You are on page 1of 35

F.6.

Upaya Pengobatan Dasar

Laporan Kegiatan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer


(PMKP) dan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)
F6. Upaya Pengobatan Dasar

LAPORAN KASUS SKABIES DI POLIKLINIK UMUM


PUSKESMAS BARA BARAYA

Oleh:
dr. Sry Rahayu

Pendamping:
dr. Hj. Dahlia Abbas

PUSKESMAS BARA BARAYA


KOTA MAKASSAR
PROVINSI SULAWESI SELATAN
PERIODE JUNI - OKTOBER 2018

i
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : dr. Sry Rahayu


Judul Laporan : Laporan Kasus Skabies di Poliklinik Umum Puskesmas
Bara Baraya

Laporan Kasus Skabies di Poliklinik Umum Puskesmas Bara Baraya disetujui


guna melengkapi tugas Dokter Internsip dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Primer (PKMP) dan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM) di bidang Upaya
Pengobatan Dasar

Makassar, 15 September 2018

Mengetahui,

Pendamping Dokter Internsip

dr. Hj. Dahlia Abbas

ii
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

LAPORAN KEGIATAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT


UPAYA PENGOBATAN DASAR

“Laporan Kasus Skabies di Poliklinik Umum Puskesmas Bara Baraya”

A. LATAR BELAKANG
Penyakit gudik atau kudis, merupakan penyakit kulit yang dapat di
temui hampir di setiap pondok pesantren dan dianggap sebagai penyakit
yang tidak berbahaya sehingga kurang mendapat perhatian baik dari
penderita maupun orang-orang yang berada di sekitarnya.(1,2,3,4) Bahkan ada
anekdot yang menyebar di kalangan para santri pondok pesantren, bahwa
seorang santri belum disebut mondok jika belum terkena penyakit gudik.
Sebenarnya penyakit gudik bukan hanya menyerang para santri di pondok-
pondok pesantren, tetapi juga dapat ditemui pada lingkungan kumuh dan
padat penduduk,(3,5,6) penjara,(7) kamp militer,(8,9) bahkan rumah sakit.(10,11)
Penyakit gudik dapat menjangkiti semua orang pada semua umur, ras dan
level sosial ekonomi.(9)
Selama ini masyarakat awam mengira gudikan disebabkan oleh air,
yang digunakan untuk konsumsi atau kebutuhan sehari-hari, telah tercemar.
Banyak orang masih belum mengetahui bahwa penyebab gudikan adalah
spesies tungau yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Spesies ini
disebut sebagai Sarcoptes scabiei (var. hominis) dan penyakitnya disebut
scabies.(5,12)
Scabies memberikan masalah kesehatan secara global, karena 300 juta
kasus terjadi setiap tahunnya di dunia. World Health Organization (WHO)
menyatakan scabies merupakan salah satu dari enam penyakit parasit
epidermal kulit yang terbesar angka kejadiannya di dunia.(13) Insiden di
Amerika hampir mencapai 1 juta kasus per tahun. Rata-rata prevalensi
kejadian scabies di Inggris adalah 2,27 per 1000 orang (laki-laki) dan 2,81
per 1000 orang (perempuan), dimana 1 dari 1000 orang datang ke pusat-
pusat kesehatan dengan keluhan gatal yang menetap.14,15

1
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

Prevalensi scabies di Indonesia menurut Departemen Kesehatan


Republik Indonesia pada tahun 2000 sebesar 4,60-12,95% dan penyakit
scabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Pada tahun
1997, pernah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) scabies di Desa Sudimoro,
Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, dimana sebanyak 915 dari 1008
(90,8%) orang terserang scabies. Perbandingan penderita laki-laki dan
perempuan adalah 83,7% : 18,3%.(16)
Sampai saat ini scabies masih terabaikan sehingga menjadi masalah
kesehatan yang umum di seluruh dunia.(17) Cepatnya proses penularan dan
ketidakpahaman masyarakat akan penyakit ini menimbulkan sulitnya
pemberantasan scabies.

B. PERMASALAHAN
1. Identitas Pasien
Nama : Tn A
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 43 tahun
Alamat : Kaliwining
Status Pernikahan : Menikah
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Pabrik
Berat Badan : 68 kg
2. Subyektif (Anamnesis)
Keluhan Utama : Gatal pada kedua tangan dan kemaluan
Keluhan Penyerta : -
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang sendiri ke balai pengobatan Puskesmas Bara-
Baraya mengeluh gatal pada kedua tangan dan kemaluannya sejak 1
bulan yang lalu. Gatal dirasakan semakin meluas, dan sering berpindah
tempat, hilang timbul. Gatal lebih parah saat malam hari. Tidak

