk (-)
Thorax :Simetris kiri sama dengan kanan, bunyi tambahan ronkhi halus
(+/-)pada seluruh lapangan paru bilateral, wheezing (-/-)
Cor : BJ I/II murni, reguler, murmur (-)
Abdomen : Peristaltik normal, distended (-), Ascites (-), Nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Deformitas (-), hematoma (-), edema (-), nyeri (-)
Primary Survey
A. Airway : Bebas, trakea di tengah
B. Breathing : Dada asimetris, sesak nafas (+), krepitasi (-), suara nafas
menurun pada hemithorax kiri , Pernapasan 40x/menit.
C. Circulation :Tensi 90/60 mmHg, Nadi 64 x/menit, Suhu 36,5oC, , gambaran
kulit normal
D. Disability : Alert
2
1.4 Pemeriksaan Penunjang
1.4.1 Darah Lengkap
3
1.4.2 Radiologi
Foto Thoraks AP
Tampak perselubungan inhomogen dengan Air Bronkogram Sign didalamnya
pada lobus superior kanan
Cor: cardio thoracic index dalam batas normal, aorta normal
Kedua sinus dan diafragma baik
Tulang-tulang intak
Kesan :- Pneumonia lobaris dextra
4
1.5 Diagnosis
Berdasarkan foto thorax AP, diagnosis kasus ini adalah Pneumonia
lobaris dextra
Diagnosis Penyakit dalam : Community Acquired Pneumoniae
1.6 Terapi
Terapi Interna :
Oksigen 3-4 liter/menit via nasal kanul
Natrium Klorida 0,9% 20 tetes/menit
Ceftriaxone 2 gram/24jam/intravena
Ampicilin 70 mg/8 jam/oral
Ventolin nebulizer 8jam/inhalasi
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Gambar 1.Anatomi pulmo dextra dan pulmo sinistra.( dikutip dari kepustakaan 3)
Gambar 2.Segmen – segmen pada pulmo dextra dan sinistra ( dikutip dari
kepustakaan 3)
7
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus utama kanan lebih
pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus utama kiri dan merupakan
kelanjutan dari trakea yang arahnya hamper vertikal. Cabang utama brokus kanan
dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus
segmentalis.Percabangan ini berjalan terus mejadi bronkilous terminalis, yaitu
saluran udara yang tidak mengandung alveoli.Setelah bronkus terminalis terdapat
asinus yang merupakan unit fungsional paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus
terdiri dari (1) brokiolus respiratorius, yang terkdang memiliki kantong udara yang
kecil atau alveoli pada dindingnya, (2) dukus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh
alveolus, dan (3) sakus alveolaris terminalis, yaitu akhir dari paru. Asinus atau
kadang-kadang disebut lobules primer memiliki garis tengah kira-kira 0,5-1 cm.
terdapat 23 kali percabangan dari trakea sampai sakus alveolaris terminalis. Alveolus
dalam kelompok sakus menyerupai kelompok anggur, yang membentuk sakus
terminalis dipisahkan oleh alveolus sekitarnya dengan dinding tipis yang disebut
septum.Lubang kecil pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn. Lubang ini
memungkinkan hubungan atau aliran udara antar sakus alveolaris terminalis.4
Dalam keadaan normalpun anatomi seseorang itu mungkin sangat berbeda
satu sama lainnya, sedangkan batas-batas antara yang sehat dan sakit kadang-kadang
sangat samar-samar. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui apa yang sakit, maka
terlebih dahulu perlu memiliki dasar-dasar tentang apa yang masih termasuk batas-
batas yang normal.5
Rongga toraks terisi oleh struktur yang densitasnya satu sama lain sangat
berbeda, yaitu densitas yang tinggi dari jaringan lunak terhadap densitas yang rendah
dari udara, hal ini tentu sangat menguntungkan, sehingga struktur tersebut sangat
mudah dilihat.5
Disebelah bawah rongga thorax dibatasi oleh kedua diafragma; ditengah-
tengah tampak bayangan padat yang disebabkan oleh mediastinum, jantung,
pembuluh-pembuluh darah besar, bronkus primer, trachea dan bronchi yang
besar.Sebelah kiri dan kanan bayangan padat tersebut berada paru-paru berisi udara,
8
bayangan-bayangannya disebabkan oleh struktur vascular, limfatik, bronchial, dan
endothelial, dikelilingi oleh udara.5
Bayangan hilus ini terutama dibentuk oleh arteri pulmonalis, tetapi secara
anatomis ia juga terdiri atas vena pulmonalis, mainbronkus besar dan kelenjar-
kelenjar limfe hilus dan peribronkial. Dari bronkus primer ini tampak memanjang
kesegala jurusan di perifer bayangan-bayangan linear, yang lumennya semakin
sempit bila semakin jauh dari hilus serta mendekat ke perifer.Bayangan-bayangan
seperti garis-garis ini terutama dibentuk oleh arteri pulminalis, disamping dibentuk
pula oleh vena pulmonalis, jaringan dinding-dinding bronki dan saluran-saluran
