Professional Documents
Culture Documents
dengan sapi dan kerbau. Memelihara kambing tidak sulit karena hanya memerlukan
modal yang relatif lebih sedikit daripada ternak ruminansia lain dan biasanya
dimanfaatkan sebagai usaha rumahan, sehingga pakannya pun cukup beragam, salah
satunya adalah pakan hijauan. Berbagai jenis hijauanyang digemari oleh kambing
antara lain daun turi, lamtoro, dan nangka (Pamungkas et al., 2009).
Menyebabkan cacing parasit berkembang biak dengan cepat (Sambodo dan Tethool,
2012). Penyakit cacingan ini dapat menyerang tubuh hewan ternak yang berakibat
menurunnya berat badan dan ketahanan tubuh hewan tersebut (Akhira et al., 2013).
Selain itu juga dapat merugikan peternak karena dapat menurunkan tingkat produksi
dikeluarkan bersama feses oleh cacing betina yang jumlahnya dapat mencapai ratusan
butir per hari.Telur-telur tersebut masuk ke dalam tubuh hospes dalam bentuk infektif
melalui mulut dan dalam bentuk larva melalui kulit. (Garcia dan David, 1996).
sebesar 38 % dan kematian yang umumnya terjadi karena hewan banyak kehilangan
darah terutama pada ternak muda dengan angka kematian sampai 17 % (Beriajaya et
al.,1995). Jenis cacing nematoda saluran pencernaan yang paling banyak
oleh cacing tersebut akan keluar dari tubuh hewan bersama feses, sehingga dengan
pemeriksaan feses akan mudah diketahui apakah hewan tersebut terinfeksi cacing
Indonesia menunjukkan 90% ruminansia selain kambing, yaitu sapi yang berasal dari
peternakan rakyat positif mengandung cacing saluran pencernaan yaitu cacing hati
a. Etiologi
Strongyloides papilosus
mulut yang besar dan terbuka ke sebuah capsula bukalis yang dapat mempunyai gigi,
parasit ini bila makan akan mengambil segumpal lapisan mukosa usus dan
pada usus. Penurunan penyerapan nutrisi pada usus halus dapat berakibat
Class : Nematoda
Ordo : Rhabditida
Superfamily : Subuluroidea
Family : Strongyloididae
Genus : Strongyloides
berembrio berukuran 40-64 x 20-42 mikron. Bentuk bebas betina memiliki ukuran tubuh
± 1 x 0,05 mm, esofagus ± sepanjang tubuh serta pendek dan terbuka, uterus berupa satu
barisan lurus yang berisi 40 - 50 telur. Vulva terbuka di sisi ventral dekat pertengahan tubuh
(Stankiewicz, 1971). Cacing jantan hidup bebas dengan panjang 700-825 mikron.
mikron dan gubernakulum yang panjangnya 20 mikron dan lebar 2,5 mikron. Masa
prepaten 7-9 hari. Sedangkan bentuk parasitik struktur tubuh betina halus dan
transparan, ukuran 2,2 x 0,05 mm, esofagus filiform sepanjang tubuh. Pada betina
gravid uterus berisi 1 0 - 2 0 telur yang mengandung embrio. Vulva pada sisi ventral
1/3 posterior panjang tubuh dan Jantan belum ada peneliti yang menemukan bentuk
parasitik jantan ini selain Kreist dan Faust. Oleh karena itu dianutlah pemahaman
pendek dan terbuka, genital primordium besar dan ovoid terletak di ventral dekat
intestinal. Ekor runcing. Sedangkan Larva filariform memiliki ukuran tubuh ± 630 x
16 µ, mulut tertutup, esophagus sepanjang badan, ujung ekor bercabang dua pendek
Trichostrongylus sp.
dengan ujung bulat, berdinding tipis, luas ruang yang jelas antara embrio dan kulit
telur (Van, 2013). Cacing ini berukuran kecil sehingga sering terlepas dari
pengamatan. Cacing jantan panjangnya kurang lebih 5mm dan cacing betina
panjangnya 6 mm. Cacing ini berwarna kemerahan atau coklat dan terdapat di
b. Siklus Hidup
Strongyloides papilosus
Siklus hidup cacing ini mempunyai keunikan karena memiliki generasi parasitik dan
generasi bebas. Terdapat dua kemungkinan jalur yang dilalui oleh generasi bebas.
Generasi I hidup bebas yang mempunyai jantan dan betina sedangkan generasi II
bersifat patogenesis dan hanya memiliki cacing betina yang menghasilkan telur
berembrio. dan masing generasi memiliki 4 stadium larva yaitu L1, L2, L3 dan L4.