2
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

didapatkan luka pada tangan pasien, hanya terkadang kulit berwarna


merah. Pasien mengeluh terdapat beberapa lesi kecil pada kemaluannya,
berwarna putih keabuan. Tidak didapatkan keluhan panas atau nyeri.
Keluhan yang sama juga dirasakan oleh anak dan istri pasien sejak 2
bulan yang lalu, namun sekarang keluhan pada mereka sudah tidak ada
lagi. Sebelum muncul keluhan, anak dan istri pasien sempat menginap
dirumah adik pasien. Keluhan ini juga didapatkan pada keponakan
pasien, yang merupakan siswa pesantren. Keluhan gatal lalu muncul
beberapa hari setelah anak dan istri pasien kembali ke rumah. Pasien
belum pernah mengobati sendiri ataupun berobat kedokter.
Riwayat Penyakit Dahulu :
 DM : (-)
 HT : (-)
 Alergi : (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Anak dan istri korban pernah sakit seperti ini
Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :
 Pasien tinggal bersama anak dan istrinya
3. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran : Compos mentis
 Kesan gizi : Tampak gizi cukup
 Tanda vital
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 82x/menit
- Suhu : 360C
- Pernapasan : 20x/menit
 Status Generalis
- Kepala : Oedem kelopak mata - / -
Konjunctiva anemis - / -
Skleraikterus - / -

3
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

- Leher : Pembesaran KGB (-)


Bendungan vena leher (-)
- Thorax : Bentuk normal, gerak simetris
- Pulmo : Suara nafas vesikuler, ronchi - / - , wheezing - /-
- Cor : S1S2tunggal, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen : I : membesar, bekas jahitan operasi (-), scar (-)
A : BU dalam batas normal
P : MT (-), NT (-)
P : (-)

+ + – –
- Ekstremitas: akral hangat oedem

+ + – –

- Regio genitalia externa : didapatkan papul multiple pada


batang penis dan pubis. Terdapat
bentukan papul berbentuk garis
lurus dan berkelok kelok warna
putih keabu-abuan, disertai
ekskoriasi.

C. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


1. Diagnosis
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang telah
dilakukan, maka pasien didiagnosis sebagai Skabies
2. Penatalaksanaan
- Medikamentosa :
1) Scabimide cream S 1ddue malam hari, selama 8-12 jam
2) CTM 4mg S 1dd tab 1 malam hari

4
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

- Non medikamentosa
1) Pengobatan harus dilakukan secara bersamaan pada seluruh
orang yang tinggal dalam rumah
2) Persiapan untuk pengobatan :
o Seluruh pakaian yang ada dalam lemari dimasukkan
kedalam kantong plastic, dan diikat. Sisakan pakaian
untuk 3 hari kedepan
o Jemur seluruh pakaian yang sudah ada dalam plastic
selama 3 hari kedepan
o Pada hari terakhir penjemuran (malam), oleskan obat pada
seluruh orang yang tinggal dirumah
3) Mandi seluruh badan sebelum memakai obat
4) Oleskan obat cream (skabimite®) secara merata pada seluruh
badan, baik yang gatal ataupun tidak gatal, kecuali muka.
Pemakaian obat harus dibantu dengan orang lain. Diamkan
selama 10 jam
5) Pagi hari sebelum mandi, turunkan sprei, sarung bantal,
gorden, dan karpet. Jemur sofa dan peralatanm rumah
lainnya, atau semprot dengan insektisida
6) Mandi seluruh badan hingga bersih
7) Kenakan pakaian yang telah dijemur selama 3 hari tadi
8) Penyuluhan hygiene perorangan dan lingkungan
o Tidak menggunakan peralatan pribadi secara bersama-
sama dan alas tidur diganti bila ternyata pernah digunakan
oleh penderita scabies
o Menghindari kontak langsung dengan penderita skabies.

5
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN
Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig,
budukan, dan gatal agogo. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan
oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan
produknya.(18)
Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua
geografi daerah, semua kelompok usia, ras dan kelas sosial. Namun menjadi
masalah utama pada daerah yang padat dengan gangguan sosial, sanitasi
yang buruk, dan negara dengan keadaan perekonomian yang kurang.
Skabies ditularkan melalui kontak fisik langsung. (skin-to-skin) maupun tak
langsung (pakaian, tempat tidur, yang dipakai bersama).(19,20)
Gejala utama adalah pruritus intensif yang memburuk di malam hari
atau kondisi dimana suhu tubuh meningkat. Lesi kulit yang khas berupa
terowongan, papul, ekskoriasi dan kadang-kadang vesikel.(21,22)
Tungau penyebab skabies merupakan parasit obligat yang seluruh
siklus hidupnya berlangsung di tubuh manusia. Tungau tersebut tidak dapat
terbang atau meloncat namun merayap dengan kecepatan 2.5 cm per menit
pada kulit yang hangat. (23)

B. EPIDEMIOLOGI
Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang
bervariasi. Daerah endemik skabies adalah di daerah tropis dan subtropis
seperti Afrika, Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara,
Australia, Kepulauan Karibia, India, dan Asia Tenggara.(19,24)
Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh
dunia terjangkit tungau skabies.(23) Studi epidemiologi memperlihatkan
bahwa prevalensi skabies cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja dan
tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, umur, ataupun kondisi sosial
ekonomi. Faktor primer yang berkontribusi adalah kemiskinan dan kondisi

6
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

hidup di daerah yang padat,(24) sehingga penyakit ini lebih sering di daerah
perkotaan. (20)
Terdapat bukti menunjukkan insiden kejadian berpengaruh terhadap
musim dimana kasus skabies lebih banyak didiagnosis pada musim dingin
dibanding musim panas. Insiden skabies semakin meningkat sejak dua
dekade ini dan telah memberikan pengaruh besar terhadap wabah di rumah-
rumah sakit, penjara, panti asuhan, (20) dan panti jompo. (25)
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain:
higiene yang buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik
serta ekologi. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat
Hubungan Seksual).(18)