limfe.Bayangan tersebut sangat jelas dan menonjol di daerah parakardial kanan dan
disebabkan oleh beberapa vena pulmonalis yang besar.Bayangan suram yang luas dan
letaknya bergantung pada luasnya.Bayangan juga jelas terlihat dikedua belah
mediastinum, daerah suprahilar, membujur sampai ke puncak paru-paru. Kadang-
kadang pembuluh darah ini kelihatan sebagai bayangan bundar, homogen, agak dens,
yaitu bila pembuluh darah tersebut kelihatan mengarah ke depan, karena panjangnya
kolom darah yang dilalui sinar.5
9
Gambar 3.Foto toraks normal ( dikutip dari kepustakaan 3)
FISIOLOGI
Proses respirasi dapat dibagi menjadi empat golongan utama: (1) ventilasi
paru-paru, yang berarti pemasukan dan pengeluaran udara di antara atmosfir dam
alveolus paru, (2) difusi oksigen dan karbon dioksida di antara alveolus dan darah, (3)
transport oksigen dan karbon dioksida di dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari
sel, dan (4) pengaturan ventilasi dan segi-segi respirasi lainnya.6
Paru-paru dapat dikembangkan dan dikempiskan dalam dua cara (1) gerakan
turun dan naik difragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada dan (2)
elevasi dan depresi iga-iga untuk meningkatkan dan menurunkan diameter
anteroposterior rongga dada.6
Pada saat rongga toraks mengembang, paru juga dipaksa mengembang untuk
mengisi rongga toraks yang membesar. Sewaktu paru mengembang, tekanan
intraalveolus menurun karena molekul dalam jumlah yang sama kini menempati
10
volume paru yang lebih besar. Pada inspirasi biasa, tekanan intra-alveolus menurun
1mmHg menjadi 759 mmHg.Karena tekanan intra-alveolus sekarang lebih rendah
daripada tekanan atmosfer, udara mengalir masuk ke paru mengikuti penurunan
gradien tekanan dari tekanan tinggi ke rendah.6
Selama inspirasi, tekanan intrapleura turun ke 754 mmHg akibat
pengembangan toraks.Peningkatan gradien tekanan transmural yang terjadi selama
inspirasi memastikan bahwa paru teregang untuk mengisi rongga toraks yang
mengembang.Sebaliknya selama ekspirasi normal, tekanan intra-alveolar meningkat
menjadi hampir +1 mmHg, yang menyebabkan aliran udara keluar melalui saluran
pernafasan. Selama usaha ekspirasi maksimum dengan glottis tertutup, tekanan intar-
alveolar dapat meningkat menjadi lebih dari 100 mmHg pada pria sehat dan kuat
selama usaha inspirasi maksimum ia dapat berkurang menjadi serendah -80 mmHg.6
2.2. DEFINISI
Pneumonia secara kinis didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).7Infeksi saluran
napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi
serta kerugian produktivitas kerja.ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai
bentuk.Tersering adalah dalam bentuk pneumonia.Pneumonia ini dapat terjadi secara
primer atau merupakan tahap lanjutan manifestasi ISNBA lainnya misalnya sebagai
perluasan bronkiektasis yang terinfeksi.Pneumonia adalah peradangan yang mengenai
parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis atau
reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan
oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi.8
Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut
yang merupakan penyebab yang tersering, sedangkan istilah pneumonitis sering
dipakai untuk proses non infeksi. Bila proses infeksi teratasi, terjadi resolusi dan
11
biasanya struktur paru normal kembali. Namun pada pneumonia nekrotikans yang
disebabkan antara lain oleh staphylococcus atau kuman gram negatif terbentuk
jaringan parut atau fibrosis. Diagnosis pneumonia harus didasarkan kepada
pengertian patogenesis penyakit hingga diagnosis yang dibuat mencakup bentuk
manifestasi, beratnya proses penyakit dan etiologi pneumonia. Cara ini akan
mengarahkan dengan baik kepada terapi empiris dan pemilihan antibiotik yang paling
sesuai terhadap mikroorganisme penyebabnya.8
2.3. EPIDEMIOLOGI
Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang
tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum
berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK) atau di
dalam rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia nasokomial/PN atau pneumonia di
pusat perawatan/ PPP) pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran napas
bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20 %.8
Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang
jelas.Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati
adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.Pneumonia
semakin sering dijumpai pada orang-orang lanjut usia (lansia) dan sering terjadi pada
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Juga dapat terjadi pada pasien dengan
penyakit lain seperti diabetes melitus (DM), payah jantung, penyakit arteri koroner,
keganasan, insufisiensi renal, penyakit saraf kronik, dan penyakit hati kronik.8
2.4. ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu
bakteri, virus, jamur dan protozoa.Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang
diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif,
sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif
sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir
12
ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri
Gram negatif.7
2.5. PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di
paru.Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak
dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada
kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran
napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :7
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria
atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat
mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila
terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.Aspirasi dari sebagian
kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada
keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga
aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum
bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.7
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama
13
dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di
temukan jenis mikroorganisme yang sama.7
14
perawatan luka dalam waktu 30 hari proses infeksi ataupun datang ke klinik RS atau
klinik hemodialisa.8
Klasifikasi Pneumonia yang lazim digunakan adalah seperti terlihat pada tabel 1
yang didasarkan pada factor inang dan lingkungan.8
Tabel 1. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Inang dan Lingkungan
Pneumonia Komunitas Sporadis atau endemic; muda atau orang
tua
Pneumonia Nosokomial Didahului perawatan di RS
Pneumonia Rekurens Terjadi berulang kali, berdasarkan
penyakit paru kronik
Pneumonia Aspirasi Alkoholik, usia tua
Pneumonia pada Gangguan Imun Pada pasien transpalantasi, onkologi,
AIDS
Berdasarkan bakteri penyebab :7
a) Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita
pasca infeksi influenza.
b) Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
c) Pneumonia virus
d) Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderitadengan daya tahan lemah
(immunocompromised)
Berdasarkan predileksi infeksi :7
a) Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi
dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
15
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya :
pada aspirasi benda asing atau proses keganasan
b) Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering
pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c) Pneumonia interstisial
2.7. DIAGNOSIS
Seringkali bentuk pneumonia mirip meskipun disebabkan oleh kuman yang
berbeda. Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap,
pemeriksaan fisis yang teliti, dan pemeriksaan penunjang.
A. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen
kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.7
Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang
berhubungan dengan faktor infeksi.8
Evaluasi faktor pasien/predisposisi, misal PPOK (Haemophilus influenzae),
penurunan imunitas (kuman gram negative), kejang/tidak sadar (aspirasi
gram negative)
Bedakan lokasi infeksi, misal pneumoni komunitas (Stretococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, Mycoplasma pneumoniae)
Usia pasien, misal bayi (virus), muda (Mycoplasma pneumoniae), dewasa
(Streptococcus pneumoniae)
Onset time, misal cepat akut dengan rusty coloured sputum (Streptococcus
pneumoniae), perlahan dengan batuk dahak sedikit (Mycoplasma
pneumoniae).
16
B. Pemeriksaan Fisis
Berikut beberapa gejala klinis yang mengarah pada tipe kuman
penyebab/patogenitas kuman dan tingkat berat penyakit.8
Gejala yang tiba-tiba muncul dan langsung berat (Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Yersinia
pestis)
Gejala yang timbulnya lambat (pneuomonia atipikal, Klebsiella
pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, Enterobactericiae).