Pada stadium L1 (rhabditiform) cacing menetas dari telur yang dikeluarkan melalui
Pada fase bebas telur berembrio yang dikeluarkan akan menetas dan
menghasilkan L1 betina dan L1 jantan yang dapat tumbuh diluar tubuh host hingga
(ftlaform), pada fase parasitik L3 dapat menginfeksi host dengan menembus barier
Cacing masuk kedalam aliran darah menuju jantung dan sampai ke paru-paru.
Sesampainya di alveoli paru cacing L3 merusak alveoli paru dan menuju ke saluran
trakea dan masuk kedalam esophagus dan menuju ke saluran usus halus. L3 juga
dapat masuk kedalam tubuh host melalui pakan yang dimakan oleh host, larva infektif
biasanya terdapat pada ujung daun pada rumput gembala yang basah (berembun) hal
ini karena larva L3 menyukai kelembaban dan akan mati bila terkena sinar UV
(Woodhouse,1948).
Larva yang tertelan akan tumbuh dan berkembang didalam saluran usus halus
host menjadi L4 dan memproduksi telur berembrio yang nantinya akan dikeluarkan
melalui feses host dan sikluspun terulang kembali. Pada kondisi tertentu L2 yang
tumbuh di luar tubuh host dapat langsung menginfeksi saat masuk ke tahap L3
sehingga tidak menjadi L4 (stadium dewasa) diluar tubuh host dan tidak terjadinya
Trichostrongylus spp.
Trichostrongylus spp memiliki hospes definitive hewan pemamah biak, dapat
pula terjadi pada manusia. Telur hampir menyerupai telur cacing tambang dengan
ukuran yang lebih besar, yaitu sekitar (75-95) x 40 m. waktu keluar bersama tinja,
telur ini sudah bersegmen. Di luar tubuh dalam waktu 24 jam, telur menetas, keluar
larva rhabditiform berbentuk khas, yaitu ada benjolan pada ekornya. Pada suhu panas
dan lembap, pada tempat teduh dan berumput atau tanaman yang menutupi tanah,
dalam waktu 3-4 hari, larva rhabditiform akan berubah menjadi larva
pseudofilariform. Larva ini jika tertelan bersama rumput atau sayuran yang
rongga usus, untuk menjadi dewasa dalam waktu 21 hari. Parasit akan terbawa
bersama aliran darah dan menuju kle paru-paru. Manusia tertular karena memakan
atau meminum yang terkontaminasi larva. Habitatnya di usus halus, yaitu duodenum
dan jejunum bagian atas. Telah diketahui kurang lebih ada 9 spesies, yang terpenting
seperti benang tanpa rongga mulut dengan ukuran sekitar 5-10 mm. cacing jantan
c. Transmisi
Strongyloides papillosus
Transimisi dengan penetrasi larva filariform infektif melalui kulit dari tanah yang
(dari ibu janin yang di kandungnya) dan transmammary ( dari ibu ke bayinya melalui
air susu ). Penetrasi larva filariform infektif menembus kulit menimbulkan cutaneus
larva migrans dan visceral larva migrans. Larva ini kemudian menembus saluran
limfatik atau kapiler terbawa sampai ke jantung kanan dan kapiler pulmonal.
Kemudian keluar dari kapiler terbawa pulmonal dan penetrasi kedalam aveoli paru-
paru. Di duga saat keluar dari kapiler pulmonal parasit menyebabkan perdarahan dan
sedang berada di paru dan saluran pernafasan disebut dengan sindroma loeffler.
Parasit ini kemudian bermigrasi ke saluran napas atas, sampai ke esophagus dan
tertelan masuk ke lambung dan usus. Disana parasit ini dengan cepat berkmbang
menjadi dewasa. Hewan betina juga berkembang biak melaui kopulasi yang terjadi di
pakan maupun menembus barier kulit host. Sehingga pada bagian kulit yang di
tembus oleh larva cacing ini sering menimbulkan gejala peradangan kemerahan dan
gatal (Vegors,1954).
Trichostrongylus spp.
Transmisi dari Trichostrongylus spp. Sebagai larva infektif bebas; T. Saginata,
makanan yang mengandung stadium larva matang. Telur yang keluar bersama tinja.