C. ETIOLOGI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.(18,21)
Sarcoptes scabiei adalah parasit manusia obligat yang termasuk filum
Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, superfamili Sarcoptes.
Bentuknya lonjong, bagian chepal depan kecil dan bagian belakang
torakoabdominal dengan penonjolan seperti rambut yang keluar dari dasar
kaki. (23)
Tungau skabies mempunyai empat kaki dan diameternya berukuran
0,3 mm. Sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Tungau ini
tidak dapat terbang atau melompat dan hanya dapat hidup selama 30 hari di
lapisan epidermis.(20)
Skabies betina dewasa berukuran sekitar 0,4 mm dengan luas 0,3 mm ,
dan jantan dewasa lebih kecil 0,2 mm panjang dengan luas 0,15 mm.
Tubuhnya berwarna putih susu dan ditandai dengan garis melintang yang
bergelombang dan pada permukaan punggung terdapat bulu dan dentikel.(26)

7
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

Gambar 1. Sarcoptes scabiei (23)

Terdapat empat pasang kaki pendek, di bagian depan terdapat dua


pasang kaki yang berakhir dengan perpanjangan peduncles dengan pengisap
kecil di bagian ujungnya. Pada tungau betina, terdapat dua pasang kaki yang
berakhir dengan rambut (Satae) sedangkan pada tungau jantan rambut
terdapat pada pasangan kaki ketiga dan peduncles dengan pengisap pada
pasangan kaki keempat.(26)
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan)
yang terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati. Tapi kadang-kadang
masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau
betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam
stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai 40-50 telur yang
dihasilkankan oleh setiap tungau betina selama rentang umur 4-6 minggu
dan selama itu tungau betina tidak meninggalkan terowongan. Setelah itu,
larva berkaki enam akan muncul dari telur setelah 3-4 hari dan keluar dari
terowongan dengan memotong atapnya. Larva kemudian menggali
terowongan pendek (moulting pockets) di mana mereka berubah menjadi
nimfa. Setelah itu berkembang menjadi tungau jantan dan betina dewasa.
Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan
waktu antara 8 – 12 hari.(26,27)

8
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

Gambar 2. Siklus Hidup Skabies (33)

Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat


terowongannya dan menghindari area yang memiliki banyak folikel
pilosebaseus. Biasanya, pada satu individu terdapat kurang dari 20 tungau di
tubuhnya, kecuali pada Norwegian scabies dimana individu bisa didiami
lebih dari sejuta tungau. Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi
dan pasien dengan pengobatan immunosuppresan mempunyai risiko tinggi
untuk menderita Norwegian scabies.(20,26)

D. PATOGENESIS
Reaksi alergi yang sensitif terhadap tungau dan produknya
memperlihatkan peran yang penting dalam perkembangan lesi dan terhadap
timbulnya gatal.(26) S. Scabiei melepaskan substansi sebagai respon
hubungan antara tungau dengan keratinosit dan sel-sel Langerhans ketika
melakukan penetrasi ke dalam kulit. (28)

9
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan keterlibatan reaksi


(9,11)
hipersensitivitas tipe IV dan tipe I. Pada reaksi tipe I, pertemuan
antigen tungau dengan Imunoglobulin-E pada sel mast yang berlangsung di
epidermis menyebabkan degranulasi sel-sel mast. Sehingga terjadi
peningkatan antibodi IgE. Keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV akan
(28)
memperlihatkan gejala sekitar 10-30 hari setelah sensitisasi tungau dan
akan memproduksi papul-papul dan nodul inflamasi yang dapat terlihat dari
perubahan histologik dan jumlah sel limfosit T banyak pada infiltrat
(26)
kutaneus. Kelainan kulit yang menyerupai dermatitis tersebut sering
terjadi lebih luas dibandingkan lokasi tungau dengan efloresensi dapat
berupa papul, nodul, vesikel, urtika dan lainnya. Akibat garukan yang
dilakukan oleh pasien dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta hingga
terjadinya infeksi sekunder. (29)
Cara penularan skabies:
Skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak
tidak langsung.(24) Penularan melalui kontak langsung (skin-to-skin)
menjelaskan mengapa penyakit ini sering menular ke seluruh anggota
keluarga.(28) Penularan secara tidak langsung dapat melalui penggunaan
bersama pakaian, handuk, maupun tempat tidur. Bahkan dapat pula
ditularkan melalui hubungan seksual antar penderita dengan orang sakit,(18)
namun skabies bukan manifestasi utama dari penyakit menular seksual. (24)

E. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi
Sarcoptes scabiei sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat
menemukan gambaran klinis berupa keluhan subjektif dan objektif yang
spesifik. Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi
skabies, yaitu (18,30) :