Warna, konsistensi dan jumlah sputum penting untuk diperhatikan.
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada
inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi
fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang
kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.7
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur
darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.7
Pemeriksaan radiologi
17
Pada foto konvensional, secara umum tidak mungkin mendiagnosis suatu
agen penyebab infeksi dari jenis bayangannya saja. Sehingga dibutuhkan keterangan
klinis, laboratoris seperti jumlah leukosit dan hitung jenis. Oleh karena itu pada
dasarnya semua pemeriksaan saling melengkapi dan saling membantu dalam
menegakkan suatu diagnosis.8
Kebanyakan proses patologis yang melibatkan paru akan menyebabkan
peningkatandensitas paru dan tampak berwarna putih atau tampak sebagai bayangan
opak fokal.9
Pola Pneumonia
Pneumonia adalah konsolidasi rongga udara akibat rongga udara alveolar
terisi dengan eksudat inflamatorik yang disebabkan infeksi.Pneumonia dapat
diklasifikasikan baik secara anatomis maupun etiologi.Klasifikasi pneumonia secara
anatomis bermanfaat karena pola tertentu memiliki penyebab yang spesifik, misalnya
pneumonia lobaris seringkalo disebabkan oleh pneumonia streptokokus.Usia juga
penting dipertimbangkan karena pneumonia pada anak mempunyai gambaran yang
khas dan disebabkan oleh infeksi dari orang dewasa. Di banyak Negara berkembang,
pola penyakit ini dipersulit dengan adanya imunosupresi akibat infeksi human
immunodeficiency virus (HIV).Untuk mempelajari konsolidasi paru, baik menyangkut
perluasan dan lokasi kelainan dibuat foto thoraks proyeksi lateral, oblique dan
frontal.9
I. Pneumonia Lobaris
Konsolidasi pneumonia lobaris awalnya cenderung terjadi di daerah paru
dekat dengan pleura visceraldan lama kelamaan akan menyebar secara sentripetal
menuju ke pori-pori kohn (pore of kohn) yang selanjutnya akan membentuk
konsolidasi pada satu segmen bahkan bisa sampai mengisi satu lobus.10
18
Gambar 4.(Courtesy of C. Isabela S. Silva, MD, PhD)Dikutip dari kepustakaan 10
Pada gambar (A) memperlihatkan bahwa konsolidasi awalnya cenderung
terjadi di daerah paru dekat dengan pleura visceral atau fisura interlobar.(B)
Penyebaran infeksinya melewati batas segmental untuk menempati sebagian dari
parenkim.(C) Proses konsolidasi tersebut sampai mengisi 1 lobus parenkim paru dan
daerah yang mengalami konsolidasi yang dekat dengan fisura interlobaris akan
menghasilkan batas yang jelas.10
Pada foto konvensional radiography dan CT-scan, pneumonia lobaris akan
memberikan gambaran konsolidasi homogeni yang terdapat pada satu lobus dan
memberikan gamabaran batas yang jelas pada fisura interlobaris.10
19
Gambar 5.Pneumonia lobaris dextradikutip dari kepustakaan 10
20
High resolution CT-scan sangat baik digunakan untuk melihat gambaran pola
dan distribusi pneumonia dibandingkan dengan foto konvensional seperti X-ray.
Namun jarang digunakan untuk mengevaluasi pasien yang curiga atau dipastikan
pneumonia. Akan tetapi, CT-scan merupakan pilihan yang direkomendasikan untuk
menilai adanya kelainan non spesifik yang tidak di temukan pada foto
konvensional.10
21
Gambar 8. Bronkopneumonia dikutip dari kepustakaan11
Pada foto thorax posisi PA tersebut tampak perselubungan inhomogen pada
lobus bawah paru kiri. Selama infeksi berlangsung bayangan dapat menjadi lebih
homogeni.11
22
2.8. PENATALAKSANAAN
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian
antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan
hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : 7
23
Vankomisin
Teikoplanin
Linezolid
Hemophilus influenzae
TMP-SMZ
Azitromisin
Sefalosporin gen. 2 atau 3
Fluorokuinolon respirasi
Legionella
Makrolid
Fluorokuinolon
Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
Doksisiklin
Makrolid
Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
Doksisikin
Makrolid
Fluorokuinolon
Terapi suportif dapat berupa :8
1) Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96%
berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah.
2) Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan
napas dalam.
3) Pengaturan Cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia,
dan paru lebih sensitive pada pembebanan cairan terutama bila terdapat
pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dnegan baik,
24
termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi
untuk maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan.
4) Bila terdapat gagal napas , diberikan nutrisi dari lemak (50%) hingga dapat
dihindari produksi CO2 yang berlebihan.
25
Gambar 13 . Tampak perselubungan homogen pada lapangan paru sebelah kiri yang menutupi
batas kiri jantung, diafragma,dan sinus disertai dengan shift midline ke kiri (dikutip dari
kepustakaan 14)
b. Efusi Pleura
Pembentukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh banyak keadaan
yang dapat berasal dari kelainan paru sendiri, misalnya infeksi baik oleh bakteri
maupun virus atau jamur, tumor paru, tumor mediastinum, metastasis; atau
disebabkan oleh keadaan kelainan sistenmik, antara lain penyakit-penyakit yang
mengakibatkan hambatan getah bening, hipoproteinemia pada penyakit ginjal, hati,
dan kegagalan jantung. Tidak jarang disebabkan pula oleh trauma kecelakaan atau
tindakan pembedahan.15
Cairan (pleural effusion) dapat berupa :15
1. Cairan transudat, terdiri atas cairan yang bening biasanya ditemukan pada
kegagalan jantung, kegagalan ginjal yang akut atau kronik, keadaaan
hipoproteinemia pada kegagalan fungsi hati, pemberian cairan infuse yang
berlebihan, dan fibroma ovarii (Meig’s syndrome).
2. Cairan eksudat, berisi cairan kekeruh-keruhan, paling sering ditemukan pada
infeksi tuberculosis, atau nanah (emfisema) dan penyakit-penyakit kolagen
(lupus eritematosa, rheumatoid arthritis).
26
3. Cairan darah, dapat disebabkan trauma tertutup atau terbuka, infark paru, dan
karsinoma paru.
4. Cairan getah bening, meskipun jarang terjadi terjadi tetapi dapat diakibatkan oleh
sumbatan aliran getah bening toraks, misalnya pada filariasis atau metastasis
pada kelenjar getah bening dari suatu keganasan.
Gambaran radiologi
Gambar 15.Efusi pleura paru kanan pada posisi PA foto toraks tampak gambaran
perselubungan homogen, meniscus sign, dan sinus/diafragma tertutup (A). Efusi pleura pada
posisi lateral (B) (dikutip dari kepustakaan 14)[14]
Pada pemeriksaan foto toraks rutin tegak, cairan pleura tampak berupa
perselubungan homogeni menutupi struktur paru bawah yang biasanya relative
radiopak dengan permukaan cekung, berjalan dari lateral atas ke arah medial bawah.