Setelah satu atau dua hari berada di tanah, telur menetas, dan berkembang menjadi
larva infektif. Stadium telur infektif hidup bebas di rerumputan, larva membentuk
kristal dan tahan terhadap kekeringan. Setelah itu larva tertelan saat sapi atau
kambing memakan rumput dan berkembang menjadi dewasa (Noble and Noble,
1989).
d. Gejala Klinis
Strongyloides papillosus
Gejala klinis yang khas dari infeksi Strongyloides papillosus adalah pada hewan
muda lemah, kakeksia, anoreksia, anemia, bulu suram, diare dan pertumbuhan
terhambat. Gejala klinis yang lain timbulnya dermatitis ringan pada saat larva cacing
masuk ke dalam kulit pada awal infeksi. Infeksi lain yaitu batuk bronki, kadang-
pada abdomen yang disebabkan oleh cacing betina dewasa yang menempel pada
mukosa usus. Gejala infeksi kronis tergantung kepada intensitas dari infeksi, bisa
ringan dan bisa juga berat. Gejala yang paling khas adalah sakit perut, umumnya sakit
pada hulu hati seperti gejala ulcus ventriculi, diare dan urticaria kadang-kadang
timbul nausea, berat badan turun, lemah dan konstipasi. Hal ini disebabkan oleh
rusaknya vili-vili usus oleh infeksi cacing strongiolides. Sehingga penyerapan zat-zat
mineral dan nutrisi didalam usus berkurang, yang berinfestasi pada timbulnya diare
yang diikuti keadaan dehidrasi pada hewan yang terinfeksi, bila hal ini terjadi terus
menerus akan berakibat terjadinya defesiensi nutrisi dengan gejala klinis kurus
(kakeksia), bulu kusam dan terhambatnya pertumbuhan dari hewan yang sakit.
Pembengkakan kelenjar tiroid, pnemonia, dan peradangan pada daerah kulit akibat
infasi larva yang menembus jaringan kulit dan memacu respon peradangan sekitar
Trichostrongylus spp.
Gejala klinis dari hewan terinfeksi cacing Trichostrongylus sp.adalah terjadi
penurunan nafsu makan, anemia, berat badan menurun, diare, pembengkakan dan
Tetramisole®, dan Piperazine®. Dokter hewan akan menasehatkan obat yang paling
baik yang tersedia untuk pengobatan yang khusus, dosis yang harus digunakan dan
yang rutin dengan jarak yang tertentu sepanjang tahun, dengan waktu yang ditentukan
oleh dokter hewan di mana harus mengingat spesies dan siklus hidup masing-masing
spesies, dan iklim suatu daerah. Saat yang sama, mineral mengandung zat besi (dan
mungkin obat anti cacing) dapat diberikan. Sebaiknya dihindari penggembalaan yang
basah atau lembap. Pengairan harus pada tempat yang berasal dari bendungan yang
langsung dialirkan melalui pipa. Di dalam kandang, semua pakan harus termakan
terinfeksi berat. Padang tersebut harus cukup lama ditinggalkan sehingga populasi
cacing akan mati semua atau harus dibajak atau ditanami. Hewan muda jangan
dibiarkan merumput bersama hewan dewasa. Hal yang harus diingat bahwa hewan
yang makanannya baik dan dalam kondisi yang baik akan kecil kemungkinan terkena
Adiwinata, G., dan Sukarsih. 1992. Gambaran Darah Domba yang Terinfeksi Cacing
Nematoda Saluran Pencemaan Secara Alami di Kab. Bogor (Kec
.Cijeruk,Jasinga dan Rumpin). Penyakit Hewan 24 (43) : 13-16.
Akhira, D., Y. Fahrimal, dan M. Hasan. 2013. Identifikasi Parasit Nematoda Saluran
Pencernaan Anjing Pemburu (Canis familiaris) Di Kecamatan Lareh Sago
Halaban Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Medika Veterinaria. ISSN: 0853-1943
Vol. 7 No. 1.
Harvey, S.C., Gemmill, A.W., Read, A.F., and Viney, M.E. (2000). The control of
morph development in the parasitic nematode Strongyloides ratti. Proc. R. Soc.
Lond., B, Biol. Sci. 267, 2057–2063.
Nofyan, E., M. Kamal, dan I. Rosdiana. 2010. Identitas Jenis Telur Cacing Parasit
Usus Pada Ternak Sapi (Bos sp.) dan Kerbau (Bubalus sp.) Di Rumah Potong
Hewan Palembang.Universitas Sriwijaya. Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian
Sains.10:06-11.
Sambodo, P., dan A. Tethool. 2012. Endoparasit Dalam Feses Bandikut (Echymipera
kalubu) (Studi Awal Kejadian Zoonosis Parasitik Dari Satwa Liar). Jurnal
Agrinimal.Vol. 2. No. 2, Oktober 2012. Hal. 71-74.
Van Wyk, J.A. & Mayhew, E., 2013. Morphological identification of parasitic
nematode infective larvae of small ruminants and cattle: A practical lab guide.
Onderstepoort Journal of Veterinary Research, 80, 14 pages.
doi:10.4102/ojvr.v80i1.539.