10
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

1. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies,
kelainan kulit seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8
minggu. Infeksi yang berulang menyebabkan ruam dan gatal yang
timbul hanya dalam beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada
malam hari.(20,21) Hal ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas
tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas. Sensasi gatal
yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi
gelisah.(30)
2. Sekelompok orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga
dalam sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota
keluarga. Begitu pula dalam sebuah pemukiman yang padat
penduduknya, skabies dapat menular hampir ke seluruh penduduk.
Didalam kelompok mungkin akan ditemukan individu yang
hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak
menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier
bagi individu lain.(30)
3. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung
kepada kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam
stratum korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian
kulit yang memiliki stratum korneum yang relative lebih longgar
dan tipis. (30)
Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan
nodul yang sering ditemukan di daerah sela-sela jari, aspek volar
pada pergelangan tangan dan lateral telapak tangan, siku, aksilar,
skrotum, penis, labia dan pada areola wanita.(20) Bila ada infeksi
sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan
lain-lain).(30)

11
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

Gambar 3. Lesi pada sela jari, penis, dan areola mammae (23)

Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi


hipersensitivitas pada antigen tungau. Lesi yang patognomonik
adalah terowongan yang tipis dan kecil seperti benang, berstruktur
linear kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna putih abu-abu, pada
ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang merupakan
hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum korneum.
Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan
tangan dan daerah siku. Namun, terowongan tersebut sukar
ditemukan di awal infeksi karena aktivitas menggaruk pasien yang
hebat.(20)

Gambar 4. Tempat-tempat predileksi skabies (23)

12
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

4. Menemukan Sarcoptes scabiei


Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh
kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva,
nimfa maupun skibala dan ini merupakan hal yang paling
diagnostik. Akan tetapi, kriteria yang keempat ini agak susah
ditemukan karena hampir sebagian besar penderita pada umumnya
datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik.(30) Pada
kasus skabies yang klasik, jumlah tungau sedikit sehingga
diperlukan beberapa lokasi kerokan kulit. Teknik pemeriksaan ini
sangat tergantung pada operator pemeriksaan, sehingga kegagalan
menemukan tungau sering terjadi namun tidak menyingkirkan
diagnosis skabies.(31)
2. Bentuk Klinis
Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk
yang tidak khas, meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat
menimbulkan kesalahan diagnostik yang dapat berakibat gagalnya
pengobatan
Bentuk-bentuk skabies antara lain : (32)
1) Skabies pada orang bersih
Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli
dengan jumlah yang sangat sedikit, kutu biasanya hilang akibat
(30)
mandi secara teratur. Namun bentuk ini seringkali salah
diagnosis karena lesi jarang ditemukan dan sulit mendapatkan
terowongan tungau. (32)

Gambar 5 . Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated) (33)

13
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

2) Skabies nodular
Skabies nodular memperlihatkan lesi berupa nodul merah
kecoklatan berukuran 2-20 mm yang gatal. Umumnya terdapat
pada daerah yang tertutup terutama pada genitalia, inguinal dan
aksila. Pada nodus yang lama tungau sukar ditemukan, dan dapat
menetap selama beberapa minggu hingga beberapa bulan walaupun
telah mendapat pengobatan anti skabies.(14,15)

Gambar 6. Skabies Nodular (28)


3) Skabies incognito
Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat
menyamarkan gejala dan tanda pada penderita apabila penderita
mengalami skabies.(30) Sehingga penderita dapat memperlihatkan
perubahan lesi secara klinis.(28) Akan tetapi dengan penggunaan
steroid, keluhan gatal tidak hilang dan dalam waktu singkat setelah
penghentian penggunaan steroid lesi dapat kambuh kembali bahkan
lebih buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan
respon imun seluler.(30)

Gambar 7. Skabies incognito dengan lesi krusta terlokalisasi pada


penderita dengan pengobatan regimen imunosupresan(23)

14
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

4) Skabies yang ditularkan oleh hewan (24)


Sarcoptes scabiei varian canis bisa menyerang manusia
yang pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut,
misalnya anjing, kucing dan gembala. Lesi tidak pada daerah
predileksi skabies tipe humanus tetapi pada daerah yang sering
berkontak dengan hewan peliharaan tersebut, seperti dada, perut,
lengan. Masa inkubasi jenis ini lebih pendek dan sembuh sendiri
bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih oleh karena
varietas hewan tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada
manusia.(30,32)

Gambar 8. Skabies caninum(23)


5) Skabies Norwegia (Skabies berkrusta)
Kondisi yang jarang ini sangat mudah menular karena
(32)
tungau berada dalam jumlah yang banyak dan diperkirakan
lebih dari sejuta tungau berkembang di kulit, sehingga dapat
menjadi sumber wabah di tempat pelayanan kesehatan.(20)
Kadar IgE yang tinggi, eosinofil perifer, dan
perkembangan krusta di kulit yang hiperkeratotik dengan skuama
dan penebalan menjadi karakteristik penyakit ini.(24) Plak
hiperkeratotik tersebar pada daerah palmar dan plantar dengan
penebalan dan distrofi kuku jari kaki dan tangan.(20) Lesi tersebut
(30)
menyebar secara generalisata seperti daerah leher dan kulit
(24)
kepala. telinga, bokong, siku, dan lutut.(30) Kulit yang lain
biasanya terlihat xerotik. Pruritus dapat bervariasi dan dapat pula
tidak ditemukan pada bentuk penyakit ini.(30)

15
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

Gambar 9. Skabies norwegian pada plantar (38)