Karena cairan mengisi ruang hemithoraks sehingga jaringan paru akan terdorong ke
arah sentral/ hilus, dan kadang-kadang mendorong mediastinum ke arah
kontralateral.15
27
c. Tumor Paru
Definisi
Tumor jinak paru jarang ditemui, hanya sekitar 2% dari seluruh tumor paru,
biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin karena tumor jinak
jarang memberikan keluhan dan tumbuh lambat sekali. Tumor jinak paru yang sering
ditemui adalah hamartoma. Sebagian besar (45-60%) tumor ganas paru termasuk
karsinoma bronkogen adalah jenis epidermoid. Insiden karsinoma paru mempunyai
kecenderungan meningkat, mungkin berhubungan dengan meningkatnya polusi udara
dan mental stress yang sering dihubung-hubungkan. Salah satu pendekatan diagnosis
dini adalah pemeriksaan radiologik.16,17
Gambaran Radiologi
Foto toraks
Pemeriksaan Tomografi Komputer dapat memberikan informasi lebih
banyak. Penilaian pada massa primer paru berupa besarnya densitas massa
yang dapat memberikan gambaran yang inhomogen pada massa sifat ganas
atau homogen pada massa jinak, pinggir massa dapat diperlihatkan lebih jelas,
tidak teratur atau spikula/pseudopodi pada massa ganas, patas rata pada
jinak.17
28
Gambar 17.Tampak perselubungan dengan massa cavitas yang besar, yang menandakan
adanya carsinoma sel squamosa di paru.18
d. Tuberkulosis Paru
1. Tuberkulosis primer
Tuberkulosis primer pada anak Tuberkulosis primer terjadi karena infeksi melalu jalan
pernapasan (inhalasi) oleh Mycobacterium tuberculosis. Biasanya pada anak-anak.19
2. Tuberkulosis sekunder atau tuberculosis re-infeksi (post-primer)
Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa. Saat ini pendapat
umum mengenai penyakit tersebut adalah bahwa timbul reinfeksi pada seorang yang di masa
kecilnya pernah menderita tuberculosis primer, tetapi tidak diketahui dan menyembuh
sendiri.19
Sarang-sarang yang terlihat pada foto roentgen biasanya berkedudukan di lapangan atas
dan segmen apikal lobi bawah, walaupun kadang-kadang dapat juga tejadi di lapangan
bawah, yang biasanya disertai oleh pleuritis. Pembesaran kelenjar-kelenjar limfe pada
tuberkulosis sekunder jarang ditemukan.19
Klasifikasi tuberculosis sekunder
Klasifikasi tuberculosis sekunder menurut American Tuberculosis Association19
1. Tuberkulosis minimal (minimal tuberculosis): yaitu luas sarang-sarang yang kelihatan
tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks, dan iga 2 depan; sarang-
29
sarang soliter dapat berada di mana saja, tidak harus berada dalam daerah tersebut di atas.
Tidak ditemukan adanya lubang (kavitas)
2. Tuberkulosis lanjut sedang (moderately advanced tuberculosis): yaitu luas sarang-sarang
yang bersifat bercak-bercak tidak melebihi luas satu paru, sedangkan bila ada lubang,
diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau sifat bayangan sarang-sarang tersebut berupa
awan-awan yang menjelma menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak
boleh melebihi luas satu lobus.
3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis): yaitu luas daerah yang dihinggapi
oleh sarang-sarang lebih daripada sarang seperti garis-garis (fibrotik) yang biasanya
menunjukkan bahwa proses telah tenang.
Gambar 18.Gambaran klasik yang didapatkan infiltrat pada lapangan atas paru disertai
dengan cavitas, dikutip dari kepustakaan 14
30
2.10. KOMPLIKASIDAN PROGNOSIS
Kompliksai dari pneumonia, yaitu :11
1. Empiema
Empiema tejadi ketika infeksi parenkim menyebar sampai ke kavum
pleura.
2. Efusi parapneumonia
Efusi parapneumonia adala efusi sekunder yang terjadi terhadap
pneumonia.
3. Abses paru
Abses paru, bisa terjadi akibat infeksi sekunder dari pneumonia.
Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokkus di RS sebesar
5% namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk. Mortalitas
pasien yang CAP yang dirawat di ICU adalah sekitar 20%. Mortalitas yang tinggi ini
berkaitan dengan “factor perubah” yang ada pada pasien.8
Pneumionia komunitas memiliki angka mortalitas dapat mencapai 35-50%
yang bisa mencapai 70% bila termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang
dideritanya.8
2.11. PENCEGAHAN
Untuk pneumonia komunitas (community-acquired), dapat dicegah dengan
pemberian vaksinasi pada penghuni rumah jompo atau rumah penampungan penyakit
kronik dan usia > 65 tahun, sedangkan pencegahan pada pneumonia nosokomial
(hospital-acquired) ditujukan kepada upaya program pengawasan dan pengontrolan
infeksi termasuk pendidikan staf pelaksana, pelaksanaan teknik isolasi, dan praktek
pengontrolan infeksi. Salah satau contoh tindakan pencegahannya yaitu berupa
pembatasan pemakaian selang nasogastrik atau endotrakeal atau pemakaian obat
sitoprotektif sebagai pengganti antagonis H2 dan antacid.8]
31
BAB III
DISKUSI KASUS
32
Foto Thoraks AP
Foto Thoraks AP
Tampak perselubungan inhomogen dengan Air Bronkogram Sign didalamnya
pada lobus superior kanan
Cor: cardio thoracic index dalam batas normal, aorta normal
Kedua sinus dan diafragma baik
Tulang-tulang intak
Kesan :- Pneumonia lobaris dextra
33
Dari pemeriksaan radiologi foto toraks AP, menunjukan adanya Tampak
perselubungan inhomogen dengan Air Bronkogram Sign didalamnya pada lobus
superior kanan batas fisura interlobaris yang tegas dengan kedua sinus dan diafragma
baik. Hasil ini menggambarkan tanda-tanda terjadinya Pneumonia Lobaris Dextra.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini yaitu : Oksigen 3-4
liter/menit via nasal kanul , Natrium Klorida 0,9%20 tetes/menit,ventolin nebulizer
8jam/inhalasi, ceftriaxone 2 gram/24jam/intravena, dan ampicilin 70 mg/8 jam/oral
Pemberian oksigen, nebulizer dan terapi cairan pada pasien ini merupakan
penatalaksanaan suportif yang diberikan, sedangkan pemberian antibiotik pada
penagobatannya merupakan terapi empirik untuk mengatasi infeksinya.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard S, MD, PhD. 2006. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran.
Editor; Liliana Sugiharto. Edisi 6. Jakarta : EGC
2. Ellis, H. 2011. Clinical AnatomyApplied Anatomy For Students And Junior
Doctors : Blackwell Publishing.
3. Putz, HVR. Pabst, R. 2007. Sobotta Anatomie des Menschen. Munchen :
Elsevier. Pg. 352-359.
4. Wilson LM. Anatomi Saluran Pernapasan. In: Prince SA, Wilson LM.
Patofisiologi. 6th edn. Jakarta: EGC; 2006.
5. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2005.
6. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel Ke Sisitem Edisi 6. Jakarta :
EGC. 2011; Hal. 411-458.
7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial. Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-5
8. Aru W. Sudoyo BS, Idrus Alwi, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Dahlan Z,
editor. Jakarta : Interna Publishing; 2009. Hal. 238-240.
9. Corr, Peter. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik (Pattern Recognition in
Diagnostic Imaging). Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. 2011
10. Muller, Nestar L., Franquet Tomas., Kyung Soo, Lee. Imaging of Pulmonary
Infections 1st edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007; Part Bacterial
Pneumonia, page 21-8
11. Reynolds, JH, dkk. Article Pneumonia In The Immunocompatent Patien. In The
Brithis Journal Of Radiology. Edisi 83. 2010. Pg. 998-1009
12. Wilson LM. Penyakit Pernapasan Restriksi. In: Prince SA, Wilson LM.
Patofisiologi. 6th edn. Jakarta: EGC; 2006. p. 796-814.
13. Kusumawidjaja Kahar. Emfisema, Atelektasis, dan Bronkiektasis. In: Ekayuda
Iwan. Radiologi Diagnostik. 2th edn. Jakarta: EGC; 2005. p. 108-115.
35
14. Mettler FA. Essential of Radiology. 2th edn. Mexico: United States of America;
2005.
15. Kusumawidjaja Kahar. Pleura dan Mediatinum . In: Ekayuda Iwan. Radiologi
Diagnostik. 2th edn. Jakarta: EGC; 2005. p. 116-117.
16. Kusumawidjaja Kahar. Tumor Ganas Paru . In: Ekayuda Iwan. Radiologi
Diagnostik. 2th edn. Jakarta: EGC; 2005. p. 148-151.
17. Kusumawidjaja Kahar. Tumor Jinak Paru . In: Ekayuda Iwan. Radiologi
Diagnostik. 2th edn. Jakarta: EGC; 2005. p. 145-147.
18. Howlett, D. Ayers, B.Respiratory System. In The Hand On Guide To Imanging.:
Blackwell Publishing . 2004. Pg.17-18
19. Rasad Sjahriar. Tuberkulosis Paru. In: Ekayuda Iwan. Radiologi Diagnostik. 2th
edn. Jakarta: EGC; 2005. p. 131-133.
36