Bentuk ini ditemukan pada penderita yang mengalami
gangguan fungsi imunologik misalnya penderita HIV/AIDS, lepra,
penderita infeksi virus leukemia type 1, pasien yang menggunakan
pengobatan imunosupresi, penderita gangguan neurologik dan
retardasi mental.(23,30)
6) Skabies pada bayi dan anak
Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi
di wajah dan kulit kepala sedangkan pada orang dewasa jarang
terjadi.(20) Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh,
termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki dan
sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima, sehingga
terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di wajah.(30)
Nodul pruritis erithematos keunguan dapat ditemukan pada
axilla dan daerah lateral badan pada anak-anak. Nodul-nodul ini
bisa timbul berminggu-minggu setelah eradikasi infeksi tungau
dilakukan. Vesikel dan bulla bisa timbul terutama pada telapak
tangan dan jari.(20)

Gambar 10. Skabies pada anak (23)

16
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

3. Pemeriksaan penunjang
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan.
Tetapi penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga
diagnosis pasti sulit ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis
ditegakkan bila ditemukan dua dari empat cardinal sign. (30) Beberapa
cara yang dapat digunakan untuk menemukan tungau dan produknya
yaitu :
1) Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral
atau KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel
steril yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli.
Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan
kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.(30)
2) Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing
ditusukkan kedalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara
tangensial ke ujung lainnya kemudian dikeluarkan. Bila positif,
Tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil
dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi memerlukan
keahlian tinggi.(30)
3) Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah
lesi dengan tinta hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina,
dibiarkan selama 20-30 menit. Setelah tinta dibersihkan dengan
kapas alkohol, terowongan tersebut akan kelihatan lebih gelap
dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta didalam
terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk gambaran
kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai bentuk zigzag. (30,33)
4) Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala
secara mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi

17
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

dengan ibu jari dan telunjuk kemudian dibuat irisan tipis, dan
dilakukan irisan superficial secara menggunakan pisau dan berhati-
hati dalam melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut
diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral
yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.(20,30)
5) Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.

Gambar 11. Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dengan


pewarnaan H.E (23)
6) Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam
kanalikuli. Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar
ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan
fluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.(30)

Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan


kulit merupakan cara yang paling mudah dan hasilnya cukup
memuaskan. Agar pemeriksaan berhasil, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yakni (30) :
a. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli)
dan tidak dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
b. Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan
minyak mineral agar tungau dan produknya tidak larut, sehingga
dapat menemukan tungau dalam keadaan hidup dan utuh.
c. Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
d. Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan
harus dilakukan di superficial dan menghindari terjadinya

18
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

perdarahan. Namun karena sulitnya menemukan tungau maka


diagnosis scabies harus dipertimbangkan pada setiap penderita yang
datang dengan keluhan gatal yang menetap.

F. PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat
efektivitas yang bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan
yang antara lain umur pasien, biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan
factor kegagalan terapi yang pernah diberikan sebelumnya.(20)
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh
permukaan tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan
di daerah sela-sela jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan
area belakang telinga. Pada pasien anak dan scabies berkrusta, area wajah
dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal. Pasien harus
diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi skabisidal yang
adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu.
Jika tidak diberikan penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan
yang diberikan tidak berhasil dan kemudian akan menggunakan obat anti
scabies secara berlebihan. Steroid topikal, anti histamin maupun steroid
sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk menghilangkan ruam dan
gatal pada pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid
yang lengkap.(20)
1. Penatalaksanaan secara umum
(34)
Edukasi pada pasien skabies :
1) Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
2) Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya
dilakukan pada malam hari sebelum tidur.
3) Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
4) Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan
teratur dan bila perlu direndam dengan air panas

19
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

5) Jangan ulangi penggunaan skabisd yang berlebihan dalam


seminggu walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul selama
beberapa hari.
6) Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan
pengobatan yang sama (34) dan ikut menjaga kebersihan (30)
2. Penatalaksanaan secara khusus
Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau dewasa, telur
dan produknya, mudah diaplikasikan, nontoksik, tidak mengiritasi,
aman untuk semua umur, dan terjangkau biayanya.(28) Pengobatan
skabies yang bervariasi dapat berupa topikal maupun oral.
1) Permethrin
Merupakan sintesa dari pyrethroid, (28,35) dan bekerja dengan
cara mengganggu polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui
ikatan dengan natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding
sel dan akhirnya terjadi paralise parasit.(28,36) Obat ini merupakan
pilihan pertama dalam pengobatan scabies karena efek
(28,30)
toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan
kecenderungan keracunan akibat kesalahan dalam penggunaannya
sangat kecil.(30) Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang
terabsorpsi di kulit dan cepat dimetabolisme yang kemudian
dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum, dan juga melalui
(28,30)
urin. Belum pernah dilaporkan resistensi setelah penggunaan
obat ini.(30)
Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang
(28)
diaplikasikan selama 8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih.
Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua
setelah 1 minggu. (30)
Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur
kurang dari 2 bulan, wanita hamil dan ibu menyusui.(30) Wanita
hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2
jam.(28) Efek samping jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih

20
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

dan gatal,(30) namun mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang


sebelumnya memang sensitive dan terekskoriasi.(28)
2) Presipitat Sulfur 2-10%
Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama
(28,34)
digunakan, sejak 25 M. Preparat sulfur yang tersedia dalam
bentuk salep (2% -10%) dan umumnya salep konsentrasi 6% lebih
disukai. Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni mengoleskan
salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama
tiga hari berturut-turut.(30,34) Keuntungan penggunaan obat ini
adalah harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya
pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal.(34)
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan
membentuk hydrogen sulfide dan pentathionic acid (CH2S5O6)
yang bersifat germicid dan fungicid. Secara umum sulfur bersifat
aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui
serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian
pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan
kadang-kadang menimbulkan iritasi.(30)
3) Benzyl benzoate
Benzil benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol
(34)
benzil yang merupakan bahan sintesis balsam peru.(28) Benzil
benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies. Digunakan
sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada usia
dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi
12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik
dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima. Efek samping dari
benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah
dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak
menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat
menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan
pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari

21
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam pengelolaan


resistant crusted scabies. Di negara-negara berkembang dimana
sumber daya yang terbatas, benzil benzoate digunakan dalam
pengelolaan skabies sebagai alternatif yang lebih murah.(34,37)
4) Gamma benzene heksaklorida (Lindane)
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena,
adalah sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat
(SSP) tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru,
mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh
tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan
kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian
tungau.(34,37) Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin
dan feses.(34)
Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak
berbau dan tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan
mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24
jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci
bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu.(28,30) Hal ini
untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah
oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan
penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk
tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak
menggunakan konsentrasi lain selain 1%.(30)
Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas
SSP, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun
jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan
lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor,
disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang,
kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti
menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis

22
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan


pancytopenia.(28)
5) Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)
Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai
krim 10% atau lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50%
dan 70%. Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali
sehari selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti
pakaian (28,30) dari leher ke bawah selama 2 malam kemudian dicuci
setelah aplikasi kedua. Efek samping yang ditimbulkan berupa
iritasi bila digunakan jangka panjang.(30)
Beberapa ahli beranggapan bahwa crotamiton krim ini tidak
memiliki efektivitas yang tinggi terhadap skabies. Crotamiton 10%
dalam krim atau losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman
digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak kecil. (28)
6) Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh
Streptomyces avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip
antibiotic makrolid, namun tidak mempunyai aktifitas sebagai
antibiotic, diketahui aktif melawan ekto dan endo parasit.
Digunakan secara meluas pada pengobatan hewan, pada mamalia,
pada manusia digunakan untuk pengobatan penyakit filarial
terutama oncocerciasis. Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200
ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk scabies. Digunakan pada
umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan secara khusus tentang
formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati scabies. Efek
samping yang sering adalah kontak dermatitis dan toxicepidermal
necrolysis.(30)
7) Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus
ditambahkan 2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3
hari.(30)

23
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

8) Malathion
(28)
Malathion 0,5% adalah insektisida organosfosfat dengan
dasar air digunakan selama 24%. Pemberian berikutnya beberapa
hari kemudian.(30) Namun saat ini tidak lagi direkomendasikan
karena berpotensi memberikan efek samping yang buruk.(28)
3. Penatalaksanaan skabies berkrusta
Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun
skabies berkrusta berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan
beberapa pengobatan dengan skabisid. Kulit yang diobati meliputi
kepala, wajah, kecuali sekitar mata, hidung, mulut dan khusus dibawah
kuku jari tangan dan jari kaki diikuti dengan penggunaan sikat di bagian
bawah ujung kuku. Pengobatan diawali dengan krim permethrin dan
jika dibutuhkan diikuti dengan lindane dan sulfur. Mungkin sangat
membantu bila sebelum terapi dengan skabisid diobati dengan
keratolitik.(30)
4. Penatalaksanaan skabies nodular
Nodul tidak mengandung tungau namun merupakan hasil dari
reaksi hipersensitivitas terhadap produk tungau. Nodul akan tetap
terlihat dalam beberapa minggu setelah pengobatan. Skabies nodular
(28)
dapat diobati dengan kortikosteroid intralesi atau menggunakan
primecrolimus topikal dua kali sehari. (28,38)
5. Pengobatan terhadap komplikasi
Pada infeksi bakteri sekunder dapat digunakan antibiotik oral.(13)
6. Pengobatan simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi
gatal yang secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah
terapi dengan anti skabeis yang adekuat. Pada bayi, aplikasi
hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan aplikasi pelumas
atau emolient pada lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu,
dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1% .(30)

24
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

Tabel 1. Pengobatan Skabies (20)


Jenis Obat Dosis Keterangan
Permethrin 5% Dioleskan selama 8- Terapi lini pertama di US
cream 14 jam, diulangi dan kehamilan kategori B
selama 7 hari.
Lindane 1% Dioleskan selama 8 Tidak dapat diberikan
lotion jam setelah itu
pada anak umur 2 tahun
dibersihkan, olesan
kebawah, wanita selama
kedua diberikan 1 masa kehamilan dan
minggu kemudian. laktasi.
Crotamiton 10% Dioleskan selama 2 Memiliki efek anti
cream hari berturut-turut,
pruritus tetapi
lalu diulangi dalam 5
efektifitasnya tidak
hari. sebaik topikal lainnya.
Precipitatum Dioleskan selama 3 Aman untuk anak kurang
Sulfur 5-10% hari lalu dibersihkan.
dari 2 bulan dan wanita
dalam masa kehamilan
dan laktasi, tetapi tampak
kotor dalam
pemakaiannya dan data
efisiensi obat in masih
kurang.
Benzyl Benzoat Dioleskan selama 24 Efektif namun dapat
10% lotion jam lalu dibersihkan menyebabkan dermatitis
pada wajah
Ivermectin 200 Dosis tunggal oral, Memiliki efektifitas yang
υg/kg bisa diulangi selama tinggi dan aman. Dapat
10-14 hari digunakan bersama
bahan topikal lainnya.
Digunakan pada kasus-
kasus scabies berkrusta
dan scabies resisten.

Setelah pengobatan berhasil untuk membunuh tungau skabies,


masih terdapat gejala pruritus selama 6 minggu sebagai reaksi
eczematous atau masa penyembuhan. Pasien dapat diobati dengan
Emolien dan kortikosteroid topikal, dengan atau tanpa antibiotik topikal
tergantung adanya infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus.

25
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

Crotamiton antipruritic topikal sering membantu pada kulit yang


gatal.(37)
Keluhan sering ditemukan pada pasien yaitu mengalami gejala
yang berkelanjutan selama 2-6 minggu setelah pengobatan berhasil. Hal
ini karena respon tubuh dari kekebalan terhadap antigen tungau. Jika
gejalanya menetap di luar 2 minggu, itu mungkin karena diagnosis awal
yang tidak sesuai, aplikasi obat yang salah menyebabkan tungau
skabies tetap ditemukan pada pasien . Kebanyakan kambuh karena
reinfeksi dan tidak diobati.(34)

G. PENCEGAHAN
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-
orang yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi
dengan topikal skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk
mencegah penyebaran scabies karena seseorang mungkin saja telah
mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi
asimptomatik.(20)
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal,
handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci
bersih dan dikeringkan dengan udara panas karena tungau scabies dapat
hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya sehingga
harus dibersihkan (vacuum cleaner).(20)

H. KOMPLIKASI
Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi
bakteri atau karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang
ada. Erosi merupakan tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder.
Infeksi sekunder dapat ditandai dengan munculnya pustul, supurasi, dan
ulkus. Selain itu dapat muncul eritema, skuama, dan semua tanda inflamasi
lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang kuat terhadap iritasi.
Nodul-nodul muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong, skrotum,

26
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

inguinal, penis, dan axilla.(22) Infeksi sekunder lokal sebagian besar


disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan biasanya mempunyai respon
yang bagus terhadap topikal atau antibiotic oral, tergantung tingkat
pyodermanya.(27) Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi
terutama pada skabies Norwegian, post-streptococcal glomerulonephritis
bisa terjadi karena skabies-induced pyodermas yang disebabkan oleh
Streptococcus pyogens.(20)

I. PROGNOSIS
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun.
Pada individu yang immunocompetent, jumlah tungau akan berkurang
seiring waktu.(20)
Infestasi scabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi
scabies, jika diobati dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan
gatal dan ekzema akan sembuh.(25)

Makassar, 15 September 2018

Mengetahui,
Peserta Pendamping,

dr. Sry Rahayu dr. Hj. Dahlia Abbas

27
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

DOKUMENTASI

28
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

LAPORAN KEGIATAN

Nama Peserta dr. Sry Rahayu Tanda tangan:

Nama Pendamping dr. Hj. Dahlia Abbas Tanda tangan:

Nama Wahana Puskesmas Bara Baraya

Tujuan Pelaksanaan Melakukan pengobatan pasien

Hari/Tanggal Kamis/ 15 September 2018

Waktu 09.30 WITA

Tempat Puskesmas Bara Baraya

29
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

DAFTAR PUSTAKA

1. Badri, M. 2007. Hygiene Perseorangan Santri Pondok Pesantren Wali


Songo Ngabar Ponorogo. Media Litbang Kesehatan XVII (2) : 20-28.
2. Yasin. 2009. Prevalensi Skabies dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
pada Siswa-Siswi Pondok Pesantren Darul Mujahadah Kabupaten Tegal
Provinsi Jawa Tengah Bulan Oktober Tahun 2009. Skripsi yang diterbitkan.
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Unversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
3. Afraniza, Y. 2011. Hubungan Antara Praktik Kebersihan Diri dan Angka
Kejadian Skabies di Pesantren Kyai Gading Kabupaten Demak. Skripsi yang
diterbitkan , Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.
4. Antariksa, EH. 2012. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Skabies
pada Kelompok Khusus (Santri) di Pondok Modern Muhammadiyah Paciran
Kabupaten Lamongan. Skripsi yang diterbitkan. Program Studi Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Surabaya. Surabaya.
5. Wardhana, AH, Manurung, J, dan Iskandar, T. 2006. Skabies : Tantangan
Penyakit Zoonosis Masa Kini Dan Masa Mendatang. WARTAZOA. 16
(1):40-52.
6. Rohmawati, RN. 2010. Hubungan Antara Faktor Pengetahuan dan Perilaku
dengan Kejadian Skabies di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta.
Skripsi yang diterbitkan. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
7. Mannocci, A, Thiene, D, Semyonov, L, Boccia, A, & Torre, G. 2014. A
cross-sectional study on dermatological diseases among male prisoners in
southern Lazio, Italy. International Journal of Dermatology. 53 (5):586-592.
8. Hengge, UR, Currie, BJ, Jager, G, dan Schwartz, RA. 2006. Scabies : a
ubiquitous neglected skin disease. Lancet Infectious Disease. 6:769-779.
9. Raza, N, Qadir, S N, dan Agha, H. 2009. Risk factors for scabies among
soldiers in Pakistan : case-control study. Eastern Mediterranean Health
Journal. 15 (5):1105-1110.

30
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

10. Arlian, LG. 1989. Biology, Host Relation, and Epidemiology of Sarcoptes
Scabiei. Annual Review of Entomologi. 34:139-161.
11. Larrosa, A, Cortes-Blanco, M, Martinez, S, Clerencia, C, Urdaniz, L, Urban,
J, et al. 2003. Nosocomial outbreak of scabies in a hospital in Spain. Europe
Surveillence. 8 (10):199-203.
12. Nugraheni, DN. 2008. Pengaruh Sikap Tentang Kebersihan Diri Terhadap
Timbulnya Skabies (Gudik) Pada Santriwati Di Pondok Pesantren Al-
Muayyad Surakarta. Skripsi yang diterbitkan. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta
13. Ryan, J. 2010. Frequency Rates and Locations of Scabies. Retrieved May 2,
2014, from Ezinearticles : https://www.ezinearticles.com/?Frequency-Rates-
and-Locations-of-Scabies&id=5259228.
14. Lassa, S, Campbell, MJ, dan Bennett, CE. 2011. Epidemiology of Scabies
Prevalence in the U.K. From General Practice Record. The British Journal Of
Dermatology. 164 (6):1329-1334
15. Fuller, LC. 2013. Epidemiology of Scabies. Curr Opin Infect Dis. 26
(2):123-126.
16. Poeranto, S, Sardjono, TW, Hakim, L, Sanjoto, P, & Rahajoe, S. 1997.
Pengobatan dengan gamexan pada penderita scabiosis di pondok pesantren Al
Munawwariyyah Sudimoro, Malang. Majalah Kedokteran Unibraw. 13
(2):69-73.
17. Heukelbach, J, dan Feldmeier, H. 2006. Scabies. Lancet. 367
(9524):1767-1774.
18. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Ed.4. Jakarta: FKUI; 2005. 119-22.
19. Binic I, Aleksandar J, Dragan J, Milanka L. Crusted (Norwegian) Scabies
Following Systemic And Topikal Corticosteroid Therapy. J Korean Med Sci;
25: 2010. 88-91.
20. Scabies and Pediculosis, Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill; 2008. 2029-31.

31
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

21. Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin.
Ed.3. Jakarta: EGC; 1996. 191-5.
22. Habif TP, Hodgson S. Clinical Dermatology. Ed.4. London: Mosby; 2004.
497-506.
23. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. July : 354/ 1718-27.
24. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in
Human and Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007. April. 268-79.
25. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and Treatment. British Med J.
2005. September :17;331(7517)/619-22.
26. Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in:
Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology.
Vol.2. USA: Blackwell publishing; 2004. 37-47.
27. Itzhak Brook. Microbiology of Secondary Bacterial Infection in Scabies
Lesions. J Clin Microbiol. 1995. August: 33/2139-2140.
28. Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. November
:22/279-292.
29. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1. Jakarta: Hipokrates; 2000. 109-13.
30. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10.
31. Hengge, R. Ulrich, Bart. J. Currie, Gerold Jager, Omar Lupi, Robert A.
Schwartz. Scabies: a Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J.
2006. December. 6: 769-777
32. P. Stone Stephen, Jonathan N. Goldfarb, Rocky E. Bacelieri. Scabies.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 5th. USA: McGrawHill;
2677-80
33. Beegs Jennifer,ed. Scabies Prevention and Control Manual. Michigan.
Scabies prevention and Control Manual.
34. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med
J. 2005. Januari. 1(951)/7-11.
35. Currie J.B., and James S. McCarthy. Permethrin and Ivermectin for Scabies.
New England J Med. 2010. February : 362/717-724.

32
F.6. Upaya Pengobatan Dasar

36. Sadana, Liana Yuliawati. Krim Permethrin 5% untuk Pengobatan Scabies


(online). 2007.
37. Anonim. (online). 2004. Available from : URL:
http://www.stanford.edu/class/humbio103/ParaSites2004/Scabies
38. Anonim. (online) 2004. [cited 2010 Oct 14th]:[1 screens] Available from :
URL:
http://huddoktor.com/doctor/Exempel+p%C3%A5+ljusbehandling/741.html
39. Anonim. (online) 1997 [cited 2010 October 1st] : [1 screens] Available from :
URL: http://www.allrefer.com
40. Vorvick MD, Linda. Folliculitis on the Leg. (online). 2008. [cited 2010 Oct
12]:[1 screens] Available from : URL: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus

33

You might also like